Anda di halaman 1dari 11

Artikel Skripsi

Universitas Nusantara PGRI Kediri

PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP


SUSUT BOBOT DAN KADAR SAPONIN UMBI
Talinum paniculatum (Jacq) Gaertn.

Skripsi
diajukan untuk memenuhi sebagian syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
pada Program Studi Pendidikan Biologi

OLEH :

DEWI ISRO’ILLA
NIM : 11.1.01.06.0021

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI
KEDIRI

2016

Dewi Isroilla | 11.1.01.06.0021 simki.unpkediri.ac.id


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan– || 1||
Pendidikan Biologi
Artikel Skripsi
Universitas Nusantara PGRI Kediri

Dewi Isroilla | 11.1.01.06.0021 simki.unpkediri.ac.id


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan– || 2||
Pendidikan Biologi
Artikel Skripsi
Universitas Nusantara PGRI Kediri

Dewi Isroilla | 11.1.01.06.0021 simki.unpkediri.ac.id


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan– || 3||
Pendidikan Biologi
Artikel Skripsi
Universitas Nusantara PGRI Kediri
PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP
SUSUT BOBOT DAN KADAR SAPONIN UMBI
Talinum paniculatum (Jacq) Gaertn.

Dewi Isroilla
11.1.01.06.0021
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan – Program Studi Pendidikan Biologi
Email: dewiisroilla@gmail.com
Agus Muji Santoso, M.Si dan Poppy Rahmatika Primandiri, M.Pd
UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI

ABSTRAK

T. paniculatum merupakan salah satu tanaman obat yang banyak dimanfaatkan oleh
masyarakat. Usaha yang dilakukan untuk menjaga agar kadar saponin didalam umbi tetap terjaga
dengan memanfaatkan teknologi pascapanen. Teknologi pascapanen merupakan suatu perangkat
yang digunakan dalam upaya peningkatan kualitas pengananganan dengan tujuan mengurangi
susut karena penurunan mutu produk yang melibatkan proses fisiologis dan respon terhadap
biologis. Pemanfaatkan teknologi pascapanen dengan memperhatikan suhu dan lama
penyimpanan umbi setelah dipanen merupakan salah satu cara untuk mempertahankan kadar
saponin umbi T. paniculatum.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh suhu dan lama penyimpanan umbi T.
paniculatum terhadap susut bobot dan kadar saponin. Penelitian ini berjenis ekperimen dengan
rancangan percobaan yang digunakan berupa rancangan acak kelompok dengan diberi perlakuan
suhu (11±10C), (29±10C) dan (39±0,50C) selama 7 hari, 14 hari dan 21 hari dengan ulangan
sebanyak 9 kali. Data yang pengamatan berupa suust bobot dan kadar saponin. Data yang
diperoleh dianalisis menggunakan analisis variansi (ANAVA) yang dilanjutkan dengan uji BNT
denga taraf signifikasi 95%.
Perlakuan variansi suhu dan lama penyimpanan menunjukkan pengaruh yang signifikasi
terhadap susut bobot sedangkan kadar saponin tidak menunjukkan hasil signifikasi. Susut bobot
tertinggi pada penyimpanan suhu (39±0,50C) selama 21 hari yaitu sebesar 12,712 gram dan susut
bobot terendah pada penyimpanan suhu (11±10C) selama 7 hari yaitu sebesar 2,569 gram. Kadar
saponin tertinggi pada suhu (11±10C) sebesar 0.455 cm2/0,1gram dan terendah pada suhu
penyimpanan (29±10C) sebesar 0,41 gram.

Kata Kunci: umbi T. paniculatum, suhu dan lama penyimpanan, susut bobot, saponin.

Dewi Isroilla | 11.1.01.06.0021 simki.unpkediri.ac.id


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan– || 4||
Pendidikan Biologi
Artikel Skripsi
Universitas Nusantara PGRI Kediri

Latar belakang T. paniculatum memiliki kadar


saponin yang lebih tinggi sekitar 1,3571
Pada saat sekarang masyarakat sudah mg/g (Suskendriyati, 2003) dibandingkan
mulai kembali ke alam dengan dengan tanaman lain yaitu Plantago mayor
memanfaatkan kekayaan alam untuk L. (daun sendok) dengan kadar saponin
mencukupi kebutuhan sehari - hari. Salah optimal adalah 0,03011 mg/g (Khristyana et
satunya adalah memanfaatkan tanaman obat al., 2005). Tanaman Gynura segetum yang
sebagai alternatif pengobatan, baik untuk dikenal sebagai daun dewa memiliki kadar
pencegahan penyakit, penyembuhan, saponin 0,842570 mg/g (Wibawati, 2006).
pemulihan serta peningkatan kesehatan Camellia sinensis (teh) hanya memiliki kadar
(Hernani, 2009). Di Indonesia terdapat sebesar 0,0500 mg/l (Roa dan Sung, 2008).
kurang lebih 30.000 jenis tumbuh tumbuhan Tanaman Panax gingseng memiliki kadar
dan kurang lebih 7.500 jenis diantaranya saponin sebesar 0,4040 mg/g (Kim et al.,
termasuk tumbuhan obat (Depkes, 2006 2005).
dalam Aini 2013). Tanaman obat biasanya
memiliki dua golongan senyawa yaitu Selain kadar saponin yang lebih
metabolit primer dan metabolit sekunder. tinggi, T. paniculatum juga memiliki banyak
Senyawa metabolit primer berkaitan manfaat antara lain sebagai obat anti radang
langsung dengan kelangsungan hidup (Sumastuti, 1999), dapat meningkatkan
tumbuhan, contohnya karbohidrat, lipid dan fertilitas (menambah kesuburan) (Sa’roni et
protein. Sedangkan senyawa metabolit al., 1999), berpengaruh terhadap peningkatan
sekunder merupakan senyawa hasil libido (mempersingkat mounting latency dan
metabolisme primer dan digunakan untuk meningkatkan mounting frequency)
melindungi tumbuhan dari faktor lingkungan (Winarni, 2007), memiliki efek androgenik
yang tidak menguntungkan serta melawan (Wahjoedi, 1999), selain itu juga berguna
serangan patogen. Hasil metabolit sekunder sebagai anti inflamasi (Soedibyo dalam
pada tumbuhan salah satunya adalah saponin. Sholikhatun, et al., 2005).
Saponin diketahui dapat digolongkan dalam
bentuk yaitu triterpenoid dan steroid (Turk, Melihat potensi tersebut, sampai saat
2006 dalam Syahrial et al 2014). Salah satu ini usaha yang sudah dilakukan dalam
contoh tumbuhan yang mengandung saponin pembudiyaan skala lapang sudah cukup
adalah Talinum paniculatum atau gingseng banyak. Misalnya, Djumidi (1999)
Jawa (Hutapea, 1991 dalam Syahrial et al., menyatakan adanya pengaruh panjang stek
2014). T. paniculatum dikenal dengan istilah dan macam media terhadap pertumbuhan T.
som Jawa ataupun ginseng Jawa. T. paniculatum di pembibitan. Gusmaini (1999)
paniculatum merupakan tanaman yang meneliti adanya pengaruh komposisi dan
berasal dari Amerika tropis yaitu Amerika sumber bahan organik pada perbanyakan T.
Tenggara dan Selatan, yang tumbuh pada paniculatum serta Solicatun (2005)
ketinggian 5 sampai 1.250 m di atas menyatakan bahwa tingkat ketersediaan air
permukaan laut. Masyarakat Jawa menanam antara 40 – 60 % pada T. paniculatum dapat
T. paniculatum sebagai tanaman obat dan meningkatkan kadar saponin. Namun
tanaman hias. Terkadang tumbuh sebagai berdasarkan penelitian tersebut usaha yang
tanaman liar. T. paniculatum adalah terna dilakukan untuk menangani tanaman T.
tahunan yang tumbuh tegak, akarnya paniculatum pascapanen dengan
berdaging tebal, biasa dipergunakan sebagai memanfaatkan teknologi pascapanen belum
pengganti Kolesom (Deptan, 2009). ada. Hal tersebut perlu dilakukan agar umbi
hasil panen dapat terjaga kadar saponin yang
ada didalamnya.

Dewi Isroilla | 11.1.01.06.0021 simki.unpkediri.ac.id


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan – || ||
Pendidikan Biologi
Artikel Skripsi
Universitas Nusantara PGRI Kediri
Teknologi pascapanen memuat ilmiah tentang teknologi pasca panen untuk
tentang proses fisiologis, teknik penanganan umbi T. paniculatum dengan manipulasi
komoditas sesudah panen sampai ke tangan suhu penyimpanan umbi T. paniculatum
konsumen. Teknologi pascapanen diperlukan terhadap kadar saponin.
untuk menurunkan atau mungkin
menghilangkan susut bobot komoditas Metode Penelitian
pascapanen. Salah satu cara dalam
memanfaatkan teknologi pascapenen adalah Penelitian ini berjenis penelitian
memvariasikan suhu dan lama penyimpanan. ekperimen dengan Rancangan Acak
Suhu dan lama penyimpanan merupakan Kelompok (RAK) dengan perlakuan variansi
faktor yang harus diperhatikan dalam suhu penyimpanan (suhu rendah (11±10C),
teknologi pasca panen (Widjanarko, 2012). suhu ruang (29±10C) dan suhu tinggi
Peningkatan suhu antara (00C – 350C) akan (39,5±0,50C)), lama penyimpanan (7 hari, 14
meningkatkan laju respirasi buah – buahan
hari dan 21 hari) dengan ulangan sebanyak 9
dan sayur sayuran, hal ini memberi petunjuk
bahwa baik proses biologis maupun proses kali. Umbi yang digunakan berumur 1 – 1,2
kimiawi dipengaruhi oleh suhu. Menurut tahun yang diambil di daerah Plosoklaten
Wills et al., (1981) dalam Safaryani, 2007) Kabupaten Kediri. Data yang diperoleh
penyimpanan buah dan sayur pada suhu berupa susut bobot (gram) dan kadar saponin
rendah dapat mengurangi kegiatan respirasi (cm2/0,1 gram). Data yang diperoleh
dan metabolisme, memperlambat proses dilakukan uji anava apabila perlu dilakukan
penuaan, mencegah kehilangan air dan
dengan uji BNT dengan taraf signifikasi 95%
mencegah kelayuan. Adanya proses
penghambatan laju respirasi maka akan
Hasil Penelitian
berpengaruh terhadap bobot atau biomassa.
Uraian tersebut juga didukung oleh Berdasarkan data penelitian berupa
beberapa penelitian yang sudah dilakukan susut bobot pada umbi T. paniculatum
dengan menggunakan suhu sebagai alternatif dipengaruhi oleh suhu dan lama
untuk meningkatkan kadar metabolit penyimpanan. Rata – rata susut bobot pada
sekunder misalnya Rahmawati (2009) umbi T. paniculatum sesudah perlakuan pada
menyatakan semakin tinggi suhu Gambar 4.1 susut bobot mengalami
penyimpanan maka kadar vitamin C pada
peningkatan selama penyimpanan dengan
cabe rawit putih (Capsicum frustescens)
cenderung menurun, Arinda (2014) suhu dan lama penyimpanan yang berbeda.
menyatakan bahwa dengan meningkatnya
16,000
suhu dan lama pemanasan pada minuman
Rerata Selisih Susut Bobot

14,000 12,712
sari ubi jalar ungu maka kadar antioksidan 12,000
dan total antosianin semakin menurun. 10,000 8,366 8,041
6,759
Murrukmihadi (2011) meneliti tentang 8,000
5,319 5,653
6,000 4,422
pengaruh suhu penyimpanan terhadap 4,000 2,564
3,297

keberadaan alkaloid dalam sirup fraksi 2,000


alkaloid serta Safartani (2007) menyatakan 0,000
7 hari 14 hari 21 hari
bahwa semakin tinggi suhu dan lama
Lama Penyimpanan
penyimpanan pada Brokoli (Brassica
oleracea) maka kadar vitamin C semakin P1 P2 P3
menurun .
Berdasarkan deskripsi tersebut, Gambar 4.1 Diagram batang rata –
sampai saat ini masih belum ada informasi rata susut bobot umbi T. paniculatum

Dewi Isroilla | 11.1.01.06.0021 simki.unpkediri.ac.id


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan – || ||
Pendidikan Biologi
Artikel Skripsi
Universitas Nusantara PGRI Kediri
yang disimpan pada suhu P1= dalam jaringan. Kehilangan bobot karena
(11±10C), P2= (29±10C), P3= respirasi nyata sekali pada bahan yang
(39,5±0,50C) dan lama penyimpanan
disimpan dalam kurun waktu lama. Semakin
selama (7 hari, 14 hari, 21 hari).
lama disimpan maka susut bobot umbi
Gambar 4.1 terlihat bahwa perlakuan
semakin besar. Hal ini dikarenakan
pada suhu (39,5±0,50C) dengan lama
penyimpanan 21 hari memiliki susut kandungan air dan cadangan makanan
bobot yang lebih tinggi berkurang karena digunakan untuk proses
dibandingakan dengan perlakuan
metabolisme.
yang lainnya yaitu sebesar 12,712
gram. Susut bobot terendah umbi T. Selain proses respirasi susut bobot
panicualatum perlakuan pada suhu juga dipengaruhi oleh proses transpirasi.
(11±10C) 7 hari sebesar 2,564 gram.
Menurut Krochta (1994) menyatakan bahwa
Tabel 4.2 Uji BNT 5% pengaruh interaksi transpirasi terjadi karena adanya perbedaan
lama penyimpanan dan suhu terhadap susut
bobot umbi. tekanan uap air didalam dan diluar umbi.
Lama Suhu Uap air secara langsung akan berpindah ke
Penyimpanan (11±10C) (29±10C) (39,5±0,50C)
(Hari) tekanan yang lebih rendah melalui pori – pori
7 hari 2,376 g 5,319 de 6,759 cd
14 hari 3,297 fg 5,653 de 8,180 bc yang tersebar dipermukaan umbi. Salah satu
21 hari 4,422 ef 8,513 b 12,814 a
faktor yang mempengaruhi transpirasi adalah
Kenaikan susut bobot selama suhu. meningkatnya suhu penyimpanan maka
penyimpanan tidak dapat dicegah, kenaikan proses transpirasi semakin meningkat dimana
susut bobot terjadi karena akibat dari proses
fisiologis respirasi dan transpirasi. Kenaikan diuapkan cukup besar sehingga laju
susut bobot diduga karena tingginya laju kehilangan air meningkat sehingga susut
respirasi yang terus berlangsung selama
proses penyimpanan. Menurut Will et al., bobot umbi meningkat.
(1981 dalam Pertiwi, (2009)) selama proses
respirasi berlangsung akan menghasilkan gas
CO2, air dan energi. Energi berupa panas, air
dan gas yang dihasilkan akan mengalamai
penguapan. Peristiwa penguapan ini
menyebabkan persentase susut bobot
mengalami peningkatan selama
penyimpanan.

Hal tersebut didukung oleh hasil


penelitian Latifah (2008) menyatakan buah
jeruk keprok yang disimpan pada suhu 250C
memiliki laju respirasi lebih tinggi
dibandingkan penyimpanan pada suhu 100C.
Respirasi yang meningkat dapat Gambar 4.2 Hasil kromatografi
Lapis Tipis kadar saponin pada umbi T.
mengakibatkan hilangnya cadangan makanan paniculatum hasil penyimpanan pada suhu

Dewi Isroilla | 11.1.01.06.0021 simki.unpkediri.ac.id


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan – || ||
Pendidikan Biologi
Artikel Skripsi
Universitas Nusantara PGRI Kediri
(P1= 11±10C), (P2= 29±10C), (P3= – turut sebanyak, 0,41cm2/0,1g dan
39,5±0,50C) dan standar saponin total (ST).
0,4525 cm2/0,1g.
Tanda panah menunjukkan deretan noda
saponin yang muncul.
Suhu penyimpanan yang tidak
Berdasarkan Gambar 4.2 terlihat melebihi batas optimum dapat
bahwa umbi yang disimpan pada suhu yang
berbeda tetap mengandung kadar saponin, mempertahankan kadar metabolit
hal ini ditandai dengan adanya noda yang sekunder pada komoditas. Hal
muncul pada plat. Noda ini letaknya sejajar
dengan noda saponin standar. tersebut dikarenakan enzim – enzim
yang bekaerja untuk mensintesis
Hasil pengujian dengan Kromatografi
metabolit sekunder belum mengalami
Lapis Tipis terhadap kadar saponin pada
kerusakan atau degradasi.
perlakuan suhu penyimpanan yang berbeda
diperoleh rata – rata kadar saponin yang Berdasarkan hasil penelitian
disajikan pada gambar 4.3. yang telah dilakukan untuk
mempertahankan kadar saponin pada
0,5
Kadar Saponin (cm2/0,1g)

0,48 umbi T. paniculatum pascapanen


0,465
0,46 0,4525
dapat dilakukan dengan menyimpan
0,44

0,42 0,41
umbi T. paniculatum yang telah
0,4
dibungkus kertas koran pada suhu
0,38

0,36 dingin, suhu ruang maupun suhu


P1 P2 P3
Suhu Penyimpanan tinggi dalam kurun waktu
penyimpanan sampai 21 hari.
Gambar 4.3 Diagram batang rata – Penyimpanan pada ketiga suhu
rata kadar saponin umbi T.
paniculatum dengan penyimpanan tersebut tidak merubah atau tidak
pada suhu dengan suhu: P1(11±10C), mempengaruhi kadar saponin pada
P2 (29±10C),P3 (39,5±0,50C).
umbi T. paniculatum. Sehingga umbi
Berdasarkan Gambar 4.3
T. paniculatum pascapanen dapat
terlihat bahwa umbi hasil
disimpan pada suhu (11±10C),
0
penyimpanan dengan suhu (11±1 C)
(29±10C) dan (39,5±0,50C).
memiliki kadar saponin sebanyak
0,465 cm2/0,1g lebih tinggi Hal ini berbanding terbalik
dibandingkan penyimpanan dengan dengan penurunan susut bobot umbi
suhu (29±10C) dan (39,5±0,50C) T. panicultum pada saat penyimpanan
yang memiliki kadar saponin berturut pada berbagai variasi suhu. Semakin
tinggi suhu penyimpanan maka susut

Dewi Isroilla | 11.1.01.06.0021 simki.unpkediri.ac.id


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan – || ||
Pendidikan Biologi
Artikel Skripsi
Universitas Nusantara PGRI Kediri
bobot umbu T. paniculatum semakin Asgar, Ali., Rahayu, S. 2014. Pengaruh Suhu
Penyimpanan Dan Waktu
tinggi pula. Namun untuk mengatasi
Pengkondisian Untuk Mempertahankan
permasalah tersebut, umbi T. Kualitas Kentang Kultival Margahayu.
Berita Biologi XIII (3).
panicultum pasca panen dapat
disimpan pada suhu ruang dengan Djumidi., Dewi, kusumo D., dan Widiyastuti
Y,. 1999. Efek panjang setek dan
dibungkus menggunakan kertas macam media terhadap pertumbuhan
koran. Dengan demikian kadar som jawa (Talinum paniculatum
Gaertn.) di pembibitan. Warta
saponin tetap terjaga dan susut bobot tumbuhan obat indonesia. 5(4): 3-4
umbi T. paniculatum tidak banyak Gusmani,. Trisilawati, O,. 1999. Pengaruh
menurun. komposisi dan sumber bahan organik
pada perbanyakan som jawa (Talinum
Daftar Pustaka paniculatum). Warta tumbuhan obat
indonesia. 5(4): 18-19.
Administrator Ditjenbun Deptan. 2009. Hernani,. 2009. Aspek Pengeringan Dalam
Tanaman Som Jawa. Deptan Jakarta: Mempertahankan Kandungan
http://ditjenbun.deptan.go.id/budtansim Metabolit Sekunder Pada Tanaman
/index.php?option=com_content&view Obat. Perkembangan Teknologi.
=article&id=11:tanaman-som-jawa- 21(2):33-39.
&catid=6:iptek&Itemid=7. (diakses
tanggal 28 Juni 2015). Ismatika, N. 1999. Pengaruh Frekuensi
Pemberian Air dan Dosis Pemupukan
Anonim. 2010. Talinum paniculatum Jacq. Kalium Terhadap Pertumbuhan dan
Gaertn. Sistem Informasi Tanaman Produksi Som Jawa (Talinum
Obat Fakultas Farmasi Universitas paniculatum Gaertn.). Skripsi. Tidak
Airlangga: dipublikasikan. Bogor: Institut
http://ff.unair.ac.id/sito/index.php?sear Pertanian Bogor.
ch=Talinum+paniculatum&p=1&mo
de=search&more=true&id=167. Kim, Jung Hea., Chang, Eun., Jung And Oh,
(diakses tanggal 28 Juni 2015). Hoon-11.2005. Saponin Production In
Submerged Adventitious Root Cukture
Aini, Nurul L. 2013. Pengaruh penambahan Of Panax gingseng As Affected By
unsur tembaga terhadap pertumbuhan Culture Conditions And Elicitors. Asia
kultur tunas jaka tuwa (Scoparia dulcis Pasific Of Journal Molecular 13(2):87-
L.) dan profil kromatografi lapis tipis. 91.
Fakultas Farmasi Universitas Gajah
Mada Yogyakarta. (Skripsi) Khristyana, L., Anggarwulan, E., dan
Marsusi. 2005. Pertumbuhan Kadar
Arinda, F., Dwiyanti, G., Siswaningsih, W. Saponin Dan Nitrogen Jaringan
2014. Pengaruh Suhu Dan Lama Tanaman Daun Sendok (Plantago
Pemanasan Terhadap Aktivitas Mayor L,.) Pada Pemberian Asam
Antioksidan Dan Total Antosianin Giberelat. Biofarmasi 3(1):11-15.
Minuman Sari Buah Ubi Jalar Ungu
(Ipomoea batatas L). Jurnal Sains Dan Lakitan, B. 2012. Dasar – dasar fisiologi
Teknologi Kimia. tumbuhan. Jakarta: rajawali press.

Dewi Isroilla | 11.1.01.06.0021 simki.unpkediri.ac.id


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan – || ||
Pendidikan Biologi
Artikel Skripsi
Universitas Nusantara PGRI Kediri
Latifah, N., D. 2008. Pengaruh Perlakuan Pre Kadar Vitamin C Brokoli (Brassica
Cooling Metode Contact Icing dan oleracea). Buletin Anatomi Dan
Suhu Penyimpanan Terhadap Kualitas Fisiologi. 15(2).
Pascapanen Buah Jeruk Keprok (Citrus
nobilis L.). Skripsi. Jurusan Biologi. Salisbury, B,. dan Ross, C.W. 1995. Fisiologi
Fakultas Sains Dan Teknologi. UIN tumbuhan jilid 2. Bandung: ITB press.
Malang.

Mayrowani, Henny. 2013. Kebijakan Samad, Y., M. 2006. Pengaruh Penanganan


Penyediaan Teknologi Pascapanen Pasca Panen Terhadap Mutu
Kopi Dan Masalah Pengembangannya. Komoditas Hortikultura. Jurnal Saims
Forum Penelitian Agro Ekonomi 31(1). Dan Teknologi VIII (1). 31-36

Megawati, L.S. 2013. Karakter Fisiologis


Dan Biokimia Umbi Kimpul Putih Saroni, N., Y. Astuti, dan Adjirni., 1999.
(Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Pengaruh infus akar som jawa
dan Kimpul Hitam (Xanthosoma (Talinum paniculatum) terhadap
nigrum (Vell). Mansf) pada Suhu jumlah dan motilitas spermatozoa pada
Penyimpana Yang Berbeda. Skripsi. Mencit. Warta Tumbuhan Obat
Jurusan Biologi. Fakultas Matematika Indonesia. 5 (4): 13-14.
Dan Ilmu Pengetahuna Alam. Solicatun,. Anggarwulan, E,. dan
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Mudyantini, w. 2005. Pengaruh
Murrukmihadi, M., dkk. 2011. Pengaruh ketersediaan air terhadap pertumbuhan
Suhu Penyimpanan Terhadap dan kandungan bahan aktif saponin
Keberadaan Alkaloid Dalam Sirup tanaman gingseng jawa (Talinum
Fraksi Alkaloid. Majalah Farmaseutik paniculatum Gaertn.). Biofarmasi 3(2):
7(1). 47-51.
Pertiwi, C.A.L.P. 2009. Mutu dan Umur Sumastuti, R., 1999. Efek anti radang infus
Simpan Ubi Jalar Putih (Ipomoea daun dan akar som jawa
batatas L.) dalam Kemasan Plastik (T.paniculatum) pada tikus putih in
pada Berbagai Suhu Penyimpanan. Vitro. Warta Tumbuhan Obat
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Indonesia. 5 (4): 15-17.
Institut Pertanian Bogor.
Rahmawati, R., Defiani, R.M., Suriani, N. L. Suskendriyati, H. 2003. Pertumbuhan Dan
2009. Pengaruh Suhu Dan Lama Produksi Saponin Kultur Kalus
Penyimpanan Terhadap Kandungan Talinum paniculatum Gaerth. Dengan
Vitamin C Pada Cabai Rawit Putih Variansi Pemberian Sumber Karbon.
(Capsicum frustescens). Jurnal Biologi Skripsi. UNS. Surakarta
13(2):36-40
Steenis C.G.G.J.van., 2008. Flora untuk
Rao, A. V., Sung, M. K. 2008. sekolah Indonesia. Jakarta: PT.
Nonisoflavone Soybean Pradnya Paramita.
Anticacinogens: Saponin As
Anticarcinogens. Journal Of Nutrition Syahrial, B, R., Manuhara, Wulan, S., dan
27:717-724. Setiti, Edy, W, U. 2014. Pengaruh
elisitor ekstrak saccharomyces
Safaryani, N., Haryati, S., Hastuti, E. D. cerevisae terhadap biomassa dan kadar
2007. Pengaruh Suhu Dan Lama saponin akar adventif Talinum
Penyimpanan Terhadap Penurunan paniculatum (Jacq) Gaertn, secara In-

Dewi Isroilla | 11.1.01.06.0021 simki.unpkediri.ac.id


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan – || ||
Pendidikan Biologi
Artikel Skripsi
Universitas Nusantara PGRI Kediri
vitro. Jurnal Ilmiah Biologi 2(1): 11-
20.
Wahjoedi, B., Martono., dan Shelvia. 1999.
Efek androgenik sari akar gingseng
jawa (Talinum paniculatum) pada anak
ayam jantan. Warta tumbuhan obat
indonesia. 5(4): 11-12.
Wibawati, R.H. 2006. Pertumbuhan Dan
Kandungan Saponin Daun Gynura
segentum (Lour.) Mer. Pada Pemberian
Air Yang Berbeda. Skripsi. Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam. UNS. Surakarta.
Winarni, D. 2007. Efek Ekstrak Akar
Gingseng Jawa Dan Korea Terhadap
Libido Mencit Jantan Pada Prakondisi
Testosteron Rendah. Penelitian Hayati
12:153-159.
Widjanarko, S. B. 2012. Fisiologi Dan
Teknologi Pasca Panen. Malang.
Universitas Brawijaya Press.
Widianarko, B., dkk. 2004. Tips Pangan:
Teknologi, Nutrisi Dan Keamanan
Pangan. Penerbit. PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia. Jakarta

Dewi Isroilla | 11.1.01.06.0021 simki.unpkediri.ac.id


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan – || ||
Pendidikan Biologi

Anda mungkin juga menyukai