Adhy Pratama
P : Setahun sebelum dia meninggal, jembatan ini putus. Dalam kondisi tubuh yang
lemah dan sakit-sakitan, ia pimpin rapat. Seperti sidang DPR yang terhormat,
kami dianggapnya anggota dewan, takkan satu perkara pun dia putuskan, bila
tidak ada pendapat dari kami. Kami warga yang bodoh, member pendapat
berdasarkan hati dan perut kami. Sama sekali tidak difikirkan, (tertawa kecil)
tapi dia rela mendengarkan, aku dengar, warga pelan-pelan berdoa untuk
kesembuhannya, bahkan ada pula doa yang berbisik “biarkan Jumadi hidup
selamanya ya Tuhan” (melanjutkan berjalan,hingga sampai kepanggung)
(P keluar dari panggung, kembali dengan menggunakan baju batik dan kerudung
duduk di meja depan)
W 1: (pindah keposisi peserta rapat) Saya, Bu Kades mau kasih saran saya begitu.
Jadi begini. Kan, dibelakang rumah saya, ada banyak pohon bambu begitu.
Kita sudah semestinya itu memperbaiki jembatan begitu. Kalau butuh banyak
batang bamboo, bisa ambil dibelakang rumah saya beitu. Tapi jangan banyak-
banyak Bu, lima batang saja begitu, saya rugi nanti begitu. Kalau mau lebih
tidak apa-apa, begitu, tapi (agak malu-malu) bayar begitu.
W 2: (pindah tempat duduk) Huh! Payah tuh Bu Kades, bah! Dia mau nolong (o
ditekan) tapi pelitnya minta ampun Bu kades.
P: (pindah ketempat posisi kades semula,) begini pak ,bu, bagus juga idenya
perbaiki jembatan itu pakai bamboo, walaupun Cuma lima batang saja yang
gratis tapi sisanya bayar, saya kira duit kas desa (pause, memegang dada) cukup
untuk membuatnya.
W 2: (pindah ketempat duduk,) maaf menyela, Bu. Sebagai pemuda, saya berharap
rehabilitasi jembatan ini lebih berupa peningkatan. Tentu, agar mobilisasi
penduduk desa menjadi lebih efektif dan efisien, Bu Kades. Tentu, jembatan
ini perlu kita buat berbahan rabat beton, dengan memasukkan proposal
kepada pihak kecamatan atau kabupaten … (terpotong)
P: (kembali ketempat kades) tidak boleh mengecilkan pendapat orang lain, tapi
tidak pula dibolehkan ego sendiri dikedepankan. Sebenarnya, maaf nih dek siti,
saya juga tidak terlalu tertarik sama proposal-proposal itu. Pengemis elit, kalau
menurut saya.
P : (kembali ketempat ibu-ibu) oi dek-dek, ndak kamu belajar terasi Negara, ndak
tauco Negara memangnya tuh jembatan bisa mulai dibuat besok! Kita harus
menunggu sampai berapa lama!
P : (kembali ketempat kades) Saya kira ada yang bisa mengambil jalan tengahnya?
P : (kembali ketempat kades) setuju, sekali, saya juga yakin semua warga setuju.
Karena dengan saran terakhir itu, seluruh saran kalian diterima dan digabungkan
menjadi satu. Kita mulai bekerja besok! Bagaimana, siap! (disambut sahutan
“siap” dibelakang)
P : (terhenti, ketika didepan panggung) sampai saat ini, setelah tiga tahun berlalu
sidang itu, jembatan kami tidak pernah berubah, tetap sederhana. Dari bambu,
yang gratis hanya 5 batang. Tentang proposal, (pause) saya ingat saya ikut
mengantarkannya ke Kantor Kecamatan, kemudian bersama-sama ke Dinas PU.
Tapi, kelanjutannya, (tertawa) saya tidak tahu dan tidak mau tahu (masuk
kebalik layar)
Selesai