Anda di halaman 1dari 56

PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di bumi ini terdapat batuan sediemen yang jumlahnya paling banyak
mencapai 75% dari permukaaan bumi yang diperkirakan mencapai 8%
dari total volume kerak bumi . batuan sedimen terjadi akibat pengendapat
hasil erosi, material erosi ini terdiri dari berbagai jenis partikel yaitu ada
yang sangat halus hingga yang sangat besar. Tingkat pengendapat
sedimen sedimen berbeda tergantung pada lokasi dimana batuan itu
berada. Selain itu ada pula yang disebabkan oleh pergerakan masa tanah
,proses bencana juga dapat menyebabkan proses pengendapan secara
tiba tiba dari jumlah yang sangat besar.
Dalam banyak kasus, sedimentasi terjadi secara perlahan. Di padang
pasir, misalnya, angin mengendapkan material silisiklastik (pasir atau
lanau) di beberapa tempat, atau banjir katastropik di lembah mungkin
menyebabkan pengendapan mendadak sejumlah besar material detrital,
tetapi di sebagian besar tempat ,erosi eolian yang mendominasi. Jumlah
batuan sedimen yang terbentuk tidak hanya bergantung pada jumlah
material yang tersedia, tetapi juga pada seberapa baik materi
terkonsolidasi. Erosi menghilangkan sedimen yang terendapkan segera
setelah pengendapan. Maka sangat penting untuk kita dalam mempelajari
ilmu geologi untuk memahami proses terjadinya batuan sedimen.
2.2 Tujuan dan Manfaat
a. Untuk mengetahui pembagian ukuran butir sedimen
b. Untuk mengetahui proses transportasi batuan sedimen
c. Untuk memahami persebaran batuan sedimen secara matematis
d. Untuk lebih mendalami tentang sedimen

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 1
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

2.3 Waktu Pelaksanaan


Tabel 2.3.1 Tabel Waktu Pelaksanaan
Hari/ tanggal Acara Tempat

Senin, 10 Desember Penghacuran batu, Lab. Geologi Dinamik


2018 pemisahan sedimen dan Petrologi.
dengan butirannya,
pengayakan serta di
oven.
Senin, 17 Desember Pengukuran mess 10 Lab. Geologi Dinamik
2018 dengan metode dan Petrologi.
langsung.
Senin, 31 Desember Pengukuran mess 325 Lab. Geologi Dinamik
2018 dengan metode pipet. dan Petrologi.
Minggu, 6 Januari 2019 Asistensi laporan ukuran Lab. Geologi Dinamik
butir. dan Petrologi.
Senin, 7 Januari 2019 Membahas morfolgi butir. Lab. Geologi Dinamik
dan Petrologi.

Selasa, 8 Januari 2019 Asistensi laporan Lab. Geologi Dinamik


morfologi butir. dan Petrologi.

Rabu, 9 Januari 2019 Membahas batuan Lab. Geologi Dinamik


sedimen klastik dan non dan Petrologi.
klastik
Kamis, 10 Januari Membahas sayatan Lab. Geologi Dinamik
2019 batuan sedimen. dan Petrologi.

Jumat, 11 Januari 2019 Membahas Log batuan Lab. Geologi Dinamik


sedimen dan Petrologi.

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 2
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

BAB II
ALAT DAN BAHAN
2.1 UKURAN BUTIR SEDIMEN
2.1.1 PEMISAHAN UKURANBUTIR
1. Alat
 Palu geologi
 Mortar dan Pestle Marmer (Penumbuk obat)
 Gelas plastik
 Timbangan Dapur Mini Digital Platform Scale 1kg 0.1g -
i2000 - Silver
2. Bahan
 Batuan sedimen
 Air bersih
 Detergen
2.1.2 PENGUKURAN LANGSUNG
1. Alat
 Penggaris / Jangka sorong
 Kertas dan alat tulis
 Pastik clip
2. Bahan
 Sample sedimen nomer mesh 10

2.1.3 PENGAYAKAN BASAH


1. Alat
 Pastik clip
 Alat tulis
 Kompor Gas
 Ayakan (US STANDART MESH )
 Oven
 Kuas
 Timbangan Dapur Mini Digital Platform Scale 1kg 0.1g -
i2000 – Silver
2. Bahan
 Sample sedimen
 Air bersih
2.1.3 METODE PIPET

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 3
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

1. Alat
 Plastic clip
 Gelas ukur
 Pipet
 Alat tulis
 Timbangan Dapur Mini Digital Platform Scale 1kg 0.1g -
i2000 - Silver
 Timer / HP
 Termometer alcohol 0-150C
2. Bahan
 Sample sedimen nomer mesh 325
 Air Bersih
2.2 MORFOLOGI BUTIR
1. Alat
 Penggaris / Jangka sorong
 Kertas dan alat tulis
 Pastik clip
2. Bahan
 Sample sedimen nomer mesh 10
2.3 BATUAN SEDIMEN
1. Alat
 Seperangkat alat tulis
 Mikroskop polarisasi
 Lampu/flash hp
2. Bahan
 10 batuan sedimen klastik , 10 batuan sedimen nonklastik
dan 3 sayatan tipis batuan sedimen
 Cairan HCL
2.4 ANALISA LOG
1. Alat
 Lembar data log
 Pensil warna
 Penggaris
 Pensil
 Penghapus karet
 Jakop
 Meteran

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 4
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

 Palu geologi
 GPS
 Compas
 kamera

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 5
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

BAB III
METODOLOGI
3.1 UKURAN BUTIR SEDIMEN
Material pembeentuk endapan sedimen pada prinsipnya dapat
dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu material yang tertransport secara
fisik dalam beentuk padatan sebelum terendapkan (partikel) dan material
yang berasal dari suatu larutan yang terpresipitasi in situ dan tidak
tertransport secara fisik sebagai objek padatan (Kristal). Ukuran diameter
sedimen kisaran yang sangat luas, mulai dari skala micron sampai
beberapa meter (Friedman & Sanders, 1978).
3.1.1 Pengukuran Langsung
Peralatan yang diperlukan adalah caliper atau penggaris.
Umumnya terdapat 3 parameter yang diukur untuk pengukuran besar
butir sedimen secara langsung yaitu diameter terpanjang/ longlest (dll),
menengah/intermediate (di) dan terpendek / shortest (ds).
Prosedur pengukuran :
a. Butir sedimen diletakkan atau diproyeksikan pada suatu
bidang datar sedemikian rupa sehingga diperoleh luas
proyeksi maksimum.
b. Panjang butir maksimum yang tegak lurus bidang datar
tersebut adalah diameter terpendek (ds).
c. Pada proyeksi butir sedimen tersebut dibuat sebuah
segiempat tangen (tangent rectangle).
d. Sisi panjang segiempat adalah diameter terpanjang butir (dl)
dan sisi pendeknya adalah diameter menengah (dl).

3.1.2 Pengukuran metode Pengayakan basah


Peralatan yang diperlukan adalah Pada praktikum acara ukuran
butir sedimen kali ini digunakan metode pengayakan basah. Yang
dilakukan pertama kali adalah prosedur persiapan dan kemudian
dilanjutkan dengan prosedur pengayakan. Jadi yang pertama dilakukan
adalah menumbuk batuan sedimen yang sudah di sediakan dengan
menggunakan mortar dan alu, setelah dilakukan penumbukan siapkan
timbangan digital untuk menimbang sampel batuan yang sudah d tumbuk
dan sampel siap untuk diayak. Sebelum mengayak bersihkan ayakan
terlebih dahulu dengan menggunakan kuas, sampel direndam di dalam
air yang sudah dicampurkan dengan detergen gunanya untuk
membuang semen yang ada pada batuan tersebut. Sambil menunggu
sampel d rendam dengan menggunakan detergen kita siapkan kompor
dan ovennya terlebih dahulu dan menyusun ayakan dengan urutan mesh

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 6
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

yang sudah ditentukan. Setelah itu pindahkan ke pan oven sesuai


dengan ukuran butir masing masing untuk selanjutnya dilakukan
pengovenan
3.1.3 Pengukuran dengan metode Pipet
Metode ini digunakan untuk analisis ukuran butir lanau dan
lempung (diameter 62 microns) dengan memanfaatkan perhitungan
dengan kecepatan pengendapan butir partikel berdasarkan Hukum
Stokes (lihat Folk, 1968; Crver 1971). Untuk analisis ini diperlukan 15 –
20 mg sampel dan air murni. Sedangkan peralatan yang diperlukan
adalah gelas plastik yang digunakan untuk tempat sampel, 1 buah
pengaduk, pipet stopwatch, timbangan digital, thermometer, oven,
kompor dan kantong plastik yang digunakan untuk tempat sampel
setelah dilakukan pemipetan.
Prosedur Pengukuran :
a. Sampel dimasukan kedalam gelas plastik bersama air
sehingga volumenya mencapai ukuran yang sudah
ditentukan atau secukupnya, kemudian di aduk sampe
beberapa menit, sampel di aduk dan diukur
pengendapannya yang ada pada gelas plastik tersebut,
thermometer dimasukan kedalam gelas plastik yang ada
sampelnya dan diukur suhunya.
b. Larutan yang sudah siap untuk di analisa kemudian diaduk
lagi sehingga tercampur dengan baik. Pada pengadukan
diambil dan timer mullai dijalankan.
c. Pada selang waktu tertentu larutan diambil dari kedalaman
tertentu didalam gelas plastik dengan menggunakan pipet.
Perhitungan waktu dan kedalaman pengambilan larutan
mengikuti rumus berikut (lihat Folk, 1968; Lewis &
McConchie, 1994) :
D
T = _________
1500. A. d֯
Dengan :
T : Waktu (Menit)
D : Kedalaman (cm)
D : Diameter partikel (mm)
A : Konstanta yang dipengaruhi oleh viskositas air
(fungsi temperature), grafitasi dan densitas partikel. Untuk
partikel berupa lempung dan kuarsa (densitas = 2, 65), nilai
A untuk setiap temperature tertentu adalah sebagai berikut:

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 7
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

Tabel 2.1.3.1 Nilai Temperatur


Temperatur C֯ A
16 3,23
20 3,57
24 3,93
28 4,30
32 4,68
Jika dianggap tempertur air adalah adalah 24֯C, maka selang waktu
pengambilan larutan setelah pengaduk diangkat mengikuti aturan
sebagai berikut :
Tabel 2.1.3.2 Waktu Pengambilan

Kedalaman ֯ d (mm) Selang


pengambilan waktu
dari ujung atas Pengambilan
silinder ukur
(cm)
20 4,0 0,0625 20 dt
22,8 4,5 0,044 2 mnt
22,7 5,0 0,031 4 mnt
22,8 5,5 0,022 8 mnt
22,7 6,0 0,016 15 mnt
11,3 7,0 0,008 30 mnt
11,3 8,0 0,004 2 jam
11,3 9,0 0,002 8 jam
11,3 10,0 0,002 32 jam
d. Larutan yang telah diambil dengan pipet untuk setiap
selang waktu kemudian dituangkan kedalam cawan yang
telah ditimbang beratnya. Pipet dibersihkan dengan air
kemudian airnya juga dituangkan.
e. Keringkan dengan oven.
f. Setelah dikeringkan ditimbang dengan menggunakan
timbangan digital sesuai dengan ukuran masing – masing
3.2 Morfologi Butir
1. Dalam kegiatan praktikumsedimen tentang morfologi butir
menggunakanpengukuran langsung dengan sample sedimen
nomor mesh 10, berikut adalah metode pelaksanaannya :
a. Sample sedimen yang telah dilakukan penyaringan
menghasilkan beberapa butiran sedimen, gunakan
sedimen yang memiliki nomor mesh 10.
Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 8
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

b. Ukur panjang, lebar, dan ketebalan butiran sedimen


menggunakan jangka sorong lalu di catat.
c. Dari hasil pengukuran dapat dilakukan perhitungan
sesuai yang telah ditentukan.
d. Plot hasil perhitungan dalam diagram klasifikasi Zingg
3.3 Batuan Sedimen
a. Metode Sedimen secara langsung
b. Metode sedimen menggunakan Mikroskop
3.3.1 Batuan Sedimen Klastik
a. Ambil sampel batuan
b. Deskripsikan berdasarkan ketentuan yang berlaku
c. Ambil foto
3.3.2 Batuan Sedimen Non-Klastik
a. Ambil sampel batuan
b. Deskripsikan berdasarkan ketentuan yang berlaku
c. Ambil foto
3.4 Analisis Log
Dalam melakukan praktikum sedimen tentang menganalisa log
menggunakan dua jenis metode yaitu log bawah dan log permukaan :
3.4.1 Analisi Bawah Permukaan
Data log bawah permukaan didapatkan dari asisten praktikum
yang selanjutnya dilakukan analisa, berikut adalah metodenya :
a. Lihat dan amati perubahan kurva pada data log, perubahan
lithology pada lapisan batuan.
b. Beri batas perubahan lithology menggunakan penggaris
c. Beri warna lapisan berdasarkan nilai gr jenis batuan (dewan,
1983)
3.4.2 analisa log analisa
Dalam pembuatan log permukaan dilakukan dengan dating
langsung kelokasi untuk mendeskripsikan secara langsung,
berikut pembuatan log :
a. Pengukuran dimulai dari lapisan paling bawah, letakkan Jacop
dititik terbawah, sebagai titk 0
b. Letakan jacop tegak lurus, amati kemiringan busur lalu catat
c. Lakukan pengukuran hingga bagian paling atas Lapisan
Lithology

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 9
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

BAB IV
METODOLOGI

4.1 UKURAN BUTIR SEDIMEN


Untuk memudahkan manusia dalam mempelajari sedimentologi dan
berbagai ilmu yang berkaitan dengan butiran sedimen, maka dibuatlah
skala ukuran butir sedimen. Skala ukuran butir yang umum dipakai
adalah skala UddenWentworth. Skala ini diusulkan pertama kali oleh
Udden pada tahun 1898 dan dimodifikasi oleh Wentworth pada tahun
1922 (Friedman & Sanders, 1978; Blatt et al., 1980). Batas ukuran butir
pada skala ini menggunakan nilai 1 mm sebagai standar dan
menggunakan faktor pembagi atau pengkali 2. Krumbein (1934) dalam
Blatt et al., (1980) membuat suatu transformasi logaritmik dari skala
tersebut yang kemudian dikenal dengan skala phi (ø), dengan rumus:

dengan d adalah diameter partikel dalam mm. Oleh McManus (1963,


lihat Blatt et al., 1980) rumus ini diperbaiki menjadi:

dengan d adalah diameter partikel dan d o adalah ukuran butir standar (1


mm).
Tabel 3.1 Klasifikasi ukuran butir sedimen menurut US
Standard (Pettijohn et al., 1972)

Dalam mengukur ukuran butir sedimen dapat dilakukan dengan


beberapa cara, tergantung dari ukuran butirnya. Namun pada
pembahasan ini digunakan metode langsung dan ayakan yang mudah
dilakukan dan sederhana.

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 10
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

Tabel 3.1 Metode pengukuran butir sedimen

Ukuran Metode
Butir
Gravel pengukuran langsung (kaliper), ayakan

Pasir ayakan, tabung sedimentasi

Lanau ayakan (untuk butir kasar), tabung


sedimentasi, pipet
Lempung pipet, mikroskop electron
Pengolahan data distribusi frekuensi ukuran butir yang umum
dilakukan berupa perhitungan parameter statistik secara grafis dan
secara matematis. Analisa ukuran butir sedimen dilakukan untuk
mengetahui nilai rata-rata suatu ukuran butir, mean, modus, sortasi,
skewness dan kurtosis dengan menggunakan cara grafis maupun
matematis.
 Cara Grafis
Untuk melakukan perhitungan secara grafis, maka yang harus
dilakukan terlebih dahulu adalah melakukan plotting data, sebagai
histogram dan kurva distribusi frekuensi sehingga didapat gambaran
visual data. Kemudian melakukan perhitungan parameter statistik
yang berupa rata-rata, standar deviasi, kurtosis, sortasi, skewness,
dll, secara deskriptif dari grafik.
Perhitungan parameter secara grafis pada prinsipnya adalah
menggunakan kurva frekuensi atau frekuensi kumulatif untuk
menentukan nilai phi pada presentil tertentu. Rumu perhitungan yang
sering dipakai adalah yang diusulkan oleh Folk & Ward (1957, lihat
Friedman & Sanders, 1978; Lewis & McConchie, 1994), yaitu:
a. Median
Merupakan nilai tengah dari populasi total. Dapat dilihat langsung
dari kurva kumulatif, yaitu nilai phi pada titik dimana kurva kumulatif
memotong nilai 50%.
b. Mode
Merupakan ukuran butir sedimen yang frekuensi kemunculannya
paling tinggi.
c. Mean
Merupakan nilai rata-rata ukuran butir.

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 11
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

d. Sortasi
Merupakan nilai standar deviasi yang menunjukkan
tingkat keseragaman butir.
Klasifikasi sortasi (σ1):
Tabel 3.3 Klasifikasi sortasi

Nilai Kategori
< 0.35ø Very well sorted
0.35 ø – Well sorted
0.50 ø
0.50 ø – Moderately well sorted
0.71 ø
0.71 ø – Moderately sorted
1.00 ø
1.00 ø – Poorly sorted
2.00 ø
2.00 ø – Very poorly sorted
4.00 ø
> 4.00 ø Extremely poorly sorted
e. Skewness
Merupakan nilai kesimetrisan kurva frekuensi
Klasifikasi skewness (Sk1):
Tabel 3.4 Klasifikasi skewness (Sk1)

Nilai Kategori
> +0.3 Very fine-skewed
+0.3 - Fine-skewed
+0.1
+0.1 - -0.1 Near-symmetrical
-0.1 - -0.3 Coarse-skewed
< -0.3 Very coarse-skewed

f. Kurtosis
Merupakan nilai yang menunjukkan kepuncakan kurva

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 12
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

Klasifikasi kurtosis (KG):


Tabel 3.5 Klasifikasi kurtosis

Nilai Kategori
< 0.67 Very platykurtic
0.67 – 0.90 Platykurtic
0.90 – 1.11 Mesokurtic
1.11 – 1.50 Leptokurtic
1.50 – 3.00 Very leptokurtic
> 3.00 Extremely leptokurtic
 Cara Matematis
Perhitungan secara matematis pada prinsipnya menggunakan
konsep moments. Pada perhitungan cara ini dibutuhkan data
distribusi frekuensi yang lengkap, dimana tidak boleh adanya data
pan fraction yang tidak terukur, sehingga datanya harus
diekstrapolasikan sampai 100%. Perhitungan ini menggunakan
asumsi bahwa kurva distribusi frekuensinya bersifat distribusi normal
(Gaussian).
Rumus-rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah:
a. Mean (xø)

b. Sortasi (σ ø)

c. Skewness (Sk ø )

d. Kurtosis (Kø)
Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 13
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

Dengan diperolehnya data dari perhitungan secara grafis maupun


secara matematis, maka kita dapat mengetahui:
- Karakteristik sedimen terutama tekstur sedimen dengan tinjauan
statistik
- Ketersediaan partikel dengan ukuran butir tertentu
- Agen transportasi dan deposisinya
- Proses deposisi akhir (suspensi, traksi, saltasi, dll.)
- Lingkungan pengendapannya
- Melakukan korelasi sampel yang berasal dari lingkungan
pengendapan sama

4.2 MORFOLOGI BUTIR


Menurut Pettijohn (1975), Fritz & Moore (1988), Tucker (1991), Boggs
(1987, 1992) dan yang lainnya, morfologi butir merupakan aspek tekstur
sedimen yang utama di mana biasanya dibicarakan setelah membahas
ukuran butir dan aspek yang terkait dengannya terutama adalah sortasi
sedimen atau batuan sedimen.
Aspek morfologi butir menurut Tucker (1991) adalah
bentuk (form), derajat kebolaan (sphericity), dan derajat kebundaran
(roundness). Sedangkan Pettijohn (1975) dan Boggs (1992)
menganggap bahwa sphericity adalah metoda untuk menyatakan suatu
bentuk butir (form), sehingga aspek morfologi luar suatu butir meliputi
bentuk (form), kebundaran (roundness), dan tekstur permukaan.
Kebanyakan ahli sedimentologi menggunakan aspek bentuk, derajat
kebolaan, dan derajat kebundaraan sebagai morfologi butiran pada
pengamatan tekstur butir secara megaskopis dan mikrospokis.
Sedangkan analisa pada tekstur permukaan butir masih jarang
dilakukan. Pengamatan tekstur permukaan butir biasanya mengacu pada
kenampakan relief mikro permukaan butir, sehingga memerlukan
peralatan khusus untuk mengamatinya. Sejauh ini, kebanyakan tekstur
butiran yang diamati adalah pada butiran kuarsa dengan alat SEM
(scanning electron microscope) untuk mengamati karakteristik butiran
kuarsa pada berbagai lingkungan pengendapan.
4.2.1 Bentuk Butir
Bentuk butir (form atau shape) merupakan keseluruhan kenampakan
partikel secara tiga dimensi yang berkaitan dengan perbandingan antara
ukuran panjang sumbu panjang, menengah dan pendeknya (Surjono,
2011). Ada berbagai cara untuk mendefinisikan bentuk butir. Cara yang
paling sederhana dikenalkan oleh Zingg (1935) dengan cara
menggunakan perbandingan b/a dan c/b untuk mengelaskan butir dalam
Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 14
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

empat bentuk yaitu oblate, prolate, bladed, dan equant . Dalam hal ini, a :
panjang (sumbu terpanjang), b : lebar (sumbu menengah), dan c :
tebal/tinggi (sumbu terpendek). Sejauh ini penamaan butir dalam bahasa
Indonesia belum dibakukan sehingga seringkali penggunaan istilah asal
tersebut masih dikekalkan. Pengkelasan bentuk butir ini biasanya
diperuntukkan pada butiran yang berukuran kerakal sampai berangkal
(pebble) karena kisaran ukuran tersebut memungkinkan untuk dilakukan
pengukuran secara tiga dimensi. Pengukuran bentuk butir pada bongkah
jarang dilakukan karena keterbatasan alat dan cara yang harus
dilakukan, terutama pada bongkah dengan diameter yang mencapai
puluhan sampai ratusan centimeter. Pada butir pasir yang bisa diamati
secara tiga dimensi, pendekatan secara kualitatif bisa juga dilakukan
untuk mendefinisikan bentuk butir meskipun tingkat akurasinya rendah.

Gambar 4.2.1.1 Klasifikasi butiran pebble (kerakal-berangkal)


berdasarkan perbandingan antar sumbu.
Tabel 42.1.1 Klasifikasi bentuk butir menurut Zingg (1935).

No. Kelas b/a c/b Bentuk

I > 2/3 < 2/3 Oblate (Discoidal)

Equant
II > 2/3 > 2/3
(Equiaxial/spherical)

III < 2/3 < 2/3 Bladed (Triaxial)

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 15
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

IV < 2/3 > 2/3 Prolate (Rod-shaped)

4.2.2 Sphericity

Sphericity (Ψ) didefinisikan secara sederhana sebagai ukuran


bagaimana suatu butiran mendekati bentuk bola (Surjono, 2011). Semakin
butiran berbentuk menyerupai bola maka nilai sphericity-nya semakin
tinggi. Wadell (1932) mendefinisikan sphericity yang sebenarnya (true
sphericity) sebagai luas permukaan butir dibagi dengan luas permukaan
sebuah bola yang keduanya mempunyai volume sama. Lewis &
McConchie (1994) mengatakan bahwa rumusan ini sangat sulit untuk
dipraktekkan. Sebagai pendekatan, perbandingan luas permukaan
tersebut dianggap sebanding dengan perbandingan volume, sehingga
rumus sphericity menurut Wadell (1932) adalah :

Vp : volume butiran yang diukur


Vcs : volume terkecil suatu bola yang melingkupi partikel
tersebut
(circumscribing sphere)

Krumbein (1941) kemudian menyempurnakan persamaan tersebut


dengan :

Rumus yang diajukan Krumbein (1941) ini disebut dengan intercept


sphericity (ΨI) yang dapat dihitung dengan mengukur sumbu-sumbu
panjang, menengah dan pendek suatu partikel dan memasukkan pada
rumus tersebut. Sneed & Folk (1958) menganggap bahwa intercept

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 16
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

sphericity tidak dapat secara tepat menggambarkan perilaku butiran ketika


diendapkan. Butiran yang dapat diproyeksikan secara maksimum
mestinya diendapkan lebih cepat, misalnya bentuk prolate seharusnya
lebih cepat mengendap dibandingkan oblate, tetapi dengan rumus Ψ,
justru didapatkan nilai yang terbalik. Untuk itu mereka mengusulkan
rumusan tersendiri pada sphericity yang dikenal dengan maximum
projection sphericity (Ψp) atau sphericity proyeksi maksimum. Secara
matematis Ψp dirumuskan sebagai perbandingan antara area proyeksi
maksimum bola dengan proyeksi maksimum partikel yang mempunyai
volume sama, atau secara ringkas dapat ditulis dengan:

Dalam hal ini L, I, dan S adalah sumbu - sumbu panjang,


menengah dan pendek sebagaimana dalam rumus Krumbein (1941).
Menurut Boggs (1987), pada prinsipnya rumus yang diajukan oleh Sneed
& Folk (1958) ini tidak lebih valid dibandingkan dengan intercept
sphericity, terutama kalau diaplikasikan pada sedimen yang diendapkan
oleh aliran gravitasi dan es.

Dengan tanpa mempertimbangkan bagaimana sphericity dihitung,


Boggs (1987) menyatakan bahwa hasil perhitungan sphericity yang sama
terkadang dapat diperoleh pada semua bentuk butir. Gambar 2.2
menunjukkan bahwa partikel dengan bentuk yang berbeda bisa
mempunyai nilai sphericity yang sama

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 17
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

Gambar 4.2.2.1 Hubungan antara sphericity matematis dengan


bentuk butir klasifikasi Zingg. Kurva menunjukkan kesamaan
nilai sphericity. (Pettijohn, 1975).
Analisa sphericity butir pasir didasarkan pada visual pembanding
Rittenhouse (1943) dan dilanjutkan dengan pengkonversian kepada
klasifikasi Folk (1968)

Gambar 4.2.2.2 Visual pembanding sphericity pada kenampakan 2


dimensi (Rittenhouse, 1943)

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 18
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

Tabel 4.2.2.1 Klasifikasi sphericity menurut Folk (1968).


Hitungan Matematis Kelas

< 0.75 Very Elongate

0.60-0.63 Elongate

0.63-0.66 Subelongate

0.66-0.69 Intermediete Shape

0.69-0.72 Subequent

0.72-0.75 Equent

> 0.75 Very Equent

Bentuk butir ukuran kerakal atau yang lebih besar dipengaruhi oleh
bentuk asalnya dari batuan sumber, namun demikian butiran dengan
ukuran ini akan lebih banyak mengalami perubahan bentuk karena abrasi
dan pemecahan selama transportasi dibandingkan dengan butiran yang
berukuran pasir. Untuk butiran sedimen yang berukuran pasir atau lebih
kecil, bentuk butir juga lebih banyak dipengaruhi oleh bentuk asal
mineralnya. Pada prakteknya, analisis bentuk butir pada sedimen yang
berukuran pasir biasanya dilakukan pada mineral kuarsa. Hal ini
disebabkan sifat mineral kuarsa yang keras, tahan terhadap pelapukan,
clan jumlahnya yang melimpah pada batuan sedimen. Namun demikian,
untuk membuat perbandingan bentuk butiran setelah mengalami
transportasi, pengamatan bentuk butir pada mineral lain maupun fragmen
batuan (lithic) boleh juga dilakukan.
Bentuk butir akan berpengaruh pada kecepatan pengendapan
(settling velocity). Secara umum batuan yang bentuknya tidak spheris
(tidak menyerupai bola) mempunyai kecepatan pengendapan yang lebih
rendah. Dengan demikian bentuk butir akan mempengaruhi tingkat
transportasinya pads sistem suspensi (Boggs, 1987). Butiran yang tidak
spheris cenderung tertahan lebih lama pada media suspensi dibandingkan

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 19
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

yang spheris. Bentuk juga berpengaruh pads transportasi sedimen secara


bedlood (traksi). Secara umum butiran yang spheris dan prolate lebih
mudah tertranspor dibandingkan bentuk blade dan disc (oblate). Lebih
jauh analisis sedimen berdasarkan butiran saja sulit untuk dilakukan.
Sebagai contoh, Boggs (1987) menyatakan bahwa dari pengamatan
bentuk butir saja tidak dapat digunakan untuk menafsirkan suatu
lingkungan pengendapan.
4.2.3 Roundness

Roundness merupakan morfologi butir yang berkaitan dengan


ketajaman pinggir dan sudut suatu partikel sedimen klastik. Secara
matematis, Wadell (1932) mendefinisikan roundness sebagai rata-rata
aritmetik roundness masing-masing sudut butiran pada bidang
pengukuran. Roundness masing-masing sudut diukur dengan
membandingkan jari-jari lengkungan sudut tersebut dengan jari-jari
lingkaran maksimum yang dapat dimasukkan pada butiran
tersebut (Gambar 2.3).

Menurut Folk (1968), pengukuran sudut-sudut tersebut hampir tidak


mungkin bisa dipraktekkan, sedangkan Boggs (1987) menegaskan bahwa
cara tersebut memerlukan waktu yang banyak dan harus dibantu alat
circular protractor atau electronic particle-size analyzer. Untuk mengatasi
hal tersebut, maka penentuan roundness butiran adalah dengan
membandingkan kenampakan (visual comparison) antara kerakal atau
butir pasir dengan tabel visual secara sketsa (Krumbein, 1941) dan/atau
tabel visual foto (Powers, 1953). Kedua tabel tersebut disajikan pada
Gambar 3 dan Gambar 4 sedangkan Tabel 3 menunjukkan
kelas roundness menurut Wadell (1932) dan korelasinya pada visual
Powers (1953).

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 20
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

Gambar 4.2.3.1 Ilustrasi pengukuran jari-jari lingkaran maksimum


pada butiran (R) dan jari-jari lengkungan pada sudut butiran (r).
(Boggs, 1987 dalam Surjono, 2011)

Rumusannya :

r: jari-jari lingkaran kecil,


R: jari-jari lingkaran maksimum,
N : banyaknya sudut.

Gambar 4.2.3.2 Tabel visual roundness secara sketsa.


(Krumbein, 1941 dalam Surjono, 2011)

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 21
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

Tabel 4.2.3.1 Hubungan antara roundness Wadell (1932) dan korelasinya


pada visual roundness Powers (1953).
Interval Kelas Visual Kelas
(Waddell, 1932) (Powers, 1953)

0,12 – 0,17 Very angular

0,17 – 0,25 Angular

0,25 – 0,35 Subangular

0,35 – 0,49 Subrounded

0,49 – 0,70 Rounded

0,70 – 1,00 Well rounded

Roundness butiran pada endapan sedimen ditentukan oleh


komposisi butiran, ukuran butir, proses transportasi, dan jarak transpornya
(Boggs, 1987). Butiran dengan sifat fisik keras dan resisten seperti
kuarsa dan zircon lebih sulit membulat selama proses transpor
dibandingkan butiran yang kurang keras seperti feldspar dan piroksen.
Butiran dengan ukuran kerikil sampai berangkal biasanya lebih mudah
membulat dibandingkan butiran pasir. Sementara itu mineral yang resisten
dengan ukuran butir lebih kecil dari 0.05-0.1 mm tidak menunjukkan
perubahan roundness oleh semua jenis transpor sedimen (Boggs, 1987).
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu diperhatikan untuk melakukan
pengamatan roundness pada batuan atau mineral yang sama dan kisaran
butir yang sama besar.
4.3 Batuan Sedimen

Batuan sedimen merupakan batuan mineral yang telah terbentuk


dipermukaan bumi yang mengalami pelapukan. Material hasil rombakan
batuan diatas permukaan bumi akibat proses-proses eksogen, pelapukan

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 22
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

dan erosi, merupakan material yang sifatnya urai. Terdiri dari fragmen
batuan, mineral dan berbagai material lainnya yang berasal dari atas
permukaan bumi
Material urai ini tertransport oleh air, angin dan gaya gravitasi
ketempat yang lebih rendah, cekungan, dan diendapkan sebagai endapan
atau sedimen dibawah permukaan air. Sedimen yang terakumulasi
tersebut mengalami proses litifikasi atau proses pembentukan batuan.
Proses yang berlangsung adalah kompaksi dan sementasi, mengubah
sedimen menjadi batuan sedimen. Setelah menjadi batuan sifatnya
berubah menjadi keras dan kompak.
Proses kompaksi pada umumnya akibat beban sedimen yang ada
diatasnya, menyebabkan hubungan antar butir menjadi lebih lekat dan
juga air yang dikandung dalam pori terperas keluar. Sementasi adalah
proses dimana butiran-butiran sedimen direkat dengan material lain yang
terbentuk kemudian, dapat berasal dari air tanah atau pelarutan mineral-
mineral dalam sedimen itu sendiri. Material semennya dapat merupakan
silika, karbonat, atau oksida (besi).
Material sedimen dapat berupa :
a. Fragmen dari batuan lain dan mineral-mineral, seperti kerikil di
sungai, pasir di pantai dan lumpur di laut
b. Hasil penguapan dan proses kimia, garam di danau payau dan
kalsium karbonat di laut dangkal
c. Material organik, seperti koral di laut, vegetasi di rawa-rawa.
Sifat – sifat utama batuan sedimen :
a. Adanya bidang perlapisan yaitu struktur sedimen yang
menandakan adanya proses sedimentasi.
b. Sifat klastik yang menandakan bahwa butir-butir pernah lepas,
terutama pada golongan detritus.
c. Sifat jejak adanya bekas-bekas tanda kehidupan (fosil).
d. Jika bersifat hablur, selalu monomineralik, misalnya : gypsum,
kalsit, dolomite dan rijing
Klasifikasi batuan
Oleh karena keragaman pembentukan (genesa), tekstur,
komposisi dan penampilan batuan sedimen, maka dasar klasifikasinyapun
ada bermacam-macam. Pengelompokan batuan sedimen yang ideal
berdasarkan ukuran butir, bentuk dan material pembentuknya.
Berdasarkan ada tidaknya proses transportasi dari batuan sedimen
dapat dibedakan menjadi 2 macam :
1. Batuan Sedimen Klastik; Yaitu batuan sedimen yang terbentuk
berasal dari hancuran batuan lain. Kemudian tertransportasi dan
terdeposisi yang selanjutnya mengalami diagenesa.
Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 23
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

Dikelompokkan berdasarkan butir materialnya. Untuk itu diperlukan


satu acuan butir komponen materialnya, dan telah dibuat oleh
Wentworth, dikenal sebagai skala Wenworth:
Tabel 4.3.1 Skala Wentworth
Boulder ≥ 256 mm

Cobble 64 – 256 mm

Pebble 4 – 64 mm

Granule 2 – 4 mm

Sand 1/16 – 2 mm

Silt 1/256 – 1/16 mm

Clay ≤ 1/256 mm

Boulder dan Cobble dapat diartikan sebagai bongkah, pebble sama


dengan kerakal, granule seukuran dengan kerikil, sand sama dengan
pasir, sedangkan silt dan clay adalah lempung.
Batuan sedimen klastik terdiri dari butiran-butiran. Butiran yang
besar disebut fragmen dan diikat oleh masa butiran-butiran yang lebih
halus,matriks. Batuan sedimen klastik yang dikelompokkan berdasarkan
besar butir materialnya, sebagai konglomerat, batu pasir, serpih dan batu
lempung.
4.4 Log BatuanSedimen
Untuk log sedimen dan stratigrafi sebenarnya tidak ada aturan baku
mengenai hal ini. Karena log dibuat sesuai dengan tujuan si pembuat log
itu sendiri, hal hal yang ingin ditampilkan menjadi poin tersendiri, dengan
maksud memudahkan para pembaca dalam melihat dan membayangkan
gambaran baik itu proses, tempat terbentuk dan keadaan dari outcrop
suatu batuan tersebut. Hal yang paling umum yang dipakai untuk
mendeskripisi hal ini adalah sedimen struktur.

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 24
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

Gambar 4.4.1 Symbology Batuan

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 25
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

BAB V
HASIL
5.1 Ukuran Butir
5.1.1 Pengukuran Langsung
Hasil Pengukuran
Nomor
Longest Intermediate shortest
Butir
(DL) (DI) (DS)
1 7,11 6,35 3,55
2 4,06 3,81 4,82
3 6,09 5,33 2,54
4 5,58 4,06 3,55
5 4,31 4,31 3,55
6 10 4,06 2,03
7 4,57 4,57 3,81
8 4,82 4,31 2,54
9 3,81 4,31 1,77
10 4,31 4,82 2,28
11 4,57 2,28 2,28
12 6,35 6,09 3,55
13 5,84 4,57 3,81
14 4,31 3,55 2,03
15 5,33 4,06 1,77
16 7 5 4
17 10 8 6
18 7 7 6
19 7 6 5
20 6 5 4
21 5 5 5
22 7 5 5
23 7 6 4
24 7 6 4
25 6 5 3
26 6 5 4
27 7 5 5
28 7 6 4
29 8 6 5

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 26
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

30 7 5 5
Tabel 5.1.1.1 Tabel Pengukuran langsung
5.1.2 Pengayakan Kering
Berikut adalah tabel hasil pengukuran dengan menggunakan
metode pengayakan kering terhadap besar butiran batuan sedimen:
Tabel 5.1 Tabel hasil pengukuran metode ayakan kering
Berat Mesh Ukuran
Mesh Berat (g) Butir Phi
30 9,9 0,59 0,75
60 172,1 0,25 2
80 78,9 0,177 2,5
120 24,1 0,125 3
200 12,8 0,074 3,75
325 10,5 0,044 4,5
5.1.2 Metode Pipet
Berikut adalah tabel hasil pengukuran dengan menggunakan
metode pipet terhadap besar butiran batuan sedimen:
Tabel 5.2 tabel hasil Pengukuran metode pipet
Ukuran Butir
Waktu Berat (mm) Phi
20 Detik 6,1 0,8 mm 0,5
2 Menit 2,6 0,81 mm 0,5
4 Menit 2,1 0,045 mm 4,5
30 Menit 0,6 0,041 4,5

5.1.3 Median
Berikut hasil median dari metode pipet dan metode pengayakan kering

Tabel 5.6 Tabel Median


Metode Median Phi
Hasil Pengukuran Kering 51,5 2,75
Hasil Pengukuran Pipet 2,35 2,5

5.1.4 Tabel Mode


Berikut adalah tabel hasil perhitungan dengan menggunakan tabel
mode :
Tabel 5.2 Tabel Perhitungan menggunakan Tabel Mode

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 27
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

Kelas Berat Frekuensi berat Frekuensi


Ukuran Fraksi (%) komulatif
Butir 100%
5–4 13,2 4% 96%
4–3 12,8 4% 92%
3–2 103 32% 60%
2–1 172,1 54% 6%
1–0 18,6 6% 0%
0 - (-1) 0 0% 0%
jumlah 319,7
Tabel 5.2 Tabel Perhitungan menggunakan Tabel Mode
Berikut ini adalah hasil grafik dari Frekuensi berat :

Frekuensi berat (%)


60%

40%
Frekuensi berat
20% (%)

0%
1 2 3 4 5 6 7 8

Gambar 5.1 Grafik Frekuensi Berat

Berikut tabel Hasil dari frekuensi komulatif :

120%
100%
80%
60%
Series1
40%
20%
0%
1 2 3 4 5 6

Gambar 5.2 Frekuensi Komulatif


5.1.5 Mean
Nilai rata – rata ukuran butir :

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 28
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

Graphic mean (M2)


ᶲ16 + ᶲ50 + ᶲ84
= 3

3,75+3+2,25
= 3
9
=3

= 3 (very poorly sorted)


5.1.6 sortasi
Nilai standart distribusi ukuran butir (sebaran nilai di sekitar mean):

 84  16  95   5
Inclusivegraphic standart deviation : +
4 6. 6
2,25−3,75 1,2−4
= +
4 6,
= - 1,31 + 1,1
= - 2,4 (very well sorted)

5.1.7 Skewness
Nilai kesimetrian kurva frekuensi. :

16   84  2 50  5   95  2 50
Inclusive graphic skewness = +
2( 84  16) ( 95   5)

3,75 +2,25−(2.3) 4+1,2−2(3)


= +
2(2,25−3,75) 1,2−5

3,75+2,25−6 4+1,1−6
= +
2(2,25−3,75) (1,2−5)

3,75+2,25−6 4+1,1−6
= +
−3 −3,8
0 −0,9
= +
−3 − 3,8
0−2,7
= 11,4

= 0,23 (fine skewness)


5.1.8 Kurtosis
Graphic Kurtosis =
 95   5
2.44( 75   25)
1,2−4
= 2.44(2,5−3,5

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 29
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

−2,8
= − 2,44 = 5,24
(extremely leptokurtic)

Ukuran
Butir 5 16 25 50 75 84 95
Phi 4 3,75 3,5 3 2.5 2.25 1,2

4.5
4 Grafik phi
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
5 16 25 50 75 84 95

Series1

3 Grafik Skewness
2.5
Mode
2

1.5

0.5
Mean

0
0 1 2 3 4 5 6
-0.5

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 30
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

6 Grafik Kuortosis
5

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

5.2 Morfologi butir


5.2.1 Pengukuran langsung
Dari praktikum yang telah dilakukan di dapatkan pengukuran butir
dengan nomer mesh 10 sebagai berikut ini :

Table pengukuran langsung 5.2.1

Hasil Pengukuran
Nomer
Butir Longest Intermediate shortest
(A) (B) (C)
1 6,35 mm 3,55 mm 7,11 mm
2 4,06 mm 3,81 mm 4,82 mm
3 6,09 mm 2,54 mm 5,33 mm
4 5,58 mm 3,55 mm 4,06 mm
5 4,31 mm 3,55 mm 4,31 mm
6 4,06 mm 2,03 mm 10 mm
7 4,57 mm 3,81 mm 4,57 mm
8 4,31 mm 4,82 mm 2,54 mm
9 3,81 mm 1,77 mm 4,31 mm
10 4,31 mm 2,28 mm 4,82 mm
11 4,57 mm 2,28 mm 2,28 mm
12 6,35 mm 3,55 mm 6,09 mm
13 3,81 mm 4,57 mm 5,84 mm
14 3,55 mm 2,03 mm 4,31 mm
15 5,33 mm 4,06 mm 1,77 mm
16 7 mm 5 mm 4 mm
Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 31
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

17 10 mm 8 mm 6 mm
18 7 mm 7 mm 6 mm
19 7 mm 6 mm 5 mm
20 6 mm 5 mm 4 mm
21 5 mm 5 mm 5 mm
22 7 mm 5 mm 5 mm
23 7 mm 6 mm 4 mm
24 7 mm 6 mm 4 mm
25 6 mm 5 mm 3 mm
26 6 mm 5 mm 4 mm
27 7 mm 5 mm 5 mm
28 7 mm 6 mm 4 mm
29 8 mm 6 mm 5 mm
30 7 mm 5 mm 5 mm

5.2.4 Bentuk Butir


Untuk menentukan bentuk butir dapat menggunakan klsifikasi butir
menurut zing (1935) yang hasilnya sebagai berikut ini :
Tabel 5.2.4.1 bentuk butir

B/A C/B Bentuk

0,89 0,56 Prolate


0,94 1,27 Equant
0,88 0,48 Prolate
0,73 0,87 Equant
1,00 0,82 Equant
0,41 0,50 Prolate
1,00 0,83 Equant
0,89 0,59 Oblate
1,13 0,41 Prolate
1,12 0,47 Prolate
0,50 1,00 Prolate
0,96 0,58 Equant
0,78 0,83 Prolate
0,82 0,57 Equant
0,76 0,44 Oblate

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 32
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

0,71 0,80 Equant


0,80 0,75 Equant
1,00 0,86 Equant
0,86 0,83 Equant
0,83 0,80 Equant
1,00 1,00 Equant
0,71 1,00 Equant
0,86 0,67 Equant
0,86 0,67 Equant
0,83 0,60 Equant
0,83 0,80 Equant
0,71 1,00 Equant
0,86 0,67 Equant
0,75 0,83 Equant
0,71 1,00 Equant

5.2.5 SPHERICITY
Dari data hasil pengukuran langsung dapat dihitung ukuran suatu
butir mendekati bentuk bola yang hasilnya sebagai berikut :
Table 5.2.5.1 sphericity

Hasil Pengukuran
Nomor
Longest Intermed shortest ᵠp Ds/DI Di/DI
Butir
(DL) iate (DI) (DS)
1 7,11 6,35 3,55 0,80 6,35 7,11
2 4,06 3,81 4,82 0,84 1,91 2,03
3 6,09 5,33 2,54 0,52 1,78 2,03
4 5,58 4,06 3,55 0,55 1,02 1,40
5 4,31 4,31 3,55 0,55 0,86 0,86
6 10 4,06 2,03 0,33 0,68 1,67
7 4,57 4,57 3,81 0,50 0,65 0,65
8 4,82 4,31 2,54 0,41 0,54 0,60
9 3,81 4,31 1,77 0,38 0,48 0,42
10 4,31 4,82 2,28 0,38 0,48 0,43
11 4,57 2,28 2,28 0,36 0,21 0,42
12 6,35 6,09 3,55 0,36 0,51 0,53
13 5,84 4,57 3,81 0,37 0,35 0,45
14 4,31 3,55 2,03 0,33 0,25 0,31
Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 33
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

15 5,33 4,06 1,77 0,28 0,27 0,36


16 7 5 4 0,33 0,31 0,44
17 10 8 6 0,33 0,47 0,59
18 7 7 6 0,37 0,39 0,39
19 7 6 5 0,34 0,32 0,37
20 6 5 4 0,33 0,25 0,30
21 5 5 5 0,37 0,24 0,24
22 7 5 5 0,32 0,23 0,32
23 7 6 4 0,30 0,26 0,30
24 7 6 4 0,29 0,25 0,29
25 6 5 3 0,28 0,2 0,24
26 6 5 4 0,30 0,19 0,23
27 7 5 5 0,30 0,19 0,26
28 7 6 4 0,28 0,21 0,25
29 8 6 5 0,28 0,21 0,28
30 7 5 5 0,29 0,17 0,23

Klasifikasi Butiran Pebel


1.00
0.95
0.90
0.85
0.80
0.75
0.70
0.65
0.60
0.55
0.50
0.45
0.40
0.35
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0.00
0.000.050.100.150.200.250.300.350.400.450.500.550.600.650.700.750.800.850.900.951.00

5.2 Batuan Sedimen


1. Warna : Coklat
Struktur : Masif
Sortasi : Baik
Ukuran Butir : Pasir Kasar

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 34
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

Kebundaran : Rounded
Kemas : Tertutup
Porositas : Baik
Permeabilitas : Baik
Kekompakan : Kompak
Komposisi Mineral : Kuarsa
Fragmen : Fosil
Matriks : Pasir Kasar
Semen : Karbonat
Nama Batuan : Batupasir Fosilan
Jenis Batuan : Sedimen Klastik
Genesa : Terbentuk di daerah pesisir pantai karna
pengaruh angin dan mungkin bawaan dari
ombak sehingga gosil pun juga mengendap
juga Bersama pasir dan tersedimentasi secara
Bersama, terdapat quarsz sebagai mineral
dominan dan fosil sebagai fragment.

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 35
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

2. Warna : Abu - Abu


Struktur : Masif
Sortasi : Baik
Ukuran Butir : Kerikil
Kebundaran : Angular - Rounded
Kemas : Terbuka
Porositas : Baik
Permeabilitas : Baik
Kekompakan : Kompak
Komposisi Mineral : Kuarsa
Fragmen : Kerikil
Matriks : Pasir Halus
Semen : Silika
Nama Batuan : Konglomerat
Jenis Batuan : Sedimen Klastik
Genesa : Terbentuk dan tersedimentasi di cekungan
yang sangat jauh dari tempat terpecahnya
batuan/batuan induk karna arus sungai yang
desar membuat batuan ini terteransportasi
sangat jauh hingga bentuk permukaan fragmen
nya membundar/menumpul.

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 36
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

3. Warna : Oranye
Struktur : Masif
Sortasi : Baik
Ukuran Butir : Kerikil
Kebundaran : Angular - Rounded
Kemas : Terbuka
Porositas : Baik
Permeabilitas : Baik
Kekompakan : Kompak
Komposisi Mineral : Tidak Ada
Fragmen : Kerikil
Matriks : Pasir Halus
Semen : Karbonat
Nama Batuan : Konglomerat
Jenis Batuan : Sedimen Klastik
Genesa : Terbentuk dan tersedimentasi di cekungan
yang sangat jauh dari tempat terpecahnya
batuan/batuan induk karna arus sungai yang
desar membuat batuan ini terteransportasi
sangat jauh hingga bentuk permukaan fragmen
nya membundar/menumpul,batuan ini
berwarna oranye kemungkinan di saat
terendap aliran sungai membawa mineral
oksida besi hingga kemungkinan oksida besi ini
terendap juga dengan batuan di samping atau
terperangkap dan terendap di batuan samping.

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 37
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

4. Warna : Putih
Struktur : Masif
Sortasi : Baik
Ukuran Butir : Lanau
Kebundaran : Membundar Baik
Kemas : Tertutup
Porositas : Baik
Permeabilitas : Baik
Kekompakan : Kompak
Komposisi Mineral : Tidak Ada
Fragmen : Tidak Ada
Matriks : Lanau
Semen : Karbonatan
Nama Batuan : Napal
Jenis Batuan : Sedimen Klastik
Genesa : Batu lempung gampingan terbentuk di daerah
perairan yang tenang biasannya di daerah
delta,material sisa makhluk hidup yang
terteransportasi dan terendap secara
tenang,batuan ini secara garis besar seperti
lempung dan batuan ini mengandung lanau
dan lempung.

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 38
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

5. Warna : Merah
Struktur : Masif
Sortasi : Baik
Ukuran Butir : Tidak Ada
Kebundaran : Tidak Ada
Kemas : Terbuka
Porositas : Buruk
Permeabilitas : Buruk
Kekompakan : Kompak
Komposisi Mineral : Tidak Ada
Fragmen : Tidak Ada
Matriks : Tidak Ada
Semen : Silika
Nama Batuan : Rijang
Jenis Batuan : Sedimen Klastik
Genesa : Rijang terbentuk di daerah zona subdubsi di
daerah laut dalam yang di sebut plung,material material organik
yang terbawa arus hingga ke dasar plung terendap dan
terkompak/tersedimentasi,rijang ini tidak berkarbonat karena di saat
mengalami fase pengendapan karbonat yang terkandung dalam
materal-material organik ini terlarut karna tekanan plung yang
sangat besar/tinggi.

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 39
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

6. Warna : Abu - Abu


Struktur : Masif
Sortasi : Buruk
Ukuran Butir : Pasir Halus
Kebundaran : Rounded
Kemas : Terbuka
Porositas : Baik
Permeabilitas : Baik
Kekompakan : Kompak
Komposisi Mineral : Kuarsa
Fragmen : Fosil
Matriks : Pasir Halus
Semen : Karbonat
Nama Batuan : Batupasir Fosilan
Jenis Batuan : Sedimen Klastik
Genesa : Terbentuk di daerah transisi karna pengaruh
angin dan mungkin bawaan dari ombak sehingga gosil pun juga
mengendap juga Bersama pasir dan tersedimentasi secara
Bersama, terdapat quarsz sebagai mineral dominan dan fosil
sebagai fragment.

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 40
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

7. Warna : Putih
Struktur : Laminasi
Sortasi : Baik
Ukuran Butir : Pasir Halus
Kebundaran : Rounded
Kemas : Tertutup
Porositas : Baik
Permeabilitas : Baik
Kekompakan : Kompak
Komposisi Mineral : Kuarsa
Fragmen : Tidak Ada
Matriks : Pasir Halus
Semen : Silika
Nama Batuan : Batupasir Kuarsa
Jenis Batuan : Sedimen Klastik
Genesa : Terdeposisi dan terendap di daerah dataran
rendah/cekungan dan membawa mineral quarz,

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 41
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

8. Warna : Hitam
Struktur : Laminasi
Sortasi : Baik
Ukuran Butir : Lempung
Kebundaran : Well Rounded
Kemas : Tertutup
Porositas : Buruk
Permeabilitas : Buruk
Kekompakan : Kompak
Komposisi Mineral : Kuarsa
Fragmen : Tidak Ada
Matriks : Tidak Ada
Semen : Silika
Nama Batuan : Lempung
Jenis Batuan : Sedimen Klastik
Genesa :Lapukan dari batuan alterasi yang mengalami
diagenesa

9. Warna : Abu - Abu


Struktur : Masif
Sortasi : Baik
Ukuran Butir : Pasir Kasar
Kebundaran : Rounded
Kemas : Tertutup
Porositas : Baik
Permeabilitas : Baik
Kekompakan : Kompak
Komposisi Mineral : Tidak Ada
Fragmen : Kerikil

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 42
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

Matriks : Pasir Kasar


Semen : Silika
Nama Batuan : Breksi
Jenis Batuan : Sedimen Klastik
Genesa : Batuan breksi yang terendap tidak jauh
dengan batuan induknya/tertransportasi dekat batuan indup karna
arus pada daerah itu sangat lemah.

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 43
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

1. Warna : Putih
Struktur : Kristalin
Komposisi Mineral : Kalsit
Semen : Karbonat
Nama Batuan : Gamping Kristalin
Jenis Batuan : Sedimen Non-Klastik
Genesa : terbentuk dari gamping klastik yang
mengalami rekristalin

2. Warna : Putih
Struktur : Bioherm
Komposisi Mineral : Kalsit
Semen : Karbonat
Nama Batuan : Gamping Terumbu
Jenis Batuan : Sedimen Non-Klastik
Genesa : Terbentuk dari terumbu karang yang sudah
mati

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 44
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

3. Warna : Hitam
Struktur : Masif
Komposisi Mineral : -
Semen :-
Nama Batuan : Batubara
Jenis Batuan : Sedimen Non-Klastik
Genesa : Batu bara terbentuk dari sisa makhluk hidup
yang terendap di bagian rawa biasannya,di bantu oleh fosil
laduolaria hingga menjadi gambut,stelah menjadi gambut,gambut
ini akan terkompak lagi atau tertimbun oleh material lain hingga
terkompak lagi hingga menjadi batu bara

4. Warna : Merah Kecoklatan


Struktur :-
Komposisi Mineral : Kalsit
Semen : Karbonat
Nama Batuan : Gamping Merah
Jenis Batuan : Sedimen Non-Klastik
Genesa : batu gamping merah terbentuk hasil dari
endapan ber energi lemah bila di lihat dari bentuk tekstur butirnya
halus yang halus di interpretasikan terbentuk di lingkungan
pengendapan laut dalam

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 45
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

5. Warna : Merah Kecoklatan


Struktur : Masif
Komposisi Mineral :-
Semen : Silika
Nama Batuan : Rijang
Jenis Batuan : Sedimen Non-Klastik
Genesa : terbentuk dari zona subdubsi daerah rendah
atau plung

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 46
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

6. Warna : Putih
Struktur : Kristalin
Komposisi Mineral : Kalsit
Semen : Karbonat
Nama Batuan : Gamping Merah
Jenis Batuan : Sedimen Non-Klastik
Genesa : terbentuk di laut dangkal dari fosil plankton
dan unsur liminstone kalsite halus berwarna merah

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 47
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

7. Warna : Putih
Struktur : Kristalin
Komposisi Mineral : Kalsit
Semen : Karbonat
Nama Batuan : Gamping Kristalin
Jenis Batuan : Sedimen Non-Klastik
Genesa : terbentuk dari rekahan gamping karna proses
fluida

8. Warna : Putih
Struktur : Kristalin
Komposisi Mineral : Kalsit
Semen : Karbonat
Nama Batuan : Gamping Kristalin
Jenis Batuan : Sedimen Non-Klastik
Genesa : terbentuk dari batu gamping yang mengalami
rekristalisasi batu gamping klastik

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 48
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

9. Warna : Putih
Struktur : Masif
Komposisi Mineral :-
Semen : Karbonat
Nama Batuan : Gamping Fosilan
Jenis Batuan : Sedimen Non-Klastik
Genesa :

10. Warna : Putih


Struktur : Masif
Komposisi Mineral : -
Semen : Karbonat
Nama Batuan : Gamping Fosilan
Jenis Batuan : Sedimen Non-Klastik
Genesa : Terbentuk dari kerrang yang sudah lama mati
dan di tumbuhi oleh koral/gamping

1. Nama Sayatan : Sayatan Sedimen Klastik


Nomor Sayatan : 55 PR
Perbesaran : 10x
Warna : Hitam
Tekstur : Masif
Bentuk Butir : Rounded
Ukuran Butir : Lempung
Komposisi Mineral : Kuarsa 40%, Litik 60%, Fosil
Nama Batuan : Napal

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 49
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

2. Nama Sayatan : Sayatan Sedimen Klastik


Nomor Sayatan : 146 IR
Perbesaran : 10x
Warna : Putih Kecoklatan
Tekstur : Masif
Bentuk Butir : Angular
Ukuran Butir : Pasir
Komposisi Mineral : Kuarsa 70%, Opak15 %, Kelas-kelas
Feldspar 3%, Litik 12%
Nama Batuan : Batupasir

3. Nama Sayatan : Sayatan Sedimen Klastik


Nomor Sayatan : 33 PR
Perbesaran : 10x
Warna Tekstur : Putih Kehitaman
Bentuk Butir : Rounded
Ukuran Butir : Lempung
Komposisi Mineral : Opak 25%, Litik 75%
Nama Batuan : Batulempung

5.3 Analisa Log Sedimen


a. Analisa Log bawah permukaan
b. Analisa Log permukaan atas
5.3.1 Analisa Log Bawah Permukaan
LP 1

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 50
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

Koordinat :
X : 06894488
Y : 9083020
Lokasi Adm :
DESA PELABUHAN KEC.PLANDAAN,KAB JOMBANG
Dilihat dari Peta Geologi skala 1:100.000 Lembar Mojokerto,daerah
penelitian masuk kedalam formasi Pucangan.Formasi ini terbentuk pada
masa Pliosen akhir – Plistosen,formasi pucangan berkembang sebagai
fasies vulkanik dan fasies lempung hitam.Di Lp 1 ini di jumpai singkapan
Breksi.Secara megaskopis di lapangan, batuan Breksi tersebut berwarna
abu-abu,berfragmen batuan beku,mempunyai matriks pasir kasar,memiliki
semen silica,mempunyai ukuran bongkah bentuk butir very
angular,permeabilitas buruk,porositas buruk dan sortasi buruk.Dimana
breksi ini ialah hasil transportasi dari aliran sungai dengan debit yang
sangat rendah sehingga masih dekat dengan sumber batuan breksi
tersebut.Di daerah penelitian ini juga di jumpai vegetasi berupa lahan
perkebunan.

LP2
Koordinat:
X : 0626754
Y :9175765
Lokasi Adm:
Di daerah Lp 2 ini masih termasuk formasi pucangan seperti di lp 1
hanya saja lithology batuan nya berbeda.Bila di lp 1 di jumpai nya breksi
namun,di Lp 2 dijumpai konglomerat hasil ini menginterpretasikan bahwa
di daerah penelitian lp 2 ini Dimana konglomerat ini ialah hasil transportasi

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 51
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

dari aliran sungai dengan debit yang tinggi sehingga cukup jauh dari
sumber batuan konglomerat.Di daerah penelitian ini juga di jumpai
vegetasi berupa lahan perkebunan.Secara megaskopis di
lapangan,batuan konglomerat tersebut berwarna coklat kehitaman,ber
matrix pasir kasar,berfragmen krikil,memiliki semen silica,bentuk butirnya
rounded,bersetruktur massif,pororsitas baik,permeabilitas baik,bersortasi
baik.

LP 3
Koordinat :
X : 0626079
Y : 9176511
Dilihat dari Peta Geologi skala 1:100.000 Lembar Mojokerto,Lp3
termasuk kedalam formasi Sonde.Formasi ini terbentuk pada masa
pilosen yang merupakan suatu formasi yang terdiri dari beberapa anggota
dengan lingkungan marine yang berfariasi dari neritic sampai batial.sisa
moluska laut di temukan di formasi kalibeng pada masa pleiosen.Secara
megaskopis di daerah ini mempunyai lithology batuan napal sisipan tuff
gampingan dengan ciri-ciri ketika di teteskan cairan hcl batuan tersebut
berbuih.Napal mempunyai warna putih kecoklatan, porositas
baik,permeabilitas baik,drajat kebundaran rounded,sortasi baik,semen
karbonat.

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 52
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

LP 4
Koordinat :
X : 0625524
Y : 9177268
Didaerah penelitian Lp 4 masih termasuk formasi Sonde seperti
Lp3.Mempunyai lithology berupa kontak antara batu pasir dan tuff dimana
batuan pasir berada di bagian atas dari tuff.Didaerah peneletian ini selain
adannya kontak ada pula Struktur yang terjadi yaitu sesar naik dimana
sesar ini kelihatan jelas memotong garis kontak pada kontak batu pasir
dan tuff.

LP 5
Koordinat :
X : 0625171
Y : 9177837

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 53
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

Dilihat dari Peta Geologi skala 1:100.000 Lembar Mojokerto,daerah


penelitian masuk kedalam formasi kalibeng. Formasi ini terbentuk pada
masa miosen akhir – pilosen yang merupakan suatu formasi yang terdiri
dari beberapa anggota dengan lingkungan marine yang berfariasi dari
neritic sampai batial.sisa moluska laut di temukan di formasi kalibeng
pada masa pleiosen.Dimana daerah penelitian ini memiliki lithology
berupa batu napal gampingan,dengan fragmen fosil.Kemungkinan di
daerah penelitian kaya akan fosil foraminifera planktonik.Adannya
persilangan seperti cross bedding dan flat yang membuat genesa di
daerah penelitian ini berupa adannya longsoran yang terdeposisi dan
terendap di daerah laut dangkal (debris flow).

LP 6
Koordinat :
X : 0625219
Y : 9177906
Didaerah penelitian Lp 6 masih termasuk formasi Kalibeng seperti
Lp5. Dimana di Lp 6 ini adannya Gamping kristalin dimana batu gamping
ini terbentuk dari hasil rekristalisasi batu gamping klastik,batu gamping
trumbu,atau batu gamping afanitik.Dan adanya sesargeser kanan di
daerah penelitian Lp 6

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 54
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 55
PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI 2018/2019
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL DAN KELAUTAN

BAB VI

PENUTUP

6.1 KESIMPULAN

Untuk menentukan ukuran butir, penelitian menggunakan tiga metode


yaitu metode langsung, metode ayakan dan metode pipet, dalam
pengerjaannya metode langsung dan metode ayakan pada dasarnya
menganalisa besar butir yang tidak terlalu halus dibandingkan dengan
metode analisa pipet metode ini digunakan untuk mengindentifikasi besar
butir yang lebih halus.

Bentuk butir merupakan keseluruhan kenampakan partikel secara tiga


dimensi yang berkaitan dengan perbandingan antara ukuran panjang
sumbu panjang, menengah dan pendeknya. Ada berbagai cara sederhana
untuk mendefinisikan bentuk butir yaitu cara Zingg (1935).

Batuan sedimen merupakan salah satu jenis batuan yang dihasilkan


dari pelapukan batuan asal dan akan diangkut berbagai median seperti
air, angin, maupun es kemudian diendapkan di tempat lain baik didarat
maupun dilaut. Batuan sedimen ini awalnya lunak, kemudian mengalami
proses pembatuan sehingga menjadi keras

Log batuan sedimen merupakan salah satu bentuk penyajian data batuan
sedimen yang sangat bagus. Dengan log ini, batuan sedimen akan
diketahui ketebalannya, perkembangan vertical, variasi batuan dalam
suatu sekuen, kandungan fosil, struktur dan tekstur sedimen serta
hubungan stratigrafis antara satu lapisan dengan lapisan yang lain
6.2 Kritik dan Saran
praktikum sedimentology berjalan dengan semestinya hanya saja ada
beberapa kendala dalam pelaksanaan praktikum, diharapkan kedepannya
praktikum dilaksanakan lebih awal sehingga tidak memberatkan ketika
mendekati ujian akhir semester, kemudian kedepannya diharapkan untuk
asisten praktikum dalam menjelaskan materi lebih merata sehingga
pemahaman dari setiap praktikan akan sama dan ilmu yang sama tidak
hanya pada satu orang saja.

Hidayatun NIkmah
12.2017.1.00302 Page 56

Anda mungkin juga menyukai