Rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi pedoman bagi pemerintah daerah untuk menetapkan lokasi kegiatan pembangunan dalam memanfaatkan ruang serta dalam menyusun program pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang di daerah tersebut dan sekaligus menjadi dasar dalam pemberian rekomendasi pengarahan pemanfaatan ruang, sehingga pemanfaatan ruang dalam pelaksanaan pembangunan selalu sesuai dengan rencana tata ruang wilayah provinsi. Rencana tata ruang wilayah Provinsi dan rencana pembangunan jangka panjang daerah merupakan kebijakan daerah yang saling mengacu. Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi mengacu pada rencana pembangunan jangka panjang provinsi begitu juga sebaliknya. Dalam UU No 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang pada pasal 22dan pasal 3, disebutkan bahwa: a. Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi mengacu pada: 1. Rencana tata ruang wilayah nasional 2. Pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang; 3. Rencana pembangunan jangka panjang daerah. b. Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi harus memperhatikan: 1. Perkembangan permasalahan nasional dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang provinsi; 2. Upaya pemerataan pembangunandanpertumbuhan ekonomi provinsi dan pembangunan kabupaten/kota; 3. Keselarasan aspirasi pembangunan provins dan pembangunan kabiupaten/kotai; 4. Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; 5. rencana pembangunan jangka panjang daerah; 6. rencana tata ruang wilayah provinsi yang berbatasan; dan 7. rencana tata ruang kawasan strategis provinsi. 8. Rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota c. Rencana tata ruang wilayah provinsi memuat: 1. Tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah provinsi; 2. Rencana struktur ruang wilayah provinsi yang meliputi sistem perkotaan dalam wilayahnya yang terkait dengan kawasan perdesaan dalam wilayahnya dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi. 3. Rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung provinsi dan kawasan budi daya provinsi 4. Penetapan kawasan strategis provinsi; 5. Arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi program utama jangka menengah lima tahunan; dan 6. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi ketentuan indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi. d. Rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi pedoman untuk: 1. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah; 2. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah; 3. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah provinsi; 4. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antar wilayah kabupaten/kota, serta keserasian antarsektor; 5. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; 6. Penataan ruang kawasan strategis provinsi; dann 7. Penataan ruang wilayah kabupaten/kota e. Jangka waktu rencana tata ruang wilayah provinsi adalah 20 (duapulu) tahun. f. Rencana tata ruang wilayah provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. g. Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundangundangan dan/atau perubahan batas teritorial negara, wilayah provinsi, dan/atau wilayah provinsi yang ditetapkan dengan UndangUndang, rencana tata ruang wilayah provinsi ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. h. Rencana tata ruang wilayah provinsi ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi. Berdasarkan UndangUndang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Kawasan Strategis Provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap pertahanan keamanan, pertumbuhan ekonomi, sosial budaya, pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, fungsi dan daya dukung lingkungan. Prioritas penataan ruang dapat mencakup perencanaan tata ruang yang lebih rinci (Rencana Detail Tata Ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan), pemanfaatan ruang yang berisi indikasi program, tahapan dan pengendalian pemanfaatan ruang terutama arahan insentif, disinsentif dan sanksi. Kawasan strategis terbagi menjadi kawasan strategis secara nasional, provinsi, dan kota. Penetapan kawasan strategis di Provinsi Sulawesi Selatan berfungsi untuk: 1. Mengembangkan, melestarikan, melindungi, dan/atau mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan nilai strategis kawasan yang bersangkutan dalam mendukung penataan ruang wilayah kota; 2. Lokasi ruang untuk berbagai kegiatan pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, serta fungsi dan daya dukung lingkungan hidup dalam wilayah kota yang dinilai mempunyaipengaruh sangat penting terhadap wilayah provinsi; 3. Sebagai pertimbangan dalam penyusunan indikasi program utama RTRW provinsi; dan 4. Sebagai dasar penyusunan rencana rinci tata ruang wilayah provinsi. Dasar penetapan kawasan strategis dalam RTRW provinsi adalah: 1. Tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah provinsi; 2. Nilai strategis dari aspekaspek eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi penanganan kawasan; 3. Kesepakatan para pemangku kepentingan dan kebijakan yang ditetapkan terhadap tingkat kestrategisan nilai ekonomi, sosial budaya dan lingkungan pada kawasan yang akan ditetapkan; 4. Daya dukung dan daya tampung wilayah provinsi; dan 5. Ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Kawasan strategis di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan yang menjadi perhatian dalam RTRW Provinsi Sulawesi Selatan adalah penetapan kawasan strategis Provinsi Sulawesi Selatan yang ditetapkan dalam RTRW Provinsi Sulawesi Selatan ini, Dengan kewenangan Pemerintahan Provisnsi Sulawesi Selatan selanjutnya ditetapkan Kawasan strategis provinsi (KSP) Taman Wisata Alam Lejja. Penetapan Kawasan Strategis Provinsi (KSP) Sulawesi Selatan juga merujuk dari UndangUndang Nomor 26 Tahun 2007 yang ditinjau dari berbagai aspek kepentingan: 1. Kawasan Strategis Provinsi dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi ditetapkan atas dasar pertimbangan sebagai berikut: a. memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh; b. memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi wilayah kabupaten; dan c. memiliki potensi “ekspor”; 2. Kawasan Strategis Provinsi dari sudut kepentingan sosial dan budaya ditetapkan atas dasar pertimbangan sebagai berikut: a. merupakan tempat yang akan dikembangkan untuk pelestarian atau pengembangan adat istiadat atau budaya daerah; dan b. merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya kabupaten/provinsi. 3. Kawasan Strategis Provinsi dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup ditetapkan dengan kriteria: a. merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati; b. merupakan aset berupa kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan; c. memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian negara; d. memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro; e. menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup; f. rawan bencana alam; atau g. sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.
3.1.1. Kawasan Strategis Provinsi
Kawasan Strategis Provinsi yang berada di wilayah Kabupaten Soppeng adalah Kawasan wisata yang merupakan kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Penetapan Kawasan wisata Lejja sebagai kawasan strategis provinsi (KSP) sangat sejalan dengan arah dan kebijakan daerah Kabupaten Soppeng yang menetapkan sektor pariwisata sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan ekonomi kabupaten.
3.1.2. Penetapan Kawasan Strategis Provinsi
Berdasarkan UndangUndang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap pertahanan keamanan, pertumbuhan ekonomi, sosial budaya, pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, fungsi dan daya dukung lingkungan. Prioritas penataan ruang dapat mencakup perencanaan tata ruang yang lebih rinci (Rencana Detail Tata Ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan), pemanfaatan ruang yang berisi indikasi program, tahapan dan pengendalian pemanfaatan ruang terutama arahan insentif, disinsentif dan sanksi. Kawasan strategis terbagi menjadi kawasan strategis secara nasional, provinsi, dan kota. Penetapan kawasan Taman Wisata Alamn Lejja sebagai kawasan strategis provinsi tertuang dalam Peraturanm Daerah Provinsi Sulawesi Selatan No. 9 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provisnsi Sulawesi Selatan tahun 2009 – 2029. Taman Wisata Alam Lejja ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Strategis Provinsi Sulawesi Selatan sebagaimana tercantum dalam Lanpiran III.25 bagian B Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan tersebut. Kawasan ini merupakan kawasan lindung sebagaimana disebutkan dalam pasal 49 dan rencana pengembangan pariwisata sebagaimana disebutkan pada pasal 60 Perda Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 tahun 2009. Penetapan kawasan strategis provinsi di Taman Wisata Alam Lejja berfungsi untuk: a. mengembangkan, melestarikan, melindungi, dan/atau mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan nilai strategis kawasan yang bersangkutan dalam mendukung penataan ruang wilayah provinsi; b. lokasi ruang untuk berbagai kegiatan pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya, serta fungsi dan daya dukung lingkungan hidup dalam wilayah kota yang dinilai mempunyai pengaruh sangat penting terhadap wilayah provinsi; c. sebagai pertimbangan dalam penyusunan indikasi program utama RTRW provinsi; dan d. sebagai dasar penyusunan rencana rinci tata ruang wilayah provinsi.
Dasar penetapan kawasan strategis dalam RTRW provinsi adalah:
a. tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah provinsi; b. nilai strategis dari aspekaspek eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi penanganan kawasan; c. kesepakatan para pemangku kepentingan dan kebijakan yang ditetapkan terhadap tingkat kestrategisan nilai ekonomi, sosial budaya dan lingkungan pada kawasan yang akan ditetapkan; d. daya dukung dan daya tampung wilayah provinsi; dan e. ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
3.2. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2009 2029
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan yang diatur
dalam Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 tahun 2009 merupakan penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang dijabarkan dalam bentuk pola pemanfaatan ruang yang dapat dijadikan acuan dalam pengembangan struktur tata ruang wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Pola ruang meliputi; rencana kawasan lindung dan kawasan budidaya Secara umum materi yang terkandung dalam rencana pola ruang wilayah adalah sebagai berikut; (i) arahan pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budidaya, (ii) pengembangan kawasan permukiman, kehutanan, pertanian, perkebunan, perikanan, perindustrian, pariwisata dan kawasan lainnya, dan (iii) rencana pengembangan permukiman perdesaan dan perkotaan. Pada dasarnya ketentuan teknis dalam pola ruang wilayah secara makro didasarkan pada kondisi fisik dasar wilayah perencanaan. Dengan kondisi karakteristik fisik wilayah, maka dapat diketahui deliniasi antara kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam serta sumberdaya buatan guna pembangunan berkelanjutan, yang juga dapat diartikan bahwa kawasan lindung apabila dijamah akan berakibat terhadap daerah bawahannya atau daerah sekitarnya. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, maka perlu dilakukan penetapan kawasan lindung. Pada dasarnya, penetapan kawasan lindung merupakan perwujudan dan pengembangan struktur tata ruang yang berdasarkan pada prinsip pembangunan berkelanjutan. KawasanKawasan Lindung seperti yang dimaksud di atas disesuaikan dengan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung meliputi : 1. Kawasan hutan lindung 2. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya terdiri dari: a) Kawasan bergambut; dan b) Kawasan konservasi dan resapan air. 3. Kawasan perlindungan setempat, terdiri dari: a) Sempadan pantai; b) Sempadan sungai; c) Kawasan sekitar danau/waduk; dan d) Kawasan sekitar mata air. 4. Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya, terdiri dari: a) Kawasan suaka alam; b) Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya; c) Kawasan pantai berhutan bakau; d) Taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam; dan e) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan. 5. Kawasan rawan bencana alam, terdiri dari: a) Kawasan rawan letusan gunung api; b) Kawasan rawan gempa bumi; c) Kawasan rawan tanah longsor; d) Kawasan rawan gelombang pasang; dan e) Kawasan rawan banjir. 6. Kawasan lindung geologi, terdiri dari; a) Kawasan cagar alam geologi; b) Kawasan rawan bencana geologi; c) Kawasan keunikan bentang alam (karst); dan d) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah; 7. Kawasan lindung lainnya, terdiri dari: a) Cagar biosfer; b) Ramsar; c) Taman buru; d) Kawasan perlindungan plasma nutfah; e) Kawasan pengungsian satwa; 8. Terumbu karang; dan 9. Kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi. Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan UndangUndang tentang Penataan Ruang menjelaskan bahwa penentuan kawasan lindung didasarkan atas beberapa kriteria fisik tanah meliputi ketinggian, kelerengan, daerah resapan air, dan sifat khusus lainnya sehingga dapat digolongkan ke dalam kawasan yang harus dilindungi. Pada prinsipnya pengendalian atau pengelolaan kawasan lindung, adalah di dalam kawasan lindung dilarang melakukan kegiatan budidaya, kecuali yang tidak mengganggu fungsi lindung. Pada kawasan suaka alam dan cagar budaya dilarang melakukan kegiatan budidaya apapun, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya dan tidak mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan, serta ekosistem yang ada. Flora dan fauna yang ada di dalam kawasan lindung, perlu dilindungi dan dipertahankan kelestariannya. Taman Wisata Alam Lejja yang berlokasi di Kabupaten Soppeng merupakan kawasan hutan yang di dalamnya terdapat permandian air panas. Kawasan Taman Wisata Alam Lejja merupakan salah satu kawasan lindung nasional yang di dalam Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan No. 9 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan disebutkan sebagai salaha satu kawasan hutan lindung. Penetapan kawasan hutan lindung tersebut ditetapkan dan merupakan bagian dari kawasan lindung provinsi yang terdiri dari: a. Hutan Lindung Gowa seluas 23.349,72 ha b. Hutan Lindung Takalar seluas 692,17 ha c. Hutan Lindung Jeneponto seluas 6.715,88 ha d. Hutan Lindung Bantaeng seluas 2.721,98 ha e. Hutan Lindung Bulukumba seluas 7.849,89 ha f. Hutan Lindung Selayar seluas 10.094,06 ha g. Hutan Lindung Sinjai seluas 10.996,20 ha h. Hutan Lindung Bone seluas 40.067,23 ha i. Hutan Lindung Soppeng seluas 34.286,94 ha j. Hutan Lindung Wajo seluas 7.679,93 ha k. Hutan Lindung Barru seluas 51.266,03 ha l. Hutan Lindung Sidrap seluas 45.322,15 ha m. Hutan Lindung Pinrang seluas 45.168,70 ha n. Hutan Lindung Enrekang seluas 72.224,64 ha o. Hutan Lindung Tana Toraja seluas 92.825,72 ha p. Hutan Lindung Luwu seluas 85.371,63 ha q. Hutan Lindung Luwu Timur seluas 240.775,89 ha r. Hutan Lindung Parepare seluas 2.003,65 ha s. Hutan Lindung Palopo seluas 8.297,58 ha