Anda di halaman 1dari 7

Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang

masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Suriadi & Yuliani, 2001).

Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue dengan
gejala utama demamj dan manifestasi perdarahan pada kuilt ataupun bagian tubuh lainnya yang
bertendensi menimbulkan renjatan dan dapat berlanjut dengan kematian.

Dengue adalah penyakit virus didaerah tropis yang ditularkan oleh nyamuk dan ditandai dengan demam,
nyeri kepala, nyeri pada tungkai, dan ruam (Brooker, 2001)

Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk
Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Virus Dengue termasuk genus Flavivirus, famili Flaviviridae,
yang dibedakan menjadi 4 serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. (Syahrurahman A et al., 1995)

Etiologi

Virus dengue tergolong dalam famili/suku/grup flaviviridae dan dikenal ada 4 serotipe. Dengue 1 dan 2
ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke-III, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada
saat wabah di Filipina tahun 1953 – 1954. Keempat serotif tersebut telah di temukan pula di Indonesia
dengan serotif ke 3 merupakan serotif yang paling banyak

Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter dan
natrium dioksikolat, stabil pada suhu 700 C. Dengue merupakan serotipe yang paling banyak beredar.

Vektor utama dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti, di samping pula Aedes albopictus.
Vektor ini mepunyai ciri-ciri:

· Badannya kecil, badannya mendatar saat hinggap

· Warnanya hitam dan belang-belang

· Menggigit pada siang hari

· Gemar hidup di tempat – tempat yang gelap

· Jarak terbang <100 meter dan senang mengigit manusia

· Bersarang di bejana-bejana berisi air jernih dan tawar seperti bak mandi, drum penampung air,
kaleng bekas atau tempat-tempat yang berisi air yang tidak bersentuhan dengan tanah.

· Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk sekitar 10 hari.

Patofisiologi

Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan kemudian bereaksi
dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-antibody, dalam asirkulasi akan mengaktivasi sistem
komplemen (Suriadi & Yuliani, 2001).Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a,dua peptida
yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya
permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu. Reaksi
tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan
tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Dan DHF
dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue
lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan
konsentrasi kompleks antigen-antibodi (kompleks virus-antibodi) yang tinggi .

Hal pertama yang terjadi stelah virus masuk ke dalam tubuh adalah viremia yang mengakibatkan
penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau
bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggoroka dan kelainan yang mungkin muncul pada
system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada
DHF disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit pembesaran hati (Hepatomegali) dan
pembesaran limpa (Splenomegali).Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan
berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan
renjatan (syok).

Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya


kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian
cairan intravena. .Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya
cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada
otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena,
peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian
cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan
gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami
kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastis setelah pemberian plasma/ekspander
plasma yang efektif, sedangkan pada autopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang
destruktif atau akibat radang, menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh
darah mungkin disebabkan mediator farmakolgis yang bekerja singkat. Jika renjatan atau hipovolemik
berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera
diatasi dengan baik

e. Klasifikasi

WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :

· Derajat I

Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif,
trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
· Derajat II

Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis,
hematemesis, melena, perdarahan gusi. Ditemukan pula perdarahan kulit.

· Derajat III

Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt) tekanan nadi
sempit , tekanan darah menurun.

· Derajat IV

Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur,anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak
biru

Gejala klinis

Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi anatara 13 – 15
hari, tetapi rata-rata 5 – 8 hari. Gejala klinik timbul secara mendadak berupa suhu tinggi, Tanda-tanda
renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary reffil time lebih
dari dua detik, nadi cepat dan lemah), nyeri pada otot dan tulang, abdomen dan ulu hati, mual, kadang-
kadang muntah dan batuk ringan, lidah kotor, tidak ada napsu makan, diare, konstipasi.Sakit kepala
dapat menyeluruh atau berpusat pada daerah supra orbital dan retroorbital. Nyeri di bagian otot
terutama dirasakan bila otot perut ditekan. Sekitar mata mungkin ditemukan pembengkakan, lakrimasi,
fotofobia, otot-otot sekitar mata terasa pegal.Eksantem yang klasik ditemukan dalam 2 fase, mula-mula
pada awal demam (6 – 12 jam sebelum suhu naik pertama kali), terlihat jelas di muka dan dada yang
berlangsung selama beberapa jam dan biasanya tidak diperhatikan oleh pasien.

Ruam berikutnya mulai antara hari 3 – 6, mula – mula berbentuk makula besar yang kemudian bersatu
mencuat kembali, serta kemudian timbul bercak-bercak petekia. Pada dasarnya hal ini terlihat pada
lengan dan kaki, kemudian menjalar ke seluruh tubuh.

Pada saat suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang, bekas-bekasnya kadang
terasa gatal. Nadi pasien mula-mula cepat dan menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-
5. Bradikardi dapat menetap untuk beberapa hari dalam masa penyembuhan.

Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura, ekimosis, hematemesis,
epistaksis melena, hematuria. Hati, limpa dan kelenjar getah bening. umumnya membesar dan nyeri
tekan, tetapi pembesaran hati tidak sesuai dengan beratnya penyakit.uga kadang terjadi syok yang
biasanya dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda anak
menjadi makin lemah, ujung jari, telinga, hidung teraba dingin dan lembab, denyut nadi terasa cepat.

Pemeriksaan diagnostik

a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin untuk penderita DBD adalah jumlah trombosit dan kadar hematokrit.
Hasil pemeriksaan laboratorium yang dapat menjadi pertanda penyakit demam berdarah adalah:

o Ig G dengue positif.

o Trombositopenia, yaitu menurunnya jumlah trombosit darah hingga kurang dari 100.000/mm3.

o Hemokonsentrasi; peningkatan jumlah hematokrit sebanyak 20% atau lebih.

Dua kriteria klinis pertama, ditambah dengan trombositopenia dan hemokonsentrasi sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis klinis DBD. Efusi pleura (tampak melalui rontgen dada) dan atau hipoalbuminemia
menjadi bukti penunjang adanya kebocoran plasma. Bukti ini sangat berguna terutama pada pasien yang
anemia dan atau mengalami perdarahan berat. Pada kasus syok, jumlah hematokrit yang tinggi dan
trombositopenia memperkuat diagnosis terjadinya Dengue Shock Syndrom (WHO, 2004).

o Leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan basofilyang akan terlihat
pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul
karena berkurangnya limfosit pada saat peningkatan suhu pertama kali.

o Isolasi virus

o Serologi ( Uji H ): respon antibody sekunder

o Pada renjatan yang berat, periksa : Hb, PCV berulang kali ( setiap jam atau 4-6 jam apabila sudah
menunjukkan tanda perbaikan ), Faal hemostasis, FDP, EKG, Foto dada, BUN, creatinin serum.

o Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia.

1) SGOT/SGPT mungkin meningkat.

2) Ureum dan pH darah mungkin meningkat.

3) Waktu perdarahan memanjang.

4) Asidosis metabolik.

5) Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.

b. Foto toraks lateral dekubitus kanan.

Terdapat efusi pleura dan bendungan vaskuler

Penatalaksanaan

a. Tirah baring atau istirahat baring.

Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue :


Panas 1-2 hari disertai dehidrasi ( karena panas, muntah, masukan kurang ) atau kejang-kejang.

Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati, uji tourniquet positif / negatif, kesan sakit keras
( tidak mau bermain ), Hb dan PCV meningkat.

Panas disertai perdarahan

Panas disertai renjatan.

c. Diet makan lunak.

d. Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita
sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.

e. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling sering
digunakan.

f. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk,
observasi ketat tiap jam.

g. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.

h. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.

i. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.

j. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.

k. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil
pemeriksaan laboratorium yang memburuk.

l. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.

m. Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi
pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen
yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

1. Wawancara

a. Biodata klien

Meliputi identitas pasien dan keluarga.


b. Riwayat kesehatan

- Riwayat kesehatan sekarang.

Biasanya klien demam, lemah, sakit kepala, anemia, nyeri ulu hati dan nyeri otot.

- Riwayat kesehatan keluarga.

Sebelumnya apakah ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama.

- Riwayat kesehatan dahulu

Apakah sebelumnya klien pernah mengalami penyakit yang sama.

2. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum

Kesadaran : Composmentis, samnolen, koma (tergantung derajat DHF)

TTV : Biasanya terjadinya penurunan

2) Kepala

- Wajah : Kemerahan (flushig), pada hidung terjadi epistaksis

- Mulut : Perdarahan gusi, muosa bibir kering dan kadang-kadang lidah kotor dan hiperemia pada
tenggorokan

- Leher : Tidak ada masalah

- Thorak

3) Paru : Pernafasan dangkal, pada perkusi dapat ditemukan bunyi redup karena efusi fleura

Jantung : Dapat terjadi anemia karena ekurangan cairan

- Abdomen : Nyeri ulu hati, pada palpasi dapat ditemukan pembesaran hepar dan limpa

4) Ekstremitas : Nyeri sendi

5) Kulit : Ditemukan ptekie, ekimosis, purpura, hematoma, hyperemia

3. Analisa data

a. Data Subjektif

DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).


2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah,
anoreksia.

3. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.

Anda mungkin juga menyukai