Anda di halaman 1dari 26

Tugas

Metabolisme Lanjut
Anti-Diabetic Medication Cost of Type 2 Diabetic Patients at
Tertiary Center In Malaysia

OLEH

ASNI
G2L1 19 003

JURUSAN KIMIA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena rahmat,
pertolongan, petunjuk dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Anti-
Diabetic Medication Cost of Type 2 Diabetic Patients at Tertiary Center In
Malaysia” yang manaini merupakan bagian dari mata kuliah Metabolisme Lanjut
telah dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada bapak

dan ibu dosen yang telah banyak memberi masukan ilmu yang bermanfaat, khususnya

kepada Ibu, selaku pembimbing mata kuliah Metabolisme Lanjutan dan juga penulis

mengucapkan terima kasih, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini, dan

penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

dalam penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari

sifat sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang sifatnya

membangun demi kesempurnaan penyusunan makalah ini selanjutnya. Akhirnya

semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan

umumnya bagi pembaca dalam memahami materi ini.

Kendari, Januari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ..........................................................................................

KATA PENGANTAR ...........................................................................................

DAFTAR ISI ..........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................................

1.2 Tujuan Penelitian ........................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus..........................................................................................

2.2 Metformin HCl ............................................................................................

2.3 Spektrofotometri Ultraviolet .......................................................................

2.4 Hukum Lambert-Beer .................................................................................

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Bahan...........................................................................................................

3.2 Analisis Data ...............................................................................................

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil ............................................................................................................

4.2 Pembahasan .................................................................................................

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan .................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang terjadi pada manusia dan

telah diakui oleh pemerintah Malaysia sebagai publik besar dalam masalah kesehatan

dengan konsekuensi yang luas tidak hanya untuk dampaknya pada kesehatan orang

Malaysia, tetapi juga beban ekonomi yang ditimbulkannya pada sistem perawatan

kesehatan. Diabetes mellitus memunculkan beban tinggi bagi individu dan

masyarakat yang menyandang penyakit ini. Beban ini tidak hanya terkait dengan

biaya perawatan kesehatan, tetapi juga karena disebabkan oleh hilangnya

produktivitas dari kecacatan dan kematian dini. Pengeluaran medis untuk penderita

diabetes 2-3 kali lebih tinggi dari itu untuk mereka tidak terpengaruh oleh diabetes.

Program manajemen dari penyakit efektif ini bertujuan untuk mencegah

komplikasi yang berpotensi karena penghematan biaya dalam pengelolaan perawatan

tersistematis. Hayward et al. menemukan pasien yang menggunakan insulin dimana

memiliki 2,4 pasien rawat jalan diabetes,dengan menggunakan 300 strip tes glukosa

lagi, dan memiliki sedikit biaya laboratorium yang lebih tinggi per tahun

dibandingkan dengan yang diterima pasien urea sulfonil.

Johnson et al.menemukan bahwa metformin sendiri atau dalam kombinasi

merupakan antidiabetika oral yang paling sering digunakan. Durasi diabetes yang

lebih lama adalah terkait dengan peningkatan penggunaan obat oral dan insulin terapi.

Insulin digunakan pada sekitar 12% pasien dengan DM tipe 2 dan dikaitkan dengan
sekitar pengeluaran tiga kali lebih tinggi untuk persediaan tes diabetes dibandingkan

dengan pasien yang menggunakan obat anti-diabetes oral .

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi biaya pengobatan anti-diabetes

pengobatan diabetes mellitus tipe 2 untuk kunjungan rawat jalan di rumah sakit

pendidikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus (DM)


2.1.1 Defenisi DM

Menurut American Diabetes Association, DM merupakan suatu kelompok

penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. DM juga disertai dengan gangguan

metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh kekurangan

hormon insulin secara relatif maupun absolut (ADA, 2013; Perkeni, 2011).

DM merupakan sindrom metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia

karena defek pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Hiperglikemia kronis

pada DM dapat diasosiasikan dengan terjadinya kerusakan jangka panjang, disfungsi

serta kegagalan multi organ terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah

(ADA,2013).

2.1.2 Epidemologi DM

Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang

diseluruh dunia menderita DM atau sekitar 2,8% dari total populasi. Insidennya terus

meningkat dengan cepat dan diperkirakan tahun 2030 angka ini mencapai 366 juta

jiwa atau sekitar 4,4% dari populasi dunia. DM terdapat diseluruh dunia, persentase

90% yang merupakan jenis DM tipe 2 terjadi di negara berkembang, peningkatan

prevalensi terbesar adalah di Asia dan di Afrika. Hal ini akibat tren urbanisasi dan

perubahan gaya hidup seperti pola makan yang tidak sehat (WHO, 2012).
Indonesia menduduki peringkat ke-4 terbesar penderita DM di dunia.

International Diabetes Federation menyebutkan bahwa pada tahun 2014 terdapat 387

juta orang yang menderita DM dan diperkirakan jumlah penderita DM di dunia

mencapai 592 juta orang pada tahun 2035. Di Indonesia, prevalensi DM yang

terdiagnosis dokter atau gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%),

Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%), dan Nusa Tenggara Timur (3,3 %)

(International Diabetes Federation, 2015; Kemenkes, 2013).

2.1.3 Klasifikasi DM

Berdasarkan etiologi, DM diklasifikasikan menjadi empat tipe, yaitu (Perkeni,

2011):

a. DM tipe 1 disebabkan oleh destruksi sel beta, umumnya menjurus pada

defisiensi insulin absolut, dapat terjadi karena autoimun atau idiopatik.

b. DM tipe 2 disebabkan oleh resistensi insulin, defisiensi insulin relatif, serta

defek sekresi insulin disertai resistensi insulin

c. DM tipe lain yang antara lain disebabkan oleh defek genetik fungsi sel beta,

defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati,

pengaruh obat dan zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, dan

sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM.

d. DM gestasional.

2.1.4 Diagnosis DM

Menurut American Diabetes Association (2013) dan Perkeni (2011), criteria

diagnosis DM adalah sebagai berikut:


a. Pemeriksaan HbA1c (≥6,5%) dilakukan pada sarana laboratorium yang telah

terstandardisasi, atau

b. Gejala klasik diabetes melitus ditambah glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL

(11,1 mmol/L). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat

pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir, atau

c. Gejala klasik diabetes melitus ditambah kadar glukosa darah plasma puasa ≥

126 mg/dL (7,0 mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori

tambahan sedikitnya 8 jam, atau

d. Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) ≥ 200

mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO yang dilakukan dengan standar WHO,

menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus

yang dilarutkan ke dalam air.

2.2 Metformin HCl

Satu-satunya golongan biguanida yang masih dipergunakan sebagai

antidiabetes adalah metformin (Depkes, 2005). Derivat biguanida mempunyai

mekanisme kerja yang berlainan dengan sulfoniluera, obat-obat tersebut kerjanya tidak

melalui perangsangan sekresi insulin tetapi langsung terhadap organ sasaran (Ganiswarna,

2003). Zat ini juga menekan nafsu makan (efek anorexia) hingga berat badan tidak

meningkat, sehingga layak diberikan ke penderita diabetes mellitus tipe 2 yang

mempunyai kelebihan berat badan.


Gambar Struktur metformin

Nama Kimia : N,N-Dimethylimidodicarbonimidic diamide

Rumus Molekul : C4H11N5HCl

Berat Molekul : 165,6 g/mol

Pemerian : Serbuk putih, higroskopik dan serbuk kristal

Kelarutan : Larut 1 dalam 2 bagian air dan 1 dalam 100 bagian etanol,

praktis tidak larut dalam kloroform dan eter (Clark’s, Edisi III).

2.2.1 Mekanisme kerja Metformin

Metformin bekerja menurunkan kadar glukosa darah dengan memperbaiki

transport glukosa ke dalam sel-sel otot (Depkes, 2005). Obat ini tidak merangsang

peningkatan produksi insulin sehingga pemakaian tunggal tidak menyebabkan

hipoglikemia (Dalimartha, 2007). Metformin bekerja terutama dengan jalan mengurangi

pengeluaran glukosa hati, sebagian besar dengan menghambat glukoneogenesis.

Metformin mudah diabsorbsi per-oral, tidak terikat dengan protein serum dan tidak di

metabolisme.Efek samping saluran cerna tinggi. Sangat jarang menimbulkan asidosis

laktat yang fatal (Mycek,dkk, 2001). Metformin memiliki waktu paruh 1,5- 3 jam, dan
tidak terikat pada protein plasma, tidak dimetabolisme, dan di ekskresi oleh ginjal

sebagai senyawa aktif (Katzung, 2002).

2.3 Spektrofotometri Ultraviolet

Spekrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari

spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum

dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas

cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi, spektrofotometer digunakan

untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan,

direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi panjang gelombang (Khopkar, 2008).

2.4 Hukum Lambert-Beer

Pengukuran serapan cahaya oleh larutan molekul diatur dengan hukum

Lambert- Beer, yang ditulis sebagai berikut:

Log I0/It = A = ε bc

Dengan I0 adalah intensitas radiasi yang masuk, It adalah intensitas radiasi yang

ditransmisikan , A dikenal sebagai absorbans dan merupakan ukuran jumlah cahaya

yang diserap oleh sampel, ε adalah tetapan yang dikenal sebagai koefisien ekstingsi

molar dan merupakan absorbans larutan 1 M analit tersebut, b adalah panjang jalur

sel dalam cm, biasanya 1 cm, dan c adalah konsentrasi analit dalam mol per liter

(Watson, 2010).

Dalam produk farmasi, konsentrasi dan jumlah biasanya dinyatakan dalam

gram atau miligram dan bukan dalam mol sehingga untuk keperluan analisis produk

ini, hukum Lambert-Beer ditulis dalam bentuk berikut ini:


A = A (1%, 1cm) bc

A adalah absorbans yang diukur, A (1%, 1cm) adalah absorbans larutan 1% b/v

(g/100 ml) dalam satu sel berukuran 1 cm, b adalah panjang jalur dalam cm, dan c

adalah konsentrasi sampel dalam g/100 ml. Karena pengukuran biasanya dibuat

dalam sel berukuran 1 cm (Watson, 2010).

Spektroforometer UV-Vis adalah pengukuran intensitas sinar ultraviolet dan

cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak

memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke

tingkat energi yang lebih tinggi. Spektroskopi UV-Vis biasanya digunakan untuk

molekul dan ion anorganik atau kompleks di dalam larutan. Spektrum UV-Vis

mempunyai daerah yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa

didapatkan dari spektrum ini.Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran

secara kuantitatif. Konsentrasi dari senyawa (analit) di dalam larutan bisa ditentukan

dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan

hukum Lambert-Beer. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400nm

(Dachriyanus, 2004).

Penggunaan utama spektrofotometri UV-Vis adalah dalam analisis

kuantitatif, yaitu dengan cara membandingkan absorban sampel terhadap absorban

larutan standar yang konsentrasinya diketahui, diukur pada kondisi yang sama.

Apabila dalam alur radiasi spektrofotometer terdapat senyawa yang mengabsorpsi

radiasi, akan terjadi pengurangan kekuatan radiasi yang mencapai detektor. Parameter

kekuatan energi radiasi khas yang diabsorpsi oleh molekul adalah absorban (A) yang
dalam batas konsentrasi rendah nilainya sebanding dengan konsentrasi zat yang

mengabsorpsi radiasi. Penentuan kadar senyawa organik yang mengabsorpsi radiasi

UV-Vis penggunaannya cukup luas. Konsentrasi kerja larutan analit umumnya 10-20

μg/ml, tetapi untuk senyawa yang nilai absorptivitasnya besar dapat diukur pada

konsentrasi yang lebih rendah (Satiadarma, 2004).


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Bahan

Biaya pengobatan Ini adalah biaya obat anti-diabetes yang digunakan dalam

merawat pasien diabetes baik obat anti-diabetes oral atau insulin atau kombinasi obat

anti-diabetes oral dan terapi insulin. Perhitungan biaya untuk obat anti-diabetes di

antara pasien diabetes mellitus tipe 2. Semua biaya dinilai dalam RM konstan tahun

2008 (RM3.21 = 1 USD). Biaya pengobatan adalah biaya obat anti-diabetes yang

digunakan untuk mengobati DM tipe 2. Semua obat anti-diabetes yang digunakan

dalam perawatan DM tipe 2 dalam periode satu tahun (2008) dicatat dalam hal dosis

dan frekuensi harian dan dijumlahkan selama satu tahun. Biaya obat-obatan dikalikan

dengan biaya unit berdasarkan harga yang diambil dari unit persediaan, departemen

farmasi HUSM

3.2 Analisis Data

Entri dan analisis data dilakukan dengan menggunakan paket statistik untuk

ilmu sosial (SPSS) versi 12.0.1 (SPSS Inc., 2003). Data diperiksa dan dieksplorasi.

Pertama, proses pengeditan dilakukan, yang meliputi penyaringan data awal

(mengamati nilai-nilai yang hilang) dan mengoreksi poin data. Data asli ditinjau

kembali dan perubahan yang diperlukan jika ada kesalahan yang dibuat selama fase

pengeditan. Set data kemudian dieksplorasi untuk outlier dengan histogram, plot

kotak dan dengan uji statistik. Dalam studi saat ini biaya obat anti-diabetes dihitung

untuk satu tahun dengan menggunakan Analisis deskriptif .


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Sebanyak 1.077 pasien diabetes tipe 2 dilibatkan dalam penelitian ini.

Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik sosiodemografi

pasien seperti yang masing-masing ditunjukkan pada Tabel 1. Kesehatan dan

karakteristik klinis pasien ditunjukkan pada Tabel 2 dan 3,.

Sebanyak 476 (44,2%) pasien dalam penelitian ini adalah laki-laki dan 601

(55,8%) adalah perempuan. Menurut distribusi rasial, 916 (85,1%) adalah Melayu,

150 (13,9%) adalah Cina dan 11 (1,0%) adalah orang India. Proporsi kelompok etnis

ini umumnya mewakili populasi Kelantan. Usia pasien yang direkrut dalam rentang

penelitian ini adalah 18 hingga 88 tahun dan dikategorikan ke dalam empat kelompok.

Mayoritas 626 (58,1%) pasien dalam penelitian ini berada dalam kelompok usia lebih

dari 50-65 tahun. Ini diikuti oleh kelompok usia> 65 tahun dan 35-50 tahun yang

masing-masing terdiri dari 242 (22,5%) dan 194 (18%). Selanjutnya, kelompok yang

paling tidak terkena adalah ≤ 35 tahun 15 (1,4%).

Mengenai tingkat pendidikan, tingkat melek huruf pasien cukup. Lebih dari

setengah pasien 580 (53,9%) dalam penelitian ini memiliki tingkat pendidikan yang

lebih rendah, sedangkan 497 (46,1%) pasien memiliki tingkat pendidikan yang lebih

tinggi.
1. Jenis obat anti-diabetes yang digunakan pada pasien diabetes mellitus
tipe 2
Dalam penelitian ini sebagian besar pasien, total 747 (69,4%) menggunakan

obat anti-diabetes oral untuk pengelolaan diabetes mellitus, sementara 255 (23,8%)
menggunakan kombinasi obat anti-diabetes oral dan insulin dan hanya 75 ( 6,8%)

menggunakan injeksi insulin saja (Tabel 4).


2. Pola pengobatan anti-diabetes yang digunakan pada pasien DM tipe 2

Dari 1077 pasien diabetes tipe 2, 325 (30,2%) menggunakan kombinasi

metformin dan gliclazide, 144 (13,4%) menggunakan metformin, gliclazide dan

insulin NPH, 116 (10,8%) menggunakan kombinasi metformin, gliclazide dan

acarbose, 111 (10,3%) menggunakan metformin dan injeksi insulin mixtard,

sementara 89 (8,3%) menggunakan gliclazide saja dan 86 (8,0%) hanya

menggunakan metformin (Tabel 5).


3. Penggunaan obat anti-diabetes di antara pasien diabetes mellitus tipe 2

Dari 1077 pasien DM tipe 2, sebagian besar pasien 747 (69,4%)

menggunakan obat anti-diabetes oral untuk penatalaksanaan diabetes mellitus,

sementara 255 (23,8%) menggunakan kombinasi obat anti-diabetes oral dan insulin,

dan hanya 73 (6,8%) menggunakan injeksi insulin. 248 (23,1%) diresepkan dengan

agen anti-diabetes tunggal; 490 (45,5%) diresepkan dua obat anti-diabetes kelas obat

dan 339 (31,5%) diresepkan tiga kombinasi obat anti-diabetes.

Metformin adalah kelas obat anti-diabetes utama yang digunakan, baik

sebagai agen tunggal atau dalam kombinasi dengan gliclazide atau insulin. Metformin

diresepkan untuk 861 pasien dari 1077 subyek yang diteliti, yaitu sekitar 80%. Di sisi

lain, gliclazide diresepkan untuk 804 (75%) pasien dan muncul sebagai kelas obat

anti-diabetes utama kedua yang digunakan dalam penelitian ini. Penggunaan agen

anti-diabetes di HUSM ditunjukkan pada Tabel 6.


4. Analisis biaya obat anti-diabetes untuk diabetes mellitus tipe 2

Hospital Universiti Sains Malaysia (HUSM) menghabiskan sekitar RM1, 102.738

untuk obat anti-diabetes untuk populasi penelitian pada 2007. Analisis menunjukkan

bahwa biaya rata-rata obat per pasien per tahun adalah RM1.023,8 (Tabel 7).

DM tipe 2 dianggap sebagai salah satu kondisi kronis yang paling umum

dan mahal di dunia. Biaya dan prevalensi penyakit ini meningkat. Beban diabetes

pada pasien dan sistem perawatan kesehatan sangat besar dan diperkirakan bahwa

insiden, prevalensi, dan biaya yang terkait dengan pengobatan diabetes akan

meningkat . Penelitian ini mengevaluasi biaya medis langsung tahunan untuk pasien

dengan DM tipe 2 selama masa tindak lanjut satu tahun. Studi saat ini memberikan

informasi berharga kepada penyedia layanan kesehatan dan pembuat kebijakan kami

mengenai perencanaan program perawatan kesehatan, khususnya di sektor publik.

Selain itu, ini adalah studi pertama di Malaysia untuk mengevaluasi biaya medis

langsung tahunan di HUSM. Diabetes menyebabkan beban kesehatan yang signifikan

bagi pasien, dan perawatan populasi ini merupakan beban ekonomi yang substansial
pada masyarakat. Sebuah studi oleh Al-Sadat [8] menunjukkan bahwa pengeluaran

medis untuk penderita diabetes adalah dua hingga tiga kali lebih tinggi daripada

mereka yang tidak terkena diabetes. Dalam penelitian lain, Suhaiza et al. [9]

melaporkan bahwa biaya tahunan untuk memberikan perawatan adalah 2,4 kali lebih

besar untuk anggota diabetik daripada untuk kelompok non-diabetes pada usia dan

jenis kelamin yang sama.

4.2 Pembahasan

Usia rata-rata semua pasien adalah 58,3 tahun (± 9,8). Temuan ini setuju

dengan penelitian yang dilakukan oleh King et al. [10], yang menemukan bahwa

sebagian besar pasien diabetes tipe 2 berusia lebih dari 50 tahun. Onset DM tipe 2

terjadi pada saat jatuh tempo, yang biasanya setelah usia 45 tahun. Populasi utama di

Malaysia terdiri dari orang-orang Melayu dan persentase pasien diabetes Melayu

adalah yang tertinggi dalam penelitian ini, terletak di negara bagian Kelantan yang

berpenduduk Melayu.

1. Penggunaan dan biaya pola obat anti-diabetes di HUSM

Dalam penelitian ini, obat anti-diabetes yang paling sering digunakan

adalah metformin (80%), yang digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan obat

anti-diabetes lainnya, diikuti oleh gliclazide. Biaya rendah metformin mungkin

menjadi alasan untuk penggunaan yang luas dari obat ini. Gliclazide diresepkan untuk

75% dari pasien dan muncul sebagai kelas obat anti-diabetes utama kedua yang

digunakan dalam penelitian ini. Meskipun biaya unit gliclazide lebih mahal

dibandingkan dengan obat anti-diabetes lainnya, seperti sulfonylureas dan metformin,


gliclazide banyak digunakan baik sebagai agen tunggal atau dalam terapi kombinasi,

mungkin karena itu terbukti meningkatkan sekresi insulin, agar lebih protektif

terhadap kegagalan sel β dan memiliki sifat anticytokine, dan sebuah studi oleh

Mamputu et al. [11] melaporkan bahwa gliclazide memiliki sifat anti-oksidatif yang

dapat menurunkan disfungsi sel otot polos pembuluh darah dan mencegah penyakit

kardiovaskular pada pasien DM tipe 2.

Untuk terapi kombinasi anti-diabetes oral, kombinasi metformin dan

gliclazide paling sering digunakan. Dari semua pasien, 93% menggunakan metformin

atau gliclazide saja atau dalam kombinasi dan lebih dari 61% menggunakan terapi

kombinasi dengan gliclazide dan metformin. Terapi kombinasi yang paling umum

digunakan untuk pasien diabetes tipe 2 dalam sebuah studi oleh DeFronzo et al. [12]

adalah biguanide plus sulfonylurea. A menemukan bahwa kombinasi gliclazide dan

metformin memiliki kelebihan dari sifat penurun lipid dibandingkan dengan

kombinasi glibenclamide dan metformin dan bahwa itu lebih baik dalam

mengendalikan kadar glukosa darah dan mengurangi risiko hipoglikemia

dibandingkan dengan glyburide. Ini mungkin menjadi alasan mengapa terapi

kombinasi ini digunakan lebih sering.

2. Biaya pengobatan anti-diabetes

Biaya pengobatan anti-diabetes adalah sebagai faktor biaya yang dominan

dalam total biaya perawatan tahunan karena itu berkontribusi sekitar 59,2% dari total

biaya perawatan. Jenis agen anti-diabetes yang digunakan adalah faktor utama yang

mempengaruhi biaya perawatan tahunan per pasien. Penggunaan obat-obatan mahal


seperti insulin mixtard, acarbose dan rosiglitazone menyebabkan tingginya biaya

perawatan tahunan. Dengan demikian, penggunaan rejimen pengobatan tergantung

pada banyak faktor lain termasuk ketersediaan obat, kepatuhan pasien, dan preferensi

dokter.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengguna insulin mengeluarkan biaya

pengobatan rawat jalan yang lebih tinggi per tahun per pasien. Temuan ini mirip

dengan temuan penelitian sebelumnya. Penggunaan insulin pada pasien dalam

penelitian ini terbatas. Ada 6,8% yang menggunakan insulin saja, dan hanya 23,8%

menggunakan insulin dikombinasikan dengan obat anti-diabetes oral. Ditemukan

bahwa biaya perawatan anti-diabetes dalam penelitian ini adalah RM 1.102.738 dan

biaya obat anti-diabetes per pasien pada tahun 2008 diperkirakan RM 1023.9.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Biaya obat anti-diabetes merupakan proporsi tertinggi dari biaya. Rejimen

pengobatan anti-diabetes yang paling umum diresepkan untuk DM tipe 2 adalah

gliclazide dalam kombinasi dengan metformin. Dengan demikian, tidak mungkin

untuk menghindari biaya yang dikeluarkan untuk mempertahankan kontrol glukosa

darah. Banyak perhatian dan upaya harus diarahkan untuk menentukan beban

diabetes pada HUSM secara ekonomi. Penelitian ini merekomendasikan bahwa lebih

banyak waktu, uang, dan perhatian harus diberikan pada perawatan pasien diabetes.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Sadat N (2003) Direct costs of diabetes in anoutpatient setting in Malaysia. NCD


Malay 2: 19-27.
Boyle JP, Honeycutt AA, Narayan KM, Hoerger TJ,Geiss LS, et al. (2001) Projection
of diabetes burdenthrough 2050: Impact of changing demography anddisease
prevalence in the U.S. Diabetes Care 24: 1936-1940.
Chale SS, Swai AB, Mujinja PG, McLarty DG (1992)Must diabetes be a fatal disease
in Africa? Study ofcosts of treatment. BMJ 304: 1215-1218.
DeFronzo RA (1999) Pharmacologic therapy for type 2diabetes mellitus. Ann Intern
Med 131: 281-303.
Hayward R, Manning W, Kaplan S, Wagner E,Greenfield S (1997) Starting insulin
therapy in patientswith Type 2 DM: Effectiveness, complications andresource
utilization. Am Med Assoc 278: 1663-1669.
Johnson JA, Pohar SL, Secnik K, Yurgin N, Hirji Z(2006) Utilization of diabetes
medication and cost oftesting supplies in Saskatchewan. BMC Health Serv
Res6: 159.
Mamputu J, Renier G (2001) Gliclazide decreasevascular smooth muscle cell
dysfunction induced bycell-mediated oxidized low-density lipoprotein.
MetabClin Exp 50: 688-695.
Ohinmaa A, Jacobs P, Simpson S, Johnson J (2004) Theprojection of prevalence and
cost of diabetes in Canada:2000 to 2016. Can J Diabetes 28: 116-123.
Rubin RJ, Altman WM, Mendelson DN (1992) Healthcare expenditures for people
with diabetes mellitus. JClin Endocrinol Metab 78: 809A-809F.
Selby JV, Ray GT, Zhang D, Colby CJ (1997) Excesscosts of medical care for
patients with diabetes in amanaged care population. Diabetes Care 20: 1396-
1402.
Suhaiza S, Ahmad NS, Jeriah I, Aziz AS, WanMohamad WB, et al. (2004) Glycemic
control amongtype 2 diabetic patients in Kelantan. NCD Malaysia theBulletin
of Epidemiology and Public Health on Non-Communicable Disease in
Malaysia 3: 2-5.
Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H (2004)Global prevalence of diabetes:
Estimates for the year2000 and projections for 2030. Diabetes Care 27: 1047-
1053.
Zaini A (2000) Where is Malaysia in the midst of theAsian epidemic of diabetes
mellitus? Diabetes Res ClinPract 50: S23-28.

Anda mungkin juga menyukai