Anda di halaman 1dari 47

NO 1 A

Makna pendidikan sebagai human investment dengan memperhatikan nilai-


nilaiequality dan equity.
Pendidikan memiliki keterkaitan dengan pembangunan nasional bangsa. Pembangunan
bukan hanya berkaitan dengan bentuk fisik seperti bangunan gedung, jalan, rumah sakit atau
bandara. Pembangunan memiliki jangkauan yang lebih luas yaitu pembangunan manusia sebagai
aktor Pembangunan itu sendiri. Dalam hal ini pembangunan bertugas menyiapkan manusia masa
depan untuk menjalankan pembangunan di masanya nanti. Sesuai dengan apa yg terjadi dalam
investasi bahwa "semakin banyak investasi yang kita lakukan maka hasilnya akan semakin
banyak, dan semakin besar resiko yang diambil akan menghasilkan keuntungan yg lebih besar."
Seseorang yang memiliki taraf Pendidikan lebih tinggi akan mendapatkan begitu banyak reward
baik dari masyarakat maupun negara. Biaya pendidikan yg dikeluarkan untuk menempuh
pendidikan di tingkat yg lebih tinggi akan lebih tinggi pula daripada pendidikan sebelumnya.
Biaya Pendidikan yg dikeluarkan itu merupakan bentuk awal investasi pendidikan dalam bentuk
manusia yg diharapkan apa yg dikeluarkan sebagai biaya pendidikan dapat terganti setelah
masuk dunia kerja. besarnya investasi yg dilakukan di dunia pendidikan membawa seserang ke
derajat tertinggi dipandangan dunia sosial.
Human investment berasal dari kata human berarti manusia dan invesmentberarti inve
stasi, maka secara harfiah human invesment dapat
diartikan sebagai investasi manusia atau manusia dianggap sebagai obyek sumber daya.
Dalam konteks pengembangan sumber daya manusia, Human
nvestment merupakan suatu disiplin ilmu multidisipliner secara konseptual
memiliki berbagai dimensi yang beraneka ragam berdasarkan pada sudut pandang disiplin
ilmu. Human investmen dipandang sebagai sesuatu kekuatan produktif baik sebagai
subjek maupun sasaran pembangunan nasional. Dari sisi kebudayaan Human
investment merupakan subjek pembangunan yang memiliki sistem nilai yang berfungsi sebagai
sumber penggerak pembangunan.
Perkembangan teori Human investment berkaitan erat dengan konsep Human
capital pada disiplin ilmu ekonomi yang dapat dikelompokan ke dalam beberapa fase
perkembangan, yakni: Zaman Neoklasik: Pada zaman Neoklasik
saat sebelum terjadinya revolusi industri di Eropa, filsafat ekonomi belum menganggap
bahwa sumber daya manusia merupakan faktor capital dan Zaman Teori Human Capital
Modern: Sejak Human capital disusun secara sistematis dalam suatu kerangka ilmu pengetahuan
(body of knowledge) pada awal tahun 1960-an, perkembangannya sangat menakjubkan yang
memperkaya khasanah ilmu ekonomi sumber daya manusia. Peran pendidikan dalamHuman
Investment dapat dipandang dari dua sisi. Pertama, peran pendidikan secara eksternal dalam arti
organisasi, lembaga atau bahkan negara melihat manusia sebagai sumber daya yang perlu dididik
agar memberikan daya dukung dan produktivitas optimal terhadap organisasi, lembaga atau
pembangunan bangsa. Kedua, peran pendidikan secara internal dalam arti pendidikan dipandang
oleh manusia itu sendiri sebagai kebutuhan. Berkaitan dengan konteks peran pendidikan dalam
Human Investment ini, Steven G. Smith (1992) menggambarkan secara alami pentingnya
penguasaan pengetahuan bahwa, “Knowledge Management (KM) does not have
a beginning and an end. It is on going”, Penjelasannya dapat dilihat pada gambar berikut:
(Gambar 1)

Gambar 1
Knowledge Management (KM)
1. KM is about people:Apa yang diketahui masyarakat, dan bagaimana
pengetahuan mereka dapat mendukung sasaran yang akan dicapai
seperti: kemampuan manusia, intuisi, gagasan, dan motivasi adalah dasar pengetahuan.
2. KM is orderly and goal-directed: Manajemen Pengetahuan diikat oleh sasaran strategis
organisasi.Untuk Itu penggunaan informasi semestinya praktis dan penuh arti.
3. KM is never fixed and unchanging:Tidak ada hukum abadi dalam KM.
Pengetahuan secara konstan diuji, diperbaharui, ditinjau kembali, dan kadang-
kadang bahkan tidak lagi dapat dipraktekkan. Ini merupakan suatu proses berkelanjutan.
Konsep pendidikan sebagai sebuah investasi (education as investement) telah
berkambang secara pesat dan semakin diyakini oleh setiap negara bahwa pembangunan sektor
pendidikan merupakan prasyarat kunci bagi pertumbuhan sektor-sektor pembangunan lainnya.
Konsep tentang investasi sumber daya manusia (human capital investment) yang dapat
menunjang pertumbuhan ekonomi (economic growth), sebenarnya telah mulai dipikirkan sejak
jaman Adam Smith (1776), Heinrich Von Thunen (1875) dan para teoritisi klasik lainya sebelum
abad ke 19 yang menekankan pentingnya investasi keterampilan manusia.
Pemikiran ilmiah ini baru mengambil tonggak penting pada tahun 1960-an ketika pidato
Theodore Schultz pada tahun 1960 yang berjudul “Investement in human capital” dihadapan The
American Economic Association merupakan eletak dasar teori human capital modern. Pesan
utama dari pidato tersebut sederhana bahwa proses perolehan pengetahuan dan keterampilan
melalui pendidikan bukan merupakan suatu bentuk konsumsi semata-mata, akan tetapi juga
merupakan suatu investasi.
Konsep invesment in human capital dapat dipahami dengan cara memahami terlebih
dahulu apa dan bagaimana investasi serta human capital. Secara singkat, invesment in human
capital merupakan salah satu bentuk investasi yang dilakukan dalam bidang pendidikan. Proses
perolehan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan bukan merupakan suatu bentuk
konsumsi semata-mata, akan tetapi juga merupakan suatu investasi. Pihak-pihak yang melakukan
investasi dalam bidang pendidikan mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki untuk
mengenyam pendidikan dengan harapan akan memperoleh keuntungan di masa yang akan
datang. Keuntungan diharapkan melalui peningkatan kompetensi dan kemampuan dalam bekerja
melalui pendidikan, sehingga hasil kerja mereka lebih dihargai karena memang lebih baik.
Investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia berkonsentrasi pada masalah
bagaimana meningkatkan mutu atau kualitas sumber daya manusia melalui proses pendidikan
dan pelatihan sebagai bentuk dari investasi.
Pendidikan merupakan barang investasi (invesment goods) yang berarti sejumlah
pengeluaran untuk mendukung pendidikan yang dilakukan orang tua, masyarakat dan pemerintah
dalam jangka pendek untuk mendapatkan manfaat dalam jangka panjang. Keluarga, masyarakat
dan pemerintah rela melakukan pengorbanan untuk kepentingan pendidikan demi manfaat
dimasa depan.
Pengelola pendidikan adalah pihak yang terkait langsung dengan proses pendidikan.
Pendidikan tidak ubahnya dengan proses produksi yang bergerak untuk merubah serangkaian
sumber-sumber menjadi output atau keluaran. Dengan demikian proses pendidikan adalah
tindakan merubah sumber-sumber pendidikan menjadi keluaran pendidikan.
Pendidikan berbasis pemerintah, dan pendidikan berbasis masyarakat serta keluarga
merupakan pengelola pendidik yang sesungguhnya terjadi di negeri ini. Pengelola-pengelola
inilah yang melakukan proses pendidikan. Pengelola pendidikan dalam melakukan proses
pendidikan menghadapi berbagai masalah antara lain, Pertama, keluaran pendidikan yang
bagaimana yang dikehendaki. Kedua, sumber-sumber pendidikan yang bagaimana yang
diperlukan. Biasanya pengelola pendidikan memiliki tujuan yang tidak jauh berbeda dengan
pengelola bisnis pada umumnya.
Sejak dasawarsa 1970-an, masalah pemberian kesempatan pendidikan mulai dari Sekolah
Dasar sampai Perguruan Tinggi telah mendapat perhatian yang sangat intens dari pemerintah
melalui upaya-upaya perluasan kesempatan bagi masyarakat untuk memperoleh pendidikan
(Perspektif kelembagaan formal). Hal ini seiring dengan makin berkembangnya pemikiran
bahwa pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan bangsa.
Dalam pemahaman teori human capital yang dipelopori oleh Theodore W. Schultz,
manusia merupakan suatu bentuk kapital sebagaimana bentuk kapital-kapital lainnya yang sangat
menentukan bagi pertumbuhan produktivitas suatu bangsa. Pendidikan merupakan salah satu
bentuk investasi Sumber daya manusia, dengan pendidikan seseorang dapat memperluas pilihan-
pilihan bagi kehidupannya baik dalam profesi, pekerjaan, maupun dalam kegiatan-kegiatan
lainnya guna meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Keadaan tersebut diperkuat dengan kenyataan bahwa negara-negara maju umumnya
adalah negara-negara yang tingkat pendidikan masyarakatnya cukup memadai, sehingga makin
mendorong negara-negara berkembang untuk mengikutinya melalui berbagai kebijakan
peningkatan tingkat pendidikan masyarakat.
Pendekatan teori human capital merupakan salah satu pendekatan (terutama dalam
penelitian pendidikan) di samping dua pendekatan lain yaitu teorifungsionalisme dan
teori empirisme. Teori fungsionalisme yang dipelopori oleh Burton Clark, menekankan
pada preservation of human resources atau pemeliharaan sumber daya manusia, dimana dalam
upaya tersebut perhatian pada perubahan teknologi sangat menonjol sehingga diperlukan
pengembangan sistem pendidikan dan pemilihan program-program pendidikan disamping
perlunya upaya perluasan pendidikan yang lebih merata dalam konteks interaksi antara lembaga
pendidikan dengan lembaga-lembaga lainnya dalam masyarakat termasuk perkembangan
teknologi yang terjadi dengan cepat.
Sementara itu pendekatan teori empirisme menekankan pada perlunya diagnosis terhadap
masalah pemerataan pendidikan dengan mengkombinasikan antara metodologi dan substansi
(methodological empiricism). Pendekatan dengan mengacu pada teori ini telah banyak
melahirkan hasil-hasil penelitian yang penting. Menurut pemahaman teori ini terjadinya
ketidakmerataan kesempatan pendidikan merupakan hasil dari perselisihan antara kelas-kelas
sosial yang berbeda kepentingan, kelas-kelas sosial yang dianggap elit lebih suka
mempertahankan status quo, sementara kelas-kelas populis terus berjuang guna mendapatkan
kesempatan memperoleh pendidikan. Lebih jauh diungkap bahwa penelitian mengenai
pemerataan pendidikan telah berkembang dalam dua arah yang berlainan (Ace Suryadi dan
H.A.R. Tilaar, 1993: 26), yaitu: Pertama, penelitian pendidikan yang bersifat empiris dan
kuantitatif telah menyerap sejumlah besar dana dan daya, hasil-hasilnya diarahkan untuk
melakukan analisis terhadap peranan pendidikan dalam mengurangi atau mempertahankan
struktur pemerataan pendidikan. Jenis penelitian ini lahir bersamaan dengan meluasnya
faham egalitarianisme secara berkelanjutan dalam bidang pendidikan. Kedua, berkembangnya
penelitian-penelitian terapan (action research) pada bidang pendidikan dalam bentuk quasi-
experiment.
Dari kedua pendekatan tersebut, terlihat adanya perbedaan orientasi dalam melihat
masalah pendidikan, namun satu hal yang cukup menonjol adalah berkaitan dengan pentingnya
pendidikan bagi kehidupan manusia yang berimplikasi pada perlunya upaya pemerataan
pendidikan baik itu sebagai modal/investasi manusia, sebagai pemeliharaan terhadap sumber
daya manusia, maupun sebagai aktivitas yang dialami sehari-hari yang terus menerus
beninteraksi dengan lingkungan baik sosiologis, ekonomis, maupun lingkungan teknologis.
Semua implikasi ini memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh dari pembuat kebijakan guna
menciptakan situasi yang kondusif bagi warga masyarakat berpartisipasi lebih aktif dan
bertanggungjawab dalam dimensi pendidikan yang lebih luas.
Pemerataan pendidikan dalam arti pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan
telah lama menjadi masalah yang mendapat perhatian, terutama di negara-negara sedang
berkembang. Hal ini tidak terlepas dari makin tumbuhnya kesadaran bahwa pendidikan
mempunyai peran penting dalam pembangunan bangsa, seiring juga dengan berkembangnya
demokratisasi pendidikan dengan semboyan education for all.
Pemerataan pendidikan mencakup dua aspek penting
yaitu Equality danEquity. Equality atau persamaan mengandungn arti persamaan kesempatan
untuk memperoleh pendidikan. Coleman dalam bukunya Equality of educational
opportunitymengemukakan secara konsepsional konsep pemerataan yakni : pemerataan aktif dan
pemerataan pasif. Pemerataan pasif adalah pemerataan yang lebih menekankan pada kesamaan
memperoleh kesempatan untuk mendaftar di sekolah, sedangkan pemerataan aktif bermakna
kesamaan dalam memberi kesempatan kepada murid-murid terdaptar agar memperoleh hasil
belajar setinggi-tingginya (Ace Suryadi , 1993 : 31). Dalam pemahaman seperti ini pemerataan
pendidikan mempunyai makna yang luas tidak hanya persamaan dalam memperoleh kesempatan
pendidikan, tapi juga setelah menjadi siswa harus diperlakukan sama guna memperoleh
pendidikan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk dapat berwujud secara
optimal.Dengan demikian dimensi pemeratan pendidikan mencakup hal-hal sebagai
berikut:equality of access, equality of survival, quality of output, dan equality of outcome.
Sedangkan equity bermakna keadilan dalam memperoleh kesempatan pendidikan yang
sama diantara berbagai kelompok dalam masyarakat. Akses terhadap pendidikan yang merata
berarti semua penduduk usia sekolah telah memperoleh kesempatan pendidikan, sementara itu
akses terhadap pendidikan telah adil jika antar kelompok bisa menikmati pendidikan secara
sama.
Apabila dimensi-dimensi tersebut menjadi landasan dalam mendekati masalah keadilan
dan pemerataan pendidikan, nampak betapa rumit dan sulitnya menilai keadilan dan pemerataan
pendidikan yang dicapai oleh suatu daerah, apalagi bagi negara yang sedang membangun dimana
kendala pendanaan nampak masih cukup dominan baik dilihat dari sudut kuantitas maupun
efektivitas.
Sejak tahun 1984, pemerintah Indonesia secara formal telah mengupayakan pemerataan
pendidikan Sekolah Dasar, dilanjutkan dengan wajib belajar pendidikan sembilan tahun mulai
tahun 1994. Upaya-upaya ini nampaknya lebih mengacu pada perluasan kesempatan untuk
memperoleh pendidikan (dimensi equality of access). Di samping itu pada tahapan selanjutnya
pemberian program beasiswa (dimensi equality of survival) menjadi upaya yang cukup mendapat
perhatian dengan mendorong keterlibatan masyarakat melalui Gerakan Nasional Orang Tua
Asuh. Program beasiswa ini semakin intensif ketika terjadi krisis ekonomi, dan dewasa ini
dengan Program BOS untuk Pendidikan dasar, hal ini menunjukan bahwa pemerataan
pendidikan menuntut pendanaan yang cukup besar tidak hanya berkaitan dengan penyediaan
fasilitas tapi juga pemeliharaan siswa agar tetap bertahan mengikuti pendidikan di sekolah.
2. Isu-isu Public dalam Kebijakan Kurikulum 2013 Ditinjau dari Aspek Kepemimpinan
Pendidikan Secara Luas.
Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh
suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan
kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Penyusunan perangkat mata
pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam
penyelenggaraan pendidikan tersebut serta kebutuhan lapangan kerja Lama waktu dalam satu
kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang
dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah
dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat membawa dampak
terhadap berbagai perubahan aspek kehidupan, termasuk dalam pendidikan yang mengalami
perubahan dalam kurikulum. Seiring dengan kamajuan zaman, sistem pendidikan menuntut
untuk memenuhi faktor kebutuhan hidup yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Peran kurikulum
dalam sekolah tidak hanya membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan, akan tetapi juga
dituntut untuk dapat mengembangkan minat dan bakat, membentuk moral dan kepribadian,
bahkan dituntut agar anak didik dapat menguasai berbagai macam keterampilan yang dibutuhkan
untuk memenuhi dunia pekerjaan.
Salah satu fungsi kurikulum ialah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang
pada dasarnya kurikulum memiliki komponen pokok dan komponen penunjang yang saling
berkaitan dan berinteraksi satu sama lainnya dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Komponen
merupakan satu sistem dari berbagai komponen yang saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan
satu sama lainnya, sebab kalau satu komponen saja tidak ada atau tidak berjalan sebagaimana
mestinya.
Permasalahan pendidikan saat ini bukan hanya kurikulum, kurikulum hanya secuil dari
masalah pendidikan. Masalah pendidikan banyak diantaranya kualitas guru, sarana dan prasarana
pendidikan, implementasi anggaran pendidikan, politisasi pendidikan, pemerataan pendidikan
dan lain-lain. Pemerintah perlu melihat yang urgen untuk perbaikan pendidikan nasional.
Mengubah kurikulum bukan solusi yang tepat untuk perbaikan pendidikan saat ini.
Beberapa dasar Kritik terhadap kurikulum 2013 antara lain:
1. Kebijakan kurikulum 2013 adalah cara pemerintah untuk mempertahankan Ujian Nasional
(UN) dikarenakan pembuatan buku yang seragam seluruh indonesia. Dalam sistem pendidikan
pemerintah mendukung keberagaman tetapi membuat keseragaman yaitu dengan pembuatan
buku yang seragam.
2. Kebijakan kurikulum 2013 membuat sistem pendidikan kita seperti pabrik dalam artian guru
hanya boneka saja dan bekerja seperti mesin karena tidak perlu membuat RPP lagi, terkesan guru
dimanja
3. Kurikulum 2013 terkesan pemaksaan, karena harus dilaksanakan tahun 2013 ini tanpa kajian
yang mendalam dan uji yang benar-benar mengindonesia
4. Kurikulum 2013 kurang relevan dalam perbaikan pendidikan dan kurang relevan kepada guru
sebagai tenaga professional
5. Kurikulum 2013 tidak menghargai gaya guru mengajar dan metode pengajaran, karena pelaku
kurikulum bukan pemerintah tetapi guru, karena gurulah yang tahu apa yang seharusnya di
ajarkan
6. Kurikulum 2013 produk pemerintah atau produk luar negeri, dalam artian siapa yang
berkepentingan dalam kurikulum 2013 ini?
7. Tidak benar dalam efektivitas mengajar pada kurikulum KTSP tidak efektivitas tidak
membangun pembentukan karakter darimana dasar pemikirannya justru KTSP lebih efektif
karena di beri ruang kebebasan berekpresi bagi guru.
8. Nampak jelas bahwa partisipasi guru dalam pengembangan kebijakan tidak diikutsertakan
sehingga informasi yang didapatkan tidak akurat, sehingga tidak sesuai dengan hasil yang
sebenarnya
Yang menjadi masalah dalam implementasi kurikulum adalah bagaimana persiapan guru,
guru merupakan ujung tombak dari komponen pendidikan. Guru masih banyak tidak tahu apa
tujuan kurikulum dibentuk padahal kita tahu bahwa tujuan kurikulum adalah sebagai alat untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional, persoalan yang lain terjadi di lapangan, justru banyak guru
tak proaktif dengan informasi dan perkembangan kurikulum. Sangat sedikit guru yang
memperbaharui pengetahuannya.
Itulah yang menyebabkan, tak sedikit guru yang takut dengan isu perubahan kurikulum.
Tak pelak, mereka pesimis dengan arah perubahan yang diusung kurikulum 2013.
Melihat persolan di atas ada beberapa saran untuk perbaikan guru Dalam implementasi
kurikulum 2013 ada Empat kompetensi yang seharusnya dikuasai guru, yakni manajemen kelas,
evaluasi belajar mengajar, metode mengajar, dan upaya pengembangan karakter.
Kurikulum 2013 sudah ditetapkan dan akan berlangsung, namun antusiasme guru untuk
mengetahui masih kurang. Dalam peningkatan dan pengembangan kurikulum guru harus pelajari
kurikulum 2013 sebab, tantangan kita hari ini, , bukan sekadar melatih guru tentang kurikulum
dan mencetak guru yang pintar melainkan bagaimana para guru yang pintar ini bisa menularkan
keterampilannya sehingga guru lain turut pintar.
Mentransfer ilmu ke guru lain menjadi salah satu persoalan yang saat ini dihadapi guru-
guru kita. Banyak guru pintar tapi tak tergerak hati untuk menularkan ilmu dan pengetahuannya
pada guru lain.
3. Visionary Leadership, Transformation Leadership dan Perubahan Pendidikan dalam
Perspektif Administrasi Pendidikan
A. Kepemimpinan Visioner
Pada era Globalisasi menuntut proses dan hasil pendidikan harus terjadi peningkatan agar
hasilnya mampu bersaing dengan lulusan pada tataran dalam negeri maupun luar negeri. Dimana
untuk saat ini lulusan keguruan yang ada di dalam negeri (local) belum secara keseluruhan bisa
diterima oleh pihak penyedia/penyelenggara/penerima tenaga kerja baik dalam dan luar negeri.
Hal ini terlihat secara nyata bahwa di lapangan, keberadaan otonomi sekolah/pendidikan “kurang
mampu” menciptakan lulusan yang dapat bersaing dengan hasil lulusan pendidikan yang
dilaksanakan oleh pendidikan di luar negeri. Pelaksanaan otonomi pendidikan/sekolah
seharusnya mampu meningkatkan taraf hasil pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan
pengguna lulusan pendidikan (stakeholder).
Hal tersebut dapat dibuktikan dalan perolehan tingkat penghargaan dan pendapatan yang
lebih besar perhatiannnya pada hasil lulusan luar negeri dibandingkan lulusan dalam negeri.
Mengapa bisa terjadi seperti itu? Untuk menjawab hal ini sangat komprehensif yang harus dilihat
dari berbagai aspek, tetapi, salah satu cara agar hasil pendidikan pada tingkat local dapat diakui
oleh stakeholder baik pada lingkup nasional dan internasional, maka orang yang akan memimpin
pendidikan (baik pada level birokrat dan level institusional) harus mempunyai visi tentang arah
pendidikan di masa yang akan datang. Dengan catatan, Visi tersebut harus betul-betul
dilaksanakan tidak hanya sebagai ungkapan belaka, dan didukung oleh anggota organisasi yang
berada di dalamnya.
Rendahnya produktivitas yang secara otomatis akan menghasilkan kualitas pendidikan
dipercaya sebagai penyebab rendahnya kualitas sumber daya manusia. Tuntutan peningkatan
produktivitas pendidikan tidak saja terletak pada perbaikan dan peningkatan mutu input dan
output, tetapi juga mutu proses yang digerakkan oleh kekuatan manajerial dan kepemimpinan
pengelola kependidikan baik tingkat pusat (level Birokrat pendidikan), dan level Institusional
(Rektor atau Kepala Sekolah).
Kekuatan kepemimpinan dapat menghasilkan kebijakan dan operasionalisasi kerja yang
dibimbing oleh visi yang akan dijadikan dasar pencapaian tujuan. Visi yang dijalankan secara
konsisten harus menuntut perubahan budaya yang lebih berorientasi pada mutu baik proses
maupun hasil pendidikan. Dengan demikian hal penting yang memposisikan diri sebagai
komponen yang memberikan pengaruh yang kuat pada efektifitas pencapaian pendidikan yang
berkualitas di era desentralisai adalah Visionary Leadership. Kenyataan di lapangan
menunjukkkan bahwa masih terdapat penilaian umum bahwa pemimpin pendidikan (khususnya
di tingkat satuan pendidikan) belum menjalankan fungsi kepemimpinannya apalagi Visionary
leadership sebagai tuntutan prubahan organisasional
Belum optimalnya fungsi kepemimpinan akan berpengaruh kuat terhadap penciptaan,
pembentukkan, dan eksistensi budaya pendidikan baik pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan,
karena budaya menjadi representasi kepemimpinan dari seorang pemimpin pendidikan.
Rendahnya kemampuan manajerial organisasi pendidikan lebih banyak disebabkan karena
kurangnya keahlian manajemen pendidikan yang merefleksikan pada kepemimpinan pendidikan
dari tingkat konsep maupun praktis. Sedangkan komponen kehidupan di luar organisasi
pendidikan telah berkembang pesat dan menuntut sikap responsive, akomodatif dan apresiatif
dalam menjawab tantangan zaman dengan memanfaatkan kekuatan dan peluang dan
menganalisis kelemahan serta ancaman sehingga menjadi suatu kekuatan bagi perumusan visi,
misi dan tujuan pendidikan Nasional.
Kepemimpinan yang relevan dengan tuntutan “school based management” dan
didambakan bagi produktivitas pendidikan adalah kepemimpinan yang memiliki visi (Visionary
Leadership) yaitu kepemimpinan yang kerja pokoknya difokuskan pada rekayasa masa depan
yang penuh tantangan, menjadi agen perubahan (agent of change) yang unggul dan menjadi
penentu arah organisasi yang tahu prioritas, menjadi pelatih yang profesional dan dapat
membimbing personil lainnya ke arah profesionalisme kerja yang diharapkan.
Pemimpin yang bervisi merupakan syarat kepimimpinan di era otonomi, dimana
organisasi harus menampilkan kekuatan dan ciri khas budayanya menuju kualitas pendidikan
yang diharapkan.
Visionary Leadership muncul sebagai respon dari statement “the only thing of permanent
is change” yang menuntut pemimpin memiliki kemampuan dalam menentukan arah masa depan
melalui visi. Visi merupakan idealisasi pemikiran pemimpin tentang masa depan organisasi yang
shared dengan stakeholders dan merupakan kekuatan kunci bagi perubahan organisasi yang
menciptakan budaya yang maju dan antisipatif terhadap persaingan global.
Benis dan Nanus, (1997:19) mendefinisikan Visi sebagai: “Something that articulates a
view of a realistic, credible, attractive future for the organization, a cobndition that is beter in
some important ways than what now exists”. Secara umum dapat kita katakan bahwa visi adalah
suatu gambaran mengenai masa depan yang kita inginkan bersama.
Visionary Leadership didasarkan pada tuntutan perubahan zaman yang meminta
dikembangkannya secara intensif peran pendidikan dalam menciptakan sumber daya manusia
yang handal bagi pembangunan, sehingga orientasi visi diarahkan pada mewujudkan nilai
comparative dan kompetitif peserta didik sebagai pusat perbaikan dan pengembangan sekolah.
Kepemimpinan visioner adalah kemampuan pemimpin dalam mencipta, merumuskan,
mengkomunikasikan/mensosialisasikan/ mentransformasikan dan mengimplementasikan
pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil interaksi sosial diantara
anggota organisasi dan stakeholders yang diyakini sebagai cita-cita organisasi dimasa depan
yang harus diraih atau diwujudkan melalui komitmen semua personil.
Agar menjadi pemimpin yang visioner, maka seseorang harus :
(a) Memahami Konsep Visi. Visi adalah idealisasi pemikiran tentang masa depan
organisasi yang merupakan kekuatan kunci bagi perubahan organisasi yang menciptakan
budaya dan perilaku organisasi yang maju dan antisipatif terhadap persaingan global sebagai
tantangan zaman. “Visionary leadership” adalah visi kepemimpinan yang harus dimiliki
berdasarkan rambu-rambu tersebut di atas untuk mewujudkan sekolah yang bermutu.
(b) Memahami Karaktersitik dan Unsur Visi. Suatu visi memiliki karakteristik sebagai
berikut:
1) memperjelas arah dan tujuan, mudah dimengerti dan diartikulasikan,
2) mencerminkan cita-cita yang tinggi dan menetapkan standar of excellence,
3) menumbuhkan inspirasi, semangat, kegairahan dan komitmen,
4) menciptakan makna bagi anggota organisasi,
5) merefleksikan keunikan atau keistimewaan organisasi,
6) menyiratkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh organisasi,
7) konstektual dalam arti memperhatikan secara seksama hubungan organisasi dengan
lingkungan dan sejarah perkembangan organisasi yang bersangkutan.
(c) Memahami Tujuan Visi. Visi yang baik memiliki tujuan utama yaitu:
1) memperjelas arah umum perubahan kebijakan organisasi,
2) memotivasi karyawan untuk bertindak dengan arah yang benar,
3) membantu proses mengkoordinasi tindakan-tindakan tertentu dari orang yang berbeda-beda.

B. Kepemimpinan Transformation
Sebuah organisasi pada dasarnya akan selalu mengalami perubahan karena organisasi
adalah sistem yang tebuka, yang selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Adanya
perkembangan di berbagai kehidupan masyarakat menuntut sebuah organisasi untuk selalu
mernyesuaikannya. Lingkungan umum organisasi dalam masyarakat meliputi faktor-faktor
teknologi, ekonomi, hukum, politik, kependudukan, ekologi, dan kebudayaan (A. Hasymi Ali,
2007;894). Perubahan yang direncanakan ini membutuhkan perhatian yang serius dalam
menghadapi permasalahan-permasalahan dan tantangan dari berbagai pihak. Demikian pula
halnya dalam organisasi pendidikan selalu mengalami perubahan menuju sebuah organisasi yang
efektif dengan meningkatkan kinerja organisasinya.
Dalam hal kinerja organisasi, terutama di lembaga sekolah seringkali terjadi penurunan
kinerja para staf yang ada baik dari sisi tenaga administratif maupun tenaga edukatif. Misalnya
saja dilihat dari beberapa hal antara lain: seringkali pegawai yang datang terlambat atau tidak
tepat waktunya, tidak efisien penggunaan waktu untuk suatu penyelesaian pekerjaan,
produktivitas kerja kurang, motivasi berprestasi rendah, kurang mampu beradaptasi dengan
perubahan baik dalam metode kerja maupun fasilitas kerja yang baru, kurang berpartisipasi
dalam pelaksanaan program, dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut tentu akan mempengaruhi
kinerja organisasi secara keseluruhan.
Beberapa tahun terakhir, upaya pembenahan dan penyempurnaan kinerja organisasi
khususnya organisasi sekolah menjadi sesuatu hal yang sangat penting untuk segera dilakukan.
Hal ini disebabkan karena adanya tuntutan terhadap mutu pendidikan sebagai konsekuensi
langsung dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat. Dalam sistem
persekolahan, lulusan merupakan fokus tujuan, lulusan berkualitas tidak mungkin terwujud tanpa
proses pendidikan yang bermutu. Proses pendidikan yang bermutu tidak mungkin tercapai tanpa
adanya organisasi persekolahan yang tepat. Oleh karena itu untuk mewujudkan kinerja organisasi
yang tepat dan bermutu maka diperlukan adanya kepemimpinan yang memadai. Kepemimpinan
tersebut harus mampu memotivasi atau memberi semangat kepada para stafnya dengan jalan
memberikan inspirasi atau mengilhami kreativitas mereka dalam bekerja. Kepemimpinan sendiri
tidak hanya berada pada posisi puncak struktur dalam organisasi pendidikan tetapi juga meliputi
setiap tingkat dalam organisasi. Dalam kepemimpinan tersebut tentunya harus mendapatkan
dukungan komitmen dan kerjasama dari berbagai pihak khususnya seluruh warga sekolah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kepemimpinan kepala sekolah merupakan satu aspek
yang penting dalam suatu organisasi sekolah. Kepemimpinan merupakan faktor penggerak
organisasi melalui penanganan perubahan dan manajemen yang dilakukannya sehingga
keberadaan pemimpin bukan hanya sebagai simbol yang ada atau tidaknya tidak menjadi
masalah tetapi keberadaannya memberi dampak positif bagi perkembangan organisasi (Aan
Komariah dan Cepi Triatna, 2006;40). Mengacu pada pendapat tersebut maka keberhasilan
organisasi sekolah dalam mencapai tujuan yang ingin diraih sangat tergantung pada
kepeminpinan kepala sekolah yaitu apakah kepemimpinannya mampu menggerakkan semua
sumber daya yang dimiliki sekolah secara efektif dan efisien serta terpadu dengan proses
manajemen yang dilakukannya.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, mengakibatkan adanya salah satu perubahan yang mendasar dalam organisasi
pendidikan yaitu sistem manajemen yang sentralistik menjadi sistem manajemen desentralistik.
Hal ini menuntut adanya berbagai penyesuaian dan perubahan dalam berbagai aspek organisasi
dan juga pola dan gaya kepemimpinannya. Hal ini berarti bahwa perubahan manajemen
pendidikan tersebut memberikan peluang bagi para manajer pendidikan untuk
mengaktualisasikan kemampuan dirinya khususnya dalam meningkatkan kinerja
kepemimpinannya. Dalam situasi yang penuh perubahan dan ketidakpastian tersebut diperlukan
suatu keahlian manajerial yang baik, serta pengembangan kemampuan dalam kepemimpinan.
Dan oleh karenanya pola dan gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam setiap organisasi
sekolah akan berbeda-beda sesuai dengan kemampuan pemimpin masing-masing dalam
mengembangkan nilai-nilai kepemimpinanya. Dalam kondisi yang penuh tantangan dan ancaman
seperti ini, dibutuhkan keteguhan sikap dan kecerdasan seorang pemimpin untuk menangkap
peluang dan merancang masa depan bagi kinerja organisasinya. Salah satu gaya kepemimpinan
yang cukup efektif untuk mengakomodasi perubahan tersebut adalah gaya kepemimpinan
transformasional.
Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi,
memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki
kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-
peristiwa kepada pengikutnya, pengorganisasian dari aktivitas untuk mencapai tujuan, dan
memelihara hubungan kerjasama.
Kaitannya dengan kepemimpinan transformasional, Burns (1978) dalam Aan Komariah
dan Cepi Triatna (2006;77) menjelaskan bahwa kepemimpinan transformasional sebagai suatu
proses yang pada dasarnya “para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ke tingkat
moralitas dan motivasi yang lebih tinggi”. Para pemimpin adalah yang sadar akan prinsip
perkembangan organisasi dan kinerja manusia sehingga ia berupaya mengembangkan segi
kepemimpinannya secara utuh melalui pemotivasian terhadap staf dan meyerukan cita-citanya
yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral seperti kemerdekaan, keadilan, dan kemanusiaan, bukan
didasarkan atas emosi, seperti misalnya keserakahan, kecemburuan, atau kebencian.
Karakteristik pemimpin trasformasional, menurut Aan Komariah dan Cepi Triatna
(2006;78) adalah sebagai berikut :
1. Pemimpin yang memiliki wawasan jauh ke depan dan berupaya memperbaiki dan
mengembangkan organisasi bukan untuk saat ini tetapi di masa datang. Dan oleh karena itu
pemimpin ini dapat dikatakan pemimpin visioner.
2. Pemimpin sebagai agen perubahan dan bertindak sebagai katalisator, yaitu yang memberi
peran mengubah sistem ke arah yang lebih baik. Katalisator adalah sebutan lain untuk pemimpin
transformasional karena ia berperan meningkatkan segala sumber daya manusia yang ada.
Berusaha memberikan reaksi yang menimbulkan semangat dan daya kerja cepat semaksimal
mungkin, selalu tampil sebagai pelopor dan pembawa perubahan.
Berdasarkan karakteristik tersebut, seorang pemimpin transformasional mempunyai
tujuan dan visi misi yang jelas, serta memiliki gambaran yang menyeluruh terhadap
organisasinya di masa depan. Pemimpin dalam hal ini berani mengambil langkah-langkah yang
tegas tetapi tetap mengacu pada tujuan yang telah ditentukan guna keberhasilan organisasinya,
misalnya saja dalam menerapkan metode dan prosedur kerja, pengembangan staf secara
menyeluruh, menjalin kemitraan dengan berbagai pihak, juga termasuk di dalamnya berani
menjamin kesejahteraan bagi para stafnya. Di samping itu, hubungan kerjasama dan komunikasi
dengan bawahan selalu diperhatikan, memperhatikan perbedaan individual bawahan mengenai
pelaksanaan kerja maupun kreatifitas kerja masing-masing bawahan dalam mencapai
produktivitas tertentu. Pemimpin berani mengambil kebijakan yang berhubungan dengan
peningkatan motivasi bawahan dengan pemberian imbalan dan penghargaan sesuai dengan taraf
kesanggupan bawahan dalam menyelesaikan suatu tugas yang dibebankan kepadanya.
Gaya kepemimpinan transformasional mempunyai karakteristik transparansi dan
kerjasama. Hal ini sesuai dengan pendapat Tree Nur Yuliawani, dkk (2008), ciri dari gaya
kepemimpinan transformasional, yaitu :
1) adanya kesamaan yang paling utama, yaitu jalannya organisasi tidak digerakkan oleh birokrasi,
tetapi oleh kesadaran bersama;
2) para pelaku lebih mementingkan kepentingan organisasi daripada kepentingan pribadi; dan
3) adanya partisipasi aktif dari para pengikut atau orang yang dipimpinnya.
Seorang pemimpin transformasional memandang nilai-nilai organisasi sebagai nilai-nilai
luhur yang perlu dirancang dan ditetapkan oleh seluruh staf sehingga para staf mempunyai rasa
memiliki dan komitmen dalam pelaksanaannya. Menjadi tugas pemimpin untuk
mentransformasikan nilai organisasi untuk membantu mewujudkan visi organisasi. Seorang
transformasional adalah seorang yang mempunyai keahlian diagnosis, selalu meluangkan waktu
dan mencurahkan perhatian dalam upaya untuk memecahkan masalah dari berbagai aspek (Aan
Komariah dan Cepi Triatna, 2006;78).
Kepemimpinan Tranformasional Kepala Sekolah dalam meningkatkan Kinerja
Organisasi Efektifitas kinerja organisasi tidak lepas dari peran seorang pemimpin dalam
organisasi tersebut. Kepemimpinan menurut beberapa ahli didefinisikan sebagai kemampuan
untuk mempengaruhi sekelompok anggota agar bekerja untuk mencapai tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan. Kepemimpinan transformasional diperlukan untuk menjawab tantangan
perubahan yang terjadi pada saat ini. Perubahan yang terjadi akibat adanya kemajuan di berbagai
bidang kehidupan manusia, tidak terkecuali perubahan pada kebutuhan individu, yaitu invidu
yang ingin mengaktualisasikan dirinya, yang berdampak pada bentuk pelayanan dan
penghargaan terhadap individu tersebut. Kepemimpinan transformasional tidak saja
memperhatikan kebutuhan untuk aktualisasi diri dan penghargaan, tetapi menumbuhkan
kesadaran bagi para pemimpin untuk melakukan yang terbaik dalam menjalankan roda
kepemimpinan dengan lebih memperhatikan faktor manusia, kinerjanya, dan pertumbuhan dari
organisasinya.
Secara umum seorang pemimpin yang baik harus memiliki beberapa karakteristik,
sebagai berikut (Fandy Ciptono dan Anastasia Diana, 2002;153) :
1. Tanggung jawab yang seimbang
Keseimbangan dalam hal ini adalah antara tanggung jawab terhadap pekerjaan yang
dilakukan dengan tanggung jawab terhadap orang-orang yang harus melaksanakan pekerjaan
tersebut. Dengan kata lain seorang pemimpin disamping memperhatikan bagaimana struktur
tugas yang menjadi tanggung jawabnya juga harus memperhatikan para kondisi bawahannya.
2. Model peranan yang positif
Peranan adalah tanggung jawab, perilaku, atau prestasi yang diharapkan dari seseorang yang
memiliki posisi khusus tertentu. Oleh karena itu seorang pemimpin yang baik harus dapat
dijadikan panutan atau contoh bagi para bawahannya.
3. Memiliki keterampilan komunikasi yang baik
Pemimpin yang baik harus bisa menyampaikan ide-ide pemikirannya secara ringkas dan
jelas, serta dengan cara yang tepat.
4. Memiliki pengaruh positif
Pemimpin yang baik memiliki pengaruh terhadap bawahannya dan menggunakan
pengaruhnya tersebut untuk hal-hal yang positif. Pengaruh adalah seni menggunakan kekuasaan
untuk menggerakkan atau mngubah pandangan orang lain ke arah suatu tujuan atau sudut
pandang tertentu.
5. Mempunyai kemampuan menyakinkan orang lain
Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang dapat menggunakan keterampilan
berkomunikasi dan pengaruhnya untuk meyakinkan orang lain dari sudut pandangnya serta
mengarahkan mereka pada tanggung jawab total terhadap sudut pandang tersebut.
Berkaitan dengan upaya peningkatan kinerja organisasi pendidikan terutama organisasi
sekolah, seorang pemimpin yang dalam hal ini adalah kepala sekolah perlu menerapkan gaya
kepemimpinan transformasional agar setiap perubahan dalam organisasi yang dipimpinnya dapat
terwujud dengan efektif.
Dalam implementasinya, kepemimpinan kepala sekolah secara transformasional akan
mendorong tumbuhnya perilaku individu yang dipimpinnya ke arah perubahan yang diinginkan.
Untuk itu kepala sekolah dapat menerapkan hal-hal berikut ini dalam rangka meningkatkan
kinerja organisasinya, antara lain :
1. Menetapkan tujuan, visi dan misi yang jelas, juga berusaha menentukan prioritas dan
standar kerja bagi para guru dan karyawan.
2. Mengidentifikasikan dirinya sebagai agen pembaharuan. Kepala sekolah memiliki sifat
cepat tanggap terhadap perubahan lingkungan yang terjadi saat ini dan selalu berusaha mengikuti
perubahan tersebut dengan memberikan tuntunan mengenai langkah-langkah pelaksanaan kerja
dan memotivasi guru dan karyawan dalam aplikasi perubahan tersebut.
3. Membuat kebijakan-kebijakan baru untuk mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan,
walaupun kadang kebijakan tersebut tidak selalu didukung oleh para guru dan karyawan. Akan
tetapi kepala sekolah selalu berusaha meyakinkan kepada seluruh staf sekolah akan arti
pentingnya perubahan tersebut bagi perningkatan kinerja organisasi sekolah yang dipimpinnya.
Jadi dalam hal ini seorang kepala sekola dituntut untuk memiliki sifat pemberani.
4. Mempercayai para guru dan karyawan dalam pelaksanaan tugas masing-masing. Hal ini
dimaksudkan untuk membangun rasa percaya diri dari para stafnya sehingga tidak ada perasaan
tidak mampu untuk menyelesaikan tugasnya. Kepala sekolah berusaha mempertinggi
probabilitas keberhasilan yang subyektif.
5. Melakukan peran kepemimpinannya atas dasar sistem nilai, sehingga bukan atas dasar
kepentingan individu maupun atas dasar desakan dari pihak luar.
6. Mempertinggi nilai kebenaran bawahan. Dalam hal ini, kepala sekolah berupaya untuk
memperluas kebutuhan guru dan karyawan, mengangkat nuansa kebutuhan para stafnya ke
tingkatan yang lebih tinggi pada hierarkhi motivasi, dan mentrasformasikan perhatian kebutuhan
guru dan karyawan.
7. Mengatasi situasi yang rumit maupun penolakan terhadap perubahan itu sendiri. Kepala
sekolah berupaya untuk mengatasi permasalahan dan penolakan stafnya terhadap perubahan
dengan membangun komitme total secara sukarela terhadap tujuan dan nilai-nilai bersama.
Dengan berbagai upaya tersebut diharapkan para staf (guru dan karyawan) dapat
mempersembahkan kinerja melebihi apa yang diharapkan organisasi. Dengan demikian
kepemimpinan transformasional kepala sekolah tersebut tentunya juga akan berdampak pada
perkembangan kinerja organisasi sekolah yang dipimpinnya antara lain dengan memberikan
kontribusi pada inisiatif-inisiatif restrukturisasi yang menurut para guru hal tersebut memberi
sumbangsih pada perkembangan belajar peserta didik misalnya melalui metode pembelajaran. Di
samping itu juga berdampak pada perkembangan kultur organisasi sekolah secara keseluruhan.
Kultur organisasi dalam hal ini meliputi ranah berpikir, afektif dan motorik yang terjadi pada
kehidupan sekola untuk perbaikan proses belajar dan peningkatan mutu belajar peserta didik.
Dalam penerapan gaya kepemimpinan transformasional ini memang tidaklah mudah. Hal
ini disebabkan adanya beberapa hambatan, misalnya saat ini organisasi sekolah masih
digerakkan oleh kekuatan birokrasi yang sangat kental, dan belum berdasar atas kesadaran
bersama. Hal ini berakibat masih banyak para guru dan karyawan yang belum mempunyai
kesadaran untuk melakukan perubahan dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi. Selain
itu, hambatan yang berkaitan dengan pengangkatan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan
belum memiliki kualifikasi yang dibutuhkan untuk dapat melakukan perubahan serta kepala
sekolah yang sudah adapun kadang kurang mendapatkan pelatihan yang intensif sehingga
kreatifitasnya sangat terbata untuk dapat meningkatkan kinerja organisasi. Menurut Bass dan
Aviola (1994) dalam Aan Komariah dan Cepi Triatna (2006;79) terdapat empat dimensi dalam
penerapan kadar kepemimpinan transformasional dengan konsep “4I”, yaitu :
1) Idialized influence, yangh dijelaskan sebagai perilaku yang menghasilkan
rasa hormat (respect) dan rasa percaya diri (trust) dari orang yang dipimpinnya. Hal ini
mengandung makna bahwa kepala sekolah dan para staf saling berbagi resiko melalui
pertimbangan kebutuhan para staf di atas kebutuhan pribadi da perilaku moral secara etis.
2) Inspirational motivation, tercermin dalam perilaku yang senantiasa
menyediakan tantanngan bagi pekerjaan yang dilakukan staf dan memperhatikan makna
pekerjaan tersebut bagi para staf. Hal ini mengandung makna bahwa kepala sekolah
menunjukkan atau mendemonstrasikan komitmen terhadap sasaran organisasi sekolah melalui
perilaku yang dapat diobservasi para staf (guru dan karyawan). Kepala sekolah berperan sebagai
motivator yang bersemangat untuk terus membangkitkan antusiasme dan optimisme guru dan
karyawan.
3) Intellectual stimulation, yaitu pemimpin yang mempraktikkan inovasi-
inovasi. Sikap dan perilaku kepemimpinannya didasarkan pada ilmu pengetahuan yang
berkembang dan secara intelektual ia mampu menterjemahkannya dalam bentuk kinerja yang
produktif. Hal ini mengandung makna bahwa kepala sekolah sebagai intelektual, senantiasa
menggali ide-ide baru dan solusi yang kreatif dari para stafnya dan tidak lupa selalu mendorong
staf mempelajari dan mempraktikkan pendekatan baru dalam melakukan pekerjaan.
4) Individualized consideration, yaitu pemimpin merefleksikan dirinya
sebagai seorang yang penuh perhatian dalam mendengarkan dan menindaklanjuti keluhan, ide,
harapan-harapan, dan segala masukan yang diberikan staf. Dalam hal ini kepala sekolah
senantiasa memperhatikan kebutuhan-kebutuhan dari para stafnya, serta melibatkan mereka
dalam suatu pengambilan keputusan untuk meningkatkan kinerja organisasi.
Mengacu pada pendapat tersebut, kepemimpinan transformasional dapat dipandang
secara makro dan mikro. Jika dipandang secara mikro, kepemimpinan transformasional
merupakan proses mempengaruhi antar individu dalam organisasi, sementara secara makro
kepemimpinan transformasional merupakan proses memobilisasi kekuatan untuk mengubah
sistem sosial dan mereformasi kelembagaan (Aan Komariah dan CepiTriatna, 2006;80).
C. Perspektif Administrasi Pendidikan
Administrasi sangat perlu diterapkan bagi kelangsungan proses belajar mengajar dalam
dunia pendidikan. Semua itu tidak lepas dari keaktifan orang-orang yang menguasai administrasi
dalam sekolah. Orang sering menganggap enteng administrasi tersebut, padahal kalau
administrasi dipegang sama orang-orang yang kurang terampil maka administrasi tersebut akan
berantakan. Orang yang memegang administraasi adalah orang yang sudah terlatih dalam
bidangnya (orang yang sudah mendapat ilmu/ pelatihan). Administrasi tidak hanya dalam hal
keuangan saja tetapi juga dalam kerapian/ keteraturan kita dalam pembukuan. Administrasi tidak
hanya dilakukan dalam waktu tertentu saja tetapi setiap hari secara kontinyu.
Pelaksanaan administrasi dalam bentuk tulis-menulis atau lebih dikenal dengan ke-Tata
Usahaan di sebuah lembaga pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting, terkait di
berbagai bidang, baik pencatatan, maupun surat menyurat bahkan masalah hukum, sosial
maupun ekonomi dan lain-lain, sehingga tidak bisa dipandang kurang penting fungsinya. Lebih-
lebih produk administrasi yang berupa dokumen seperti Ijazah, Sertifikat dan surat-surat penting
lainnya akan mempunyai nilai tinggi sekali di mata hukum, jika akurasi isinya dijamin benar.
Oleh karena itu kebenaran data administrasi menuntut kejujuran dan kedisiplinan baik pelaksana
maupun pengelolanya, karena produk administrasi yang demikian ini biasanya digunakan untuk
memperkuat bukti-bukti fisik ditinjau dari aspek hukum.
Dalam bidang pendidikan, kebutuhan informasi mulai dari data lembaga, sarana
kurikulum sampai dengan data asal dan kondisi ekonomi siswa, sangat diperlukan baik oleh
perorangan maupun lembaga-lembaga pemerintah dan swasta, maupun untuk kepentingan
penelitian mahasiswa. Karena administrasi adalah upaya menjadikan kegiatan kerja sama antara
guru dan karyawan agar proses belajar mengajar lebih efektif maka dalam rangka memberikan
pelayanan yang baik, tentu hal ini menjadi tantangan bagi para pemikir administrasi pendidikan
untuk menciptakan format data administrasi pendidikan dan sistem pengelolaan data administrasi
kependidikan yang mampu mengakomodir berbagai keperluan. Seiring dengan kemajuan
teknologi yang semakin cepat ini, sudah barang tentu format administrasi pendidikan harus
capable terhadap teknologi informasi saat ini.
Administrasi pendidikan sangatlah penting dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas
penyelenggaraan operasional pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan suatu lembaga
pendidikan serta untuk menentukan maju mundurnya suatu instansi atau lembaga yang mereka
garap, suatu sekolah dapat berjalan baik dan berarah jika setiap tahun sekolah itu menentukan
dan merencanakan kebijakan yang akan dijalankan pada tahun itu.
Dalam penerapan administrasi pendidikan pada perspektif profesi kependidikan atau
dalam sekolah diperlukan peran guru begitu pula peran. Berikut ini akan dibahas mengenai peran
guru dalam pengadministrasian.
Peran Guru Dalam Pengadministrasian
Dalam hubungannya dengan kegiatan pengadministrasian, seorang guru dapat berperan
sebagai berikut ; (Sumber: Buku Menjadi Guru Profesional)
- Pengambilan inisiatif, pengarah, dan penilaian kegiatan-kegiatan pendidikan.
- Wakil masyarakat, yang berarti dalam lingkungan sekolah guru menjadi anggota suatu
masyarakat.
- Orang yang ahli dalam mata pencaharian.
- Penegak disiplin, guru harus menjaga agar tercapai suatu disiplin.
- Pelaksanan administrasi pendidikan, disamping menjadi pengajar, gurupun beranggungjawab
akan kelancaran jalannya pendidikan dan ia harus mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan
administrasi.
- Pemimpin generasi muda, masa depan generasi muda terletak ditangan guru.
- Penerjemah kepada masyarakat, artiya guru beerperan untuk menyampaikan segala
perkembangan kemajuan dunia sekitar kepada masyarakat, khususnya masalah-masalah
pendidikan
Tugas utama guru yaitu mengelola proses belajar-mengajar dalam suatu lingkungan
tertentu, yaitu sekolah. Sekolah merupakan subsistem pendidikan nasional dan di samping
sekolah, sistem pendidikan nasional itu juga mempunyai komponen-komponen lainnya. Guru
harus memahami apa yang terjadi dilingkungan kerjanya.
Di sekolah, guru berada dalam kegiatan administrasi sekolah, sekolah melaksanakan
kegiatannya untuk menghasilkan lulusan yang jumlah serta mutunya telah ditetapkan. Dalam
lingkup administrasi sekolah itu peranan guru amat penting.
Dalam menetapkan kebijaksanaan dan melaksanakan proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pembiayaan dan penilaian kegiatan kurikulum,
kesiswaan, sarana dan prasarana, personalia sekolah, keuangan dan hubungan sekolah-
masyarakat, guru harus aktif memberikan sumbangan, baik pikiran maupun tenaganya.
Administrasi sekolah adalah pekerjaan yang sifatnya kolaboratif, artinya pekerjaan yang
didasarkan atas kerja sama, dan bukan bersifat individual. Oleh karena itu, semua personel
sekolah termasuk guru harus terlibat.
Berpedoman kepada konsep dasar pendekatan perspektif terpadu yang dikemukakan,
terdapat tiga pola dasar pengadministrasian pendidikan yang perlu diperhatikan; secara makro
(tingkat nasional), meso (tingkat kelembagaan), dan mikro (tingkat operasional belajar
mengajar).
1. Pola Dasar Pendidikan Secara Makro
Apabila kita dapat melukiskan kecenderungan kehidupan dengan cermat dan terpadu,
menggariskan kualitas manusia secara tepat yang mampu hidup layak dimasa depan, kemudian
dapat menyediakan pendidikan yang relevan, niscaya kualitas manusia manusia Indonesia
tinggal landas yang tumbuh atas kekuatan sendiri.
a. Kecenderungan Kehidupan
Kecenderungan kehidupan itu pada hakikatnya terdapat dalam hubungan manusia dengan
dirinya, alam, kebudayaan atau sesama manusia dan dalam hubungan dengan Penciptanya. Pada
kesempatan ini dikemukan sepuluh kecenderungan besar sebagai berikut:
1) Kecenderungan yang mendasari kehidupan, adalah ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang dinyatakan dalam kehidupan beragama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha
Esaterjamin UUD 1945.
2) Penduduk Indonesia dewasa ini diperkirakan sebanyak 160 juta orang dengan laju
pertumbuhan 2,3% setiap tahun yang relative konstan (SKN:1981) sehingga pada saat tinggal
landas akan berjumlah sekitar 195 juta dengan penyebaran yang tidak merata.
3) Hidup dinegara kkepulauan yang beriklim tropis kaya akan bahan mentah, indah dan nyaman.
4) Hidup berlandaskan Pancasila sebagai satu-satunya asas yang masih menuntut pelaksanaan dan
penjabaran supaya lestari dan mendorong daging sebagai sumber inspirasi, perjuangan dan
sistem nilai-nilai dalam pembangunan bangsa.
5) Bangsa yang berpolitik membangun dengan politik luar negeri yang bebas aktif akan terus
berperan dalam proses regenerasi.
6) Perubahan sistem perekonomian yang cenderung menitik beratkan pada perindustrian baik
industrian berat dan ringan maupun yang menekankan produksi dalam neggeri yang didukung
oleh pertanian dan jasa khususnya produk elektronik dan komputer.
b. Kualitas Manusia
Kehidupan Bangsa Indonesia disaat tinggal landas yang direncanakan diyakini
cenderungan akan lebih baik, tetapi akan lebih rumit, dinamik, dan penuh tantangan sehingga
menuntut persyaratan atau kemampuan atau kualitas manusia yang lebih baik dari pada manusia
sekarang.
Secara idiologis filosofis, kemampuan itu telah digariskan dalam Ekaprasetia Pancakarsa
sebagai tuntutan dan pedoman hidup bangsa.
c. Pra Kerangka Sistem Pendidikan Pancasila
a) Permasalahan dan orientasi: permasalahan berkisar pada produktivitas pendidikan yang
memerlukan peningkatan bagi yang berkenaan dengan efektifitas; pemerataan, kualitas, keluaran,
dan relevansi.
b) Landasan, konsep, dan prinsip pendidikan yang perlu eksplisit.
c) Dasar pendidikan: Pancasila dan kebudayaan nasional.

2. Pola Dasar Pendidikan Secara Mesa


Pola dasar ini ditarik dari hasil percobaan pendidikan nonformal (PNF) di bawah
bimbingan Prof. Dr. H.Santoso. Hamijoyo, M.Sc. dan Prof. Ir. Hassan Purbo.
Percobaan dilakukan bagi anak-anak dan pemuda putus sekolah di pedesaan dan kota pinggiran
(kumuh) yang dikaitkan dengan pengadministrasian SD setempat.
3. Pola Dasar Pendidikan Secara Makro
a. Proritas Pendidikan
Penataan pendidikan di Indonesia seperti dinegara berkembang lainnya adalah masalah
besar. Pertama, program pendidikan jangka panjang yang relevan dengan prioritas pembangunan
ekonomi atau prioritas lain untuk meningkatkan kualitas manusia.
b. Wajib Belajar yang baik
Dewasa ini, tingkat pendidikan bangsa Indonesia khususnya tenaga kerja masih
menunjukkan nilai yang kurang seimbang yaitu sekitar 88% maksimal SD, 11% Sekolah
Menengah, dan 1% pernah pendidikan tinggi.
c. Tenaga Kependidikan yang Profesional
Tenaga pendidik seperti guru dan tenaga kependidikan seperti kepala sekolah, penilik dan
pengawas, petugas bimbingan dan penyuluhan, perencanaan, dan Pembina kurikulum atau
tenaga kependidikan lainnya yang akan muncul, merupakan komponen pendidikan yang penting
sebagai fasilitator bagi peserta didik.
d. Pembinaan Swasta yang Lebih Mantap
Peranan swasta, baik swasta pendidikan maupun pengusahasebagai mitra pemerintah telah
menunjukkan partisipasinya dan mempunyai nilai yang sangat besar dalam membina pendidikan
nasional.
e. Penelitian Pendidikan yang Mendasar
Penelitian sebagai bagian dari upaya pengembangan pendidikan, memerlukan penelaahan secara
lebih mendasar yang tidak hanya secara reaktif tetapi secara konsepsional mendasar.

BAB III

KESIMPULAN

Pendidikan merupakan barang investasi (invesment goods) yang berarti sejumlah


pengeluaran untuk mendukung pendidikan yang dilakukan orang tua, masyarakat dan pemerintah
dalam jangka pendek untuk mendapatkan manfaat dalam jangka panjang. Keluarga, masyarakat
dan pemerintah rela melakukan pengorbanan untuk kepentingan pendidikan demi manfaat
dimasa depan. Sehingga investasi di bidang pendidikan ini perlu mendapat perhatian yang serius
dan komprehensif Human investmen dipandang sebagai sesuatu kekuatan produktif baik sebagai
subjek maupun sasaran pembangunan nasional. Dari sisi kebudayaan Human
investment merupakan subjek pembangunan yang memiliki sistem nilai yang berfungsi sebagai
sumber penggerak pembangunan.
Sehubungan dengan human investasi dan pendidikan sebagai investasi maka Kecepatan
di dalam belajar dapat dilakukan antara lain dengan memperhatikan prinsip-prinsip berikut
: 1. Belajar bagaimana belajar (learning how to learn); 2. memahami dengan baik teknik
belajar sendiri (natural learning style); 3. memiliki kemampuan /keterampilan dalam
memanfaatkan teknologi informasi; 4. mengkaji informasi dengan cepat, memahaminya dan
diingat dengan baik. Mengkaji dan mengimplementasikan prinsip-prinsip di atas
diharapkan dapat membantu percepatan dalam belajar yang juga sekaligus merupakan tuntutan
era informasi yang dipacu lebih cepat melalui revolusi teknologi komunikasi dan
informasi. Karena itu prinsip-prinsip di atas juga sekaligus merupakan langkah-langkah
penting, yang perlu dikaji dalam pelaksanaan desentralisasi daerah dan otonomi pendidikan
yang didasari oleh pendidikan yang berbasis masyarakat (Community-Based Education – CBE)
dan pada akhirnya mengarah pada pengelolaan berbasis sekolah (School-Based Management).
Kepala Sekolah sebagai Pemimpin memegang peranan yang sangat penting dalam maju
mundurnya pendidikan. Kepemimpinan visoner sangat diperlukan untuk mengahadapi ketidak
pastian perubahan. Kepemimpinan adalah inti manajemen, dan oleh sebab itu meningkatkan
kemampuan manajemen merupakan sebuah keharusan jika keberhasilan pelaksanaan pendidikan
dalam era desentralisasi daerah dan desentralisasi pendidikan diharapkan berhasil.
Kemampuan manajemen dapat dilakukan melalui kepemimpinan yang dapat menciptakan
situasi yang kondusif bagi terjadinya inovasi dan perubahan-perubahan dengan menggunakan
berbagai perangkat teknologi komunikasi dan informasi, dikarenakan sifat yang melekat
pada teknologi komunikasi dan informasi, membuka kemungkinan bagi pemanfaatannya
secara luas dalam bidang pendidikan baik pada tingkat perencanaan dan pembuatan keputusan
(decision support system) tentang suatu kebijakan pendidikan sampai pada implementasinya
dalam mendukung proses pendidikan tersebut dan dimungkinkan oleh besarnya peluang untuk
mengakses informasi secara cepat dalam waktu singkat dan dari sumber-sumber informasi yang
bervariasi dengan tingkat akurasi yang tinggi.
Gaya kepemimpinan trasnformasional merupakan salah satu gaya kepemimpinan yang
dianggap paling efektif untuk diterapkan pada organisasi sekolah terutama dalam meningkatkan
kinerja organisasi, dimana gaya kepemimpinan ini memiliki makna mengubah sesuatu ke dalam
bentuk lain, dengan kata lain mampu melakukan perubahan. Satu hal yang menjadi catatan
bahwa kepemimpinan transformasional tersebut bukan satu-satunya gaya kepemimpinan yang
dapat diterapkan dalam organisasi pendidikan yang selalu mengalami perubahan.
Kepemimpinan pendidikan merupakan kemampuan untuk menggerakkan pelaksanaan
pendidikan, sehingga tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan
efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Burns, J.M (1978) Leadership, New York: Harper Row


Muhamad Nuh, (2013) Pengembangan Kurikulum 2013 Peran dan Tantangan LPTK
Sobirin, (2013). Kepemimpinan Pendidikan, Ciamis. Universitas Galuh Ciamis
http://subagio-subagio.blogspot.com/2011_04_01_archive.html

Aan komariah , Cepi Tiana. 2005. Visionary leadershif Menuju Sekolah Efektif, Jakarta. PT Bumi Aksara
Allan Walker, Qian Haiyan and Chen Shuangye. 2007. Leadership and Moral Literacy School. Journal of
Educatiannal Administratiaon Vol. 45 No. 4 2007 pp. 379-397. Emerald Group Publishing
Limited
Alma Harris and Daniel Muijs. 2005. Improving School Through Teacher Leadership.England : Open
University Press.
file.upi.edu/Direktori/DUAL-MODES/LANDASAN_PENDIDIKAN/BBM_1.pdf
Azis Wahab, (2010) http://www.sarjanaku.com/2010/01/makalah-dasar-dasar-administrasi.html
http://www.mindgarden.com/index.htm (2005-2013) 855 Oak Grove Avenue, Suite 215, Menlo Park, CA
94025 U.S.A
http://www.differencebetween.info/difference-between-leadership-and-management?gclid=CLfN9t-
omrcCFY5A6wodnn8Aog
Dimensi dan Pendekatan Human Investment
Pendidikan merupakan barang investasi (invesment goods) yang berarti sejumlah pengeluaran
untuk mendukung pendidikan yang dilakukan orang tua, masyarakat dan pemerintah dalam
jangka pendek untuk mendapatkan manfaat dalam jangka panjang. Keluarga, masyarakat dan
pemerintah rela melakukan pengorbanan untuk kepentingan pendidikan demi manfaat dimasa
depan.
Pengelola pendidikan adalah pihak yang terkait langsung dengan proses pendidikan. Pendidikan
tidak ubahnya dengan proses produksi yang bergerak untuk merubah serangkaian sumber-
sumber menjadi output atau keluaran. Dengan demikian proses pendidikan adalah tindakan
merubah sumber-sumber pendidikan menjadi keluaran pendidikan.
Pendidikan berbasis pemerintah, dan pendidikan berbasis masyarakat serta keluarga merupakan
pengelola pendidik yang sesungguhnya terjadi di negeri ini. Pengelola-pengelola inilah yang
melakukan proses pendidikan. Pengelola pendidikan dalam nlelakukan proses pendidikan
menghadapi berbagai masalah antara lain, Pertama, keluaran pendidikan yang bagaimana yang
dikehendaki. Kedua, sumber-sumber pendidikan dan kombinasi yang bagaimana yang
diperlukan. Biasanya pengelola pendidikan memiliki tujuan yang tidak jauh berbeda dengan
pengelola bisnis pada umumnya
Pendidikan sebagai suatu lembaga tidak langsung menghasilkan produk tetapi terjadi melalui
usaha pemberian jasa baik oleh tenaga pengajar, administrasi maupun pengelola. Keluaran
pendidikan bukan barang yang dapat di konsumsi bersamaan dengan waktu dihasilkan, bukan
sesuatu yang berwujud. Berbagai definisi diberikan tentang jasa pelayanan, salah satu
diantaranya mengatakan bahwa usaha pelayanan jasa adalah suatu perbuatan dari satu
orang/kelompok menawarkan kepada orang lain/kelompok, sesuatu yang tidak berwujud,
produknya berkaitan atau tidak dengan fisik produk (Kotler 2000), karena itulah dapat dikatal:an
bahwa pendidikan adalah suatu usaha yang bergerak dibidang jasa. Karena itu perlu
memperhatikan aspek-aspek pembiayaan agar dapat berjalan secara efektif dan efisien.
Masyarakat dunia saat ini sudah dihadapkan pada situasi yang menggelobal, globalisasi demikian
istilah yang sering didengar. Globalisasi merupakan proses masuknya ke ruang lingkup dunia.
Globalisasi tersebut memiliki konsekuensi terjadinya perubahan dalam segala tatanan kehidupan,
tidak hanya dihadapi oleh sektor pendidikan akan tetapi semua sektor yang ada turut
menghadapinya, globalisasi mau tidak mau harus dihadapi.
Syafaruddin (2002: 5) menjelaskan dua acuan dalam memahami arti globalisasi tersebut yaitu
Thinks, and Acts. Dua kata kerja aktif yaitu berpikir (Thinks) dan bertindak (Acts). Agar dapat
berpikir dan bertindak sehingga dapat mengambil manfaat positif maka diperlukan kualitas
berpikir dan kualitas bertindak. Kualitas tersebut hanya akan terjadi apabila ada semacam
perubahan kualitas pandangan masyarakat, perubahan kualitas pandangan masyarakat hanya
akan terjadi melalui proses pendidikan. Sehingga tidak berlebihan apabila globalisasi yang akan
dihadapi dengan berpikir dan bertindak tersebut hanya akan mendapatkan hasil yang optimal
melalui pelaksanaan proses pendidikan yang berkualitas dan atau bermutu yang mampu
nnrnjawab tuntutan yang global tersebut.
Kualitas pendidikan meliputi pertama, produk pendidikan yang dihasilkan berupa persentase
peserta didik yang berhasil lulus dari lulusan tersebut dapat diserap oleh lapangan kerja yang
tersedia atau membuka lapangan kerja sendiri, baik dengan cara meniru yang sudah ada atau
menciptakan yang baru. Kedua, Proses pendidikannya sendiri, proses pendidikan ini menyangkut
pengelolaan kelas yang scsuai pada kondisi kelas yang relatif kecil, penggunaan metode
pengajaran yang tepat serta pada lingkungan masyarakat yang kondusif. Ketiga, adanya kontrol
pada sumber-sumber pendidikan (inputs) yang ada.
Secara umum kualitas pendidikan tersebut diwarnai empat kriteria yaitu pertama, kualitas awal
peserta didik. Kedua, penggunaan dan pemilihan sumber-sumber pendidikan yang berkualitas.
Ketiga, proses belajar dan mengajar. Keempat, keluaran pendidikan. Berbagai masalah yang
terjadi dan belum terciptanya kualitas atau mutu pendidikan yang dicita-citakan, mensyaratkan
bahwa pendidikan di Indonesia harus terus dibangun dan dibenahi.
Empat aspek sasaran pembangunan pendidikan yang ada adalah: Pertama, pembangunan
pendidikan harus dapat menjamin kesempatan belajar bagi warga masyarakat secara
keseluruhan. Kedua, pembangunan pendidikan harus memiliki relevansi, yaitu proses pendidikan
yang dilakukan dan lulusannya harus dapat memenuhi kebutuhan industri. Ketiga, pembangunan
pendidikan harus diarahkan pada mutu pengajaran dan lulusan. Pengembangan mutu ini akan
tergantung dari efektivitas belajar mengajar dan sumber daya pendidikan seperti guru yang
bermutu, dana memadai, fasilitas dan infrastruktur yang memadai pula. Keempat, pembangunan
pendidikan harus mengarah pada terciptanya efisiensi pengelolaan pendidikan, efisiensi
pengelolaan pendidikan akan tercapai apabila tujuan pendidikan tercapai (Ministry of Education
and Cultural, 1992). Pembangunan pendidikan tersebut memiliki tujuan pada terciptanya kualitas
pendidikan.
Konsep pendidikan sebagai sebuah investasi (education as investement) telah berkembang secara
pesat dan semakin diyakini oleh setiap negara bahwa pembangunan sektor pendidikan
merupakan prasyarat kunci bagi pertumbuhan sektor-sektor pembangunan lainnya. Konsep
tentang investasi sumber daya manusia (human capital investment) yang dapat menunjang
pertumbuhan ekonomi (economic growth), sebenarnya telah mulai dipikirkan sejak jaman Adam
Smith (1776), Heinrich Von Thunen (1875) dan para teoritisi klasik lainya sebelum abad ke 19
yang menekankan pentingnya investasi keterampilan manusia.
Pemikiran ilmiah ini baru mengambil tonggal penting pada tahun 1960-an ketika pidato
Theodore Schultz pada tahun 1960 yang berjudul “Investement in human capital” dihadapan The
American Economic Association merupakan peletak dasar teori human capital modern. Pesan
utama dari pidato tersebut sederhana bahwa proses perolehan pengetahuan dan keterampilan
melalui pendidikan bukan merupakan suatu bentuk konsumsi semata-mata, akan tetapi juga
merupakan suatu investasi (Fattah, 2004: 5)
Schultz (1960) kemudian memperhatikan bahwa pembangunan sektor pendidikan dengan
manusia sebagai fokus intinya telah memberikan kontribusi langsung terhadap pertumbuhan
ekonomi suatu negara, melalui peningkatan keterampilan dan kemampuan produksi dari tenaga
kerja. Penemuan dan cara pandang ini telah mendorong ketertarikan sejumlah ahli untuk meneliti
mengenai nilai ekonomi dari pendidikan.
Alasan utama dari perubahan pandangan ini adalah adanya pertumbuhan minat dan interest
selama tahun 1960-an mengenai nilai ekonomi dari pendidikan. Pada tahun 1962, Bowman,
mengenalkan suatu konsep “revolusi investasi manusia di dalam pemikiran ekonomis”. Para
peneliti lainnya seperti Becker (1993) dan yang lainnya turut melakukan pengujian terhadap teori
human capital ini.
Perkembangan tersebut telah mempengaruhi pola pemikiran berbagai pihak, termasuk
pemerintah, perencana, lembaga-lembaga internasional, para peneliti dan pemikir modern
lainnya, serta para pelaksana dalam pembangunan sektor pendidikan dan pengembangan SDM.
Di negara-negara maju, pendidikan selain sebagai aspek konsumtif juga diyakini sebagai
investasi modal manusia (human capital investement) dan menjadi leading sector atau salah satu
sektor utama. Oleh karena perhatian pemerintahnya terhadap pembangunan sektor ini sungguh-
sungguh, misalnya komitment politik anggaran sektor pendidikan tidak kalah dengan sektor
lainnya, sehingga keberhasilan investasi pendidikan berkorelasi dengan kemajuan pembangunan
makronya.
Hasil penelitian yang dilakukan Bramley (1991:9) mengemukakan bahwa “Ada beberapa hasil
efektif dari pendidikan untuk peningkatan kualitas SDM, yaitu: pencapaian tujuan, peningkatan
kualitas sumber daya (SDM dan sumber daya lain), kepuasan pelanggan, dan perbaikan proses
internal.”
Sebelumnya, Sutermeister (1976:3) mengemukakan bahwa “Perubahan dan peningkatan kualitas
SDM dipengaruhi oleh pendidikan. Pendidikan diperhitungkan sebagai faktor penentu
keberhasilan seseorang, baik secara sosial maupun ekonomi. Nilai pendidikan merupakan aset
moral, yaitu dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dalam pendidikan
merupakan investasi. Pandangan ini ditinjau dari sudut human capital (SDM sebagai unsur
modal).”
Beberapa penelitian neoklasik lain, telah dapat meyakinkan kembali secara ilmiah akan
pentingnya manusia yang terdidik menunjang pertumbuhan ekonomi secara langsung bahwa
seluruh sektor pembangunan makro lainnya. Atas dasar keyakinan ilmiah itulah akhirnya Bank
Dunia kembali merealisasikan program bantuan internasionalnya di berbagai negara. Kontribusi
pendidikan terhadap pertumbuhan ini menjadi semakin kuat setelah memperhitungkan efek
interaksi antara pendidikan dan investasi fisik lainnya.
Artinya, investasi modal fisik akan berlipat ghanda nilai tambahnya di kemudian hari jika pada
saat yang sama dilakukan juga investasi SDM, yang secara langsung akan menjadi pelaku dan
pengguna dalam investasi fisik tersebut.
Sekarang diakui bahwa pengembangan SDM suatu negara adalah unsur pokok bagi kemakmuran
dan pertumbuhan dan untuk penggunaan yang efektif atas sumber daya modal fisiknya. Investasi
dalam bentuk modal manusia adalah suatu komponen integral dari semua upaya pembangyunan.
Pendidikan harus meliputi suatu spektrum yang luas dalam kehidupan masyarakat itu sendiri.
Pengembangan SDM melalui pendidikan menyokong secara langsung terhadap pertumbuhan
ekonomi, dan karenanya pengeluaran untuk pendidikan harus dipandang sebagai investasi yang
produktif dan tidak semata-mata dilihat sebagai sesuatu yang konsumtif tanpa manfaat balikan
yang jelas (rate of return).
Sejumlah hubungan telah diuji dalam rangka kesimpulan tersebut. Misalnya studi Bank Dunia
mengenai 83 negara sedang berkembang menunjukan bahwa di 10 negara yang mempunyai
tingkat pertumbuhan riil tertinggi dari GNP perkapita antara tahun 1960 dan 1977, adalah negara
yang tingkat melek hurup pada tahun 1960 rata-rata 16 persen lebih tinggi daripada nehara-
negara lain. Juga telah digambarkan bahwa investasi dalam bidang pendidikan mempunyai
pengaruh langsung terhadap produktivitas individu dan penghasilannya. Kebanyakan bukti
berasal dari pertanian. Kajian antara poetani yang berpendidikan dan yang tidak berpendidikan di
negara-negara berpendapa tan rendah menunjukan, ketika masukan-masukan seperti pupuk dan
bibit unggul tersedia untuk teknik-teknik usaha tani yang lebih baik, hasil tahunan seorang petani
yang tidak berpendidikan. Meskipun masukan ini kurang, penghasilan para petani yang
berpendidikan tetap lebih tinggi 8 persen, (World Bank, World Development Report, 1980).
Peranan wanita dalam mengasuh dan membesarkan anak begitu penting sehingga membuat
pendidikan bagi anak perempuan menjadi sangat berarti. Studi-studi menunjukan adanya orelasi
signifikan antara tingkat pendidikan ibu dan status gizi anaknya dan angka harapan hidup. Lebih
jauh, manfaat kesehatan dan gizi yang lebih baik dan tingkat fertilitas yang lebih rendah yang
diakibatkan oleh investasi-investasi lainnya dalam sektor pembangunan lainnya.
Sebuah studi lain oleh dilakukan untuk Bank Dunia dan disajikan dalam World Development
Report 1980 menguji perkiraan tingkat pengembalian ekonomi (rate of return) terhadap investasi
dalam bidnag pendidikan di 44 negara sedang berkembang. Disimpulkan bahwa nilai manfaat
balikan semua tingkat pendidikan berada jauh diatas 10 persen.
Investasi pendidikan memberikan nilai balik (rate of return) yang lebih tinggi dari pada investasi
fisik di bidang lain. Nilai balik pendidikan adalah perbandingan antara total biaya yang
dikeluarkan untuk membiayai pendidikan dengan total pendapatan yang akan diperoleh setelah
seseorang lulus dan memasuki dunia kerja. Di negara-negara sedang berkembang umumnya
menunjukkan nilai balik terhadap investasi pendidikan relatif lebih tinggi dari pada investasi
modal fisik yaitu 20 % dibanding 15 %. Sementara itu di negara-negara maju nilai balik investasi
pendidikan lebih rendah dibanding investasi modal fisik yaitu 9 % dibanding 13 %. Keadaan ini
dapat dijelaskan bahwa dengan jumlah tenaga kerja terdidik yang terampil dan ahli di negara
berkembang relatif lebih terbatas jumlahnya dibandingkan dengan kebutuhan sehingga tingkat
upah lebih tinggi dan akan menyebabkan nilai balik terhadap pendidikan juga tinggi (Suryadi:
1999, 247).
Pilihan investasi pendidikan juga harus mempertimbangkan tingkatan pendidikan. Di Asia nilai
balik sosial pendidikan dasar rata-rata sebesar 27 %, pendidikan menengah 15 %, dan pendidikan
tinggi 13 %. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka manfaat sosialnya semakin kecil. Jelas sekali bahwa pendidikan dasar
memberikan manfaat sosial yang paling besar diantara tingkat pendidikan lainnya. Melihat
kenyataan ini maka struktur alokasi pembiayaan pendidikan harus direformasi. Pada tahun
1995/1996 misalnya, alokasi biaya pendidikan dari pemerintah Indonesia untuk Sekolah Dasar
Negeri per siswa paling kecil yaitu rata-rata hanya sekirat 18.000 rupiah per bulan, sementara itu
biaya pendidikan per siswa di Perguruan Tinggi Negeri mendapat alokasi sebesar 66.000 rupiah
per bulan. Mantan Dirjen Dikti, Satrio Sumantri Brojonegoro suatu ketika mengemukakan
bahwa alokasi dana untuk pendidikan tinggi negeri 25 kali lipat dari pendidikan dasar. Hal ini
menunjukkan bahwa biaya pendidikan yang lebih banyak dialokasikan pada pendidikan tinggi
justru terjadi inefisiensi karena hanya menguntungkan individu dan kurang memberikan manfaat
kepada masyarakat.
Reformasi alokasi biaya pendidikan ini penting dilakukan mengingat beberapa kajian yang
menunjukkan bahwa mayoritas yang menikmati pendidikan di PTN adalah berasal dari
masyarakat mampu. Maka model pembiayaan pendidikan selain didasarkan pada jenjang
pendidikan (dasar vs tinggi) juga didasarkan pada kekuatan ekonomi siswa (miskin vs kaya).
Artinya siswa di PTN yang berasal dari keluarga kaya harus dikenakan biaya pendidikan yang
lebih mahal dari pada yang berasal dari keluarga miskin. Model yang ditawarkan ini sesuai
dengan kriteria equity dalam pembiayaan pendidikan seperti yang digariskan UNESCO.
Itulah sebabnya Profesor Kinosita, seperti dikutip oleh Nurkholis (2008:1) menyarankan bahwa
yang diperlukan di Indonesia adalah pendidikan dasar dan bukan pendidikan yang canggih.
Proses pendidikan pada pendidikan dasar setidaknnya bertumpu pada empat pilar yaitu learning
to know, learning to do, leraning to be dan learning live together yang dapat dicapai melalui
delapan kompetensi dasar yaitu membaca, menulis, mendengar, menutur, menghitung, meneliti,
menghafal dan menghayal. Lebih lanjut Kinosita merekomendasikan agar anggaran pendidikan
nasional seharusnya diprioritaskan untuk mengentaskan pendidikan dasar 9 tahun dan bila perlu
diperluas menjadi 12 tahun. Selain itu pendidikan dasar seharusnya “benar-benar” dibebaskan
dari segala beban biaya. Dikatakan “benar-benar” karena selama ini wajib belajar 9 tahun yang
dicanangkan pemerintah tidaklah gratis. Apabila semua anak usia pendidikan dasar sudah
terlayani mendapatkan pendidikan tanpa dipungut biaya, barulah anggaran pendidikan
dialokasikan untuk pendidikan tingkat selanjutnya.
F. Penutup
Berbagai penelitian lainnya relatif selalu menunjukan bahwa nilai balikan modal manusia lebih
besar daripada modal fisik. Tidak ada negara di dunia yang mengalami kemajuan pesat dengan
dukungan SDM yang rendah pendidikannya. Jadi kalau kita mengharapkan kemajuan
pembangunan dengan tidak menjadikan modal manusia (sektor pendidikan) sebagai prasyarat
utama, maka sama dengan “si pungguk merindukan bulan”.
Globalisasi ditandai dari pergeseran tiga bidang, yaitu: ekonomi, politik, dan budaya. Dalam
bidang ekonomi telah terjadi liberalisasi ekonomi, dalam bidang politik terjadi demokratisasi,
dan dalam bidang budaya terjadi univer-salisasi nilai-nilai yang menuntut setiap bangsa
membangun jati diri bangsanya. Di sini terjadi suatu pergantian paradigma pada berbagai aspek
kehidupan suatu kelompok masyarakat dan bangsa yang disebabkan oleh globalisasi.
Konsekuensinya adalah setiap negara dituntut untuk berperan dalam kompetisi global. Harapan
itu akan bisa dicapai dengan baik jika didukung oleh SDM berkualitas yang dimiliki oleh setiap
bangsa. Isu globalisasi yang gencar dengan tuntutan implementasi ide-ide demokratisasi,
penggunaan IPTEK yang canggih, pemeliharaan lingkungan hidup dan penegakan hak asasi
manusia (HAM), hanya mungkin terjawab oleh SDM yang bermutu dan memiliki integritas dan
profesional. Dengan kata lain, perbaikan mutu (quality improvement) menjadi paradigma baru
pendidikan ke depan. Hal yang fenomenal dewasa ini, bahwa untuk sebuah harapan hasil
pendidikan bermutu, masyarakat atau orang tua mau membayar mahal biaya sekolah demi masa
depan yang lebih baik bagi anak-anaknya.
Kita berada dalam situasi yang kurang menyenangkan, baik dilihat dari ekonomi maupun transisi
politik menuju demokrasi, sementara desakan globalisasi terasa menyesakkan dada bagi orang
yang peduli terhadap nasib bangsa ini. Dalam situasi inilah tantangan-tantangan harus dijawab,
yaitu semakin meningkatnya hubungan ekonomi dan sosial antarbangsa yang berlangsung cepat,
persaingan mutu SDM yang dimiliki suatu bangsa dengan bangsa lain, kemungkinan terjadinya
eksploitasi negara yang lebih maju, punya modal, dan SDM unggul terhadap negara yang kurang
mampu, dan penggunaan iptek yang merusak nilai martabat kemanusiaan (human dignity).
Investasi di bidang pengembangan SDM (human investment) merupakan suatu proses yang
panjang dan untuk menunjang keberhasilan perencanaan tersebut, pendidikan dan pelathan harus
dijadikan suatu tolok ukur untuk membangun suatu negara. Tetapi pendidikan diibaratkan
sebagai suatu kereta yang ditarik kuda, artinya keberhasilan proses pendidikan merupakan
kontribusi dari lintas sektoral yaitu tenaga kerja, industri ekonomi, budaya dan lain sebagainya.

Daftar Pustaka
Bramley, Peter. 1991. Evaluating Training Effectiveness. London. The McGraw-Hill Training
Series.
Cheng, Yin Cheong. 1996. School Effectiveness and School-Based Management: A Mechanism
for Development. Washington D.C: The Palmer Press.
Fattah, Nanang. 2003. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurkolis. 2008. Pendidikan sebagai Investasi Jangka Panjang [On line]. Tersedia:
http.//www.pendidikan.net. [16 Oktober 2008].
Sidi, Indra DJati. 2003. Menuju Masyarakat Belajar: Menggagas Paradigma Baru Pendidikan.
Jakarta: Paramadina.
Suryadi, Ace. 1999. Pendidikan, Investasi SDM dan Pembangunan: Isu, Teori dan Aplikasi.
Balai Pustaka: Jakarta.
Sutermeister, Robert A. 1976. People and Productivity. Tokyo:Mc Graw-Hill Books Company.
Syafaruddin. 2002. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan: Konsep, Startegi dan Aplikasi.
Jakarta: Grasindo.
Tilaar, H.A.R. 2008. Stadarisasi Pendidikan Nasional: Suatu Tinajauan Kritis. Jakarta: Rineka
Cipta.

Dalam perspektif ekonomi, pendidikan merupakan human investment yang harus dapat
menghasilkan manusia-manusia yang andal untuk menjadi subjek penggerak pembangunan
ekonomi nasional. Investasi di bidang pembangunan pendidikan bernilai sangat strategis dalam
jangka panjang, sebab manusia-manusia terdidik tersebut akan memberikan kontribusi yang amat
besar terhadap kemajuan pembangunan, termasuk untuk memacu pertumbuhan ekonomi.

Oleh karena itu, pendidikah harus mampu melahirkan lulusan-lulusan bermutu yang memiliki
pengetahuan, menguasai teknologi, dan mempunyai keterampilan teknis yang memadai.
Pendidikan juga harus dapat menghasilkan tenaga-tenaga proesional yang memiliki kapasitas
dan kapabilitas kemampuan berwirauasaha, yang menjadi salah satu pilar utama aktivitas
perkonomian nasional. Bahkan peran pendidikan menjadi sangat penting dan strategis untuk
meningkatkan daya saing nasional dan membangun kemandirian bangsa, yang menjadi prasyarat
mutlak dalam memasuki persaingan antar bangsa.

Dengan demikian, pendidikan dalam dimensi yang integratif merupakan usaha seluruh
komponen masyarakat dan bangsa untuk menumbuhkembangkan kekuatan kolektif dengan
meletakkan landasan sosial-budaya, ekonomi, politik yang kokoh bagi terciptanya masyarakat
sipil (civil society) yang demokratis. Dalam dimensi ini pula proses pembangunan pendidikan
dapat dilaksanakan dengan bertumpu pada golongan masyarakat kelas terdidik yang menjadi
pilar utama, sehingga dapat pula menjadi salah satu tiang penyangga bagi upaya-upaya dalam
mewujudkan pembangunan peradaban masyarakat dan bangsa sesuai dengan tujuan-tujuan yang
diinginkan.
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

SUPERVISI
PENDAHULUAN
Supervisi pendidikan atau yang lebih dikenal dengan pengawasan pendidikan memiliki konsep
dasar yang saling berhubungan. Dalam konsep dasar supervisi pendidikan dijelaskan beberapa
dasar-dasar tentang konsep supervisi pendidikan itu sendiri. Pendidikan berbeda dengan
mengajar, pendidikan adalah suatu proses pendewasaan yang dilakukan oleh seorang pendidik
kepada peserta didik dengan memberikan stimulus positif yang mencakup kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Sedangkan pengajaran hanya mencakup kognitif saja artinya pengajaran adalah
suatu proses pentransferan ilmu pengetahuan tanpa membentuk sikap dan kreatifitas peserta
didik. Oleh karena itu, pendidikan haruslah diawasi atau disupervisi oleh supervisor yang dapat
disebut sebagai kepala sekolah dan pengawas-pengawas lain yang ada di departemen pendidikan.
Pengawasan di sini adalah pengawasan yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja para
pendidik dan pegawai sekolah lainnya dengan cara memberikan pengarahan-pengarahan yang
baik dan bimbingan serta masukan tentang cara atau metode mendidik yang baik dan
professional. Dalam perkembangannya supervisi pendidikan memberikan pengaruh yang baik
pada perkembangan pendidikan di Indonesia sehingga para pendidik memiliki kemampuan
mendidik yang kreatif, aktif, efektif dan inovatif. Dan dengan adanya mata kuliah supervisi
pendidikan pada institusi yang bergerak dalan bidang pendidikan akan lebih menunjang para
mahasiswa untuk mengetahui bagaimana mengawasi atau mensupervisi pada pendidikan yang
baik.
Dalam makalah ini akan kami paparkan beberapa konsep dasar tentang supervisi pendidikan
beserta sub-subnya yang semuanya sudah kami sebutkan dalam rumusan masalah.

II. RUMUSAN MASALAH


A. Pengertian supervisi pendidikan
B. Tujuan supervisi pendidikan
C. Prinsip supervisi pendidikan
D. Peranan supervisi pendidikan
E. Jenis supervisi pendidikan
F. Sasaran supervisi pendidikan
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian supervisi pendidikan
Istilah supervisi berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua akar kata, yaitu super yang
artinya “di atas”, dan vision mempunyai arti “melihat”, maka secara keseluruhan supervisi
diartikan sebagai “melihat dari atas”. Dengan pengertian itulah maka supervisi diartikan sebagai
kegiatan yang dilakukan oleh pengawas dan kepala sekolah sebagai pejabat yang berkedudukan
di atas atau lebih tinggi dari guru untuk melihat atau mengawasi pekerjaan guru.
Dalam pengertian lain, Supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk
membantu para guru dan pegawai sekolah dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif.
Dengan demikian hakekat supervisi pendidikan adalah suatu proses bimbingan dari pihak kepala
sekolah kepada guru-guru dan personalia sekolah yang langsung menangani belajar para siswa,
untuk memperbaiki situasi belajar mengajar agar para siswa dapat belajar secara efektif dengan
prestasi belajar yang semakin meningkat. Disamping itu juga memperbaiki situasi bekerja dan
belajar secara efektif, disiplin, bertanggung jawab dan memenuhi akuntabilitas.
Sedangkan yang melakukan supervisi disebut supervisor. Bimbingan di sini mengacu pada usaha
yang bersifat manusiawi serta tidak bersifat otoriter. Memperbaiki situasi bekerja dan belajar
secara efektif terkandung makna di dalamnya bekerja dan belajar secara disiplin, tanggung
jawab, dan memenuhi akuntabilitas. Jadi seorang pendidik itu tidak hanya mendidik dan
mengajar akan tetapi dia juga harus masih belajar bagaimana cara-cara mendidik yang baik dan
benar. Sehingga makna bahwa belajar tidak mengenal umur itu memang harus direalisasikan.
B. Tujuan supervisi pendidikan
Tujuan supervisi pendidikan adalah perbaikan dan perkembangan proses belajar mengajar secara
total, ini berarti bahwa tujuan supervisi pendidikan tidak hanya untuk memperbaiki mutu
mengajar guru, tetapi juga membina pertumbuhan profesi guru termasuk di dalamnya pengadaan
fasilitas yang menunjang kelancaran proses belajar mengajar, peningkatan mutu pengetahuan
dan keterampilan guru-guru, pemberian bimbingan dan pembinaan dalam hal implementasi
kurikulum, pemilihan dan penggunaan metode mengajar, alat-alat pelajaran, prosedur dan teknik
evaluasi pengajaran. Supervisi yang baik mengarahkan perhatiannya pada dasar-dasar
pendidikan dan cara-cara belajar serta perkembangannya dalam pencapaian tujuan umum
pendidikan. Fokusnya bukan pada seorang atau sekelompok orang, akan tetapi semua orang
seperti guru-guru, para pegawai, dan kepala sekolah lainnya adalah teman sekerja yang sama-
sama bertujuan mengembangkan situasi yang memungkinkan terciptanya kegiatan belajar
mengajar yang baik
Secara nasional tujuan konkrit dari supervisi pendidikan adalah:
1. Membantu guru melihat dengan jelas tujuan-tujuan pendidikan
2. Membantu guru dalam membimbing pengalaman belajar murid.
3. Membantu guru dalam menggunakan alat pelajaran modern.
4. Membantu guru dalam menilai kemajuan murid-murid dan hasil pekerjaan guru itu sendiri.
5. Membantu guru dalam menggunakan sumber-sumber pengalaman belajar.
6. Membantu guru dalam memenuhi kebutuhan belajar murid.
7. Membantu guru dalam membina reaksi mental atau moral kerja guru dalam rangka
pertumbuhan pribadi dan jabatan mereka.
8. Membantu guru baru di sekolah sehingga mereka merasa gembira dengan tugas yang
diperolehnya.
9. Membantu guru agar lebih mudah mengadakan penyesuaian terhadap masyarakat dan cara-
cara menggunakan sumber-sumber yang berasal dari masyarakat.
10. Membantu guru-guru agar waktu dan tenaganya tercurahkan sepenuhnya dalam pembinaan
sekolah.

C. Prinsip supervisi pendidikan


Seorang pemimpin pendidikan yang disebut sebagai supervisor dalam melaksanakan supervisi
hendaknya bertumpu pada prinsip supervisi pendidikan sebagai berikut:
1. Prinsip ilmiah (scientific)
Prinsip ilmiah mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
a. Kegiatan supervisi dilaksanakan berdasarkan data objektif yang diperoleh dalam kenyataan
pelaksanaan proses belajar mengajar.
b. Untuk memperoleh data perlu diterapkan alat perekam data seperti angket, observasi, dan
percakapan pribadi.
c. Setiap kegiatan supervisi dilaksanakan secara sistematis, berencana dan kontinu.
2. Prinsip demokratis
Demokratis mengandung makna menjunjung tinggi harga diri dan martabat guru bukan
berdasarkan atasan dan bawahan akan tetapi berdasarkan rasa kesejawatan. Servis dan bantuan
yang diberikan kepada guru berdasarkan hubungan kemanusiaan yang akrab dan kehangatan
sehingga guru-guru merasa aman untuk mengembangkan tugasnya.
3. Prinsip kerja sama
Mengembangkan usaha bersama atau menurut istilah supervisi sharing of idea, sharing of
experience, memberi support mendorong, menstimulasi guru, sehingga mereka merasa tumbuh
bersama.
4. Prinsip konstruktif dan kreatif
Setiap guru akan merasa termotivasi dalam mengembangkan potensi kreativitas. Kalau supervisi
mampu menciptakan suasana kerja yang menyenangkan bukan dengan cara-cara yang
menakutkan.
Supervisi juga harus berpegang teguh pada pancasila yang merupakan prinsip asasi dan
merupakan landasan utama dalam melaksanakan tugas dan kewajiban. Di samping prinsip di
atas, prinsip pendidikan dapat dibedakan atas prinsip positif dan prinsip negatif. Untuk lebih
jelasnya akan diuraikan di bawah ini.
1. Prinsip positif adalah prinsip-prinsip yang patut diikuti, diantaranya adalah:
a. Supervisi harus dilaksanakan secara demokratis dan kooperatif
b. Supervisi harus kreatif dan konstruktif
c. Supervisi harus scientific dan efektif
d. Supervisi harus dapat memberi perasaan aman kepada guru-guru
e. Supervisi harus berdasarkan kenyataan
f. Supervisi harus memberikan kesempatan kepada guru-guru untuk mengadakan self evaluation.
2. Prinsip negatif adalah prinsip-prinsip larangan yang tidak boleh dilakukan, diantaranya adalah:
a. Seorang supervisor tidak boleh bersifat otoriter
b. Seorang supervisor tidak boleh mencari kesalahan pada guru-guru
c. Seorang supervisor bukan seorang inspektur yang ditugaskan untuk memeriksa apakah
peraturan-peraturan dan instruksi-instruksi yang telah diberikan dilaksanakan atau tidak
d. Seorang supervisor tidak boleh menganggap dirinya lebih baik dari pada guru-guru oleh
karena jabatannya
e. Seorang supervisor tidak boleh terlalu banyak memperhatikan hal-hal kecil dalam cara-cara
guru mengajar.
f. Seorang supervisor tidak boleh lekas kecewa, bila ia mengalami kegagalan.
D. Peranan supervisi pendidikan
Kegiatan utama pendidikan di sekolah adalah kegiatan pembelajaran, sehingga seluruh aktivitas
organisasi sekolah bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Oleh karena
itu, salah satu tugas kepala sekolah adalah sebagai supervisor yaitu mensupervisi pekerjaan yang
dilakukan oleh tenaga kependidikan. Supervisi merupakan suatu proses yang dirancang secara
khusus untuk membantu para guru dan supervisor dalam mempelajari tugas sehari-hari di
sekolah, agar dapat menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk memberikan layanan
yang lebih baik pada orang tua peserta didik dan sekolah serta berupaya menjadikan sekolah
sebagai masyarakat belajar yang lebih efektif. Maka peranan supervisor adalah memberi
dukungan (support), membantu (assisting), dan mengikut sertakan (shearing). Selain itu peranan
seorang supervisor adalah menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga guru-guru merasa
aman dan bebas dalam mengembangkan potensi dan daya kreasi mereka dengan penuh tanggung
jawab. Suasana yang demikian hanya dapat terjadi apabila kepemimpinan dari supervisor itu
bercorak demokratis bukan otokraris. Kebanyakan guru seolah-olah mengalami kelumpuhan
tanpa inisiatif dan daya kreatif karena supervisor dalam meletakkan interaksi bersifat mematikan.
E. Jenis-jenis supervisi pendidikan
Berdasarkan banyaknya jenis pekerjaan yang dilakukan oleh guru-guru maupun para karyawan
pendidikan, supervisi dalam dunia pendidikan dapat dibedakan menjadi lima macam yaitu
supervisi umum, supervisi pengajaran, supervisi klinis, pengawasan melekat, dan pengawasan
fungsional.
1. Supervisi umum dan supervisi pengajaran
Supervisi umum adalah supervisi yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan atau pekerjaan yang
secara tidak langsung berhubungan dengan usaha perbaikan pengajaran seperti supervisi
terhadap kegiatan pengelolaan bangunan dan perlengkapan sekolah atau kantor-kantor
pendidikan, supervisi terhadap kegiatan pengelolaan administrasi kantor, dan supervisi
pengelolaan keuangan sekolah atau kantor pendidikan.
Supervisi pengajaran adalah kegiatan-kegiatan pengawasan yang ditujukan untuk memperbaiki
kondisi-kondisi baik personel maupun material yang memungkinkan terciptanya situasi belajar
mengajar yang lebih baik demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan demikian, uraian di atas
tentang pengertian supervisi beserta definisi-definisinya dapat digolongkan ke dalam supervisi
pengajaran.
2. Supervisi klinis
Supervisi klinis adalah suatu proses bimbingan yang bertujuan untuk membantu pengembangan
profesional guru atau calon guru khususnya dalam penampilan mengajar berdasarkan observasi
dan analisis data secara teliti dan objektif sebagai pegangan untuk perubahan tingkah laku
mengajar tersebut. Supervisi klinis termasuk bagian dari supervisi pengajaran. Dikatakan
supervisi klinis karena prosedur pelaksanaannya lebih ditekankan pada mencari sebab-sebab atau
kelemahan yang yang terjadi di dalam proses belajar mengajar dan kemudian secara langsung
diusahakan bagaimana cara memperbaiki kelemahan atau kekurangan tersebut. Ibarat seorang
dokter yang akan mengobati pasiennya, mula-mula dicari dulu sebab dan jenis penyakitnya.
Setelah diketahui dengan jelas penyakitnya kemudian sang dokter memberikan saran bagaimana
sebaiknya agar penyakit itu tidak semakin parah dan pada waktu itu juga dokter memberikan
resep obatnya. Di dalam supervisi klinis cara yang dilakukan adalah supervisor mengadakan
pengamatan terhadap cara guru mengajar, setelah itu mengadakan diskusi dengan guru yang
bersangkutan dengan tujuan untuk memperoleh kebaikan maupun kelemahan yang terdapat pada
saat guru mengajar serta bagaimana usaha untuk memperbaikinya.
3. Pengawasan melekat dan pengawasan fungsional
Di dalam dunia pendidikan di Indonesia istilah supervisi disebut juga pengawasan atau
kepengawasan. Pengawasan melekat adalah suatu pengawasan yang memang sudah melekat
menjadi tugas dan tanggung jawab semua pimpinan. Oleh karena itu setiap pemimpin adalah
juga sebagai pengawas, maka kepengawasan yang dilakukan itu disebut pengawasan melekat.
Dengan pengawasan melekat yang efektif dan efisien dapat dicegah sedini mungkin terjadinya
pemborosan, kebocoran, dan penyimpangan dalam penggunaan wewenang, tenaga, uang, dan
perlengkapan milik negara sehingga dapat terbina aparat pendidikan yang tertib, bersih, dan
berdaya guna. Tujuan pengawasan melekat adalah untuk mengetahui apakah pimpinan unit kerja
dapat menjalankan fungsi pengawasan dan pengendalian yang melekat padanya dengan baik
sehingga bila ada penyelewengan, pemborosan, dan korupsi pimpinan unit kerja dapat
mengambil tindakan koreksi sedini mungkin.
Pengawasan fungsional adalah kegiatan-kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh orang-orang
yang fungsi jabatanya sebagai pengawas. Sebagai contoh konkret tentang pengawasan fungsional
dapat dilihat dalam struktur organisasi Departemen P dan K dalam struktur tersebut khususnya di
lingkungan inspektorat jenderal terdapat delapan inspektorat yang masing-masing dipimpin oleh
seorang inspektur.
Khusus mengenai kepala sekolah mempunyai dua fungsi kepengawasan sekaligus, yaitu
pengawasan melekat dan pengawasan fungsional. Kepala sekolah harus menjalankan
pengawasan melekat karena ia adalah pimpinan unit atau lembaga yang paling bawah di
lingkungan Departemen P dan K. Dan ia pun harus menjalankan atau berfungsi sebagai
pengawas fungsional, karena kepala sekolah adalah juga sebagai pengawas atau supervisor yang
membantu tugas penilik atau pengawas dari Kanwil, khususnya dalam bidang supervisi
pengajaran.

F. Sasaran supervisi
Supervisi pendidikan ditujukan kepada usaha memperbaiki situasi belajar mengajar. Yang
dimaksud dengan situasi belajar mengajar adalah situasi di mana terjadi proses interaksi antara
guru dan murid dalam usaha mencapai tujuan belajar yang telah ditentukan. Dalam kegiatan
pembelajaran sangat sukar menentukan mana yang benar dalam praktek mengajar karena
mengajar adalah seni. mengajar dalam pekerjaan disekolah bukan pekerjaan yang mudah,
sehingga kepala sekolah dalam demonstrasi pembelajaran tidak perlu mengakui kelemahan dan
perlu mencarikan ahli yang dapat memberikan gambaran tentang pembelajaran yang baik.
Sebetulnya apabila dicermati secara rinci, kegiatan supervisi yang sesuai dengan sasarannya
dapat dibedakan menjadi dua yaitu: supervisi akademik, supervisi ini lebih menitikberatkan
pengamatan pada masalah akademik, yaitu yang langsung berada dalam lingkup kegiatan
pembelajaran yang dilakukan oleh guru unuk membantu siswa ketika sedang dalam proses
belajar mengajar. Dan yang kedua adalah supervisi administrasi, yang lebih menitikberatkan
pengamatan pada aspek-aspek administrasi yang berfungsi sebagai pendukung terlaksananya
pembelajaran. Di samping dua macam supervisi yang disebut dengan objeknya atau sasarannya,
ada lagi supervisi yang lebih luas yaitu supervisi lembaga dan akreditasi. Yang membedakan
antara kedua hal tersebut adalah pelaku dan waktu dilaksanakannya. Supervisi lembaga
dilakukan oleh orang yang ada di dalam lembaga yaitu kepala sekolah dan dari luar lembaga
yaitu pengawas secara terus menerus, sedangkan supervisi akreditasi dilakukan oleh tim dari luar
hanya dalam waktu-waktu tertentu. Tujuannya sama yaitu meningkatkan kualitas lembaga baik
parsial maupun keseluruhan. Dengan kata lain yang menjadi sasaran atau objek supervisi
akademik, supervisi administrasi, supervisi lembaga, dan supervisi akreditasi adalah sama yaitu
meningkatkan kualitas lembaga, tetapi lingkup dan harapan tentang kualitasnya berbeda.

IV. ANALISIS
Pendidika adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu
usaha untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui proses pembelajaran di sekolah.
Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan komponen
sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan terus menerus. Potensi sumber daya
guru itu perlu terus menerus tumbuh dan berkembang agar dapat melakukan fungsinya secara
profesional. Selain itu, pengaruh perubahan yang serba cepat mendorong guru-guru untuk terus
menerus belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
mobilitas masyarakat. Itulah sebabnya ulasan mengenai supervisi pendidikan itu bertolak dari
keyakinan dasar bahwa guru adalah suatu profesi.
Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 Tentang Pendidikan Menengah
ditegaskan bahwa pada jejang pendidikan menengah, selain kepengawasan, kepala sekolah juga
mendapat tugas sebagai supervisor yang diharapkan dapat setiap kali berkunjung ke kelas dan
mengamati kegiatan guru yang sedang mengajar. Meskipun secara teoritik sudah ada pihak yang
diharapkan dapat melakukan supervisi terhadap guru, yaitu kepala sekolah dan pengawas, namun
dalam kenyataannya baik pengawas maupun kepala sekolah belum dapat menjalankan kegiatan
supervisi dengan baik, bahkan semakin berkurang keaktifannya.
Kegiatan pokok supervisi adalah melakukan pembinaan kepada sekolah pada umumnya dan pada
guru pada khususnya agar kualitas pembelajaran meningkat. Sebagai dampak meningkatnya
kualitas pembelajaran, tentu dapat meningkat pula prestasi belajar siswa, dan itu berarti
meningkatlah kualitas lulusan sekolah itu. Jika perhatian supervisi sudah tertuju pada
keberhasilan siswa dalam memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan di sekolah, berarti
bahwa supervisi tersebut sudah sesuai dengan tujuannya. Oleh karena itu siswalah yang menjadi
pusat perhatian dari segala upaya pendidikan, berarti bahwa supervisi sudah mengarah pada
subjeknya yaitu siswa.
Sebenarnya makna supervisi adalah melihat bagian mana dari kegiatan di sekolah yang masih
negatif untuk diupayakan menjadi positif, dan melihat mana yang sudah positif untuk dapat
ditingkatkan menjadi lebih positif lagi, dan yang terpenting adalah upaya pembinaan.
IV. KESIMPULAN
Dari pemaparan makalah di atas dapat kami simpulkan bahwa konsep dasar supervisi pendidikan
itu terdiri atas pengertian, tujuan, prinsip, peranan, dan objek atau sasaran. Supervisi itu sendiri
adalah suatu proses bimbingan dari seorang kepala sekolah kepada para guru dan pegawai yang
langsung menangani belajar siswa guna memperbaiki situasi belajar mengajar para siswa agar
para siswa dapat belajar secara efektif dengan prestasi belajar yang semakin meningkat. Tujuan
dari supervisi pendidikan itu sendiri adalah perbaikan proses belajar mengajar termasuk di
dalamnya adalah memperbaiki mutu mengajar guru juga membina profesi guru dengan cara
pengadaan fasilitas yang menunjang kelancaran proses belajar mengajar dan keterampilan guru,
selain itu memberikan bimbingan dan pembinaan dalam hal implementasi kurikulum, pemilihan
dan penggunaan metode mengajar dan teknik evaluasi pengajaran. Prinsip supervisi pendidikan
terdiri atas prinsip ilmiah, demokratis, kerja sama, dan konstruktif kreatif. Peranan supervisi
pendidikan adalah memudahkan supervisor dalam mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh
tenaga kependidikan. Kemudian sasaran supervisi pendidikan ditujukan pada usaha memperbaiki
situasi belajar mengajar antara guru dan murid.

V. PENUTUP
Demikian makalah ini kami paparkan dan kami merasa bahwa dalam makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharap kepada pembaca yang budiman untuk
memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun guna untuk perbaikan makalah ini. Dan
kami berharap semoga isi makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, 2004, Dasar-dasar Supervisi, Jakarta, PT. Rineka Cipta.


Mulyasa, E., 2006, Menjadi kepala sekolah Profesional, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.
Pidarta, Made, 1992, Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan, Jakarta, Bumi Aksara.
Purwanto, M. Ngalim, 2008, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya.
Sahertian, Piet A., 1981, Prinsip dan Tehnik Supervisi Pendidikan, Surabaya, Usaha Nasional.
______________, 2000, Konsep Dasar dan Tehnik Supervisi Pendidiksn, Jakarta, PT. Rineka
Cipta.
Soetopo, Hendyat dan Wasty Soemanto, 1988, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan,
Jakarta, Bina Aksara.

Quality Assurance

Quality assurance yaitu suatu jaminan bahwa proses yang berlangsung telah

dilaksanakan sesuai dengan standard an prosedur yang ditetapkan. Dalam kaitan inii

yang dimaksudkan adalah bagaimana mekanisme control yang dilakukan oleh

madrasah dalam mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan, apakah ada

peningkatan atau malah sebaliknya. Implementasi quality assurance ini menunjukkan

kepada masyarakat apakah proses yang telah dilakukan dapat meyakinkan

masyarakat bahwa madrasah senantiasa memberikan pelayanan yang terbaik

kepada seluruh siswa-siswanya.

Lebih lanjut, program yang dapat dilakukan dalam aspek ini adalah menjalin

kemitraan dengan pengurus komite madrasah. Pastikan komite madrasah

mengetahui visi dan madrasah dengan menawarkan program-program yang

memotivasi masyarakat memiliki animo yang signifikan terhadap informasi yang

diberikan. Kecenderungan yang terjadi pada madrasah kurangnya komunikasi yang

aktif dan proaktif terhadap komite madrasah, jadi seakan-akan peran komite

madrasah hanya sebatas komunikasi insidental atau bersifat temporer, dengan kata
lain hanya dibutuhjan pada hal-hal tertentu. Padahal begitu besar peran komite

madrasah dalam menunjang pekembangan madrasah, mereka dapat menjadi corong

madrasah di tengah masyarakat. Bahkan menurut Malik Fajar (1998) menyebutkan

bahwa penyikapan terhadap pendidikan yang cenderung status quo akan segera

mendatangkan petaka bagi sebuah lembaga pendidikan Islam. Tentunya kita tidak

mengharapkan sebuah lembaga pendidikan Islam tersisih dari arus kompetisi bahkan

ditinggalkan dari kompetisi.

Quality Control

Quality control yang dimaksudkan adalah suatu sistem untuk mendeteksii

terjadinya penyimpangan kualitas output yang tidak sesuai dengan standar. Analisis

yang dapat disampaikan dalam standar kualitas ini adalah mengubah paradigma

input siswa madrasah pada awal tahun. Paradigma yang selama ini tetap terjadi pada

madrasah adalah penerimaan siswa baru (input) lebih mengedepankan terpenuhinya

rombongan kelas belajar pada tingkat kelas paling bawah. Ada kesan sebuah

madrasah yang telah menerima siswa sesuai dengan daya tampung seakan-akan itu

sudah terwujudnya sebuah kepercayaan masyarakat pada madrasah. Padahal tidak

cukup dengan pendapat seperti itu. Perlu dilakukan suatu penelaahan terhadap data

input yang masuk, apakah nilai-nilai yang ada pada diri input telah menunjukan adanya prospek
untuk meningkatkan atau mengembangkan potensi yang ada pada

input, sehingga madrasah dapat mengambil langkah-langkah strategis terhadap input

dan menjelaskan kepada masyarakat apabila ada penilaian terhadap hasil belajar
input, bahwa input sebelumnya memang sudah dipridiksi sebelumnya.

Program standar kualitas ini dapat diaplikasikan melalui study comparative

nilai ujian nasional ketika masuk madrasah tersebut dengan rata-rata ujian nasionall

sesudah lulus dari madrasah. Adanya kenaikan nilai atau statis dapat dilihat dalam

pengujian standar kualitas ini. Quality control juga dapat dijadikan data

perkembangan input dan output madrasah dan dapat dibandingkan grafiks naik

turunnya kualitas madrasah dan sekaligus sebagai alat evaluasi madrasah.

Anda mungkin juga menyukai