Anda di halaman 1dari 10

Jumal Penelitian Peikanan lndonesia Volume 10 Nomor 3 Tahun 2004

PERKEMBANGAN HISTAMIN SEI-AMA PROSES FERMENTASI PEDA


DARf IKAN KEMBUNG (Rasfrelliger negtecfus)
Endang Sri Heruwati't, Suwarno T. Sukarto"r, dan Sinta Utiya Syah"'r

ABSTRAK

Penelitian mengenai perkembangan histamin selama proses pengolahan ikan peda telah
difakukan. Bahan baku ikan kembung (Rastrelliger neglectus) dengan tingkat kesegaran berbeda,
yaitu segar, setengah segar, dan tidak segar diasin-keringkan kemudian difermentasikan pada
suhu kamar selama 1 dan 3 minggu. Pengamatan dilakukan terhadap kadar histamin, jumlah
bakteri penghasil histamin, dan mutu kesegaran ikan (pH dan TVB-N). Penundaan pengolahan
ikan, walaupun dies dengan baik, berpengaruh terhadap kadar histamin, jumlah bakteri penghasil
histamin, maupun mutu kesegarannya. Kadar histamin ikan dari tingkat kesegaran yang beiOeOa
sebelum difermentasikan berkisar antara 4,23-16,77 mg% dan setelah fermentasi 1 dan 3
minggu masing-masing adalah antara 4,37-16,92 dan 4,40-18,20 mg%. Baik kesegaran bahan
baku maupun lama fermentasi berpengaruh terhadap kadar histamin produk peda. Jumlah bakteri
penghasil histamin pada ikan dari berbagai tingkat kesegaran sebelum fermentasi berkisar
antarc 7,1 x 10s- 1,2 x 10s koloni/g dan setelah fermentasi 1 dan 3 minggu masing-masing
adalah antara 1,5x 105 - 1,9x 10sdan 1,7 x10s -8,7 x l0skoloni/g. Pengaruh nyataterhadap
jumlah bakteri penghasil histamin lebih ditunjukkan oleh tingkat kesegaran bahan baku daripada
oleh lamanya waktu fermentasi.
ABSfRACI' Histamine formation during fermentation of peda made of mackerel
(Rastrclliger neglectus). By: Endang Sri Heruwati, Suwarno T. Sukarto and
Sinta Utiya Syah.

An experiment on histamine formation during fermentation of peda has been conducted.


Mackerel (Rastrelliger neglectus) having various freshness, i.e. fresh, moderate, and decom-
posed were salted dried followed by fermentation at ambient temperature for 1 and 3 weeks.
Obseruation was conducted on histamine content, number of histamine producing bacteia., and
other quality indices (pH and TVB-N). The results revealed that delayed of processing, though by
icing in a good manner, decreased the quality, as shown by the incrcase of histamine contents,
number of histamine producing bacteia, and TVB-N. The histamine contents of the fish having
vaious freshness before fermentation were between 4.23-16.77 mg%o, white after 1 week and 3
weeks fermentation were 4.37-16.92 and 4.40-18.70 mg %o respectively. Both freshness leve! and
time of fermentation significantly affected the histamine content of peda. The number of histamine
producing bacteria of vaious freshness level of fish before fermentation were between 7.1 x 105-
1 2 x 1?'gcfu/g, while after 1 week and 3 weeks fermentation were 1 .5 x 105
- 1 .9 x 10e and 1 .7 x 105
- 8.7 x 10s cfu/g respectively. Only raw material freshness affected the number of histamine pro-
ducing bacteria, not time of fermentation.

KEYWORDS: fermentation, histamine, Rastrelliger neglectus, peda

PENDAHULUAN diketahui banyak mengandung histidin bebas, baik


yang termasuk dalam kelompok skombroid seperti
Keracunan histamrn, suatu senyawa bioamin yang cakalang, marlin, dan sardin, maupun yang termasuk
tidak menguap (non volatile compound), seringkali dalam kelompok non-skombroid seperti mahi-mahi
terjadi setelah mengkonsumsi ikan yang mengandung (Coryphaena hippurus) dan dolpin. lkan albakor
asam amino histidin bebas (free histidine)yang tinggi, (Thunnus albacores) dan kahawai (Arripis trutta)
yang oleh aktlvitas bakteri, asam amino tersebut diketahui mempunyai kadar histidin bebas yang
didekarboksilasikan menjadi histamin. Keracunan sangat tinggi, mencapai lebih dari 1000 mg setiap
biasanya ditandai dengan gatal, pembengkakan 100 g ikan atau 1% (Fletcher ef a/,, 1995). Histidin
(edema), syok, sakit kepala, diare, muntah-muntah, bebas terdapat lebih banyak dalam daging merah/
rasa terbakar, dan sebagainya. Beberapa jenis ikan gelap dibandingkan dengan pada daging putih, dan

Peneliti pada Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Gurubesar Emeritus IPB
Mahasiswa Pascasarjana lPB.

47
E. S. Heruwati, Sukarto, S. li dan Syah, S. U.

oleh karenanya kecepatan pembentukan dan pengolahan merupakan faktor utama pemicu tingginya
akumulasihistamin juga lebih cepatterjadi pada daging peningkatan kadar histamin pada ikan. Semakin
merah (Kim et a/., 1999). sulitnya nelayan menangkap ikan di laut dapat
berdampak pada semakin lamanya waktu operasi
Kadar histamin ikan yang dipakai sebagai indikator
penangkapan. Peningkatan waktu operasi ini dengan
tingkat kerusakan dan persyaratan bagi kesehatan
sendirinya akan menyebabkan penurunan mutu hasil
masyarakat dari berbagai negara (USA, Kanada,
tangkapan, terutama pada lama operasiyang melebihi
Jerman, Denmark, dan Swedia) berbeda-beda tetapi
kemampuan es untuk mempertahankan kesegaran
umumnya berkisar antara 10 hingga 30 mg%. FDA
ikan. Akibatnya hasil ikan yang didaratkan sebagian
mempersyaratkan batas maksimal kadar histamin
pada ikan adalah 20 mgo/o, sedangkan kadar di atas
sudah tidak segar lagi dan resiko peningkatan
kandungan histamin akan semakin besar.
5 mg% merupakan indikasi mulai terjadinya
dekomposisi (Gopakumar et a\.,1988; Fletcher et al., Histamin seringkali juga terakumulasi dalam
1998). produk ikan olahan, misalnya ikan asin, pindang, atau
peda, baik karena terdapatnya histamin pada bahan
Proses pembentukan histamin bersifat enzimatis
dengan enzim yang berasaldari bakteri, karena itu
baku ikan sebelum diolah ataupun karena
perkembangan histamin selama proses pengolahan.
akumulasi hrstamin sangat dipengaruhioleh suhu dan
Untuk mencegah dan menghambat akumulasi
waktu. Pada umumnya, histamin tidak terbentuk pada
histamin pada produk perikanan baik segar maupun
suhu OoC dan akumulasi secara lambat terjadi pada
olahan, diperlukan petunjuk teknis berdasarkan data
suhu 4-5"C. Suhu optimum produksi histamin pada
yang akurat menyangkut cara penanganan dan
beberapa jenis ikan berkisar antara 20-30"C (Sally ef
pengolahan yang tepat. Sehubungan dengan hal itu
a/ , '1980; Masayo et al., 1981), tetapi pada cakalang
penelitian mencakup penanganan dan pengolahan
suhu yang lebih tinggi (37 ,7"C) diperlukan untuk peda dilakukan untuk melihat perkembangan histamin
memproduksi histamin secara maksimum (Frank ef
yang diolah dari bahan dengan kondisi kesegaran ikan
al., 1981). Sejalan dengan itu, Maher ef a/. (2000)
dan lama fermentasi yang berbeda.
menyarankan untuk mengurangi resiko pembentukan
histamin; yaitu waktu penangkapan dan penanganan
harus dipersingkat dan ikan sedapat mungkin BAHAN DAN METODE
disimpan pada ooC secara terus menerus sejak
Jenis ikan yang digunakan dalam penelitian ini
ditangkap hingga saat dimasak untuk dikonsumsi
adalah ikan kembung perempuan (Rastrelliger
Akumulasi histamin pada produk perikanan neglectus) berukuran 13-15 ekor/kg yang diperoleh
memerlukan proliferasi bakteri penghasil histamin, langsung dari TPI Pekalongan, Jawa Tengah. lkan
oleh karena itu salah satu cara pencegahan akumulasi dibawa ke tempat pengolahan milik nelayan di Batang,
histamin adalah dengan menghambat pertumbuhan Kabupaten Pekalongan dengan cara dies dalam peti
bakteri selama proses penanganan dan pengolahan. berinsulasi. Variasi perlakuan dalam pengolahan
Diketahui banyak jenis bakteri yang mampu adalah tingkat kesegaran ikan (segar, setengah segar,
menghasilkan histidin dekarboksilase, enzim yang tidak segar) dan lama fermentasi (1 dan 3 minggu).
mengubah histidin menjadi histamin, seperti Proteus lkan segar adalah ikan kembung yang langsung
morganii (yang kemudian disebut Morganella digunakan dalam percobaan tanpa penundaan. Lot
morganii), Hafnia alvei, Klebsiella pneumonii, yang dianggap sebagai ikan segar adalah yang
Clostridium perfringens, Lactobacillus spp., mempunyai nilai mutu organoleptik minimal 8. Adapun
E nte robacte r ae rog e n es, Kle b siel I a spp., Aero mo n a s ikan setengah segar disiapkan dengan cara dibiarkan
spp., Eschericia spp., Salmonella spp., Shigella spp., tersimpan dalam hancuran es hingga nilai mutu
Photobacterium spp., dan Vibrio spp. (Wei et a/,, organoleptiknya mencapai 6-7 (diperkirakan memakan
1990). Bakteri-bakteri tersebut umumnya termasuk waktu sekitar satu hari), sedangkan ikan tidak segar
dalam kelompok enterobacteriaceae atau bakteri adalah yang dibiarkan tersimpan dalam hancuran es
marin. Morganella morganii dikatakan sebagai sehingga nilai mutu organoleptiknya mencapai 34
kontributor utama pada ikan karena dapat (direncanakan menyimpannya dalam waktu lebih dari
menghasilkan histamin dengan kadar yang cukup dua hari). Pengesan dilakukan dengan perbandingan
tinggi. M. morganii merupakan bakteri yang bersifat es dengan ikan 1: 1 menggunakan teknik pengesan
endogenous pada ikan dan dapat menyebabkan yang baku sesuai dengan ketentuan (llyas, 1988).
terjadinya kontaminasi silang di pabrik pengolahan
Setelah ikan dicuci, tanpa disiangi, ikan ditambah
ikan (Kim et a|.,2003).
garam dengan perbandingan bobot garam dan ikan
Dengan demikian, kegagalan dalam menerapkan 1:1 kemudian disusun dalam ember plastik dan
mata rantai dingin selama penanganan dan disimpan selama satu malam pada suhu kamar.

48
Jumal Penelitian Perikanan lndonesia Volume l0 Nomor 3 Tahun 2004

Setelah penggaraman selesai, ikan dicuci kembali digunakan media NIVEN (Sato ef at., 1994) yang
lalu dijemur selama 7-8 jam (suhu 4O-4S"C, dimodifikasi dengan penambahan buffer. TVB-N diukur
kelembaban 7080o/o) kemudian dikemas dalam kotak dengan metode mikrodifusiConway ( Siang and Kim,
kayu dengan dilapisi kertas yang agak tebat (nelayan 1992). Pengamatan komposisi proksimat ikan peda
biasanya menggunakan bekas pembungkus semen), meliputi kadar protein (metode Kyeldahl), lemak
untuk kemudian dibawa ke laboratorium pusat Riset (metode Soxhlet) dan kadar garam (metode Mohr)
Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dilakukan pada awaldan akhir percobaan. percobaan
dan Perikanan diJakartia. Di laboratorium, kotak-kotiak didisain menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
tersebut disimpan pada suhu kamar (28-32"C) untuk dengan 3 kali ulangan, dianalisis variannya secara
berlangsungnya proses fermentasi, yang lamanya faktorial, dan dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel&
divariasi 1 dan 3 minggu. Torrie,1989).
Pengamatan yang dilakukan pada bahan baku
adalah komposisi proksimat yang meliputi kadar air, HASIL DAN BAHASAN
kadar lemak, kadar protein, serta mutu bahan baku
Komposisi, Mutu dan Kadar Histamin Bahan
dari tingkat kesegaran yang berbeda yang meliputi
Baku
kadar histamin, jumlah bakteri penghasil histamin,
pH, kadar TotalVolatile Bases-Nffrogen (TVB-N), dan Bahan baku ikan kembung sebelum diolah
nilai organoleptik. Pada ikan peda, pengamatan mempunyai spesifikasi kadar protein 8,4o/o, lemak
dilakukan terhadap kadar histamin, jumlah bakteri 10,9%, garam 0,2o/o dan air 81%, dengan nilai
penghasil histamin, kadar air dan kadar TVB-N. organoleptik 9,2. Penyimpanan ikan dalam es untuk
Penilaian organoleptik menggunakan skor 0-10 mendapatkan ikan yang setengah segar ternyata
dengan nilai 10 untuk mutu tertinggidan nilai0 untuk memerlukan waktu 30 jam untuk mencapai nilai
mutu terendah. Kadar histamin diukur dengan metode organoleptik 7, sedangkan untuk ikan yang tidak segar
Hardy and Smith (1976), yaitu dengan penambahan memerlukan waktu 54 jam untuk mencapai nilai 3,8.
larutan asam trikloroasetat 2,5o/o, difraksinasi melalui Tabel 1 menunjukkan nilaiorganoleptik dari bahan baku
kolom Amberlite Resin CG-50 sepanjang 30 cm yang baru diperoleh dari nelayan dan yang telah
dengan cairan pengelusi HCl0,2 N. Setelah dielusi mengalami penyimpanan dalam es masing-masing
dengan larutan NarCO. 5% dan didinginkan dalam selama lebih dari satu hari (30 jam) dan'lebih dari dua
iced waterbath, ditambah larutan diazonium dan hari (54 jam), yang selanjutnya disebut sebagai ikan
didinginkan pada suhu OoC selama 10 menit, serapan segar, setengah segar, dan tidak segar. Tedihat bahwa
histamin diukur pada panjang gelombang 495 nm penyimpanan dalam es mengakibatkan penurunan
menggunakan spektrometer UV-VIS Shimadzu 1200. mutu organoleptik, mikrobiologi, dan kimia (Tabel 1

Untuk menumbuhkan bakteri penghasil histamin dan 2).

Tabel 1 Mutu organoleptik bahan baku ikan peda (skor)


Table 1. Organoleptical quality of peda's raw material (score)

" lkan segar/ Setengah segar/ Tidak segar/


lndikator mutu/Qua"-tnd'ces Fresh fish Moderate Decompo*d
"tY
MatalEyes 7 4

Insang/G//s 10 4

Lendir di permukaan kulit/ in


Mucous on the sklns sudace
Daging dan dinding perut/ 4A
ru
Muscle and betty flaps
Tekstur/fexture 10 7 4
BaulOdor ?

Rata-ratalMean 9.2 3.8

49
E. S. Heruwati, Sukarto, S. T. dan Syah, S U'

Tabel2. Mutu bahan baku ikan peda dari berbagaitingkat kesegaran


Table2.Quatityofpeda'srawmaterialofvariousfreshness

lkan segar/ Setengah segar/ Tidak segar,


Ind i kator m utu/QualitY i ndices Fredt fidr ModeraE Decompo*d
2.4 4.8 6.1
Histamin/histamine (mg %)
Bakteri penghasil histamin (koloni/g)/ 64 x 103 37 x 105 11 x 108

Histamine forming bactena (cfu/g)


b.d 6.9 7.1
oH
TVB (mg N%) '17.1 28.5 47.5

Sejalan dengan proses dekomposisi ikan, jumlah 4,2 mg%, sedangkan yang setengah segar dan yang
bakteri penghasil histamin meningkat pesat dari 104 sudah tidak segar masing-masing adalah 10,01 mg%
koloni/g pada ikan segar menjadi 106 koloni/g pada dan 16,4 mg%. Setelah fermentast, peda yang berasal
ikan setengah segar dan 10e koloni/g pada ikan yang dari bahan baku segar, setelah fermentasi 1 dan 3
sudah tidak segar. Kondisi bakterial ini ternyata minggu mengandung histamin dengan kadar yang
memicu perkembangan histamin yang meningkat dari sama yaitu sebesar 4,4 mg% , sedangkan peda yang
2,4 mg% menjadi 4,8 mgo/o dan 6,1 mg% berturut- berasal dari ikan setengah segar, kadar histamin
turut untuk ikan segar, setengah segar, dan tidak setelah fermentasi 1 dan 3 minggu masing-mastng
segar. Derajat keasaman (pH) sedikit berbeda diantara mencapai '10,3 mg% dan 12,4 mg%. Adapun peda
ke tiga tingkat kesegaran ikan, walaupun perbedaan yang dibuat dari ikan yang tidak segar mengandung
initidak terlalu besar. Sementara itu, TVB meningkat histamin sebesar 16,9 mg% dan 18,7 mg % setelah
pesat dari 17,1 mgN% pada ikan segar menjadi 28,5 fermentasi I dan 3 minggu (Gambar 1). Kandungan
mgN% pada ikan setengah segar dan seterusnya histamin peda yang berasal dari bahan baku yang
menjadi 47,5 mgN% pada ikan yang sudah tidak tidak segar dan difermentasikan selama 3 minggu
segar. secara nyata lebih tinggi (18,7 mg%) dibandingkan
peda dari bahan baku yang sama dengan fermentasi
Pembentukan Histamin Selama Proses 1 minggu (16,9 mg%) atau Yang belum
Pengolahan difermentasikan (16,4 mg%). lkan setengah segar
yang belum difermentasikan dan peda yang
Kadar histamin ikan yang masih segar yang telah difermentasikan selama 1 minggu mempunyai kadar
diasin keringkan tetapi belum difermentasikan adalah histamin yang secara nyata lebih kecildibandingkan

zv
I Sebelum fernentast/
18 Before fermentation
be 16 6 Fernentasi 1 minggu/
L 1A
In 1 week fermentation
:
O4a t1
c E Fernentasi3 minggui
F a^ 2 weeks fermentation
o
*8 K1 = SegarlFresh
* K2 = Setengah segar/Moderate
E
g4
a
K3 = Tidak segarlDecomposed

=2
K1 K2 K3

Kesegaran/Freshness
Gambar 1 Kadar histamin peda sebelum dan sesudah fermentasidengan waktu fermentasi dan kesegaran
bahan baku yang berbeda.
Figure 1. Histamine content of peda before and after fermentation at various fermentation time and raw
materialfreshness.

50
Jumal Penelitian Perikanan lndonesia Volume 10 Nomor 3 Tahun 2004

dengan peda yang dibuatdari bahan baku yang sama dari bahan baku segar, setelah fermentasi 1 dan 3
yang telah mengalamifermentasi selama 3 minggu. minggu mengandung bakteri penghasil histamin
Adapun peda yang berasal dari bahan baku segar masing-masing sebesar 1,47 x 105 koloni/g dan 1,73
mempunyai kadar histamin terendah, tanpa x 105 koloni/g, sedangkan peda yang berasaldari ikan
dipengaruhi oleh lama fermentasi. setengah segar, jumlah bakteri penghasil histamin
Dilihat secara keseluruhan, kadar histamin pada setelah fermentasi 1 dan 3 minggu masing-masing
mencapai 1,90 x 107 koloni/g danT ,43 x 107 koloni/g.
ikan semua perlakuan dalam percobaan initidak terlalu
Adapun peda yang dibuat dari ikan yang tidak segar
tinggi, masih di bawah ambang batas yang
mencapai jumlah bakteri penghasil histamin sebesar
disyaratkan FDA (20 mg%), meskipun pada beberapa
perlakuan, bahan baku yang digunakan sudah tidak 3,2 x 10e koloni/g dan 8,87 x 10e koloni/g setelah
fermentasi 1 dan 3 minggu (Gambar2). Jumlah bakteri
segar. Kemungkinan hal inidisebabkan oleh pengesan
peng hasil histam in pada prod u k berflu ktuasi menu rut
yang cukup baik sehingga menghambat pembentukan
waktu fermentasidan tingkat kesegaran ikan. Jumlah
histamin. Percobaan lshimoto et al. (1994)
bakteri penghasil histamin tertinggi dicapai oleh peda
membuktikan bahwa histamin tidak terbentuk bila
yang berasal dari bahan baku yang tidak segardengan
ikan disimpan dalam es, tetapi masih terbentuk bila
lama fermentasi 3 minggu diikuti berturut-turut oleh
ikan disimpan pada suhu yang sama dengan pengesan
peda yang berasal dari bahan baku ikan yang sama
tetapi tanpa menggunakan es. Diduga hal ini berkaitan
dengan lama fermentasi satu minggu dan ikan yang
dengan efek pencucian (leaching) oleh es yang
belum difermentasikan. Adapun pada peda yang
meleleh terhadap bakteri pembentuk histamin atau
berasaldari ikan segardan ikan setengah segar, lama
histamin yang terbentuk. Fletcher et al. (1995) juga
fermentasi tidak berpengaruh terhadap jumlah bakteri
menemukan bahwa pembentukan histamin pada suhu

12

10 I Sebelum fermentasi/
Before fermentation
BFermentasi 1 minggu/
ot 1 week fermentation
!g
(!o D Fermentasi 3 minggu/
_o(E 2 weeks fermentation
-Q
Eb
Eci
.r. c K1 = Segar/Fresh
nUt K2 = Setengah segar/lVioderate
6'Q
K3 = Tidak segarlDecomPosed

K1 K2 K3

Kesegaran/Fneshness

sesudah fermentasidengan
Gambar2. Logaritma jumlah bakteri penghasilhistamin pada peda sebelum dan
waktu fermentasi dan kesegaran bahan baku yang berbeda'
Figure 2. Log number of histamine producing bacteii in peda before and after fermentation at various
fermentation time and raw materialfreshness'

histamin. Pola perkembangan bakteri


0-5"C dapat diabaikan meskipun sebelumnya ' ikan penghasil
pengnasit histamin initampak agak berbeda dengan
telah disimpan pada suhu yang lebih tinggi.
histamin Produksi histamin
Jumlah bakteripenghasilhistamin pada ikan yang t"]iryl"ntukan
tidak selalu berkorelasi dengan jumlah
masih segar yang telah diasin keringran tetapl'o6ruri I?T"lgpenghasil histamin tetapi lebih berkaitan
difermentasikanadatah T,oTxloakotoni/g,ri;il; iarterl
dengan jumiah yang mampu mensintesis histidin
yang setengah segar dan yang sudah fiOaf s-egar
Oer-rOorsitase (Bennour et al',1991) Hal ini dapat
d; ;:ril
masing-masing adatah 3,33 x 107 koloni/g
dimengerti karena bakteri yang bertanggung jawab
yangl"ffi
10e koloni/g. setetah fermentasi, p"o"

51
E. S. Heruwati, Sukafto, S. T. dan Syah, S. U.

dalam pembentukan histamin merupakan campuran Hal yang berbeda terjad i selama berlan gsu n gnya
dari berbagai jenis yang masing-masing mempunyai proses fermentasi. Setelah fermentasi 1 minggu kadar
karakteristik yang berbeda dalam hal kecepatan dan air peda dariketiga perlakuan kesegaran berkisardari
kemampuan dalam memproduksi histamin. Menurut 49,8 hingga 56,9% dan setelah fermentasi 3 minggu
Fujii et a/. (199a) dan Stiaruszkiewicks et al. (2004), kadar air menjadi antara 49,3-55,6%. Hasil analisis
pada ikan beku, aktivitas enzim dekarboksilase yang menunjukkan bahwa lama fermentasi 1 minggu dan 3
tinggiditemukan pada saat hanya ada sedikit bakteri minggu tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan
atau bahkan bila tidak ada bakteri penghasil histamin kadar air ikan peda, tetapitingkat kesegaran bahan
karena enzim yang telah terbentuk sebelumnya tetap baku mempengaruhi kadar air ikan peda selama
stabil meskipun sebagian besar bakterinya matioleh penyimpanan. Seperti diketahui, tingkat kesegaran
suhu rendah, dan ini akan memicu pembentukan ikan berpengaruh terhadap laju penyerapan garam ke
histamin pada saat ikan beku dilelehkan (thawing). dalam jaringan ikan. Makin rendah tingkat kesegaran
ikan, makin tinggitingkat penyerapannya. Hal ini pada
Mutu Kesegaran Peda Selama Proses gilirannya akan berpengaruh terhadap peningkatan
Pengolahan kadar air produk selama penyimpanan, karena sifat
garam yang higroskopis cenderung menyerap air dari
Setelah proses penggaraman dan penjemuran, lingkungan sekitarnya, sehingga makin banyak garam
sebelum dilakukan fermentasi, ikan yang berasaldari dalam produk, makin banyak pula air yang terserap.
ikan segar mempunyai kadar air 48,1%, setengah Pada penelitian ini, tampaknya fenomena ini juga
segar 48,9%, dan yang dari ikan tidak segar 54,4o/o, berlaku bagi ikan yang setengah segar, walaupun
dengan kadar garam untuk ketiga tingkat kesegaran dengan besaran yang lebih rendah.
sebesar 14,3-18,9%. lkan yang sudah tidak segar
Nilai pH ikan dari ketiga tingkat kesegaran sebelum
mempunyai kadar air yang lebih tinggi dibandingkan
difermentasikan berkisar antara 6,5 - 6,6 akan tetapi
dengan yang setengah segardan yang segar, karena
setelah fermentasi 1 dan 3 minggu masing-masing
ikan yang membusuk mengalami penurunan kapasitas
mencapai nilai pH antara 6,4{,6 dan7,0-7,2 (Gambar
menahan atr (waterholding capacity) sehingga airyang
4). Dari gambar tersebut terlihat bahwa pH peda yang
semula terikat dalam suatu senyawa terlepas menjadi
berasaldari bahan baku dengan tiga tingkat kesegaran
air bebas, dan air bebas ini tidak semuanya berhasil
setelah difermentasikan selama 3 ming$u secara
diuapkan pada saat proses pengeringan ikan.
nyata lebih tinggi dari pada pH peda sebelum
Walaupun demikian, untuk ikan yang berasal dari
difermentasikan dan setelah fermentasi 1 minggu,
bahan baku segardan setengah segar, perbedaan ini
tidak nyata (Gambar 3).
tetapi tidak ada perbedaan antara fermentasi 1

(e
r Sebelum fermentasi/
56 Before fermentation
s EA EFermentasi 1 minggu/
1 week fermentation
c,a
J4
v)
6 3 Fermentasi 3 minggu/
2 weeks fermentation
:48
o K1 = Segar/Fresh
E
.q
X 46 K2 = Setengah segarltubderate
K3 = Tidak segarlDecomposed

K1 K2 K3

Kesegaran/Freshness

Gambar 3. Kadar air ikan peda sebelum dan sesudah fermentasi dengan waktu fermentasi dan kesegaran
bahan baku yang berbeda.
Figure 3. Moisture content of peda before and afterfermentation at vaious fermentation time and raw mateial
freshness.

52
Jurnal Penelitian Peikanan lndonesia Volume 10 Nomor 3 Tahun 2004

7,4
I Sebelum fermentasir
I,Z Before fermentation
EFermentasi 1 minggu/
7 1 week fermentation

6,8 ! Fermentasi 3 minggu/


T 2 weeks fermentation
o-

dd
o,o
K1 = Segar/Fresh
6,4 K2 = Setengah segar//lbderate
K3 = Tidak segarlDecomposed
o,z

b
K1 K2 K3
Kesegaran/Freshness

Gambar4. pH ikan peda sebelum dan sesudah fermentasidengan waktu fermentasidan kesegaran bahan
baku yang berbeda.
Figure 4. pH of peda before and afterfermentation atvariousfermentation time and raw materialfreshness.

minggu dengan yang belum difermentasikan. Pada yang berasaldaribahan baku segar, setelah fermentasi
fermentasi 1 minggu kesegaran bahan baku tidak 1 dan 3 minggu mengandung TVB masing-masing
mempengaruhi pH ikan peda. Pengaruh kesegaran sebesar 18,4 mgN% dan 52,7 mgN%' sedangkan
bahan baku hanya tampak setelah fermentasi 3 peda yang berasal dari ikan setengah segar, kadar
minggu, terutama pada bahan baku yang sudah tidak TVB setelah fermentasi 1 dan 3 minggu masing-
segar, yang mempunyai nilai pH tertinggi. masing mencapai 29,6 mgN% dan 108,8 mgN%
Adapun peda yang dibuat dari ikan yang tidak segar
Kadar TVB ikan yang masih segar yang telah
mengandung TVB sebesar 53,9 mgN% dan 116,3
diasin keringkan tetapi belum difermentasikan adalah
mgN% setelah fermentasi 1 dan 3 minggu (Gambar
18,67 mgN%, sedangkan yang setengah segar dan
5). Pada fermentasi 1 minggu tidak tampak adanya
yang sudah tidak segar masing-masing adalah 36,8 WB antara peda
perbedaan yang nyata dalam jumlah
mgN% dan 56,0 mgN %. Setelah fermentasi, peda

140 lSebelum fermentasi/


Before fermentation
120
SFermentasi 1 minggu/
1 week fermentation
100
s280 ! Fermentasi 3 minggu/

E
tl t] 2 weeks fermentation

co

F40
AN

ll K1 = Segar/Fresh
K2 = Setengah segar/ll4oderate
n K3 = Tidak segarlDecomPosed

ffi_l G.l ffi]


20

0
K1 K2 K3

Kesegaran/Freshness
kesegaran
Gambar 5. KadarTVB ikan peda sebelum dan sesudah fermentasidengan waktu fermentasidan
bahan baku yang berbeda.
material
Figure 5. TVB conteni of peda before and after fermentation at various fermentation time and raw
freshness.
E. S. Heruwati, Sukafto, S. ll dan Syah, S. U'

yang berasal dari bahan baku ikan segar maupun disarankan agar setiap penundaan pengolahan disertai
setengah segar, tetapi kedua perlakuan ini berbeda pengesan sesuai dengan ketentuan.
nyata dengan peda yang berasal dari bahan baku
yang sudah tidak segar. Setelah fermentasi3 minggu' DAFTAR PUSTAKA
kadar TVB peda yang berasal dari bahan baku segar
Bennour. M., Marrakchi, A.E., Bouchriti, N., Hamama, A.
masih sama dengan pada fermentasi 1 minggu, tetapi and Ouadaa, M.E. 1991. Chemical and microbio-
untuk peda yang berasal dari bahan baku setengah f ogical assessment of mackerel (Scomber
segar dan tidak segar, kadar TVB meningkat sangat scombrus) stored in ice. J. Food Prot 54 789-792
tinggi, yakni berturut-turut 108,8 mgN% dan 116,3 Connel, JJ, 1980. Controlof Fish Quality. Torry Res Sta.
mgN%. Jumlah ini mengindikasikan bahwa produk Aberdeen, Scotland. 179 PP.
tersebut sebenarnya masih berada pada kondisiyang Fletcher, G.C., Summers, G., Winchester, R.V. and Wong,
umum, karena Connel (1980) merekomendasikan R.J. 1995. Histamine and hislidine in New Zealand
jumlah antara 100-200 mgN% untuk ikan asin dan marine fish and shellfish species, particularly
ikan kering, meskipun untuk ikan beku, jumlahnya kahawai (Anipis trutta). J. Aqua. Food Prod Technol
tidak boleh lebih dari 30 mgN%, dan sebagai bahan 4:533-574
baku bagi pengalengan, jumlah maksimumnya bahkan Fletcher, G.C., Summers, G. and van Veghel, P.W.C. 1998.
hanya 20 mgN% Levels of histamine and histamine-producing bac-
teria in smoked fish from New Zealand market. J.
Food Prot. 61(8): 1064-1070
KESIMPULAN DAN SARAN Frank, H.A, Yoshiuga, D.H. and Nip, W.K. 1981. Hista-
mine formation and honeycombing decomposition
Kesimpulan of skipjack tuna, Katsuwonus pelamis, at elevated
temperalure. Mar Fish Rev. 43:9-14
1. Penundaan pengolahan ikan, walaupun dies Fujii, T, Kurihara, K. and Okuzumi, M. 1995. Viability and
dengan baik, berpengaruh terhadap kemunduran histidine decarboxylase activity of halophylic hista-
mutu ikan, yang terlihat dari kenaikan pH, TVB, mine-forming bacteria during frozen storage. J. Food
kadar histamin, maupun jumlah bakteri Prot.57(7):611-613
penghasil histamin. Gopakumar, K., Surendran, P.K. and Vijavan, P.E. 1988.
Incidence of histamine decarboxylating bacteria and
2. Kandungan histamin pada produk peda yang
histamine level on fish sold in retail markel. 7h Ses-
difermentasiselama 3 minggu secara nyata lebih
sion of the lndo-Pacific Fishery Commision Working
tinggi dibandingkan produk peda dengan Party on Fish Tech and Matueting. Bangkok. FAO
fermentasi 1 minggu sejalan dengan proses Hardy, R. and Smith, J.G.M. 1976. The storage of mack-
perkembangan bakteri penghasil histamin dalam eref (Scromber scombrus) development of histamine
ikan peda. Baik kesegaran bahan baku maupun and rancidity. J. Sci. Food Agic.27:595-599
la ma fermentasi ternyata berpen garu h terhadap llyas, S. 1988. Teknologi Refrigerasi Hasil Peikanan.
kadar histamin produk peda. Walaupun Jilid l: Teknik Pendinginan lkan. Yayasan
demikian, secara keseluruhan, kadar histamin Wijayakusuma Jakarta. 237 pp.
masih memenuhi persyaratan FDA, yaitu di lshimoto, R., Kasama, K. and Morii, H. 1994. Histamine
bawah 20 mgo/o. formation and bacterial flora in mackerel stored in
ice and at the temperature of ice. Nippon Suisan
3 Jumlah bakteri penghasil histamin tertinggi
Gakkaishi, 60(6): 763-771
adalah pada ikan peda yang berasal dari bahan
Kim, S.H., An, H J. and Price, R.J. 1999. Histamine for-
baku yang tidak segar dengan lama fermentasi mation and bacterial spoilage of albacore harvested
3 minggu dan yang terendah pada ikan peda off the US Northwest Coast. J. Food Sci. 64(2): 340-
yang berasaldari bahan baku ikan yang masih 343
segar dengan lama fermentasi satu minggu, Kim, S.H, Velazquez Barros, Ben-Gigrey, 8., Eun, J.8.,
namun demikian pengaruh nyata terhadap jumlah Jun, S.H., Wie, C.l. and An, H.J.2003. ldentification
bakteri penghasil histamin lebih ditunjukkan oleh of the main bacteria contributing to histamine forma-
tingkat kesegaran bahan baku daripada oleh tion in seafood to ensure product safety. J. Food Sci.
lamanya waktu fermentasi. Biotech. 12(4): 451-460
Maher, J.P., Worth, J.A., Arvay, J., Lampetro, L. and Welte,
Saran J.R. 2000. Scombroid fish poisoning-Pennsylvania,
1998. Morbidity and moftality Weekly Repoft.49(18):
Kadar histamin yang rendah terbukti disebabkan 398-400
oleh penyimpanan ikan dalam es yang cukup baik. Masayo, O., Shoro, O. and Masaishi, A . 1981 . lsolated of
Untuk itu, guna mencegah perkembangan histamin
psychrophilic histamine forming bacteria from
Scomber japonicus. Bull of the Japanese Soc. of Sci.
pada ikan yang banyak mengandung histidin bebas,
Fish, Japan, a7(2): 1591-1598

54
Jumat Penelitian Peikanan lndonesia Volume 10 Nomor 3 Tahun 2004

Sally, H.A, Price, R.S. and Brown, W. 1980, Histamine Staruszkiewics, W.F, Barnett, J.D., Rogers, P.L., Benner,
formation by bacteria isolated from skipjack tuna. Bul/. R.A., Wong, L.L. and Cook, J. 2004. Effects of on-
ofThe Japanase Soc. ofScl. Fish. 46 (8): 991-995 board and dockside handling on the formation of bio-
Sato, T., Fujii, T., Mashuda, T. and Okuzumi, N. 1994. genic amines in mahimahi (Coryphaena hippurus)'
Changes in numbers of histamin metabolic bacteria skipjack tuna (Katsuwonus pelamis), and yellowfin
and histamine content during storage of common tuna (Thunnus albacares). J. Food Prot.67(1): 134'
mackerel. Flshenes Science. 60 :299-302 141
Pinsip dan Prosedur
Steef , R.G.D. and Torrie, J.H. 1989.
Siang, N.C and Kim, L.L. 1992. Determination of TMAO-
N, TMA-N, TVB-N by Conway's microdiffusion meth-
Jakarta. 748 pp'
sfatisfika. 2nd ed. PT. Gramedia
ods (1% boric acid and 0.02N HCI) p.B-8.1-B-8.5. /n Wei, C.1., Chen, C.M., Koburger, J.A', On,trell, W.S. and
Miwa, K, and Ji, L.S. (eds.). Lab. Manualon Analyti- Marshall, M.R. 1990, Bacterial groMh and histamine
cal Methods and Procedures for Fish and Fishery production in vacuum packed tuna. J. Food Sci 55(1):
Products. 2nd Mar Fish Res Dep SEAFDWC' 59-63.
Singapore

55

Anda mungkin juga menyukai