OLEH
R014172033
CI LAHAN CI INSTITUSI
Konsep Medis
A. Definisi
Kranium adalah bagian tulang yang keras pada tulang tengkorak yang membungkus
dan melindungi otak. Otak memiliki empat lobus (Frontal, parietal, temporal dan
oksipital) dan lima bagian (serebrum, serebelum, pons, medulla oblongata, dan medulla
spinalis). Membrane (yang disebut meninges) membungkus otak dan tulang belakang,
dan diantara setiap membrane terdapat ruang potensial. Terdapat tiga lapisan meninges
Cedera otak traumatic (Traumatic Brain Injury, TBI) terdiri atas kerusakan primer
dan sekunder. Kerusakn primer terjadi akibat benturan, menyebabkan laserasi permukaan
dan kontusio pada jaringan dan pembuluh darah otak. Kerusakan sekunder terlihat setelah
enema muncul, yang meningkatkan tekanan intracranial dan menyebabkan hipoksia.
Infeksi terjadi sebagai akibat dari kontaminasi organism yang masuk dari cedera tembus
atau cedera intracranial akibat naiknya organism dari rongga hidung atau mulut (Hurst,
2016).
Menurut (Hurst, 2016) TBI di klasifikasikan sebagai TBI terbuka dan tertutup.
Luka terbuka benar-benar menembus tengkorak, tetapi tengkorak utuh pada cedera
kepala tertutup. Jenis cedera spesifik yang terjadi pada TBI terdiri atas:
B. Etiologi
Tentu saja trauma menyebabkan cedera otak traumatic. Penyebab umum cedera
otak traumatic adalah (Hurst, 2016) :
1. Kecelakaan kendaraan bermotor (termasuk mobil, sepeda motor, dan kendaraan off-
road)
2. Gaya akselerasi/deselerasi pada kepala, seperti cedera olahraga (sepak bola) atau
sindrom bayi terguncang (shaken baby syndrome).
3. Setiap benturan langsung ke kepala, yang adaat berupa cedera tak sengaja dalam
olahrga atau akibat tindakan kekerasan.
4. Cedera akibat ledakan atau luka tembak, seperti yang dialami oleh tentara selama
perang.
C. Manifestasi Klinik
Menurut (Hurst, 2016) tanda dan gejala traumatic brain injuri bergantung pada
jenis derajat kerusakan di dalam otak setelag cdera traumatis, nilai GCS (Glasgow come
scale) pasien beragam sesuai dengan kemampuannya untuk tergaja, memproses
informasi, dan mengikti perintah. GCS adalah alat yang telah distrandardisasi untuk
mengukur, merekam, dan menyampaikan tingkat keparahan trauma otak dengan cepat
kepada anggota tim tenaga kesehatan lain. GCS menetapkan Bangka ketiga hingga 15
berdasarkan tiga kategori perilaku pasien yang diobservasi:
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien TBI yaitu (Hurst, 2016) :
No Pemeriksaan Signifikasi klinis
1 CT (dapat dilakukan dengan Pemindaian CT atau CTA adalah teknik pencitraan
atau tanpa menggunakan saraf primer pada evaluasi awal pasien terutama
kontras) kepala akut. Pencitraan CT menggunkan computer
untuk membentuk suatu citra (gambaran) secara
digital berdasarkan pengukuran absorbs sinar-X
pada otak
2 MRI (magnetic resonance MRI merupakan pemeriksaan structural yang
imaging) paling sensitive. MRI, sesuai yang diindikasikan
oleh namanya, penggunaan bidang magnet untuk
menggambarkan jaringan otak, yang bertentangan
dengan radiasi sinar-X dari pemindaian CT.
3 EEG (elektroensafa-logram) Memantau gelombang otak yang dihasilkan oleh
Area kerusakan diotak akan aktivitas listrik
menghasilkan penurunan
altivitas listrik
4 Angiografi selebral Sinar X pada sirkulasi serebral
a. Sebuah kateter dimasukkan melalui arteri
femoralis dan naik ke akrteri di leher
b. Pewarna (berbahan iodin) diinjeksikan
kedalam arteri untuk menggambarkan
pembuluh darah serebral
c. Memberikan gambran yang lebih mendetail
dibandingkan MRA (magnetic resonance
angiography). MRA tidak bersifat invasive
dan digunakan dengan MRI
5 Pemindaian PET (positron Menunjukkan area pada otak (berwarna) yang
emission tomography) menyerap oksigen dan gula yang aktif secara
metabolic dan diberi label dengan dengan sebuah
pelacak
a. Area yang kurang aktif secara metabolic
jelas menyerap lebih sedikit pelacak
radionuklida
b. Tingkat aktivitas yang berbeda ditunjukkan
dengan warna berbeda.
F. PENATALAKSANAAN
Prioritas untuk pasien dengan TBI berat adalah dengan menggunakan pendekatan
perlangkah dan mencakup langkah-langkah berikut ini (Hurst, 2016):
1. Amankan jalan napas dengan intubasi dan ventilasi dengan cepat dan berurutan,
terutama jika terdapat agitasi dan perilaku melawan
2. Petahankan tekanan darah sistolik >90 mmHg dengan memberikan cairan dan produk
darah karena pasien trauma cenderung akan mengalami cedera lain.
3. Bagian agens yang telah direspkan (misalnya, monitol atau salin hipertonik) untuk
mengurangi pembengkakan otak dan TIK
4. Berikan profilaksis kejang (benzodiazepine aksi cepat seperti lorazepam atau
diazepam) sesuai yang diresepkan.
Cedera otak traumatic ringan hingga sedang memerlukan pemantauan ketak untuk
mendeteksi perburukan yang dapat terjadi pada cedera sekunder.
1. Pengkajianselalu menjadi fase yang utama dalam pengkajian keperawatan, dan
pengkajian “saraf” yang menjadi priotias adalah tingkat kesadaran.
2. Lakukan pemeriksaan neurogi secara berkala (biasanya tiap dua jam): pupil, refleks,
tanda-tanda vital, dan tingkat kesadaran.
3. Hitung dan catat nilai GCS pada setiap pemeriksaan neurogi.
4. Selain observasi nilai GCS, anda harus memperhatikan adanya berubahan perilaku
atau perubahan kognisi.
5. Rentang perhatian, kosentrasi dan memori dapat dipantau dengan percakapan selama
lima menit saat anda memeriksa tanda-tanda vital.
6. Ajukan pertanyaan yang dapat mengevaluasi adanya perubahan gaya bicara dan
bahasa pasien.
7. Efek, suasana hati dan perilaku harus diperhatikan pada setiap pemeriksaan saraf yang
telah dijadwalkan.
8. BTI berat akan memerlukan pemantauan tekanan intracranial dalam tatanan perawatan
intensif.
9. Risiko infeksi akibat pemantauan TIK (kateter vntrikel atau skrup subrakhnoid)
memerlukan balutan kering dan smabungan yang ketat setiap waktu.
10. Tekananan perfusi serebral (cerebral perfusion pressure, CPP) dihitung dengan
mengurangi TIK dari tekanan arteri rata-rata (mean arterial pressure, MAP).
11. Setiap drainase dari telinga, hidung atau balutan disekitar kepala diperiksa untuk
melihat adanya glukosa guna mengidentifikasi adanya cairan cerebrospinal.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral
2. Bersihan jalan napas tidak efektif
3. Nyeri
4. Kerusakan integritas kulit
5. Risiko infeksi
6. Defisit perawatan diri
7. Kekurangan volume cairan
C. Rencara Intervensi Keperawatan
Rencana Keperawatan
Ketidakefektifan perfusi Penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan
jaringan perifer
RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosis Keperawatan: Definisi:
Nyeri akut Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan
sebagai kerusakan (international Association for the Study of Pain);
awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat
dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi
Batasan kerakteristik Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
(NOC)
1. Bukti nyeri dengan 1. Kontrol nyeri Manjemen
menggunakan standar 2. Tingkat nyeri lingkungan:kenyamanan
daftar periksa nyeri 3. Kepuasan klien: manajemen 1. Ciptakan lingkungan yang
untuk pasien yang nyeri tenang dan mendukung
tidak dapat 4. Nyeri:respon psikologis 2. Sesuaikan suhu lingkungan
mengungkapkannya tambahan yang nyaman untuk pasien
(mis., Neonatal Infant 5. Nyeri: efek yang 3. Sesuaikan pencahaan ruangan
Pain Assessment menggangggu untuk membantu klien dalam
Checklist for Senior 6. Integritas kulit dan membran beraktivitas
with Limited abiity tu mukosa 4. Fasilitasi tindakan kebersihan
Communicate) 7. Perfusi jaringan untuk kenyamanan individu.
2. Diaforesis 8. Penyembuhan luka:primer 5. berikan edukasi kepada
3. Dilatasi pupil 9. Penyembuhan luka : keluarga terkait manajemen
4. Ekspresi wajah nyeri sekunder penyakit
(misalkan wajah
kurang bercahaya, Setelah dilakukan intervensi selama Pengaturan posisi
tampak kacau, 1x24 jam nyeri berkurang atau 1. Berikan posisi yang tidak
gerakan mata teratasi dengan kriteria hasil: menyebabkan nyeri bertambah
berpencar atau tetap klien dapat 2. Tinggikan kepala tempat tidur
pada satu fokus, 1. mengenali kapan terjadi nyeri 3. Posisikan pasien ntuk
meringis) 2. mengenali faktor penyebab nyeri meningkatkan drainase urin
5. Megekspresikan 3. melaporkan nyeri terkontrol 4. Meminimalisir gesekan dan
perilaku (mis., 4. melaporkan jika mengalami cedera ketikan memposisikan
gelisah, merengek, nyeri atau membalikkan tubuh pasien
menangis, waspada) 5. mengambil tindakan untuk 5. Jangan berikan posisi yang
6. Perilaku distraksi mengurangi nyeri dapat menyebabkan penekanan
7. Perubahan posisi 6. melakukan manajemen nyeri pada luka.
untuk menghindari sesuai dengan keyakinan budaya
nyeri 7. mengatasi rasa marah terhdapat Terapi relaksasi
8. Perubahan selera dampak nyeri yang 1. minta klien untuk rileks
makan menyebabkan ketidakmampuan 2. ajarkan teknik relaksasi napas
9. Putus asa 8. lesi pada kulit dan membran dalam
10. Sikap melindungi area mukosa berkurang 3. Ciptakan lingkungan yang
nyeri 9. suhu dalam batas normal (36- tenang
11. Sikap tubuh 37,5 C) 4. Berikan waktu yang tidak
melindungi 10. kulit wajah tidak pucat terganggu
12. Agen cedera biologis 11. peradangan pada luka berkurang
(mis., infeksi, 12. menunjukkan terjadi Pemijatan
iskemia, neoplasma) pembentukan bekas luka 1. Cuci tangan dengan air hangat
13. Agen cedera fisik ( 13. terdapat jaringan granulasi 2. Gunakan lotion, minyak hangat,
mis., abses, amputasi, 14. eritema disekitar luka bedak kering
luka bakar, terpotong, 3. Pijat secara terus-menerus,
mengangkat berat, halus, usapan yang panjang,
prosedur bedah, meremas, atau getakan di
trauma, olah raga telapak kaki
belebihan) 4. Sesuaikan area pemijatan,
14. Agen cedera kimiawi teknik dan tekanan sesuai
(mis., luka bakar, persepsi kenyamanan pasien.
kapsaisin, metilen 5. Dorong klien melakukan nafas
klorida, agen dalam dan rileks selama
mustard) pemijatan.
15. Ancaman kematian
Tindakan kolaborasi:
Terapi oksigen
1. Bersihkan mulut, hidung dan
sekresi
2. Pertahankan kepatenan jalan
napas
3. Siapkan peralatan oksigen dan
berikan melalui sitem
humidifier
4. Berikan oksigen tambahan
sesuai instruksi
5. Monitoring aliran oksigen
6. Pantau adanya tanda-tanda
keracunan oksigen
7. Monitor kerusakan kulit
terhadap gesekan perangkat
oksigen.
Pemberian obat
1. Kaji adanya riwayat alergi
terhadap obat tertentu
2. Pastikan mengikuti prinsip 6
benar pemberian obat
3. Cek tanggal kadaluarsa obat
4. Monitor respon klien
RENCANA KEPERAWATAN
Perlindungan infeksi
1. Monitor adanya tanda dan gejala
infeksi sistematik dan lokal.
2. Monitor kerentanan terhadap
energi..
3. Batasi jumlah pengunjung, yang
sesuai.
4. Berikan perawatan kulit yang tepat
untuk area yang mengalami edema.
5. Periksa kulit dan selaput lendir
untuk adanya kemerahan,
kehangatan ekstrim, atau drainase.
6. Periksa kondisi setiap sayatan
bedah atau luka.
7. Anjurkan asupan cairan, dengan
tepat.
8. Anjurkan istrahat.
9. Pantau adanya perubahan tingkat
energi atau malaise.
10. Anjurkan peningkatan mobilitas
dan latihan, dengan tepat.
11. Anjurkan pernapasan dalam dan
batuk, dengan tepat..
12. Ajarkan pasien dan anggota
keluarga bagaimana cara
menghindari infeksi.
13. Kurangi buah-buahan segar, sayur-
sayuran, dan merica dalam diet
pasien dengan neutropenia.
14. Singkirkan bunga-bunga segar dan
tanaman-tanaman di area pasien,
dengan tepat.
15. Berikan ruang pribadi, yang
diperlukan.
16. Pastikan keamanan air dengan
mengajukan hiperklorinasi dan
pemanasan lebih, dengan tepat.
17. Lapor dugaan ineksi pada personil
pengendali infeksi.
18. Lapor kultur positif pada personil
pengendali infeksi.
perlindungan infeksi:
1. monitor adanya tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
2. monitor tehadap kerentanan
infeksi
3. batasi julah pengunjung
4. pertahankan asepsi untuk pasien
berisiko
5. kulit yang tepat untuk area yang
mengalami edema
6. periksa kondisi setiap sayatan
bedah atau luka
7. tingkatkan asupan nutrisi yang
cukup
8. anjurkan asupan cairan yang
tepat
9. anjurkan istrahat
10. pantau adanya perubahan tingkat
energi
11. anjurkan untuk meningkatkan
mobilitas dan latihan dengan
tepat
12. anjurkan pernapasan dalam dan
batuk efektif
13. instruksikan pasien untuk
minum antibiotic yang telah
diresepkan
14. ajarkan pasien dan anggota
keluarga mengenai cara
menghindari infeksi
RENCANA KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan: Definisi :
Kekurangan volume Penurunan cairan intravaskular, interstisial dan atau intraselular. Ini
cairan. mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubahan kadar
natrium.
Batasan karakteristik Tujuan dan Kriteri Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1. Haus. Tujuan : Manajemen perdarahan
2. Kelemahan. Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor dan catat nilai
3. Kulit kering. keperawatan ...x24 jam, hemoglobin dan hematokrit
4. Membran mukosa kebutuhan cairan pasien pasien.
kering. menjadi adekuat dengan kriteri 2. Berikan produk penggantian
5. Peningkatan hasil : darah.
frekuensi nadi. NOC : 3. Lindungi pasien dari trauma
6. Peningkatan Keseimbangan cairan yang dapat menyebabkan
hematokrit. 1. TTV dalam batas normal. perdarahan.
7. Peningkatan 2. Turgor kulit normal. 4. Instruksikan pasien untuk
konsentrasi urin. 3. Keseimbangan intake dan meningkatkan makanan yang
8. Peningkatan suhu output dalam 24 jam. kaya akan vitamin K.
tubuh. 4. Membran mukosa lembab.
9. Penurunan berat Manajemen hipovolemi
badan tiba – tiba. Eliminasi urin 1. Monitor adanya tanda – tanda
10. Penurunan 1. Pola eliminasi tidak dehidrasi.
haluaran urin. terganggu. 2. Monitor adanya sumber –
11. Penurunan 2. Karakteristik urin normal sumber kehilangan cairan.
pengisian vena. (jumlah, warna, kejernihan). 3. Jaga kepatenan IV.
12. Penurunan tekanan
darah. Manajemen cairan/elektrolit
13. Penurunan tekanan 1. Monitor TTV.
nadi. Keparahan kehilangan darah 2. Berikan serat yang diresepkan
14. Penurunan turgor 1. Tidak terdapat hematuria. untuk pasien dengan selang
kulit. 2. Kulit dan membran mukosa makan untuk mengurangi
15. Perubahan status pucat. kehilangan cairan dan elektrolit
mental. 3. Hb dan Hematokrit dalam melalui diare,
16. Penurunan volume batas normal. 3. Pastikan bahwa larutan IV yang
nadi. mengandung elektrolit diberikan
17. Penurunan turgor Eliminasi usus dengan aliran yang konstan.
lidah. 1. Pola eliminasi tidak 4. Monitor hasil laboratorium yang
terganggu. relevan dengan keseimbangan
Faktor yang 2. Kontrol gerakan usus cairan (hematokrit, BUN,
berhubungan : normal. albumin, dll).
a. Kegagalan 3. Suara bising usus normal.
mekanisme Manajemen elektrolit :
regulasi. Keparahan hiponatremia hiponatremia
b. Kehilangan cairan 1. Tidak ada penurunan berat 1. Monitor nilai natrium pasien.
aktif. jenis urin. 2. Monitor manifestasi
2. Tidak ada anoreksia, mual gastrointestinal akibat
dan muntah. hiponatremia (mukosa kering,
3. Tidak terdapat kram otot, hiposalivasi, anoreksia, mual dan
pusing, kejang dan edema. muntah, kram abdomen dan
diare).
Status nutrisi : asupan 3. Monitor fungsi ginjal.
makanan & cairan 4. Batasi asupan cairan sebagai
1. Intake makanan dan cairan penanganan pertama paling aman
melalui oral maupun pada hiponatremia.
parenteral tetap adekuat. 5. Monitor cairan parenteral untuk
mengetahui apakah berisi
kandungan natrium.
Perawatan selang :
gastrointestinal
1. Monitor adanya sensasi kenyang,
mual dan muntah.
2. Monitor bising usus.
3. Monitor status cairan dan
elektrolit.
BAB III
Kecelakaan, jatuh
CEDERA KEPALA
Perubahan outoregulasi,
Perdarahan & nyeri edema serebral
Muntah
hematoma
Pandangan
kabur
Resiko infeksi kejang
Peningkatan TIK
Penurunan
fungsi - Bersihan jalan nafas
pendengaran Gangguan - Obstruksi jalan nafas
Girus medialis lobus suplai darah
Nyeri kepala - Dispnea
temporalis tergeser
- Henti nafas
- Perubahan pola nafas
iskemia
Kekurangan Mesenfalon tertekan
volume cairan Bersihan
gangguan perfusi
Gangguan kesadaran Hipoksia jalan napas
jaringan serebral tidak efektif
immobilitas kerusakan
integritas kulit
Defisit
perawatan diri
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Interventions Classification (NIC). United States of America: Elsevier.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Nanda International Nursing Diagnoses: Defenitions
and Classification 2015-2017. Jakarta: EGC.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC). United States of America: Elsevier.