Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN OBSERVASI

PENDIDIKAN BAGI ANAK AUTIS

Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester mata
kuliah Bimbingan Anak Berkebutuhn Khusus yang diampu oleh
Dr. Siti Masyithoh, M. Pd.

PGMI 5A
Dwi Yuniarni
11170183000036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MI


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019 M/1441 H
BAB I

PENDAHULUAN
Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu kebutuhan pokok manusia dalam
menjalani hidup dan kehidupan. Pendidikan mempunyai peran yang sangat amat
penting dan menentukan proses perkembangan dan perwujudan peserta didik dalam
pembelajaran, terutama dalam membangun bangsa dan negara di bidang pendidikan,
karena setiap warga indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Dalam
dunia pendidikan luar biasa tidak terkecuali pada anak yang mengalami hambatan
pada interaksi sosialnya, komunikasi (baik secara verbal mapun secara non verbal),
dan juga persepsi visualnya yaitu pada anak autisme.
Anak berkebutuhan khusus memerlukan pendidikan dan layanan yang lebih
khusus dan spesifik dibandingkan dengan anak normal pada umumnya, seperti pada
anak autis. Autis adalah bentuk gangguan saraf di otak yang membuat penderitanya
sulit berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Pemakaian istilah
autisme diperkenalkan pertama kali oleh Leo Kanner, seorang psikiater dari Harvard
pada tahun 1943, berdasarkan pengamatan terhadap penderita yang menunjukan
gejala kesulitan berhubungan dengan orang lain, mengisolasi diri, perilaku yang tidak
biasa, dan cara berkomunikasi yang aneh. Dalam bahasa Yunani kata autis dikenal
dengan “auto” yang berarti sendiri, ini ditujukan kepada seseorang ketika ia
menunjukkan gejala “hidup dalam dunianya sendiri atau mempunyai dunia sendiri”.
Leo Kanner juga mengungkapkan anak autisme merupakan suatu paham yang hanya
tertarik pada dunianya sendiri yang menyangkut kepada gangguan perkembangan
yang kompleks, imajinasi, serta interaksi dan aktivitas-aktivitas sosial lainnya.
Populasi anak autis yang semakin meningkat menuntut keprihatinan seluruh
unsur masyarakat. Terlebih lagi, akibat kurangnya pengetahuan dan informasi secara
mendetail dari orang tua, keluarga, dan masyarakat pada umumnya terhadap anak
autis.
Melihat kondisi yang demikian, bila dibiarkan sebagaimana adanya, maka
anak autis mengalami ketertinggalan terus menerus terhadap hasil belajar dari anak-
anak pada umumnya, baik dari segi pengetahuan, pengalaman belajar maupun
mengenai penyesuaian diri di mana mereka berada. Tanpa pendidikan dan bimbingan,
mereka akan menjadi sekelompok manusia yang hidupnya kosong, tanpa tujuan dan
sering menjadi sasaran orang-orang tertentu. Bahkan bagi kelompok autis yang berat
hanya akan tumbuh menjadi manusia yang bergantung sepenuhnya kepada orang lain
sehingga menjadi beban masyarakat karena tidak mampu mengerjakan sesuatu
pekerjaan yang paling sederhana sekalipun.
Disinilah peranan sekolah sebagai tempat pendidikan formal dalam membantu
memanusiakan penyandang autis, melalui kesiapan SDM, pengelolaan materi
pengajaran serta pengetahuan yang cukup mengenai latar belakang dan tata cara
penanganan penyandang autis.
Berdasarkan fenomene-fenomena di atas, saya tertarik untuk meneliti lebih
lanjut tentang pendidikan anak autis. Secara fisik, autis tidak jauh berbeda dengan
anak-anak lainnya, hanya saja terdapat gangguan yang kompleks terutama dalam
berinteraksi sosial yang dapat menggangu pendidikan mereka. Oleh karena itu perlu
adanya pendidikan dan atau layanan khusus yang diberikan kepada anak autis agar
mereka tetap dapat berinteraksi sosial di masyarakat.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Anak Autis
Autis merupakan salah satu kelompok dari gangguan perkembangan pada anak.
Dalam bahasa Yunani dikenal kata autis, “auto” berarti sendiri ditujukan pada seseorang
ketika menunjukkan gejala hidup dalam dunianya sendiri atau mempunyai dunia sendiri.1
Autisme pertama kali ditemukan oleh Leo Kanner pada tahun 1943. Kanner
mendeskripsikan gangguan ini sebagai ketidak mampuan untuk berinteraksi dengan
orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan bahasa yang
tertunda, echolalia, pembalikan kalimat, adanya aktivitas bermain repetitive dan
stereotype, rute ingatan yang kuat dan keinginan obesif untuk mempertahankan
keteraturan di dalam lingkungannya. Autisme adalah gangguan perkembangan yang
secara umum tampak di tiga tahun pertama kehidupan anak. Gangguan ini berpengaruh
pada komunikasi, interaksi sosial, imajinasi dan sikap.2
Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis pada anak-
anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom Kanner yang dicirikan
dengan ekspresi wajah yang kosong seolah- olah sedang melamun, kehilangan pikiran
dan sulit sekali bagi orang lain untuk menarik perhatian mereka atau mengajak mereka
berkomunikasi.3
Menurut Sutadi dalam S. A. Nugraheni mengungkapkan bahwa autisme berasal
dari kata auto yang berarti sendiri. Karena bila diperhatikan maka ada kesan bahwa
penyandang autisme seolah-olah hidup di dunianya sendiri. Secara umum penyandang
autisme dapat dikelompokkan menurut adanya gangguan perilaku yaitu gangguan
interaksi sosial, gangguan komunikasi, gangguan perilaku motorik, gangguan emosi dan
gangguan sensori.4
Menurut Sutadi dalam S. A. Nugraheni Sedangkan secara definisi yang mudah
dimengerti autisme adalah suatu penyakit otak yang mengakibatkan hilangnya atau

1
G.A. Veskarisyanti, Terapi Autis Paling Efektif dan Hemat, (Yogyakarta : Pustaka Anggrek, 2008),
h. 17.
2
C. W. Wright, How To Live With Autism and Asperger Syndrome, Strategi Praktis bagi Orang Tua
dan Guru Anak Autis. (Jakarta: Dian Rakyat, 2007), h. 4.
3
Muhammad Budiman, Makalah Simposium, Pentingnya Diagnosis Dini dan Penatalaksanaan
Terpadu Pada Autisme, (Surabaya: 1998), h. 2.
4
S. A. Nugraheni, Menguak Belantara Autisme, Buletin Psikologi Fakultas Psikologi Universitas
Gadjah Mada Volume 20, No. 1-2, 2012, h. 12.
berkurangnya kemampuan seseorang untuk berkomunikasi, berhubungan dengan sesama
dan memberi tanggapan terhadap lingkungannya.5
Autisme bukanlah gejala penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan geja bbla)
dimana terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan
kepedulian terhadap sekitar, sehingga anak autisme hidup dalam dunianya sendiri.6
Jadi, dapat disimpulkan bahwa anak autis adalah anak yang memiliki gangguan
dimana anak yang berkenainan autis itu mempunyai dunianya sendiri atau asik sendiri.

B. Klasifikasi Anak Autis


Autisme dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian berdasarkan gejalanya.
Sering kali pengklasifikasian disimpulkan setelah anak didiagnosa autis. Klasifikasi ini
dapat diberikan melalui Childhood Autism Rating Scale (CARS). Pengklasifikasiannya
adalah sebagai berikut :7
1. Autis Ringan
Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan adanya kontak mata walaupun tidak
berlangsung lama. Anak autis ini dapat memberikan sedikit respon ketika dipanggil
namanya, menunjukkan ekspresi-ekspresi muka, dan dalam berkomunikasi dua arah
meskipun terjadinya hanya sesekali.
2. Autis Sedang
Pada kondisi ini anak autis masih menunjukkan sedikit kontak mata namun tidak
memberikan respon ketika namanya dipanggil. Tindakan agresif atau hiperaktif,
menyakiti diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik yang stereopik cenderung agak
sulit untuk dikendalikan tetapi masih bisa dikendalikan.
3. Autis Berat
Anak autis yang berada pada kategori ini menunjukkan tindakan-tindakan yang
sangat tidak terkendali. Biasanya anak autis memukul-mukulkan kepalanya ke
tembok secara berulang-ulang dan terus menerus tanpa henti. Ketika orang tua
berusaha mencegah, namun anak tidak memberikan respon dan tetap melakukannya,
bahkan dalam kondisi berada di pelukan orang tuanya, anak autis tetap memukul-

5
S. A. Nugraheni, Ibid., h. 12.
6
Faisal Yatim, Autisme (Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-anak), (Jakarta: Pustaka Populer Obor,
2003), h. 23.
7
Mujiyanti DM, Tingkat Pengetahuan Ibu dan Pola Konsumsi Pada Anak Autis di Kota Bogor, Bogor:
Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (IPB), 2011, h. 8.
mukulkan kepalanya. Anak baru berhenti setelah merasa kelelahan kemudian
langsung tertidur.

Adapun klasifikasi autisme menurut ICD (International Classification of


Diseases) dan DSM – IV APA (American Psychiatric Association) adalah8:
1. Chilhood autism (autisme masa kanak-kanak)
Yaitu gangguan perkembangan yang gejalanya tampak sebelum anak
mencapai usia 3 tahun. Ciri-ciri gangguan autisme masa kanak-kanak:
a. Komunikasi, antara lain: Perkembangan bicara terlambat, Bahasa stereotip
(diulang-ulang), Tidak mampu bermain imajinatif.
b. Interaksi sosial, antara lain: Kegagalan untuk bertatap muka, Ketidak mampuan
untuk berempati, Kegagalan membina hubungan sosial dengan teman sebaya.
c. Perilaku, antara lain: Adanya gerakan-gerakan motoric aneh yang diulang,
Menunjukkan emosi yang tidak wajar, Adanya preokupasi yang terbatas pada
perilaku yang abnormal.
2. Pervasive Developmental Disorder Not Otherwise Specified (PDD-NOS)
Yaitu gangguan autis yang tidak umum dan terdapat ketidak mampuan pada
beberapa perilaku. Ciri-ciri PDD-NOS, yaitu: Masih dapat bertatap mata, Ekspresi
fascial tidak terlalu datar, Masih bisa diajak bergurau.
3. Rett’s Syndrome (Sindrom Rett)
Yaitu gangguan perkembangan yang hanya dialami oleh anak wanita. Ciri-
ciri sindrom rett, yaitu: Kehamilan, kelahiran normal dan lingkar kepala normal saat
lahir, Perkembangan mengalami kemunduran pada usia 6 bulan, Pertumbuhan
kepala berkurang pada usia 5 bulan 4 tahun, Gerakan yang terarah hilang dan
disertai dengan gangguan komunikasi serta penarikan diri secara sosial.
4. Childhoom Disintegrative Disorder (gangguan disintegrative masa kanak-kanak)
Yaitu gangguan perkembangan yang sangat baik selama beberapa
tahunsebelumterjadikemunduran yang hebat.Ciri-ciri CDD, yaitu:
Bicaramendadakberhenti, Mulaimenarikdiri, Perilakustereotip
5. Asperger Syndrome (AS)
Yaitu gangguan perkembangan yang dialami pada masa anak-anak dan lebih
banyak terdapat pada anak laki-laki dari pada wanita. Ciri-ciri AS, yaitu: Mengalami

8
Prasetyono, D.S, Serba-serbi Anak Autis, (Jogjakarta: Diva Press, 2008), h. 52. .
gangguan dalam komunikasi, interaksi sosial perilaku, Pandai bicara tetapi agak
terlambat, Komunikasi hanya berjalan searah, Memiliki otak yang cerdas dan daya
ingat yang kuat, Memiliki sifat yang kaku dan sulit dalam belajar bersosialisasi.
Ada beberapa pula anak autis yang disertai dengan hiperaktivitas, sehingga orang
tua, keluarga maupun tenaga pendidik lebih intensif dalam menangani dan memantau
tiap perkembangannya, sebab anak yang hiperaktif mengalami peningkatan aktivitas
motorik hingga pada tingkatan tertentu dan menyebabkan gangguan perilaku yang terjadi
pada dua tempat dan suasana yang berbeda, dengan ciri-ciri sebagaiberikut: Aktivitas
anak tidak lazim dan ditandai dengan gangguan perasaan gelisah, Selalu menggerak-
gerakkan jari kaki, tangan dan pensil, Tidak dapat duduk dengan tenang, Suka membuat
keributan.9 Oleh karenanya, anak autis yang disertai dengan hiperaktivitas memerlukan
perhatian yang ekstra dan kesabaran yang penuh dalam membimbingnya. Dan keluarga,
terutama orang tua juga perlu memperhatikan tiap perilakunya, karena bisa jadi apa yang
dilakukan dapat membahayakan dirinya sendiri.

C. Ciri-Ciri Anak Autis


Ada beberapa ciri yang dapat dilihat dari anak yang menderita autis. Anak autis
mempunyai masalah atau gangguan dalam aspek berikut10:
1. Komunikasi
a. Perkembangan bahasa yang lambat.
b. Terlihat seperti memiliki masalah pendengaran dan tidak memerhatikan apa yang
dikatakan oleh orang lain.
c. Jarang berbicara.
d. Sulit untuk diajak berbicara.
e. Kadang bisa mengatakan sesuatu namun hanya sebentar saja.
f. Perkataan yang disampaikan tidak sesuai dengan pertanyaan.
g. Mengeluarkan bahasa yang tidak dapat dipahami oleh orang lain.
h. Meniru perkataan atau pembicaraan orang lain (echolalia).
i. Dapat meniru kalimat atau nyanyian tanpa mengerti maksudnya.
j. Suka menarik tangan orang lain bila meminta sesuatu.
2. Interaksi Sosial

9
Prasetyono, D.S, Ibid., h. 52.
10
Jamila K.A. Muhammad, Special Education for Special Children (Panduan Pendidikan Khusus Anak-
anak dengan Ketunaan dan Learning Disabilities, (Bandung: PT. MizanPublika, 2008), h. 105-107.
a. Suka menyendiri.
b. Sering menghindar kontak mata dan selalu menghindar dari pandangan muka
orang lain.
c. Tidak suka bermain dengan temannya dan sering menolak ajakan mereka.
d. Suka memisahkan diri dan duduk memojok.
3. Gangguan Indra
a. Sensitive pada sentuhan.
b. Tidak suka dipegang atau dipeluk.
c. Sensitive dengan bunyi yang keras.
d. Suka mencium dan menjilat mainan atau benda-benda lain.
e. Kurang sensitive pada rasa sakit dan kurang memiliki rasa takut.
4. Pola bermain
a. Tidak suka bermain selayaknya anak-anak seusianya.
b. Tidak suka bermain dengan rekan seusianya.
c. Tidak bermain mengikuti pola biasa dan suka memutar-mutar atau melempar dan
menangkap kembali mainan atau apa saja yang dipegangnya.
d. Menyukai objek-objek yang berputar, seperti kipas angin.
e. Apabila ia menyukai suatu benda, ia akan terus memegangnya dan dibawa-bawa
kemana saja.
5. Tingkah Laku11
a. Dapat berprilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan (hipoaktif).
b. Melakukan perbuatan atau gerakan yang sama berulang-ulang, seperti bergoyang-
goyang, mengepak-ngepakkan tangan dan menepuk tangan, berputar-putar, dan
lain sebagainya.
c. Asyik main sediri.
d. Menyakiti diri sendiri.
e. Melamun, bengong dengan tatapan mata kosong.

D. Bentuk Layanan Pendidikan Bagi Anak Autis


Ada beberapa kemungkinan yang dapat ditempuh oleh anak autis dalam jalur
pendidiksn. Untuk menetapkan akan menempuh jalur pendidikan yang mana maka perlu
memperhatikan beberapa aspek, antara lain: kuantitas dan kualitas gejala autisme yang
11
Jendriadi Banoet, dkk, Karakteristik Prososial Anak Autis Usia Dini di Kupang, Jurnal PG-PAUD
Trunojoyo, Vol. 3, No. 1, 2016, h. 2-3.
muncul pada anak, daya tangkap, kemampuan berkomunikasi, kemampuan dalam
berinteraksi, usia dan harapan (tuntutan) orang tua.12 Pendidikan bagi anak autis,
idealnya diberikan dalam bentuk sekelompok penanganan untuk membantu mereka
mengatasi kebutuhan khususnya. Siegel menyatakan di Amerika Serikat, banyak bentuk-
bentuk pendidikan tersedia, antara lain:13
1. Individual therapy, antara lain melalui penanganan di tempat terapi atau di rumah
(home-based therapy dan kemudian homeschooling). Intervensi seperti ini
merupakan dasar dari pendidikan individu autis. Melalui penanganan one-on-one,
anak belajar berbagai konsep dasar dan belajar mengembangkan sikap mengikuti
aturan yang ia perlukan untuk berbaur di masyarakat.
2. Designated Autistic Classes. Salah satu bentuk transisi dari penanganan individual
ke bentuk kelas klasikal, dimana sekelompok anak yang semuanya autis, belajar
bersama-sama mengikuti jenis instruksi yang khas. Anak-anak ini berada dalam
kelompok yang kecil (1 - 3 anak), dan biasanya merupakan anak-anak yang masih
kecil yang belum mampu imitasi dengan baik.
3. Ability Grouped Classes. Anak-anak yang sudah dapat melakukan imitasi, sudah
tidak terlalu memerlukan penanganan one-on-one untuk meningkatkan kepatuhan,
sudah ada respons terhadap pujian, dan ada minat terhadap alat permainan;
memerlukan jenis lingkungan yang menyediakan teman sebaya yang secara sosial
lebih baik meski juga memiliki masalah perkembangan bahasa.
4. Social skills Development and mixed Disability Classes. Kelas ini terdiri atas anak
dengan kebutuhan khusus, tetapi tidak hanya anak autis. Biasanya anak autis
berespons dengan baik bila dikelompokkan dengan anak-anak Down Syndrome
yang cenderung memiliki ciri “hyper-social” (ketertarikan berlebihan untuk
membina hubungan sosial dengan orang lain). Ciri ini membuat mereka cenderung
bertahan, memerintah, dan berlari-lari di sekitar anak autis sekedar untuk
mendapatkan respons. Hal ini baik sekali bagi si anak autis.
Sampai kini, belum banyak lembaga pendidikan ataupun guru yang mempunyai
cara sistematis dalam menanggulangi kesulitan belajar anak autis. Padahal, jumlah
penderita autis setiap tahun semakin meningkat. Hal ini tentu menjadi perhatian
tersendiri dan serius bagi para guru, cara menangani dan memperhatikan anak autis perlu

12
Sukinah, Model Layanan Pendidikan yang Ideal bagi Anak Autis. WUNY, nomor 3, september 2011,
h. 15
13
Zico Pratama, Tahap-Tahap Sosialisasi Terapis dalam Penanganan Anak Autis di Yayasan Permata
Hati Pekanbaru, Jom Fisip Vol. 4 No. 1 – Februari 2017, h.13.
menggunakan pendekatan khusus. Dalam memperlakukan anak autis, guru patut
menerapkan beberapa prinsip:
1. Prinsip kekonkretan, ini dapat diterapkan oleh guru di dalam kelas dengan
menggunakan benda sebagai contoh sehingga dapat lebih mudah dipelajari.
2. Prinsip belajar sambil melakukan, proses pembelajaran tidak harus selamanya
bersifat informatif, tetapi dapat juga siswa diajak ke dalam situasi nyata. Misalnya,
untuk mengajarkan siswa autis sifat pemurah, maka guru harus mengajarkan secara
lansung dengan cara memberi contoh/teladan yang baik.
3. Prinsip keterarahan wajah dan suara. Seperti diketahui siswa autis mengalami
hambatan dalam pemusatan perhatian dan konsentrasi. Akibatnya ia mengalami
kesulitan dalam memahami setiap materi yang diajarkan kepadanya. Oleh sebab itu
guru diharapkan mampu memberikan pemahaman secara jelas, baik dalam bentuk
gerak maupun suara.
4. Prinsip kasih sayang. Anak autis memiliki hambatan dalam konsentrasi sehingga
berdampak negatif secara kognitif. Oleh karena itu, siswa autis membutuhkan kasih
sayang yang tulus dari guru. Seorang guru hendaknya menggunakan bahasa
sederhana, tegas, jelas, memahami kondisi siswa, serta menunjukkan sikap ramah,
sabar, rela berkorban, serta memberi contoh atau teladan yang baik. Ini bertujuan
untuk menumbuhkan ketertarikan siswa sehingga menjadi bersemangat dalam
belajar.
5. Prinsip kebebasan yang terarah. Siswa autis memiliki sikap tidak mau dikekang serta
cendrung ingin berbuat sesuka hati. Oleh sebab itu, guru hendaknya membimbing,
mengarahkan, dan menyalurkan segala prilaku siswa ke arah positif dan berguna,
baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain.
6. Prinsip minat dan kemampuan. Guru harus mampu menggali minat dan kemampuan
siswa dalam pelajaran untuk dijadikan acuan dalam memberikan tugas-tugas
tertentu. Dengan memberikan tugas yang sesuai, siswa autis akan merasa senang
sehingga lama-kelamaan akan terbiasa belajar.
7. Prinsip disiplin. Siswa autis biasanya memenuhi keinginan sendiri tanpa
memerhatikan situasi dan kondisi lingkungan sekitar. Oleh karena itu, guru perlu
membiasakan siswa hidup teratur, menunjukkan keteladanan, serta membina dengan
sabar.
Selain prinsip guru juga perlu mengetahui beberapa teknik yang bisa dilakukan
untuk mengajar anak-anak dengan autisme:14
1. Tidak Melakukan Modifikasi Jadwal
Anak-anak autis tidak suka variasi karena lebih menyukai rutinitas yang
sama serta kebiasaan berulang.Oleh karena itu, sebaiknya tidak melakukan
perubahan jadwal untuk anak dengan autisme. Namun, bukan tidak mungkin untuk
melakukan sedikit modifikasi jadwal bila memang dibutuhkan.
2. Memilih Gaya Belajar
Setiap anak memiliki gaya belajar tertentu.Beberapa anak mungkin lebih
cepat menyerap informasi dengan cara mendengar, sementara anak yang lain lebih
cenderung pada gaya belajar visual.Pada beberapa anak, media gambar menjadi
bahasa pengantar utama dalam belajar.
Terapi untuk Anak Autis
Seorang penderita autis tidak dapat disembuhkan, namun terapi dapatmembantu
seseorang agar dapat mengurangi bahkan menghilangkan gejalaautis yang dimiliki,
berikut ini beberapa terapi yang biasa digunakan
1. Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai, telah dilakukanpenelitian
dan didesain khusus untuk anak dengan autis. Sistem yangdipakai adalah memberi
pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement
(hadiah/pujian). Jenis terapi ini bisa diukur kemajuannya.
2. Terapi Wicara
Terapi wicara yaitu terapi yang membantu anak melancarkan otot-otot mulut
sehingga membantu anak berbicara lebih baik.15Hampir semua anak dengan autis
mempunyai kesulitan dalambicara dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling
menonjol, banyakpula individu autis yang non-verbal atau kemampuan bicaranya
sangatkurang. Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun merekatidak
mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang
lain. Dalam hal ini terapi wicara danberbahasa akan sangat menolong.
3. Terapi Okupasi

14
Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. (Bandung : PT Refika Aditama, 2006), h.
123-125.
15
Sri Muji Rahayu, Deteksi dan Intervensi Dini Pada Anak Autis, Jurnal Pendidikan Anak, Vol. III,
Edisi. 1, tahun 2014, h. 425.
Hampir semua anak autis mempunyai keterlambatan dalamperkembangan
motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, merekakesulitan untuk memegang
pensil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap
makanan ke mulutnya, dan lainsebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat
penting untuk melatih mempergunakan otot-otot halusnya dengan benar.
4. Terapi Fisik
Autis adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyakdiantara
individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya.
Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat.
Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapidan terapi integrasi sensoris akan
sangat banyak menolong untukmenguatkan otot-ototnya dan memperbaiki
keseimbangan tubuhnya.
5. Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autis adalah dalambidang
komunikasi dan interaksi. Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam
ketrampilan berkomunikasi dua arah, membuat temandan main bersama ditempat
bermain. Seorang terapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada mereka
untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari cara-caranya.
6. Terapi Bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autis membutuhkan pertolongan
dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara,
komunikasi dan interaksi sosial. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam
hal ini dengan teknik-teknik tertentu.
7. Terapi Perilaku
Terapi perilaku adalah terapi yang bertujuan agar perilaku anak menjadi
terkendalidan mengerti norma sosial yang berlaku. Fokus penanganan dalam terapi
perilaku adlah pemberian reinforcement positif setiap kali anak merespon dengan
benar sesuai dengan instruksi yang diberikan. Prinsip dasar terapi ini adalah
Atencendent (intruksi sebelum perilaku) yang diikuti Behavior, dan diikuti
Consequence(konsequensi perilaku atau hadiah). Terapi ini pada umumnya
mendapatkan hasil yang signifikan apabila dilakukan secara intensif, teratur dan
konsisten pada usia dini. 16

16
Sri Muji Rahayu, Ibid., h. 426-427.
8. Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention)
dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anakdipelajari minatnya,
kekuatannya dan tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan
sosial, emosional danIntelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi
perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.
9. Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual
thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar
komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan PECS (Picture Exchange
Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk
mengembangkan ketrampilan komunikasi.
10. Terapi Biomedik
Terapi biomedik yaitu penanganan biomedis melalui perbaikan kondisi tubuh
agar terlepas dari faktor-faktor yang merusak misalnya keracunan logam berat,
allergen dan lain-lain.17 Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter
yangtergabung dalam DAN! (Defeat Autism Now). Banyak dari paraperintisnya
mempunyai anak autis. Mereka sangat gigih melakukan risetdan menemukan bahwa
gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan
berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa
secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal
yang ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan.Ternyata
lebih banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang
komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri (biomedis).

17
Sri Muji Rahayu, Ibid., h. 425
BAB III

KISI-KISI
Karakteristik Anak Autis

No Aspek Indikator Keterangan


1. Perilaku Melamun, bengong dengan tatapan
CL3
mata kosong.
Melakukan perbuatan atau gerakan
CL3
yang sama berulang-ulang
Dapat berprilaku kekurangan
CL3
(hipoaktif).
2 Komunikasi/ Bahasa Perkembangan bahasa yang lambat. CW2
Terlihat seperti memiliki masalah
pendengaran dan tidak memerhatikan CL1
apa yang dikatakan oleh orang lain.
Jarang berbicara dan atau Sulit untuk
CL1, CL3
diajak berbicara
Mengeluarkan bahasa yang tidak dapat
CL3
dipahami oleh orang lain.
Meniru perkataan atau pembicaraan
CL3
orang lain (echolalia).
Suka menarik tangan orang lain bila
CL1,CL3
meminta sesuatu.
3 Interaksi Sosial Suka menyendiri, memisahkan diri dan
CL3
duduk memojok.
Tidak suka bermain selayaknya anak-
CW2, CL3
anak seusianya.
Tidak bermain mengikuti pola biasa
dan suka memutar-mutar atau
melempar dan menangkap kembali CL3
mainan atau apa saja yang
dipegangnya.
Kisi-kisi Layanan Bagi Anak Autis

No Aspek Indikator Keterangan

1. Identifikasi Melakukan terapi dengan tenaga ahli CW1, CW2

Melakukan terapi dengan keluarga CW2

2. Asesmen Akademik CL3

Perkembangan CL1

3. Strategi Pembelajaran Program Pembelajaran Individu CL1

Ability Grouped Classes. CL3


BAB IV

PEMBAHASAN
Observasi pertama yang saya lakukan di SDN 1 Bojongsari yaitu pada hari Rabu,
9 September 2019. Saya bertemu dengan ibu Ika selaku guru inklusi di sekolah ini.
Kemudian saya dan teman-teman mengobrol bersama bu Ika dan ka Nadia di ruang
terapi. Beberapa hari sebeleumnya, saya dan bu Ika sudah sempat berdiskusi dan
menjelaskan bahwa saya akan meneliti anak autis, dan satu-satunya anak yang
teridentifikasi anak Autis di SDN Bojongsari 1 ini adalah Fhaiz, anak kelas 1. Dan
kebetulan saya dapat melihat langsung Fhaiz di ruangan terapi karena hari itu adalah
jadwal Fhaiz dan beberapa anak berkebutuhan khusus lainnya menjalani kelas terapi.
Faktor penyebab anak autis sebenarnya masih belum dapat diketahui secara
akurat. Namun, melihat beberapa penelitian anak autis umumnya lahir dengan cara
chesar. Demikian pula dengan Fhaiz, mendengar langsung dari Bapak Abdul Salam
(Ayah Fhaiz) yang menceritakan bahwa ibu Fhaiz melahirkan Fhaiz dengan cara chesar
diusia kandungan yang tepat.
Dilihat dari gejalanya, Fhaiz termasuk dalam klasifikasi autis ringan. Pada
kondisi ini Fhaiz masih menunjukkan adanya kontak mata walaupun tidak berlangsung
lama. Fhaiz ini dapat memberikan sedikit respon ketika dipanggil namanya,
menunjukkan ekspresi-ekspresi muka, dan dalam berkomunikasi dua arah meskipun
terjadinya hanya sesekali. Fhaiz bukan anak yang impulsif ataupun tantrum. Secara
motorik seperti cara Fhaiz memegang pensilnya juga cukup baik meskipun tidak seperti
anak normal lainnya. Adapun jika dilihat dari klasifikasi autisme menurut ICD
(International Classification of Diseases) dan DSM – IV APA (American Psychiatric
Association) Fhaiz golong dalam Pervasive Developmental Disorder Not Otherwise
Specified (PDD-NOS) yaitu gangguan autis yang tidak umum dan terdapat ketidak
mampuan pada beberapa perilaku. Ciri-ciri PDD-NOS, yaitu: Masih dapat bertatap mata,
Ekspresi fascial tidak terlalu datar, Masih bisa diajak bergurau.
Kemudian dari penelitian, observasi dan wawancara yang saya lakukan, Fhaiz
memang menunjukkan sikap anak autis. Dilihat dari ciri-ciri anak autis yang
dikemukakan oleh Jamila K.A, Fhaiz mempunyai masalah atau gangguan dalam
beberapa aspek:
1. Perilaku
a. Berperilaku kekurangan (hipoaktif).
Saat di kelas maupun di ruang terapi Fhaiz sangat tenang dan diam, kecuali
saat dia sedang badmood Fhaiz cenderung agresif namun hanya sedikit
bergerak dan sekitik mengucapkan sesuatu.
b. Melakukan perbuatan atau gerakan yang sama berulang-ulang.
Ciri ini dapat saya lihat saat saya duduk di sebelahnya untuk mengerjakan soal,
Fhaiz berkali-kali mengusap-usapkan kedua tangannya ke pahanya.
c. Melamun, bengong dengan tatapan mata kosong.
Saat pertama kali masuk kelas, saya disambut denga tatapan mata kosong
Fhaiz yang sedang menghadap dinding di depan kelas. Dan mendengar dari
penjelasan bu Nila selaku guru kelas Fhaiz, Fhaiz memang selalu terlihat
melamun dan bengong, namun saat pelajaran berlangsung Fhaiz dapat tepat
mengikuti pembelajaran seperti yang lain.
2. Komunikasi/ Bahasa
a. Perkembangan bahasa yang lambat.
Perkembangan bahasa Fhaiz cukup lambat, bahkan menurut Bapaknya Fhaiz
saat usia 3 tahun mengalami penurunan perkembangan bahasanya. Fhaiz
sempat seperti anak-anak yang lain yang bisa mengucapkan kata-kata
sederhana seperti baba dan mama, namun saat mendekati usia TK kosa kata
bahasanya semakin hilang. Dan kosa katanya mulai mengalami perkembangan
lagi saat Fhaiz memiliki adik.
b. Terlihat seperti memiliki masalah pendengaran dan tidak memerhatikan apa
yang dikatakan oleh orang lain.
Saat pertama kali melihat Fhaiz di ruang terapi saya mencoba mendekati Fhaiz
dan memanggilnya, namun Fhaiz tidak menggubris saya sama sekali. Saat ka
Nadia atau pun bu Nila menyuruhnya mengerjakan tugas di bukunya Fhaiz
seperti tidak mendengarkan dan meliat ke arah yang lain atau tidak menatap ka
Nadia ataupun bu Nila, tetapi Fhaiz tetap melakukan apa yang diperintahkan
mereka.
c. Jarang berbicara/ sulit untuk diajak berbicara.
Selama saya obsevasi Fhaiz hampir tidak berbicara sama sekali, sayapun sulit
untuk berkomunikasi atau pun mengobrol dengan Fhaiz. Setiap saya mencoba
bertanya sesuatu dengan Fhaiz, dia hanya diam atau hanya sedikit kata yang
dia ucapkan itupun tidak terlalu jelas apa yang Fhaiz katakan. Demikian pula
saat di rumah, menurut Bapaknya, Fhaiz jarang bicara ataupun menceritakan
kegiatannya di sekolah, Fhaiz harus dipancing terlebih dahulu oleh orang
tuanya agar mau berbicara.
d. Mengeluarkan bahasa yang tidak dapat dipahami oleh orang lain.
Setelah selesai mengerjakan soal ulangan, saya mendengar Fhaiz
mengucapkan sesuatu namun sangat tidak jelas seperti sedang bergumam.
Entah dia sedang mencoba bernyayi karena tadi saat mengerjakan ulangan ada
lagu “sayang semuanya”.
e. Meniru perkataan atau pembicaraan orang lain (echolalia).
Saat saya membacakan soal ulangan, Fhaiz meniru hampir seluruh kata yang
saya bacakan untuknya.
f. Suka menarik tangan orang lain bila meminta sesuatu.
Saat pertama kali saya observasi di kelas terapi Fhaiz ingin segera pulang
namun Fhaiz tidak mengucapkannya, Fhaiz hanya menarik-narik tangan kak
Nadia dan saat ditanya apa maunya Fhaiz hanya diam. Hal ini juga terjadi saat
saya berhenti membacakan soal untuk Fhaiz saat ulangan di kelas karena
memang waktunya sudah habis. Fhaiz menarik tangan saya ke lembaran soal,
tapi tidak mengucapkan apa yang dia inginkan, saya mencoba bertanya apa
yang dia mau dan Fhaiz hanya diam dan tetap menarik tangan saya ke kertas
soal tersebut.
3. Interaksi Sosial
a. Suka menyendiri, memisahkan diri dan duduk memojok.
Di kelas Fhaiz duduk di bangku depan paling kanan kelas. Fhaiz sebenarnya
duduk sebangku dengan temannya, namun saat jam istirahat ataupun sebelum
pembelajaran dimulai, Fhaiz lebih memilih duduk menyendiri dibangkunya
dan tidak bermain bersama temannya.
b. Tidak suka bermain selayaknya anak-anak seusianya maupun dengan rekan
seusianya.
Saat saya datang dan masuk ke kelas Fhaiz bersama bu Nila, saya melihat
banyak anak-anak yang bermain, berlarian atau mengobrol dengan anak-anak
lain. sedangkan Fhaiz hanyak duduk di bangkunya dengan tatapan kosong.
Saya juga melihat teman sebangkunya mengajaknya bermain, tapi Fhaiz hanya
diam. Menurut penjelasan Bapaknya Fhaiz, di rumahpun Fhaiz tidak berain
dengan anak seusianya dia hanya bermain dengan adiknya, hal ini juga
mungkin karena di lingkungan rumahnya tidak ada anak yang usianya sebaya.
c. Suka melempar dan menangkap kembali mainan atau apa saja yang
dipegangnya.
Fhaiz cukup sering menjatuhkan dan mengambil kembali pensil, penghapus
ataupun benda yang sedang Fhaiz pegang. Seperti yang Fhaiz lakukan di kelas
terapi pada observasi pertama dan saat saya duduk bersama Fhaiz saat ulangan
pun demikian, Fhaiz menjatuhkan pensilnya ke bawah meja dan
mengambilnya kembali.

Fhaiz sudah teridentifikasi autis ketika umurnya 3 tahun. Saat itu Fhaiz masih bisa
mengucapkan kata-kata sederhana seperti memanggil baba atau ibunya. Namun, semakin
lama bukannya semakin bertambah kosa katanya justru semakin hilang dan perilakunya juga
sangat pasif tidak seperti anak seusianya. Mulai dari situ orang tuanya memperhatikan
kebutuhan apa saja yang seharusnya Fhaiz terima. Menurut pak Abdul Salam (Bapaknya
Fhaiz), bahwa Fhaiz sudah melakukan banyak terapi sebelum masuk usia TK dan juga saat di
TK. Fhaiz melakukan terapi medis berupa obat dari dokter namun tidak lama karena terbentr
biaya, terapi kepada psikolog ataupun guru-guru, dan juga terapi yang dilakukan sendiri oleh
orang tuanya. Hadirnya adik Fhaiz ini juga membantu terapi perkembangan komunikasi dan
tingkah laku dari Fhaiz. Orang tua Fhaiz pun terutama ibunya selalu sabar mengajari apapun
untuk kebaikan Fhaiz, sedangkan Bapaknya cenderung tegas namun tidak memaksa, bahkan
saya dapat melihat dekatan Fhaiz dan bapaknya yang sangat hangat, misalkan saat mereka
bertemu mereka melakukan gerakan tos dan salaman yang sangat unik.
Perkembangan perilaku dan bahasanyapun mulai nampak kembali saat Fhaiz di
sekolahkan di TK sekolah alam, Bojongsari. Di sekolah tersebut Fhaiz dilatih gerakan
motorik halus dan kasarnya. Dan karena di sekolah tersebut banyak pula anak yang
berkebutuhan khusus sehingga membuat interaksi antar mereka pun menunjang
perkembangan mereka.
Untuk saat ini Fhaiz tidak lagi melakukan terapi-terapi di luar sekolah, karena
menurut guru Tknya sebenarnya Fhaiz ini masih dapat ditanggani oleh orangtuanya. Selain
itu faktor biaya juga yang menghambat Fhaiz tidak melakukan terapi lagi, mengingat
Bapaknya Fhaiz hanya bekerja sebagai driver ojek online sedangkan ibunya seorang buruh
cuci. Fhaiz anak yang penurut dan juga mandiri, kata bapaknya setiap pulang sekolah ataupun
setelah maghrib jika ada pr Fhaiz selalu mengerjakannya sendiri ataupun dengan ibunya.
Untuk bina diri seperti memakai baju dan sepatu Fhaiz dapat melakukannya sendiri. Dan
secara kognitif Fhaiz ini termasuk anak yang pintar, Fhaiz sangat menggemari matematika.
Untuk mengurutkan angka, menghitung, dan menuliskan angka Fhaiz sudah bisa. Namun,
untuk membaca dan menulis Fhaiz masih perlu banyak berlatih.
Upaya yang dilakukan oleh pihak SDN 1 Bojongsari yang saya amati cenderung
mengutamakan akademiknya saja, kurikulum yang digunakan untuk mengajar Fhaiz di kelas
sama dengan anak lainnya, hanya bedanya Fhaiz mendapat kelas terapi dengan sara dan
prasarana yang masih kurang. Dimana di kelas terapi ini pun Fhaiz cenderung diajarkan baca,
tulis dan menghitung. Sedangkan untuk terapi sosial, komunikasi dan perilaku tidak terlalu
dikembangkan, namun tetap ada. Misalkan, Fhaiz diminta untuk mengatakan apa yang dia
mau dan menatap mata ka Nadia, Fhaiz juga diajarkan untuk mandiri saat mengerjakan tugas,
mengumpulkan tugas atau pr dan bina diri. Pelaksanaan penilaian individu (PPI) juga
dilaksanakan, biasaya berupa laporan evaluasi tiap semesternya.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Autisme adalah suatu penyakit otak yang mengakibatkan hilangnya atau
berkurangnya kemampuan seseorang untuk berkomunikasi, berhubungan dengan
sesama dan memberi tanggapan terhadap lingkungannya. Autisme bukanlah gejala
penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan gela) dimana terjadi penyimpangan
perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap sekitar,
sehingga anak autisme hidup dalam dunianya sendiri. Fhaiz termasuk anak yang
teridentifikasi Autis ringan golongan PDD-NOS. Fhaiz memiliki beberapa ciri-ciri
yang dimiliki anak Autis seperti suka menyendiri, tatapan mata kosong atau tidak
suka menatap orang lain, sulit berkomunikasi, perkembangan bahasanya lambat, tidak
suka bermain dengan teman sebayanya, dan suka menarik-narik tangan orang lain
saat meninta sesuatu.
Pelayanan, penanganan, dan pendidikan yang diberikan orang tua Fhaiz sudah
cukup baik, dengan mengikuti terapi sedari kecil pada saat awal teridentifikasi ada
yang berbeda dengan Fhaiz. Saat ini Fhaiz hanya menjalankan terapi yang ada di
sekolah dan masih terus dilakukan penanganan di rumah. Perkembangan akademik
dan perilakunya sangat baik, hanya saja Fhaiz masih sangat kurang dalam
berkomunikasi dengan orang lain.
B. Saran
Bagi orang tua harus lebih memberikan perhatian kepada anak. Identifikasi
dini sangatlah dibutuhkan anak berkebutuhan khusus. Karena jika sudah
teridentifikasi dari dini, terapi yang dijalankan akan lebih mudah dan hasilnya akan
lebih maksimal.Dan bagi SDN 1 Bojongsari, untuk lebih meningkatkan pelayanan
bagi anak dengan gangguan autisme di sekolah dengan menyediakan tenaga yang
lebih dan sesuai di bidangnya, sarana dan prasaranya yang mendukung, serta adanya
kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus.
DAFTAR PUSTAKA

Banoet,Jendriadi. dkk, Karakteristik Prososial Anak Autis Usia Dini di Kupang, Jurnal PG-
PAUD Trunojoyo, Vol. 3, No. 1, 2016

Budiman,Muhammad. Makalah Simposium, Pentingnya Diagnosis Dini dan


Penatalaksanaan Terpadu Pada Autisme, (Surabaya: 1998)

D.S, Prasetyono, Serba-serbi Anak Autis, (Jogjakarta: Diva Press, 2008)

Delphie, Bandi. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. (Bandung : PT Refika Aditama,


2006)

DM,Mujiyanti. Tingkat Pengetahuan Ibu dan Pola Konsumsi Pada Anak Autis di Kota
Bogor, Bogor: Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor (IPB), 2011

Faisal Yatim, Autisme (Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-anak), (Jakarta: Pustaka Populer
Obor, 2003)

Muhammad, Jamila K.A. Special Education for Special Children (Panduan Pendidikan
Khusus Anak-anak dengan Ketunaan dan Learning Disabilities, (Bandung: PT.
MizanPublika, 2008)

Nugraheni,S. A. Menguak Belantara Autisme, Buletin Psikologi Fakultas Psikologi


Universitas Gadjah Mada Volume 20, No. 1-2, 2012

Pratama,Zico Tahap-Tahap Sosialisasi Terapis dalam Penanganan Anak Autis di Yayasan


Permata Hati Pekanbaru, Jom Fisip Vol. 4 No. 1 – Februari 2017

Rahayu,Sri Muji. Deteksi dan Intervensi Dini Pada Anak Autis, Jurnal Pendidikan Anak,
Vol. III, Edisi. 1, tahun 2014

Sukinah, Model Layanan Pendidikan yang Ideal bagi Anak Autis. WUNY, nomor 3,
september 2011

Veskarisyanti,G.A. Terapi Autis Paling Efektif dan Hemat, (Yogyakarta : Pustaka Anggrek,
2008)

Wright,C. W. How To Live With Autism and Asperger Syndrome, Strategi Praktis bagi
Orang Tua dan Guru Anak Autis. (Jakarta: Dian Rakyat, 2007)

Anda mungkin juga menyukai