Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Prolapsus alat-alat genitalia dapat disamakan dengan suatu hernia, di mana
suatu organ genitalia turun ke dalam vagina, bahkan bila mungkin ke luar
dari liang vagina. Keadaan ini sebagian besar dikarenakan kelemahan dari
otot-otot, fascia dan ligamentum-ligamnetum penyokongnya. Prolapsus
genitalia ini secara umum dapat berupa prolapsus vagina dan atau prolapsus
uteri.
Prolapsus genitalia yang sering ditemukan adalah Pelvic Organ Prolapse
(POP) yaitu prolapsus uteri, uterosistokel, sistokel, atau rektokel. Uretrokel
saja jarang terjadi, sedangkan enterokel lebih sering ditemukan terutama
pada pasien-pasien pasca tindakan histerektomi. Kasus ini sering terdapat
pada wanita dengan paritas yang tinggi dan 40% dari mereka membutuhkan
tindakan pengobatan dan kasus ini jarang sekali ditemukan pada seorang
wanita nullipara.
Diperkirakan 50% dari wanita yang telah melahirkan akan menderita
prolapsus genitalia dan hampir 20% kasus ginekologi yang menjalani
operasi adalah akibat kasus prolapsus genitalia. Angka ini akan terus
meningkat jumlahnya akibat usia harapan hidup wanita Indonesia yang terus
meningkat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Losif dan Bekazzy (1984)
ditemukan hampir 50% wanita terutama wanita pasca menopause yang
mengalami prolapsus genitalia mempunyai masalah urogenital akibat
keadaan tersebut, akan tetapi prevalensinya secara pasti sangat sulit
ditentukan dengan tepat. Hal ini disebabkan banyak wanita tersebut yang
tidak mau atau merasa malu, takut ataupun enggan untuk membicarakan
masalah–masalah yang dialaminya, bahkan tabu, baik pada teman, keluarga,
tenaga kesehatan, maupun dokter. Oleh karena itu, pengetahuan dan
pemahaman tentang prolapsus urogenital cukup penting sehingga setiap
wanita yang mengalaminya dapat hidup dengan layak tanpa memberikan

1
beban yang berat pada keluarga maupun pada masyarakat apabila
ditatalaksana dengan tepat dan benar sejak dini.
Di sisi lain perlu untuk diketahui dan dipahami bahwa prolapsus alat
genitalia dapat diatasi dengan tindakan preventif, kuratif, atau rehabilitatif,
dan jika memang dibutuhkan terapi dapat dilakukan secara konservatif
ataupun operatif. Oleh karena itu pengetahuan tentang prolapsus genitalia
ini termasuk penatalaksanaannya sangatlah penting untuk diketahui
sehingga menjadi alasan yang kuat untuk membuat tulisan ini.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa yang dimaksud dengan proplasus genetalis?
2. Apa saja anatomi dasar panggul?
3. Apa penyebab prolapses genetalis?
4. Bagaimana cara mendiagnosis prolapsus genitalis?
5. Bagaimana cara penatalaksanaan prolapsus genetalis?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui prolapsus genetalis
2. Untuk mengetahui anatomi dasar panggul
3. Untuk mengetetahui penyebab prolapsus genetalis
4. Untuk mengetahui cara mendoagnosis prolapsus genetalis
5. Untuk mengetahui cara penatalaksanaan prolapsus genetalis

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Dassar Panggul


Pelvis dibentuk oleh 4 buah tulang, yaitu:
1. Dua buah ossae coxae yang membentuk dinding anterior dan lateral.
2. os sacrum dan os coccygis (bagian dari columna vertebralis) memben-
tuk dinding dorsal pelvis.
Panggul dibagi oleh apertura pelvis superior (pintu atas panggul) yang
dibentuk oleh promontorium sacralis di sebelah dorsal, linea iliopectinea
yaitu: linea terminalis dengan pecten ossis pubis di sebelah lateral, dan
symphysis os pubis di sebelah anterior, menjadi:
1. Pelvis spurium (pelvis major), yaitu bagian di atas apertura tersebut,
merupakan bagian bawah rongga abdomen.
Merupakan bagian yang terdapat di depan vertebrae lumbalis sebagai
batas dorsal; fossa iliaca dengan m. iliacus berada di sebelah lateral dan
dinding abdomen bagian bawah di sebelah ventral. Pelvis spurium ini
juga merupakan bagian rongga perut.Fungsinya menahan alat-alat
rongga perut dan menahan uterus yang berisi fetus pada wanita hamil
sejak bulan ketiga.

3
2. Pelvis verum (pelvis minor), yaitu rongga di bawah apertura pelvis
superior tersebut.
a. Mempunyai pintu masuk panggul; apertura pelvis superior dan
pintu keluar; apertura pelvis inferior yang berupa 2 buah segitiga
yang bersekutu pada alasnya (yakni garis yang menghubungkan
kedua tuber ischiadica).
Segitiga bagian dorsal trigonum anale dibentuk oleh kedua
lig.sacrotuberosa dan puncaknya terletak pada os coccygis.
Segitiga bagian ventral trigonum urogenitale dibentuk oleh ramus
inferior ossis pubis dan ramus inferior ossis ischii sebelah kiri dan
kanan, dan puncaknya terletak pada symphysis ossium pubis (yang
diperkuat oleh lig. arcuatum pubis).
b. Cavum pelvis (rongga panggul) terletak di antara pintu masuk dan
pintu keluar panggul, berupa saluran pendek yang melengkung
dengan bagian cekung ke depan.

Karena manusia berdiri tegak lurus, maka dasar panggul perlu mempunyai
kekuatan untuk menahan semua beban yang diletakan padanya, khususnya
isi rongga perut dan tekanan intrabdominal. Beban ini ditahan oleh lapisan
otot-otot dan fasia yang apabila mengalami tekanan dan dorongan
berlebihan atau terus – menerus dapat timbul prolapsus genitalis.

4
Pintu bawah panggul terdiri atas:
a. Diafragma pelvis
Diafragma pelvis merupakan penutup bagian bawah dari rongga perut,
dan terbentuk oleh muskulus levator ani dan muskulus koksigeus yang
menyerupai sebuah mangkok serta fasia endopelvik.
Muskulus levator ani ini terbagi menjadi iliokoksigeus,
pubokoksigeus, dan puborektalis, walaupun jauh subdivisinya disebut
pubouretralis, dan pubovaginalis dimana serabut-serabut levator ani
berinsersi dalam fasia yang menutupi uretra.
Otot pubokoksigeus berjalan dari permukaan dalam tulang pubis
bagian anterior dan median membentang ke belakang menuju bagian
belakang rectum, setelah mengelilingi rectum dan vagina kembali ke
tulang pubis di sisi lain.
Bagian lateral dari otot tersebut disebut iliokoksigeus yang
membentang dari spina ischiadika dan arkus tendius yang menutup
otot obturatorius interna terus kebelakang dan berinsersi di pinggir
lateral tulang koksigeus dan sacrum bagian bawah.
Otot levator ani kanan-kiri membentuk levator plate yang kuat sekali
dan terbentang dari titik penggabungannya dibelakang hiatus levator
dan terus ke belakang dan berinsersi di tulang koksigeus, central
perineal body, dan pada ligament anokoksigeus.
Di bawah otot levator ani terdapat diafragma urogenital yang menutup
hiatus genitalis, dibentuk oleh aponeurosis muskulus transversus
perinei profundus dan muskulus transversus superfisialis berjalan
antara arkus pubis kanan-kiri. Di dalam sarung aponeurosis itu
terdapat muskulus rhabdosfingter urethrae.
Lapisan paling luar (distal) dibentuk oleh muskulus bulbokavernosus
yang melingkari genital eksterna, muskulus perinei transversus
superfisialis, muskulus iskhiokavernosus dan muskulus sfingter ani
eksternus.

5
b. Diafragma urogenital
Berfungsi memberi bantuan pada otot levator ani menahan organ-
organ pelvis
c. Lapisan-lapisan otot yang berada diluar (penutup genitalia eksterna).
a) Muskulus sfingter ani eksternus diperkuat oleh muskulus levator
ani menutup anus,
b) Muskulus bulbokavernosus mengecilkan introitus vagina di
samping memperkuat fungsi muskulus sfingter vesisae internus
yang terdiri atas otot polos.

6
Jaringan Penunjang Dasar Panggul

Uterus berada dirongga panggul dalam ateversiofleksio sedemikian rupa


sehingga bagian depannya setinggi simfisis pubis dan bagian belakang
setinggi artikulasio sakrokoksigea.

Jaringan ikat di parametrium, dan ligamentum-ligamentum membentuk


suatu sistem penunjang uterus, sehingga uterus terfiksasi relatif cukup baik.

Jaringan-jaringan itu ialah:

1. Ligamentum kardinale sinistrum dan dekstrum (Mackenrodt)


merupakan ligamentum yang terpenting untuk mencegah agar uterus
tidak turun. Ligamentum ini terdiri atas jaringan ikat tebal, dan berjalan
dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral ke dinding pelvis.
Didalamnya ditemukan banyak pembuluh darah, antara lain vena dan
arteri uterina.
2. Ligamentum sakrouterinum sinistrum dan dekstrum, yakni ligamentum
yang juga menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan,
melengkung dari bagian belakang serviks kiri dan kanan melalui
dinding rektum ke arah os sakrum kiri dan kanan.
3. Ligamentum rotundum sinistrum dan dekstrum, yakni ligamentum yang
menahan uterus dalam antefleksi, dan berjalan dari sudut fundus uteri
kiri dan kanan ke daerah inguinal kiri dan kanan.
4. Ligamentum puboservikale sinistrum dan dekstrum, berjalan dari os
pubis melalui kandung kencing, dan seterusnya sebagai ligamentum
vesikouterinum sinistrum dan dekstrum ke serviks.
5. Ligamentum latum sinistrum dan dekstrum, yakni ligamentum yang
berjalan dari uterus ke arah lateral, dan tidak banyak mengandung
jaringan ikat. Sebetulnya ligamentum ini adalah bagian peritoneum
viserale yang meliputi uterus dan kedua tuba, dan berbentuk lipatan. Di
bagian lateral dan belakang ligamentum ini ditemukan indung telur
(ovarium sinistrum dan dekstrum). Untuk memfiksasi uterus
ligamentum ini tidak banyak artinya.

7
6. Ligamentum infundibulopelvikum, yakni ligamentum yang menahan
tuba Falopii, berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di
dalamnya ditemukan urat saraf, saluran-saluran limfe, arteria dan vena
ovarika. Sebagai alat penunjang ligamentum ini tidak banyak artinya.
7. Ligamentum ovarii propium sinistrum dan dektrum, yakni ligamentum
yang menahan tuba Falopii, berjalan dari sudut kiri dan kanan belakang
fundus uteri ke ovarium.
Ligamentum-ligamentum dan jaringan - jaringan diparametrium tidak
semuanya berfungsi sebagai penunjang uterus. Terdapat ligamentum-
ligamentum yang mudah sekali dikendorkan, sehingga alat-alat genital
mudah berganti posisi. Ligamentum latum sebenarnya hanya satu lipatam
peritoneum yang menutupi uterus dan kedua tuba, dan terdiri atas
mesosalpink, mesovariun, dan mesometrium. Di lipatam tersebut ditemukan
jaringan ikat yang letaknya disebut intraligamenter (di dalam ruangan
ligamentum latum). Ruangan tersebut berhubungan pula dengan ruangan
retroperitoneal yang terdapat di atas otot-otot dasar panggul dan di daerah
ginjal.

2.2 Penyebab prolapsus Genitalis


Penyebab Prolapsus genetalis adalah organ-organ panggul ditahan di dalam
panggul oleh fascia yang kuat dan sehat. Organ-organ ini ditahan dari bawah
oleh otot-otot dasar panggul yang bekerja seperti ambin kuat yang terbuat
dari otot. Jika jaringan pendukung (fascia dan ligamen) yang menahan
kandung kemih, uterus dan usus pada tempatnya di dalam panggul itu lemah

8
atau rusak, atau jika otot dasar panggul lemah atau kendur, maka prolaps
dapat terjadi.
Persalinan merupakan penyebab utama prolapsus. Pada saat bergerak ke
bagian bawah vagina, bayi dapat meregangkan serta merobek jaringan
pendukung dan otot dasar panggul. Semakin banyak bayi yang Anda
lahirkan lewat vagina, semakin mungkin anda mengalami prolapses.

Gejala-gejala prolapsus genitalia sangat berbeda dan bersifat individual.


Kadangkala penderita yang satu berbeda dengan yang lainnya dan prolapsus
genitalia yang cukup berat dapat tidak mempunyai keluhan apapun,
sebaliknya penderita lain dengan prolapsus yang ringan saja telah
mempunyai banyak keluhan. Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai:
1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di
genitalia eksterna.
2. Rasa sakit di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita
berbaring, keluhan menghilang atau menjadi kurang.
3. Sistokel yang dapat menyebabkan gejala-gejala:
a. Miksi yang lebih sering dan sedikit-sedikit mula-mula pada siang
hari, kemudian bila lebih berat juga pada malam hari.

9
b. Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat di kosongkan
seluruhnya.
c. Stress inkontinensia, yaitu tidak dapat menahan kencing jika
batuk, mengejan. Kadang-kadang dapat terjadi retensio urin pada
sistokel yang besar sekali.
4. Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi:
a. Obstipasi karena feses berkumpul dalam rongga rektokel.
b. Baru dapat defekasi, setelah diadakan tekanan pada rektokel dari
vagina.
5. Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan
rasa penuh di vagina.

Komplikasi yang dapat menyertai prolapsus genitalia adalah:


1. Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri. Prosidensia uteri disertai
dengan keluarnya dinding vagina (inversio), karena itu mukosa vagina
dan serviks uteri menjadi tebal serta berkerut dan berwarna keputih-
putihan.
2. Dekubitus. Jika serviks uteri terus ke luar dari vagina maka ujungnya
bergeser dengan paha pada pakaian dalam, sehingga hal ini dapat
menyebabkan luka dan radang yang lambat laun dapat menjadi ulkus
yang disebut ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian perlu
dipikirkan kemungkinan suatu keganasan, lebih-lebih pada penderita
yang berusia lanjut. Pemeriksaan sitologi biopsi perlu dilakuakan untuk
mendapatkan kepastian akan adanya proses keganasan tersebut.
3. Hipertrofi serviks uteri dan elongasio kolli. Jika serviks uteri turun ke
dalam vagina sedangkan jaringan penahan dan penyokong uterus masih
kuat maka akibat tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun serta
karena pembendungan pembuluh darah, maka serviks uteri mengalami
hipertrofi dan menjadi panjang pula. Hal yang terakhir ini dinamakan
elongasio kolli. Hipertrofi ditentukan dengan pemeriksaan pandang dan
perabaan. Pada elongasio kolli serviks uteri pada perabaan lebih
panjang dari biasanya.

10
4. angguan miksi dan stress inkontinensia. Pada sistokel berat, miksi
kadang-kadang terhalang sehingga kandung kencing tidak dapat
dikosongkan sepenuhnya. Turunnya uterus bisa juga menyempitkan
ureter sehingga bisa menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis.
Adanya sistokel dapat pula mengubah bentuk sudut antara kandung
kencing dan uretra sehingga dapat menyebabkan stress inkontinensia.
5. Infeksi saluran kencing. Adanya retensi air kencing akan mudah
menimbulkan infeksi. Sistitis yang terjadi dapat meluas ke atas dan
dapat menyebabkan pielitis dan pielonefritis yang akhirnya keadaan
tersebut dapat menyebabkan gagal ginjal.
6. Kemandulan, karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus
vagina atau sama sekali ke luar dari vagina sehingga tidak akan mudah
terjadi kehamilan.
7. Kesulitan pada waktu persalinan. Jika wanita dengan prolapsus uteri
hamil maka pada waktu persalinan dapat menimbulkan kesulitan dikala
pembukaaan sehingga kemajuan persalinan jadi terhalang.
8. Hemoroid. Varises yang terkumpul dalam rektokel akan memudahkan
terjadinya obstipasi sehingga lambat laun akan menimbulkan hemoroid.
9. Inkarserasi usus halus. Usus halus yang masuk ke dalam enterokel
dapat terjepit sehingga kemungkinan tidak dapat direposisi lagi. Dalam
hal ini perlu dilakukan laparotomi untuk membebaskan usus yang
terjepit tersebut.
Pencegahan untuk prolapsus gentalis adalah melakukan pemendekan waktu
persalinan terutama pada saat kala dua dengan memperbaiki power yaitu
memimpin persalinan dengan baik agar penderita dihindari untuk mengejan
sebelum pembukaan lengkap adalah tindakan yang benar, episiotomy yang
benar dipertimbangkan, memperbaiki dan mereparasi luka atau kerusakan
jalan lahir dengan baik, menghindari paksaan dalam pengeluaran plasenta
(perasat Crede), mengawasi involusi uterus paska persalinan yang tetap baik
dan cepat, serta mencegah atau mengobati hal-hal yang dapat meningkatkan
tekanan intraabdominal seperti batuk-batuk yang kronis. Menghindari

11
mengangkat benda-benda yang berat dan menganjurkan para wanita jangan
terlalu banyak punya anak atau terlalu sering melahirkan.

2.3 Diagnosis
Berdasarkan keluhan-keluhan pada penderita dan pemeriksaan ginekologik
umumnya dengan mudah dapat menegakkan diagnosis prolapsus genitalia.
Dari anamnesis ditanyakan mengenai adanya benda asing yang keluar dari
kemaluan, apakah terasa mengganjal di sekitar kemaluanya, apakah seperti
ada suatu ruangan antara anus dan vagina, apakah menggunakan pencahar
secara rutin, apakah ada nyeri punggung bawah, adakah dispareunia,
ataupun inkontenensia dan konstipasi.
Friedman dan Little (1991) menganjurkan cara pemeriksaan sebagai berikut:
Penderita dalam posisi jongkok lalu disuruh mengejan dan ditentukan
dengan pemeriksaan dengan jari, apakah porsio uteri pada posisi normal
atau porsio sampai pada introitus vagina atau apakah serviks uteri sudah
keluar dari vagina. Selanjutnya dengan penderita berbaring dalam posisi
litotomi lalu ditentukan pula panjangnya serviks uteri. Serviks uteri yang
lebih panjang dari biasanya dinamakan elongasio kolli.

Pada sistokel dijumpai pada dinding vagina depan berupa benjolan kistik,
lembek dan tidak nyeri tekan. Benjolan ini bertambah besar jika penderita di
suruh mengejan. Jika dimasukkan ke dalam kandung kencing kateter logam,
lalu kateter itu diarahkan ke dalam sistokel dapat diraba kateter tersebut
dekat sekali pada dinding vagina. Uretrokel letaknya lebih ke bawah dari
sistokel, yaitu dekat pada orifisium uretra eksternum.
Menegakkan diagnosis retrokel sangatlah mudah yaitu ditandainya dengan
menonjolnya rektum ke lumen vagina sepertiga bagian bawah. Penonjolan
ini berbentuk lonjong, memanjang dari proksimal ke distal, kistik dan tidak
nyeri.Untuk memastikan diagnosis jari dimasukkan ke dalam rektum dan
selanjutnya dapat diraba dinding rektokel yang menonjol ke lumen
vagina.Enterokel menonjol ke lumen vagina lebih atas dari rektokel. Pada
pemeriksaan rektal dinding rektum lurus dan terdapat benjolan ke arah
vagina di atas rectum.

12
1. Anamnesis
Gejala diperberat saat berdiri atau berjalan dalam waktu lama dan pulih
saat berbaring. Pasien merasa lebih nyaman saat pagi hari, dan gejala
memberat saat siang hari. Gejala-gejala tersebut antara lain:

a. Pelvis terasa berat dan nyeri pelvis


b. Protrusi atau penonjolan jaringan
c. Disfungsi seksual seperti dispareunia, penurunan libido, dan
kesulitan orgasme
d. Nyeri punggung bawah
e. Konstipasi
f. Kesulitan berjalan
g. Kesulitan berkemih
h. Peningkatan frekuensi, urgensi, dan inkontinensia dalam berkemih
i. Nausea
j. Discharge purulen
k. Perdarahan
l. Ulserasi

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan pelvis lengkap, termasuk
pemeriksaan rektovaginal untuk menilai tonus sfingter. Alat yang
digunakan adalah spekulum Sims atau spekulum standar tanpa bilah
anterior. Penemuan fisik dapat lebih diperjelas dengan meminta pasien
meneran atau berdiri dan berjalan sebelum pemeriksaan. Hasil

13
pemeriksaan fisik pada posisi pasien berdiri dan kandung kemih kosong
dibandingkan dengan posisi supinasi dan kandung kemih penuh dapat
berbeda 1-2 derajat prolaps. Prolaps uteri ringan dapat dideteksi hanya
jika pasien meneran pada pemeriksaan bimanual. Evaluasi status
estrogen semua pasien. Tanda-tanda menurunnya estrogen:
a. Berkurangnya rugae mukosa vagina
b. Sekresi berkurang
c. Kulit perineum tipis
d. Perineum mudah robek
Pemeriksaan fisik juga harus dapat menyingkirkan adanya kondisi
serius yang mungkin berhubungan dengan prolaps uteri, seperti infeksi,
strangulasi dengan iskemia uteri, obstruksi saluran kemih dengan gagal
ginjal, dan perdarahan. Jika terdapat obstruksi saluran kemih, terdapat
nyeri suprapubik atau kandung kemih timpani. Jika terdapat infeksi,
dapat ditemukan discharge serviks purulen.

3. Laboratorium
Pemeriksaan ditujukan untuk mengidentifikasi komplikasi yang serius
(infeksi, obstruksi saluran kemih, perdarahan, strangulasi), dan tidak
diperlukan untuk kasus tanpa komplikasi. Urinalisis dapat dilakukan
untuk mengetahui infeksi saluran kemih. Kultur getah serviks
diindikasikan untuk kasus yang disertai ulserasi atau discharge purulen.
Pap smear atau biopsi mungkin diperlukan bila diduga terdapat
keganasan. Jika terdapat gejala atau tanda obstruksi saluran kemih,
pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin serum dilakukan untuk menilai
fungsi ginjal.

4. Radiologi
USG pelvis dapat berguna untuk memastikan prolaps ketika anamnesis
dan pemeriksaan fisik meragukan. USG juga dapat mengeksklusi
hidronefrosis. MRI dapat digunakan untuk menentukan derajat prolaps
namun tidak rutin dilakukan

14
2.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanan pada prolapsus genitalia bersifat individual, terutama pada
mereka yang telah memiliki keluhan dan komplikasi, namun secara umum
penatalaksanan dengan kasus ini terdiri dari dua cara yakni konservatif dan
operatif.
1. Pengobatan Konservatif
Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup membantu
para penderita dengan prolapsus uteri. Cara ini biasanya diberikan pada
penderita prolapsus ringan tanpa keluhan atau pada penderita yang
masih ingin mendapatkan anak lagi atau penderita yang menolak untuk
melakukan tindakan operasi atau pada kondisi yang tidak
memungkinkan untuk dilakukan tindakan operasi.
Tindakan yang dapat diberikan pada penderita antara lain:
a. Latihan-latihan otot dasar panggul.
Latihan ini sangat berguna pada penderita prolapsus uteri ringan
terutama yang terjadi pada penderita pasca persalinan yang belum
lewat enam bulan. Tujuannya untuk menguatkan otot-otot dasar
panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Latihan ini
dilakukan selama beberapa bulan. Caranya adalah di mana
penderita disuruh menguncupkan anus dan jaringan dasar panggul
seperti biasanya setelah buang air besar atau penderita disuruh
membayangkan seolah-olah sedang mengeluarkan air kencing dan
tiba-tiba menghentikannya. Latihan ini bisa menjadi lebih efektif
dengan menggunakan perineometer menurut Kegel. Alat ini terdiri
atas obturator yang dimasukkan ke dalam vagina dan dengan suatu
pipa dihubungkan dengan suatu manometer. Dengan demikian
kontraksi otot-otot dasar panggul dapat diukur kekuatannya.
b. Stimulasi otot-otot dengan alat listrik.
Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat pula ditimbulkan dengan
alat listrik, elektrodenya dapat dipasang di dalam pessarium yang
dimasukkan ke dalam liang vagina.

15
c. Pengobatan dengan pessarium.
Pengoabatan dengan pessarium sebetulnya hanya bersifat paliatif
saja, yakni menahan uterus ditempatnya selama alat tersebut
digunakan. Oleh karena itu jika pessarium diangkat maka timbul
prolapsus kembali. Prinsip pemakaian pessarium ialah bahwa alat
tersebut mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian atas
sehingga bagian dari vagina tersebut beserta uterus tidak dapat
turun dan melewati vagina bagian bawah. Jika pessarium terlalu
kecil atau dasar panggulnya terlalu lemah maka pessarium akan
jatuh dan prolapsus uteri akan timbul kembali. Pessarium yang
paling baik untuk prolapsus genitalia ialah pessarium cicic yang
terbuat dari plastik. Jika dasar panggul terlalu lemah dapat
digunakan pessarium Napier. Pessarium ini terdiri atas suatu
gagang (stem) dengan dengan ujung atas suatu mangkok (cup)
dengan beberapa lobang dan diujung bawah terdapat 4 tali.
Mangkok ditempatkan di bawah serviks dan tali-tali dihubungkan
dengan sabuk pinggang untuk memberikan sokongan pada
pessarium. Sebagai pedoman untuk mencari ukuran yang cocok
maka diukur dengan jari berupa jarak antara fornik vagina dengan
pinggir atas introitus vagina, kemudian ukuran tersebut dikurangi
dengan 1 cm untuk mendapatkan diameter dari pessarium yang
akan digunakan. Pessarium diberi zat pelicin dan dimasukkan
miring sedikit ke dalam vagina. Setelah bagian atas masuk ke
dalam vagina maka bagian tersebut ditempatkan ke forniks vagina
posterior. Kadang-kadang pemasangan pessarium dari plastik
mengalami kesukaran, akan tetapi kesukaran ini biasanya dapat
diatasi oleh penderita. Apabila pessarium tidak dapat dimasukkan
sebaiknya digunakan pessarium dari karet dengan per di
dalammnya. Pessarium ini dapat dikecilkan dengan menjepit
pinggir kanan dan kiri antara 2 jari dan dengan demikian lebih
mudah dimasukkan ke dalam vagina. Untuk mengetahui setelah

16
dipasang apakah ukurannya cocok maka penderita disuruh batuk
atau mengejan. Jika pessarium tidak keluar lalu penderita disuruh
berjalan-jalan dan apabila ia tidak merasa nyeri maka pessarium
dapat digunakan terus.
Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun, asalkan penderita
diawasi dan diperiksa secara teratur.Pemeriksaan ulang sebaiknya
dilakukan 2-3 bulan sekali.Vagina diperiksa secara inspekulo untuk
menentukan ada tidaknya perlukaan, pessarium lalu dibersihkan
dan disterilkan lalu kemudian dipasang kembali. Pada kehamilan,
reposisi prolapsus uteri dengan memasang pessarium berbentuk
cincin dan kalau perlu ditambah tampon kassa serta penderita
disuruh tidur mungkin sudah dapat membantu penderita.Apabila
pessarium dibiarkan di dalam vagina tanpa pengawasan yang
teratur, maka dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi seperti
ulserasi, terpendamnya sebagian dari pessarium ke dalam dinding
vagina, bahkan dapat terjadi fistula vesikovaginalis atau fistula
rektovaginalis.Kontraindikasi terhadap pemakaian pesarium ialah
adanya radang pelvis akut atau subakut serta adanya keganasan.
Sedangkan indikasi penggunaan pessarium antara lain kehamilan,
hingga penderita belum siap untuk dilakukan tindakan operasi,
sebagai terapi tes untuk menyatakan bahwa operasi harus
dilakukan, penderita yang menolak untuk dilakukan tindakan
operasi dan lebih suka memilih terapi konservatif serta untuk
menghilangkan keluhan yang ada sambil menunggu suatu operasi
dapat dilakukan

2. Pengobatan Operatif
Prolapsus uteri biasanya disertai dengan adanya prolapsus vagina,
sehingga jika dilakukan pembedahan untuk prolapsus uteri maka
prolapsus vagina perlu ditangani pula secara bersamaan.Ada
kemungkinan terdapat prolapsus vagina yang membutuhkan
pembedahan, padahal tidak ada prolapsus uteri atau prolapsus uteri
yang ada belum perlu dilakukan tindakan operasi. Indikasi untuk

17
melakukan operasi pada prolapsus vagina ialah jika didapatkan adanya
keluhan pada penderita.
Di bawah ini akan dibicarakan terapi pembedahan pada jenis-jenis
prolapsus genitalis.
a. Sistokel
Operasi yang lazim dilakukan ialah kolporafi anterior.
Setelah diadakan sayatan pada dinding vagina depan lalu
dilepaskan dari kandung kencing dan uretra, lalu kandung kencing
didorong ke atas dan fascia puboservikalis sebelah kiri dan kanan
dijahit di garis tengah. Sesudah dinding vagina yang berlebihan
dibuang maka dinding vagina yang terbuka ditutup kembali.
Kolporafi anterior dilakukan pula pada uretrokel. Kadang-kadang
tindakan operasi ini tidak mencukupi pada sistokel dengan stress
inkontinensia yang berat.
b. Rektokel
Pada kaus ini operasi yang dilakukan disebut dengan
kolpoperineoplastik.Di mana mukosa dinding belakang vagina
disayat dan dibuang berbentuk segitiga dengan dasarnya batas
antara vagina dan perineum dan dengan ujungnya pada batas atas
rektokel.Sekarang fascia rektovaginalis dijahit di garis tengah dan
kemudian muskulus levator ani kiri dan kanan didekatkan di garis
tengah. Luka pada dinding vagina dijahit, demikian pula otot-otot
perineum superfisialis sebelah kanan dan kiri, lalu dihubungkan di
garis tengah dan akhirnya luka pada kulit perineum dijahit.
c. Enterokel
Sayatan pada dinding belakang vagina diteruskan ke atas sampai ke
serviks uteri. Setelah hernia enterokel yang terdiri atas peritoneum
dilepaskan dari dinding vagina lalu peritoneum ditutup dengan
jahitan setinggi mungkin. Sisanya dibuang dan di bawah jahitan itu
ligamentum sakrouterina kiri dan kanan serta fascia endopelvik
dijahit di garis tengah.

18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Angka kejadian prolapsus alat genitalia cenderung meningkat seiring
dengan bertambahnya usia harapan hidup penduduk di Indonesia.
2. Penyebab prolapsus genitalia multifaktorial dan semakin berkembang
dari tahun ke tahun namun pada dasarnya disebabkan oleh kelemahan
“pelvic floor” yang terdiri dari otot-otot, fascia endopelvik dan
ligamentum-ligamentum yang menyokong organ-organ genitalia.
Penyebab yang paling sering adalah karena multiparitas.
3. Gejala klinik dari prolapsus itu sendiri berbeda-beda dan berifat
individual. Bisanya gejala yang dirasakan penderita adalah adanya
suatu benda yang menonjol atau mengganjal di genitali eksterna, rasa
sakit di pinggang, miksi yang sedikit tapi sering.
4. Penatalaksanan pada prolapsus genitalis pada umumnya adalah
konservatif, sedangkan tindakan operatif baru dilakukan jika secara
konservatif tidak berhasil dan jika tidak ada kontraindikasi.
3.2 Saran
Dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan-kesalahan.
Oleh karena itu kami senantiasa menerima saran dan kritik yang sifatnya
membangun sebagai media koreksi untuk pembuatan makalah selanjutnya.

19

Anda mungkin juga menyukai