Anda di halaman 1dari 4

1.

Bagaimana anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada


kasus?
1) Anamnesis
Anamnesis pasien diare akut perlu ditanyakan mengenai onset, lama
gejala, frekuensi, serta kuantitas dan karakteristik feses. Feses dapat
mengandung darah atau mukus. Adanya demam merupakan temuan
diagnostik yang penting karena menandakan adanya infeksi bakteri
invasive seperti Salmonella, Shigella, dan Campylobacter, berbagai virus
enterik,atau suatu patogen sitotoksik seperti, C. difficile dan E. histolytica.
Adanya feses yang berdarah mengarahkan kemungkinan infeksi oleh
pathogen invasif dan yang melepaskan sitotoksin; infeksi EHEC bila tidak
terdapat leukosit pada feses; serta bukan infeksi virus atau bakteri yang
melepaskan enterotoksin. Muntah sering terjadi pada diare yang disebabkan
oleh infeksi virus atau toksin bakteri misalnya S. aureus, dan tenesmus
merupakan penanda dari diare inflamasi.1
2) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu dinilai keadaan umum, kesadaran,berat
badan, temperatur, frekuensi nafas, denyut nadi, tekanan darah, turgor kulit,
kelopak mata, serta mukosa lidah. Selain itu, perlu dicari tanda-tanda
dehidrasi dan kontraksi volume ekstraseluler, seperti denyut nadi >90
kali/menit dan lemah, hipotensi postural/ortostatik, lidah kering, kelopak
mata cekung, serta kulit yang dingin dan lembab.1
3) Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien yang mengalami dehidrasi berat atau toksisitas berat atau
diare berlangsung lebih dari beberapa hari, diperlukan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaannya antara lain pemeriksaan darah tepi lengkap
(hemoglobin, hematokrit, leukosit, hitung jenis leukosit), kadar elektrolit
serum, ureum dan kreatinin, pemeriksaan tinja, pemeriksaan Enzym-linked
immunosorbent assay (ELISA) mendeteksi giardiasis dan tes serologi
amebiasis, dan foto x-ray abdomen. Pasien dengan diare karena virus,
biasanya mempunyai jumlah dan hitung jenis leukosit yang normal atau
limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri terutama bakteri yang invasif ke
mukosa, memiliki leukositosis dengan kelebihan darah putih muda.
Neutropenia dapat timbul pada salmonellosis. Ureum dan kreatinin
diperiksa untuk mengetahui adanya kekurangan volume cairan dan mineral
tubuh. Pemeriksaan tinja dilakukan untuk melihat adanya leukosit dalam
tinja yang menunjukkan adanya infeksi bakteri, adanya telur cacing dan
parasit dewasa. Pasien yang telah mendapatkan pengobatan antibiotik
dalam tiga bulan sebelumnya atau yang mengalami diare di rumah sakit
sebaiknya diperiksa tinja untuk pengukuran toksin clostridium difficile.
Rektoskopi atau sigmoidoskopi perlu dipertimbangkan pada pasien-pasien
yang toksik, pasien dengan diare berdarah atau pasien dengan diare akut
persisten. Pada sebagian besar pasien, sigmoidoskopi mungkin adekuat 13
sebagai pemeriksaan awal. Pada pasien dengan AIDS yang mengalami
diare, kolonoskopi dipertimbangkan karena kemungkinan penyebab infeksi
atau limfoma di daerah kolon kanan. Biopsi mukosa sebaiknya dilakukan
juga jika mukosa terlihat inflamasi berat.2
Sumber :
1. Eppy.. Aspek Terjadinya Diare akut. Medicinus 2009. Vol. 22 No.3. pp. 91-100.
2. Wawan, Wayan I. Probiotics As Treatment Of Acute Diarrhea In Infant And Children.
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan Rumah
Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. 2013

2.e manifestasi klinis gastroenteritis


Ditandai dengan meningkatnya kandungan cairan dalam feses , pasien terlihat sangat
lemas, kesadaran menurun, kram perut, demam, muntah, gemuruh usus
(borborigimus), anoreksia, dan haus. Kontraksi spasmodik yang nyeri dan peregangan
yang tidak efektif pada anus, dapat terjadi setiap defekasi.
Perubahan tanda-tanda vital seperti nadi dan respirasi cepat, tekanan darah turun, serta
denyut jantung cepat. Pada kondisi lanjut akan didapatkan tanda dan gejala dehidrasi,
meliputi: Turgor kulit menurun <3 detik, pada anak-anak ubun-ubun dan mata
cekung, membrane mukosa kering, dan disertai dengan penurunan berat badan akut
dan keluar keringat dingin.
Muttaqin A. 2011. Gangguan Gastrointestinal, Jakarta: Salemba Medika

2.h komplikasi gastroenteritis


Komplikasi gastroenteritis adalah :
1) Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik atau hipertonik).
2) Renjatan hipovolemik.
3) Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia,
perubahan elektrokardiogram).
4) Hipoglikemia.
5) Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim
laktosa.
6) Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik.
7) Malnutrisi energen protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik).

Haryono. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta: Gosyen


Publishing. 2012

3. bagaimana proses terjadi diare?


Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang
tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus
berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat
toksin didinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian
menjadi diare. Gangguan motilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik. Akibat
dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik dan
hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan
gangguan sirkulasi darah (Zein dkk, 2004).
Mekanisme terjadinya diare dan termaksut juga peningkatan sekresi atau penurunan
absorbsi cairan dan elektrolit dari sel mukosa intestinal dan eksudat yang berasal dari
inflamasi mukosa intestinal (Wiffen et al, 2014). Infeksi diare akut diklasifikasikan
secara klinis dan patofisiologis menjadi diare noninflamasi dan diare inflamasi. Diare
inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitoksin di kolon dengan manifestasi sindrom
disentri dengan diare disertai lendir dan darah. Gejala klinis berupa mulas sampai
nyeri seperti kolik, mual, muntah, tetenus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada
pemeriksaan tinja rutin makroskopis ditemukan lendir dan atau darah, mikoroskopis
didapati sek lukosit polimakronuklear. Diare juga dapat terjadi akibat lebih dari satu
mekanisme, yaitu peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi
bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebakan
terjadinya diare. Pada dasarnya, mekanisme diare akibat kuman enteropatogen
meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa,
invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitoksin. Satu jenis bakteri dapat
menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk mengatasi pertahanan
mukosa usus (Amin, 2015).
Berdasarkan patofisiologinya, diare dapat dibagi atas 3 kelompok :
 Osmotic diarrhoe, yang terjadi karena isi usus menarik air dari mukosa. Hal
ini ditemukan malabsorbsi, dan defisiensi laktase.
 Secretori diarrhoea, pada keadaan ini usus halus, dan usus besar tidak
menyerap air dan garam, tetapi mengsekresikan air dan elektrolit. Fungsi
 yang terbalik ini dapat disebabkan pengaruh toksin bakteri, garam empedu,
prostaglandin, dan lain-lain. Cara terjadinya, melalui rangsangan oleh cAMP
(cyclic AMP) pada sel mukosa usus.
 Exudative diarrhoea, ditemukan pada inflamasi mukosa seperti pada colitis
ulcerativa, atau pada tumor yang menimbulkan adanya serum, darah, dan
mukus.
Diare akut dapat menyebabkan terjadinya:
 Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan
dehidrasi, asidosis metabolic dan hypokalemia.
 Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau prarenjatan
sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan muntah, perfusi
jaringan berkurang sehingga hipoksia dan asidosis metabolik, bertambah
berat, peredaran otak dapat terjadi, kesadaran menurun (sopokorokomatosa)
dan bila tidak cepat diobati, dapat menyebabkan kematian.
 Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan karena diare
dan muntah, kadang-kadang orangtua menghentikan pemberian makanan
karena takut bertambahnya muntah dan diare pada anak atau bila makanan
tetap diberikan tetapi dalam bentuk diencerkan. Hipoglikemia akan lebih
sering terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi atau bayi
dengan gagal bertambah berat badan. Sebagai akibat hipoglikemia dapat
terjadi edema otak yang dapat mengakibatkan kejang dan koma (Suharyono,
1991).
Sumber :
1. Zein, Umar., dkk. Diare Akut Disebabkan Bakteri.Sumatera Utara :
Universitas Sumatera Utara.2004
2. Wiffen, P., Mitchell, M., Snelling, M., Stoner. N. Farmasi Klinis Oxford.
Jakarta: EGC.2014
3. Amin, H. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic- Noc Edisi Revisi Jilid 3. Jogakarta: Mediaction Publishing. 2015
4. Suharyono. Diare Akut Klinik dan Laboratorik, hal. 1-23, Rineka Cipta,
Jakarta. 1991

7. DD diare pada bayi 0-12 bulan


 Appendicitis
 Giardiasis
 Glucose-galactose malabsorption
 Intestinal Enterokinase Deficiency
 Intestinal Protozoal Diseases
 Intussusception
 Meckel Diverticulum Imaging
 Microvillus Inclusion Disease
 Pediatric Crohn Disease
 Pediatric Hyperthyroidism
 Pediatric Irritable Bowel Syndrome
 Pediatric Malabsorption Syndromes
 Pediatric Short Bowel Syndrome
 Protein Intolerance
 Shigella Infection
 Sinonasal Manifestations of Cystic Fibrosis
 Ulcerative Colitis Imaging

Guandalini, Stefano. Diarrhea Differential Diagnoses. Pediatric : General


Medicine.2018

Anda mungkin juga menyukai