Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pemeriksaan system respirasi merupakan satu dari system-system yang ada pada
tubuh manusia. Pemeriksaan dilakukan untuk mendapatkan data objektif yang
dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pemeriksan fisik
adala pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan ata hanya bagian tertentu yang
dianggap perlu untuk memperoleh data yang sistematis dan komprehensif,
emastkan/membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan
tindakan keperawatan yang tepat bagi klien.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian pengkajian dan pemeriksaan fisik?
2. Teknis dan persiapan pengkajian
3. Pengkajian dan pemeriksaan fisik ( head to toe ) system pernafasan?
4. Pengkajian dan kemampuan bernafas
1.3 TUJUAN
Tujuan secara umum : mengerti dan mengetahui pengertian pemeriksaan fisik
pada system pernafsan berikut langkah-langkahnya.
Tujuan secara khusus : mengetahui pengertian, teknis dan persiapan pengkajian,
pengkajian dan pemeriksaan fisik ( head to toe ), pengkajian dan kemampuan
bernafas.
1.4 MANFAAT PENULISAN
Dengan selesainya makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :
1. Mengetahui pengertian pemeriksaan fisik
2. Mengetahui macam-macam pemeriksaan fisik
3. Mengetahui pengkajian dan pemeriksaan fisik pada system pernafasan.

1
BAB II

A. Pengertian
Pengkajian adalah langkah pertama dalam proses keperawatan untuk dapat
memperoleh data obyektif mengenai kondisi pasien. Pemeriksaan fisik
merupakan bagian dari proses pengkajian dan salah satu cara pengumpulan
data. Data diperoleh dari hasil wawancara, laporan teman sejawat, catatan
keperawatan, atau catatan kesehatan yang lain dan pengkajian fisik. Kegiatan
pemeriksaan fisik dapat saja dilakukan beramaan dengan waktu wawancara
atau terpisah tergantung pada kesepakatan perawat-pasien.
Pengkajian fisik dalam keperawatan pada dasarnya menggunakan cara yang
sama dengan pengkajian fisik kedokteran yaitu : inspeksi, palpasi, perkusi,
dan auskultasi. Pemeriksaan fisik kedokteran biasanya dilakukan dan
diklarifikasikan meurut system organ tubuh manusia dimana tujuan akhirnya
adalah untuk menentukan penyebab penyakit dan menentukan penyakit yang
diderita oleh pasien. Sedangkan pemeriksaan fisik keperawatan lebih befokus
pada respons yang ditimbulkan pasien akibat adanya masalah kesehatan
mencerminkan diagnosis fisik yang secara umum, perawat dapat
merencanakan tindakan untuk mengatasinya.
B. Teknis dan persiapan pengkajian
Teknis pengkajian fisik dan tempat yaitu:
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi
4. Auskultasi
Berikut akan dijelaskan teknis pemeriksaan fisik tersebut.
a. Inspeksi
Inspeksi adalah proses observasi dengan menggunakan mata.
Adapun langkah kerja inspeksi adalah sebagai berikut :
(1) Atur pencahayaan yang cukup sebelum melakukan inspeksi

2
(2) Atur suhu dan suasana yang nyaman
(3) Buka bagian yang diinspeksi dan yakinkan bagian tersebut
tidak tertutup baju, selimut dan sebagainya.
(4) Bila perlu gunakan kaca pembesar untuk membantu inspeksi
(5) Selalu dijelaskan dalam menetapkan apa yang anda lihat.
(6) perhatikan kesan pertama pasien yang melputi perilaku,
ekspresi, penampilan umum, pakaian, postur tubuh dan
gerakan.
(7) Lakukan isnpeksi secara sistemais, bila perlu bandingkan satu
bagian sisi ubuh dengan sisi yang lain.
b. Palpasi
Palpasi dilakukan dengan menggunakan sentuhan atau rabaan
metode ini dikerjakan untuk mendeterminasi ciri-ciri jaringan atau
organ. Cara kerja palpasi dapat dilakukan sebagai berikut :
(1) Pastikan bahwa area yang akan dipalpasi benar-benar nampak
( tidak tertutup selimut, baju dsb )
(2) Cuci tangan sampai bersih dan keringkan
(3) Beritahu pasien tentang apa yang akan dikerjakan
(4) Secara prinsip palpasi dapat dikerjakan dengan semua jari,
tetapi jari telunjuk dan ibu jari lebih sensitive
(5) Untuk mendeterminasi bentuk dan sruktur organ gunakan jari
ke 2, 3 dan 4 secara bersamaan. Untuk palpasi abdomen
gunakan telapak tangan dan beri tekanan dengan jari-jari secara
ringan
(6) Bila diperlukan laukan palpasi dengan dua tangan
(7) Perhatikan dengan seksama wajah pasien selama palpasi untuk
mengetahui adanya nyeri tekan
(8) Lakukan palpasi secara sistematis dan uraikan ciri-ciri tentang
ukuran, bentuk, konstitensi, dan permukaannya.
c. Perkusi

3
Perkusi adalah metode pemeriksaan denan cara mengetuk. Tujuan
perkusi adalah untuk menentukan batas organ atau bagian tubuh.
(1) Buka/lepas pakaian pasien sesuai yang diperlukan
(2) Luruskan jari tengah tangan kiri, tekan bagian ujung jari dan
letakkan dengan kuat pada permukaan yag diperkusi
(3) Lenturkan jari tengah tangan kanan ke bawah
(4) Gerakkan pergelangan tangan dengan cepat, jelas dan relaks
serta ketukkan ujung jari tengah tangan kanan pada jari tengan
tangan kiri
(5) Segera angkat jari tengah tangan kanan untuk menghindari
vibrasi teredam
(6) Pertahankan gerakan pada pergelangan tangan, tidak pada jari,
siku aau pundak
d. Auskultasi
Auskultasi merupakan metode pengkajian yang menggunakan
stetoskop untuk memperjelas pendengaran. Stetoskop digunakan
untuk mendengarkan bunyi jantung, paru-paru, bunyi usus serta
untuk mengukur tekanan darah dan denyut nadi. Cara menggunkan
stetoskop adalah sebagai berikut :
(1) Lakukan pengkajian dalam ruangan yang tenang dan nyaman
(2) Pasang bagian telinga ( ear piece ) di telinga
(3) Pastikan stetoskop benar-benar terpasang tepat di telinga dan
tidak menimbulkan rasa sakit
(4) Pastikan bahwa aksis longitudinal telinga luar dengan ear piece
benar-benar tepat
(5) Pilih bagian diafragma atau bel stetoskop tergantung pada apa
yang akan didengar.
C. Pengkajian dan pemeriksaan fisik ( head to toe ) system pernafasan
Perawat yang memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
pernapasan melakukan dan menginterpretasi berbagai prosedur pengkajian.

4
Data yang dikumpulkan selama pengkajian digunakan sebagai dasar untuk
membuat rencana asuhan keperawatan klien.
Proses pengkajian keperawatan harus dilakukan dengan sangat individual
(sesuai masalah dan kebutuhan klien saat ini). Dalam menelaah status
pernapasan klien, perawat melakukan wawancara dan pemeriksaan fisik untuk
memaksimalkan data yang dikumpulkan tanpa harus menambah distres
pernapasan klien. Setelah pengkajian awal perawat memilih komponen
pemeriksaan yang sesuai dengan tingkat distres pernapasan yang dialami
klien. Komponen pemeriksaan pulmonal harus mencakup tiga kategori distres
pernapasan yaitu akut, sedang, dan ringan.
Karena tubuh bergantung pada sistem pernapasan untuk dapat hidup,
pengkajian pernapasan mengandung aspek penting dalam mengevaluasi
kesehatan klien. Sistem pernapasan terutama berfungsi untuk
mempertahankan pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam paru-paru
dan jaringan serta untuk mengatur keseimbangan asam-basa Setiap perubahan
dalam sistem ini akan mempengaruhi sistem tubuh lainnya. Pada penyakit
pernapasan kronis, perubahan status pulmonal terjadi secara lambat, sehingga
memungkinkan tubuh klien untuk beradaptasi terhadap hipoksia. Namun
demikian, pada perubahan pernapasan akut seperti pneumotoraks atau
pneumonia aspirasi, hipoksia terjadi secara mendadak dan tubuh tidak
mempunyai waktu untuk beradaptasi, sehingga dapat menyebabkan kematian.
1. Inspeksi dada posterior dan anterior
Inspeksi pasien meliputi pemeriksaan terhadap adanya atau tak adanya
beberapa faktor.
a. Sianosis adalah satu faktor dimana kita paling tertarik. Sianosis
memang sulit untuk mendeteksi bila pasien anemis, dan pasien yang
mengalami polisitemik dapat mengalami sianosis pada ekstremitas
meskipun tekanan oksigen normal. Secara umum kita membedakan
antara sianosis perifer dengan sianosis sentral. Sianosis perifer terjadi
pada ekstremitas atau pada ujung hidung atau telinga, meskipun

5
dengan tekanan oksigen normal, atau bila ada penurunan aliran darah
pada area ini, khususnya bila area ini dingin atau sakit. Sianosis sentral
terlihat pada lidah dan bibir, mempunyai arti paling besar; ini berarti
pasien secara nyata mengalami penurunan tekanan oksigen.
Pernapasan “bekerja” adalah tanda penting untuk diperiksa; kita
tertarik untuk mengetahui apakah pasien menggunakan otot asesori
pernapasan. Terdapat bicara terbata-bata dapat diobservasi. Pola bicara
yang terhenti ini disebabkan oleh udara napas. Kadang-kadang jumlah
kata yang dapat disebutkan oleh pasien sebelum menarik napas untuk
napas berikutnya adalah pengukuran yang baik terhadap jumlah
pernapasan bekerja.
b. Peningkatan diameter anteroposterior (AP) dada (mis., peningkatan
dalam ukuran dada dari depan ke belakang) juga diperiksa. Ini sering
disebabkan oleh ekspansi maksimal paru pada penyakit paru obstruksi,
tetapi peningkatan dalam diameter AP juga dapat terjadi pada pasien
yang mengalami kifosis (lengkung ke depan pada tulang belakang)
Deformitas dan jaringan parut dada penting dalam membantu
menentukan penyebab distres paru. Sebagai contoh, jaringan parut
dapat merupakan indikasi pertama bahwa pasien pernah mengalami
pengangkatan paru. Deformitas paru seperti kifoskoliosis dapat
menunjukan mengapa pasien mengalami distres paru.
Postur pasien juga harus dikaji, karena pasien dengan penyakit paru
obstruktif sering duduk dan menyangga diri dengan tangan atau
menyangga dengan siku di meja sebagai upaya untuk tetap-
mengangkat klavikula sehingga memperluas kernampuan ekspansi
dada.
c. Posisi trakea juga penting diobservasi. Apakah trakea pada garis
tengah leher atau deviasi ke satu sisi? Efusi pleural atau tekanan
pnernotoraks selalu membuat deviasi trakea ke sisi jauh dari yang
sakit. Pada atelektasis, trakea sering tertarik pada sisi yang sakit.

6
Frekuensi pernafasan adalah parameter penting untuk diperhatikan; ini
harus dihitung sedikitnya 15 detik lebih sering dari baisanya.
Seringkali frekuensi pernapasan dicatat sebagai 20 kali per menit,
yang sering berarti bahwa frekuensi diperkirakan daripada
menghitungnya.
d. Kedalaman pernapasan sering berarti sebagai frekuensi pernapasan.
Sebagai contoh, bila pasien bernapas 40 kali per menit, seseorang
dapat berpikir masalah pernapasan berat terjadi, tetapi bila pernapasan
sangat dalam pada frekuensi tersebut, ini dapat berarti pasien
mengalami pernapasan Kussmaul sehubungan dengan sidosis diabetik
atau asidosis lain. Namun demikian, bila pernapasan dangkal pada
frekwensi 40 kali per menit, dapat menunjukan distres pernapasan
berat karena penyakit paru obstruktif, penyakit paru restriktif, atau
masalah paru lain.
Durasi inspirasi versus durasi ekspirasi penting dalam menentulcan
apakah ada obstruksi jalan napas. Pada pasien dengan penyakti paru
obstruktif, ekspirasi memanjang lebih dari 1½ kali panjang inspirasi.
e. Observasi ekspansi dada umum adalah bagian integral dalam
pengkajian pasien. Secara normal kita mengharapkan kurang lebih 3
inci ekspansi pada ekspirasi maksimal ke inspirasi maksimal. Gerakan
abdomen dalarn upaya pernapasan (normal terjadi pada pria daripada
wanita) dapat diobservasi. Spondilitis ankilosis atau artritis Marie-
StAimpell adalah satu kondisi dimana ekspansi dada umurn terbatas.
Perbandingan ekspansi dada atas dengan dada bawah dan observasi
gerakan diafragma untuk menentukan apakah pasien dengan penyakit
obstruksi paru difokuskan pada ekspansi dada bawah dan penggunaan
diafragma dengan benar. Lihat pada ekspansi satu sisi dada versus sisi
yang lain, memperlihatkan bahwa atelektasis, khususnya yang
disebakan oleh plak mukus, dapat menyebabkan menurunnya ekspansi
dada unilateral.

7
Emboli paru, pnemonia, efusi pleural, pnemotoraks, atau penyebab
nyeri dada lain seperti fraktur iga, dapat menimbulkan menurunnya
ekspansi paru. Pemasangan endotrakeal atau nasotrakeal yang terlalu
dalam sehingga meluas ke antara trakea kedalam salah satu cabang
utama bronkus (biasanya kanan) adalah penyebab serius dan sering
menurunkan ekspansi salah satu dada. Bila selang masuk ke cabang
utama bronkus kanan maka paru kanan tidak ekspansi, dan pasien
biasanya mengalami hipoksemia dan atelektasis pada sisi kiri.
Untungnya perawat selalu menyadari potensial masalah ini sehingga
mengenali masalah ini.
Bila terjadi retraksi interkostal (mis., penyedotan pada otot dan kulit
atau iga selama inspirasi) selalu berarti bahwa pasien membuat upaya
lebih besar pada inspirasi daripada normal. Biasanya ini menandakan
bahwa paru kurang komplain (lebih kaku) dari biasanya. Penggunaan
otot bantu napas, yang terlihat dengan mengangkat bahu, menunjukan
peningkatan kerja pernapasan.
f. Efektivitas dan frekuensi batuk pasien penting untuk dilaporkan, juga
karakteristik sputum seperti jumlah, warna, dan konsistensi.
2. Palpasi dada posterior dan anterior
Palpasi dada dilakukan dengan meletakan turnit tangan mendatar di atas
dada pasien. Seringkali kita menentukan apakah fremitus taktil ada. Kita
melakukan ini dengan meminta pasien mengatakan “sembilan-sembilan.”
Secara normal, bila pasien mengikuti instruksi itu, vibrasi terasa pada luar
dada di tangan pemeriksa. Ini mirip dengan vibrasi yang terasa pada
peletakan tangan di dada kucing bila ia sedang mendengkur. Pada pasien
normal fremitus taktil ada. Ini dapat menurun atau takada bila terdapat
sesuatu dintara tangan pemeriksa dan paru pasien serta dinding dada.
Sebagai contoh, bila ada efusi pleural, penebalan pleural atau pnemotorak
akan tidak mungkin merasakan vibrasi ini atau vibrasi menurun. Bila
pasien mengalami atelektasis karena sumbatan jalan napas, vibrasi juga

8
takdapat dirasakan. Fremitus taktil agak meningkat pada kondisi
konsolidasi, tetapi deteksi terhadap ini sulit. Hanya dengan palpasi pada
dada pasien dengan napas perlahan, seseorang dapat merasakan ronki
yang dapat diraba yang berhubungan dengan gerakan mukus padajalan
napas besar.
3. Perkusi dada posterior dan anterior
Pada perkusi dada pasien, kita harus mengunakan jari yang ditekan
mendatar di atas dada; ujung jari ini diketokan di atas tulang tengah jari
dengan jari dominan. Normalnya dada mempunyai bunyi resonan atau
gaung perkusi. Pada penyakit dimana ada peningkatan udara pada dada
atau, paru-paru seperti pada pneumotoraks dan emfisema dapat terjadi
hiperesonan (bahkan lebih seperti bunyi drum). Perkusi hiperesonan
kadang-kadang sulit dideteksi. yang lebih penting adalah perkusi pekak
atau kempis seperti terdengar bila perkusi di atas bagian tubuh yang berisi
udara. Perkusi pekak dan kempis terdengar bila paru di bawah tangan
pemeriksa mengalami atelektasis, pnemonia, efusi pleural, penebalan
pleural atau lesi massa. Perkusi pekak atau kempis juga terdengar pada
perkusi di atas jantung.
4. Auskultasi dada posterior dan anterior
Pada auskultasi, secara umum menggunakan diafragma stetoskop dan
menekannya di atas dinding dada. Penting untuk mendengarkan intensitas
atau kenyaringan bunyi napas dan menyadari bahwa secara normal ada
peningkatan kenyaringan bunyi napas bila pasien menarik napas dalam
maksimum sebagai lawan napas sunyi. Intensitas bunyi napas dapat
menurun karena penurunan aliran udara melalui jalan napas atau
peningkatan penyekat antara stetoskop dengan paru. Pada obstruksi jalan
napas seperti penyakit paru obstruksi menahun (PPOM) atau atelektasis,
intensitas bunyi napas menurun. Dengan napas dangkal ada penurunan
gerakan udara melalui jalan napas dan bunyi napas juga tidak keras. Pada
gerakan ter batas dari diafragma toraks, dapat menurunkan bunyi napas

9
pada area yang terbatas gerakannya. Pada penebalan pleural, efusi pleural,
pnemotoraks, dan kegemukan ada substansi abnormal Oaringan fibrosa,
cairan, udara, atau lemak) antara stetoskop dan paru di bawahnya;
substansi ini menyekat bunyi napas dari stetoskop, membuat bunyi napas
menjadi tak nyaring.
Secara umum, ada tiga tipe bunyi yang terdengar pada dada normal
a. bunyi napas vesikuler, yang terdengar pada perifer paru normal
b. bunyi napas bronkial, yang terdengar di atas trakea;
c. bunyi napas bronkovesikuler yang terdengar pada kebanyakan area
paru dekat jalan napas utama
Bunyi napas bronkial adalah bunyi nada tinggi yang tampat terdengar
dekat telinga, keras, dan termasuk penghentian antara inspirasi dan
ekspirasi. Bunyi napas vesikuler lebih rendah, mempunyai kualitas desir,
dan termasuk takada penghentian antara inspirasi dan ekspirasi. Bunyi
napas bronkovesikuler menunjukan bunyi setengah jalan antara kedua tipe
bunyi napas. Bunyi napas bronkial, selain terdengar pada trakea orang
normal, juga terdengar pada beberapa situasi dimana ada konsolidasi-
contohnya pnemonia. Bunyi napas bronkial juga terdengar di atas efusi
pleural dimana paru normal tertekan. Dimanapun terdengar napas
bronkial, di sini bisajuga terjadi dua hal lain yang berhubungan dengan
perubahan: (1) perubahan E ke A, dan (2) desiran otot pektoralis.
Perubahan E ke A hanya berarti bahwa bila seseorang mendengar dengan
stetoskop dan pasien mengatakan “E” apa yang didengar orang tersebut
secara nyata adalah bunyi A daripada bunyi E. Ini terjadi bila ada
konsolidasi.
Desiran otot pektoralis adalah adanya volume keras yang terdengar
melalui stetoskop bila pasien berbisik. Pada pernapasan bronkial dan dua
perubahan akan ada, yang harus ada juga adalah (1) terbukanya jalan
napas dan tertekannya alveoli, atau (2) alveoli dimana udara telah
digantikan oleh cairan.

10
Bunyi lain yang terdengar oleh stetoskop antar lain crackles, mengi, dan
gesekan.
a. Crackles adalah bunyi yang jelas, bunyi terus menerus terbentuk oleh
jalan napas kecil yang terbuka kembali atau tertutup kembali selama
akhir inspirasi. Crackles terjadi padapnernonia, gagal jantung
kongestif, dan fibrosis pulmonalis. Baik crackles inspirasi maupun
ekspirasi dapat terauskultasi pada bronkiektaksis. Crackles keras
dapat terdengar pada edema pulmonalis dan pada pasien sekarat.
Seringkali crackles keras dapat terdengar tanpa stetoskop karena ini
terjadi padajalan napas besar.
b. Dispnea
Dispnea (kesulitan bernapas atau pernapasan labored, napas pendek)
adalah gejala umum pada banyak kelainan pulmonal dan jantung
terutama jika terdapat peningkatan kekakuan paru dan tahanan jalan
napas. Dispnea mendadak pada individu normal dapat menunjukkan
pneumotoraks (udara dalam rongga pleura). Pada pasien yang sakit
atau setelah menjalani pembedahan disonea mendadak menunjukkan
adanya embolisme pulmonal.
c. Orthopnea (tidak dapat bernapas dengan mudah kecuali dalam posisi
tegak, mungkin ditemukan pada orang yang mengidap penyakit
jantung dan penyakit obstruktif paru menahun (PPOM). Pernapasan
bising dapat dijumpai akibat penyempitan jalan napas atau obstruksi
setempat bronkus besar oleh tumor atau benda asing.
Bunyi ekstra seperti mengi berarti adanya penyempitan jalan napas.
Ini dapat disebabkan oleh asma, benda asing, mukus di jalan napas,
stenosis, dan lain-lain. Bila mengi terdengar hanya pada ekspirasi,
disebut mengi; bila bunyi mengi terjadi pada inspirasi dan ekspirasi,
biasanya berhubungan dengan tertahannya sekresi.
Friction rub terdengar bila ada penyakit pleural seperti emboli

11
pulmonal, pnemonia perifer, atau pleurisi, dan ini sering sulit untuk
membedakannya dari ronki. Bila bunyi abnormal makin jelas setelah
batuk, biasanya berarti bunyi tersebut lebih sebagai ronki daripada
friction rub.
D. Pengkajian dan kemampuan bernafas
1. Frekuensi pernafasan
Orang dewasa normal yang cukup istirahat bernapas 12 s.d 18 kali
permenit (Brunner, 2000). Bradipnea, atau pernapasan lambat berkaitan
dengan penurunan tekanan intra kranial, cedera otak, dan takar lajak obat,
sedangakan takipnea adalah pernapasan cepat, umumnya tampak pada
pasien pneumonia, edema pulmonal, asidosis metabolik, septikemia, nyeri
hebat, dan fraktur iga.
Frekuensi nafas normal tergantung umur
a. Usia baru lahir sekitar 35 – 50 x/menit
b. Usia < 2 tahun 25 – 35 x/menit
c. Usia 2-12 tahun 18 – 26 x/menit
d. Dewasa 16 – 20 x/menit.
e. Takhipnea :Bila pada dewasa pernapasan lebih dari 24 x/menit
f. Bradipnea : Bila kurang dari 10 x/menit disebut
g. Apnea : Bila tidak bernapas .
2. Volume paru
Pengukuran volume menunjukan jumlah udara. dalam paru-paru selama
beberapa berbagai siklus pernapasan. Tiap volume tidak dapat dibagi
kedalam bagian ang lebih kecil, karena ini menunjukan unit dasar.
a. Volume tidal (VT) adalah volume udara yang digerakkan masuk
dan keluar pada tiap pernapasan normal. Ini terukur kurang lebih
500 ml pada pria muda normal.
b. Volume cadangan inspirasi (VCI) menunjukkan jumlah udara
dimana seseorang dapat dengan sekuat-kuatnya menghirup udara
setelah inspirasi tidal normal. VC1 biasanya kira-kira 3.000 MI.

12
c. Volume cadangan ekspirasi (VCE) adalah volume udara dimana
seseorang dapat dengan sekuat-kuatnya mengeluarkan udara
setelah ekshalasi tidal normal. VCE biasanya kira-kira 1. 100 MI.
d. Volume residu (VR) adalah volume udara sisa setelah ekspirasi
kuat. Volume ini dapat diukur hanya dengan spirometer tak
langsung, sedangkan yang lain dapat diukur secara langsung.
3. Kapasitas paru
Pengukuran kapasitas menghitung sebagian siklus paru-paru. Ini diukur
sebagai kombinasi volume sebelumnya.
a. Kapasitas inspirasi (KI) adalah jumlah udara yang dapat
diinhalasi (dihirup) sengan kuat bila mulai dari tingkat ekspirasi
normal. Ini sama dengan VT ditambah VCI dan kurang lebih
3.500 ml.
b. Kapasitas residu fungsional (KRF) adalah j umlah sisa udara
pada akhir ekspirasi normal. Ini adalah jumlah dari VCE dan VR
dan kurang lebih 2.300 ml.
c. Kapasitas vital (KV) adalah jumlah maksimal udara yang dapat
dengan kuat diekspirasi setelah inspirasi kuat maksimal. Ini
jumiah dari VD VT, dan VCE. Volume ini kurang lebih 4.600 ml
pada pria normal.
d. Kapasitas paru total (KPT) sama dengan volume dimana paru-
paru dapat diekspansi dengan upaya inspirasi paling kuat. Volume
kapasitas kurang lebih 5.800 ml.
4. Pengkajian diagnostic fungsi pernafasan
1. Uji fungsi pulmonal
Pemeriksaan fungsi paru menentukan kemampuan paru-paru untuk
melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida secara efisien.
Pemeriksaan ventilasi dasar dilakukan dengan menggunakan
spirometer dan alat pencatat sementara klien bernapas melalui masker
mulut (mouthpiece) yang dihubungkan dengan selang penghubung.

13
Pengukuran yang, dilakukan mencakup volume tidal (Vt), volume
reserve inspirasi (IRV), volume residual (VR), dan volume ekspirasi
yang dipaksa selama 1 detik (FEV1).
Pemeriksaan fungsi paru biasanya dilakukan di laboratorium fungsi
pulmonar. Perawat mempersiapkan klien dengan menjelaskan
prosedur. Sebuah klip hidung mencegah klien menghirup udara atau
mengeluarkan udara melalui hidung. Klien bernapas melalui sebuah
masker mulut yang dihubungkan ke spirometer, yang berfungsi untuk
mengukur volume paru. Klien diminta pada waktu-waktu tertentu
untuk menghirup udara atau mengeluarkan sebanyak mungkin udara.
Kerja sama klien sangat penting untuk memastikan hasil yang akurat.
Kecepatan aliran ekspirasi puncak (peak expiratory flow rate [PEFR])
adalah titik aliran tertinggi yang dicapai selama ekspirasi maksimal
dan titik ini mencerminkan terjaclinya perubahan ukuran jalan napas
menjadi besar. Pengukuran ini sangat berkorelasi dan sama dengan
FEV, (Walsh, 1992). Meter aliran ekspirasi puncak merupakan alat
yang dipegang tangan sehingga memungkinkan klien asma mengikuti
sejauh mina jalan napas terbuka. Informasi tentang kecepatan aliran
ekspirasi puncak merupakan data pengkajian esensial untuk klien
asma.
2. Analisa gas darah (Arteri, Vena, PCO2, Po2, PH)
Pengukuran gas darah arteri dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan
fungsi paru untuk menentukan konsentrasi ion hidrogen, tekanan
parsial oksigen dan karbon dioksida, dan saturasi oksihemoglobin.
Pemeriksaan gas darah arteri memberikan informasi tentang difusi gas
melalui membran kapileralveolar dan keadekuatan oksigenasi jaringan
Oksintetri. Pengukuran saturasi oksigen kapiler yang kontinu dapat
dilakukan dengan menggunakan oksimetri kutaneus (Prosedur 44-1).
Saturasi oksigen (0, sat) adalah persentase hemoglobin yang disaturasi
oksigen. Keun- tungan pengukuran oksimetri transkutaneus meliputi

14
pengukura dilakukan, tidak invasif, dan dengan mudah diperoleh
(Whitney, 1990). Oksimetri tidak menimbulkan nyeri, jika
dibandingkan dengan pungsi arteri. Klien yang mencyalami kelainan
perfusi/ventilasi, seperti pneumonia, emfisema, bronkitis kronik, asma,
embolisms pulmonar, gagal jantung kongestif merupakan kandidat
ideal untukmenggunakan oksmetri nadi (Ahrens dan Rutherford,
1993).
Oksimetri yang paling umum digunakan adalah oksimeter nadi. Tips
oksimeter ini melaporkan amplitude nadi dengan data saturasi oksigen.
Perawat biasanya mengikatkan sensor noninvasif ke jari tangan, jari
ari kaki, atauhidung klien yang inemantau saturasi oksigen darah.
Nasal probe (alas untuk menyelidiki kedalaman) direkomendasi untuk
kondisi perfusi darah yang sangat rendah. Aliran darah di dalam arteri
ethmoid anterior septum nasal tetap lebih besar daripada aliran darah
ke jari-jari dalam kondisi aliran terganuou (Ahrens dan Rutherford,
1993). Pemantauan saturasi oksigen yang kontinu bermanfaat dalam
pengkajian gangguan tidur, toleransi terhadap latihan fisik, penyapihan
dari ventilasi mekanis, dan penurunan sementara saturasi oksigen.
Keakuratan nilai oksimetri nadi secara langsung berhubungan dengan
perfusi di daerah probe. Pengukuran oksimetri pada klien yang
memiliki perfusi jaringan yang disebabkan syok, hipotermia, atau
penyakit vaskular perifer mungkin tidak dapat dipercaya. Keakuratan
oksi-metri nadi kurang dari 90 mm Hg. Data hasil pengukuran
oksimetri memiliki sedikit nilai klinis. Tren saat ini memberikan
informasi terbaik tentang status oksigenasi klien.
Hitung darah lengkap menentukan jumlah dan tipe sel darah merah
dan set darah putih per mm3 darah. Perawat memperoleh contoh darah
vena dengan menggunakan fungsi vena. Nilai normal untuk hitung
darah lengkap bervariasi menurut usia dan jenis kelamin.

15
Hitung darah lengkap mengukur kadar hemoglobin dalam set darah
merah (eritrosit). Defisiensi set darah merah akan menurunkan
kapasitas darah yang membawa oksigen karena molekul hemoglobin
yang tersedia untuk mengangkut oksigen ke jaringan lebih sedikit.
Apabila jumlah set darah merah meningkat, misalnya polisitemia pada
kondisi paru kronis dan kondisi jantung sianosis, kapasitas darah yang
mengangkut oksigen meningkat. Namun, peningkatan jumlah set
darah merah akan meningkatkan kekentalan (viskositas) darah dan
risiko klien terbentuknya trombus.
3. Pemeriksaan radiografi dada
Pemeriksaan sinar-X pada dada, bronkoskopi, dan pemindaian paru
digunakan untuk memvisualisasi struktur sistem pernapasan.
Pemeriksaan sinar-X dada terdiri dari radiografi thoraks, yang
memungkinkan perawat dan dokter mengobservasi lapangan paru
untuk mendeteksi adanya cairan (mis. seperti yang terjadi pada
pneumonia), massy (mis. kanker paru), fraktur (mis. fraktur klavikula
dan tulang iga), dan proses-proses abnormal lain (mis. tuberkulosis).
Biasanya suatu film lateral dan PA (posterior-anterior) dilakukan
untuk mem-visualisasi lapangan paru secara adekuat.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemeriksaan system pernafasan terdiri dari inspeksi dada posterior dan
anterior, palpasi dada posterior dan anterior, perkusi dada posterior dan
anterior dan auskultasi dada posterior dan anterior.
B. Saran
Jadilah perawat yang professional yang bekerja sesuai dengan prosedur dan
SOP yang berlaku di isntitusi dan gunakanlah cara safety dan comfort dalam
melakukan tindakan apapun terhadap klien dan gunakanlah alat pelindung diri
( APD ) untuk keamanan dalam bekerja

17
DAFTAR PUSTAKA

Buku ajar kebutuhan dasar manusia, pelapina heriana, S. kep. Ners tahun 2014

http://nissa-uchil.blogspot.co.id/2014/10/pemeriksaan-fisik-sistem-pernapasan.html

https://nursecerdas.wordpress.com/2009/01/12/pengkajian-pernapasan/

18

Anda mungkin juga menyukai