3.1 Pengkajian
3.1.1 Pengkajian Umum
Klien tampak sakit berat, ditandai dengan wajah pucat, nafas sesak.
3.1.2 Pengkajian AVPU (Kesadaran)
Untuk menentukan tingkat kesadaran klien dapat digunakan perhitungan
Glassglow Coma Scale (GCS). Untuk klien dengan gangguan tension
pneumothoraks, biasanya kesadaranya menurun.
Dapat juga dinilai melalui cara berikut :
A : Alert
Penderita sadar dan mengenali keberadaan dan lingkungannya.
V : Verbal
Penderita hanya menjawab/bereaksi bila dipanggil atau mendengar suara.
P : Pain
Penderita hanya bereaksi terhadap rangsang nyeri yang diberikan oleh
penolong, misalnya dicubit, tekanan pada tulang dada.
U : Unrespon
Penderita tidak bereaksi terhadap rangsang apapun yang diberikan oleh
penolong. Tidak membuka mata, tidak bereaksi terhadap suara atau sama
sekali tidak bereaksi pada rangsang nyeri.
3.1.3 Triage
Mengancam jiwa, akan mati tanpa tindakan dan evaluasi segera. Harus
didahulukan langsung ditangani. Area resusitasi. Waktu tunggu 0
menit. Maka dapat digolongkan P1 (Emergency).
3.1.4 Primary Survey
1. Airway
a. Assesment
1) Perhatikan patensi airway
2) Dengar suara napas
3) Perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding
dada
b. Management
1) Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift
dan jaw thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas
2) Reposisi kepala, pasang collar-neck
3) Lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral /
nasal)
2. Breathing
a. Assesment
1) Periksa frekwensi napas
2) Perhatikan gerakan respirasi
3) Palpasi toraks
4) Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
b. Management
1) Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
2) Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension
pneumotoraks
3. Circulation
a. Assesment
1) Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
2) Periksa tekanan darah
3) Pemeriksaan pulse oxymetri
4) Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)
b. Management
1) Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines
2) Torakotomi emergency bila diperlukan
3) Operasi Eksplorasi vaskular emergency
4) Pemasangan WSD
Pada pneumothoraks ventil/ tension pneumothoraks, penderita
sering sesak napas berat dan keadaan ini dapat mengancam jiwa apabila
tidak cepat dilakukan tindakan perbaikan. Tekanan intrapleura tinggi, bisa
terjadi kolaps paru dan ada penekanan pada mediastinum dan jantung.
Himpitan pada jantung menyebabkan kontraksi terganggu dan “venous
return” juga terganggu. Jadi selain menimbulkan gangguan pada
pernapasan, juga menimbulkan gangguan pada sirkulasi darah
(hemodinamik).
Penanganan segera terhadap kondisi yang mengancam kehidupan
meliputi dekompresi pada hemitoraks yang sakit dengan menggunakan
needle thoracostomy (ukuran 14 – 16 G) ditusukkan pada ruang interkostal
kedua sejajar dengan midclavicular line. Selanjutnya dapat dipasang tube
thoracostomy diiringi dengan control nyeri dan pulmonary toilet
(pemasangan selang dada) diantara anterior dan mid-axillaris. Penanganan
Diit dengan tinggi kalori tinggi protein 2300 kkal + ekstra putih telur 3 x 2
butir / hari.
3.1.5 Secondary Survey
Pengkajian sekunder dilakukan dengan menggunakan metode
SAMPLE, yaitu sebagai berikut :
S : Sign and Symptom
Tanda gejala terjadinya tension pneumothoraks, yaitu Ada jejas pada
thorak, Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi,
Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi, Pasien menahan
dadanya dan bernafas pendek, Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema
subkutan, Penurunan tekanan darah
A : Allergies
Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien. Baik alergi obat-
obatan ataupun kebutuhan akan makan/minum.
M : Medications
(Anticoagulants, insulin and cardiovascular medications especially).
Pengobatan yang diberikan pada klien sebaiknya yang sesuai dengan
keadaan klien dan tidak menimbulka reaksi alergi. Pemberian obat
dilakukan sesuai dengan riwayat pengobatan klien.
P : Previous medical/surgical history
Riwayat pembedahan atau masuk rumah sakit sebelumnya.
L : Last meal (Time)
Waktu klien terakhir makan atau minum.
E : Events /Environment surrounding the injury; ie. Exactly what
happened.
Pengkajian sekunder dapat dilakukan dengan cara mengkaji data dasar
klien yang kemudian digolongkan dalam SAMPLE.
a. Aktivitas / istirahat
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi
Takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 / irama jantung
gallop, nadi apikal (PMI) berpindah oleh adanya penyimpangan
mediastinal, tanda homman (bunyi rendah sehubungan dengan
denyutan jantung, menunjukkan udara dalam mediastinum).
c. Psikososial
Ketakutan, gelisah.
d. Makanan / cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan.
e. Nyeri / kenyamanan
Perilaku distraksi, mengerutkan wajah. Nyeri dada unilateral
meningkat karena batuk, timbul tiba-tiba gejala sementara batuk atau
regangan, tajam atau nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam.
f. Pernapasan
Pernapasan meningkat/takipnea, peningkatan kerja napas, penggunaan
otot aksesori pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal kuat, bunyi
napas menurun/ hilang (auskultasi mengindikasikan bahwa paru
tidak mengembang dalam rongga pleura), fremitus menurun, perkusi
dada : hipersonor diatas terisi udara, observasi dan palpasi dada :
gerakan dada tidak sama bila trauma, kulit : pucat, sianosis,
berkeringat, mental: ansietas, gelisah, bingung, pingsan. Kesulitan
bernapas, batuk, riwayat bedah dada / trauma : penyakit paru kronis,
inflamasi / infeksi paru (empiema / efusi), keganasan (mis. Obstruksi
tumor).
g. Keamanan
Adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk keganasan.
3.1.6 Pengkajian Nyeri
Pengkajian nyeri dilakukan dengan menggunakan PQRST, yaitu sebagai
berikut :
P : Provokativ
Penyebab terjadinya nyeri.
Q : Quality
Kualitas nyeri yang dirasakan oleh klien. Untuk menentukan kualitas nyeri
dapat digunakan skala numerik ataupun melihat raut wajah klien.
R : Region
Dari bagian mana nyeri mulai dirasakan dan sampai batas mana nyeri di
rasakan.
S : Skala
Nyeri yang digunakan ditentukan dengan menggunakan skala numerik
ataupun menilai raut wajah klien. Dari skala dapat ditentukan intensitas
atau kualitas nyeri.
T : Time
Waktu nyeri yang dirasakan klien. Apakah nyeri yang dirasakan terus
menerus, timbul-hilang, atau sewaktu-waktu.
3.1.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural;
dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal.
2. GDA : variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi,
gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi.
3. Torasentesis : menyatakan darah / cairan sero sanguinosa.
4. Hb : mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah.
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan eksapansi
paru
2. Nyeri akut berhubungan terputusnya kontinuitas tulang dan jaringan
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan terbatasnya mobilitas
5. Resiko infeksi berhubungan dengan insersi WSD
Rencana Keperawatan
b. Ajarkan Relaksasi :
Tehnik-tehnik untuke. Pengetahuan yang akan dirasakan
menurunkan ketegangan membantu mengurangi nyerinya. Dan
otot rangka, yang dapat dapat membantu mengembangkan
menurunkan intensitas kepatuhan klien terhadap rencana
nyeri dan juga tingkatkan teraupetik.
relaksasi masase. f. Analgetik memblok lintasan nyeri,
c. Ajarkan metode distraksi sehingga nyeri akan berkurang.
selama nyeri akut. g. Pengkajian yang optimal akan
d. Berikan kesempatan memberikan perawat data yang
waktu istirahat bila terasa obyektif untuk mencegah
nyeri dan berikan posisi kemungkinan komplikasi dan
yang nyaman; misal melakukan intervensi yang tepat.
waktu tidur, belakangnya
dipasang bantal kecil.
e. Tingkatkan pengetahuan
tentang: sebab-sebab
nyeri, dan
menghubungkan berapa
lama nyeri akan
berlangsung.
f. Kolaborasi denmgan
dokter, pemberian
analgetik.
g. Observasi tingkat nyeri,
dan respon motorik klien,
30 menit setelah
pemberian obat analgetik
untuk mengkaji
efektivitasnya. Serta
setiap 1 - 2 jam setelah
tindakan perawatan
selama 1 - 2 hari.
3.3 Intervensi
3.4 Implementasi
Pelaksanaan adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan
keperawatan yang telah ditetapkan untuk tindakan perawatan klien. Implementasi
dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga
dibutuhkan keterampilan interpersonal, intelektual. Tekhnikal yang dilakukan
dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan
keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi dilakukan evaluasi
kemudian didokumntasikan yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan serta
bagaimana respon klien.
3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi
keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan. Dalam
dokumentasi dikenal 2 cara yaitu secara sumatif dan formatif. Biasanya evaluasi
menggunakan acuan SOAP atau SOAPIER sebagai tolak ukur pencapaian
implementasi. Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana
tujuan tercapai :
a. Berhasil : perilaku klien sesuai pernyataan tujuan dalam waktu atau tanggal yang
ditetapkan pada tujuan.
b. Tercapai sebagian : pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
c. Belum tercapai : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku yang
diharapkan sesuai dengan pernyataan tujuan.