Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mikosis adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh jamur. Di Indonesia infeksi
yang paling banyak ditemukan adalah infeksi superfisialis, infeksi sistemik, jamur
mirip protozoa dan jamur dimorfik yang disebabkan oleh Histoplasma
capsulatum. Histoplasmosis merupakan infeksi oportunistik yang umum terjadi
pada penderita HIV/AIDS. Jamur ini berkembang tanah yang tercemar oleh
kotoran unggas sehinggan dapat ditemukan di daerah peternakan.
Tren penyebaran penyakit histoplasmosis sejalan dengan penyebaran virus
HIV/AIDS dimana terjadi gangguan kekebalan dan jika tidak diobati dengan obat
antiretroviral, pasien akan memasuki fase AIDS yang ditandai penurunan CD4
samapi dibawah angka kritis 200 sel/mm3. Pada fase tersebut penderita renatan
terhadap berbagai infeksi oportunistik seperti infeksi jamur Histoplasma
capsulatum. Berikut diagram infeksi jamur akibat penurunan kadar sel CD4.
Tahun 1855, dilaporkan oleh Kurchenmeinster adanya jamur mirip mucor
pada kanker paru, berupa sporangia dan hifa tidak bersekat. Padat ahun 1876,
Fubringer melaporkan dua kasus mukormikosis pulmoner, dengan ditemukannya
infark hemoragik pada paru disertai hifa dan beberapa sporangia. Fubringer
menduga jamur tersebut termasuk Mucor mucedo, tetapi masih meragukan
kemungkinan M.circinelloides. Lindt kemudian mengindentifikasi jamur tersebut
sebagai Absidia corimbifera (Mucor corimbifera) pada tahun 1885.

1.2 Rumusan Masalah


Penyakit apakah yang di sebabkan oleh Histoplasmosis dan Zigomikosis ?

1.3 Tujuan Masalah


Untuk mengetahui Penyakit apakah yang di sebabkan oleh Histoplasmosis
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Histoplasmosis


Histoplasmosis adalah suatu penyakit infeksi zoonosis yang disebabkan
oleh jamur Histoplasma capsulatum, yang terutama menyerang paru-paru tetapi
kadang-kadang bisa menyebar ke bagian tubuh yang lain. Penyakit ini merupakan
suatu penyakit yang diakibatkan oleh infeksi oportunistik (IO). Umumnya
menyerang orang yang positif HIV, khususnya dalam bentuk histoplasmosis yang
menyebar ke seluruh tubuh.
Synonim Histoplasmosis :
 Reticuloendothelial cytomycosis
 Missippi valley fever
 Cave disease
 Darling’s disease
 Ohio Valley disease
 Tingo Maria fever
 Reticuloendotheliosis
 Cave fever
 Histo
 Epizootic Lymphangitis (equine histoplasmosis)
 Appalachian Mountain disease
 Central Missippi River Valley disease
 African histoplasmosis
Etiologi : Histoplasma kapsulatum
Klasifikasi histoplasma kapsulatum
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Subphylum : Ascomycotina
Class : Ascomycetes
Ordo : Onygenales
Family : Onygenaceae
Genus : Histoplasma / Ajellomyces
Spesies : Histoplasma Capsulatum

2.2 Hospes Histoplasma


Bentuk di dalam jaringan hospes umumnya yeast. Histoplasma capsulatum
tumbuh pada plat agar darah, Brain Heart Infussion Agar, dan pada Saboroud
Dextose Agar. Pada plat agar darah (37oC), tumbuh sebagai fase budding yeast
(bentuk yeast like),berupa koloni berkeriput (wrinkled), seperti adonan (pasty).
Pada saboroud dextrose agar (25oC), tumbuh dengan koloni putih, seperti kapas
(cottony) yang dapat berubah kuning atau coklat sesuai penuaan. Miseli umm di
hasilkan dengan 2 macam spora :
1. Macroconidia bulat,kecil,halus,muncul pada cabang lateral pendek, atau
melekat langsung pada dasar.
2. Macroconidia atau clamydosphore bulat, berdinding tebal dan tertutup oleh
projeksi (tuberculate) menyerupai knop (knop like projection). Macam-macam
species dari genus histoplasma :
 Histoplasma capsulaum (dimorphic) : H. duboisii sinonim obsolete dari
species ini. H. farciminosum merupakan sinonim obsolete dari spesies ini
 Histoplasma capsulatum var. capsulatum (dimorphic) : Capsulatus adalah
telemorphdari species ini. Capsulatus juga merupakan sinonim obsolete
dari species ini. H. pyriforme merupakan sinonim obsolete species ini,
capsulate dan capsulatus merupakan sinonim obsolete dari H. pyriforme.
 Histoplasma capsulatum var. duboisii (dimorphic) : Capsulatus merupakan
telemorph species ini dan H. duboisii merupakan sinonim obsolete species
ini. Bentuk varian yang lebih besar daripada varian yang lain, merupakan
penyebab histoplasmosis di Afrika
 Histoplasma capsulatum var. farciminosum (dimorphic) : merupakan agen
penyebab limpangitis epizootika, berbeda dari varian lain karena memiliki
makroaleuriospora halus pada stadium saprofitik.
 Histoplasma duboisii (obsolete) : spesies obsolete ini merupakan sinonim
dari H. capsulatum dan H.capsulatum var.duboisii. Histoplasma
capsulatum adalah jamur dimorfik yang tumbuh sebagai koloni filament.
Histoplasma capsulatum var capsulatum adalah dimorphic fungus. Dia
tumbuh di tanah sebagai spore-bearing mold dengan macroconidia tapi
berubah menjadi fase yeast pada temperature tubuh. Ada 2 bentuk,yaitu :
1. Bentuk seperti ragi : parasit pada manusia dan hewan
2. Bentuk benang dan miselium : saprofit tanah.

2.3 Siklus Hidup Histoplasma


Penyakit ini disebabkan oleh jamur Histoplasma capsulatum. Jamur ini
termasuk kedalam Ascomycota parasit yang dapat menghasilkan spora askus
(spora hasil reproduksi seksual). Jamur ini berkembang biak secara seksual
dengan hifa yang bercabang-cabang ada yang berkembang menjadi askogonium
(alat reproduksi betina) dan anteridium (alat reproduksi jantan), dari askegonium
akan tumbuh saluran untuk menghubungkan keduanya yang disebut saluran
trikogin. Dari saluran inilah inti sel dari anteridium berpindah ke askogonium dan
berpasangan.
Kemudian masuk ke askogonium dan membelah secara mitosis sambil
terus tumbuh cabang yang dibungkus oleh miselium dimana terdapat 2 inti pada
ujung- ujung hifa. Dua inti itu akan membelah secara meiosis membentuk 8 spora
dan disebut spora askus yang akan menyebar, jika jatuh di tempat yang sesuai
maka akan tumbuh menjadi benang hifa yang baru, demikian seterusnya.
Histoplasmosis adalah infeksi oportunistik (IO) yang umum pada orang HIV-
positif.
Infeksi ini disebabkan oleh jamur Histoplasma capsulatum. Jamur ini
berkembang dalam tanah yang tercemar dengan kotoran burung, kelelawar dan
unggas, sehingga ditemukan dalam di kandang burung/unggas dan gua. Infeksi
menyebar melalui spora (debu kering) jamur yang dihirup saat napas, dan tidak
dapat menular dari orang yang terinfeksi. Jamur ini dapat tumbuh dalam aliran
darah orang dengan sistem kekebalan tubuh yang rusak, biasanya dengan jumlah
CD4 di bawah 150. Setelah berkembang, infeksi dapat menyebar pada paru, kulit,
dan kadang kala pada bagian tubuh yang lain. Histoplasmosis adalah penyakit
yang didefinisi AIDS.

2.4 Distribusi Histoplasmosis


Histoplasma ditemukan oleh Darling pada 1905 tetapi infeksinya baru
menyebar dengan luas pada tahun 1930-an. Sebelum ditemukan, beberapa dari
kasus histoplasmosis disalah artikan sebagai TBC, dan banyak dari penderitanya
dikirim ke sanatorium dan akhirnya terinfeksi TBC di sana. Jamur histoplasmosis
dapat ditemukan diseluruh dunia.
Jamur tumbuh alamiah di tanah di beberapa area di Amerika, kebanyakan
di daerah Negara bagian barat-tengah dan tenggara dan sepanjang Ohio dan
lembah sungai Mississippi. Jamur ini tumbuh dengan subur di tanah yang kaya
dengan kotoran kelelawar dan burung. Jika tanah yang mengandung jamur
histoplasmosis terganggu, spora jamur akan terbang ke udara. Orang kemudian
menghirup spora dan terkena histoplasmosis.
Tetapi penyakit ini tidak menular dari satu orang ke orang lain
Histoplasma capsulatum terutama ditemukan di daerah “temperate” di seluruh
dunia dan merupakan jamur yang paling umum di Amerika Serikat bagian tengah
dan timur. Histoplasma capsulatum ini endemis di lembah sungai Ohio, Missouri,
dan Mississippi. Ditemukan pula di Kanada Timur, Meksiko, Amerika Tengah dan
Amerika Selatan.
Pernah pula dilaporkan di Afrika, Australia, sebagian Asia Timur, dan
daerah tertentu di India dan Malaysia. Jamur ini telah ditemukan di dalam alas
kandang unggas, gua kelelawar dan sarang burung. Pola pertumbuhannya dan
mekanisme perubahan dari spora di dalam tanah ke bentuk hyphen dalam paru-
paru dipengaruhi oleh peningkatan dari temperature ruang ke temperature tubuh.
Delapan puluh persen (80%) orang yang tinggal di daerah yang umum
ditemukan Histoplasma capsulatum, Amerika Serikat Timur dan Tengah,
dinyatakan positif terhadap tes kulit histoplasmin. Semua orang dapat terinfeksi
histoplasmosis, tetapi orang yang kontak
dengan kotoran burung atau kelelawar lebih rentan terinfeksi penyakit ini. Profesi
yang rentan penyakit ini seperti: petani, tukang kebun, pekerja konstruksi,
pembersih cerobong, penyelidik gua. Anak-anak dan orang lanjut usia dengan
riwayat penyakit paru-paru atau perokok berat, gejala yang timbul lebih
berkembang. Orang dengan system imun yang lemah, seperti pada penyakit AIDS
dan leukemia atau karena terapi yang sedang dijalankan (kortikosteroid dan
kemoterapi), perkembangan penyakit ini lebih mengarah ke bentuk kronis atau
disseminated.

2.5 Morfologi Histoplasma capsulatum


Fungi ini termasuk fungi dimorfik. Fungi dimorfik adalah fungi yang dapat
memiliki dua bentuk, yaitu kapang dan yeast. Fungi ini termasuk
kedalam Ascomycotaparasit yang dapat menghasilkan spora askus (spora hasil
reproduksi seksual). Jamur ini berkembang biak secara seksual dengan hifa yang
bercabang-cabang ada yang berkembang menjadi askogonium (alat reproduksi
betina) dan anteridium (alat reproduksi jantan), dari askegonium akan tumbuh
saluran untuk menghubungkan keduanya yang disebut saluran trikogin. Dari
saluran inilah inti sel dari anteridium berpindah ke askogonium dan berpasangan.
Kemudian masuk ke askogonium dan membelah secara mitosis sambil terus
tumbuh cabang yang dibungkus oleh miselium dimana terdapat 2 inti pada ujung-
ujung hifa. Dua inti itu akan membelah secara meiosis membentuk 8 spora dan
disebut spora askus yang akan menyebar, jika jatuh di tempat yang sesuai maka
akan tumbuh menjadi benang hifa yang baru, demikian seterusnya.

2.6 Epidemiologi Histoplasmosis


Infeksi dari Histoplasma adalah eksogenus, biasanya melalui inhalasi
(lewat udara). Tetapi, jarang ditemukan lewat ingesti (saluran pencernaan) dan
lesi. Secara klinis histoplasmosis adalah penyakit yang berhubungan dengan
sistem retikuloendothelial. Infeksi primernya ada di saluran pernapasan. Kasus
penyakit dilaporkan pernah terjadi pada anjing, sapi, primata, kucing, kuda,
domba, babi, manusia, dan hewan-hewan liar.
Penyebaran jamur ini terjadi pada kotoran burung, kelelawar, dan di dalam
kandungan unggas serta dalam gua-gua. Selain itu terdapat di dalam tanah juga,
umumnya pada daerah Timur dan Barat-tengah Amerika Serikat. Masa inkubasi 7-
14 hari dengan gejala klinis pada kejadian akut berupa menggigil, demam,
kelelahan, dada nyeri dan batuk non-produktif. Pada kejadian kronis menunjukkan
adanya batuk produktif, dahak mukopurulen, berat badan meneurun, dispnea,
hepato-splenomegaly.

2.7 Patologi dan gejala klinis histoplasmosis


Jamur ini dapat berkembang biak dengan tumbuh dalam aliran darah
dengan system kekebalan tubuh yang rusak, umumnya dengan jumlah CD4 di
bawah 100. maka infeksi akan berkembang dan menyebar ke paru-paru, kulit dan
mungkin juga pada bagian tubuh yang lain.
Menurut gejala-gejala di atas,Hitoplasmosis dapat dibedakan menjadi 3
(tiga) macam:
1. Hitoplasmosis akut
Gejala jenis ini jarang bersifat fatal, dimana gejala yang terjadi adalah sakit
demam dan batuk. Biasanya timbul selama 3-21 hari setelah menghisap spora
dari jamur tersebut. Kemudian jika tidak diobati akan menghilang selama 2
minggu, namun kadang bisa menetap sampai 6 minggu.
2. Hitoplasmosis diseminata progesif
Gejalanya hati,limpa, dan kelenjar getah bening membesar. Kadang juga akan
menyebabkan ulkus (luka terbuka) di mulut dan saluran pencernaan. Ada juga
yang mengalami gangguan kelenjar adrenal yang menimbulkan penyakit
Addison. Biasanya terjadi pada anak-anak dan penderita gangguan system
kekebalan.
3. Hitoplasmosis kavitasi kronis
Gejalanya penurunan berat badan, malaise (merasa tidak enak badan) dan
demam ringan. Gejala ini juga merupakan infeksi paru yang bertahap dan
menyebabkan batuk dan sesak nafas, tetapi akan pulih dalam 2-6 bulan.
Sebaliknya dapat juga bertambah parah dengan gangguan pernapasan yang
bertambah buruk dan batuk darah, akhirnya dapat berujung pada kematian.

2.8 Diagnosis histoplasmosis


Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil analisa biakan dari dahak, kelenjar
getah bening, sumsum tulang, hati, ulkus di mulut, air kemih atau darah. Ada tes
antigen untuk infeksi dengan jamur H. capsulatum. Contoh air seni maupun darah.
Histoplasmosis juga dapat didiagnosis dengan membiakkan jamur dari contoh
sumsum tulang, tetapi proses ini membutuhkan waktu beberapa minggu. Cara
terbaik untuk mencegah histoplasmosis adalah dengan memakai terapi
antiretroviral (ART). Itrakonazol dapat dipakai untuk mencegah munculnya
penyakit akibat infeksi jamur termasuk histoplasmosis, namun penggunaannya
umumnya tidak diusulkan. Profilaksis terhadap histoplasmosis dapat
dipertimbangkan untuk Odha dengan jumlah CD4 di bawah 150 dengan pekerjaan
berisiko tinggi (misal bertani, berkebun, buruh bangunan).

2.9 Treatment histoplasmosis


Penderita infeksi Histoplasmosis dapat diobati dengan 2 cara yaitu
dengan induksi: terapi awal untuk infeksi akut dan pemeliharaan: terapi terus
menerus untuk mencegah kambuh. Histoplasmosis biasanya harus diobat pada
awal dengan obat yang cukup manjur, amfoterisin B, yang juga menimbulkan efek
samping yang parah. Setelah pengobatan awal, terapi harus diteruskan seumur
hidup dengan itrakonazol, atau sehingga sistem kekebalan tubuh menjadi pulih.

2.10 Pengobatan dan Pencegahan


 Pada Manusia
Bila histoplasmosis terjadi secara akut, sesungguhnya tindakan pengobatan
sudah tidak diperlukan. Pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang baik dan
mengalami histoplasmosis kronis dapat diobati dengan pemberian
ketoconazole (Nizoral) atau Amphotericin B (Fungizone). Sedangkan pasien
yang mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh dapat diobati dengan
Amphotericin B yang diberikan secara intravena. Pasien biasanya diberikan
obat tambahan untuk meminimalisasi terjadinya efek samping akibat
penggunaan Amphotericin B
Pasien yang mengalami AIDS disertai dengan histoplasmosis dilakukan
pengobatan dengan pemberian Itraconazole (Sporonox) secara peroral dengan
tujuan menghindari kambuhnya penyakit. Bila tubuh pasien tidak dapat
menerima Itraconazole maka dapat digantukan dengan obat yang lain yaitu
dengan pemberian obat Fluconazole (Diflucan).

 Pada Hewan
Pada kasus terjadinya Epizootic Lymphangitis pada kuda, pengobatn
yang dapat dilakuakan yaitu dengan pemberian Iodide Sodium secara
intravena, atau dengan pemberian Potassium Iodide secara peoral, namun
terjadinya penyakit terulang kembali atau kambuh pada beberapa bulan
kemudian dapat terjadi. Secara invitro sensitifitas organisme terhadap
Amphotericin B, Nystatin, dan Clotrimazole telah dilaporkan. Pada
kebanyakan kasusu hewan yang terinfeksi oleh penyakit ini tidak diijinkan
untuk dilakukan pengobatan, dan hewan yang terinfeksi segera dimusnahkan
dengan eutanasia. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menghindari
terjadinya Histoplasmosis antara lain :
 Hindari tempat yang berkembangnya jamur, terutama daerah yang
dipenuhi dari ekskresi burung dan kelelawar Mengeluarkan atau
membersihkan koloni kelelawar atau kandang burung dari gedung ataupun
perumahan.
 Melakukan desinfeksi pada daerah yang mengalami kontaminasi.
 Meminimalisir terbangnya debu yang kemungkinan terkontaminasi dengan
spora jamur dengan cara menyemprotkan dengan air daerah yang
berpotensi sebagai sumber penularan penyakit, seperti kandang ayam
sebelum dibersihkan dilakukan penyemprotan dengan air untuk
menghindari terbangnya debu yang mengandung spora jamur.
 Saat bekerja di tempat yang beresiko sebagai tempat penyebaran penyakit,
pekrja hendaknya menggunakan pakaian khusus dan menggunakan masker
wajah yang berfungsi untuk menyaring debu yang masuk saat bernafas,
sebaiknya gunakan masker dengan diameter kurang lebih 1 milimicron.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Histoplasmosis adalah suatu penyakit infeksi zoonosis yang disebabkan
oleh jamur Histoplasma capsulatum, yang terutama menyerang paru-paru tetapi
kadang-kadang bisa menyebar ke bagian tubuh yang lain. Penyakit ini merupakan
suatu penyakit yang diakibatkan oleh infeksi oportunistik (IO). Umumnya
menyerang orang yang positif HIV, khususnya dalam bentuk histoplasmosis yang
menyebar ke seluruh tubuh.

3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa analis.

DAFTAR PUSTAKA
1. Chandler WF. Kaplan W, Ajello, Zigomycosis dalam A Colour Atlas and
Textbook of the Histophatologyof Mycotic Diseases, Wolfe Medical
Publications Ltd, 1980. t22 - 6.
2. Rippon JW, Medical mycology. The pethogenic fungi and the pathogenic
acitinomycetes. Edisi ke - 3. PhiladelphiaW: B Saunders. 1988. 68 - 113.
3. Kwon-Chung KJ, Bennet JE, Medical mycology, Philadelphia. Lea &
Febriger, 1992 : 441 - 63, 524-59.
4. Sirait SP. Menaldi SL, Zigomikosis dalam Media Dermato-venereologika
Indonesiana, Vol. 26. No. 1 Januari 1999, 49 - 59.
5. Shandomy HJ, Utz JP. Deep fungal infections. Dalam : Fitpatrick TB, Eisen
AZ, Wolf K. Freeburg IM, Austen KF. Dermatology in general medicine. Edisi
ke-4. New York: McGraw-Hill Inc. 1993 2487 - 9.
6. Rook, Wilkinson, Ebling. Texbook of dermatology. Edisi ke-5 Champion RH,
Burton H, Ebling FJ. Editor. Oxford Blackwell Scientific Publ.
7. Elgart ML, Warren NG, Superficial and deep mycoses. Dalam Moshella SL.
HurleyH J. Dermatology. Edisi ke-2. Philadelphia Wb Saunders Co. 1985:
186-7.
8. Kuswadji. Fikomikosis subkutis, dalam : Diagnosis dan penatalaksanaan
dermatomikosis. Budimulia U et all, Editor. J akarta, Balai Penerbit FK-UI,
1992, 99 - 102.
9. Levine. Norman D., 1994. Parasitologi Veteriner. Gadjah Mada University
Press : Yogyakarta.
10. Robertson R.S. 1976. Handbook on Animal Disease In The Tropics. Edisi ke-
3. Burgess & Son Ltd : Abingdon
11. Soeharsono. 2002. Zoonosis. Kanisius : Yogyakarta. Levine. Norman D.,
1994. Parasitologi Veteriner. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
12. Robertson R.S. 1976. Handbook on Animal Disease In The Tropics. Edisi ke-
3.Burgess& Son Ltd : Abingdon Soeharsono. 2002. Zoonosis. Kanisius :
Yogyakarta.

MAKALAH MIKOLOGI
HISTOPLASMOSIS

DISUSUN OLEH :

APRI KRISDIANA
NIM : 18001014

PROGRAM STUDI D III ANALIS KESEHATAN


AKADEMI KESEHATAN JHON PAUL II PEKANBARU
TAHUN 2018/2019
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T atas berkat
rahmat dan karunia-Nya kami sudah dapat menyelesaikan Makalah ini dengan
judul”Zigomikosis dan Histoplasmosis”, Salawat serta salam kita haturkan kepada
Nabi Muhammad S.A.W beserta keluarga dan sahabatnya sekalian.
Disini penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini memang
masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi
bahasa, penulisan dan pengolahan, untuk itu penulis sangat mengharapkan
kritikan, saran dan masukan yang sifatnya membangun. Atas saran dan kritikan
penulis ucapkan terima kasih.

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGATAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 1
1.3 Tujuan Masalah ................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Histoplasmosis ....................................................................... 2
2.2 Hospes Histoplasma ............................................................................. 2
2.3 Siklus Hidup Histoplasma ................................................................... 3
2.4 Distribusi Histoplasmosis .................................................................... 4
2.5 Morfologi Histoplasma capsulatum ..................................................... 4
2.6 Epidemiologi Histoplasmosis .............................................................. 5
2.7 Patologi dan gejala klinis histoplasmosis ............................................ 5
2.8 Diagnosis histoplasmosis ..................................................................... 6
2.9 Treatment histoplasmosis ..................................................................... 6
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 8
3.2 Saran .................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai