Anda di halaman 1dari 138

BAB 1

PENGANTAR HUKUM BISNIS & HUKUM BISNIS di INDONESIA


A. Pengantar Hukum Bisnis

Hukum adalah peraturan atau ketentuan baik tertulis maupun tidak tertulis yang
mengatur

kehidupan masyarakat dan menyediakan sanksi terhadap pelanggarannya.

Bentuk hukum:

a. Hukum Tertulis
b. Hukum Tidak Tertulis

Di Indonesia hukum menempati posisi penting (supremary of law)

 Ekonomi dan Bisnis


Dari “oikonomia” artinya pengaturan rumah tangga. Istilah bisnis memiliki
pengertian yang lebih sempit (khusus) daripada istilah ekonomi yang luas (umum).
Karakteristik bisnis terutama terletak pada tujuan pencapaian keuntungan (laba).
 Hukum Ekonomi dan Bisnis
Hukum ekonomi adalah hukum yang berkaitan dengan berbagai aktivitas ekonomi.
Macam-macam ekonomi Indonesia :
a. Hukum ekonomi pembangunan, seluruh peraturan dan pemikiran hukum
mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi (hukum
perusahaan dan hukum penanaman modal)
b. Hukum ekonomi sosial, seluruh peraturan dan pemikiran hukum mengenai cara-
cara pembagian hasil pembangunan ekonomi secara adil dan merata, sesuai hak
asasi manusia (hukum perburuhan dan hukum perumahan)

Sarjana Hukum membagi hukum menjadi:

a. Hukum privat (perdata) yang mengatur kepentingan pribadi


b. Hukum publik yang mengatur kepentingan umum

1
Ciri penting hukum ekonomi adalah adanya ketertiban negara aau pemerintah dalam
pengaturan berbagai kegiatan perdagangan.

B. Hukum Ekonomi Dan Bisnis Dan Pembangunan Ekonomi

Hukum ekonomi dan bisnis yang memadai akan menunjang pembangunan ekonomi,
karena

melalui hukum ekonomi dan bisnis masyarakat dibentuk atau diarahkan untuk
mencapai tujuan

pembangunan ekonomi (law as tool of social engineering).

C. Sumber Hukum Ekonomi Dan Bisnis

1. Perundang-undangan
Di Indonesia tingkatan perundang-undangan adalah:
a. UUD 1945
b. Tap MPR
c. Undang-Undang (UU)
d. Peraturan Pemerintah (PP)
e. Keputusan Presiden (Keppres)
f. Peraturan pelaksanaan lain
2. Perjanjian
Perjanjian mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan perundang-undangan.
Perbedaan dengan perundang-undangan adalah dalam hal bahwa perjanjian hanya
berlaku bagi pihak yang membuatnya saja tidak mengikat orang lain atau masyarakat
umum, sedang perundang-undangan berlaku umum kepada semua pihak yang
menjadi subyek pengaturannya.

2
BAB II
HUKUM BENDA

A. Hukum Benda
1. Pembagian Benda

Pengertian mengenai “benda” atau zaak (Belanda) ialah segala sesuatu yang dapat
dihaki oleh
orang, berarti disini adalah berupa obyek. Lawannya adalah pemegang hak yakni
disebut subyek.
Sedang menurut KUH Perdata pasal 499, pengertian benda adalah segala sesuatu
yang dapat
menjadi obyek hak milik. Namun demikian bagian terbesar dari Buku II KUH
Perdata, di dalam
pasal-pasalnya mengatur tentang benda dalam arti barang yang berwujud.
Macam-macam benda
Menurut kitab undang-undang Hukum Perdata, benda dapat dibedakan menjadi beberapa
macam, seperti berikut ini:

1) Benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti
2) Benda yang dapat diperdagangkan dan benda yang tidak dapat diperdagangkan
3) Benda yang dapat dibagi dan benda yang tidak dapat dibagi
4) Benda yang bergerak dan benda yang tidak dapat bergerak
5) Benda yang berwujud dan benda yang tidak berwujud
6) Benda yang sudah ada dan benda yang belum ada, baik secara absolut maupun relatif

Dari macam-macam pembagian benda tersebut diatas, dalam pembicaraan Hukum


Perdata yang paling penting adalah mengenai pembedaan benda yang bergera dan benda
yang tidak bergerak, sebab pembagian ini mempunyai akibat yang sangat penting dalam
bidang hukum.
Benda-benda bergerak dapat dibedakan menjadi:

1) Benda bergerak karena sifatnya, benda yang dapat dipindahkan sebagaimana diatur
dalam pasal 509 KUH Perdata. Misalnya: meja, kursi, kapur, mobil, hewan.
2) Benda bergerak karena ketentuan Undang-undang yang berupa hak-hak atas benda
bergerak. Misalnya: hak memungut hasil dan hak pakai atas benda bergerak, surat-
surat berharga misalnya: saham, obligasi, sertifikat dana.

3
Sedangkan untuk benda-benda tidak bergerak dapat dibedakan menjadi:
1) Benda tidak bergerak menurut sifatnya, sebagai contoh: tanah dan segala sesuatu yang
melekat diatasnya seperti bangunan, rumah, gedung, pohon-pohonan atau tumbuh-
tumbuhan.
2) Benda tidak bergerak karena tujuannya, misalnya mesin atau alat-alat yang dipakai
pabrik. Benda-benda ini sebenarnya adalah benda bergerak namun oleh pemiliknya
dalam pemakaiannya diikatkan pada benda yang tidak bergerak yang merupakan
benda pokok.
3) Benda tidak bergerak menurut ketentuan Undang-undang yang berupa hak-hak atas
benda-benda tidak bergerak. Contohnya: hak memungut hasil dan hak pakai atas
benda tidak bergerak, hak atas tanggungan atas tanah (dulu hipotik).

Pembedaan mengenai benda bergerak dan benda tidak bergerak tersebut diatas penting
karena berkaitan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berbeda antara keduanya yang
berhubungan dengan 4 hal yaitu:

a. Bezit (menduduki)
b. Levering (penyerahan)
c. Verjaring (kadaluwarsa)
d. Bezwaring (pembebanan)

B. Hak Kebendaan
1. Pengertian Hak Kebendaan

Yang dimaksud hak kebendaan (Zakelijkrecht) ialah hak mutlak atas suatu benda
dimana hak itu

memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap
siapapun

juga. Jadi hak kebendaan itu ialah hak mutlak(hak absolut), lawannya adalah hak
yang nisbi (hak
persoonlijk atau hak relatif).
Hak Perdata itu diperinci atas 2 hal :

1) Hak Mutlak (hak absolut) terdiri atas :


a. Hak kepribadian, misalnya: hak atas namanya, hak hidup, hak kehormatannya,
hak kemerdekaan, dan lain-lain.
b. Hak-hak yang terletak dalam hukum keluarga yaitu hak yang timbul karena
adanya hubungan antara suami-istri, kerena adanya hubungan antara orang tua
dan anak.

4
c. Hak mutlak atas suatu benda, inilah yang disebut hak kebendaan.
2) Hak Nisbi (hak relatif) atau hak persoonlijk yaitu semua hak yang timbul karena
adanya hubungan perhutangan sedangkan perhutangan itu timbul dari perjanjian,
undang-undang dan lain-lain.
2. Ciri-ciri atau sifat dari Hak Kebendaan

Ciri yang merupakan perbedaan antara hak kebendaan dan hak perorangan atau hak
persoonlijk
adalah :

1) Hak kebendaan merpakan hak mutlak yaitu dapat dipertahankan terhadap


siapapun juga.
2) Hak kebendaan itu mempunyai zaaksgevolg atau droit de suit (hak yang
mengikuti) artinya : hak itu terus mengikuti bendanya dimanapun juga (dalam
tangan siapapun) barang itu berada, sedang pada hak perseorangan tidak
demikian halnya, kita hanya dapat melakukan atau mempertahankan hak tersebut
terhadap seseorang, dengan adanya pemindahan hak atas benda tersebut maka
lenyaplah, berhentilah hak perseorangan itu.
3) Sistem yang terdapat pada hak kebendaan adalah: mana yang lebih dulu
terjadinya, itu tingkatannya adalah lebih tinggi dari pada yang terjadi kemudian.
4) Mempunyai droit de preference (hak terlebih dahulu) misalnya: Nn. Ari
mempunyai hak memungut hasil atas barang milik Nn. Binti. Jika kemudian jatuh
pailit Nn. Ari tetap masih bisa mempertahankan haknya tersebut.
5) Kemungkinan untuk mengadakan gugatan itu juga berlainan. Pada hak
kebendaan gugatnya itu disebut gugat kebendaan. Pada hak perorangan, gugat
itu disebut perorangan.
6) Kemungkinan untuk memindahkan itu juga berlainan. Kemungkinan untuk
memindahkan hak kebendaan itu dapat secara sepenuhnya dilakukan.

Yang perlu diperhatikan, bahwa dalam praktek seringkali kita jumpai adanya hak-hak
perorangan yang mempunyai sifat kebendaan yaitu:

1) Mempunyai sifat absolut (mutlak)


2) Mempunyai sifat mengikuti bendanya (droit de suit)
3) Mempunyai sifat prioritas yaitu pada hak perorangan kita jumpai juga adanya hak
yang lebih dulu terjadinya dimenangkan dengan hak yang terjadi kemudian.

C. Macam-Macam Hak Kebendaan


Di dalam Buku ke II KUH Perdata telah diatur bermacam-macam hak kebendaan
tentunya dengan mengingat berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang

5
Undang-undang Pokok Agraria dan UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah. Dengan mengingat berlakunya UUPA tersebut maka hak kebendaan yang diatur
dalam Buku ke II KUH Perdata dapat dibedakan menjadi dua (Soedewi, 2000:29-30):

1. Hak-hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan (zakelijk genotsrecht), artinya


pemilik hak tersebut dapat menikmati, mengambil manfaat menggunakan dan
mengambil buahnya.
2. Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan (zakelijk zakerheidsrecht), dimana
pemilik hak tersebut tidak mempunyai hak untuk menikmati, mengambil manfaat,
menggunakan dan mengambil buah dari bendanya.

Hak Kebendaan Yang Memberi Kenikmatan


1. Hak Milik
Setelah berlakunya UUPA, maka ketentuan-ketentuan dalam KUH Perdata yang
mengatur tentang hak milik hanya berlaku pada hak milik atas benda-benda bergerak
saja. Hak milih adalah merupakan hak yang terkuat, terpenuh, yang paling sempurna,
hak yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun baik orang lain yang bukan
pemilik maupun oleh pembentuk undang-undang atau penguasa, oleh karena itu
mereka tidak boleh sewenang-wenang membatasi hak milik, melainkan harus ada
ganti kerugiannya dan harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Sedangkan
mengenai ciri-ciri hak milik yaitu:
a. Merupakan hak induk terhadap hak kebendaan yang lain
b. Merupakan hak yang selengkap-lengkapnya
c. Mempunyai sifat yang tetap
d. Mengandung bersih dari semua hak kebendaan lain.

Cara untuk memperoleh hak milik sebagaimana ditentukan dalam pasal 584 KUH Perdata
(disebutkan secara limitatif) adalah dengan cara:

1. Pendakuan (585 KUH Perdata )

Memperoleh hak milik atas benda bergerak dengan cara mendaku barang-barang
bergerak yang
belum ada pemiliknya atau tidak ada pemiliknya

2. Ikutan (natreckking = perlekatan/588-605 KUH Perdata)

Memperoleh hak milik benda bergerak karena benda itu mengikuti atau melekat pada
benda lain
3. Lampaunya waktu (verjaring = kadaluarsa/610 KUH Perdata)

6
Memperoleh hak milik dengan cara membezit terlenih dahulu benda itu kemudian
setelah
lampaunya jangka waktu tertentu bezitter menjadi pemilik benda itu
4. Pewarisan

Memperoleh hak milik dengan cara mendapat bagian warisan dari pewaris
5. Penyerahan (levering)

Memperoleh hak milik dengan cara penyerahan atas levering ini


Cara penyerahan dilakukan dengan cara:
- Untuk benda yang bergerak, yaitu dilakukan dengan penyerahan dari tangan ke tangan

- Sedangkan untuk benda yang tidak bergerak, yaitu dilakukan dengan cara harus
dibuatkan suatu
surat penyerahan (akte van transport).
Menurut KUH Perdata suatu pemindahan hak terdiri atas:

1. Suatu “obligatoire overeenkomst” yaitu tiap perjanjian yang bertujuan memindahkan


hak itu
2. Suatu “zakelijke over eenkomst” yaitu pemindahan hak itu sendiri.

Berdasarkan macam benda, menurut KUH Perdata ada 3 macam levering yaitu:

a. Levering benda bergerak


b. Levering benda tak bergerak
c. Levering piutang atas nama

2. Kedudukan Berkuasa (Bezit)


Ialah suatu keadaan lahir, dimana seorang menguasai suatu benda seolah-olah
kepuasannya sendiri, yang oleh hukum dilindungi, dengan tidak mempersoalkan hak
milik atas benda itu sebenarnya ada pada siapa (pasal 529 KUH Perdata). Cara
memperoleh bezit :
a. Untuk benda yang bergerak (pasal 1977 ayat KUH Perdata)
b. Untuk benda yang tidak bergerak

Bezit atas benda yang tidak bergerak memberikan hak-hak sebagai berikut:
1. Bezitter tidak dapat begitu saja diusir oleh si pemilik, tapi harus digugt di depan hakim
2. Bila bezitter itu jujur, ia berhak mendapatkan semua penghasilan dari yang
dikuasainya pada waktu digugat, dan tak usah mengembalikannya jika kalah

7
3. Bezitter yang jujur, lama-kelaman karena lewatnya waktu dapat memperoleh hak
milik atas benda yang dikuasainya
4. Bila diganggu orang lain, bezitter dapat meminta pada hakim untuk dipertahankan
kedudukannya dan berhak menuntut ganti rugi.

3. Hak Memungut Hasil


Menurut ketentuan pasal 756 KUH Perdata, hak memungut hasil ialah suatu hak
kebendaan untuk
menarik pengahasilan dari suatu benda orang lain, seolah-olah benda itu kepunyaan
sendiri, dengan
kewajiban menjaga supaya benda tersebut dalam keadaan semula.
Apabila seseorang mempunyai hak memungut hasil atas benda orang lain, maka orang
tersebut memiliki hak:
- Hak untuk memungut hasilnya atau buahnya barang
- Hak untuk memiliki barang tersebut atau memiliki perabot rumah, kendaraan, pakaian
dan lain
sebagainya.
Kewajiban seorang vruchtgebruiker ialah:
- Membuat pencatatan (Inventarisatie) pada waktu ia menerima haknya
- Memelihara benda itu sebaik-baiknya dan menyerahkan dalam keadaan baik apabila hak
itu berakhir
- Menanggung segala biaya pemeliharaan dan perbaikan yang biasa
4. Hak Pakai Dan Hak Mendiami
Mengenai Hak Pakai dan Hak Mendiami sebagaimana diatur dalam pasal 818 KUH
Perdata
menyatakan yang cara terjadinya dan hapusnya adalah sama seperti hak mmungut
hasil. Hak
mendiami adalah merupakan hak pakai kediaman, jadi intinya hak pakai dan hak
mendiami adalah
sama hanya obyeknya yang berbeda.
Hak Kebendaan Yang Memberi Jaminan (Gadai Dan Hipotik)
1. Gadai

8
Gadai sebagaimana diatur dalam KUH Perdata pasal 1150 adalah suatu hak yang
diperoleh
kreditur atas suatu barang bergerak, yang diberikan kepadanya oleh debitur atau
orang lain atas
namanya untuk menjamin suatu hutang, dan yang memberikan kewenangan kepada
kreditur
untuk mendapat pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari kreditur-kreditur
lainnya,
kecuali biaya-biaya mana yang harus didahulukan.
Dari pengertian isi pasal 1150 KUH Perdata tersebut maka dapat disimpulkan:
- Subyek Gadai yaitu: pemegang atau penerima gadai
- Obyek Gadai yaitu: segala benda yang bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud
- Pemegang Gadai menjadi kreditur preferen
Hak-hak seorang pemegang atau penerima Gadai adalah:
1. Ia berhak menahan barang yang dipertanggung jawabkan sampai pada waktu hutang
dilunasi, baik yang mengenai jumlah pokok maupun bunga
2. Ia berhak mengambil pelunasan ini dari pendapatan penjualan benda tersebut, jika
orang yang berhutang tidak menepati janji
3. Ia berhak meminta ganti biaya-biaya yang ia telah keluarkan untuk menyelamatkan
barang tanggungan itu
4. Ia berhak menggadaikan lagi barang tanggungan itu bila hak itu sudah menjadi
kebiasaan.

Kewajiban seoarng pemegang gadai:


1. Ia bertanggung jawab tentang hilangnya atau kemunduran harga barang tanggungan,
jika disebabkan karena kelalainnya
2. Ia harus memberitahukan kepada orang yang berhutang bila ia hendak menjual barang
tanggungannya
3. Ia harus memberikab perhitungan tentang pendapatan penjualan dan setelah ia
mengambil pelunasan hutangnya harus menyerahkan kelebihannya pada si berhutang
4. Ia harus mengembalikan barang tanggungannya, bila hutang pokok, bunga dan biaya
untuk menyelamatkan barang tanggungan telah dibayar lunas.

Gadai hapus apabila:


1. Hapusnya hutang yang ditanggung
2. Dilepaskan secara sukarela

9
3. Barang tanggungan hilang atau musnah

2. Hipotik
Dalam pasal 1162 KUH Perdata disebutkan bahwa Hipotik adalah merupakan suatu
hak kebendaan atas suatu benda yang tidak bergerak, bertujuan untuk mengambil
pelunasan suatu hutang dari (pendapatan penjualan) benda itu.
Perbedaan antara Gadai dan Hipotik:
a. Gadai harus disertai penyerahan kekuasaan atas barang yang dijadikan
tanggungannya, Hipotik tidak
b. Gadai hapus jika barang yang dijadikan tanggungannya berpindah tangan tetapi
hipotik tetap terletak sebagai beban di atas benda yang dijadikan tanggungan
meskipun benda itu pindah tangan
c. Lebih dari satu gadai atas suatu barang meskipun tidak dilarang UU
d. Gadai dapat diberikan melulu atas benda-benda yang bergerak, hipotik atas benda tak
bergerak.

BAB III
HUKUM PERJANJIAN DAN PERIKATAN
A. Hubungan Perjanjian Dengan Perikatan
Hukum perjanjian dan perikatan berada dalam ruang lingkup hukum perdata. Hukum
perdata adalah bidang hukum yang cakupannya sangat luas serta beraneka ragam
pengaturan dan ketentuannya.

10
KUHPerdata terdiri atas 4 buku sebagai berikut :
Buku I : perihal orang
Buku II : perihal kebendaan
Buku III : perihal perikatan
Buku IV : perihal pembuktian dan kadaluwarsa

Dalam hubungan ini, terdapat 2 istilah yang hampir sama, namun berbeda pengertiannya,
yaitu perikatan dan perjanjian. Hukum perikatan dianggap paling penting karena ia paling
banyak digunakan dalam lalu lintas hukum sehari-hari. Perikatan adalah suatu hubungan
hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan hubungan tersebut pihak yang satu
berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban untuk
memenuhi tuntutan tersebut (Subekti, 1985: 1)

Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata berbunyi “Suatu perbuatan


dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih.” Lebih lanjut, pengertian tersebut oleh Subekti ditafsirkan sebagai suatu peristiwa
ketika seseorang berjanji kepada orang lain atau ketika dua orang itu saling berjanji untuk
melakukan sesuatu hal (Subekti, 1985: 1).

B. Asas – Asas Hukum Perjanjian


Sebagian besar dari peraturan hukum mengenai perjanjian bermuara dan mempunyai
dasar pada asas – asas hukum. Asas – asas hukum merupakan dasar atau pokok karena
bersifat fundamental.

C. Asas Kebebasan Berkontrak (Contracts Vrijhed)


Asas ini memperbolehkan setiap masyarakat untuk membuat perjanjian yang berisi apa
pun asalkan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan undang –
undang. Budiono (2009: 44) menguraikan asas kebebasan berkontrak yang isinya
memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:

1. Membuat atau tidak membuat perjanjian


2. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun
3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya
4. Menentukan bentuk perjanjian, yaitu secara tertulis dan lisan

Keempat hal tersebut boleh dilakukan, namun tidak boleh bertentangan dengan undang –
undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
D. Asas Konsensualisme
Perjanjian terbentuk karena adanya perjumpaan kehendak (konsensus) dari para pihak.
Perjanjian pada dasarnya dapat dibuat secara bebas tidak terikat bentuk tertentu dan
perjanjian itu telah lahir pada detik tercapainya kata sepakat dari para pihak. Terdapat

11
pengecualian dalam asas konsesualisme, yakni bahwa dalam perjanjian tertentu, oleh
undang – undang ditetapkan adanya formalitas – formalitas tertentu.

E. Asas Pacta Sunt Servanda


Asas pacta sunt servanda dipatuhi sebagai sebuah prinsip yang menetapkan bahwa semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang bagi mereka yang
membuatnya. Dalam pengertian ini, apabila salah satu pihak tidak atau lalai
melaksanakan kewajibannya menurut perjanjian maka pihak lainnya yang dirugikan atau
dilanggar haknya akan mendapat perlindungan hukum dari negara yang bersangkutan
melalui pengadilan.

F. Asas Kepribadian (Personalitas)


Asas kepribadian disimpulkan dari Pasal 1315 KUHPerdata yang berbunyi “Pada
umumnya tiada seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta
ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri.” Dalam asas kepribadian,
berlaku dua pengecualian sebagai berikut :

1. Janji untuk pihak ketiga

Pada janji ini, seseorang membuat suatu perjanjian yang isinya menjanjikan hak-hak
bagi orang
lain.
2. Perjanjian garansi

Seseorang membuat perjanjian dengan orang lain, sebut saja A dan B. Dalam
perjanjian ini, A
menjanjikan bahwa orang lain (C) akan berbuat sesuatu dan A menjamin bahwa C
pasti akan
melaksanakan sesuatu hal yang dosebutkan dalam perjanjian ini maka A bertanggung
jawab
untuk melaksanakan kewajiban C tersebut.

G. Asas Iktikad Baik


Silondae dan Fariana (2020: 12) mengemukakan bahwa semua perjanjian yang dibuat
harus dilandasi dengan iktikad baik (in good faith). Pengertian iktikad baik mempunyai
dua arti, yaitu :
1. Perjanjian yang dibuat harus memperhatikan norma-norma kepatutan dan kesusilaan.

12
2. Perjanjian yang dibuat harus mencerminkan suasana batin yang tidak menunjukkan
adanya kesengajaan untuk merugikan pihak lain.

H. Syarat Sahnya Perjanjian


Kitab Undang-Undang Hukum Perdata di dalam Pasal 1320 telah menetapkan syarat
sahnya suatu perjanjian, yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri (kata sepakat)
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan (kecakapan)
3. Hal tertentu
4. Sebab yang halal
5. Akibat hukum syarat tidak terpenuhi

I. Kata Sepakat
KUHPerdata tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan sepakat. Untuk memperoleh
penjelasan mengenai hal tersebut, Subekti (1985: 17) menguraikan bahwa kedua pihak
yang mengadakan perjanjian harus sepakat, setuju, atau seia sekata mengenai hal-hal
yang pokok dalam perjanjian yang dibuat. Pernyataan kehendak oleh salah satu pihak
adalah penawaran (offer) yang disampaikan kepada mitranya. Pasal 1321 KUHPerdata
memberikan penegasan bahwa sebuah perjanjian tidak memenuhi syarat kesepakatan
apabila kesepakatan tersebut diberikan karena kekhilafan, paksaan, atau penipuan.

J. Kecakapan
Pada prinsipnya, setiap orang dianggap cakap atau mampu untuk membuat perjanjian,
kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Prinsip ini bersumber dari Pasal 1329
KUHPerdata yang berbunyi “Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-
perikatan, terkecuali ia oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap.”

Golongan orang-orang yang oleh undang-undang dianggap tidak cakap untuk membuat
perjanjian adalah:

1. Orang yang belum dewasa atau anak di bawah umur (minderjarig)


2. Orang yang ditempatkan di bawah pengampuan (curatele)

Terpenuhi atau tidaknya syarat kecakapan ini semata-mata ditentukan oleh para pihak
atau subjek perjanjian. Dengan demikian, syarat kesepakatan ini disebut juga dengan
syarat subjektif.

K. Hal Tertentu
Yang dimaksud hal tertentu dalam Pasal 1320 KUHPerdata adalah apa yang menjadi
kewajiban dari debitur dan apa yang menjadi hak dari kreditur atau sebaliknya. Suatu

13
kewajiban dalam perjanjian dinamakan prestasi bagi debitur, sedangkan bagi kreditur hal
tersebut merupakan hak. Terpenuhi atau tidaknya syarat hal tertentu, semata-mata
ditentukan oleh isi atau objek perjanjian. Dengan demikian, syarat kesepakatan ini disebut
juga dengan syarat objektif.

L. Sebab yang Halal


Sebab yang dimaksud adalah isi perjanjian itu sendiri atau tujuan dari para pihak
mengadakan perjanjian, yaitu mempunyai dasar yang sah dan patut atau pantas. Halal
adalah tidak bertentangan dengan undang-undang.

M. Akibat Hukum Syarat Tidak Terpenuhi


Kesepakatan yang merupakan salah satu syarat subjektif dianggap tidak ada apabila
perjanjian tersebut mengandung unsur paksaan, penipuan, atau kekeliruan. Sementara itu,
apabila perjanjian tidak memuat syarat objektif karena tidak adanya objek perjanjian
yang jelas atau perjanjian tersebut tidak dibenarkan oleh hukum, kesusilaan, dan
ketertiban umum maka akibatnya perjanjian tersebut batal demi hukum.

N. Perjanjian Menurut Isinya


Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian mengemukakan bahwa dari segi isinya,
perjanjian dapat dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Perjanjian untuk memberikan atau menyerahkan sebuah barang


2. Perjanjian untuk membuat sesuatu
3. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu

O. Hapusnya Perikatan
KUHPerdata melalui Pasal 1381 telah menetapkan beberapa sebab yang mengakibatkan
berakhirnya perjanjian sebagai berikut:

1. Pembayaran

Pembayaran adalah pelunasan utang atau tindakan pemenuhan prestasi oleh debitur
kepada

kreditur. Pada dasarnya, pembayaran dilakukan ditempat yang telah dijanjikan,


namun apabila di

dalam perjanjian itu tidak ditentukan tempat pembayaran maka hal itu diatur dalam
KUHPerdata.

2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan


(konsinyasi).

14
Konsinyasi adalah sebuah cara untuk menghapus perikatan.

3. Novasi (pembaruan utang)

Novasi adalah perjanjian antara debitur dengan kreditur saat perikatan yang sudah
ada dihapuskan
lalu dibuat sebuah perikatan yang baru.

4. Perjumpaan utang (kompensasi)

Kompensasi adalah penghapusan masing-masing utang yang sudah dapat ditagih


secara timbal
balik antara debitur dan kreditur.

5. Percampuran utang

Percampuran utang adalah percampuran kedudukan antara orang yang berutang


dengan
kedudukan sebagai kreditur sehingga menjadi satu.

6. Pembebasan utang

Adalah pernyataan sepihak dari kreditur kepada debitur bahwa debitur dibebaskan
dari utang.
7. Musnahnya barang yang terutang

Diartikan sebagai perikatan hapus dengan musnahnya atau hilangnya barang tertentu
yang

menjadi pokok prestasi yang diwajibkan kepada debitur untuk menyerahkan kepada
kreditur.

8. Batal atau pembatalan

Pembatalan diartikan sebagai pembatalan perjanjian-perjanjian yang dapat


dimintakan
sebagaimana yang sudah diuraikan sebelumnya pada syarat-syarat sahnya perjanjian.

9. Berlakunya suatu syarat batal

Diartikan sebagai syarat yang apabila dipenuhi akan menghapuskan perjanjian dan
membawa

15
segala sesuatu pada keadaan semula, yaitu seolah-olah tidak ada sebuah perjanjian.

10. Lewat waktu atau kadaluwarsa

Kadaluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh hak atas sesuatu atau untuk
dibebaskan dari

suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang
ditentukan oleh
undang-undang.

BAB IV
Bentuk-bentuk perusahaan dan usaha franchise
Dengan pesatnya perkembangan perdagangan di tanah air, maka banyaklah dari
kalangan-kalangan pengusaha tidak lagi bertindak lagi seorang diri, melainkan mereka
bersama-sama mendirikan persekutuan-persekutuan atau perseroan-perseroan.

16
Maksud para pengusaha menggabungkan diri ialah untuk dapat bekerja sama secara
teratur guna memudahkan tercapainya tujuan bersama, yakni dengan menjalankan
perusahaan memperoleh laba yang sebesar-besarnya.

Persekutuan-persekutuan itu dapat berupa firma, perseroan komanditer, ataupun


perseroan terbatas. Dalam pengertian perusahaan, maka setiap perusahaan bertindak
secara terus menerus dan terang terangan.

Bertindak terang-terangan mengandung arti, bahwa tindakan-tindakan perusahaan harus


dapat diketahui oleh pihak ketiga, oleh umum dengan cara melakukan pengumuman-
pengumuman dengan cara tertentu.

Oleh karena itulah badan-badan yang baru didirikan oleh pengusaha-pengusaha yang
menggabungkan diri itu,oleh KUHD diharuskan tunduk kepada peraturan-peraturan
mengenai pengumuman.

Mengenai perseroan firma peraturan-peraturan pengumumannya diatur dalam Pasal 23


dengan 28 KUHD, yang antara lain dinyatakan, bahwa para persero firma diharuskan
mendaftarkan akta pendiriannya dalam register pada Pengadilan Negeri dan setiap orang
diperbolehkan memeriksa akta tersebut serta harus pula diumumkan dalam berita Negara.

Demikian pula halnya dengan suatu perseroan terbatas, yang menurut pasal 38KUHD
ayat (2), (3), dan (4) para perseronya diwajibkan mendaftarkan akta pendiriannya dalam
register Pengadilan Negeri dan diwajibkan mengumumkannya di berita Negara.

Walaupun demikian, untuk menjalankan suatu perusahaan dengan tujuan mencapai


keuntungan tidaklah mutlak seharusnya bertindak terang-terangan, apabila kita
mendirikan sebuah perseroan yang disebut maatschap yang diatur dalam Bab 8 Kitab III
KUH per.

Maatschap yang diatur dalam KUH per ini berbeda dengan bentuk-bentuk perusahaan
lainnya, yakni bahwa cara bekerja sama perseroan ini tidak nyata keluar, tidak terlihat
oleh umum.

Bentuk perusahaan yang oleh KUH per disebut maatshap oleh Prof. Sukardono
dinamakan perserikatan perdata, dan Tirtaamadjaja menyebutkan persetujuan perseroan
(partnership) sedang kita akan mempergunakan istilah Prof. Subekti yakni perseroan.

Perseroan adalah berbeda dengan perseroan-perseroan dagang lainnya walaupun menurut


pasal 1681 KUH Per juga bertujuan untuk bersama-sama membagi-bagi keuntungan yang
diperoleh.

Prof. Sukardono berpendapat bahwa perseroan ini adalah suatu perserikatan yang
bercorak khusus mengenai tujuan memperoleh keuntungan ekonomis dan Prof. Subekti
menganggap maatshap sebagai suatu bentuk kerja sama yang paling sederhana yang

17
diatur dalam KUH Per, sedangkan Tirtaamadjaja berpendapat bahwa maatshap adalah
bentuk pokok untuk perusahaan-perusahaan yang diatur dalam KUHD dan perusahaan-
perusahaan yang diatur diluar KUHD.

Berdasarkan uraian-urainan diatas, daoatlah kita mengambil kesimpulan bahwa


perusahaan meliputi sebagai berikut:

a. Bentuk perusahaan yang diatur dalam KUH Per, yaitu Perseroan (maatshap)
b. Bentuk perusahaan yang diatur dalam KUHD.
a. Perseroan firma
b. Perseroan komanditer
c. Perseroan terbatas
c. Bentuk perusahaan yang diatur diluar KUHD (diatur dalam peraturan-peraturan
khusus).
a. Koperasi
b. Koperasi Negara/Persero/Perum/Perja

Perseroan (Maatshap)
Perseroan adalah salah satu perseroan yang diatur dalam KUH Per, sehingga menurut
Tirtaamadjaja, .S.H. perseroan adalah bentuk pokok untuk perusahaan yang diatur dalam
KUHD dan juga diatur diluar KUHD.

Hal ini mengandung pengertian bahwa peraturan-peraturan mengenai perseroan pada


umumnya berlaku juga untuk perusahaan lainnya, sekadar KUHD ataupun peraturan-
peraturan khusus lainnya tidak mengatur secara tersendiri. Pengertian dalam pasal 1
KUHD, bahwa peraturan-peraturan di dalam KUH Per berlaku juga terhadap hal-hal yang
diatur dalam Hukum Dagang sepanjang KUHD dengan tegas dinyatakan bahwa segala
perseroan yang tersebut dalam KUHD dikuasai oleh.

a. Persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan


b. KUHD, dan
c. KUH Per.

Selanjutnya dalam pasal 16 KUHD disebutkan bahwa yang dinamakan perseroan firma
ialah tiap-tiap perseroan yang didirikan untuk menjalankan sesuatu perusahaan di bawah
satu nama bersama.

Jelaslah, bahwa apabila suatu perseroan menjalankan perusahaan dengan pemakaian


firma (=nama) bersama, lalu terjailah perseroan firma. Bagi suatu perseroan firma yang
menjalankan perusahaan sangatlah diutamakan hubungan dengan pihak ketiga (bertindak
terang-terangan), akan tetapi mengenai hubungan ke dalam tetapalh berlaku segala
peraturan tentang hubungan yang ditetapkan bagi suatu perseroan yang datur dalam KUH
per.

18
Perseroan diatur dalam KUH Per Kitab III Bab VIII Pasal 1681 s.d Pasal 1652. Menurut
Pasal 1681 KUH Per, Perseroan (maatshap) adalah suatu persetujuan dengan mana dua
orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dalam persekutuan dengan
maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya.

Dalam bentuk perusahaan ini terdapat beberapa orang yang mengadakan persetujuan akan
berusaha bersama-sama guna memperoleh keuntungan benda, dan untuk mencapai tujuan
itu mereka masing0-masing berjanji akan mneyerahkan uang atau barang-barang atau
menyediakan kekuatan atau kerajinannya (vide Pasal 1619 KUH Per).

Dengan demikian perseroan merupakan suatu bentuk kerja sama yang paling sederhana
oleh karena tidak ada penetapan jumlah modal tertentu yang harus disetor, bahkan dapat
diperbolehkan pula seorang anggota hanya menyumbangkan tenaganya saja. Selain itu,
lapangan pekerjaannya tidak dibatas pada sesuatu hal tertentu, sehingga bentuk ini
dikiranya dapatlah dipakai juga untuk melakukan perdagangan. Bentuk ini sebenarnya
hanya mengatur hubungan intern saja antara orang-orang yang tergabung didalamnya.
Maksud perseroan ini ialah

a. Harus bersifat kebendaan,


b. Untuk memperoleh keuntungan,
c. Keuntungan itu harus dibagi-bagikan antara anggota-anggotanya, dan
d. Harus bersifat baik dan dapat diizinkan.

Walaupun perusahaan ini bersifat kebendaan dengan mencari keuntungan, tetapi


perseroan bertindak tidak terang-terangan, dan tak ada peraturan pengumuman-
pengumuman terhadap pihak-pihak ketiga seperti yang diadakan pada perseroan firma.

Untuk mendirikan suatu perseroan cukuplah secara lisan berdasarkan suatu akta
pendirian. Syarat tertulis (dengan akta notaris) tidka diminta oleh undang-undang.

Menurut Pasal 1624 KUH Per, perseroan mulai berlaku sejak saat persetujuan, jika dalam
persetujuan ini tidak ditetapkan suatu saat lain.

Para anggota perseroan mengatur segala sesuatu atas dasar persetujuan. Persetujuan ini
pun tidak memerlukan suatu bentuk tertentu. Pada umumnya yang diatur dalam perjanjian
ini ialah

a. Bagian yang harus dimasukkan oleh tiap-tiap peserta dalam perseroan


b. Cara bekerja
c. Pembagian keuntungan
d. Tujuan bekerja sama
e. Lamanya (waktunya), dan
f. Hal-hal lain yang dianggap perlu

19
Apabila akta persetujuan tidak ada, maka keuantungan dibagi menurut undang-undang.
Pembagian menurut undnag-undang adalah berdasarkan besar kecilnya bagian yang
dimasukkan ke dalam persekutuan.

Dalam Pasal 1633 KUH Per dijelaskan bahwa bagian keuntungan masing-masing adalah
keseimbangan dengan apa yang telah ia masukkan dalam perseroan.

Terhadap si pesero yang hanya memasukkan kerajinannya atau pengetahuan atau


pengalaman, tenaganya, maka bagian keuntungan yang akan diperolehnya ditetapkan
sama dengan bagian persero yang memasukkan uang atau barang yang paling sedikit.

Mengenai modal perseroan, dalam Pasal 1618 KUH Per disebutkan bahwa setiap anggota
harus memasukkan sesuatu sebagai sumbangannya. Hal ini merupakan suatu syarat
mutlak untuk perseroan. Yang dimaksud dengan ‘sesuatu’ dijelaskan dalam Pasal 1619
KUH Per, bahwa sesuatu ini dapat berupa uang ataupun:

a. Berupa barang misalnya lemari, maja, dan alin-lain.


b. Nama baik misalnya jujur, terkenal, pejabat, dan sebagainya
c. Kredit atau piutang (modal yang belum disetor), dan
d. Goodwill = jasa, pelayanan

Walaupun perseroan ini mempunyai suatu cara bekerja sama seperti juga halnya dengan
bentuk-bentuk perusahaan lainnya ( memasukkan modal, berusaha memperoleh sesuatu
yang tak mudah diperoleh secara individual ), namun bentuk perusahaan ini mempunyai
sekedar perbedaannya dengan cara bekerja sama pada perseroan ternyata tidaklah keluar,
yakni tidak terlihat oleh umum. Perjabjian kerja sama yang diadakan para anggotanya.
Perseroan tidaklah diberitahukan kepada pihak luar, sehingga keluar masing-masing dari
mereka itu bertindak seakan-akan untuk diri sendiri.

Perseroan mempunyai tujuan antara lain untuk menjalankan bersama suatu pekerjaan
tetap (beroep) misalnya kerja sama pengacara-pengacara, kerja sama arsitek-arsitek,
dapat juga menjalankan kursus memegang buku antara beberapa guru, malahan dapat
bertujuan untuk menjalankan suatu perusahaan, asal saja perseroan itu tidak dijalankan
dengan nama bersama yang disebut firma.

Seperti yang telah dijelaskan, perseroan yang diatur dalam KUH Per adalah bentuk poko
untuk perusahaan-perusahaan yang di atur dalam KUHD seperti perseroan firma,
perseroan komanditer, perseroan terbatas, dan lain-lain. Berdasarkan Pasal 1 KUHD,
maka peraturan-peraturan mengenai perseroan pada umumnya berlaku juga bagi bentuk
perusahaan tersebut.
Seorang anggota perseroan dapat memindahkan keanggotaanya kepada orang lain dengan
atau tanpa persetujuan anggota-anggota lainnya, hal mana tergantung pada isi statute
(anggaran dasar) mereka .

20
Persero bukanlah suatu badan hokum dengan harta kekayaan tersendiri terhadap pihak
ketiga. Yang ada ialah harta tersendiri terhadap anggota-anggotanya satu sama lain, harta
mana tak dapat dibagi-bagikan tanpa izin seluruh anggotanya.

Seorang kreditor hanya dapat menuntut piutang nya atas harta yang merupakan bagian
dari anggota debitur, dan tak dapat menuntut piutangnya atas harta perseroan itu.
Penuntutan piutang atas harta perseroan hanya dapat dilakukan:
a. Jika para anggota lainnya telah memberi kekuasaan penuh kepada anggota yang
bertindak atas tanggunga n prseroan dan dalam hal ini dengan nyata telah
diberitahukan kepada pihak ketiga, atau
b. Jika tindakan anggota tersebut memberikan keuntungan untuk peseroan.

Mengenai hubungan intern, para anggota perseroan oleh KUH Per diatur sebagai berikut
a. Pasal 1630 menyatakan bahwa setiap anggota harus menanggung pergantian
kerugian kepada perseroan apabila kerugian itu terjadi karena salahnya sendiri
b. Pasal 1633 menetapkan bahwa keuntungan dan kerugian dibagi menurut
pembagian besarnya sumbangan modal yang diberikan oleh anggota-anggota
masing-masing apabila dalam persetujuan tidak ditentukan bagian masing-masing
anggota dalam hal untung rugi perseroan
c. Pasal 1639 menjelaskan bahwa semua anggota boleh menyelenggarakan
pemeliharaan perseroan, kecuali apabila telah dimufakati, bahwa hanya seorang
dari mereka itu diserahi kewajiban itu. Apabila semua anggota yang
menyelenggarakan kewajiban itu, maka tindakan seorang anggota juga mengikat
anggota-anggota yang lainnya. Jika seseorang yang ditugaskan
menyelenggarakan pemeliharaan tersebut, maka ia bertanggung jawab kepada
anggota-anggota lainnya.

Perhubungan ekstern para anggota perseroan diatur dalam Pasal 1642 KUH Per yang
menyatakan, para persero tidaklah terikat masing-masing untuk seluruh utang perseroan,
dan masing-masing persero tidaklah dapat mengikat persero-persero lainnya, jika mereka
ini tidak memberikan kuasa kepada nya untuk ini.

Jadi, menurut undang-undang tiap-tiap anggota perseroan hanyalah dapat mengikat


dirinya sendiri kepada orang pihak ketiga. Ia tak dapat mengikatkan kawan-kawan
anggotanya kecuali jika mereka itu memberi kekuasaan khusus untuk bertindak atas nama
mereka, dan karena itu yang bertanggung jawab terhadap pihak ketiga hanyalah anggota
yang bertindak keluar itu.

Mengenai perhubungan keluar anggota-anggota perseroan terhadap pihak ketiga dapat


digambarkan berdasarkan Pasal 1643 KUH Per sebagai berikut

21
A,B, dan C adalah anggota daris suatu perseroan. Pada suatu waktu anggota A membeli
dari pihak ketiga, yaitu x, sejumlah barang dengan harga Rp 100.000. Apabila x tidak
menerima pembayaran, maka ia tidak dapat menuntut kepada anggota-anggota lainnya
yaitu B, dan C. Dalam hal ini x hanyalah dapat memaksa anggota A dengan membayar
perantaraan hakim.

Apabila A dan B bersamamembelinya dari x itu, maka x dapat menuntut mereka masing-
masing untuk membayar bagian yang sama banyak (walaupun bagian sumbangan modal
masing-masing dalam perseroan tak sama banyak ), kecuali apabila telah ditetapkan,
bahwa mereka akan membayar menurut perbandingan sumbangan modal masing-masing
perseroan.

Mengenai cara-cara berakhirnya suatu perseroan diatur dalam Pasal 1646 KUH Per
sebagai berikut.

a. Dengan lewatnya waktu untuk mana perseroan telah diadakan


b. Dengan musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadi pokok
prseroan.
c. Atas kehendak semata-mata dari beberapa atau seorang persero
d. Jika salah seorang pesero meninggal atau ditaruh dibawah pengampuan atau
dinyatakan pailit

Akan tetapi, walaupun telah ada seorang yang meninggal, menurut Pasal 1651 KUH Per
, persekutuan dapat juga tetap berdiri, baik dengan turut sertanya ahli waris- ahli waris
anggota yang meninggal it, maupun hanya anggota-anggota yang masih ada asalkan
syarat telah diperjanjikan terlebih dahulu dengan mencantumkannya dalam anggaran
dasar perseroan.
Apabila suatu perseroan berakhir, maka diadakanlah permisahan dan pembagian harta
perseroan antara para anggotanya, yang dilakuakn sebagai berikut.

a. Sisa harta yangmerupakan laba dibagi-bagikan menurut ketentuan undang-


undang yang ada
b. Apabila perseroan menderita kerugian, maka kerugian itu ditanggung oleh para
anggotanya menurut ketentuan yang ditetapkan dalam perjanjian yang mereka
adakan.

PERSEROAN FIRMA
Merupakan salah satu bentuk perusahaan yang diatur sama-sama dengan perseroan
komanditer dalam Bagian II Bab III Kitab I KUHD.

22
Oleh karena itu perseroan firma adalah suatu perserikatan perdata yang khusus.
Kekhususan itu menurut Pasal 16 KUHD terletak pada keharusan adanya tiga keputusan
mutlak yaitu:

a. Menjalankan perusahaan
b. Dengan pemakaian firma bersama, dan
c. Pertanggung jawaban tiap-tiap sekutu untuk seluruhnya mengenai perserikatan
dengan firma.

Orang-orang yang dapat menjalankan penyelesaian pembubaran atau likuidasi adalah

a. Orang yang ditunjuk untuk hal itu dalam akta pendirian


b. Perseroan-perseroan yang lebih dahulu mengurus perseroan
c. Orang lain yang ditunjuk atas pemungutan suara semua persero, dan
d. Apabila suara terbanyak itu tak tercapai hakim dapat menentukan orang-orang
yang akan menyelesaikan likuidasi tersebut

PERSEROAN KOMANDITER (CV)


Menurut KUHD CV adalah suatu perseroan untuk menjalankan suatu perusahaan yang
dibentuk antara satu orang atau beberapa orang persero yang secara tanggung-
menanggung bertanggung jawab keseluruhan.

PERSEROAN TERBATAS
Perseroan terbatas adalah suatu bentuk perseroan yang didirikan untuk menjalankan suatu
perusahaan dengan modal perseroan tertentu yang terbagi atas saham-saham, dalam mana
para pemegang saham atau pesero ikut serta dengan pengambilan satun saham atau lebih
dan melakukan perbuatan-perbuatan hokum biuat oleh nama bersama, dengan tidak
bertanggung jawab sendiri untuk perseroan-perseroan itu.
Cara mendirikan perseroan terbatas atau PT

Berdasarkan Pasal 38ayat (1) jo,Pasal 36 ayat (2) KUHD, pt harus didirikan dengan akta
notaris, dengan ancaman tidak sah bila tidak demikian. Akta notaris ini adalah syarat
mutlak untuk mengesahkan pendirian PT. Dengan demikian, adanya akta notaris
pendirian itu bukanlah sekedar untuk menjadi alat pembuktian belaka seperti halnya suatu
perseroan firma. Apabila syarat ini tidak dipenuhi maka pt yang suadh didirikan tidak
akan mendapat pengesahan oleh menteri kehakiman. Akta notaris pendirian itu berisi
persetujuan mendirikan pt yang didalamnya dimasukkan anggaran dasar atau statute PT,
yang memuat:

a. Nama PT
b. Tempat kedudukan
c. Maksud dan tujuan

23
d. Lamanya akan bekerja
e. Cara-cara bekerja dan bertindak terhadap pihak ketiga,
f. Hak dan kewajiban persero dan pengurus

Tempat kedudukan pt

Tempat kedudukan pt ialah tempat kedudukan yuridis dari perseroan yang disebut dalam
akta dan biasanya tempat dimana pengurusnya atau direksinya berada.

PENYETORAN ATAU PEMASUKAN MODAL


Pada waktu mendirikan PT para pendiri harus ikut serta dalam modal perseroan sekurang-
kurangnya 20%, dan sebelum pengesahan diperoleh 10% dari modal sudah harus disetor.

Penyetoran ini dapat juga dilakukan dengan barang-barang atauhak yang harus dinilai
dengan uang.
Macam-macam PT

a. PT Terbuka
b. PT Tertutup
c. PT Umum
d. PT Perseorangan

PENGELUARAN SAHAM
Pengeluaran saham atau emisi adalah suatu penawaran saham kepada khalayak ramai.
Pada waktu pendirian persero sebagian dari saham-saham telah diambil oleh para pendiri.
Saham-saham lainnya ditawarkan kepada umum, baik secara dibawah tangan maupun
dengan memasukan dalam pasar modal dibursa.

HAK-HAK/KEWAJIBAN PEMEGANG SAHAM


Pemegang saham ialah mereka yang ikut serta dalam modal perseroan dengan membeli
satu atau lebih saham-saham. Cara lain untuk dapat menjadi pemegang saham ialah
membeli saham dari penjual saham yang lama atau mendapat warisan saham-saham atau
mengambil satu atau lebih pada emisi baru. Kewajiban pemegang saham yang utama ialah
menyetor bagian saham yang harus dibatyar dan selama tahun belum dibayar penuh ia
tidak diperkenankan ketangan lain tanpa persetujuan PT

HAK PEMEGANG SAHAM


a. Menerima daviden untuk tiap saham yang dimiliki
b. Mengunjungi rapat umum pemegang saham
c. Mengeluarkan suara pada rapat-rapat PT

24
d. Mendapat pembayaran kembali saham yang telah dibatar penuh, jika perseroan
dibubarkan

PENGURUS PT
Para pegawai yang bekerja pada PT, tidak dapat disebut pengurus dalam arti kata undang-
undang. Pengurus untuk selanjutnya ditetapkan oleh rapat umum pemegang saham.
Berdasarkan undang-undang, yang dimaksud dengan pengurus ial;ah hanya mereka yang
diangkat oleh rapat umum pemegang saham untuk waktu tertentu, baik bergaji atau tidak,
untuk pemimpin PT dalam melakukan undang-undangnya, bertanggung jawab
sepenuhnya kepada rapat umum pemegang saham.

KEWAJIBAN UMUM PENGURUS


Hak dan kewajiban pada umumnya diatur dalam akta pendirian.
Kewajiban pengurus dapat dibagi sebagai berikut:

a. Mengurus harta kekayaan perseorangan


b. Mengemudi usaha-usaha perseroan
c. Mewakili PT di dalam dan diluar hokum

MODAL PERSEROAN
Modal perseroan disebut juga modal masyarakat, yaitu jumlah modal yang disebut dalam
akta pendirian dan merupakan suatu jumlah maksimum sampai jumlah mana dapat
dikeluarkan surat-surat saham.

Modal perseroan dalam neraca merupakan jumlah yang tetap, kecuali jika modal ini
ditambah/dikurangi dengan jalan memperbesar atau memperkecil modal tersebut.

SAHAM
Saham ialah suatu tanda masuk ikut serta dalam modal perseroan. Pembagian modal
perseroan dalam saham-saham diatur dalam anggaran dasar. Memperdagangkan saham
tasa nama haruslah dengan seizing PT terhadap saham tunjuk tidak dilakukan
pengawasan, karena tidak dikatakan siapa-siapa pemegang.

MACAM-MACAM SAHAM
a. Saaham biasa
b. Saham preferen
c. Saham preferen kumulatif
d. Saham preferen kumulatif yang berhak mendapatkan bagian keuntungan

25
PENGANGKATAN PENGURUS
Pengurus (direktur) untuk pertama kalinya diangkat oleh para pendiri, hal mana
disebutkan dalam akta pendirian. Selanjutnya direktur diangkat oleh rapat umum
pemegang saham. Kekuasaan mengangkat dan mengganti pengurus selalu ada di tangan
rapat umum pemegang saham (RUPS) yang mempunyai kekuasaan tertinggi. Bila
pimpinan direktur kurang memuaskan, rapat umum pemegang saham dapatmengusulkan
pengangkatan diri sendiri. Dalam prakter sering terjadi bahwa yang dipilih jadi direktur
adalah orang yang mempunyai saham terbanyak.

TANGGUNG JAWAB PENGURUS PT


a. Tanggung jawab keluar,terhadap pihak ketiga
b. Tanggung kjawab kedalam

KOMISARIS PT
Tugas komisaris adalah untuk mengawasi serta mengamati tindakan direksi dan menjaga
agar tindakannya tidak merugikan perseroan.

Para komisaris bersama-sama ataupun sendiri-sendiri ada hak sewaktu-waktu msuk


dalam gedung-gedung dan pekarangan – pekarangan yang dipergunakan oleh perseroan,
memeriksa segala buku-buku dan surat-surat milik perseroan, memeriksa persediaan
barang, uang kas, dan sebagainya dan pada umumnya diperkenankanbertindak leluasa
untuk dapat melakukan pengawasannya dengan baik.

PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KOMISARIS PT


Komisaris diangkat oleh rapat umum pemegang saham dan dipilih adri calon-calon yang
diajukan oleh para pendiri, hal mana tercantumkan dalam akta pendirian. Pengangkatan
komisaris dilakukan untuk jangka waktu tertentu, setelah waktu habis dan diberhentikan,
mereka dapat dicalonkan dan diangkat lagi. Jika tidak dimajukan calon-calon, maka rapat
umum bebas untuk memilih calon-calonnya sendiri.
Tanggung jawab para komisaris dapat dibagi sebagai berikut:

a. Tanggung jawab keluar, terhadap pihak ketiga


b. Tanggung jawab kedalam terhadap perseroan

BAB V
PT (PERSEROAN TERBATAS)
1. Definisi dan pengaturan PT
Menurut undang-undang perseroan terbatas (PT), definisi perseroan terbatas
adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha

26
dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaanya. Sedangkan,
menurut Prof Soekardono, Perseroan Terbatas adalah suatu perserikatan yang becorak
khusus untuk tujuan memperoleh keuntungan ekonomis.

Pengturan mengenai Perseroan terbatas terdapat dalam Undang Undang Nomor 1


Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (PT). Dan sebelum undang-undang ini dibentuk
oleh pemerintah Repunlik Indonesia maka ketentuan mengenai Perseroan Terbatas
mendasarkan pada ketentuan yang ada dalam KUH Dagang Khususnya pasal 26 sampai
dengan pasal 56. Oleh karena itu sejak disahkannya undang-undang PT tersebut maka
secara otomatis ketentuan mengenai PT yang ada dalam KUH dagang telah dicabut
berlakunya.
2. Pendirian PT

Dalam undang-undang nomor 1 tahun 1995 telah diatur dengan jelas bahwa suatu
perseroan hendaknya didirikan oleh 2 orang atau lebih dengan suatu akta notaris yag
dibuat dam bahasa Indonesia. Orang disini dimaksudkan adalah orang perseorangan atau
badan hukum(pasal 7).
Dalam pasal 8 ayat 1 undang-undang PT disebutkan bahwa, akta pendirian, PT
sekurang-kurangnya harus memuat antara lain:

a. Nama lengkap,tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal dan


kewargangaraan pendiri.
b. Susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir,pekerjaan, tempat
tinggal dan kewarganegaraan anggota direksi dan komisaris yang
pertama kali diangkat.
c. Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian
jumlah saham, nilai nominal atau nilai yang diperjanjikan dari saham
yang telah ditempatkan dan disetor pada saat pendirian.
3. Direksi dan Komisaris
Kedudukan, peran dan tanggung jawab dari direksi (pengurus) dan komisaris yang
diatr dalam Bab VI dalam UU No.1 Th. 1995 ini, kedua unit inilah yaang
mmegang peranan penting terhadap maju mundurnya suatu perseroan. Kekuasaan
tertinggi dari suatu PT adaah RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Dalam rups
ditetapkan siapa yang akan menjadi direksi, kecuai direksi pertama yang telah
ditetapkan didalam akta. Menurut psal 80 UU No.1 Tahun 1995, direksi tidak
boleh ditetapkkan untuk waktu selama-lamanya. Tanggung jawab direksi sangat
luas, karena direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk

27
kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik didalam maupun
diluar pengadilan.
Selain direksi alat perlengkapan lain dari perseroan yang penting adalah
komisaris. Untuk perseroan yang dalam kegiatan usahanya melakukan
pengerahan dana masyarakat, tentunya diperlukan pengawasan yang lebih besar
karena menyangkut kepentingan komisaris, mereka akan merupakan sebuah
majelis (ps 94 ayat 3). Berbeda dengan direksi,maka sebuah majelis, komisaris
tidak dapat bertindak sendiri-sendiri untuk mewakili perseroan. Secara umum,
menurut keputusan pasal 97-100 UU No.1 tahun 1995 tentang PT, bahwa tugas
komisaris adalah mengawasi kebijakan direksi dalam menjalankan perseroan serta
memberikan nasihat kepada direksi. Selain itu, komisaris juga berkewajiban
melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau saham
keluarganya.
4. Modal dan saham
a. Modal
Modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham. Saham
tersebut dapat dikeluarkan atas nama dan atau atas tunjuk (ketentuan pasal
24 UU PT). Sedangkan yang dimaksud saham atas nama adalah saham
yang mencantumkan nama pemegang atau pemiliknya, sedangkan saham
atas tunjuk adalah saham yang tidak mencantumkan nama pemegang atau
pemiliknya.
b. Saham
Ada beberapa hal yang perlu dierhatikan mengenai saham, yaitu:
 Nilai nominal saham harus dicantumkan dalam mata uang
Republik Indonesia (Rupiah)
 Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan
 Saham atas tunjuk hanya dapat dikeluarkan apabila nilai nominal
saham atau nilai yang diperjanjikan disetor penuh.

28
Pemegang saham berhak untuk menerima deviden, mengikuti RUPS dan ikut dalam
rapat. Sedangkan kewajibannya adalah menyetorkan uang bagian saham yang belum
dibayar lunas.

Macam-macam saham :

Ada 4 jenis saham yang dikenal dalam Perseroan Terbatas, yaitu :

 Saham Biasa ialah saham yang tidak mempunyai keistimewaan


biasanya dijual untuk umum.
 Saham preferent(saham prioritas) yaitu saham yang memberikan
kepada pemiliknya hak melebihi daripada saham biasa yang
terdiri dari prioritas umpama dalam pembagian.
a. Saham preferent kumulatif ialah saham yang jika pada
suatu tahun tidak dibayarkan deviden karena perseroan
menderita kerugian maka devidn untuk tahun itu
dibayarkan yang akan datang.
b. Saham preferent ialah saham preferent kumulatif
ditambah sisa keuntungan yang besarnya ditentukan
dalam AD perseroan.
 Saham bonus ialah saham yang diberikan kepada para pemegang
saham lama
 Saham pendiri ialah saham yang diberikan kepada mereka yang
termasuk orang-orang yang mendirikan perseroan.

c. Pembubaran Perseroan dan Likuidasi


Tentang bubarnya sebuah PT dapat disebabkan oleh berbagai hal
sebagaimana ditetapkan oleh pasal 114 UU PT, yaitu karena :
 Adanya keputusan RUPS
 Jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar
(AD) teah berakhir
 Dan karena penetapan pengadilan

BAB V1
RESTRURISASI PERUSAHAAN DAN HOLDING COMPANY

29
A. Pengertian Restrukturisasi
Perusahaan perlu mengevaluasi kinerjanya serta melakukan serangkaian perbaikan, agar
tetap tumbuh dan dapat bersaing. Perbaikan ini akan dilaksanakan secara terus menerus,
sehingga kinerja perusahaan makin baik dan dapat terus unggul dalam persaingan, atau
minimal tetap dapat bertahan.
Bramantyo (2004)
Strategi restrukturisasi digunakan untuk mencari jalan keluar bagi perusahaan yang tidak
berkembang, sakit atau adanya ancaman bagi organisasi, atau industri diambang pintu
perubahan yang signifikan. Pemilik umumnya melakukan perubahan dalam tim unit
manajemen, perubahan strategi, atau masuknya teknologi baru dalam perusahaan.
Selanjutnya sering diikuti oleh akuisisi untuk membangun bagian yang kritis, menjual
bagian yang tidak perlu, guna mengurangi biaya akuisisi secara efektif. Hasilnya adalah
perusahaan yang kuat, atau merupakan transformasi industri.
Strategi restrukturisasi memerlukan tim manajemen yang mempunyai wawasan untuk
melihat ke depan, kapan perusahaan berada pada titik undervalued atau industri pada
posisi yang matang untuk transformasi. Restrukturisasi perusahaan bertujuan untuk
memperbaiki dan memaksimalisasi kinerja perusahaan.
Restrukturisasi dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Restrukturisasi portofolio/asset.
Restrukturisasi portofolio merupakan kegiatan penyusunan portofolio perusahaan supaya
kinerja perusahaan menjadi semakin baik. Yang termasuk ke dalam portofolio perusahaan
adalah setiap aset, lini bisnis, divisi, unit usaha atau SBU (Strategic Business Unit),
maupun anak perusahaan.
2. Restrukturisasi modal atau keuangan.
Restrukturisasi modal atau keuangan adalah penyusunan ulang komposisi modal
perusahaan supaya kinerja keuangan menjadi lebih sehat. Kesehatan perusahaan dapat
diukur berdasarkan rasio kesehatan, yang antara lain: tingkat efisiensi (efficiency ratio),
tingkat efektifitas (effectiveness ratio), profitabilitas (profitability ratio), tingkat likuiditas
(liquidity ratio), tingkat perputaran aset (asset turn over), leverage ratio dan market ratio.
Selain itu, tingkat kesehatan dapat dilihat dari profil risiko tingkat pengembalian ( risk
return profile).

3. Restrukturisasi manajemen/organisasi.

30
Restrukturisasi manajemen dan organisasi, merupakan penyusunan ulang komposisi
manajemen, struktur organisasi, pembagian kerja, sistem operasional, dan hal-hal lain
yang berkaitan dengan masalah managerial dan organisasi.

Pada dasarnya setiap perusahaan dapat menerapkan salah satu jenis restrukturisasi pada
satu saat, namun bisa juga melakukan restrukturisasi secara keseluruhan, karena aktifitas
restrukturisasi saling terkait. Pada umumnya sebelum melakukan restrukturisasi,
manajemen perusahaan perlu melakukan penilaian secara komprehensip atas semua
permasalahan yang dihadapi perusahaan, langkah tersebut umum disebut sebagai due
diligence atau penilaian uji tuntas perusahaan. Hasil penilaian ini sangat berguna untuk
melakukan langkah restrukturisasi yang perlu dilakukan berdasar skala prioritasnya.

Ada berbagai macam alasan perusahaan melakukan restrukturisasi. Alasan tersebut


antara lain:
a) Masalah Hukum/desentralisasi

Undang-undang no.22/1999 dan no.25/1999 telah mendorong korporasi untuk mengkaji


ulang cara kerja dan mengevaluasi hubungan kantor pusat, dengan anak-anak perusahaan
yang menyebar di seluruh pelosok tanah air. Keinginan Pemerintah Daerah untuk ikut
menikmati hasil dari perusahaan-perusahaan yang ada di daerah masing-masing menuntut
perusahaan untuk mengkaji ulang seberapa jauh wewenang perlu diberikan kepada
pimpinan anak-anak perusahaan supaya bisa memutuskan sendiri bila ada masalah-
masalah hukum di daerah.
b) Masalah Hukum/monopoli

Perusahaan yang telah masuk dalam daftar hitam monopoli, dan telah dinyatakan bersalah
oleh Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU)/pengadilan, harus melakukan
restrukturisasi agar terbebas dari masalah hukum. Misalkan, perusahaan harus melepas
atau memecah divisi supaya dikuasai pihak lain, atau menahan laju produk yang masuk
ke daftar monopoli supaya pesaing bisa mendapat porsi yang mencukupi.
c) Tuntutan pasar

Konsumen dimanjakan dengan semakin banyaknya produsen. Apalagi dalam era


perdagangan bebas, produsen dari manapun boleh ke Indonesia. Hal ini menuntut
perusahaan untuk memenuhi tuntutan konsumen, yang antara lain menyangkut
kenyamanan (convenience), kecepatan pelayanan (speed), ketersediaan produk
(conformity), dan nilai tambah yang dirasakan oleh konsumen (added value). Tuntutan
tersebut bisa dipenuhi bila perusahaan paling tidak mengubah cara kerja, pembagian
tugas, dan sistem dalam perusahaan supaya mendukung pemenuhan tuntutan tersebut.
d) Masalah Geografis

31
Perusahaan yang melakukan ekspansi ke daerah-daerah sulit dijangkau, perlu memberi
wewenang khusus kepada anak perusahaan, supaya bisa beroperasi secara efektif.
Demikian juga jika melakukan ekspansi ke luar negeri, korporasi perlu
mempertimbangkan sistem keorganisasian dan hubungan induk-anak perusahaan supaya
anak perusahaan di manca negera dapat bekerja baik.
e) Perubahan kondisi perusahaan

Perubahan kondisi perusahaan sering menuntut manajemen untuk mengubah iklim


supaya perusahaan semakin inovatif dan menciptakan produk atau cara kerja yang baru.
Iklim ini bisa diciptakan bila perusahaan memperbaiki manajemen dan aspek-aspek
keorganisasian, misalnya kondisi kerja, sistem insentif, dan manajemen kinerja.
f) Hubungan holding-anak perusahaan

Korporasi yang masih kecil dapat menerapkan operating holding system, dimana induk
dapat terjun ke dalam keputusan-keputusan operasional anak perusahaan. Semakin besar
ukuran korporasi, holding perlu bergeser dan berlaku sebagai supporting holding, yang
hanya mengambil keputusan-keputusan penting dalam rangka mendukung anak-anak
perusahaan supaya berkinerja baik. Semakin besar ukuran korporasi, induk harus rela
bertindak sebagai investment holding, yang tidak ikut dalam aktifitas, tetapi semata-mata
bertindak sebagai “pemilik” anak-anak perusahaan, menyuntik ekuitas dan pinjaman, dan
pada akhir tahun meminta anak-anak perusahaan mempertanggungjawabkan hasil
kerjanya dan menyetor dividen.
g) Masalah Serikat Pekerja

Era keterbukaan, yang diikuti dengan munculnya undang-undang ketenaga kerjaan yang
terus mengalami perubahan mendorong para buruh untuk semakin berani menyuarakan
kepentingan mereka.
h) Perbaikan image korporasi

Korporasi sering mengganti logo perusahaan dalam rangka menciptakan image baru, atau
memperbaiki image yang selama ini melekat pada stakeholders korporasi. Sebagai
contoh, beberapa tahun lalu, PT Garuda Indonesia mengganti logo perusahaan supaya
image korporasi mengalami perubahan.
i) Fleksibilitas Manajemen

Manajemen seringkali merestrukturisasi diri supaya cara kerja lebih lincah, pengambilan
keputusan lebih cepat, perbaikan bisa dilakukan lebih tepat guna. Restrukturisasi ini
biasanya berkaitan dengan perubahan job description, kewenangan tiap tingkatan
manajemen untuk memutuskan pengeluaran, kewenangan dalam mengelola sumber daya
(temasuk SDM), dan bentuk organisasi. PT Kimia Farma melakukan restrukturisasi

32
organisasi, dengan memisah unit apotik supaya manajemen menjadi semakin lincah dan
fokus beroperasi.
j) Pergeseran kepemilikan

Pendiri korporasi biasanya memutuskan untuk melakukan go public setelah si pendiri


menyatakan diri sudah tua, tidak sanggup lagi menjalankan korporasi seperti dulu.
Perubahan paling sederhana adalah mengalihkan sebagian kepemilikan kepada anak-
anaknya. Tapi cara ini seringkali tidak cukup.
k) Akses modal yang lebih baik

PT Indosat menjual sebagian sahamnya di Bursa Efek New York (NYSE) dengan tujuan
supaya akses modal menjadi lebih luas. Dengan demikian, perusahaan tersebut tidak
harus membanjiri BEJ dengan sahamnya setiap kali membutuhkan modal. Sebagai
dampak tindakan ini, struktur kepemilikan otomatis berubah.

Selain alasan – alasan tersebut, sumber penciptaan nilai dalam restrukturisasi


perusahaan juga meliputi peningkatan penjualan dan operasi yang ekonomis, peningkatan
manajemen, pengaruh informasi, transfer kesejahteraan dari para pemilik utang, dan
keuntungan pajak.

Restrukturisasi perusahaan sebetulnya tak harus menunggu perusahaan menurun, namun


dapat dilakukan setiap kali, agar perusahaan dapat bersaing dan tumbuh berkembang.
Dalam keadaan normal, perusahaan perlu melakukan pembenahan dan perbaikan supaya
dapat terus unggul dalam persaingan, atau paling tidak dapat bertahan.
Perusahaan yang dapat bersaing dan tumbuh berkembang, mungkin akan
melakukan perluasan usaha. Perluasan usaha tersebut bisa dilakukan dengan cara
ekspansi secara intern, tetapi juga dapat dilakukan dengan cara menggabungkan usaha
yang telah ada (merger dan consolidation) atau membeli perusahaan yang telah ada
(akuisisi). Namun ketika perusahaan mengalami kesulitan keuangan maka harus
dilakukan penyempitan usaha. Kesulitan keuangan ini dimulai dari kesulitan likuiditas
(kemampuan memenuhi kewajiban jangka pendek) hingga kesulitan solvabilitas
(kemampuan memenuhi kewajiban jangka panjang). Kesulitan keuangan tersebut dapat
diselesaikan dengan cara reorganisasi ataupun likuidasi. Cara reorganisasi ditempuh
apabila kesulitan keuangan perusahaan tersebut diperkirakan masih bisa diperbaiki,
karena prospek perusahaan diperkirakan masih baik. Dengan kata lain, apabila kondisi
perusahaan sudah tidak bisa diperbaiki, maka likuidasi harus ditempuh.
B. Tujuan Restrukturisasi
Bramantyo (2004)

33
Restrukturisasi perusahaan bertujuan untuk memperbaiki dan memaksimalisasi kinerja
perusahaan. Bagi perusahaan yang telah go public, maksimalisasi nilai perusahaan
dicirikan oleh tingginya harga saham perusahaan, dan harga tersebut dapat bertengger
pada tingkat atas. Bertahannya harga saham tersebut bukan permainan pelaku pasar atau
hasil goreng menggoreng saham, tetapi benar-benar merupakan cermin ekspektasi
investor akan masa depan perusahaan.

Sejalan dengan perusahaan yang sudah go public, harga jual juga mencerminkan
ekspektasi investor atas kinerja masa depan perusahaan. Sedangkan bagi yang belum go
public, maksimalisasi nilai perusahaan dicerminkan pada harga jual perusahaan tersebut.

C. Jenis-Jenis Restrukturisasi
Bramantyo (2004)
1. Restrukturisasi Portofolio atau Asset

restrukturisasi portofolio merupakan kegiatan penyusunan portofolio perusahaan supaya


kinerja perusahaan menjadi semakin baik. Yang termasuk ke dalam portofolio perusahaan
adalah setiap aset, lini bisnis, divisi, unit usaha atau SBU (Strategic Business Unit),
maupun anak perusahaan.
2. Restrukturisasi Modal atau Keuangan

restrukturisasi keuangan atau modal adalah penyusunan ulang komposisi modal


perusahaan supaya kinerja keuangan menjadi lebih sehat. Kinerja keuangan dapat
dievaluasi berdasarkan laporan keuangan, yang terdiri dari neraca, rugi/laba, laporan arus
kas, dan posisi modal perusahaan.
Berdasarkan data dalam laporan keuangan perusahaan, akan dapat diketahui tingkat
kesehatan perusahaan. Kesehatan perusahaan dapat diukur berdasarkan rasio kesehatan,
antara lain tingkat efisiensi (efficiency ratio), tingkat efektifitas (effectiveness ratio),
profitabilitas (profitability ratio), tingkat likuiditas (liquidity ratio), tingkat perputaran
aset (asset turn over), leverage ratio dan market ratio. Selain itu, tingkat kesehatan dapat
dilihat dari profil risiko tingkat pengembalian (risk return profile).
3. Restrukturisasi Manajemen atau Organisasi

restrukturisasi manajemen dan organisasi, merupakan penyusunan ulang komposisi


manajemen, struktur organisasi, pembagian kerja, sistem operasional, dan hal-hal lain
yang berkaitan dengan masalah managerial dan organisasi. Dalam hal restrukturisasi
manajemen atau organisasi, perbaikan kinerja dapat diperoleh melalui berbagai cara,
antara lain dengan pelaksanaan yang lebih efisien dan efektif, pembagian wewenang yang
lebih baik sehingga keputusan tidak berbelit-belit, dan kompetensi staf yang lebih mampu
menjawab permasalahan di setiap unit kerja.

34
D. Bentuk Retrukturisasi Perusahaan
1. Merger

Dalam UU No.40 Tahun 2007 (UUPT), merger dikenal dengan istilah penggabungan.
Hal ini diatur dalam Pasal 1 angka 9 UUPT, berbunyi:

“Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih
untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan
aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada
perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum perseroan
yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.”

Dari pasal tersebut dapat digarisbawahi beberapa hal penting menyangkut merger atau
penggabungan, yaitu adalah:
· Penggabungan (merger) adalah tindakah hukum yang sah. Dilakukan oleh 2 pihak
yaitu:

a. Perseroan yang menggabungkan diri (merging company), satu atau lebih persero
b. Perseroan yang menerima penggabungan (surviving company), satu persero.
c.
1) Aktiva dan pasiva dari merging company(ies) akan beralih ke surviving company
2) Status badan hukum merging company(ies) berakhir

Akibat Hukum dari Proses Merger


Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa merger/penggabungan adalah
tindakan hukum yang dilakukan perseroan menggabungkan diri dengan perseroan
lainnya. Jika merger adalah tindakan hukum, tentu akan menimbulkan akibat hukum.
Adapun akibat hukum setelah dilakukannya merger tersebut adalah:
 Hapusnya status badan hukum dari merging company

Perseroan (merging company) yang status Badan Hukumnya hapus, berarti ia bukan lagi
merupakan subyek hukum penyandang hak dan kewajiban hukum. Dengan begitu berarti
ia tidak lagi dapat melakukan perbuatan hukum. Dan dengan begitu berarti, segala hal
yang menjadi hak dan kewajiban yang tadinya disandang oleh perseroan tersebut, tidak
lagi menjadi miliknya, melainkan beralih kepada surviving company.
 Beralihnya aktiva dan pasiva dari merging company ke surviving company

Peralihan ini tidak terjadi dengan sendirinya, tapi harus dilakukan dengan proses
pendaftaran. Terkait pembahasan sebelumnya mengenai Aktiva, kepemilikan atas tanah
oleh perusahaan dapat dikategorikan ke dalam Aktiva tetap (asset), baik itu
HGU,HGB,Hak Pakai ataupun hak lainnya. Yang artinya, hak atas tanah yang dimiliki

35
oleh merging company akan beralih menjadi aktiva surviving company setelah terjadinya
merger.

 Tipe-Tipe Marger
Merger berdasarkan aktivitas ekonomik dapat diklasifikasikan dalam lima tipe, yaitu:
1. Merger Horisontal

Merger horisontal adalah merger antara dua atau lebih perusahaanyang bergerak
dalamindustri yang sama. Sebelum terjadi merger perusahaan-perusahaan ini bersaing
satu sama lain dalam pasar/industri yang sama. Salah satu tujuan utama merger
danakuisisi horisontal adalahuntuk mengurangi persaingan atau untuk meningkatkan
efisiensi melalui penggabungan aktivitas produksi,pemasaran dan distribusi, riset dan
pengembangan dan fasilitas administrasi. Efek dari merger horisontal ini adalah semakin
terkonsentrasinya struktur pasar pada industri tersebut.Apabila hanya terdapat sedikit
pelaku usaha, maka struktur pasar bisa mengarah pada bentuk oligopoli, bahkan akan
mengarah pada monopoli.
2. Merger Vertikal

Merger vertikal adalah integrasi yang melibatkan perusahaan-perusahaan yang bergerak


dalam tahapan-tahapan proses produksiatau operasi. Merger dan akuisisi tipe ini
dilakukan jika perusahaanyang berada pada industri hulu memasuki industri hilir atau
sebaliknya.Merger danakuisisi vertikal dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang
bermaksud untuk mengintegrasikan usahanya terhadap pemasok dan/atau pengguna
produk dalam rangka stabilisasi pasokan dan pengguna.Tidak semua perusahaan
memiliki bidang usaha yang lengkap mulai dari penyediaan input sampai pemasaran.
Untuk menjaminbahwa pasokan input berjalan dengan lancar maka perusahaantersebut
bisa mengakuisisi atau merger dengan pemasok. Mergerdan akuisisi vertikalini dibagi
dalam dua bentuk yaitu integrasi kebelakang atau ke bawah
(backward/downwardintegration) danintegrasi ke depan atau ke atas (forward/upward
integration).
3. Merger Konglomerat

Merger konglomerat adalah merger dua atau lebih perusahaan yang masing-masing
bergerak dalam industri yang tidak terkait. Mergerdan akuisisi konglomerat terjadi
apabila sebuah perusahaan berusaha mendiversifikasi bidang bisnisnya dengan
memasukibidang bisnis yang berbeda sama sekali dengan bisnis semula.Apabila merger
dan akuisisi konglomerat ini dilakukan secara terus menerus oleh perusahaan, maka
terbentuklah sebuah konglomerasi. Sebuah konglomerasi memiliki bidang bisnis yang
sangat beragam dalam industri yang berbeda.
4. Merger Ekstensi Pasar

36
Merger ekstensi pasar adalah merger yang dilakukan oleh dua atau lebih perusahaan
untuk secara bersama-sama memperluas area pasar. Tujuan merger dan akuisisi ini
terutama untuk memperkuat jaringan pemasaran bagi produk masing-masing
perusahaan.Merger dan akusisi ekstensi pasar sering dilakukan oleh perusahan-perusahan
lintas Negara dalam rangka ekspansidan penetrasi pasar. Strategi ini dilakukan untuk
mengakses pasar luar negeri dengan cepat tanpa harus membangun fasilitas produksi dari
awaldi negara yang akan dimasuki. Merger dan akuisisi ekstensi pasar dilakukan untuk
mengatasi keterbatasan ekspor karena kurang memberikan fleksibilitas penyediaan
produk terhadap konsumen luar negeri.
5. Merger Ekstensi Produk

Merger ekstensi produk adalah merger yang dilakukan oleh duaatau lebih
perusahaanuntuk memperluas lini produk masing-masing perusahaan. Setelah merger
perusahaan akanmenawarkanlebih banyak jenis dan lini produk sehingga akan
menjangkau konsumen yang lebih luas. Merger dan akuisisi ini dilakukan dengan
memanfaatkan kekuatan departemen riset dan pengembangan masing-masing untuk
mendapatkan sinergi melalui efektivitas riset sehingga lebih produktif dalam inovasi.

 Alasan-alasan Melakukan Merger


Ada beberapa alasan perusahaan melakukan penggabungan baik melalui merger maupun
akuisisi, yaitu :
a) Pertumbuhan atau diversifikasi

Perusahaan yang menginginkan pertumbuhan yang cepat, baik ukuran, pasar saham,
maupun diversifikasi usaha dapat melakukan merger maupun akuisisi. Perusahaan tidak
memiliki resiko adanya produk baru. Selain itu, jika melakukan ekspansi dengan merger
dan akuisisi, maka perusahaan dapat mengurangi perusahaan pesaing atau mengurangi
persaingan.
b) Sinergi

Sinergi dapat tercapai ketika merger menghasilkan tingkat skala ekonomi (economies of
scale). Tingkat skala ekonomi terjadi karena perpaduan biaya overhead meningkatkan
pendapatan yang lebih besar daripada jumlah pendapatan perusahaan ketika tidak merger.
Sinergi tampak jelas ketika perusahaan yang melakukan merger berada dalam bisnis yang
sama karena fungsi dan tenaga kerja yang berlebihan dapat dihilangkan.
c) Meningkatkan dana
Banyak perusahaan tidak dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi internal,
tetapi dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi eksternal. Perusahaan tersebut
menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki likuiditas tinggi sehingga

37
menyebabkan peningkatan daya pinjam perusahaan dan penurunan kewajiban keuangan.
Hal ini memungkinkan meningkatnya dana dengan biaya rendah.
d) Menambah ketrampilan manajemen atau teknologi

Beberapa perusahaan tidak dapat berkembang dengan baik karena tidak adanya efisiensi
pada manajemennya atau kurangnya teknologi. Perusahaan yang tidak dapat
mengefisiensikan manajemennya dan tidak dapat membayar untuk mengembangkan
teknologinya, dapat menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki manajemen
atau teknologi yang ahli.
e) Pertimbangan pajak

Perusahaan dapat membawa kerugian pajak sampai lebih 20 tahun ke depan atau sampai
kerugian pajak dapat tertutupi. Perusahaan yang memiliki kerugian pajak dapat
melakukan akuisisi dengan perusahaan yang menghasilkan laba untuk memanfaatkan
kerugian pajak. Pada kasus ini perusahaan yang mengakuisisi akan menaikkan kombinasi
pendapatan setelah pajak dengan mengurangkan pendapatan sebelum pajak dari
perusahaan yang diakuisisi. Bagaimanapun merger tidak hanya dikarenakan keuntungan
dari pajak, tetapi berdasarkan dari tujuan memaksimisasi kesejahteraan pemilik.
f) Meningkatkan likuiditas pemilik

Merger antar perusahaan memungkinkan perusahaan memiliki likuiditas yang lebih


besar. Jika perusahaan lebih besar, maka pasar saham akan lebih luas dan saham lebih
mudah diperoleh sehingga lebih likuid dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil.
g) Melindungi diri dari pengambilalihan
Hal ini terjadi ketika sebuah perusahaan menjadi incaran pengambilalihan yang tidak
bersahabat. Target firm mengakuisisi perusahaan lain, dan membiayai
pengambilalihannya dengan hutang, karena beban hutang ini, kewajiban perusahaan
menjadi terlalu tinggi untuk ditanggung oleh bidding firm yang berminat (Gitman, 2003,
p.714-716).

 Manfaat Merger
Perusahaan yang melakukan merger atau mengakuisisi perusahaan lain mempunyai
berbagai tujuan yang memberikan manfaat kepada perusahaan tersebut.

1) Adanya merger akan dapat meningkatkan pendapatan perusahaan. Peningkatan


pendapatan perusahaan dikarenakan perusahaan melakukan pemasaran yang baik,
strategi yang lebih dan terfokus, serta penguasaan pasar. Pada sisi lain, pendapatan
perusahaan menjadi terdiversifikasi karena perusahaan melakukan penggabungan usaha.

38
2) Salah satu alasan utama mengapa perusahaan mau melakukan merger karena
perusahaan akan mengalami efisiensi dalam biaya operasi dibandingkan dengan dua
perusahaan yang terpisah. Salah satu contoh penurunan biaya dapat dilakukan dengan
melakukan pemasaran secara bersama untuk produk berbeda dibandingkan dengan dua
perusahaan terpisah. Operasi perusahaan dapat diefisienkan, terutama dalam bidang
sumber daya manusia yang menangani kepegawaian. Pembayaran gaji dapat dilakukan
dengan satu divisi yang menggunakan teknologi lebih baik. Pengiklanan perusahaan
dapat dilakukan sekaligus dibandingkan dengan dua perusahaan yang sendiri-sendiri.
Biaya iklan lebih murah karena biaya iklan hanya satu dengan adanya merger. Cara ini
efektif dan sangat menguntungkan perusahaan. Penggabungan dua perusahaan juga
memberikan keuntungan terhadap jaringan perusahaan yang semakin besar bila
dibandingkan dengan sendiri-sendiri. Dalam kasus ini akan timbul biaya produksi yang
mengalami penurunan dan kuantitas produksi akan mengalami peningkatan sehingga
pendapatan perusahaan mengalami peningkatan. Dengan adanya efisiensi yang
dilakukan, maka laba perusahaan akan meningkat sehingga harga saham akan mengalami
peningkatan.
3) Kapitalisasi pasar perusahaan mengalami peningkatan bila perusahaan melakukan
merger. Bila perusahaan berdiri sendiri, maka kapitalisasinya tidak mengalami
peningkatan secara cepat dikarenakan pertumbuhan laba yang kecil. Tetapi, dengan
merger perusahaan, maka kapitalisasi saham perusahaan lebih besar dikarenakan adanya
harapan investor terhadap perusahaan yang akan mengalami peningkatan pendapatan
sesuai dengan tujuan merger tersebut.

4) Adanya merger akan memberi peningkatan kualitas sumber daya manusia di


perusahaan merger. Pegawai yang baik akan bekerja dan mentransfer pengetahuan
kepada pegawai yang belum memahami. Artinya, antarpegawai akan saling memberi
pengetahuan untuk meningkatkan kemajuan perusahaan. Diskusi antarpegawai akan
terjadi karena mereka saling bertukar informasi untuk meningkatkan pengetahuan yang
dimiliki.

5) Adanya merger bagi dua perusahaan akan memperbaiki posisi keuangan perusahaan
serta kualitas neraca perusahaan. Semakin baiknya posisi dan kualitas neraca perusahaan,
membuat perusahaan semakin mempunyai bargaining di pasar, baik dalam rangka
memasarkan produk perusahaan maupun mendapatkan bahan baku. Kualitas neraca
perusahaan juga memberikan citra yang baik kepada investor dan akhirnya meningkatkan
nilai saham perusahaan di bursa. Bagi bank yang mempunyai pinjaman di perusahaan
tersebut semakin yakin dananya akan kembali sehingga perusahaan dapat meningkatkan
kreditnya dengan kualitas neraca tersebut.

6) Keuntungan pajak merupakan salah satu tindakan merger. Bila perusahaan melakukan
merger atau akuisisi, maka perusahaan dapat memperoleh keuntungan pajak dengan

39
adanya kerugian operasi dari perusahaan yang diakuisisi. Laba bersih yang besar pada
perusahaan yang mengakuisisi mengakibatkan perusahaan membayar pajak yang tinggi,
tetapi dengan masuknya perusahaan yang rugi mengakibatkan pajak yang dibayarkan
berkurang. Keuntungan pajak juga dapat diperoleh dengan cara meningkatkan kapasitas
utang perusahaan yang belum terpenuhi. Perusahaan menggunakan seluruh utangnya
sehingga pajak yang dibayarkan mengalami penurunan.

7) Adanya merger akan memberi kualitas keputusan yang diambil menjadi lebih
berkualitas. Pengambil keputusan perusahaan merger akan diperoleh dari pegawai yang
berkualitas karena pegawai yang tinggal di perusahaan merger adalah mereka yang
mempunyai kualitas. Akibatnya, pegawai yang mengambil keputusan akan selalu
mempertimbangkan keputusannya untuk kepentingan perusahaan dan umum, serta tidak
melanggar peraturan yang ada.
Kelebihan Dan Kekurangan Merger

Kelebihan merger , pengambil alihan melalui merger lebih sederhana dan lebih murah
dibanding pengambilalihan yang lain (Harianto dan Sudomo, 2001, p.641)

Kekurangan Merger , harus ada persetujuan dari para pemegang saham masing-masing
perusahaan,sedangkan untuk mendapatkan persetujuan tersebut diperlukan waktu yang
lama. (Harianto dan Sudomo, 2001, p.642)

2. Akuisisi
Akuisisi adalah pengambil-alihan (takeover) sebuah perusah dengan membeli saham atau
aset perusahaan tersebut, namun perusahaan yang di beli tetap ada. (Brealey, Myers, &
Marcus, 1999, p.598)

 Jenis-Jenis Akuisisi
Menurut Damodaran 2001, suatu perusahan dapat di akuisisi perusahaan lain dengan
Cara, yaitu:
a. Merger
b. Konsolidasi
c. Tender Offer
d. Acquisition of Assets
Sedangkan berdasarkan jenis perusahaan yang bergabung, merger atau akuisisi dapat
dibedakan menjadi:

a. Horizontal Merger, terjadi ketika dua perusahaan atau lebih yang bergerak dalam
bidang industri yang sama bergabung.

40
b. Vertical Merger, terjadi ketika suatu perusahaan mengakuisisi perusahaan supplier
atau customernya.

c. Congeneric Merger, terjadi ketika perusahaan dalam industri yang sama tetapi tidak
dalam garis bisnis yang sama dengan customernya. Keuntungannya adalah perusahaan
dapat menggunakan penjualan dan distribusi yang sama.

d. Conglomerate Merger, ketika perusahaan yang tidak berhubungan bisnis melakukan


merger. Keuntungannya adalah dapat mengurangi resiko. (Gitman, 2003, p.717)

 Bentuk Akuisisi
Ada tiga prosedur dasar yang dapat dilakukan perusahaan untuk mengambil alih
perusahaan lain. Tiga cara tersebut ialah:

a. Merger atau Konsolidasi


Istilah merger serinf digunakan untuk menunjukan penggabungan dua perusahaan atau
lebih dan kemudian tinggal nama salah satu perusahaan yang bergabung. Sedangkan
consolidation menunjukan penggabungan dari dua perusahaan atau lebih dan nama dari
perusahaan-perusahaan yang bergabung tersebut hilang. Kemudian muncul kembali
nama baru dari perusahaan gabungan tersebut.

b. Akuisisi Saham
Cara ini dilakukan dengan membeli saham perusahaan yang ingin di akuisisi, baik dibeli
secara tunai ataupun menggantinya dengan sekuritas lain (saham atau obligasi). Apabila
perusahaan yang akan di akuisisi tersebut saham nya terdaftar di bursa efek maka sesuai
dengan keputusan BAPEPAM tahun 1995 upaya penguasaan 20% atau lebih dari saham
perusahaan tersebut harus dilakukan dengan tender offer. Kemudian perusahaan yang
mengakuisis tersebut harus mengumumkan di media massa (iklan) bahwa perusahaan
tersebut telah mengakuisisinya.

c. Akuisisi Aset
Cara ini dilakukan dengan membeli aktiva perusahaan yang akan di akuisisi. Cara ini
akan menghindarkan perusahaan dari kemungkinan memiliki pemengang saham
minoritas. Akuisisi cara ini dilakukan dengan cara memindahkan hak kepemilikan aktiva-
aktiva yang dibeli.

 Motif Akuisisi
a. Diperoleh synergy sebagai akibat akuisis
b. Peningkatan pendapatan

41
c. Penurunan biaya
d. Penghematan pajak
e. Penurunan biaya modal

 Alasan Perusahaan Melakukan Akuisisi :


a. Pertumbuhan atau diversifikasi
b. Sinergi
c. Meningkatkan dana
d. Menambah keterampilan manajemen atau teknologi
e. Pertimbangan pajak
f. Meningkatkan likuiditas pemilik
g. Melindungi perusahaan dari pengambilalihan

 Kelebihan Akuisisi
a. Akuisisi saham tidak memerlukan rapat pemegang saham dan suara
pemegang saham. Sehingga jika pemegang saham tidak setuju makan pemegang
saham dapat menahan saham nya dan tidak menjualnya kepada pihak Bidding
Firm.

b. Dalam akuisisi saham, perusahaan yang mengakuisisi dapat berhubungan


langsung dengan pemengang saham dengan melakukan tender offer tidak
memerlukan persetujuan manajer perusahaan.

c. Karena tidak memerlukan persetujuan manajemen dan komisaris, akuisisi


dapat digunakan untuk pengambilan alih perusahaan yang tidak bersahabat
(hostile takeover).

 Kekurangan Akuisisi
a. Jika cukup banyak pemegang saham minoritas yang tidak menyetujui akuisisi
saham, maka akuisisi tersebut batal.
b. Apabila perusahaan mengambil alih seluruh saham yang dibeli maka terjadi merger

c. Pada dasarnya saat perusahaan telah berhasil melakukan akuisisi makan seluruh
aset dan saham tersebut harus dibalik nama dan menimbulkan biaya legal yang tinggi.

3. Takeover , Tender Offers dan Defenses


Takeover

42
Merupakan suatu istilah yang dipakai dalam dunia perbankan dalam hal pihak ketiga
memberi kredit kepada debitur yang bertujuan untuk melunasi hutang/kreditur kepada
kreditur awal dan memberikan kredit baru kepada debitur sehingga kedudukan pihak
ketiga ini menggantikan kedudukan kreditur awal.

Tenderoffers
Terjadi ketika sebuah perusahaan membeli saham yang beredar perusahaan lain tanpa
persetujuan manajemen target firm, dan disebut tender offer karena merupakan hostile
takeover. Target firm akan tetap bertahan selama tetap ada penolakan terhadap
penawaran. Banyak tender offer yang kemudian berubah menjadi merger karena bidding
firm berhasil mengambil alih kontrol target firm.

Cara Terjadinya Takeover


Ada 2 cara terjadinya takeover , yaitu:
1. Terjadi karena persetujuan (secara langsung)

inisiatif kreditur yaitu kreditur dan pihak ketiga bertemu dan sama-sama mengetahui
bahwa pihak ketiga akan menggantikan kedudukannya sebagai kreditur atas debitur yang
bersangkutan, subrogasi ini dilakukan dan dinyatakan dengan tegas bersamaan pada
waktu pembayaran, hal ini sesuai dalam pasal 1401 (1) KUHPerdata.
2. Terjadi karena undang-undang (secara tidak langsung)

Subrogasi ini diatur dalam pasal 1402 KUHPerdata yang salah satu ayatnya menyatakan
bahwa subrogasi terjadi pada saat seorang kreditur yang melunasi hutang seorang debitur
kepada seorang kreditur lain yang berdasarkan hak istimewa atau hipotiknya mempunyai
hak yang lebih tinggi daripada kreditur pertama.

Mekanisme Peralihan Kredit ( take over ) yang terjadi adalah :


 Dimulai dari permohonan kredit oleh debitur, penyerahan semua kelengkapan
data dan syarat-syarat pengajuan kredit, dilakukannya survey oleh Credit offficer
(BI Checking, Trade Checking, wawancara debitur serta apraisal/penilaian ulang
jaminan), apabila memenuhi syarat maka dilanjutkan pembuatan proposal kredit
yang akan di ajukan kepada komite kredit. Jika proposal disetujui oleh komite
kredit maka dilanjutkan dengan penandatanganan akad kredit dan pengikatan
jaminan yang wajib dihadiri pihak bank, debitur dan pasangan ( serta penjamin
jika ada ). Setelah melakukan pengikatan jaminan maka debitur dengan
didampingi marketing menuju ke kreditur awal untuk melakukan pelunasan
dengan dana yang diperoleh dari pihak ketiga. Apabila pelunasan telah dilakukan,
maka wajib meminta slip tanda pelunasan serta asli bukti kepemilikan jaminan

43
untuk selanjutnya dapat dibebani Hak Tanggungan dengan terlebih dahulu
dilakukan roya (pencoretan hak) atas nama kreditur awal.

 Akibat hukum dari proses peralihan kredit tersebut adalah berakhirnya hubungan
hukum antara kreditur awal dengan debitur. Objek jaminan yang akan dijaminkan
harus dilakukan roya terlebih dahulu dan kemudian baru dibebani Hak
Tanggungan. Akta Pembebanan hak Tanggungan tidak dapat langsung
ditandatangani antara kreditur dan debitur dikarenakan asli jaminan belum berada
di tangan notaris. Hal yang dilakukan pada saat pengikatan jaminan didahului
dengan penandatanganan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan untuk
kemudian menjadi dasar dalam penandatanganan Akta Pembebanan Hak
tanggungan.

4. Divestiture
Pengertian Divestasi

Divestasi adalah pengurangan beberapa jenis aset baik dalam bentuk finansial atau
barang, dapat pula disebut penjualan dari bisnis yang dimiliki oleh perusahaan. Ini adalah
kebalikan dari investasi pada aset yang baru.

 Motif Divetasi
Perusahaan memiliki beberapa motif untuk divestasi.

1. Sebuah perusahaan akan melakukan divestasi (menjual) bisnis yang bukan


merupakan bagian dari bidang operasional utamanya sehingga perusahaan tersebut dapat
berfokus pada area bisnis terbaik yang dapat dilakukannya. Sebagai contoh, Eastman
Kodak, Ford Motor Company, dan banyak perusahaan lainnya telah menjual beragam
bisnis yang tidak berelasi dengan bisnis utamanya.

2. Untuk memperoleh keuntungan. Divestasi menghasilkan keuntungan yang lebih


baik bagi perusahaan karena divestasi merupakan usaha untuk menjual bisnis agar dapat
memperoleh uang. Sebagai contoh, CSX Corporation melakukan divestasi untuk
berfokus pada bisnis utamanya yaitu pembangunan rel kereta api serta bertujuan untuk
memperoleh keuntungan sehingga dapat membayar hutangnya pada saat ini.

3. Kadang-kadang dipercayai bahwa nilai perusahaan yang telah melakukan divestasi


(menjual bisnis tertentu mereka) lebih tinggi daripada nilai perusahaan sebelum
melakukan divestasi. Dengan kata lain, jumlah nilai aset likuidasi pribadi perusahaan
melebihi nilai pasar bila dibandingkan dengan perusahaan pada saat sebelum melakukan
divestasi. Hal ini memperkuat keinginan perusahaan untuk menjual apa yang seharusnya
bernilai berharga daripada terlikuidasi pada saat sebelum divestasi.

44
4. Unit bisnis tersebut tidak menguntungkan lagi. Semakin jauhnya unit bisnis yang
dijalankan dari core competence perusahaan, maka kemungkinan gagal dalam
operasionalnya semakin besar.

 Metode Divestasi
Beberapa perusahaan menggunakan teknologi untuk memfasilitasi proses divestasi
beberapa divisi. Mereka mempublikasikan informasi tentang divisi mana saja yang ingin
mereka jual pada situs resmi mereka sehingga dapat dilihat oleh perusahaan lain yang
sekiranya tertarik untuk membeli divisi tersebut. Sebagai contoh, Alcoa telah mendirikan
sebuahonline showroom yang menampilkan divisi yang mereka jual. Dengan melakukan
komunikasi secara online, Alcoa telah mengurangi biaya yang dibutuhkan untuk
membiayai divisi yang bergerak pada hotel, usaha transportasi, dan urusan pertemuan.

5. Leverages Buyouts
Leverage by out merupakan pembelian perusahaan atau divisi bisnis yang teknik
pembiayaannya sebagian besar bersumber dari hutang
Mengapa LBO dapat meningkatkan nilai perusahaan?

Manajemen bekerja“underpressure” untuk tidak hanya bisa membayar hutang


tetapi juga mampu menghasilkan keuntungan bagi perusahaan, Jika nantinya manajer
berubah menjadi pemilik, maka ada motivasi yang kuat untuk bekerja karena keuntungan
yang diperoleh perusahaan akan dinikmati sendiri

 Keadaan perusahaan target yang harus dicapai setelah akuisisi


a. Adanya peningkatan kinerja manajemen
b. Kemampuan untuk menurunkan memangkas biaya sehingga tercapai
economies of scale atau economies of scope
c. Mampu menghasilkan arus kas yang stabil
d. Mampu mencapai efisiensi penggunaan dana

 Karakteristik Perusahaan yang menjadi target LBO


a. Premium Companies
b. Second - tier Companies
c. Troubled Compani
 Risiko LBO
a. Risiko Bisnis (Business Risk)
b. Risiko Perusahaan (Corporate Risk)

HOLDING COMPANY

45
A. Pengertian Holding Company
Holding company atau disebut juga perusahaan induk adalah suatu perusahaan
yang bertujuan untuk memiliki saham dalam satu atau lebih perusahaan lain dan dapat
mengendalikan semua jalannya proses usaha pada setiap badan usaha yang telah dikuasai
sahamnya. Dengan melakukan pengelompokan perusahaan ke dalam induk perusahaan,
diharapkan tercapainya tujuan peningkatan atau penciptaan nilai pasar perusahaan
(market value creation) berdasarkan lini bisnis perusahaan. Perusahaan induk sering juga
disebut dengan holding company, parent company, atau controlling company.

Holding company berfungsi sebagai perusahaan induk yang berperan


merencanakan, mengkoordinasikan, mengkonsolidasikan, mengembangkan, serta
mengendalikan dengan tujuan untuk mengoptimalkan kinerja perusahaan secara
keseluruhan, termasuk anak perusahaan dan juga afiliasi-afiliasinya. Penggabungan
badan usaha dalam bentuk holding company pada umumnya merupakan cara yang
dianggap lebih menguntungkan, dibanding dengan cara memperluas perusahaan dengan
cara ekspansi investasi. Karena dengan penggabungan perusahaan ini akan diperoleh
kepastian mengenai daerah pemasaran, sumber bahan baku atau penghematan biaya
melalui penggunaan fasilitas dan sarana yang lebih ekonomis dan efisien.

B. Ciri-ciri Holding Company


Terdiri daripada dua orang atau lebih.

1) Ada kerja sama.


2) Ada komunikasi antar satu anggota dengan yang lain.
3) Ada tujuan yang ingin dicapai.
4) Memiliki induk perusahaan yaitu holding company itu sendiri.
5) Memiliki anak perusahaan, yaitu badan- badan usaha yang dikuasainya.
6) Menyerahkan pengelolaan bisnis yang dimiliki kepada manajemen yang terpisah
dari manajemen holding.
7) Menguasai mayoritas saham dari masing-masing saham di anak perusahaan
holding serta mengendalikan semua proses bisnis dari masing-masing anak
perusahaan tersebut yang telah dikuasai sahamnya.
8) Setiap anak perusahaan holding memiliki line bisnis yang berbeda-beda, yang di
mana hubungan antara induk perusahaan dengan anak perusahaan di sebut
hubungan afiliasi.
9) Membeli dan menguasai sebagian besar saham dari beberapa badan usaha lain.
10) Sumber pendapatan utama bagi holding company (perusahaan induk) adalah
pendapatan deviden yang diperoleh dari saham-saham yang dimilikinya.
11) Kekayaan holding company diperoleh dari saham-saham dari masing-masing
badan usaha yang dikuasainya.

46
C. Struktur dan Skema Organisasi Holding Company
Perusahaan berbentuk holding company dapat memetik beberapa keuntungan.
Jika ditilik dari sisi finansial, keuntungan yang dapat dipetik adalah kemampuan
mengevaluasi dan memilih portofolio bisnis terbaik demi efektivitas investasi yang
ditanamkan, optimalisasi alokasi sumber daya yang dimiliki, serta manajemen dan
perencanaan pajak yang lebih baik. Sementara jika dilihat dari sisi non finansial terdapat
sederet manfaat.

Bentuk holding company memungkinkan perusahaan membangun,


mengendalikan, mengelola, mengkonsolidasikan serta mengkoordinasikan aktivitas
dalam sebuah lingkungan multi-bisnis. Juga menjamin, mendorong, serta memfasilitasi
perusahaan induk, anak-anak perusahaan, serta afiliasinya guna peningkatan kinerja.
Yang tidak kalah pentingnya adalah membangun sinergi di antara perusahaan yang
tergabung dalam holding company serta memberikan support demi terciptanya efisiensi.
Dari sisi kepemimpinan juga terjadi institusionalisasi kepemimpinan individual ke dalam
sistem. Proses pembangunan dan pengelolaan holding company dilakukan melalui
serangkaian tahapan.

Langkah awal yang harus dilakukan adalah pemahaman seputar definisi,


karakteristik, serta faktor-faktor kunci penunjang kesuksesan sebuah holding company.
Langkah berikutnya perencanaan membangun holding company. Dalam tahap ini alasan-
alasan yang mendasari rencana pendirian holding company harus dirumuskan secara
jelas. Kepentingan stakeholder harus mendapat perhatian karena kepentingan serta
pengaruh yang mereka miliki mempunyai dampak langsung terhadap aktivitas
perusahaan. Demikian pula dengan aspek-aspek strategis seperti aspek finansial, struktur
organisasi, dan sumber daya manusia. Setelah hal-hal di atas berhasil dirumuskan dengan
jelas, barulah kemudian disusun roadmap pembentukan serta pengembangan holding
company.

D. Proses Pembentukan Holding Company


Secara Umum Proses pembentukan Holding Company dapat dilakukan dengan
tiga prosedur, yaitu:
1. Prosedur residu
Dalam hal ini perusahaan asal dipecah pecah sesuai masing-masing sektor usaha.
Perusahaan yang dipecah pecah tersebut telah menjadi perusahaan yang mandiri,
sementara sisanya (residu) dari perusahaan asal dikonversi menjadi perusahaan holding,
yang juga memegang saham pada perusahaan pecahan tersebut dan perusahaan-
perusahaan lainnya jika ada.
2. Prosedur penuh

47
Prosedur penuh ini biasanya dilakukan jika sebelumnya tidak terlalu banyak
terjadi pemecahan atau pemandirian perusahaan, tetapi masing-masing perusahaan
dengan kepemilikan yang sama atau bersama hubungan saling terpencar-pencar, tanpa
terkonsentrasi dalam suatu perusahaan induk. Dalam hal ini, yang menjadi perusahaan
induk bukan sisa dari perusahaan asal seperti pada prosedur residu, tetapi perusahaan
penuh dan mandiri. Perusahaan mandiri calon perusahaan induk ini dapat berupa:
 Dibentuk perusahaan baru.
a) Diambil salah satu perusahaan dari perusahaan yang sudah ada tetapi
masih dalam kepemilikan yang sama atau berhubungan.
b) Diakuisisi perusahaan yang lain yang sudah terlebih dahulu ada, tetapi
dengan kepemilikan yang berlainan dan mempunyai keterkaitan satu sama
lain.
3. Prosedur terprogram
Dalam prosedur ini pembentukan perusahaan holding telah direncanakan sejak
awal memulai bisnis. Karenanya, perusahaan yang pertama sekali didirikan dalam
grupnya adalah perusahaan holding. Kemudian untuk setiap bisnis yang dilakukan, akan
dibentuk atau diakuisisi perusahaan lain. Di mana perusahaan holding sebagai pemegang
saham biasanya bersama-sama dengan pihak lain sebagai partner bisnis.
E. Golongan-golongan Holding Company
Apabila dilihat dari segi usaha variasi usahanya, suatu grup usaha konglomerat
dapat digolong-golongkan ke dalam kategori sebagai berikut:
1. Grup usaha vertikal
Dalam grup ini, jenis-jenis usaha dari masing-masing perusahaan satu sama lain
masih tergolong serupa. Hanya mata rantainya saja yang berbeda. Misalnya ada anak
perusahaan yang menyediakan bahan baku, ada yang memproduksi bahan setengah jadi,
bahan jadi, bahkan ada pula yang bergerak di bidang ekspor-impor. Jadi, suatu kelompok
usaha menguasai suatu jenis produksi dari hulu ke hilir.

2. Grup usaha horizontal


Dalam grup usaha horizontal, bisnis dari masing-masing anak perusahaan tidak
ada kaitannya antara yang satu dengan yang lainnya.

3. Grup usaha kombinasi


Ada juga grup usaha, di mana jika dilihat dari segi bisnis anak perusahaannya,
ternyata ada yang terkait dalam suatu mata rantai produ

ksi (dari hulu ke hilir), di samping ada juga anak perusahaan yang bidang
bisnisnya terlepas dari satu sama lain. Sehingga dalam grup tersebut terdapat kombinasi
antara grup vertikal dengan grup horizontal.

48
F. Kelebihan dan Kekurangan Holding Company
1. Kelebihan holding company

Eksistensi suatu grup usaha konglomerat cenderung untuk mempunyai


perusahaan induk (holding), tetapi keberadaan dari perusahaan induk itu sendiri punya
keuntungan dan kerugian. Di antara keuntungan mempunyai suatu perusahaan induk
dalam suatu kelompok usaha adalah sebagai berikut:
a. Kemandirian risiko

Karena masing-masing anak perusahaan merupakan badan hukum berdiri sendiri


yang secara legal terpisah satu sama lain, maka pada prinsipnya setiap kewajiban, risiko
dan klaim dari pihak ketiga terhadap suatu anak perusahaan tidak dapat dibebankan
kepada anak perusahaan yang lain, walaupun masing-masing anak perusahaan tersebut
masih dalam suatu grup usaha, atau dimiliki oleh pihak yang sama. Namun demikian,
prinsip kemandirian anak perusahaan ini dalam hal dapat diterobos. Kadang kala
perusahaan induk dapat melakukan kontrol yang lebih besar terhadap anak perusahaan,
sungguh pun misalnya memiliki saham di anak perusahaan kurang dari 50%.
b. Hak pengawasan yang lebih besar

Eksistensi perusahaan induk dalam anak perusahaan sangat diharapkan oleh anak
perusahaan. Bisa jadi disebabkan karena perusahaan holding atau pemiliknya sudah
sangat terkenal. Jika pemegang saham lain selain perusahaan induk tersebut banyak dan
terpisah-terpisah.

c. Pengontrolan yang lebih mudah dan efektif

Perusahaan induk dapat mengontrol seluruh anak perusahaan dalam suatu grup
usaha, sehingga kaitannya lebih mudah diawasi.
d. Operasional yang lebih efisien

Dapat terjadi bahwa atas prakarsa dari perusahaan induk, masing-masing anak
perusahaan dapat saling bekerja sama, saling membantu sama lain. Misalnya promosi
bersama, pelatihan bersama, saling meminjam sumber daya manusia, dan sebagainya. Di
samping itu, kegiatan masing-masing anak perusahaan tidak overlapping. Karena masing-
masing anak perusahaan lebih besar dan lebih bonafid dalam suatu kesatuan
dibandingkan jika masing-masing lepas satu sama lain, maka kemungkinan mendapatkan
dana oleh anak perusahaan dari pihak ketiga relatif lebih besar.
e. Keakuratan keputusan yang diambil

49
Karena keputusan diambil secara sentral oleh induk perusahaan lain, maka tingkat
akurasi keputusan yang diambil dapat lebih terjamin dan lebih prospektif. Hal ini
disebabkan, di samping karena staf manajemen perusahaan induk mempunyai
kesempatan untuk mengetahui persoalan anak, tetapi juga staf manajemen perusahaan
induk mempunyai kesempatan untuk mengetahui persoalan bisnis lebih banyak, karena
dapat memperbandingkan dengan anak perusahaan lain dalam grup yang sama, bahkan
mungkin belajar dari pengalaman anak perusahaan lain tersebut.
2. Kelebihan holding company

Di samping keuntungan dari eksistensi perusahaan induk dalam suatu grup usaha
konglomerat, terdapat pula kerugian-kerugian. Kerugian-kerugian tersebut antara lain
dapat disebutkan sebagai berikut:
a. Pajak ganda

Dengan adanya perusahaan induk, maka terjadilah pembayaran pajak berganda.


Hal ini disebabkan karena adanya kemungkinan pemungutan pajak ketika deviden
diberikan kepada perusahaan induk sebagai pemegang saham. Kecuali perusahaan induk
merupakan perusahaan modal ventura, yang memegang saham sebagai penanaman modal
pada investee company. Dalam hal ini Undang-Undang pajak yang berlaku sekarang tidak
memberlakukan pajak ganda.
b. Lebih birokratis

Karena harus diputuskan oleh manajemen perusahaan induk, maka mata rantai
pengambilan keputusan akan menjadi lebih panjang dan lamban. Kecuali pada
perusahaan induk investasi, yang memang tidak ikut terlibat dalam manajemen
perusahaan induk.

c. Management one man show

Keberadaan perusahaan induk dapat lebih memberikan kemungkinan akan adanya


management one man show oleh perusahaan induk. Ini akan berbahaya, terlebih lagi
terhadap kelompok usaha yang horizontal, atau model kombinasi, di mana kegiatan
bisnisnya sangat beraneka ragam. Sehingga, masing-masing bidang bisnis tersebut
membutuhkan skill dan pengambilan keputusan sendiri-sendiri yang berbeda-beda satu
sama lain.
d. Conglomerat game
Terdapat kecenderungan terjadinya conglomerate game, yang dalam hal ini
berkonotasi negatif, seperti manipulasi pelaporan income perusahaan, transfer pricing,
atau membesar-besarkan informasi tertentu.

50
e. Penutupan usaha

Terdapat kecenderungan yang lebih besar untuk menutup usaha dari satu atau
lebih anak perusahaan jika usaha tersebut mengalami kerugian usaha.
f. Risiko usaha

Membesarkan risiko kerugian seiring dengan membesarnya keuntungan


perusahaan.

BAB VII
HUKUM KEPAILITAN
A. SEJARAH KEPAILITAN
Pailit, failliet (dalam bahasa Belanda), atau bankrupt (dalam bahasa Inggris).
Pailit pada masa Hindia-Belanda tidak dimasukkan ke dalam KHU Dagang (WvK) dan
diatur dalam peraturan tersendiri ke dalam Faillissements-verordening, sejak 1902 yang
dahulu diperuntukkan bagi pedagang saja tetapi kemudian dapat digunakan untuk
golongan apasaja. Tahun 1997, ketika krisis ekonomi malanda Indonesia dimana hampir
semua sendi kehidupan perekonomian nasional rusak, termasuk dunia bisnis dan masalah

51
keamanan investasi di Indonesia. Oleh karena itu, pada 1998, pemerintah mengeluarkan
UU NO 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan, yang merupakan :

 Perbaikan terhadap Faillissements-verordening 1906


 Adanya penamahan pasal yang mengatur tentang Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU)
 Mengenal istilah pengadilan niaga, di luar pengadilan umum untuk
menyelesaikan sengketa bisnis.
Pada tahun 2004, pemerintah mengeluarkan lagi UU NO 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, didasarkan pada
beberapa asas diantaranya :

 Asas keseimbangan, disatu pihak,terdapat ketentuan yang dapat mencegah


terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitur ataupun
kreditur.
 Asas kelangsungan usaha, terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan
debitur yang prospektif tetap berlangsung.
 Asas keadilan, bahwa ketentuan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak
yang berkepentingan. Bermaksud untuk mencegah terjadinya kesewenang-
wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-
masing terhadap debitur, dengan tidak memedulikan kreditur lainnya.
 Asas intergrasi, bahwa sistem hukum formal dan hukum materiilnya merupakan
satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata
nasional.
B. BEBERAPA PENGERTIAN
Pailit adalah suatu usaha untuk mendapat pembayaran bagi semua kreditur secara
adil dan tertib, agar semua kreditur mendapatkan pembayaran menurut imbangan besar
kecilnya piutang masing-masing dengan tidak berebutan.

Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas
sebagaimana diatur dalam UU NO 37 Tahun 2004.

52
Adapun yang dapat dinyatakan pailit adalah seorang debitur (berutang) yang sudah
dinyatakan tidak mampu membayar utang-utanganya lagi. Pailit dapat dinyatakan atas :

 Permohonan debitur sendiri.


 Permohonan satu atau lebih kreditornya.
 Pailit harus dengan putusan keadilan.
 Pailit bisa atas permintaan kejaksaan untuk kepentingan umum, pengadilan
wajib memanggil debitur.
 Bila debitornya bank, permohonan pailit hanya bisa dilakukan oleh Bank
Indonesia.
 Bila debitornya perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan,
lembaga penyimpanan dan penyelesaian, permohonan pailit hanya dapat
diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam).
 Dalam hal debitornya perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun,
atau BUMN yang bergerak dibidang kepentingan publik, permohonan
pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.
Adapun menurut Pasal 50 UU NO 40 Tahun 2014 menyatakan permohonan
pailit terhadap perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi,
atau perusahaan reasuransi syariah berdasarkan undang-undang ini hanya dapat diajukan
oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dalam pasal 6, permohonan pernyataan pailit dapat diajukan kepada :

 Ketua keadilan dan panitera mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada


tanggal permohonan yang bersangkutan ajukan.
 Bila debitur dalam keadaan berhenti membayar (utang pokok maupun
bunganya).
 Bila terdapat dua atau lebih kreditur dan debitur tidak membayar lunas
sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
Adapun tujuan pernyataan pailit adalah untuk mendapatkan suatu penyitaan
umum atas kekayaan debitur (segala harta benda disita/dibekukan) untuk kepentingan
semua orang yang mengutangkannya (kreditur). Prinsipnya kepailitan adalah suatu usaha
bersama untuk mendapatkan pembayaran bagi semua orang berpiutang secara adil.

53
C. AKIBAT DIJATUHKANNYA PAILIT
 Debitur kehilangan segala haknya untuk menguasai dan mengurus atas kekayaan
harta bendanya (asetnya), baik menjual, menggadai, dan lain sebagainya, serta
segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan sejak tanggal putusan
pernyataan pailit diucapkan.
 Utang-utang baru tidak lagi dijamin oleh kekayaannya.
 Untuk melindungi kepentingan kreditur, selama putusan atas permohonan
pernyataan pailit belum diucapkan, kreditur dapat megajukan permohonan
kepada pengadilan untuk :
a. Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan debitur.
b. Menunjukkan kurator sementara untuk mengawasi pengolahan usaha
debitur, menerima pembayaran kepada kreditur, pengalihan atau
pengaguman kekayaan debitur.
 Harus diumumkan di dua surat kabar.
D. GOLONGAN ORANG BERPIUTANG
Menurut Pasal 55 UU No. 37 Tahun 2004 para kreditur dapat dibagi dalam
beberapa golongan :

a) Golongan separatisen, yaitu kreditur pemegang gadai, jamina fidusia, hak


tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, biasanya disebut
kreditur preferen, yaitu para kreditur yang mempunyai hak didahulukan, disebut
demikian karena para kreditur yeng telah memberikan hak untuk mengeksekusi
sendiri haknya dan melaksanakan seolah-olah tidak ikut campur. Dalam arti lain,
kreditur ini dapat menyelesaikan secara terpisah di luar urusan kepailitan.
Meskipun demikian, untuk melaksanakannya menurut ketentuan undang-undang
para keditur tidak bisa langsung begitu saja melaksanakannya.

b) Golongan dengan hak privilege, yaitu orang-orang yang mempunyai tagihan yang
diberikan kedudukan istimewa, sebagai contoh, penjual barang yang belum
menerima bayarannya, mereka ini menerima pelunasan terlebih dahulu dari
pendapatan penjualan barang yang bersangkutan setelah itu barulah kreditur
lainnya (kreditur konkuren).

54
Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, Pasal
95 Ayat 4,sebenarnya menjamindidahulukannyahak pekerja, Pasal tersebut
berbunyi “Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku maka upah dan hak-hak lainnya dari
pekerja/buruh merupakan utang yang didahuukan pembayarannya”. Di mana
perussahaan dalam proses pailit, karyawan yang termasuk ke dalam golongan ini.

E. PENGURUS HARTA PAILIT


1. Hakim Pengawas
Hakim pengawas seperti yang diatur dalam Pasal 65 adalah hakim yang
diangkat oleh pengadilan untuk mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit.

 Kalau masalah kepailitannya besar dapat diangkat panitia kreditur.


 Memimpin rapat verifikasi, rapat untuk mengasahkan piutang-piutang.
2. Kurator
Menurut Pasal 69 UU No 37 Tahun 2004, kurator memiliki tugas :

a. Tugas Kurator
 Melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit.
 Segala perbuatan kurator tidak harus mendapat persetujuan dari Debitur
(meskipun dipersyaratkan).
 Dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga (dalam rangka mingkatkan
nilai harta pailit).
 Kurator itu bisa Balai Harta Peninggalan (BHP), atau kurator lainnya
(Pasal 70 ayat 1).
b. Menjadi Kurator
Menurut Pasal 70 ayat 2 yang dapat menjadi kurator adalah :

 Orang perseorangan yang memiliki keahlian khusus untuk itu


(mengurus atau membereskan harta pailit dan berdomisili di wilayah
RI).
 Terdaftar di Departemen Hukum dan Perundang-undangan.

55
c. Kurator Dapat Diganti
Menurut Pasal 71 ayat 1 UU No 37 Tahun 2004 seorang kurator
dapat diganti, pengadilan dapat mengganti, memanggil, mendengar
kurator, atau mengangkat kurator tambahan :

 Atas permohonan kurator sendiri.


 Atas permahonon kurator lainnya.
 Usulan hakim pengawas.
 Atas permintaan debitur pailit.
 Atas usu kreditur konkuret.
d. Tanggung Jawab Kurator
Menurut Pasal 72 UU No 37 Tahun 2004, seorang kurator
mempunyai tanggung jawab :

 Terhadap kesalahan atau kelalaian dalam tugas pengurusan atau


pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harga pailit.
 Kurator yang ditunjuk untuk tugas khusus berdasarkan keputusan
pernyataan pailit, berwenang untuk bertindak sendiri sebatas tugasnya
(Pasal 73 ayat 3).
 Kurator harus menyampaikan kepada hakim pengawas mengenai
keadaan harta pailit dan pelaksaan tugasnya setiap tiga bulan ( Pasal
74 ayat 1).
 Upah kurator ditetapkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan
Menteri Hukum dan Perundang-undangan.
3. Panitia Kreditur
Dalam keputusan pailit pengadilan dapat membentuk panitia kreditur
sementara terdiri dari tiga orang yang dipilih dari kreditur. Setelah pencocokan
utang selesai dilakukan, hakim pengawas wajib menawarkan kepada kreditur
untuk membentuk panita kreditur tetap.

F. KEADAAN HUKUM DEBITUR SETELAH BERAKHIRNYA


PEMBERESAN

56
Setelah daftar pembagian penutupan menjadi mengikat, maka kreditur
memperoleh kembali hak eksekusi terhadap harta debitur mengenai piutang
mereka yang belum dibayar.

G. PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG (PKPU)


Keadaan surseance adalah keadaan dimana debitur membayar utang-
utangnya dengan cara damai. Dimana yang pailit dapat mengajukan permohonan
kepada pengadilan untuk suatu pengunduran umum dari kewajiban membayar
utang-utangnya, dengan maksud mengajukan rencana perdamian baik seluruh
maupun sebagian utang kepada kreditur.

Keadaan surseance dapat diajukan :

a. Harus persetujuan lebih setengah kreditur konkuren yang haknya diakui atau
sementara diakui (Pasal 229).

b. Hair dan mewakili paling sedikit dua pertiga dari tagihan yang diakui atau
sementara diakui.

c. Persetujuan lebih dari setengah jumlah kreditur yang piutangnya dijamin


dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas
kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit dua pertiga bagian
seluruh tagihan kreditur atau kuasanya yang hadir dalam sidang.

d. Diumumkan di dua koran dan berita negara RI.

e. Apabila PKPU tetap disetujui, penundaan tersebut berikut perpanjangannya


tidak boleh melebihi 270 hari setelah putusan penundaan kewajiban pembayaran
utang sementara diucapkan (Pasal 228 Ayat 6).

Adapun “Keadaan insolventie” , seperti dimaksud Pasal 290 UU No.37 Tahun


2004 adalah keadaan debitur sudah sungguh-sungguh pailit atau tidak mampu lagi
membayar utang-utangnya. Untuk hal ini kreditur diberi waktu dua bulan untuk
menggunakan hak khususnya terhadap Keadaan insolventie tersebut.

H. PENGADILAN NIAGA

57
Menurut Pasal 306 UU No 37 Tahun 2004, pengaturan pengadilan niaga atau
komersial di luar pengadilan umum, yang dikhususkan untuk kasus-kasus bisnis/ekonomi
dan HaKI.

Adapun tugas dan fungsi dari pengadilan niaga :

 Memeriksa dan memutuskan permohonan pernyataan pailit dan penundaan


kewajiban pembayaran utang.
 Berwenang memeriksan dan memutuskan perkara lain di bidang perniagaan.
 Prosedur yang ditetapkan bisa lebih cepat dalam hal :
a. Perkara selesai dalam 30 hari.
b. Tidak ada banding, langsung kasasi di Mahkamah Agung (MA).
Putusan dalam 30 hari.
c. Dimungkinkan diajukan Peninjauan Kembali (PK).

BAB VIII
HUKUM ANTIMONOPOLI
1. Urgensi Undang-undang Anti Monopoli
Perkembangan bisnis di Indonesia telah menyebabkan timbulnya grup-grup
raksasa konglomerat. Di samping unsur positifnya, perkembangan tersebut telah
menimbulkan dampk negatif berupa tidak terlindunginya usaha kecil maupun konsumen.
Monopoli dan trust telah terjadi masalah yang krusial di negeri ini.

Monopoli dilarang karena terdapat berbagai aspek negatif, seperti yang disampaikan
Munir Fuady dalam bukunya yang berjudul Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek
(1999:146-147) sebagai berikut:

a. Ketinggian Harga

58
Karena tidak adanya kompetisi, maka harga produk akan tinggi. Ini akan
mendorong timbulnya inflasi sehingga merugikan masyarakat luas.
b. Excess profit
Yaitu terdapatnya keuntungan di atas keuntungan normal karena suatu
monopoli. Karenanya, monopoli merupakan suatu pranata ketidakadilan.
c. Eksploitasi
Ini dapat terjadi baik terhadap buruh dalam bentuk upah, lebih-lebih
terhadap konsumen, karena rendahnya mutu produk dan hilangnya hak
pilih dari konsumen.
d. Pemborosan
Karena perusahaan monopoli cenderung tidak beroperasi pada average
cost yang minimum, menyebabkan ketidakmangkusan perusahaan,
danakhirnya cost tersebut ditanggung oleh konsumen.
e. Entry Barrier
Karena monopoli menguasai pangsa pasar yang besar, maka perusahaan
lain terhambat untuk bisa masuk ke bidang perusahaan tersebut, dan pada
gilirannya nanti akan mematikan usaha kecil.
f. Ketidakmerataan Pendapatan
Hal ini karena timbulnya usur akumulasi modal dan pendapatan dari usaha
monopoli.
g. Bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
Monopoli bertentangan dengan sila kelima Pancasila dan pasal 33 UUD
1945. Yakni dengan prinsip-prinsip “usaha bersama”,”Asas
kekeluargaan” dan asas “ sebesar-besar kemkmuran rakyat”.
2. Undang- undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat
a. Pengertian Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Didalam pasal 1 ayat 1 UU nomor 5 tahun 1999 disebutkan bahwa,
Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang
dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha.

59
Sedangkan yang dimaksud dengan persaingan usaha tidak sehat
adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan
cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

b. Perjanjian yang Dilarang


1) Oligopoli
 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan
penguasaan prouksi dan atau pemasaran barang dan atau
jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktk monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat.
 Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-
sama melakukan penguasaan produksi dan pmasaran
barang dan jasa, sebagaimana poin a, apabila 2 atau 3
pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha mengusai lebih
dari 75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

2) Penetapan harga
 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu
barang dan jsa yang harus dibayar oleh konsuen atau
planggan pada pasar bersangkutan yang sama, kecuali
untuk suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha
patungan; atau suatu perjanjian yang didasarkan undang-
undang yang berlaku.
 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang
mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar
dengan harga yang berbeda dari harga yang hrus dibayar
oleh pembeli lain untuk barang dan jasa yang sama.

60
 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha pesaingnya untuk menetapkan hargadi bawah harga
pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan
usaha tidak sehat.
3) Pembagian Wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran
atau alokasi pasar terhadap barang atau jasa seehingga dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha
tidak sehat.

4) Pemboikotan
 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha pesaingnya yang dapt menghalangi pelaku usaha lain
untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar
dalam negeri maupun luar negeri.
 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha pesaingnya, untuk menolak menjual setiap barang
dan jasa dari pelaku usaha lain.
5) Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan
mengatur produksi dan pemasaran suatu barang dan jasa, yang
dapat mengakibatkan terjadinya monopoli persaingan usaha tidak
sehat.
6) Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
lain untuk meakukan kerja sama dengan membentuk gabungan
perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga
dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing
perusahaan atau perseran anggotanya, yang bertujuan untuk

61
mengontrol produksi dan pemasaran atas barang dan jasa, sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan
usaha tidak sehat.
7) Oligopsoni
 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku
usaha lain yng bertujuan untuk bersama-sama menguasai
pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat
mengendalikan harga atas barang dan jasa dalam pasar
berssangkutan, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.

 Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-


sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan
sebagaimana dalam ayat 1 apabila 2 atau 3 pelaku usaha
atau kelompok pelaku usaha mengusai lebih dari 75%
pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
8) Integrasi Vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk
yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan jasa tertentu
yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan
atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun
tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
9) Perjanjian Tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang
dan jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang
dan jasa tersebut kepada pihak tertentu dan pada tempat tertentu.
10) Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri

62
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha
tidak sehat.

c. Kegiatan yang Dilarang


1) Monopoli
2) Monopsoni
3) Penguasaan Pasar
4) Persekongkolan
d. Tentang Posisi Dominan

Pelaku usaha memiliki posisi dominan:

 Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai


50% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang dan jasa tertentu.
 Dua atau tiga pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
menguasai 75% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang dan jasa
tertentu.

3. Komisi Pengawas Persaingan Usaha


a. Keanggotaan KPPU
Komisi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua
merangkap nggota, dan sekurang-kurangnya 7 orng anggota. Anggota
komisi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas persetujuan DPR.
Masa jabatan anggota komisi adalah 5 tahun dapat diangkat kembali 1 kali
masa jabatan berikutnya. Apabila karena berakhirnya masa jabatan
anggota dapat diperpanjang sampai pengangkatan anggota baru.
b. Tugas, Wewenang dan Pembiayaan Komisi

Undang-undang No 5 Tahun 1999 menjelaskan bahwa tugas dan


wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah sebagai berikut:

63
Tugas

1. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan


terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;
2. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku
usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai
dengan Pasal 24;
3. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan
posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25
sampai dengan Pasal 28;
4. mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana
diatur dalam Pasal 36;
5. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah
yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat;
6. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-
undang ini;
7. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada
Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.

Wewenang

1. menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang
dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat;
2. melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau
tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

64
3. melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan
oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh
Komisi sebagai hasil penelitiannya;
4. menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau
tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
5. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan undang-undang ini;
6. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang
dianggap mengetahuipelanggaran terhadap ketentuan undang-undang
ini;
7. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi,
saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f,
yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi;
8. meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan
penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang
melanggar ketentuan undang-undang ini;
9. mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti
lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan;
10. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak
pelaku usaha lain atau masyarakat;
11. memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga
melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
12. menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha
yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.

c. Tata Cara Penanganan Perkara

Tata Cara Penyampaian Laporan dan Penanganan Dugaan Pelanggaran


terhadap UU No. 5 Tahun 1999. Lahirnya keputusan ini menunjukkan
bahwa KPPU juga bisa berperan sebagai self-regulatory body, yang
ketentuannya mengikat warga masyarakat luas.

65
Proses suatu kasus di KPPU melewati beberapa tahapan, yang kurang
lebih dapat diklasifikasi sebagai berikut:

1. tahap pengumpulan indikasi;


2. tahap pemeriksaan pendahuluan;
3. tahap pemeriksaan lanjutan;
4. tahap penjatuhan putusan;
5. tahap eksekusi putusan.
Uraian di bawah ini hanya bersifat garis besar. Beberapa permasalahan
yang tercantum dalam gambar akan disinggung kemudian dalam diskusi.

Suatu kasus dapat bermula dari laporan masyarakat (biasanya pelaku


usaha pesaing yang dirugikan) atau berdasarkan pengamatan KPPU
sendiri. Jadi, selain atas dasar laporan, KPPU dapat memulai suatu kasus
atas inisiatif sendiri. Indikasi-indikasi pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999
itu dituangkan dalam bentuk laporan tertulis berbahasa Indonesia,
disertai bukti (surat dan dokumen pendukung lain).

Laporan dan berkasnya dialamatkan kepada Ketua KPPU. Oleh Ketua,


laporan dan berkas tersebut diteruskan kepada Sekretariat. Tugas
Sekretariatlah untuk memeriksa kelengkapannya. Jika belum lengkap,
laporan itu dalam waktu 10 hari kerja wajib dikembalikan kepada si
pelapor (melalui surat Direktur Eksekutif Sekretariat KPPU). Pengertian
hari kerja di sini adalah Senin s.d. Jumat. Pelapor diberi waktu 10 hari
kerja sejak pemberitahuan ketidaklengkapan tadi untuk menambah apa-
apa yang masih kurang dalam laporannya.

Apabila dalam waktu 10 hari kerja pelapor tidak dihubungi, diasumsikan


laporan sudah lengkap. Dalam hal demikian, Sekretariat lalu membuat
nota dinas kepada Ketua Komisi dan berdasarkan nota itu Ketua lalu

66
membuat penetapan agar dimulai pemeriksaan pendahuluan. Tanggal
dimulainya pemeriksaan pendahuluan diberi tahu kepada pihak pelapor.

Pemeriksaan pendahuluan dilakukan oleh tim pemeriksa dalam sidang


(rapat) komisi. Dalam tahap pemeriksaan pendahuluan, KPPU sudah
dapat memanggil pihak pelapor dan terlapor untuk dimintai
keterangan. Output dari pemeriksaan pendahuluan ini ada dua
kemungkinan. Pertama, dinyatakan ada bukti permulaan yang cukup
sehingga bisa diteruskan ke pemeriksaan lanjutan, atau kedua,
dinyatakan tidak ada bukti permulaan yang cukup sehingga masalah
dianggap selesai. Lama keseluruhan proses pemeriksaan pendahuluan ini
adalah 30 hari kerja terhitung sejak berkas diserahterimakan dari Ketua
kepada sidang Komisi.

Tahap pemeriksaan lanjutan berlangsung selama 60 hari kerja. Jika


diperlukan, jangka waktu ini dapat diperpanjang untuk paling lama 30
hari kerja. Dalam tahap ini majelis komisi yang ditetapkan oleh Ketua
KPPU dapat meminta bantuan tim penyelidik atau kelompok kerja
(expert team). Tujuannya agar kualitas penyelidikan dan analisis
putusannya dapat lebih terjamin.
Majelis Komisi (biasanya 3 s.d. 5 orang) mempunyai kewenangan yang
luas pada tahap ini. Mereka dapat memanggil terlapor, saksi, saksi ahli,
dan pihak lain yang dianggap mengetahui kasus tersebut. Semua identitas
dan keterangan saat pemeriksaan dicatat dalam berita acara pemeriksaan.
Mereka juga dapat meminta diserahkannya dokumen-dokumen tertentu,
yang dalam beberapa kasus bahkan tergolong konfidensial.

Berbeda dengan hakim-hakim di lembaga peradilan yang dilarang


mengomentari kasus atau putusan mereka sendiri, ternyata tidak
demikian dengan KPPU. Majelis Komisi diberi kewenangan untuk
memberi keterangan kepada media massa berkaitan dengan laporan yang

67
sedang ditangani. Sekalipun demikian, identitas pihak pelapor tetap
wajib dirahasiakan. Setiap kali pihak terlapor dimintai keterangan,
penasihat hukum yang bersangkutan selalu berhak untuk mendampingi
kliennya.

Pemeriksaan lanjutan ini berbuah pada putusan. Pengambilan putusan


diberi waktu 30 hari kerja terhitung sejak selesainya pemeriksaan
lanjutan. Putusan ini dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
Putusan ini wajib disampaikan kepada terlapor.

Jika dinyatakan bersalah, pihak terlapor dapat dijatuhi sanksi tindakan


administratif tertentu. Dalam waktu 30 hari kerja sejak diterimanya
pemberitahuan putusan, pihak terlapor wajib melaksanakan isi putusan
tersebut. Pelaksanaan putusan dilaporkan kepada KPPU.

Ada waktu 14 hari terhitung sejak pemberitahuan putusan bagi pihak


terlapor untuk menerima atau mengajukan keberatan. Upaya hukum
keberatan diajukan melalui kepaniteraan Pengadilan Negeri. Jika jangka
waktu itu sudah lewat, maka putusan dinyatakan sudah mempunyai
kekuatan hukum tetap. Dalam hal ini KPPU akan mengajukan
permohonan penetapan eksekusi kepada Pengadilan Negeri. Jika pihak
terlapor tetap tidak bersedia menjalankan eksekusi, KPPU dapat
menyerahkan putusan Komisi tersebut kepada penyidik (Polri) untuk
dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan hukum (pidana) yang
berlaku.

Seperti dinyatakan di atas, dalam waktu 14 hari sejak pemberitahuan


putusan, pihak terlapor juga berhak untuk mengajukan keberatan atas
putusan itu ke Pengadilan Negeri. Menurut Pasal 45 UU No. 5 Tahun
1999, Pengadilan Negeri harus memeriksa keberatan pelaku usaha dalam
waktu 14 hari sejak diterimanya permohonan keberatan itu. Putusannya

68
sendiri sudah harus keluar dalam waktu 30 hari sejak dimulainya
pemeriksaan keberatan. Proses yang serba-cepat ini dalam praktek justru
menimbulkan masalah. Salah satunya terkait dengan tata cara
pemanggilan, khususnya jika para pihak berdomisili di luar negeri.
Hukum acara perdata (HIR) menyatakan pemanggilan demikian
dilakukan melalui Departemen Luar Negeri, dan ini bisa memakan waktu
tiga bulan.

Permohonan keberatan diajukan di Pengadilan Negeri tempat domisili


pemohon. Dalam hal keberatan diajukan oleh lebih dari satu pelaku usaha
yang berbeda domisilinya, maka KPPU dapat mengajukan permohonan
tertulis kepada Mahkamah Agung untuk menunjuk Pengadilan Negeri
yang mana yang akan memeriksa keberatan itu. Permohonan KPPU ini
ditembuskan juga ke semua pengadilan yang dilimpahkan upaya
keberatan itu, sehingga mereka semua harus menghentikan pemeriksaan
kasus itu terlebih dulu sampai ada penunjukan Mahkamah Agung. Ada
waktu 14 hari bagi Mahkamah Agung untuk menentukan satu Pengadilan
Negeri mana yang bertugas memeriksa kasus itu.

Untuk Pengadilan Negeri yang tidak ditunjuk, dalam waktu 7 hari wajib
menyerahkan berkas-berkas perkaranya ke Pengadilan Negeri yang
ditunjuk. Termasuk juga sisa biaya perkara yang sudah dibayar.
Pengadilan Negeri yang ditunjuk selanjutnya mulai bekerja memeriksa
permohonan keberatan ini dalam waktu 30 hari sejak menerima berkas.

Pengadilan Negeri yang mengambil alih kasus ini tentu meminta


dokumen-dokumen yang selama ini berada di tangan KPPU (diserahkan
pada hari persidangan pertama). Timbul permasalahan soal identitas
pihak pelapor, mengingat peraturan mengamanatkan agar KPPU
menjamin kerahasiaannya. Sampai saat ini KPPU bersikeras dengan
pendapat bahwa berkas yang harus disampaikan tidak boleh termasuk

69
identitas pelapor. Sebab, dalam hal ini para pihak yang berhadapan
adalah KPPU sendiri dengan pelaku usaha pemohon keberatan.

Pengadilan Negeri langsung memeriksa permohonan ini tanpa


menawarkan mediasi. Apa yang menjadi objek pemeriksaan Pengadilan
Negeri adalah terbatas pada putusan KPPU dan berkas perkara. Ini
berarti, Pengadilan Negeri tidak lagi wajib menghadirkan bukti-bukti
baru di luar yang sudah diputuskan atau termuat dalam berkas yang
diserahkan oleh KPPU. Pembatasan ini perlu agar tenggat waktu yang
diberikan oleh undang-undang dapat dicapai. Namun, jika dianggap
perlu, majelis hakim di Pengadilan Negeri dapat mengeluarkan putusan
sela meminta KPPU melakukan pemeriksaan tambahan.

Dalam hal perkara dikembalikan untuk diadakan pemeriksaan tambahan,


maka sisa waktu pemeriksaan keberatan di Pengadilan Negeri
ditangguhkan. Pengadilan Negeri wajib meneruskan sidang paling
lambat 7 hari setelah KPPU menyerahkan berkas pemeriksaan tambahan.
Sisa waktu akibat penangguhan itu tetap akan diperhitungkan oleh
Pengadilan Negeri agar tenggat waktu 30 hari kerja mereka tetap
terpenuhi.

Setelah Pengadilan Negeri menjatuhkan putusannya, masih tersedia satu


lagi upaya hukum bagi pihak-pihak yang berkeberatan (tidak terima),
yaitu pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung. Pengertian pihak yang
berkeberatan ini bisa KPPU dan/atau pelaku usaha. Upaya kasasi
diberikan dalam waktu 14 hari (ditafsirkan sejak para pihak menerima
putusan) dan Mahkamah Agung diberi waktu 30 hari untuk memberikan
putusan sejak permohonan kasasi diterima. Tata cara pengajuan memori
kasasi tunduk pada ketentuan yang berlaku seperti kasus-kasus pada
umumnya.

70
Permohonan penetapan eksekusi atas putusan yang telah diperiksa
melalui prosedur keberatan diajukan oleh KPPU kepada Pengadilan
Negeri yang memutus perkara keberatan itu. Namun, untuk perkara yang
tidak diperiksa melalui prosedur itu, diajukan penetapan eksekusinya ke
Pengadilan Negeri di tempat domisili pelaku usaha.

4. Tentang Sanksi
a. Sanksi Administratif

Dalam hal iini komisi berwanang menjatuhkan sanksi berupa sanksi atau
tindakan administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan
yang berupa:

 Penetapan pembataan perjanjian sebagaimana dalam pasal 4


sampai pasal 13, 15 dan 16
 Perintah kepada pelaku untuk menghentikan integrasi vertikal
 Perintah kepada pelaku untuk menghentikan kegiatan yang
terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
 Perintah kepada pelaku untuk menghentikan penyalahgunaan
posisi dominan
 Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan
usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam
pasal 28
 Penetapan pembayaran ganti rugi
 Pengenaan denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 dan
setinggi-tingginya Rp25.000.000.000.

b. Sanksi Pidana
 Pidana pokok :
1. Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 4,9 sampai pasal 14,
16 sampai pasal 19, 25,27,28 diancam pidana denda

71
serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 dan setinggi-
tingginya Rp100.000.000.000 atau pidana kurungan
pengganti denda selama 6 bulan.
2. Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 5 sampai pasal 8, 15,
20 sampai pasal 24,26 diancam pidana denda serendah-
rendahnya Rp5.000.000.000 dan setinggi-tingginya
Rp25.000.000.000 atau pidana kurungan pengganti denda
selama 5 bulan.
3. Pelanggaran terhadap ketentuan pasal 41 diancam pidana
denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 dan setinggi-
tingginya Rp5.000.000.000 atau pidana kurungan
pengganti denda selama 3 bulan.
 Pidana Tambahan
Dengna menunjuk ketentuan pasal 10 kitab undang undang
hukum pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam pasal
48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
1. Pencabutan izin usaha
2. Larangan pelaku usaha yang telah terbukti melakukan
pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk
menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-
kurangnya 2 tahun dan selama lamanya 5 tahun
3. Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang
menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.
5. Ketentuan Lain dan Peralihan
a. Perbuatan dan perjanjian yang bertujuan untuk mlaksanakan peraturan
perundang undangan yang berlaku
b. Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti
lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian
elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan
dengan waralaba
c. Perjanjian penetapan

72
Perlindungan bagi konsumen

1. Pendahuluan
Dalam rangka untuk dapat terciptanya perekonomian yang sehat, yang dapat
mewujudkan adanya keseimbangan dalam memberikan perlindungan hukum
bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha, maka
2. Pengertian-Pengertian
3. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
4. Hak dan Kewajiban Para Pihak
5. Perbuatan yang Dilarang bagi Pelaku Usaha
6. Tentang Klausula Baku
7. Tanggung Jawab Pelaku Usaha
8. Pembinaan dan Pengawasan
9. Badan Perlindungan Konsumen Nasional
10. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyrakat
11. Penyelsaian sengketa
12. Badan Penyeesaian Sengketa Konsumen
13. Tentang Penyidikan
14. Ttentang Sanksi

73
BAB IX
FRANCHISE/WARALABA

Sejarah Waralaba
Sejarah franchise dimulai diAmerika Serikat oleh perusahaan mesin jahit singer sekitar
tahun1850-an.Padasaat itu,Singer membangun jaringan distribusi hampir di seluruh
daratan Amerika untuk menjual produknya.Disamping menjual mesin jahit,para
distributor tersebut juga memberikan pelayanan purna jual dan suku cadang.Jadi para
distributor tidak semata menjual mesin jahit,akan tetapi memberikan layanan perbaikan
dan perawatan kepada konsumen.[4] Walaupun tidak terlampau berhasil, Singer telah
menebarkan benih untuk franchising di masa yang akan datang dan dapat diterima secara
universal.

Pola ini kemudian diikuti iioleh industry mobil,industry minyak dengan pompa bensinnya
serta industri minuman ringan. Mereka ini adalah para produsen yang tidak mempunyai
jalur distribusi untuk produk-produk mereka,sehingga memanfaatkan system franchise
ini di akhir-akhir abad ke-18 dan diawal abad ke 19.

Sesudah perang dunia ke 2, usaha eceran mengadakan perubahan dari


orientasiprodukkeorientasipelayanan. Disebabkan kelas menengah mulai sangat mobile
dan mengadakan relokasi dalam jumlahbesar ke daerah-daerah pinggiran kota,maka
banyak rumah makan/restoran, makanan siap saji dan makanan yang bisa segera di makan
di perjalanan.

Pada awal nya istilah franchise tidak dikenal dalam kepustakaan Hukum Indonesia,hal ini
dapat dimaklumi karena memang lembaga franchise ini sejak awal tidak terdapat dalam
budaya atau trades ibisnis masyarakat Indonesia.Namun karena pengaruh globalisasi
yang melanda di berbagai bidang, maka franchise ini kemudian. masuk ke
dalam tatanan budaya dan tatanan hukum masyarakat Indonesia.

Waralaba mulai ramai dikenal di Indonesia sekitar tahun1970-an dengan mulai


masuknya franchise luar negeri seperti Kentucky FrieChicken,Swensen, Shakey Pisa

74
dan kemudian diikuti pula oleh Burger King dan Seven Eleven, Walaupun sistem
franchise ini sebetulnya sudah ada diIndonesia seperti yang diterapkan oleh Bata dan
yang hampir menyerupainya ialah SPBU (pompa bensin).

Pada awal tahun 1990 – an International Labour Organization (ILO) pernah


menyarankan Pemerintah Indonesia untu kmenjalankan sistem franchise guna
memperluas lapangan kerja sekaligus merekrut tenaga-tenaga ahli franchise untuk
melakukan survei,wawancara,sebelum memberikan rekomendasi.Hasil kerja para ahli
franchise tersebut menghasilkan “Franchise Resource Center” dimana tujuan lembaga
tersebut adalah mengubah berbagai macam usaha menjadi franchise serta
mensosialisasikan system franchise ke masyarakat Indonesia.

Pengertian Waralaba (Franchise)

pengertian Franchise berasal dari bahasa Perancis affranchir yang berarti to free yang
artinya membebaskan. Dengan istilah franchise di dalamnya terkandung makna, bahwa
seseorang memberikan kebebasan dari ikatan yang menghalangi kepada orang untuk
menggunakan atau membuat atau menjual sesuatu. Dalam bidang bisnis franchise
berarti kebebasan yang diperoleh seorang wirausaha untuk menjalankan sendiri suatu
usaha tertentu di wilayah tertentu.

Franchise ini merupakan suatu metode untuk melakukan bisnis, yaitu suatu metode untuk
memasarkan produk atau jasa ke masyarakat. Selanjutnya disebutkan pula bahwa
franchise dapat didefinisikan sebagai suatu sistem pemasaran atau distribusi barang dan
jasa, di mana sebuah perusahaan induk (franchisor) memberikan kepada individu /
perusahaan lain yang berskala kecil dan menengah (franchisee), hak- hak istimewa untuk
melaksanakan suatu sistem usaha tertentu dengan cara yang sudah ditentukan, selama
waktu tertentu, di suatu tempat tertentu.

Dari segi bisnis dewasa ini, istilah franchise dipahami sebagai suatu bentuk kegiatan
pemasaran dan distribusi. Di dalamnya sebuah perusahaan besar memberikan hak untuk
menjalankan bisnis secara tertentu dalam waktu dan tempat tertentu kepada individu atau
perusahaan yang relatif lebih kecil. Franchise merupakan salah satu bentuk metode
produksi dan distribusi barang atau jasa kepada konsumen dengan suatu standard dan

75
sistem eksploitasi tertentu. Pengertian standar dan eksploitasi tersebut meliputi kesamaan
dan penggunaan nama perusahaan, merek, serta sistem produksi, tata cara pengemasan,
penyajian dan pengedarannya.

Sementara itu Munir Fuady menyatakan bahwa Franchise atau sering disebut juga dengan
istilah waralaba adalah suatu cara melakukan kerjasama di bidang bisnis antara 2 ( dua )
atau lebih perusahaan, di mana 1 ( satu ) pihak akan bertindak sebagai franchisor dan
pihak yang lain sebagai franchisee, di mana di dalamnya diatur bahwa pihak – pihak
franchisor sebagai pemilik suatu merek yang terkenal, memberikan hak kepada franchisee
untuk melakukan kegiatan bisnis dari / atas suatu produk barang atau jasa, berdasar
dan sesuai rencana komersil yang telah dipersiapkan, diuji keberhasilannya dan
diperbaharui dari waktu ke waktu, baik atas dasar hubungan yang eksklusif ataupun
noneksklusif, dan sebaliknya suatu imbalan tertentu akan dibayarkan kepada franchisor
sehubungan dengan hal tersebut. Selanjutnya Munir Fudy mengatakan lagi bahwa
Franchisee adalah suatu lisensi kontraktual diberikan oleh franchisor kepada franchisee
yang :

Mengizinkan atau mengharuskan franchisee selama jangka waktu franchise, untuk


melaksanakan bisnis tertentu dengan menggunakan nama khusus yang dimiliki atau
berhubungan dengan pihak franchisor.

Memberikan hak kepada franchisor untuk melaksanakan pengawasan berlanjut selama


jangka waktu franchise terhadap aktivitas bisnis franchise oleh franchisee.

Mewajibkan pihak franchisor untuk menyediakan bantuan kepada franchisee dalam hal
melaksanakan bisnis franchise tersebut semisal memberikan bantuan pendidikan,
perdagangan, manajemen, dan lain-lain.

mewajibkan pihak franchisee untuk membayar secara berkala kepada franchisor


sejumlah uang sebagai imbalan penyediaan barang dan jasa oleh pihak franchisor.

Adapun definisi franchise menurut Asosiasi Franchise International adalah “suatu


hubungan berdasarkan kontrak antara franchisor dengan franchisee. Pihak franchisor
menawarkan dan berkewajiban memelihara kepentingan terus – menerus pada usaha
franchise dalam aspek – aspek pengetahuan dan pelatihan. Sebaliknya franchisee

76
memiliki hak untuk beroperasi di bawah merek atau nama dagang yang sama, menurut
format dan prosedur yang ditetapkan oleh franchisor dengan modal dan sumber daya
franchisee sendiri”.

Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia yang dimaksud dengan franchise


adalah “suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana
pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk
melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah
ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu”.
Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Waralaba
Pemerintah sebagai pemegang otoritas mempunyai kekuasaan untuk menerapkan
peraturan-peraturan yang menyangkut hubungan bisnis bagi para pihak sekaligus
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, yaitu agar supaya undang
– undang yang Pemerintah tersebut dapat dilaksanakan dengan baik tanpa adanya suatu
pelanggaran atau penyelewengan. Perhatian Pemerintah yang begitu besar ini bertujuan
memberikan perlindungan hokum serta kepastian hukum agar masing-masing pihak
merasa aman dan nyaman dalam menjalankan bisnis khususnya yang terlibat dalam
bisnis waralaba ini.

Hukum bisnis waralaba idealnya untuk melindungi kepentingan para pihak namun
kenyataan di lapangan belum tentu sesuai seperti yang diharapkan. Seperti yang
dikemukakan oleh Roscoe Pound yang membagi 3 ( tiga ) golongan yang harus dilindungi
oleh hukum, yaitu, kepentingan umum, kepentingan sosial dan kepentingan
perseorangan. Akan tetapi posisi pemberi waralaba yang secara ekonomi lebih kuat
akan memberikan pengaruhnya pula bagi beroperasinya hukum di masyarakat.

Hukum mempunyai kedudukan yang kuat, karena konsepsi tersebut memberikan


kesempatan yang luas kepada negara atau Pemerintah untuk mengambil tindakan –
tindakan yang diperlukan untuk membawa masyarakat kepada tujuan yang di kehendaki
dan menuangkannya melaui peraturan yang dibuatnya. Dengan demikian hukum
bekerja dengan cara memberikan petunjuk tingkah laku kepada manusia dalam memenuhi
kebutuhan. Peraturan Pemerintah RI No 16 tahun 1997 tanggal 18 Juni 1997 yang kini
telah dicabut dengan dikeluarkannya peraturan terbaru yaitu Peraturan Pemerintah RI No.
42 Tahun 2007 tanggal 23 Juli 2007.

77
Waralaba menurut pasal 1 Peraturan Pemerintah RI No 16 tahun 1997 adalah “perikatan
dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak
atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain
dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan dan atau penjualan barang dan atau jasa”.

Sedangkan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2007 pasal 1 ayat (1)
menyebutkan pengertian waralaba adalah: “hak khusus yang dimiliki oleh orang
perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam
rangka memasarkan barang dan / atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat
dimanfaatkan dan / atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba”

Dalam franchise ada dua pihak yang terlibat yaitu franchisor atau pemberi waralaba dan
franchisee atau penerima waralaba di mana masing-masing pihak terikat dalam suatu
perjanjian yaitu perjanjian waralaba. Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2007 dalam
pasal 1 ayat ( 2 ) yang dimaksud franchisor atau pemberi waralaba adalah orang
perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan / atau
menggunakan waralaba yang dimilikinya kepada penerima waralaba dan dalam pasal 1
ayat ( 3 ) yang dimaksud franchisee atau penerima waralaba adalah orang perseorangan
atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi waralaba untuk memanfaatkan dan /
atau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba.

Sementara itu dalam pasal 3 ada enam syarat yang harus dimiliki suatu usaha apabila
ingin diwaralabakan yaitu :

 Memiliki ciri khas usaha:


a) Terbukti sudah memberikan keuntungan
b) Memiliki standar atas pelayanan dan barang dan / atau jasa yang ditawarkan
yang dibuat secara tertulis
c) Mudah diajarkan dan diaplikasikan
d) Adanya dukungan yang berkesinambungan
e) Hak kekayaan Intelektual yang telah terdaftar
f) Syarat-syarat Sahnya Kontrak Waralaba

78
Selanjutnya untuk sahnya suatu perjanjian menurut pasal 1320 Kitab Undang- Undang
Hukum Perdata diperlukan empat syarat yaitu :

1) Kesepakatan (toesteming / izin) kedua belah pihak


2) Kecakapan Bertindak
3) Mengenai suatu hal tertentu
4) Suatu sebab yang halal ( Geoorloofde oorzaak )

Ada beberapa syarat untuk kontrak yang berlaku umum tetapi di atur di luar pasal 1320
KUH Perdata, yaitu sebagai berikut :

1) Kontrak harus dilakukan dengan itikad baik


2) Kontrak tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku
3) Kontrak harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan
4) Kontrak tidak boleh melanggar kepentingan umum
 Asas-asas/Dasar-dasar Hukum Kontrak

Yang dimaksud dengan dasar-dasar hukum kontrak adalah prinsip yang harus di
pegang bagi para pihak yang mengikatkan diri ke dalam hubungan hukum kontrak.
Menurut Hukum Perdata, sebagai dasar hukum utama dalam berkontrak, dikenal 5 (lima)
asas penting sebagai berikut :[20]

1) Asas Kebebasan Berkontrak

Setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian baik yang sudah diatur maupun yang
belum diatur dalam undang-undang.

2) Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat ( 1 ) KUH Perdata. Dalam
pasal itu ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan
kedua belah pihak.

3) Asas Pacta Sunt Servanda

79
Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus
menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya
sebuah undang-undang.

4) Asas Itikad Baik

Asas itikad merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus
melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang
teguh atau kemauan baik dari para pihak.

5) Asas Kepribadian

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan
melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja.

Keagenan Dan Distributor Waralaba


 Keagenan

Agen atau agent (bahasa inggris) adalah perusahaan nasional yang menjalankan
keagenan. Sedangkan keagenan adalah hubungan hukum antara pemegang merk
(principal) dan suatu perusahaan dalam penunjukan untuk melakukan
perakitan/pembuatan/manufaktur serta penjualan / distribusi barang modal atau produk
industri tertentu..

Jasa keagenan adalah usaha jasa perantara untuk melakukan suatu transaksi bisnis tertentu
yang menghubungkan produsen di satu pihak dan konsumen di lain pihak. Agen bertindak
melakukan perbuatan hukum misalnya barang atau jasa tidak atas namanya sendiri tetapi
atas nama prinsipal. Agen dalam hal ini berkedudukan sebagai perantara.

Jika agen mengadakan transaksi dengan konsumen maka barang dikirimkan langsung dari
prinsipal ke konsumen. Jenis-jenis keagenan adalah sbb :

1) Agen manufaktur

2) Agen penjualan

3) Agen pembelian

80
4) Agen umum

5) Agen khusus

6) Agen tunggal/eksklusif

Berikut ini penjelasan bagi masing-masing jenis agen tersebut, yaitu sbb :

1) Agen manufaktur

Agen maufaktur adalah agen yang berhubungan lansung dengan pabrik untuk melakukan
pemasaran atas seluruh atau sebagian barang-barang hasil produksi pabrik tersebut.

2) Agen penjualan

Agen penjualan adalah agen yang merupakan wakil dari pihak penjual, yang bertuga
untuk menjual barang-barang milik pihak principal kepada pihak konsumen.

3) Agen pembelian

Agen pembelian adalah agen yang merupakan wakil dari pihak pembeli, yang bertugas
untuk melakukan seluruh transaksi atas barang-barang yang telah ditentukan.

4) Agen umum

Agen umum adalah agen yang diberikan wewenang secara umum untuk melakukan
seluruh transaksi atas barang-barang yang telah ditentukan.

5) Agen khusus

Agen khusus adalah agen yang diberikan wewenang khusus kasus per kasus atau
melakukan sebagian saja dari transaksi tersebut.

6) Agen tunggal/eksklusif

Agen tunggal/eksklusif adalah penunjuka hanya satu agen untuk mewakili principal untuk
suatu wilayah tertentu.

 Distributor

81
Distributor adalah langsung Orang atau lembaga yang melakukan kegiatan distribusi
atau disebut juga pedagang yang membeli atau mendapatkan produk barang dagangan
dari tangan pertama atau produsen secara langsung. Pedagang besar biasanya diberikan
hak wewenang wilayah daerah tertentu dari produsen.

Distributor adalah suatu Perusahaan / Pihak yang ditunjuk oleh Pihak Principal untuk
memasarkan dan menjual barang-barang principal dalam wilayah tertentu dan jangka
waktu tertentu, dimana pihak Distributor dalam menjalankan kegiatannya tidak bertindak
selaku wakil dari Distributor. Distributor bertindak untuk dan atas namanya sendiri.

Dalam melakukan kegiatan pemasaran dan penjualan barang, Distributor melakukan


pembelian barang-barang dari pihak Principal. Dengan adanya Jual beli tersebut,
kepemilikan barang berpindah kepada pihak Distributor, dan barang-barang yang telah
menjadi miliknya tersebut yang dijual kembali kepada konsumen terbatas dalam wilayah
yang diperjanjikan.

Secara khusus ketentuan perundang-undangan yang mengatur distributor belum ada, jadi
ketentuan-ketentuan yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh
beberapa departemen teknis misalnya, Departemen Perdagangan dan Perindustrian yang
diatur dalam Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 77/Kp/III/78, tanggal 9 Maret
1978 yang menetukan bahwa lamanya perjanjian harus dilakukan.

Pengganti Kerugian

Ganti rugi adalah sanksi yang dapat dibebankan kepada debitur yang tidak memenuhi
prestasi dalam suatu kontrak untuk memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga.
Menurut Tukirin Sy. Sastroresono pengertian masing-masing berikut :

Biaya adalah segala pengeluaran yang telah dikeluarkan secara nyata oleh salah satu
pihak;

Rugi adalah hilangnya suatu keuntungan yang sudah dihitung;

Bunga adalah timbul dalam perikatan yang memberikan sejumlah uang dan
pelaksanaannya tidak tepat pada waktunya.

82
Bentuk-bentuk Kontrak

Bentuk-bentuk kontrak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tertulis dan lisan.
Perjanjian tertulis adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan.
Sedangkan perjanjian lisan suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud
lisan ( cukup kesepakatan para pihak ).

Ada tiga bentuk perjanjian tertulis, sebagaimana dikemukakan berikut ini :

1) Perjanjian di bawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang


bersangkutan saja.Perjanjian itu hanya mengikat para pihak dalam perjanjian,
tetapi tidak mempunyai kekuatan mengikat pihak ketiga;
2) Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak.Fungsi
kesaksian notaris atas suatu dokumen semata-mata hanya untuk melegalisir
kebenaran tanda tangan para pihak. Akan tetapi, kesaksian tersebut tidaklah
mempengaruhi kekuatan hukum dari isi perjanjian;
3) Perjanjian yang dibuat di hadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta notariel.
Akta notariel adalah akta yang dibuat di hadapan dan di muka pejabat yang
berwenang untuk itu.

BAB X
HUKUM HAK KEKAYAAN ITELEKTUAL

83
1. Pengertian HAKI
Secara sederhana dapat dirumuskan bahwa Hak Atas Kekayaan Intelektual adalah
hak atas kekayaan yang timbul karena kemampuan intelektual manusia. Jadi,
haikat Hak Atas Kekayaan Intelektual adalah adanya suatu ciptaan atau kreasi.
Kepada pemegang atau pemilik hak atas Hak Atas Kekayaan Intelektual olh
negara di beri hak eksklusif artinya pemilik atau pemegang Hak Atas Kekayaan
Intelektual lebih khusus lagi dalaam bidang Hak Cipta.
2. Hak Cipta
a. Dasar hukum Hak Cipta
Dasar hukum hak cipta diatur dalalm undang-undang Nomor 6 Tahun
1982 jo Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 jo Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1997 Tentang Hak Cipta.
b. Beberapa Pengertian Istilah dalam Undang – Undang Hak Cipta
 Pasal 2 butir 1
Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang yang secara
bersama-sama atas inspirasinya lahir sutu ciptaan berdasarkan
kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau
keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan pribadi.
 Pasal 1 butir 2
Ciptaan adalah hasil karya setiap pencipta dalam bentuk yang khas
dan menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan,
seni dan sastra.
 Pasal 1 butir 3
Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hk cipta atau
orangyang meneriman hak cipta dari pencipta atau orang lain yang
mnerima lebih lanjut hak dari orang tesebut di atas.
 Pasal 1 butir 4
Pengumuman adalah pembacaan, penyusunan, penyiaran, atau
penyebaran suatu ciptaan, dengan menggunakan alat atau cara
sedemikian rupa sehingg suatu ciptaan dapat dibaca atau didengar
oleh orang lain.

84
c. Ruang Lingkup Hak Cipta
Dalam Undang-Undang ciptaan yang dilindungi dalam ilmu pengetahuan,
seni dan sastra yang meliputi:
 Buku, program komputer, susunan perwjahan karya tulis yang
diterbitkan
 Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan suara lainnya.
 Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan
 Ciptaan lagu atau music dengan atau tanpa seks, termasuk
karawitan dan perekm suara.
 Drama, tari,pewayangan
 Karya, pertunjukkan
 Karya siaran
 Seni rupa dalam segala bentuk
 Arsitektur
 Peta
 Seni batik
 Fotografi
 Senimatografi
 Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai dan karya lainnya.
3. Merek
a. Dasar hukum merek
Dasar hukum hak merek diatur dalam undang-undang Nomor 19 Tahun
1992 jo Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang merek, yang
selanjutnya disebut UUM.
b. Pengertian istilah dalam UUM
 Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf, angka,
susunan warna atau kombinasi unsur-unsur tersebut yang memilliki
daya pembda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan
jasa.( Pasal 1 butir 1).
 Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-

85
sama atau badan hukum untuk membedakan barang-barang sejenis
lainnya. (Pasal 1 butir 2).
 Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-
sama atau badan hukum untuk membedakan barang-barang sejenis
lainnya. (Pasal 1 butir 3).
c. Jangka Waktu Merek
Disebutkan dalam pasal 7 UUM sebagai berikut :
“merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka
waktu 10 tahun dan berlaku surut sejak penerimaan permintaan
pendaftaran merek yang bersangkutan”
d. Larangan untuk Tanda Merek
Ada beberapa unsur yng menyebbkan merek tidak dapat didaftarkan atau
dilarang didftarkan. Menurut psal 5 UUM tanda-tanda yang dilarang
didaftarkan sebagai merek adalah:
 Tanda yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum
 Tanda yang tidak memiliki daya pembeda
 Tanda yang telah menjadi milik umum
 Tanda yang merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau
jasa yang dimintakan pendaftaran.
4. Paten
a. Dasar hukum dan ketentuan paten
Paten diatur dalam undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang paten jo
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang perubahan Undang-
Undang Paten. Sedangkan untuk paten sederhana dapat dilihat di dalam
SK Menteri Kehakiman No.M. 01 .hk.02.10 tertanggal 31 Juli 1991.

b. Kriteria pemberian paten


Kriteria dinilai untuk meluluskan atau tidak paten adalah sebagai berikut:
 Kabauran
 Mengandung langkah inventif

86
 Dapat diterapkan dalam industri
c. Pengertian paten
Paten adalah hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil
temuannya di bidang tehnologi, untuk selama waktu tertentu
melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan
persetujuannya kepada orang lain penemuannya tersebut atau memberikan
persetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya.
Pemegang paten adalah penemu sebagai pemilik paten atau orang yang
menerima hak tersebut dari pemilik paten atau orang lain yang menerima
lebih lanjut hak dari orang tersebut , yng terdaftar dalam daftar umum.
d. Cara mendapatkan paten
Menuruut pasal 23 UU paten ini diberikan atas dasar permintaan.
Lebihlanjut dijelasan dalam penjelasan umum Undang-Undang paten,
bahwa :
“Sebagai hak, paten diberikan oleh negara apabila diminta olh penemu,
baik orang atau badan hukum yang berhak atas penemuan tersebut.”
e. Hal yang tidak dapat dipatenkan
Ada beberapa hal yang menyebabkan suatu penemuan tidak dapat dapat
dipatenkan :
 Penemuan tentang proses hasil yang pengumumn atau penggunaan
bertentangan dengan peraturan perundang undangan yang berlaku,
ketertiban umumdan kesusilaan
 Penemuan tentang teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan
dan matematika
f. Jangka waktu paten
Disebutkan di dalam pasal 9 Undang-Undang Paten:
 Paten diberikan dalam jangka waktu selama 20 tahun terhitung
sejak tanggal penerimaan permintaan paten
 Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu paten dicatat dalam
daftar umum paten dan diumumkan dalam berita resmi paten
g. Paten sederhana

87
Tentang paten sederhana ini diatur dalam pasal 104 sampai 107.
“semua ketentuan yang diatur di dalam Undang Undang ini berlaku secra
mutatis muntadis untuk paten sederhan, kecuali yang secara tegas tidak
berkaitan dengan paten sederhana.”

88
BAB XI
HUKAUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

1. PENGERTIAN-PENGERTIAN
Yang dimaksud perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindugan kepada konsumen. (sebagaimana disebutlah dalam
pasal 1 ayat 1 UU perlindungan konsumen).

Pengertian kosnumen adalah setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,keluarga,orang lain,maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Di dalam kepustakaan ekonomi
dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara.

Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan
konsumen Antara adalah konsumen yang menggunakan sutu produk sebagai bagian dari
proses produksi suatu produk lainnya. Dan dalam undang-undang ini yang dimaksud
adalah konsumen akhir (penjelasan pasal 1 angka 2).

Sedangkan pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik
yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik Indonesia, baik
sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha
dalam berbagai bidang ekonomi.yang termasuk pelaku usaha dalam pengertian ini adalah
: perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain
(penjelasan pasal 1 angka 3).

Yang dimaksud “Barang” dalam undang-undang ini adalah setiap benda baik
berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat
dihabiskan maupun tidak dihabiskan, yang dapat dipergunakan atau dimanfaatkan oleh
konsumen, sehingga dapat ditafsirkan bahwa segala macamjenis barang bisa masuk
dalam kategori yang bisa mendapatkan perlindungan hokum menurut undang-undang
Nomor 8 tahun 1999 ini ( dapat ditafsirkan secara luas). Sedangkan “Jasa” adalah setiap

89
layanan yang berbentuk pekerjaan atau presepsi yang disediakan bagi masyarakat untuk
dimanfaatkan oleh konsumen. Pengertian jasa inipun tidak dibatasi oleh undang-undang.
Misalnya saja, jasa dalam bidang kesehatan/medis, pendidikan baik yang bersifat umum
maupun agama, konstruksi, konsultasi,dll.

Promosi adalah suatu kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu


barang dan jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan jasa yang akan
dan sedang diperdagangkan. Dalam bidang pemasara promosi merupakan salah satu hal
yang tidak bisa diabaikan begitu saja, karena dalam menjual suatu produk, dengan adanya
promosi yang baik maka diharapkan produk akan terjual sesuai target atau bahkan bisa
lebih.

Pengertian Impor barang adalah kegiatan memasukkan barang kedalam daerah


pabean. Sedangkan Impor jasa adalah kegiatan penyediaan jasa asing untuk digunakan di
dalam wilayah Republik Indonesia.

Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat (LPKSM) adalah lembaga


non-pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan
menangani perlindungan konsumen. Keberadaan lembaga ini dibentuk untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya perlindungan konsumen serta
menunjukkan bahwa perlindungan konsumen serta menunjukkan bahwa perlindungan
konsumen menjadi tanggung jawab bersama anatara pemerintah dan masyarakat.

Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah
dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara pihak oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen dan perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh
konsumen.

BPSK (badan penyelesaian sengketa konsumen) yang bertugas menangani dan


menyelesaikan sengketa atara pelaku usaha dan konsumen .

2. ASAS DAN TUJUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN


a. Asas perlindungan konsumen
Dalam Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, asas perlindungan
konsumen adalah:
Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan,
keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.
Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan
5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu:

90
1) Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya
dalam menyelenggarakan perlindungankonsumen harus memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha
secara keseluruhan;
2) Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen
dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan
kewajibannya secara adil;
3) Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan
spiritual;
4) Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen
dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
dikonsumsi atau digunakan;
5) Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen
menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan
perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

b. Tujuan Perlindungan Konsumen

diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu:


1) meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri;
2) mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
3) meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4) menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi;
5) menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha;
6) meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan konsumen.

3. HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK

91
a. Hak dan kewajiban konsumen
Mengenai hak dan kewajiban para pelaku bisnis yaitu si konsumen dan pelaku
usaha elah diatur dalam bab III, yakni mulai pasal 4-7 dari undang-undang ini.
Selengkapnya adalah seperti berikut ini :
 Hak konsumen
Hak konsumen ada 9 yaitu :
1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi
barang dan/atau jasa.
2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi jaminan yang
dijanjikan.
3) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa.
4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan.
5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan konsumen, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
8) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian
jika barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian dan
tidak sebagaimana mestinya.
9) Hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
 Kewajiban Konsumen
Sebagai konsumen tentunya mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus
dilakukan agar keseimbangan perlindungan diperoleh oleh kedua pihak.
Kewajiban konsumen antara lain adalah :
1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, de
2) mi keamanan dan keselamatan;
3) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau
jasa;
4) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
5) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut

b. HAK DAN KEWAJIBAN PELAKU USAHA

92
Mengenai hak dan kewajiban bagi pelaku Usaha diatur dalam asal 6-7 UU nomor
8 tahun 1999.

 Hak Pelaku Usaha


Sebagai pelauku usaha, maka dalam menjalankan usahanya berhak untuk
:
1) menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2) mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikad tidak baik;
3) melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum
sengketa konsumen;
4) rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
5) serta hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya.

 Kewajiban Pelaku Usaha


Sedangkan kewajiban sebagai pelaku usaha adalah harus :
beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
1) memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi
penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
2) memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif;
3) menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang
dan/atau jasa yang berlaku;
4) memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan
dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang
diperdagangkan;
5) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan;
6) memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai
dengan perjanjian.

93
c. PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA
Di dalam undang-undang perlindungan Konsumen ini juga mengatur mengenai
hal-hla yang tidak boleh dilakukan oleh para pelaku konsumen, hal ini sama
dengan apa yang diatur oleh undang-undang larangan praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat yakni UU Nomor 5 Tahun 1999.
Hal-hal yang dilarang dilakukan memproduksi dan memperdagangkan barang
dan jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan :
(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang
dan/atau jasa yang :

a) tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;

b) tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam
hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang
tersebut;

c) tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam


hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

d) tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran


sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang
dan/atau jasa tersebut;

e) tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya,


mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau
keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

f) tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,
iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

g) tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu


penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

h) tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana


pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;

i) tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat


nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai,
tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha

94
serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di
pasang/dibuat;

j) tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang


dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.

(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau
bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas
barang dimaksud.

(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang
rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi
secara lengkap dan benar.

(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari
peredaran.
Dalam hal ini Menteri dan Menteri tehnis berwenang menarik barang dan jasa
dari peredaran. Misalnya Menteri Kesehatan untuk barang yang berupa obat-
obatan.
Selain itu Pelaku Usaha juga dilarang untuk (pasal 9), antara lain :

(1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklan-kan suatu barang


dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah :

a) barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus,
standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau
guna tertentu;
b) barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
c) barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor,
persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau
aksesori tertentu;
d) barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor,
persetujuan atau afiliasi;
e) barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
f) barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g) barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h) barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i) secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;

95
j) menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak
mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;
k) menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

(2) Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk
diperdagangkan.

(3) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dilarang melanjutkan
penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut.

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan jasa yang ditunjukkan untuk
diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau
membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai
(pasal 10) yaitu:
a) harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
b) kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
c) kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang
dan/atau jasa;
d) tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
e) bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.

Demikian juga,apabila pelaku usaha dalam menjual barang dan jasanya melalui
cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen dengan cara
sebagaimana diatur dalam (pasal 11) yaitu :

a) menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi


standar mutu tertentu;
b) menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung
cacat tersembunyi;
c) tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan
maksud untuk menjual barang lain;
d) tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang
cukup dengan maksud menjual barang yang lain;
e) tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup
dengan maksud menjual jasa yang lain;
f) menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.

Begitu juga bagi pelaku usaha dilarang menwarkan,memperomosikan, atau


mengiklankan suatu barang dan jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan
jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya
sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.

Selain itu Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau


mengiklankan suatu barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah

96
berupa barang dan/atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya
atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya.

Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat,


obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan
cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain.

Menurut (pasal 14),bahwa : Pelaku Usaha dalam menawarkan barag dan jasa yang
ditunjukkan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian,
dilarang untuk :

a) tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;


b) mengumumkan hasilnya tidak melalui media masa;
c) memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;
d) mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.

Demikian juga dalam menawarkan barang dan/atau jasa dilarang melakukan


dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik
maupun psikis terhadap konsumen.

Di dalam (pasal 16), ditentukan bahwa: Pelaku usaha dalam menawarkan barang
dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk :

a) tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai


dengan yang dijanjikan;
b) tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.
Berkaitan dengan perusahaan iklan, juga ada larangan bagi perusahaan
tersebut sebagaiman dituangkan dalam (pasal 17) Bab IV Undang-undang
ini adalah sebagai berikut:
(1) Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang :

a) mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan


harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang
dan/atau jasa;

b) mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;


c) memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang
dan/atau jasa;
d) tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;
e) mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang
atau persetujuan yang bersangkutan;
f) melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai periklanan.

97
(2) Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar
ketentuan pada ayat (1).

d. TENTANG KLAUSULA BAKU


Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini diatur mengenai adanya
Pencantuman Klausula Baku sebagaimana diatur dalam (Pasal 18).

Yang dimaksud Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-
syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulunsecara sepihak oleh pelaku
usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan
wajib dipenuhi oleh konsumen (Pasal 10).

Ada beberapa hal yang dilarang bagi pelaku Usaha berkaitan dengan adanya
pencantuman klausula baku yaitu bahwa:

(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap
dokumen dan/atau perjanjian apabila:

a) menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;


b) menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang
yang dibeli konsumen;
c) menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang
dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d) menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang
berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;
e) mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan
jasa yang dibeli oleh konsumen;
f) memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau
mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g) menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru,
tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku
usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;

98
h) menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk
pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang
dibeli oleh konsumen secara angsuran.

(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit
terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.

(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau
perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dinyatakan batal demi hukum.

(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undang-
undang ini.

e. TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA


Sebagai pelaku usaha, maka harus bertanggung jawab untuk :
(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau
jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian
uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau
perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari
setelah tanggal transaksi.
(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian
lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku
apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan
kesalahan konsumen.
Dan khusus bagi pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang
diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut (pasal 20).

99
Sedangkan untuk Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang
yang diimpor apabila importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau
perwakilan produsen luar negeri. Dan untuk Importir jasa bertanggung jawab
sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan jasa asing tersebut tidak
dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing. Mengenai hal ini
sebagaimana diatur dalam (pasal 21) UU Perlindungan Konsumen.

Mengenai Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam


kasus pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4), Pasal 20, dan Pasal
21 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup
kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian. Ketentuan dalam pasal
22 ini dimaksudkan untuk menerapkan sistem beban pembuktian terbalik.
Bagi pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan
dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dapat digugat
melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan
peradilan di tempat kedudukan konsumen (Pasal 23).

Sedangkan bagi pelaku Pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa
kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau
gugatan konsumen apabila (Pasal 24).

a) pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan


apa pun atas barang dan/atau jasa tersebut;
b) pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya
perubahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau
tidak sesuai degan contoh, mutu, dan komposisi.
Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari
tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila
pelaku usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada
konsumen dengan melakukan perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut.

Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya


berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun wajib
menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual dan wajib memenuhi
jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan.

100
Dan dalam hal Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila
pelaku usaha tersebut :
a) tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau
fasilitas perbaikan;(pasal 25)
b) tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang
diperjanjikan (pasal26).
Dalam (pasal 27) disebutkan bahwa, Pelaku Usaha yang memproduksi
barang dari pertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila:
a) barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak
dimaksudkan untuk diedarkan;
b) cacat barang timbul pada kemudian hari;
c) cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;
d) kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;
e) lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli
atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan.
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti
rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan
beban dan tanggung jawab pelaku usaha.(pasal 28).
f. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
 PEMBINAAN
Didalam melakukan pembinaan maka Pemerintah bertanggung jawab atas
pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak
konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku
usaha.serta Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri teknis
terkait. Dalam pelaksanaanya Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan
koordinasi atas penyelenggaraan perlindungan konsumen.
Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) meliputi upaya untuk :
a) terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha
dan konsumen;
b) berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
c) meningkatnya kualitas sumber daya manusia serta meningkatnya kegiatan
penelitian dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen.
lebih lanjut mengenai pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen diatur
dengan Peraturan Pemerintah.(Pasal 29)
 PENGAWASAN

101
(1) Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan
ketentuan peraturan perundang-undangannya diselenggarakan oleh pemerintah,
masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.
(2) Pengawasan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
oleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait.
(3) Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar.
(4) Apabila hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ternyata
menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan membahayakan
konsumen, Menteri dan/atau menteri teknis mengambil tindakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat dapat disebarluaskan kepada masyarakat dan dapat
disampaikan kepada Menteri dan menteri teknis.
(6) Ketentuan pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
g. BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL (BPKN)
 FUNGSI DARI TUGAS
Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen dibentuk Badan
Perlindungan Konsumen Nasional (pasal 31), yang berkedudukan di Ibu Kota
Negara Republik Indonesia dan bertanggung jawab kepada Presiden.(pasal 32).
badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai fungsi memberikan
saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan
perlindungan konsumen di Indonesia (pasal 33).
Dan Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33,
Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai tugas:
a) memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam
rangka penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan
konsumen;

b) melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan


perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan
konsumen;
c) melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang
menyangkut keselamatan konsumen;
d) mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat;
e) menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan
konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada
konsumen;
f) menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari
masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat, atau pelaku usaha;

102
g) melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.
Dan dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Badan Perlindungan Konsumen Nasional dapat bekerja sama dengan organisasi
konsumen internasional.

 SUSUNAN ORGANISASI DAN KEANGGOTAAN


Bahwa Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas seorang ketua
merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, serta sekurang-
kurangnya 15 (lima belas) orang dan sebanyak-banyaknya 25 (dua puluh lima)
orang anggota yang mewakili semua unsur. Jumlah wakil setiap unsur tidak harus
sama.
Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional diangkat dan diberhentikan
oleh Presiden atas usul Menteri, setelah dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia. Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Badan
Perlindungan Konsumen Nasional selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali
untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.Ketua dan wakil ketua Badan
Perlindungan Konsumen Nasional dipilih oleh anggota. Anggota Badan
Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas unsur :
pemerintah;
a) pelaku usaha;
b) lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;
c) akademisi; dan
d) tenaga ahli. (pasal 36).

Persyaratan keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah:


a) warga negara Republik Indonesia;
b) berbadan sehat;
c) berkelakuan baik;
d) tidak pernah dihukum karena kejahatan;
e) memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen; dan
f) berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun. (pasal 37).
Keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional berhenti karena (pasal 38):
a) meninggal dunia;
b) mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
c) bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia;
d) sakit secara terus menerus;
e) berakhir masa jabatan sebagai anggota; atau
f) diberhentikan.

103
Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, Badan Perlindungan Konsumen Nasional
dibantu oleh sekretariat. Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh
seorang sekretaris yang diangkat oleh Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.
Fungsi, tugas, dan tata kerja sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.(pasal 39).

Apabila diperlukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional dapat membentuk


perwakilan di Ibu Kota Daerah Tingkat I untuk membantu pelaksanaan tugasnya. Dan
Pembentukan perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut
dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (pasal 40).

Dalam pelaksanaan tugas, Badan Perlindungan Konsumen Nasional berkerja


berdasarkan tata kerja yang diatur dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan
Konsumen Nasional (pasal 41).

Biaya untuk pelaksanaan tugas Badan Perlindungan Konsumen Nasional


dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja negara dan sumber lain yang sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 42).

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Badan Perlindungan Konsumen


Nasional diatur dalam Peraturan Pemerintah (Pasal 43).

h. LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT

Menurut ketentuan pasal 44 UU perlindungan Konsumen, Pemerintah mengakui lembaga


perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat. Dalam hal ini
Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat memiliki kesempatan untuk
berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.

Tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat meliputi kegiatan


(Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah) :

a) menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan


kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau
jasa.

104
b) memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya.
c) bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan
konsumen;
d) membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima
keluhan atau pengaduan konsumen;
e) melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap
pelaksanaan perlindungan konsumen.
i. PENYELESAIAN SENGKETA
 UMUM (pasal 45)

Bahwa setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui
lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau
melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar


pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggungjawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang.
Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan
melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak
berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa. Mengenai gugatan
atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh :

a) seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;


b) sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;
c) lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat,
yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya
menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut
adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan
kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya;

105
d) pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang
dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar
dan/atau korban yang tidak sedikit.

Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen


swadaya masyarakat atau pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf
c, atau huruf d diajukan kepada peradilan umum.

Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian materi yang besar dan/atau korban yang
tidak sedikit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

 PENYELESAIAN SENGKETA DI LUAR PENGADILAN


Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk
mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai
tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang
kembali kerugian yang diderita oleh konsumen. (Pasal 47).

 PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI PENGADILAN


Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan
tentang peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45.
j. BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK)

Menurut ketentuan pasal 49 UU Perlindungan Konsumen, Pemerintah membentuk badan


penyelesaian sengketa konsumen di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa
konsumen di luar pengadilan.

Dan untuk dapat diangkat menjadi anggota badan penyelesaian sengketa konsumen,
seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a) warga negara Republik Indonesia;


b) berbadan sehat;
c) berkelakuan baik;
d) tidak pernah dihukum karena kejahatan;
e) memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen;

106
f) berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.
Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur pemerintah, unsur
konsumen, dan unsur pelaku usaha. Sedangkan untuk Anggota setiap unsur
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berjumlah sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang,
dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang. Untuk Pengangkatan dan pemberhentian
anggota badan penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh Menteri (pasal
49).
Badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49
ayat (1) terdiri atas (pasal 50) :
a) ketua merangkap anggota;
b) wakil ketua merangkap anggota;
c) anggota.
Didalam menjalankan tugasnya, Badan penyelesaian sengketa konsumen dalam
menjalankan tugasnya dibantu oleh sekretariat. Dimana Sekretariat badan
penyelesaian sengketa konsumen terdiri atas kepala sekretariat dan anggota
sekretariat. Mengenai Pengangkatan dan pemberhentian kepala sekretariat dan
anggota sekretariat badan penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh
Menteri (pasal 51).
Tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen meliputi (pasal 52)
:
a) melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara
melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;
b) memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
c) melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
d) melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam
Undang-undang ini;
e) menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang
terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
f) melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
g) memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen;

107
h) memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang
dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang ini;
i) meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli,
atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak
bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;
j) mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna
penyelidikan dan/atau pemeriksaan
k) memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;
l) memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran
terhadap perlindungan konsumen;
m) menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan
Undang-undang ini.

lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa
konsumen Daerah Tingkat II diatur dalam surat keputusan menteri ( Pasal 53).

(pasal 54): Untuk menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen, badan


penyelesaian sengketa konsumen membentuk majelis. Yang jumlah anggota majelis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ganjil dan sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang yang
mewakili semua unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (3), serta dibantu oleh
seorang panitera. Dan putusan majelis bersifat final dan mengikat. Ketentuan teknis lebih
lanjut mengenai pelaksanaan tugas majelis diatur dalam surat keputusan menteri.

Badan penyelesaian sengketa konsumen wajib mengeluarkan putusan paling lambat


dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah gugatan diterima (pasal 55).

Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima putusan badan
penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 pelaku usaha
wajib melaksanakan putusan tersebut. Para pihak dapat mengajukan keberatan kepada
Pengadilan Negeri paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima
pemberitahuan putusan tersebut.Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap menerima putusan badan
penyelesaian sengketa konsumen.

108
Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) tidak dijalankan
oleh pelaku usaha, badan penyelesaian sengketa konsumen menyerahkan putusan tersebut
kepada penyidik untuk melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.Putusan badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana
dimaksud pada ayat merupakan bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk
melakukan penyidikan (pasal 56).

Dan terhadap Putusan majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3)
dimintakan penetapan eksekusinya kepada Pengadilan Negeri di tempat konsumen yang
dirugikan (pasal 57).

Pengadilan Negeri wajib mengeluarkan putusan atas keberatan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2) dalam waktu paling lambat 21 (dua puluh satu) hari
sejak diterimanya keberatan.Terhadap putusan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), para pihak dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari dapat
mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.Mahkamah Agung
Republik Indonesia wajib mengeluarkan putusan dalam waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari sejak menerima permohonan kasasi (pasal 58).

k. TENTANG PENYIDIKAN

Yang dapat melakukan penyidikan berkaitan dengan masalah perlindungan


konsumen adalah :

a) Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil


tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di bidang perlindungan konsumen juga diberi
wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
b) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berwenang:
1) melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;

109
2) melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga
melakukan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
3) meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum
sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang perlindungan
konsumen;
4) melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;
5) melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan
bukti serta melakukan penyitaan terhadap barang hasil pelanggaran yang
dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan
konsumen;
6) meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana di bidang perlindungan konsumen.

Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut
Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia (pasal 59)

l. TENTANG SAKSI
Dalam melaksanakan peneakan hukum untuk memberikan perlindungan bagi
konsumen, ada 2 (dua) macam sanksi, yakni : sanksi administrative dan sanksi
pidana (Pasal 60).
a) SANKSI ADMINISTRATIF
(1) Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan
sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat
(2) dan ayat (3), Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal 26.

110
(2) Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(3) Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan.
b) SANKSI PIDANA
Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau
pengurusnya (Pasal 61).
(1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17
ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana
denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

(2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan
Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(3) Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat,


cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku
(pasal 62)

Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan
hukuman tambahan, berupa:

a) perampasan barang tertentu;


b) pengumuman keputusan hakim;
c) pembayaran ganti rugi;
d) perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya
kerugian konsumen;

111
e) kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
f) pencabutan izin usaha (pasal 63).
m. KETENTUAN PERALIHAN
Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi
konsumen yang telah ada pada saat Undang-undang ini diundangkan, dinyatakan
tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau tidak bertentangan dengan
ketentuan dalam Undang-undang ini ( Pasal 64)

n. KETENTUAN PENUTUP
Undang-undang ini mulai berlaku setelah 1 (satu) tahun sejak diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia (pasal 65).

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 20 April 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd

BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 April 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd

112
AKBAR TANDJUNG

BAB XII
HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Latar belakang hokum perdagangan internasional

Perdagangan internasional merupakan salah satu bagian dari kegiatan ekonomi


atau kegiatan bisnis yang akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Perhatian dunia usaha terhadap kegiatan bisnis internasional juga semakin meningkat, hal

113
ini terlihat dari semakn berkembangnya arus peredaran barang, jasa, modal, dan tenaga
kerja antar Negara. Kegiatan bisnis dapat terjadi melaluimhunungan ekspor impor,
investasi, perdagangan jasa, lisensi, dan waralaba.

Hukum perdagangan internasional merupakan bagian dari hukum bisnis atau


hukum ekonomi. Istilah hukum ekonomi

Dasar Pengaturan Perdangan Internasional

Untuk mengantisipasi kemajuan dalam bidang ekonomi, dan semakin majunya


lalu lintas perdagangan, baik di tingkat nasional maupun internasional (global dan
regional), Indonesia memerlukan instrument hokum baru yang dapat menyelesaikan
permasalahan-permasalahan hukum dalam bidang ekonomi dan perdagangan yang
semakin dewasa ini. Hal ini diperlukan karena banyaknya persoalan hukum yang
menyangkut masalah-masalah ekonomi/bisnis yang belum diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) maupun Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD) yang berlaku di Indonesia.

Dengan diratifikasi persetujuan berdirinya WTO (Agreement on Establishing of


World Trade Organization) dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994,
artinya Indonesia telah resmi menerima kesepakatan WTO. Sebagai pemerintah
Indonesia mengeluarkan berbagai peraturan berbagai peraturan perundang-undangan
yang menjadi dasar pengaturan perundang-undangan yang menjadi dasar pengaturan
perdagangan Internasional antara lain:

1. Undang –Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan


2. Undnag-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
3. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk Antidumping
dan Bea Masuk Imbalan
4. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 136.MPP/Kep/6/1996
tentang Pembentukan Komite Antidumping Indonesia

114
5. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
172/MPP/Kep/6/1996 tentang Organisasi dan Cara Kerja Tim Organisasi
Antidumping
6. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
427/MPP/Kep/10/2000 tentang Komite Antidumping Indonesia
7. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
428/MPP/Kep/10/2000 tentang Pengangkatan Anggota Komite Antidumping
Indonesia
8. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 216/MPP/Kep/7/2001
tentang Tata Cara Persyaratan Pengajuan Penyrelidikan Atas Barang Dump[ing
dan Barang Mangandung Subsidi
9. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 37/M-
Dag/Per/9/2008 tentang Surat Keterangan Asal (Certificate og Origin) Terhadap
Barang Impor yang dikenakan Tindakan Pengamanan (Safeguard)

Pengertian Hukum Perdagangan Internasional

Istilah perdagangan internasional adalah kegiatan pertukaran barang, jasa, dan


modal antarpenduduk suatu Negara dengan penduduk Negara lain. Pengertian umum
perdagangan internasional adalah kegiatan-kegiatan perniagaan dari suatu Negara asal
yang melintasi perbatasan menuju suatu Negara tujuan yang dilakukan perusahaan untuk
melakukan perpindahan barang dan jasa, modal tenaga kerja, teknologi (pabrik) dan
merek dagang.

Dapat dikatakan bahwa perdagangan internasional tidak berbeda dengan


pertukaran barang antar dua orang di suatu Negara, perbedaannya adalah bahwa
prdagangan internasional orang yang satu kebetulan berada di Negara yang berbeda.

Kidah hukum internasional yang mengatur masalah perdagangan internasional yang


disebut dengan hukum perdagangan internasional adalah kaidah hukum internasional
yang mengatur tentang pertukaran barang, jasa maupun modal antar penduduk dari suatu

115
Negara dengan Negara lainnya, atau yang terjadi antardua atau lebih warga atau penduduk
(subjek hukum) yang berbeda Negara.

Ruang Lingkup Hukum Perdagangan Internasional

Ruang lingkup hukum perdagangan internasional selain dikaji dari aspek hukum
public internasional (public internasional law), juga dapat dikaji dari aspek hukum privat
internasional (private international law). Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Ray
August bahwa:

“Public international law is the division of international law that deals primarily
with the right and duties of states and intergovernmental organizations in their
inmternational affair; and Private international law, is the division of international law
that deals primarily with the right and duties of individuals and non governmental in their
international affair”.

Berdasarkan pengertian diatas, bahwa ruang lingkup hukum perdagangan


internasional public (public international trade law) merupakan bagian dari hukum
internasional terkait dengan hak dan kewajiban Negara dan organisasi internasional
dalam urusan internasional. Artinya bahwa dalam perdagangan internasional melibatkan
Negara-negara dan lembaga-lembaga internasional baik secara global maupun regional
yang mengacu pada ketentuan dan prinsip-prinsip hukum internasional . Adapun ruang
lingkup hukum perdagangan internasional privat adalah bagian dari hukum internasional
yang terkait dengan hak dan kewajiban individu (para pihak) dan lembaga internasional
non pemerintah dalam urusan internasional yang mengacu pada prinsip-prinssip hukum
perjanjian/kontrak internasional yang disepakati oleh para pihak, dan konvensi
perdagangan internasional (international trade convention).

BAB XIII
PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

SANGKETA BISNIS
Pengertian sangketan bisnis (commercial disputes) menurut Maxwell J. Fulton
adalah “…a commercial disputes is one which aries during the course of the exchange or

116
transaction process is central to market economy ( sangketa bisnis adalah suatu hal yang
muncul selama berlangsungnya proses transaksi yang berpusat pada ekonomi pasar).

Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks akan melahirkan berbagai


macam bentuk kerja sama bisnis. Mengingat kegiatan bisnis semakin meningkat dari hari
ke hari maka tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa (dispute) di antara para pihak
yang terlibat (sutiyoso,2006: 3).sengketa muncul karena berbagai alasan dan masalah
yang melatarbelakanginya, terutama karena adanya conflict of interest di antara para
pihak. Sangketa yang muncul di antara pihak-pihak yang terlibat dalam berbagai macam
kegiatan bisnis atau perdagangan dinamakan sangketa bisnis.

Bambang Sutiyoso dalam bukunya yang berjudul penyelesaian sangketa bisnis


mengelompokkan sengketa bisnis sebagai berikut :

1. Sengketa perniagaan
2. Sengketa perbankan
3. Sengketa keuangan
4. Sengketa penanaman modal (inverstasi)
5. Sengketa perindustrian
6. Sengketa HKI
7. Sengketa konsumen
8. Sengketa kontrak
9. Sengketa pekerjaan
10. Sengketa perburuhan
11. Sengketa perusahaan
12. Sengketa hak
13. Sengketa property
14. Engketa pembangunan konstruksi

CARA PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS


Dari sudut pembuatan keputusan

1. Adjudikatif
Cara penyelesaian sangketa bisnis secara adjudikatif dilakukan dengan
mekanisme penyelesaian yang ditandai dengan kewenangan pengambilan
keputusan yang dilakukan oleh pihak ketiga dalam sangketa di antara para pihak.
2. Konsensual atau kompromi
Cara penyelasaian sangketa bisnis secara kooperatif atau kompromi bertujuan
untuk mencapai penyelesaian yang bersifat win-win solution.

117
3. Quasi adjudikatif
Cara penyelesaian sangketa bisnis ini mengombinasikan unsur konsensual dan
adjudikatif.

DARI SUDUT PROSESNYA

1. Litigasi (ordinary court/court settlement)

Litigasi merupakan mekanisme penyelesaian sangketa melalui jalur pengadilan


dengan menggunakan pendekatan hukum formal (law approach).

LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS INDONESIA

Lembaga penyelesaian sangketa bisnis Indonesia meliputi (1) Pengadilan Umum, (2)
Pengadilan Niaga, (3) arbitrase, dan (4) Penyelesaian Sengketa alternative melalui
mekanisme negoisasi, mediasi, konsiliasi, konsultasi, dan penilaian ahli.

 PENGADILAN UMUM
Umum dinyatakan bahwa “ pengadilan Negeri bertugas dan berwewenang memeriksa,
mengadili, memutus, dan menyelesaiakan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat
pertama.” Berdasarkan isi dari pasal tersebut, dapat dikatakan bahwa Pengadilan Negeri
berwenang dalam memeriksa sengketa bisnis. Lebih lanjut, karakteristik Pengadilan
Umum, diantara lain :

1) Prosesnya sangat formal


2) Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (majelis
hakim);
3) Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan;
4) Isi keputusan win-lose solution;
5) Sifat keputusan memaksa dan meningkat (coercive and binding);
6) Orientasi pada fakta hukum (fact orientation “ mencari pihak yang
bersalah’’);
7) Focus pada masa lampaunya ( past focus );
8) Proses persidangan bersifat terbuka.

Pengadilan Niaga

118
Pengadilan niaga adalah pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan
Umum yang mempunyai kompetensi untuk memeriksa dan memutus permohonan
pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), serta sengketa
hak kekayaan intelektual (HKI) yang meliputi hak cipta,, merek, dan paten. Lebih lanjut,
karakteristik pengadilan Niaga, antara lain:

1. Prosesnya sangat formal;


2. Keptusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (majelis hakim);
3. Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan;
4. Sifat keputusan memaksa dan mengikat ( coercive and binding);
5. Orientasi pada fakta hukum (fact orientation ‘mencari pihak yang bersalah’);
6. Proses persidangan bersifat terbuka;
7. Waktunya singkat.

Arbitrase

Dasar Hukum Arbitrase

Untuk menyelesaikan sengketa di dalam urusan bisnis, tidak hanya dapat dilakukan
melalui litigasi di lembaga peradilan, tetapi juga dapat dilakukan dengan cara arbitase
dan alternative penyelesaian sengketa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Sebelum dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999, penyelesaian


sengketa bisnis melalui Arbitrase bersandar kepada hukum acara perdata. Namun hal
itu tentu saja sudah tidak sesuai dengan perkembangan di Indonesia pada saat ini.

Pengertian Arbitase

Arbitase berasal dari kata arbiter yang berarti wasit. Mnurut Undang – Undang
Nomor 30 Tahun 1999, Arbitase didefinisikan sebagai cara penyelesaian suatu
sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitase
yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Dalam Black’s Law
Dictionary, pengertian arbitrase adalah

119
‘’ Arbitration is the reference of a dispute to an impartial (third ) person chosen by
by the parties to the disputes who agree in advance to abide by arbitrator’s award
issued after hearing at which both parties have and opportunity to be heard. An
arrangement for taking and abiding by the judgment of selected persons in soe dispute
matter, instead of carrying it to establish tribunal of justice, and intended to avid the
formalties, the delay, the expense and taxation of ordinary litigation.

Lebih lanjut, Maxwell J. Fulton mendefinisikan arbitrase sebagai “…the private


process where by a private, disinterested person, called an arbitrator, chosen by the
parties to a disputes (which dispute is justiciable in a court of civil jurisdiction).”

OBJEK ARBITRASE

Sangketa yang dapat diselesaikan melalui arbitase hanya sengketa dalam bidang
perdagangan, mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-
undangan, sepenuhnya dikuasai oleh pihak yang bersangketa. Adapun sengketa yang
tidak dapat diselesaikan melalui arbitase adalah yang menurut peraturan perundang-
undangan tidak dapat dilakukan perdamaian.

Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Pasal 4 tentang Arbitrase dan Alternatif


penyelesaian sengketa menyatakan bahwa

“Pengadilan Negeri tidak berwenang menyelesaikan sengketa para pihak yang telah
terikat di dalam perjanjian arbitrase, dan putusan arbitrase adalah final, artinya tidak
dapat dilakukan banding, peninjauan kembali atau kasasi, serta putusannya
berkekuatan hukum tetap bagi para pihak.”

Perbatasan Pengadilan Negeri untuk sangketa yang terikat dalam perjanjian arbitrase
dapat mencegah upaya intervensi Pengadilan Negeri dalam perjanjian ini. Hal ini juga
berarti bahwa sejak awal perjanjian dibuat, para pihak telah menyampaikan
kemungkinan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri.

PRINSIP-PRINSIP DALAM ARBITRASE

120
Berdasakan penjelasan di atas, beberapa prinsip yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut.

1. Penyelesaian sangketa tersebut dilakukan di luar peradilan.


2. Keinginan untuk menyelesaikan sangketa di luar peradilan harus didasarkan
atas kesepakatan tertulis yang dibuat oleh pihak yang bersengketa.
3. Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanyalah sengketa dalam
bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan
perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersangkutan.
4. Para pihak dapat menunjuk atau menentukan para arbiter atau wasit dan
pejabat peradilan lainnya yang tidak dapat diangkat sebagai arbiter.
5. Semua pemeriksaan sangketa oleh arbiter atau majelis arbiter dilakukan secara
tertutup.
6. Para pihak yang bersengketa mempunyai hak dan kesempatan yang sama
dalam mengemukakan pendapat mereka masing-masing.
7. Penyelesaian sangketa melalui arbitrase dapat dilakukan dengan
menggunakan lembaga arbitrase nasional atau internasional berdasarkan
kesepakatan para pihak.
8. Atas perintah arbiter atau majelis arbitrase dapat meminta bantuan seseorang
atau lebih saksi ahli untuk memberikan keterangan tertulis mengenai suatu
persoalan khusus yang berhubungan dengan pokok sangketa.
9. Arbiter atau majelis arbitrase mengambil putusan berdasarkan ketentuan
hukum atau berdasarkan keadilan dan kepatutan.
10. Putusan diucapkan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
pemeriksaan ditutup.
11. Putusan arbitrase bersifat final and binding, artinya final dan mempunyai
kekuatan hukum tetap serta mengikat.
12. Dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak tanggal putusan diucapkan,
lembar asli atau Salinan autentik putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan
oleh arbiter atau kuasanya kepada panitera Pengadilan Negeri.

121
13. Dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara suka rela,
putusan dilaksanakan berdasarkan perintah ketua Pengadilan Negeri atas
permohonan salah satu pihak yang brsengketa
14. Yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan
arbitrase internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

KLAUSULA ARBITRASE
Pasal 1 butir 3 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999tentang Arbitrase dan Alternatif
penyelesaian sangketa menyatakan bahwa perjanjian arbitrase itu adalah :
“Suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu
perjanjian tertulis yang diuat para pihak sebelum timbul sangketa, atau suatu perjanjian
arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa.”
Karena perjanjian arbitrase dapat dibuat sebelum atau sesudah timbul sengketa oleh para
pihak berdasarkan isi pasal tersebut maka bentuk klausula arbitrase tersebut dapat
dibedakan atas dua bentuk, yaitu pactum de compromittendo dan acta compromise.

1. Pactum de compromittendo
Adalah kesepakatan bagi para pihak yang membuat perjanjian agar pada
kemudian hari apabila terjadi sengketa dapat diselesaikan melalui arbitrase.
Pactum de comprommittendo merupakan klausula yang dicantumkan dalam
perjanjian sehingga klausula tersebut menjadi bagian dari perjanjian tersebut atau
dengan kata lain bahwa klausula tersebut dimaksudkan untuk menjadi bagian dari
kontrak yang dibuat.

2. Acta compromise

Adalah adanya kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian bagi kedua pihak
yang berelisih, yaitu untuk menyelesaikan sengketanya melalui arbitrase, namun
kesepakatan tersebut muncul setelah terjadinya sengketa.

JENIS-JENIS ARBITRASE

1) Arbitrase ad hoc atau volunteer

122
Merupakan arbitrase yang dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan atau
memutus perselisihan tertentu. Arbitrase ini bersifat incidental. Kedudukan dan
keberadaanya hanya untuk mlayani dan memutus kasus perselisihan tertentu.
Apabila sengketa telah diputus maka keberadaan dan fungsi arbitrase ad hoc akan
lenyap dan berakhir dengan sendirinya.

2) Arbitrase institusional
Merupakan lembaga atau badan arbitrase yang bersifat permanen. Oleh karena itu,
arbitrase ini disebut juga dengan permanent arbital body.pembentukan lembaga
ini bertujuan untuk menyelesaikan sangketa diluar pengadilan. Lebih lanjut,
lembaga arbitrase institusional yang ada di Indonesia, antara lain Badan Arbitrase
Nasional Indonesia (BANI) dan Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas).

BANI dibentuk berdasarkan keputusan Kadin Nomor 152/DPH-1977 tanggal 10


November 1977. Lembaga ini memiliki tujuan agar mampu menyelesaikan
sengketa atau beda pendapat yang terjadi pada berbagai sector perdagangan,
industry, dan keuangan, yaitu melalui arbitrase dan bentuk-bentuk alterntif
penyelesaian sengketa lainnya, antara lain sengketa dalam bidang
asuransi,keungan,pabrikasi , hak atas kekayaan intelektual, lisensi, waralaba,
konstruksi,pelayaran, serta lingkungan hidup. Badan ini bertindak secara otonom
dan independen dalam penegakan hukum dan keadilan.

LEMBAGA ARBITRASE INTERNASIONAL


Lembaga arbitrase internasional meliputi
1) Court of Arbtration of the Internasional Chamber of Commerce (ICC)
2) The Internasional Center For Settlement of Investment Disputes (ISCID)
3) The United Nations Commission On Internasional Trade Law (UNCITRAL)
ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
(ALTERNATIF DISPUTE RESOLUTION-ADR)
Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa
merumuskan bahwa yang dimaksud dengan alternative penyelesaian sengketa adalah
“Lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati

123
para pihak, yakni penyelesain di luar pengadilan dengan cara negoisasi, mediasi,
konsiliasi, atau penilaia ahli”.
Alternatif penyelesaian sengeketa (ADR) sering diartikan sebagai alternative to
litigation dan alternative to adjudication.pemilihan terhadap salah satu dari dua
pengertian tersebut menimbulkan implikasi yang berbeda. Apabila pengertian pertama
yang menjadi acuan (alternative to litigation) maka seluruh mekanisme penyelesaian
sengketa di luar pengadilan, termasuk arbitrase merupakan bagian dari ADR. Sementara
itu, pengertian ADR sebagai alternative to adjudication dapat diartikan mekanisme
penyelesaian sengketa yang bersifat consensus atau kooperatif, seperti halnya negoisasi,
mediasi dan konsolidasi. Lebih lanjut, dalam pengertian alternative to adjudication
arbitrase bukan termasuk bagian dari ADR
(Margono, 2000: 36).
Sehubungan dengan adanya dua pengertian tersebut, timbul pertanyaan apakah
Undang-Undang Arbitase dan Alternatif penyelesaian sengketa menganut pngertian
tersebut ?
Dengan demikian, penyelesaian sengketa di luar pengadilan memiliki banyak
alternative sesuai dengan kebutuhan dan pertimbangan para pihak yang bersengketa.
Peluang untuk menyelesaikan sengketa bisnis di luar pengadilan merupakan hal yang
tepat mengingat banyak pelaku bisnis, baik nasional maupun internasional, yang ingin
menyelesaikan sengketa secara cepat dan rahasia di luar pengadilan. Fakta memang
menunjukkan adanya kecenderungan apabila penyelesaian sengketa melalui pengadilan
akan memakan waktu yang cukup panjang. Hal ini terjadi karena tahapan yang dilalui
cukup panjang yaitu dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung,
baik dengan cara kasasi ataupun peninjauan kembali hingga sampai pada putusan yang
memiliki kekuatan hukum yang pasti dan dapat dilaksanakan.
Agar dapat memperoleh gambaran yang lebih luas mengenai mekanisme atau
bentuk ADR, berikut ini akan diuraikan beberapa mekanisme ADR.

NEGOSIASI( NEGOTIATION)
Undang-undang Arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa tidak memberikan
definisi tentang negoisasi. Namun, untuk mengenal negoisasi lebih dalam diberikan

124
beberapa arti dan definisi. Negosiasi berasal dari kata latin, negotium yang berarti
kegiatan atau usaha yang merunjuk pada bentuk tawar-menawar atau berunding dengan
sudut pandang guna mencapai kesepakatan.
PeterSpiller dalam bukunya Dispute Resolution In New Zealand memberikan
definisi sebagai berikut.
Negotiation is a creative process in which the parties involved in an issue discuss
their position, needs and interests in order to find a positive, realistic and wide-ranging
solution. More commonly negation is a process of give and take, tranding of variables
over which parties exercise discretion, leading to an outcome which acknowledge he
differing prospectives of those invloed. (Negosiasi adalah sebuah proses kreatif saat para
pihak terlibat dalam sebuah isu yang mendiskusikasikan posisi mereka, kebutuhan, dan
kepentingan-kepentingan mereka dalam rangka menghasilkan penyelesaian yang positif,
realitis, dan berjangkauan luas. Secara umum, negosiasi adalah proses memeberi dan
menerima, mempertukarkan beberapa hal yang mengondisikan para pihak membuat
kebjakan yang mengarah kepada suatu hasil yang mengakui perbedaan perdagangan dari
mereka yang terlibat).
Center for dispute Resolution, University of Technology Sidney memberikan definisi
sebagai berikut.

Negotiation is a process in which two or more parties try to resolve difference,


solve problems, and rech agreement. ( negosiasi adalah sebuah proses ketika dua pihak
atau lebih mencoba menyelesaikan perbedaan,menyelesaikan masalah, dan mencapai
kesepakatan).

Mark E. Roszowski dalam bukunya yang berjudul business law cases and policy menulis
definisi negosiasi sebagai berikut.

Negotiation is a process by which two parties, differing demands reach an


agreement generally through compromise and concession.( Negosiasi adalah sebuah
proses ketika dua pihak yang saling bertentangan mencapai suatu kesepakatan umum
melalui kompromi dan saling memberikan kelonggaran).

125
Berdasarkan literature hukum, diketahui bahwa pada umumnya proses negosiasi
merupakan salah satu sarana alternative penyelesasian sengketa yang bersifat informal,
meskipun adakalanya dilakukan secara formal. Melalui negosiasi, para pihak yang
bersengketa atau berselisih paham dapat melakukan proses penjajakan kembali akan hak
dan kewajiban para pihak dengan/melalui suatu situasi yang saling menguntungkan (win-
win solution) dengan memberikan atau melepaskan kelonggaran atas hak-hak tertentu
berdasarkan asas timbal balik.
Dalam mekanisme negosiasi, penyelesaian sengketa tersebut harus dilakukan
dalam bentuk pertemuan langsung oleh dan di antara para pihak yang bersengketa tanpa
melibatkan orang ketiga untuk menyelesaikan sengketa melalui negosiasi yang diberikan
waktu 4 hari untuk melakukan prosesnya.
Persetujuan atau kesepakatan yang telah dicapai tersebut kemudian dituangkan secara
tertulis untuk ditandatangani oleh para pihak dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Kesepakatan tertulis tersebut menurut ketentuan pasal 6 ayat (7) Undang-Undang Nomor
30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian Sengketa wajib didaftarkan
di Pengadilan Negeri dalam jangka waktu tiga uluh hari terhidtung sejak tanggal
dicapainya kesepekatan.
Negoisasi yang baik dan efektif adalah negoisasi yang didasarkan pada data rill
yang akurat dan factual sehingga setiap argue dan kehendakannya tidak terlepas dari fakta
yang ada. Di samping itu, harus ditopang dengan negoisiator yang andal dan professional
yang memahami tujuan dilakukannya negoisiasi serta mempunyai daya kemampuan
optimal dalam menemukan solusi terhadap masalah yang dihadapi dan terhindar dari
kemungkinan deadlock (Sutiyoso, 2006: 46).
Mahendra Wijaya dalam bukunya Mediasi dan Negosasi yang efektif dalam
Resolusi Konflik mengemukakan bahwa negosiator yang andal hendaknya memenuhi
beberapa persyaratan sebagai berikut :
1) Berkepribadian mantap dan penuh dengan percaya diri.
2) Tidak sombong
3) Bersikap simpatik, ramah, dan/atau sopan
4) Disiplin dan memiliki prinsip
5) Komunikatif

126
6) Wawasan dan pengetahuan luas
7) Cepat membaca situasi dan jeli dalam menangkap peluang
8) Ulet, sabra, dan tidak mudah putus asa
9) Akomodatif dan kompromis
10) Berpikir positif dan optimis
11) Dapat mengendalikan emosi
12) Berpikir jauh kedepan
13) Memiliki selera humor

Menurut Leo Kanowitz dalam Sutiyoso (2006: 47) dijelaskan bahwa agar negoisasi
berjalan sukses dan optimal, ada beberapa kekuatan yang ada diperhatikan oleh para
negosiator sebagai berikut:

1) Kekuatan dari pengetahuan dan keterampilan


2) Kekuatan dari hubungan yang baik
3) Kekuatan dari alternatif yang baik dalam negosiasi
4) Kekuatan untuk mencapai penyelesaian yang elegan.
5) Kekuatan legitimasi
6) Kekuatan komitmen

Selanjutnya, Garry Goodpaster mengemukakan bahwa ada beberapa factor yang


mempengaruhi keberhasilan negosiasi, yaitu (1) kekuatan tawar-menawar (bargaining
power), (2) pola tawar-menawar (bargaining pattern), dan (3) strategi dalam tawar
menawar (bargaining strategy).

MEDIASI (MEDIATION)

Pengertian Mediasi

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif


penyelesaian Sengketa tidak memberikan definisi mengenai mediasi. Tidak mudah
memang untuk memberikan sebuah definisi mediasi yang dapat dengan tepat
menggambarkan dan membedakan mediasi dengan mekanisme penyelesaian sengketa
lainnya.

127
Laurence Boulle dalam bukunya Mediation, princiole, process, practice
memberikan definisi sebagai berikut :
mediation is a decision making process in wich the parties are assisted by a mediator,
themediator attempt to improve the process of decision making andto assist the parties
the reach an out come to wich of them canassent. ( Mediasi adalah sebuah proses
pembuatan keputusan dari para pihak yang bersengketa dengan dibantu oleh seorang
oihak ketiga,yaitu mediator yang berusaha meningkatkan proses pembuatan keputusan
dan membantu para pihak dalam mencapai sebuah hasil yang disetujui oleh paa pihak).

KAREKTERISTIK MEDIASI
Mediasi memiliki karekteristik sebagai berikut :
1) Interest accommodation/interest based-problem solving
Penyelesaian sengketa didasarkan pada terakomodasinya kepentingan-
kepentingan pihak-pihak yang bersengketa. Mekanisme ini lebih mengutamakan
persamaan daripada perbedaan.

2) Voluntary and consensual


Kesediaan para pihak untuk menyelesaikan sengketa dengan menempuh melalui
mekanisme mediasi bersifat suka rela dan telah disepakati oleh pihak yang
bersengketa.
3) Procedural flexibility
Prosedur yang ditempuh dalam proses untuk mencapai kesepakatan bersifat
informal, luwes, tidak ada sebuah proses yang baku atay standar yang harus
diterapkan seperti dalam proses litigasi di pengadilan atau arbitrase. Pada
mekanisme mediasi, prosedurnya ditetapkan oleh pihak-pihak yang bersengketa
dengan dibantu oleh mediator.
4) Norm creating
Penyelesaian sengketa tidak harus mengacu pada norma hukum privat yang
berlaku atau pada isi perjanjian atau kontrak yang menjadi pokok sengketa. Di
dalam mekanisme ini, para pihak dengan dibantu mediator dapat membangun

128
norma-nomra baru yang disepakati para pihak sebagai acuan untu menyelesaiakan
sengekta mereka.
5) Person-centered
Kemauan yang serius dari para pihak diperlukan guna mencapai kesepakatan.
Kesepakatan tidak akan tercapai apabila dalam diri masing-masing pihak masih
ada keenganan.
6) Relationship-oriented
Mekanisme mediasi dilakanakan dalam hal para pihak yang bersengketa masi
saling menghargai atau setidaknya menilai bahwa huungan bisnis atau kerja sama
diantara mereka masih berharga untuk dilanjutkan.
7) Future focus
Penyelesaian sengketa melalui mekanisme mediasi tidak mencari siapa yang salah
atau benar atau siapa yang wanpresasi dan siapa yang dirugikan atausiapa yang
dilanggar haknya pada masa yang lalu yang mengakibatkan timbulnya sengketa.

8) Private and confidential


Salah satu alasan dipilihnya mekanisme mediasi maupun mekanisme ADR
lainnya adalah sifatnya yang pribadi. Sengketa yang diselesaikan melalui
mekanisme mediasi ditunjukkan terutama untuk wilayah sengketa pribadi yang
tunduk pada hukum perdata atau dagang.

SYARAT-SYARAT KEBERHASILAN MEDIASI

Goodpaster dalam sutiyoso (2006: 57) mengemukakan bahwa mediasi akan


berhasil apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Para pihak mempunyai kekuatan tawar-menawar yang seimbang.
2. Para pihak menaruh perhatian terhadap hubungan pada masa mendatang.
3. Terdapat persoalan yang memungkinkan terjadinya pertukaran kepentingan .
4. Terdapat urgensi atau batas waktu untuk menyelesaikannya.
5. Para pihak tidak memiliki permusuhan yang berlangsung lama dan mendalam.

129
6. Mempertahankan suatu hak tidak lebih penting dibandingkan dengan
menyelesaikan persoalan yang mendesak.

Undang-undang Nomor 30 TAhun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian


sengketa mewajibkan kesepekatan yang diperoleh melalui mediasi dituangkan secara
tertulis sebagai sebuah kesepakatan bersama. Kesepakatan penyelesaian sengketa atau
beda pendapat secara tertulis melaluibantuan mediator bersifat final dan mengikat.

KONSILIASI

Konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan


hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja hanya dalam satu perusahaan
melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.
Sesuai dengan Pasal 1 ayat 13 UU PPHI, konsiliasi hanya berwenang menangani
perselisihan kepentingan, perselisihan PHK dan perselisihan antar serikat pekerja.

Konsiliator bisa mengeluarkan anjuran tertulis jika tidak tercapai perdamaian di antara
kedua belah pihak. Sebaliknya, jika perdamaian tercapai, maka konsiliator bersama
dengan para pihak dapat menandatangani perjanjian bersama yang kemudian didaftarkan
ke PHI.

SYARAT-SYARAT KEBERHASILAN KONSILIASI

Goodpaster dalam sutiyoso (2006: 95) mengemukakan bahwa konsiliasi akan berhasil
apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Para pihak mempunyai kekuatan tawar menawar yang seimbang


2. Para pihak menaruh perhtian terhadap hubungan pada masa mendatang.
3. Terdapat persoalan yang memungkinkan terjadinya pertukaran kepentingan.
4. Terdapat urgensi atau batas waktu untuk menyelesaikan.
5. Para pihak tidak memiliki permusuhan yang berlangsung lama dan mendalam.
6. Mempertahankan sebuah hak tidak lebih penting dibandingkan dengan
menyelesaikan persoalan yang mendesak.

PENILAIAN AHLI (EXPRET APPRAISAL)

130
Black's Law Dictionary, mendefinisikan ahli atau expert sebagai berikut: A person
who, through education or experience, has developed skill or knowledge in a
particular subject, so that he or she may form an opinion that will assist the fact-
finder.

Black's Law Dictionary juga mendefinisikan impartial expert sebagai: An expert


who is appointed by the court tom present an unbiased opinion.

Dalam Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 dinyatakan "penilaian ahli"


sebagai salah satu dasar dari suatu alternatif penyesaian sengketa, penilaian ahli
merupakan suatu produk hasil penilaian oleh seseorang yang dapat dikategorikan
sebagai seorang yang mempunyai keahlian untuk bidan tertentu. Dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000, pasal 37 mendefinisikan penilai ahli, sebagi
suatu subyek yang memenuhi persyaratan sebagai tertentu, yaitu sebagai Penilai
Ahli sebagaimana dimaksud dalam yang memenuhi persyaratan dan harus
memiliki sertifikat keahlian dan terdaftar pada Lembaga Pengembangan Jasa
Konstruksi serta bersertifikat DRBF.

BAB XIV
KOPERASI

Dasar Hukum Koperasi


Landasan yuridis keberadaan koperasi sebagai Badan Usaha dapat dilihat dalam
Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang mengemukakan:
“perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan”
Dalam penjelasan pasal ini disebutkan dasar ekonomi. Penjabaran lebih lanjut
diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Lembaran Negara Tahun 1992
Nomor 116, tanggal 21 Oktober 1992 Undang-Undang tentang koperasi. Sebelum
terbitnya Undang-Undang No,or 25 Tahun 1992, masalah koperasi diatur dalam Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1967 Lembaran Negara Repunlik Indonesia Nomor 23 Tahun
1967.

131
Makna Usaha Koperasi
Eksistensi koperasi sebagai badan usaha dengan tegas dinyatakan dalam Undang-
Undang tentang kopetasi. Hal ini dapat diketahui dari definisi koperasi sebagaimana
dijabarkan dalam pasal 1 butir 1, yakni:

Koperasi adalah badan usaha yang b eranggotakan orang-orang atau badan hukum
koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Dari rumusan ini terlihat bahwa koperasi sebagai badan usha beranggotakan dari:

1. Orang perorangan dan atau;


2. Badan Hukum Koperaswi

Jadi demikian halnya, apa tujuan koperasi? Hal ini terjabarkan dalam Pasal 3 Undang-
Undang Koperasi yaitu:

Bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat


pada umunya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka
mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.

Oleh karena itu, jika dibandingkan dengan badan usaha lainnya, Koperasi
mempunyai karakteristik tersendiri. Hal ini tampak dari asas yang melandasi koperasi
sebagai badan usaha yakni asas kekeluargaan. Selain itu, dalam Koperasi da beberapa
prinsip dasar yang harus dipatuhi oleh anggota Koperasi. Hal ini ditegaskan dalam Pasal
5 ayat (1) Undang-Undang Koperasi sebagai berikut:

1. Keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan terbuka


2. Pengelolaan koperasi dilakukan secara demokratis
3. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan adil dan sebanding dengan besarnya jasa
usaha masing-masing anggota
4. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
5. Kemandirian

Dalam penjelasan dalam pasal ini disebutkan, bahwa prinsip koperasi merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan berkoperasi. Dengan
melaksanakan keseluruhan prinsip tersebut Koperasi mewujudkan dirinya sebagai badan
usaha sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berwatak social.
Prinsip Koperasi berasas kekeluargaan merupakan esensi dari dasar kerja koperasi
sebagai badan usaha dan merupakan ciri khas dan jati diri Koperasi yang membedakannya
dari usaha lain. Sifat sukarela dalam keanggotaan Koperasi mengandung makna bahwa
menjadi anggota Koperasi tidak boleh dipaksakan oleh siapapun. Sifat sukarela juga

132
mengandung makna bahwa seseorang anggota dapat mengundurkan diri dari Koperasinya
sesuai dengan syarat yang ditentukan dalam Anggaran dasar koperasi. Sedangkan sifat
terbuka memliki arti bahwa dalam keanggotaan tidak dilakukan pembatasan atas
diskriminasi dalam bentuk apapun.
Prinsip[ demokrasi menunjukan bahwa pengelolan koperasi dilakukan atas
kehendak dan keputusan para anggota. Para anggota itulah yang memegang dan
melaksanakan kekuasaan tertinggi dalam Koperasi. Pembagian sisa hasil usaha kepada
anggota dilakukan tidak semata-mata berdasarkan modal yang dimiliki seseorang dalam
Koperasi, tetapi juga berdasarkan pertimbangan jasa usaha anggota terhadap koperasi.
Ketentuan yang demikian ini merupakan perwujudan nilai kekeluargaan dan keadilan.
Modal dalam Koperasi pada dasarnya digunakan untuk kemanfaatan anggota dan bukan
untuk sekedar mencari keuntungan. Oleh karena itu, balas jasa terhadap modal yang
diberikan kepada para anggota juga trebatas dan tidak didasarkan semata-mata atas
besarnya modal yang diberikan. Yang dimaksud dengan terbatas adalah wajar dalam arti
tidak melebihi suku bunga yang berlaku di pasar.
Pendirian Koperasi
Untuk pendirian koperasi, apabila persyaratan telah terpenuhi, maka harus membuat
Anggaran Dasar yang mencantumkan sekurang-kurangnya:
1. Daftar nama pendiri
2. Nama dan tempat kedudukan
3. Maksud dan tujuan serta bidang usaha
4. Ketentuan mengenai keanggotaan
5. Ketentuan mengenai rapat anggota
6. Ketentuan mengenai pengelolaan#
7. Ketentuan mengenai permodalan
8. Ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya
9. Ketentuan mengenai SHU
10. Ketentuan mengenai sanksi

Satu hal juga perlu mendapat perhatian, yaitu mengenai modal. Disebutkan dalam pasal
41 Undang-Undang Koperasi bahwa:

1. Modal Koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman


2. Modal sendiri berasal dari:
a. Simpanan pokok
b. Simpanan wajib

133
c. Dana cadangan
d. Hibah
3. Modal pinjaman dapat berasal dari:
a.anggota
b.koperasi lainnya dan/atau anggotanya
c.bank dan lembaga keuangan lainnya
d.penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya
e.sunber lain yang syah

Keanggotaan Koperasi

Tentang keanggotaan Koperasi ini diatur dalam pasal 17 Undang-Undang Koperasi,


bahwa:

1. Anggota koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengurus jasa koperasi


2. Keanggotaan koperasi dicatat dalam buku daftar anggota.

Masing-masing anggota koperasi mempunyai kewajiban.

Kewajiban anggota koperasi adalah:

1. Mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumahtangga serta keputusan yang


telah disepakati dalam rapat anggota,
2. Berpartisipasi dalam kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh kop[erasi
3. Mengembangkan dan memelihara kebersamaan atas asas kekeluargaan

Hak anggota koperasi adalah:

1. Menghadiri rapat angvgota untuk menyatakan pendapat dan memberikan suara;


2. Memilih dan atau dipilih menjadi anggota pengurus atau badan pengawas;
3. Meminta diadakan rapat anggota menurut ketentuan dalam anggaran dasar
4. Mengemukakan pendapat atau saran kepada pengurus diluar rapat anggota, baik
diminta maupun tidak diminta
5. Memanfaatkan koperasi dan mendapatkan pelayanan yang sama antara sesame
anggota;
6. Mendapatkan keterangan mengenai perkembangan koperasi menurut dalam
ketentuan anggaran dasar

134
Organ dalam koperasi
Disebutkan dalam pasal 21 Undang-Undang Koperasi bahwa ada 3 perangkat organisasi
koperasi, yaitu:

1. Rapat anggota
2. Pengurus
3. Pengawas

Untyuk selanjutnya masing-masing perangkat ini akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Rapat anggota
Rapat anggota berwenang untuk menetapkan:
a. Anggaran dasar
b. Kebijakan umum dibidang organisasi, manajemen, dan usaha Koperasi
c. Pemilihan, pengangkatan, pemberhentian pengurus dan pengawas
d. Rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi, serta
pengesahan laporan keuangan
e. Pengesahan pertanggungjawaban pengurus dalam pelaksanaan tugasnya,
f. Pembagian sisa hasil usaha
g. Penggebungan peleburan, pembagian , dan pembubaran Koperasi
2. Pengurus
Beberapa hal penting dalam Pengurus koperasi antara lain:
a. Pengurus dipilihh dari oleh anggota Koperasi dalam Rapat Anggota Koperasi,
b. Pengurus merupakan pemegang kuasa rapat Anggota
c. Untuk pertama kali, susunan dan nama anggota Pengurus dicantumkan dalam
akta pendirian
d. Masa jabatan pengurus paling lama 5 tahun
e. Persyaratan untuk dipilih dan diangkat ,menjadi anggota Pengurus ditetapkan
dalam Anggaran Dasar

Adapun tugas dan wewenang Pengurus diatur dalam pasal 30 Undang-Undang


Koperasi sebagai berikut:

Tugas Pengurus :

a. Mengelola Koprasi dan usaha;

135
b. Mengajukan rancangan rencana kerja bserta rancangan rencana anggaran
pendapatan dan belanja koprasi;
c. Menyelenggarakan Rapat AQnggota;
d. Mengajukan laporan keuangaqn dan pertranggung jawaban pelaksanaan tugas;
e. Memelihara daftar buku anggota dan pengurus

Wewenang Pengurus:

a. Mewakili Koprasi di dalam dan di luar pengadian


b. Memutuskan penerimaan dan menolak anggota baru serta pemberhentian anggota
sesuai tetentuan Anggaran Dasar
c. Melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatkan Koprasi
sesuai dengan tangggung jawabnya dan keputusan Rapat Anggota

Pengawas

Pengawas bertugas mengontol aktifitas yang diselenggarakan oleh pengurus.

Tugas dan Wewenang Pengawas di atur di dalam pasal 39 Undang Undang Koprasi
sebagai berikut.

Tugas Pengawas:

a. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan


Koperasi;
b. Membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya.

Wewenang Pengawas:

a. Meneliti catatan yang ada pada Koperasi;


b. Mendapat segala keterangan yang di perlukan.

136
Daftar pustaka

A.R.Salimin, 2005.Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus. Jakarta :
PT. Fajar Interpratama Mandiri

Khayatudin, H. SH,MHum, pengantar hukum bisnis (aspek hukum dalam bisnis),


Nirmala Media, Jakarta, 2017

CST.Kansil. SH. Pengantar Ilmu Hukum Dan Hukum Indonesia, PN Balai Pustaka,
Jakarta,1982

CST.Kansil. SH. Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, PN Balai


Pustaka,Jakarta,2002

Emi Irul HD.Pengantar Hukum Bisnis (Aspek Hukum dalam Bisnis),

Akbar Arus Silendra,Wirawan B.Ilyas. Pokok-pokok hukum bisnis, Salemba empat,


Jakarta Selatan,2001.

137
WEB :

http://kumpulanmakalahkuliahkuliah.blogspot.com/2017/11/hukum-kepailitan-makalah-
aspek-hukum.html

https://simmygroup2.blogspot.com/2019/02/kepailitan.html

https://www.academia.edu/8314723/makalah_restrukturisasi

138

Anda mungkin juga menyukai