Setiap neuron hanya mempunyai satu akson dan minimal satu dendrit.
Kedua serabut saraf ini berisi plasma sel. Pada bagian luar akson terdapat lapisan
lemak disebut myelin yang dibentuk oleh sel Schwann yang menempel pada
akson. Sel Schwann merupakan sel glia utama pada sistem saraf perifer yang
berfungsi membentuk selubung myelin. Fungsi myelin adalah melindungi akson
dan memberi nutrisi. Bagian dari akson yang tidak terbungkus mielin
disebut nodus ranvier, yang dapat mempercepat penghantaran impuls (Sloane,
2003).
Berdasarkan fungsinya, sel saraf dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu sel
saraf sensoris, sel saraf motorik, dan sel saraf intermediet (asosiasi) (RICE, 2013).
1. Sel saraf sensorik
Fungsi sel saraf sensorik adalah menghantar impuls dari reseptor ke sistem
saraf pusat, yaitu otak (ensefalon) dan sumsum belakang (medula spinalis). Ujung
akson dari saraf sensori berhubungan dengan saraf asosiasi (intermediet).
2. Sel saraf motorik
Fungsi sel saraf motorik adalah mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke
otot atau kelenjar yang hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap rangsangan.
Badan sel saraf motor berada di sistem saraf pusat. Dendritnya sangat pendek
berhubungan dengan akson saraf asosiasi, sedangkan aksonnya dapat sangat
panjang.
3. Sel saraf penghubung
Sel saraf penghubung disebut juga sel saraf asosiasi. Sel ini dapat ditemukan
di dalam sistem saraf pusat dan berfungsi menghubungkan sel saraf motorik
dengan sel saraf sensorik atau berhubungan dengan sel saraf lainnya yang ada di
dalam sistem saraf pusat. Sel saraf penghubung menerima impuls dari reseptor
sensorik atau sel saraf asosiasi lainnya.Kelompok-kelompok serabut saraf, akson
dan dendrit bergabung dalam satu selubung dan membentuk urat saraf. Sedangkan
badan sel saraf berkumpul membentuk ganglion atau simpul saraf.
Otak dan sumsum tulang belakang adalah sistem saraf pusat, dan merupakan
organ utama sistem saraf. Sumsum tulang belakang adalah struktur tunggal,
sedangkan otak orang dewasa dijelaskan dalam empat wilayah utama: otak besar,
diencephalon, batang otak, dan otak kecil. Pengalaman sadar seseorang
didasarkan pada aktivitas saraf di otak. Regulasi homeostasis diatur oleh daerah
khusus di otak (RICE, 2013).
Bagian- bagian otak menurut RICE (2013) adalah sebagai berikut:
1. Cerebrum
Cerebrum atau otak besar membentuk sebagian besar massa otak. Bagian
yang keriput adalah korteks serebral, dan sisa struktur berada di bawah lapisan
luar itu. Pemisah antara kedua sisi serebrum disebut fisura longitudinal. Ini
memisahkan otak menjadi dua bagian yang berbeda, belahan otak kanan dan kiri.
Fungsi neurologis pada cerebrum yaitu ingatan, emosi, dan kesadaran. Serebrum
terdiri dari materi abu-abu luar (korteks) dan beberapa nukleus dalam yang
termasuk dalam tiga kelompok fungsional penting. Nukleus ini berfungsi dalam
fungsi kognitif dan pengaturan gerak. Otak basal berfungsi dalam pembelajaran
dan memori. Korteks limbik adalah wilayah korteks serebral yang merupakan
bagian dari sistem limbik, kumpulan struktur yang terlibat dalam emosi, memori,
dan perilaku (RICE, 2013).
2. Definisi
Tetanus disebabkan oleh neurotoksin (tetanospasmin) yang diproduksi oleh
bakteri anaerob Clostridium tetan (Hassel, 2013; Rahmanto, 2017). Tetanus dapat
didefinisikan sebagai keadaan hipertonia akut atau kontraksi otot yang
mengakibatkan nyeri (biasanya pada rahang bawah dan leher) dan spasme otot
menyeluruh tanpa penyebab lain, serta terdapat riwayat luka ataupun kecelakaan
sebelumnya (Rahmanto, 2017).
3. Epidemiologi
WHO memperkirakan pada 2008 (angka estimasi tahun terakhir yang ada),
59.000 bayi baru lahir meninggal akibat TN, terdapat penurunan 92% dari situasi
pada akhir 1980-an. Pada 2008 terdapat 46 negara yang masih belum eliminasi
TMN di seluruh kabupaten, salah satunya adalah Indonesia. Sebelum pengenalan
upaya eliminasi TN, Indonesia merupakan salah satu negara dengan kasus
tertinggi di Asia. Survei berbasis komunitas untuk kematian TN dilakukan pada
awal 1980 di Jakarta dan daerah pedesaan di Bali, Jawa, Kalimantan, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sumatera dan Sulawesi mengungkapkan
angka kematian berkisar 6-23 kematian TN per 1000 kelahiran hidup.
Berdasarkan data survei ini dan survei lainnya, jumlah kematian tahunan TN di
Indonesia secara keseluruhan diperkirakan 71.000 selama awal tahun 1980.5
Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia menurut SDKI tahun 2007 adalah 34
kematian per 1000 kelahiran hidup, dan kematian yang tertinggi terjadi pada
periode neonatal. Angka kematian neonatal di Indonesiaadalah 19 per 1000
kelahiran (Kemenkes RI, 2012).
4. Etiologi
Racun tersebut dapat merusak sistem saraf yang mengontrol otot (neuron
motorik). Racun inilah yang mengakibatkan terjadinya kekakuan dan kejang otot.
Spora bakteri C. tetani dapat masuk ke dalam tubuh melalui beberapa kondisi
yang meliputi:
1. Luka terbuka yang terkontaminasi oleh debu, kotoran (feses), atau air liur
2. Luka terbuka yang disebabkan oleh objek tertentu, seperti paku atau jarum
3. Luka bakar
6. Prosedur operasi
7. Gigitan serangga
Masa inkubasi dari penyakit ini biasanya memakan waktu 3 hingga 21 hari.
Rata-rata waktu yang diperlukan hingga gejala pertama kali muncul adalah 10-14
hari. Hal ini tergantung pada jenis dan lokasi luka di tubuh.
5. Klasifikasi
a. Tetanus umum
Gejala-gejala yang biasanya muncul pada penderita kondisi jenis ini adalah
kesulitan membuka mulut (trismus). Hal ini berkaitan dengan gejala kaku pada
rahang atau lockjaw.
c. Kesulitan menelan
b. Tetanus lokal
Pada jenis lokal, penderita akan menunjukkan tanda-tanda dan gejala sebagai
berikut:
a. Demam tinggi
b. Luka mengeluarkan nanah
e. Kejang otot
f. Kesemutan
g. Kejang otot yang terasa lebih sakit dan berlangsung selama beberapa
minggu
c. Tetanus sefalik
Infeksi jenis sefalik sedikit berbeda dengan jenis lainnya karena gejala utama yang
ditunjukkan adalah kelumpuhan pada sistem saraf kranial. Hal ini menyebabkan
penderita mengalami gejala-gejala sebagai berikut:
a. Sakit kepala
b. Penglihatan terganggu
c. Kejang otot
d. Tetanus neonatal
Bayi baru lahir yang menderita kondisi ini akan menunjukkan tanda-tanda dan
gejala sebagai berikut:
Kemungkinan ada tanda-tanda dan gejala yang tidak disebutkan di atas. Bila
seseorang memiliki kekhawatiran akan sebuah gejala tertentu, maka di sarankan
untuk konsultasi dengan dokter.
7. Patofisiologi
Menurut Maniloba (2017), Toksin tetanus dibawa ke saraf neuron terminal
motorik bawah, sel-sel saraf yang mengaktifkan otot volunteer. Toksin tetanus
adalah metalloproteinase yang bergantung pada yang menargetkan protein
membran yang berhubungan dengan synaptobrevin/ vesikel dan VAMP) yang
diperlukan untuk pelepasan neurotransmitter dari ujung saraf melalui fusi vesikel
sinaptik dengan membran plasma neuron. Gejala awal infeksi tetanus lokal dapat
berupa kelumpuhan ringan, yang disebabkan oleh gangguan dengan pelepasan
asetilkolin vesikular di neuromuskuler, seperti yang terjadi dengan toksin
botulinum. Namun, tidak seperti toksin botulinum, toksin tetanus mengalami
transpor retrograde yang luas di akson neuron motorik bawah dan dengan
demikian mencapai sumsum tulang belakang atau batang otak. Kemudian toksin
diangkut melintasi sinapsis dan diambil oleh ujung saraf neuron penghambat
GABAergik dan glikinergik yang mengontrol aktivitas neuron motorik bawah.
Ketika masuk ke dalam saraf terminal penghambat, toksin tetanus membelah
VAMP, sehingga menghambat pelepasan GABA dan glisin. Fungsional denervasi
neuron motorik bawah, yang mengarah ke hiperaktif dan peningkatan aktivitas
otot yang ditandai dengan kekakuan otot dan kejang.
8. Pemeriksaan Penunjang
9. Penatalaksanaan Medis
Hambatan
Interaksi
Ketidakseimbangan O2 di otak
Sosial
Nutrisi Kurang
Dari Kebutuhan
Tubuh
Kesadaran
Respon batuk
menurun Risiko Ketidakefektifan
Perfusi Jaringan Otak
9) Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang?
Bagaimana suhunya pada daerah akral?
10) Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi?
6. Pengkajian khusus/fisik:
1) Sistem pernafasan: dyspnea, asfiksia dan sianosis akibat kontraksi otot
pernafasan, AGD abnormal.
2) Sistem kardiovaskular: disritmia, takikardi, hipertensi dan perdarahan, suhu
tubuh awalnya 38 - 40°C atau febris sampai ke terminal 43 - 44°C.
3) Sistem neurologis: irritability (awal), kelemahan, konvulsi (akhir),
kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak.
4) Sistem perkemihan: retensi urine (distensi kandung kemih dan urine output
tidak ada/oliguria)
5) Sistem pencernaan: konstipasi akibat tidak ada pergerakan usus.
6) Sistem integument dan muskuloskeletal: nyeri kesemutan pada tempat luka,
berkeringatan (hiperhidrasi), pada awalnya didahului trismus, spasme otot
muka dengan peningkatan kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot kaku dan
kesulitan menelan. Apabila hal ini berlanjut terus maka akan terjadi status
konvulsi dan kejang umum.
b. Pemeriksaan penunjang dan diagnostik
Pemeriksaan rangsang meningeal
Bila ada peradangan selaput otak atau di rongga sub arachnoid terdapat benda
asing seperti darah, maka dapat merangsang selaput otak.
a. Kaku kuduk dengan cara:
1) Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang
berbaring. Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar dagu
mencapai dada.
2) Selama penekukan ini diperhatikan adanya tahanan.
3) Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak mencapai
dada.
4) Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat,
kepala tidak dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik ke belakang.
5) Pada keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami
waktu menekukkan kepala.
b. Tanda laseque
Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :
1) Pasien berbaring lurus,
2) lakukan ekstensi pada kedua tungkai.
3) Kemudian salah satu tungkai diangkat lurus, di fleksikan pada sendi panggul.
4) Tungkai yang satu lagi harus berada dalam keadaan ekstensi / lurus.
5) Normal : Jika kita dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum timbul rasa sakit
atau tahanan.
6) Laseq (+) = bila timbul rasa sakit atau tahanan sebelum kita mencapai 70
c. Tanda Kerniq
Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :
1) Pasien berbaring lurus di tempat tidur
2) Pasien difleksikan pahanya pada sendi panggul sampai membuat sudut 90o,
3) Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut.
4) Biasanya dapat dilakukan ekstensi sampai sudut 135 o, antara tungkai bawah
dan tungkai atas.
5) Tanda kerniq (+) = Bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum tercapai
sudut 135 o
d. Tanda Brudzinsky I
Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :
1) Pasien berbaring di tempat tidur.
2) Dengan tangan yang ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang
berbaring, kita tekukkan kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada.
3) Tangan yang satunya lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk
mencegah diangkatnya badan.
4) Brudzinsky I (+) ditemukan fleksi pada kedua tungkai.
e. Tanda Brudzinsky II
Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :
1) Pasien berbaring di tempat tidur.
2) Satu tungkai di fleksikan pada sendi panggul, sedang tungkai yang satu lagi
berada dalam keadaan lurus.
3) Brudzinsky II (+) ditemukan tungkai yang satu ikut pula fleksi, tapi
perhatikan apakah ada kelumpuhan pada tungkai.
Pemeriksaan diagnostik
Laboratorium: leukositosis ringan, peninggian tekanan cairan otak, deteksi kuman
sulit
2. Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul