Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KONSEP DASAR EKONOMI DAN TRANSAKSI DALAM


SISTEM MUAMALAH ISLAM
untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Agama Islam
Dosen pengampu: Ahmad Izzudin, M.Pd.I

Disusun oleh:
Nama NIM
Ninda Vionita (1988201025)
Suci Amin Nuryati (1988201040)
Syifa Masfufah (1988201003)

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA BLITAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN SOSIAL
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
Oktober 2019
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT. yang mana telah
memberikan rahmat dan karuniaNya pada penulis. Sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Dasar Ekonomi dan Transaksi
dalam Sistem Muamalah Islam”, untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Agama Islam (PAI).

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada:

1. Ahmad Izzudin, M.Pd.I selaku dosen Pembina mata kuliah Pendidikan


Agama Islam.
2. Teman-teman Universitas Nahdlatul Ulama Blitar program studi
Pendidikan Bahasa Indonesia yang telah membantu menyelesaikan tugas
ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan yang terdapat di dalamnya, untuk itu penulis sangat mengharapkan
adanya kritikan dan masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini berguna dan
bermanfaat bagi para pembaca dan penulis selanjutnya.

Blitar, Oktober 2019

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

SAMPUL...................................................................................................................
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB 1 ..................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
1.3 Tujuan Pembahasan .......................................................................................... 1
BAB II ..................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 2
2.1 Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umum ............................................ 2
2.2 Manajemen Zakat, Infaq, Shodaqoh, dan Wakaf .............................................. 3
A. Zakat ............................................................................................................... 3
B. Infaq ................................................................................................................ 6
C. Sedekah ........................................................................................................... 8
D. Wakaf ................................................................................................................. 8
BAB III ................................................................................................................. 14
PENUTUP .............................................................................................................. 18
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 18
3.2 Saran ................................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 20

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada materi kali ini dijelaskan bahwa Muamalah merupakan bagian dari
hukum islam yang mengatur hubungan antar seseorang dengan orang lain, baik
seseorang itu pribadi tertentu maupun berbentuk badan hukum, seperti perseroan,
firma, yayasan, dan negara. Contoh hukum yang termasuk muamalah, seperti jual
beli, sewa-menyewa, serta usaha perbankan dan asuransi islami.
Dari pengertian Muamalah tersebut ada yang berpendapat bahwa
muamalah hanya menyangkut permasalahan hak dan harta yang muncul dari
transaksi antara seseorang dengan orang lain atau antara seseorang dengan badan
hukum atau dengan badan hukum yang satu dan badan hukum yang lain.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa sistem ekonomi islam dan kesejahteraan umat ?
2. Bagaimana manajemen zakat, infaq, shodaqoh, dan wakaf ?

1.3 Tujuan Pembahasan


1. Untuk mengetahui sistem ekonomi islam dan kesejahteraan umat.
2. Untuk memahami manajemen zakat, infaq, shodaqoh, dan wakaf.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umum


1. Pengertian
Sistem Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi
manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari
dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalamrukun iman dan rukun Islam.
Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah swt memerintahkannya,
sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105:
“Dan katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-
orang yang beriman akan melihat pekerjaan itu”.
Karena kerja membawa pada keampunan, sebagaimana sabada Rasulullah
Muhammad saw:“Barang siapa diwaktu sorenya kelelahan karena kerja
tangannya, maka di waktu sore itu ia mendapat ampunan”.(HR.Thabrani dan
Baihaqi)1
2. Tujuan Ekonomi Islam
Adapun tujuan Ekonomi Islam berpedoman pada: Segala aturan yang
diturunkan Allah swt dalam sistem Islam mengarah pada tercapainya kebaikan,
kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan
kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya
adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.
Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof.Muhammad Abu Zahrah
mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam
diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu:
a. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi
masyarakat dan lingkungannya.
b. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup
aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.
c. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya).

1
http://hilmanemira.blogspot.com/2013/05/sistem-ekonomi-islam-dan-
kesejahteraan.html?m=1

2
Para ulama menyepakati bahwa masalah yang menjadi puncak sasaran di
atas mencakup lima jaminan dasar:

2
a. keselamatan keyakinan agama ( al din)
b. kesalamatan jiwa (al nafs)
c. keselamatan akal (al aql)
d. keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)
e. keselamatan harta benda (al mal)
3. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar:
a. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari
Allah swt kepada manusia.
b. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.
c. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.
d. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai
oleh segelintir orang saja.
e. Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya
direncanakan untuk kepentingan banyak orang.
f. Seorang muslim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di
akhirat nanti.
g. Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)
h. Islam melarang riba dalam segala bentuk.

2.2 Manajemen Zakat, Infaq, Shodaqoh, dan Wakaf

A. Zakat
1. Pengertian dan Dasar Hukum Zakat
Zakat adalah memberikan harta yang telah mencapai nisab dan haul
kepada orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu. Nisab
adalah ukuran tertentu dari harta yang dimiliki yang mewajibkan dikeluarkannya
zakat, sedangkan haul adalah berjalan genap satu tahun. Zakat juga berarti
kebersihan, setiap pemeluk Islam yang mempunyai harta cukup banyaknya
menurut ketentuan (nisab) zakat, wajiblah membersihkan hartanya itu dengan
mengeluarkan zakatnya.
Dari sudut bahasa, kata zakat berasal dari kata “zaka” yang berarti berkah,
tumbuh, bersih, dan baik. Segala sesuatu yang bertambah disebut zakat. Menurut

3
istilah fikih zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah
untuk diserahkan kepada yang berhak. Orang yang wajib zakat disebut
“muzakki”,sedangkan orang yang berhak menerima zakat disebut ”mustahiq”.
Zakat merupakan pengikat solidaritas dalam masyarakat dan mendidik jiwa untuk
mengalahkan kelemahan dan mempraktikan pengorbanan diri serta kemurahan
hati (Q.S. Al-Baqarah, 2:110)
Adapun harta-harta yang wajib dizakati itu adalah sebagai berikut:
1. Harta yang berharga, seperti emas dan perak.
2. Hasil tanaman dan tumbuh-tumbuhan, seperti padi, gandum, kurma, anggur.
3. Binatang ternak, seperti unta, sapi, kambing, dan domba.
4. Harta perdagangan.
5. Harta galian termasuk juga harta rikaz.
Adapun orang yang berhak menerima zakat adalah:
1. Fakir, ialah orang yang tidak mempunyai dan tidak pula berusaha.
2. Miskin, ialah orang yang tidak cukup penghidupannya dengan pendapatannya
sehingga ia selalu dalam keadaan kekurangan.
3. Amil, ialah orang yang pekerjaannya mengurus dan mengumpulkan zakat
untukdibagikan kepada orang yang berhak menerimanya.
4. Muallaf, ialah orang yang baru masuk Islam yang masih lemah imannya, diberi
zakat agar menambah kekuatan hatinya dan tetap mempelajari agama Islam.
5. Riqab, ialah hamba sahaya atau budak belian yang diberi kebebasan berusaha
untuk menebus dirinya agar menjadi orang merdeka.
6. Gharim, ialah orang yang berhutang yang tidak ada kesanggupan
membayarnya.
7. Fi sabilillah, ialah orang yang berjuang di jalan Allah demi menegakkan Islam.
8. Ibnussabil, ialah orang yang kehabisan biaya atau perbekalan dalam perjalanan
yang bermaksud baik (bukan untuk maksiat).
2. Sejarah Pelaksanaan Zakat di Indonesia
Sejak Islam memasuki Indonesia, zakat, infak, dan sedekah merupakan
sumber sumber dana untuk pengembangan ajaran Islam dan perjuangan bangsa
Indonesia melawan penjajahan Belanda. Pemerintah Belanda khawatir dana
tersebut akan digunakan untuk melawan mereka jika masalah zakat tidak diatur.

4
Pada tanggal 4 Agustus 1938 pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan
pemerintah untuk mengawasi pelaksanaan zakat dan fitrah yang dilakukan oleh
penghulu atau naib sepanjang tidak terjadi penyelewengan keuangan. Untuk
melemahkan kekuatan rakyat yang bersumber dari zakat itu, pemerintah Belanda
melarang semua pegawai dan priyai pribumi ikut serta membantu pelaksanaan
zakat. Larangan itu memberikan dampak yang sangat negatif bagi pelakasanaan
zakat di kalangan umat Islam, karena dengan sendirinya penerimaan zakat
menurun sehingga dana rakyat untuk melawan tidak memadai. Hal inilah yang
tampaknya diinginkan Pemerintah Kolonial Belanda.
Setelah Indonesia merdeka, di Aceh satu-satunya badan resmi yang
mengurus masalah zakat. Pada masa orde baru barulah perhatian pemerintah
terfokus pada masalah zakat, yang berawal dari anjuran Presiden Soeharto untuk
melaksanakan zakat secara efektif dan efisien serta mengembangkannya dengan
cara-cara yang lebih luas dengan pengarahan yang lebih tepat. Anjuran presiden
inilah yang mendorong dibentuknya badan amil di berbagai propinsi.
3. Manajemen Pengelolaan Zakat Produktif
Sehubungan pengelolaan zakat yang kurang optimal, sebagian masyarakat
yang tergerak hatinya untuk memikirkan pengelolaan zakat secara produktif,
sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan umat Islam pada umumnya dan
masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, pada tahun 1990-an, beberapa
perusahaan dan masyarakat membentuk Baitul Mal atau lembaga yang bertugas
mengelola dan zakat, infak dan sedekah dari karyawan perusahaan yang
bersangkutan dan masyarakat. Sementara pemerintah juga membentuk Badan
Amil Zakat Nasional.
Dalam pengelolaan zakat diperlukan beberapa prinsip, antara lain:
a. Pengelolaan harus berlandasakan Alquran dan Assunnah.
b. Keterbukaan. Untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap
lembaga amil zakat, pihak pengelola harus menerapkan manajemen yang
terbuka.
c. Menggunakan manajemen dan administrasi modern.
d. Badan amil zakat dan lembaga amil zakat harus mengelolah zakat dengan
sebaik-baiknya.

5
Selain itu amil juga harus berpegang teguh pada tujuan pengelolaan zakat,
antara lain:
a. Mengangkat harkat dan martabat fakir miskin dan membantunya keluar
dari kesulitan
b. dan penderitaan.
c. 2. Membantu pemecahan masalah yang dihadapi oleh para mustahik
d. Menjembatani antara yang kaya dan yang miskin dalam suatu masyarakat.
e. Meningkatkan syiar Islam
f. Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara.
g. Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial dalam masyarakat.
4. Hikmah Ibadah Zakat
Apabila prinsip-prinsip pengelolaan dan tujuan pengelolaan zakat
dilaksanakan dipegang oleh amil zakat baik itu berupa badan atau lembaga, dan
zakat, infak, dan sedekah dikelola dengan manajemen modern dengan tetap
menerapkan empat fungsi standar manajemen, tampaknya sasaran zakat, infak
maupun sedekah akan tercapai.
Zakat memiliki hikmah yang besar, bagi muzakki, mustahik, maupun bagi
masyarakat muslim pada umumnya. Bagi muzakki zakat berarti mendidik jiwa
manusia untuk suka berkorban dan membersihkan jiwa dari sifat kikir, sombong
dan angkuh yang biasanya menyertai pemilikan harta yang banyak dan berlebih.
Bagi mustahik, zakat memberikan harapan akan adanya perubahan nasib dan
sekaligus menghilangkan sifat iri, dengki dan suudzan terhadap orang-orang kaya,
sehingga jurang pemisah antara si kaya dan si miskin dapat dihilangkan.
Bagi masyarakat muslim, melalui zakat akan terdapat pemerataan pendapatan dan
pemilikan harta di kalangan umat Islam. Sedangkan dalam tata masyarakat
muslim tidak terjadi monopoli, melainkan sistim ekonomi yang menekankan
kepada mekanisme kerja sama dan tolong-menolong.

B. Infaq
1. Pengertian infaq
Secara lughawi (etimologis) infaq berasal dari akar kata ‫ نفض‬yang
berarti membelanjankan harta. Dalam istilah fiqih, infak adalah
mengeluarkan atau

6
membelanjakan harta yang baik untuk perkara ibadah (mendapat pahala) atau
perkara yang dibolehkan.
Dari pengertian di atas, maka menafkahi anak istri termasuk daripada
infaq.
Infaq secara hukum terbagi menjadi empat, yaitu:
(a) Infaq Mubah
Mengeluarkan harta untuk perkara mubah seperti berdagang, bercocok
tanam seperti tersebut dalam QS Al-Kahfi 18:43
(b) Infaq Wajib
Mengeluarkan harta untuk perkara wajib seperti :
(i) membayar mahar (maskawin) seperti disebut dalam QS Al-Mumtahanah :10
(ii) menafkahi istri (QS An-Nisa 4:34
(iii) Menafkahi istri yang ditalak dan masih dalam keadaan iddah (QS At-Talaq
65:6-7)
(c) Infaq Haram
Mengeluarkan harta dengan tujuan yang diharamkan oleh Allah yaitu:
(i) Infaqnya orang kafir untuk menghalangi syiar Islam. QS Al-Anfal 8:36.
(ii) Infaq-nya orang Islam kepada fakir miskin tapi tidak karena Allah. QS An-
Nisa' 4:38.
d) Infaq Sunnah
Yaitu mengeluarkan harta dengan niat sadaqah. Infaq tipe ini ada 2 (dua)
macam yaitu
(i) Infaq untuk jihad QS Al-Anfal:60.
(ii) Infaq kepada yang membutuhkan.
2. Hikmah dari berinfaq
1) Untuk mengangakat kehidupan orang-orang yang fakir untuk hidup yang
layak
2) Supaya tidak nampak perbedaan yang terlalu mencolok antara si kaya dan
si miskin dan ternyata kemiskinan itu sangat berbahaya, karena agama juga
bisa terjual.
3) Kehidupan dalam masyarakat tanpa ada yang berinfaq yang kaya boros
yang miskin hampir menjual agamanya, akan ada revolusi kelaparan yaitu

7
orang-orang yang miskin akan berontak, harta bukan hanya keliling kepada
orang-orang yang kaya saja.

C. Sedekah
Sedangkan “Sedekah“ secara bahasa berasal dari akar kata (shodaqa)
yang terdiri dari tiga huruf : Shod- dal- qaf, berarti sesuatu yang benar atau jujur.
Kemudian orang Indonesia merubahnya menjadi Sedekah.
Sedekah bisa diartikan mengeluarkan harta di jalan Allah, sebagai bukti
kejujuran atau kebenaran iman seseorang. Maka Rasulullah menyebut sedekah
sebagai burhan (bukti).
Sedekah bisa diartikan juga dengan mengeluarkan harta yang tidak wajib
di jalan Allah. Tetapi kadang diartikan sebagai bantuan yang non materi, atau
ibadah-ibadah fisik non materi, seperti menolong orang lain dengan tenaga dan
pikirannya, mengajarkan ilmu, bertasbih, berdzikir, bahkan melakukan hubungan
suami istri, disebut juga sedekah.2

D. Wakaf
1. Pengertian dan Hukum Wakaf
Ditinjau dari segi bahasa wakaf berarti menahan. Sedangkan menurut
istilah syara’, ialah menahan sesuatu benda yang kekal zatnya, untuk diambil
manfaatnya untuk kebaikan dan kemajuanIslam. Menahan suatu benda yang kekal
zatnya, artinya tidak dijual dan tidak diberikan serta tidak pula diwariskan, tetapi
hanya disedekahkan untuk diambil manfaatnya saja.
Ada beberapa pengertian tentang wakaf antara lain:
Pengertian wakaf menurut mazhab syafi’i dan hambali adalah seseorang
menahan hartanya untuk bisa dimanfaatkan di segala bidang kemaslahatan dengan
tetap melanggengkan harta tersebut sebagai taqarrub kepada Allah ta’alaa
Pengertian wakaf menurut mazhab hanafi adalah menahan harta-benda
sehingga menjadi hukum milik Allah ta’alaa, maka seseorang yang mewakafkan
sesuatu berarti ia melepaskan kepemilikan harta tersebut dan memberikannya
kepada Allah untuk bisa memberikan manfaatnya kepada manusia secara tetap
dan kontinyu, tidak boleh dijual, dihibahkan, ataupun diwariskan.

2
http://www.ahmadzain.com/real/ilmu/384/pengertian-zakat-infak-dan-sedekah/

8
Pengertian wakaf menurut imam Abu Hanafi adalah menahan harta-benda
atas kepemilikan orang yang berwakaf dan bershadaqah dari hasilnya atau
menyalurkan manfaat dari harta tersebut kepada orang-orang yang dicintainya.
Berdasarkan definisi dari Abu Hanifahini, maka harta tersebut ada dalam
pengawasan orang yang berwakaf (wakif) selama ia masih hidup, dan bisa
diwariskan kepada ahli warisnya jika ia sudah meninggal baik untuk dijual ayau
dihibahkan. Definisi ini berbeda dengan definisi yang dikeluarkan oleh Abu
Yusuf dan Muhammad, sahabat Imam Abu Hanifah itu sendiri
Pengertian wakaf menurut mazhab maliki adalah memberikan sesuatu
hasil manfaat dari harta, dimana harta pokoknya tetap/lestari atas kepemilikan
pemberi manfaat tersebut walaupun sesaat
Pengertian wakaf menurut peraturan pemerintah no. 28 tahun 1977 adalah
perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian harta
kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-
lamanya. Bagi kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai
dengan ajaran agama Islam.
Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa wakaf itu termasuk
salah satu diantara macam pemberian, akan tetapi hanya boleh diambil
manfaatnya, dan bendanya harus tetap utuh. Oleh karena itu, harta yang layak
untuk diwakafkan adalah harta yang tidak habis dipakai dan umumnya tidak dapat
dipindahkan, mislanya tanah, bangunan dan sejenisnya. Utamanya untuk
kepentingan umum, misalnya untuk masjid, mushala, pondok pesantren, panti
asuhan, jalan umum, dan sebagainya.
Hukum wakaf sama dengan amal jariyah. Sesuai dengan jenis amalnya
maka berwakaf bukan sekedar berderma (sedekah) biasa, tetapi lebih besar pahala
dan manfaatnya terhadap orang yang berwakaf. Pahala yang diterima mengalir
terus menerus selama barang atau benda yang diwakafkan itu masih berguna dan
bermanfaat. Hukum wakaf adalah sunah. Ditegaskan dalam hadits:
َ ‫ار َي ٍة ا َ ْو ع ِْل ٍم َي ْنتَفَ ُع ِب ِه ا َ ْو َو َل ِد‬
‫صالِحٍ َي ْدع ُْولَهُ (رواه مسلم‬ ِ ‫صدَقَ ٍة َج‬ ٍ َ‫ع َملُهُ اِالَّ مِ ْن ثَال‬
َ :‫ث‬ َ َ‫)اِذَا َماتَ ابْنَ ا َد َم اِ ْنق‬
َ ‫ط َع‬
Artinya: “Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya,
kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yang mengalir terus), ilmu yang
dimanfaatkan, atu anak shaleh yang mendoakannya.” (HR Muslim)

9
Harta yang diwakafkan tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan.
Akan tetapi, harta wakaf tersebut harus secara terus menerus dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan umum sebagaimana maksud orang yang mewakafkan. Hadits
Nabi yang artinya: “Sesungguhnya Umar telah mendapatkan sebidang tanah
diKhaibar. Umar bertanya kepada Rasulullah SAW; Wahai Rasulullah apakah
perintahmu kepadaku sehubungan dengan tanah tersebut? Beliau menjawab: Jika
engkau suka tahanlah tanah itu dan sedekahkan manfaatnya! Maka dengan
petunjuk beliau itu, Umar menyedekahkan tanahnya dengan perjanjian tidak akan
dijual tanahnya, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan.” (HR Bukhari dan
Muslim)
2. Syarat dan Rukun Wakaf
a. Syarat Wakaf
Syarat-syarat harta yang diwakafkan sebagai berikut:
1) Diwakafkan untuk selama-lamanya, tidak terbatas waktu tertentu (disebut
takbid).
2) Tunai tanpa menggantungkan pada suatu peristiwa di masa yang akan
datang. Misalnya, “Saya wakafkan bila dapat keuntungan yang lebih besar dari
usaha yang akan datang”. Hal ini disebut tanjiz.
3) Jelas mauquf alaih nya (orang yang diberi wakaf) dan bisa dimiliki barang
yang diwakafkan (mauquf) itu.
b. Rukun Wakaf
1) Orang yang berwakaf (wakif), syaratnya;
a. kehendak sendiri
b. berhak berbuat baik walaupun non Islam
2) Sesuatu (harta) yang diwakafkan (mauquf), syartanya;
a. Barang yang dimilki dapat dipindahkan dan tetap zaknya, berfaedah saat
diberikan maupun dikemudian hari.
b. Milki sendiri walaupun hanya sebagian yang diwakafkan ataumusya
(bercampur dan tidak dapat dipindahkan dengan bagian yang lain.
3) Tempat berwakaf (yang berhaka menerima hasil wakaf itu), yakni orang
yang memilki sesuatu, anak dalam kandungan tidak syah.

10
4) Akad, misalnya: “Saya wakafkan ini kepada masjid, sekolah orang yang
tidak mampu dan sebagainya” tidak perlu qabul (jawab) kecuali yang bersifat
pribadi (bukan bersifat umum).
3. Harta yang Diwakafkan
Wakaf meskipun tergolong pemberian sunah, namun tidak bisa dikatakan
sebagai sedekah biasa. Sebab harta yang diserahkan haruslah harta yang tidak
habis dipakai, tapi bermanfaat secara terus menerus dan tidak boleh pula dimiliki
secara perseorangan sebagai hak milik penuh. Oleh karena itu, harta yang
diwakafkan harus berwujud barang yang tahan lama dan bermanfaat untuk orang
banyak, misalnya:
a. Sebidang tanah
b. Pepohonan untuk diambil manfaat atau hasilnya
c. Bangunan masjid, madrasah, atau jembatan
Dalam Islam, pemberian semacam ini termasuk sedekah jariyah atau amal
jariyah, yaitu sedekah yang pahalanya akan terus menerus mengalir kepada orang
yang bersedekah. Bahkan setelah meninggal sekalipun, selama harta yang
diwakafkan itu tetap bermanfaat.
4. Pelaksanaan Wakaf di Indonesia
a. Landasan
1. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
2. Peraturan Menteri dalam Negeri No. 6 Tahun 1977 tentang Tata Cara
Pendaftaran Tanah mengenai Perwakafan Tanah Milik.
3. Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1978 Tentang Peraturan Pelasanaan
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
4) Peraturan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam No.
Kep/P/75/1978 tentang Formulir dan Pedoman Peraturan-Peraturan tentang
Perwakafan Tanah Milik.
b. Tata Cara Perwakafan Tanah Milik
1. Calon wakif dari pihak yang hendak mewakafkan tanah miliknya harus datang
dihadapan Pejabat Pembantu Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk melaksanakan
ikrar wakaf.

11
2. Untuk mewakafkan tanah miliknya, calon wakif harus mengikrarkan secara
lisan, jelas dan tegas kepada nadir yang telah disyahkan dihadapan PPAIW yang
mewilayahi tanah wakaf. Pengikraran tersebut harus dihadiri saksi-saksi dan
menuangkannya dalam bentuk tertulis atau surat.
3. Calon wakif yang tidak dapat datang di hadapan PPAIW membuat ikrar wakaf
secara tertulis dengan persetujuan Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten
atau Kotamadya yang mewilayahi tanah wakaf. Ikrar ini dibacakan kepada nadir
dihadapan PPAIW yang mewilayahi tanah wakaf serta diketahui saksi.
4. Tanah yang diwakafkan baik sebagian atau seluruhnya harus merupakan tanah
milik. Tanah yang diwakafkan harus bebas dari bahan ikatan, jaminan, sitaan atau
sengketa.
5. Saksi ikrar wakaf sekurang-kurangnya dua orang yang telah dewasa, dan sehat
akalnya. Segera setelah ikrar wakaf, PPAIW membuat Ata Ikrar Wakaf Tanah.
c. Hak dan Kewajiban Nadir
Nadir adalah kelompok atau bandan hukum Indonesia yang diserahi tugas
pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf
1. Hak Nadir
Nadir berhak menerima penghasilan dari hasil tanah wakaf yang biasanya
ditentukan oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya.
Dengan ketentuan tidak melebihi dari 10 % ari hasil bersih tanah wakaf
2. Kewajiban Nadir
Kewajiban nadir adalah mengurus dan mengawasi harta kekayaan wakaf dan
hasilnya, antara lain:
a. Menyimpan dengan baik lembar kedua salinan Akta Ikrar Wakaf.
b. Memelihara dan memanfaatkan tanah wakaf serta berusaha meningkatkan
hasilnya.
c. Menggunakan hasil wakaf sesuai dengan ikrar wakafnya.
5. Mengganti Barang Wakaf
Prinsip-prinsip wakaf diatas adalah pemilikan terhadap manfaat suatu barang.
Barang asalnya tetap, tidak boleh diberikan, dijual atau dibagikan. Barang yang
diwakafkan tidak boleh diganti atau dijual. Persoalannya akan jadi lain jika barang
wakaf itu sudah tidak dapat dimanfaatkan, kecuali dengan memperhitungkan

12
harga atau nilai jual setelah barang tersebut dijual. Artinya, hasil jualnya
dibelikan gantinya. Dalam keadaan demikian , mengganti barang wakaf
dibolehkan. Sebab dengan cara demikian, barang yang sudah rusak tadi tetap
dapat dimanfaatkan dan tujuan wakaf semula tetap dapat diteruskan, yaitu
memanfaatkan barang yang diwakafkan tadi.
6. Pengaturan Wakaf
Pengaturan wakaf ini sudah barang tentu berbeda-beda antara masing-masing
orang yang mewakafkannya meskipun tujuan utamanya sama, yaitu demi
kemaslahatan umum. Penyerahan wakaf secara tertulis diatas materai atau dengan
akta notaris adalah cara yang terbaik pengaturan wakaf. Dengan cara demikian,
kemungkinan penyimpangan dan penyelewengan dari tujuan wakaf semula mudah
dikontrol dan diselesaikan. Apalagi jika wakaf itu diterima dan dikelola oleh
yayasan-yayasan yang telah bonafide dan profesional, kemungkinan
penyelewengan akan lebih kecil.
7. Hikmah Wakaf
Hikmah wakaf adalah sebagai berikut:
1. Melaksanakan perintah Allah SWT untuk selalu berbuat baik (QS Al Hajj : 77).
2. Memanfaatkan harta atau barang tempo yang tidak terbatas.
3. Mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi.
Adapun manfaat wakaf bagi orang yang menerima atau masyarakat
adalah:
1. dapat menghilangkan kebodohan.
2. dapat menghilangkan atau mengurangi kemiskinan.
3. dapat menghilangkan atau mengurangi kesenjangan sosial.
4. dapat memajukan atau menyejahterakan umat.

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
a. Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umum
Sistem Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku
ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan
didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalamrukun iman dan rukun
Islam.
Adapun tujuan Ekonomi Islam berpedoman pada: Segala aturan yang
diturunkan Allah swt dalam sistem Islam mengarah pada tercapainya kebaikan,
kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan
kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya
adalah membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.
Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip dasar:
a. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari
Allah swt kepada manusia.
b. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.
c. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.
b. Manajemen Zakat, Infaq, Shodaqoh, dan Wakaf
A. Zakat
Zakat adalah memberikan harta yang telah mencapai nisab dan haul
kepada orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu.
Adapun harta-harta yang wajib dizakati itu adalah sebagai berikut:
1. Harta yang berharga, seperti emas dan perak.
2. Hasil tanaman dan tumbuh-tumbuhan, seperti padi, gandum, kurma, anggur.
3. Binatang ternak, seperti unta, sapi, kambing, dan domba.
Adapun orang yang berhak menerima zakat adalah: Fakir, Miskin, Amil,
Muallaf, Riqab, Gharim, Fi sabilillah, Ibnussabil.
B. Infaq
infak adalah mengeluarkan atau membelanjakan harta yang baik untuk
perkara ibadah (mendapat pahala) atau perkara yang dibolehkan.

14
C. Sedekah
Sedekah bisa diartikan mengeluarkan harta di jalan Allah, sebagai bukti
kejujuran atau kebenaran iman seseorang.
D. Wakaf
Menurut istilah syara’, ialah menahan sesuatu benda yang kekal zatnya,
untuk diambil manfaatnya untuk kebaikan dan kemajuanIslam. Hukum wakaf
adalah sunah.

3.2 Saran
Dalam makalah kami ini, masih banyak hal yang harus diperbaiki dan
dikoreksi, materi-materi yang disajikan pun masih belum lengkap. Untuk itu kami
sangat mengharapkan kontribusi positif untuk kemajuan kita bersama.

15
DAFTAR PUSTAKA
http://hilmanemira.blogspot.com/2013/05/sistem-ekonomi-islam-dan-
kesejahteraan.html?m=1
http://www.ahmadzain.com/read/ilmu/384/pengertian-zakat-infak-dan-
sedekah/

16
16

Anda mungkin juga menyukai