Anda di halaman 1dari 3

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB V

KESIMPULAN

Hasil pemilu 1955 menempatkan PNI sebagai peringkat pertama dalam urutan

jumlah suara terbanyak, selanjutnya diikuti secara berturut-turut oleh Masyumi, NU,

dan PKI. Tidak ada partai yang mendapatkan suara mayoritas mutlak mengakibatkan

kekuasaan terbagi-bagi dalam berbagai aliran politik yang mengutamakan

kepentingan masing-masing partai dan menjadikan ketidakstabilan politik dalam

negara Indonesia. Untuk menyelamatkan negara dari kekacauan politik ini, Presiden

Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 yang menjadi

tonggak dimulainya Demokrasi Terpimpin.

Setelah mengeluarkan Dekrit, Presiden Soekarno membubarkan DPR hasil

pemilu 1955, sebagai gantinya membentuk DPRGR yang semua anggotanya ditunjuk

oleh Presiden dan membentuk DPAS dengan presiden Soekarno sebagai ketuanya.

DPAS menetapkan bahwa pidato presiden pada tanggal 17 Agustus 1959 berjudul

Penemuan Kembali Revolusi Kita atau yang lebih dikenal dengan Manifesto Politik

Republik Indonesia (Manipol) sebagai GBHN. Inti dari Manipol adalah USDEK

(Undang Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi

Terpimpin dan Kepribadian Indonesia) sehingga lebih dikenal dengan sebutan

Manipol USDEK.

commit to user

109
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
110

Kebijakan Manipol USDEK mengakibatkan penomorsatuaan politik, bahkan

seni budaya dipandang sebagai sebuah proses politik. Untuk mendungkung kebijakan

Manipol USDEK, DPP PNI memutuskan untuk mendirikan wadah kebudayaan PNI.

LKN sebagai wadah kebudayaan PNI secara resmi didirikan pada tanggal 20 Mei

1959 yang ditandai dengan berlangsungnya Kongres LKN di Surakarta. Kongres

tersebut memutuskan bahwa LKN berpegang pada seni untuk rakyat. Pada Kongres

LKN yang ke 2 tahun 1963 di Jakarta, LKN mempertegas keberadaannya sebagai

bagian dari front marhaenis bergerak dengan pedoman ajaran marhaenisme, untuk

kembali ke Manipol/USDEK, Pancasila, dan Revolusi.

Musyawarah seniman LKN tahun 1964 menghasilkan rumusan-rumusan

pelaksanaan di bidang kebudayaan sebagai tindak lanjut Tavip yang disampaikan

Presiden Soekarno dalam pidatonya. LKN tidak hanya menggunakan kesenian untuk

mempropagandakan ideologi Marhaenis tetapi juga untuk menjatuhkan lawan dari

Manipol USDEK yaitu Manifes Kebudayaan. Slogan seni untuk rakyat yang dibawa

LKN membias menjadi seni untuk politik. Bersama Lekra dan lembaga kebudayaan

lain yang sealiran, LKN menjadikan Manifes Kebudayaan sebagai musuh Manipol

USDEK karena Manifes Kebudayaan dianggap bagian dari imperialisme asing lewat

paham humanisme universalnya dan menolak untuk menjadikan seni sebagai alat

revolusi untuk memperjuangkan rakyat.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
111

Akhir tahun 1965 merupakan masa berhentinya pergolakan dalam kebudayaan

dan seni. Peristiwa G 30 S berakibat pada dibubarkannya PKI beserta organisasi-

organisasi masa yang berada di bawah naungannya karena di tuduh sebagai dalang di

balik peristiwa itu. Selain pembubaran, dilakukan juga penangkapan, penahanan dan

pembunuhan terhadap para anggota PKI dan orang-orang yang diduga berideologi

komunis. Sitor Situmorang dan seniman-seniman LKN yang dekat dengan Lekra ikut

ditahan tanpa proses peradilan. Penahanan ketua dan seniman-seniman LKN

membuat kevakuman LKN dalam lapangan kebudayaan Indonesia.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai