LP Nyeri
LP Nyeri
Oleh
Kelompok Ruang Merpati
diajukan guna melengkapi tugas stase Keperawatan Dasar Profesi dengan dosen
pengampu Ns. Ahmad Rifai, M.S
Oleh :
Nindy Adi Putri K, S.Kep NIM 192311101045
Ifka Wardaniyah, S.Kep NIM 192311101084
Ridlo Cahya Ilhami, S.Kep NIM 192311101087
Novian Dwi Roessanti, S.Kep NIM 192311101112
Alviolita Nur S., S.Kep NIM 192311101130
ii
2019
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Tugas Program Profesi Ners Stase KDP yang disusun oleh:
Hari :
Tanggal :
FAKULTAS KEPERAWATAN
Mengetahui,
PJ Program Profesi Ners PJMK
Menyetujui,
Wakil Dekan I
ii
LEMBAR PENGESAHAN ASUHAN KEPERAWATAN
Hari :
Tanggal :
TIM PEMBIMBING
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENGESAHAN ASUHAN KEPERAWATAN
DAFTAR ISI
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Gangguan Kebutuhan Pola Tidur
B. Anatomi fisiologi
C. Epidemiologi
D. Etiologi
E. Tanda dan Gejala
F. Patofisiologi dan Clinical Pathway
G. Penatalaksanaan Medis
H. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul (PES)
b. Perencanaan Nursing Care Plan
I. Penatalaksanaan berdasarkan evidence based practice in nursing
J. Daftar Pustaka
iv
1
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat
subjektif karena perasaan nyeri berbeda setiap orang dalam hal skala atau
tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi
rasa nyeri yang dialaminya. Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional
tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensional
atau yang digambarkan dengan kerusakan: awitan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi.
Kebutuhan terbebas dari rasa nyeri itu merupakan salah satu kebutuhan dasar yang
merupakan tujuan diberikannya asuhan keperawatan. Nyeri dapat mengganggu
hubungan personal dan mempengaruhi makna kehidupan.
1. Nyeri akut, yaitu pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan
sebagai kerusakan, awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan
hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi dan diprediksi dan dengan
durasi kurang dari 3 bulan.
B. Anatomi Fisiologi
(Ahda, 2017)
Nosiseptor merupakan reseptor nyeri yang letakknya pada ujung saraf bebas
pada setiap jaringan tubuh (kecuali pada otak). Nyeri dapat dirasakan ketika adanya
rangsangan pada serabut-serabut saraf. Mekanisme terjadinya nyeri terdiri dari 4
proses yaitu transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi. Transduksi terjadi karena
adanya rangsangan yang mengganggu sehingga menimbulkan aktivitas listrik pada
reseptor nyeri. Transmisi nyeri merupakan proses penyaluran impuls nyeri dari
tempat transduksi melewati saraf perifer sampai ke terminal di medulla spinalis dan
jaringan neuron-neuron pemancar di medulla spinalis menuju otak. Modulasi nyeri
melibatkan aktivitas saraf melalui jalur saraf desenden dari otak yang dapat
memengaruhi transmisi nyeri setinggi medulla spinalis. Persepsi nyeri adalah
pengalaman subyektif nyeri yang dihasilkan oleh aktivitas transmisi nyeri oleh saraf.
Jalur nyeri sendiri terdapat pada sistem saraf pusat yang terbagi menjadi jalur
asendens dan desendens. Pada jalur asendens, serat saraf C dan A-δ aferen
menyalurkan impuls nyeri masuk ke medulla spinalis di akar saraf dorsal. Serat saraf
C dan A-δ halus masing-masing membawa nyeri akut-tajam dan kronik lambat,
bersinaps di substansia tanduk dorsal, memotong medulla spinalis, dan naik ke otak
3
melalui cabang traktus spinotalamikus. Terdapat dua jalur spinotalamikus sejajar yang
menyalurkan impuls ini ke otak ; traktus neospinotalamikus dan paleospinotalamikus.
Traktus neospinotalamikus membawa info mengenai nyeri cepat atau akut dari
nosiseptor A-δ ke daerah talamus dan bersinaps di nucleus ventroposterolateralis
talamus (Ahda, 2017).
C. Epidemiologi
Nyeri merupakan masalah yang umum terjadi pada sebagian orang yang
disebabkan karena berbagai hal seperti trauma, benturan, kanker, dan lain lain. Hasil
penelitian multisenter di unit rawat jalan pada 14 rumah sakit pendidikan di seluruh
Indonesia yang dilakukan oleh kelompok studi nyeri didapatkan sejumlah 4456 kasus
nyeri yang merupakan 25% dari total kunjungan. Jumlah penderita laki - laki
sebanyak 2200 orang dan 2256 orang perempuan yang mengalami nyeri.
Terdapat sejumlah kasus nyeri kepala 35.86%, nyeri punggung bawah 18,3%
dan nyeri neuropatik yang merupakan gabungan nyeri neuropatik diabetika,
nyeri paska herpes, dan neuralgia trigeminal sebanyak 9.5% (Wahyuningtyas,
2015).
4
Nyeri kepala merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan oleh pasien
saat datang ke dokter, baik ke dokter umum maupun neurolog. Sampai saat ini nyeri
kepala masih merupakan masalah. Masalah yang diakibatkan oleh nyeri kepala mulai
dari gangguan pada pola tidur, pola makan, depresi sampai kecemasan
(Hidayati, 2016). Berdasarkan hasil penelitian population base di Singapore
didapati prevalensi life time nyeri kepala penduduk Singapore adalah 80% pada
pria, wanita 85% (p = 0.0002). Sedangkan di Indonesia, berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan di Medan terhadap mahasiswa Fakultas Kedokteran
USU mendapati hasil 78% pria dan 88% wanita pernah mengalami nyeri kepala
(Widjaja, 2005).
D. Etiologi
1. Agen cedera biologis (misal infeksi, iskemia, neoplasma)
2. Agen cedera fisik (misal, abses, amputasi, luka bakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur bedah, trauma, olahraga berlebihan)
3. Agen cedera kimiawi (misal luka bakar, kapsaisin, metilen klorida, agen
mustrad)
4. Ketidakmampuan fisik-psikososial kronis (misal kanker metastasis, cedera
neurologis, dan arthritis)
F. Penatalaksanaan Medis
6
Terapi farmakologi
a. Analgesik : non-opiat dan opiat
Macam –macam analgesik non-opiat
1. Parasetamol
2. Salisilat (aspirin, mg salisilat, diflunisal)
3. Fenamat (meklofenamat, asam mefenamat)
4. Asam propionat (ibuprofen, fenoprofen, ketoprofen, naproksen)
5. Asam pirolizin karboksilat (ketorolak)
6. Inhibitor cox-2(celecoxib, valdecoxib)
Macam –macam analgesik opiat
1. Agonis seperti morfin (morfin, hidromorfon, kodein)
2. Agonis seperti meperidin (Meperidin, fentanil)
3. Agonis seperti metadon (metadon, propoksifen)
4. Antagonis (nalokson)
5. Analgesik (tramadol)
Tahapan I :analgesik non-opiat
Tahapan II : Analgesik AINS + ajuvan (antidepresan)
Tahapan III : analgesik opiat lemah + AINS + ajuvan
Tahapan IV : analgesik opiat kuat +AINS + ajuvan
b. Pengobatan Paliatif
Step 1: aspirin(ASA), acitaminophen, nonsteroidal anti – inflamasi
Step 2: acet atau ASA, codeine, hydrocodon, oxycodon, dihydrocodeine,
tramadol
Step 3:morphin, hydromorphon, methadon, levorphanol, fentanyl,
oxycodon.
Penatalaksanaan Non Medis
1. Relaksasi (Guided imagery)
2. Napas dalam
3. Accupresur
7
4. Aromaterapi
G. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pengkajian
Melakukan pengkajian riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien.
Observasi langsung pada respons perilaku dan fisiologis klien. Tujuan pengkajian
adalah untuk mendapatkan pemahaman objektif terhadap pengalaman subjektif.
(Doenges Morhouse Geissler) Karakteristik Nyeri (PQRST)
a) P (Provokative): faktor yg mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri
b) Q (Quality): seperti apa, tajam, tumpul atau tersayat
c) R (Region): daerah perjalanan nyeri
d) S (Severity/Skala Nyeri): keparahan/intensitas nyeri
e) T (Time): lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri
Hal-hal yang perlu dikaji:
a) Lokasi
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik minta klien untuk menunjukkan
area nyerinya, bisa dengan bantuan gambar. Klien bisa menandai bagian tubuh yang
mengalami nyeri.
b) Intensitas Nyeri
Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan terpercaya
untuk menentukan intensitas nyeri pasien.
c) Kualitas Nyeri
Terkadang nyeri bisa terasa seperti dipukul-pukul atau ditusuk-tusuk. Perawat
perlu mencatat kata-kata yang digunakan klien untuk menggambarkan nyerinya.
Sebab informasi berpengaruh besar pada diagnosis dan etiologi nyeri.
d) Pola
8
Pola nyeri meliputi waktu kaitan, durasi, dan kekambuhan atau interval nyeri.
Karenanya, perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri
berlangsung, apakah nyeri berulang, dan kapan nyeri terakhir muncul.
e) Faktor Presipitasi
Terkadang, aktivitas tertentu dapat memicu munculnya nyeri sebagai contoh,
aktivitas fisik yang berat dapat menimbulkan nyeri dada. Selain itu, faktor lingkungan
(lingkungan yang sangat dingin atau sangat panas), stressor fisik dan emosional juga
dapat memicu munculnya nyeri.
f) Gejala Yang Menyertai
Gejala ini meliputi mual, muntah, pusing, dan diare. Gejala tersebut dapat
disebabkan awitan nyeri atau oleh nyeri itu sendiri.
g) Pengaruh Pada Aktivitas Sehari-hari
Dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi aktivitas harian klien
akan membantu perawat memahami perspektif klien tentang nyeri. Beberapa aspek
kehidupan yang perlu dikaji terkait nyeri adalah tidur, napsu makan, konsentrasi,
pekerjaan, hubungan interpersonal, hubungan pernikahan, aktivitas dirumah, aktivitas
diwaktu senggang serta status emosional.
h) Sumber Koping
Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda dalam menghadapi
nyeri. Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh pengalaman nyeri sebelumnya atau
pengaruh agama atau budaya.
i) Respon Afektif
Respon afektif klien terhadap nyeri bervariasi, bergantung pada situasi, derajat,
dan durasi nyeri, interpretasi tentang nyeri, dan banyak faktor lainnya. Perawat perlu
mengkaji adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal pada
klien.
j) Observasi Respon
9
Perilaku dan Fisiologis Respon non verbal yang bisa dijadikan indikator nyeri.
Salah satu yang paling utama adalah ekspresi wajah. Perilaku seperti menutup mata
rapatrapat atau membukanya lebar-lebar, menggigiti bibir bagian bawah, dan sering
wajah dapat mengidentifikasikan nyeri. Selain ekspresi wajah, respon perilaku lain
yang dapat menandakan nyeri adalah vokalisasi (misalnya serangan, menangis,
berteriak), imobilisasi bagian tubuh yang mengalami nyeri, gerakan tubuh tanpa
tujuan (misalnya menendangnendang, membolak-balikan tubuh diatas kasur), dll.
Pengkajian nyeri untuk dapat mengetahui berapa skala nyeri yang dirasakan
klien dapat diukur menggunakan dua cara yaitu dengan menggunakan skala wajah
Whaley dan Wong dan cara kedua yaitu Skala Numerik Verbal.
1. Skala Wajah Whaley dan Wong
Skala wajah dapat digunakan untuk anak-anak, karena anak-anak dapat diminta
untuk memilih gambar wajah sesuai rasa nyeri yang dialaminya. Pilihan ini kemudian
diberi skor angka. Skala wajah Whaley dan Wong menggunakan 6 kartun wajah, yang
menggambarkan wajah tersenyum, wajah sedih, sampai menangis, dan tiap wajah
ditandai dengan angka 0 sampai 5.
2. Skala Numerik Verbal
Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk menggambarkan
tingkat nyeri. Dua ujung ekstrim digunakan pada skala ini. Skala numerik verbal ini
lebih bermanfaat pada periode pascabedah, karena secara alami verbal/kata-kata tidak
terlalu mengandalkan koordinasi visual dan motorik. Skala verbal menggunakan
kata-kata dan bukan garis atau angka untuk menggambarkan tingkat nyeri. Skala
yang digunakan dapat berupa tidak ada nyeri, sedang, parah. Hilang/redanya nyeri
dapat dinyatakan sebagai sama sekali tidak hilang, sedikit berkurang, cukup
berkurang, baik/nyeri hilang sama sekali. Karena skala ini membatasi pilihan kata
pasien, skala ini tidak dapat membedakan berbagai tipe nyeri.
10
Gambar 1.1 Alat ukur skala nyeri (Karcioglu, Topacoglu, Dikme, & Dikme, 2018)
3. Riwayat penganiayaan
4. Riwayat mutilasi genital
5. Riwayat utang terlalu banyak
6. Riwayat penyalahgunaan zat
7. Riwayat olahraga terlalu berat
v. Kondisi terkait
1. Gangguan muskuloskeletal kronis
2. Kontusio
3. Cedera tabrakan
4. Gangguan sistem saraf
5. Fraktur
6. Gangguan genetik
7. Gangguan imun
8. Gangguan metabolik
9. Gangguan iskemik
10. Cedera otot
12
tersedia
2) Monitor keberadaan dan kualitas nadi
Melapork
an nyeri 3) Monitor irama dan lu pernafasan
yang
terkontro
l
2. Nyeri kronis Kontrol nyeri
Manajemen nyeri
Outcome Tidak Jarang Kadang- Sering Secara
pernah menunjuk kadang menunjuk konsisten 1) lakukan pengkajian nyeri
menunjuk kan menunjuk kan menunjuk
2) Gali kepercayaan dan pengetahuan
kan kan kan klien tentang nyeri
Mengenal 3) Evaluasi pengalamnan nyeri di masa
i kapan lalu
nyeri
terjadi 4) Dukung istirahat/tidur yang adekuat
untuk menurunkan nyeri
Menggam
Relaksasi Otot Progresif
barkan
faktor (1) Posisikan pasien duduk
penyebab
(2) Redupkan cahaya
Menggun
(3) Instruksikan untuk memakai pakaian
akan
yang nyaman dan tidak ketat
tindakan
pencegah (4) Cek pasien secara periodic untuk
an menjamin agar kelompok otot
menjadi rileks
Menggun
akan Monitor TTV
sumber
12
daya
1) Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan
yang
tersedia status pernafasan dengan tepat
jantung
apikal
Denyut
jantung
radial
13
mencoba untuk mengubah. Pada tahahapan ini peserta menerima salinan naskah
untuk digunakan sebagai panduan untuk praktek masa depan. Salinan teks berikut
seperti “Bayangkan bahwa pikiran-pikiran seperti awan melintas di langit. Hanya
melihat pikiran, mengakuinya, dan biarkan itu berlalu.”
Penelitian ini didukung dengan penelitian sebelumnya pada tahun 2017 yang
berjudul Randomized Controlled Trial of Brief Mindfulness Training and Hypnotic
Suggestion for Acute Pain Relief in the Hospital Setting menyebutkan, jika dengan
menggunakan terapi hipnotis terbimbing berupa mindfulness dapat menurunkan skala
nyeri dan ketidaknyamanan yang dialami oleh pasien rawat inap dengan
menggunakan psikoedukasi tentang nyeri dan penerimaan terhadap nyeri.
13
DAFTAR PUSTAKA
Ahda, H. M. 2017. Hubungan tingkat kecemasan dengan intensitas nyeri pada pasien
nyeri punggung
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medika Bedah Volume 2. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall. 1995. Buku saku diagnosa keperawatan dan dokumentasi,
edisi 4, Alih Bahasa Yasman Asih. Jakarta, EGC
Garland, E.L., Baker, A.K., Larsen, P., Riquino, M.R., Priddy, S.E., Thomas, E.,
Hanley, A.W., Galbraith, P., Wanner, N. and Nakamura, Y., 2017. Randomized
controlled trial of brief mindfulness training and hypnotic suggestion for acute
pain relief in the hospital setting. Journal of general internal medicine, 32(10),
pp.1106-1113.
Helfand, M., & Freeman, M. (2009). Assessment and management of acute pain in
adult medical inpatients: a systematic review. Pain Medicine, 10(7), 1183-1199.
Karcioglu, O., Topacoglu, H., Dikme, O., & Dikme, O. (2018). A systematic review
of the pain scales in adults: Which to use? American Journal of Emergency
Medicine, 707-714.
Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, Meridean L., Swanson, Elizabeth. 2015.
Nursing Outcomes Classificattion (NOC). Edisi 5. Jakarta: Elsevier Inc.