Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN SEMINAR KASUS EVIDENCE BASED NURSING

PRACTICE DAN PENYULUHAN KESEHATAN PSP2N STASE


KEPERAWATAN DASAR PROFESI DI RUANG MERPATI
RUMAH SAKIT DAERAH KALISAT JEMBER

Oleh
Kelompok Ruang Merpati

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
LAPORAN SEMINAR KASUS EVIDENCE BASED NURSING
PRACTICE DAN PENYULUHAN KESEHATAN PSP2N STASE
KEPERAWATAN DASAR PROFESI DI RUANG MERPATI
RUMAH SAKIT DAERAH KALISAT JEMBER

diajukan guna melengkapi tugas stase Keperawatan Dasar Profesi dengan dosen
pengampu Ns. Ahmad Rifai, M.S

Oleh :
Nindy Adi Putri K, S.Kep NIM 192311101045
Ifka Wardaniyah, S.Kep NIM 192311101084
Ridlo Cahya Ilhami, S.Kep NIM 192311101087
Novian Dwi Roessanti, S.Kep NIM 192311101112
Alviolita Nur S., S.Kep NIM 192311101130

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER

ii
2019

iii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Tugas Program Profesi Ners Stase KDP yang disusun oleh:

Nama : Kelompok ruang merpati


NIM :-

Telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:

Hari :
Tanggal :

Jember, September 2019

FAKULTAS KEPERAWATAN

Mengetahui,
PJ Program Profesi Ners PJMK

Ns. Erti Ikhtiarini D., M.Kep.S.Kep.J Ns. Ahmad Rifai MS


NIP. 19811028 200604 2 002 NIP. 19850207 201504 1 001

Menyetujui,
Wakil Dekan I

Ns. Wantiyah, M.Kep.


NIP. 19810712 200604 2 001

ii
LEMBAR PENGESAHAN ASUHAN KEPERAWATAN

Laporan pendahuluan berikut disusun oleh:

Nama : Kelompok Ruang Merpati


NIM :-
Judul : ASUHAN KEPERAWEATAN GANGGUAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN RASA NYAMAN (NYERI) PADA PASIEN
DENGAN DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF) DI RUANG
MERPATI RUMAH SAKIT DAERAH KALISAT JEMBER

Telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:

Hari :
Tanggal :

Jember, September 2019

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

Ns. Ahmad Rifai, MS Ns. Alice Novianti, S.Kep


NIP. 19850207 201504 1 001 NIP

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENGESAHAN ASUHAN KEPERAWATAN
DAFTAR ISI
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Gangguan Kebutuhan Pola Tidur
B. Anatomi fisiologi
C. Epidemiologi
D. Etiologi
E. Tanda dan Gejala
F. Patofisiologi dan Clinical Pathway
G. Penatalaksanaan Medis
H. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul (PES)
b. Perencanaan Nursing Care Plan
I. Penatalaksanaan berdasarkan evidence based practice in nursing
J. Daftar Pustaka

iv
1

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat
subjektif karena perasaan nyeri berbeda setiap orang dalam hal skala atau
tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi
rasa nyeri yang dialaminya. Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional
tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensional
atau yang digambarkan dengan kerusakan: awitan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi.
Kebutuhan terbebas dari rasa nyeri itu merupakan salah satu kebutuhan dasar yang
merupakan tujuan diberikannya asuhan keperawatan. Nyeri dapat mengganggu
hubungan personal dan mempengaruhi makna kehidupan.

Menurut NANDA 2018-2020 klasifikasi nyeri ada dua yaitu :

1. Nyeri akut, yaitu pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan
sebagai kerusakan, awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan
hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi dan diprediksi dan dengan
durasi kurang dari 3 bulan.

2. Nyeri kronis, yaitu pengalaman sensorik dan emoisonal yang tidak


menyenangkan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensional atau
digambarkan sebagai suatu kerusakan, awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan
intensitas dari ringan hingga berat, terjadi konstan atau berulang dengan akhir
yang tidak dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung lebih dari tiga
bulan.
2

B. Anatomi Fisiologi

(Ahda, 2017)
Nosiseptor merupakan reseptor nyeri yang letakknya pada ujung saraf bebas
pada setiap jaringan tubuh (kecuali pada otak). Nyeri dapat dirasakan ketika adanya
rangsangan pada serabut-serabut saraf. Mekanisme terjadinya nyeri terdiri dari 4
proses yaitu transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi. Transduksi terjadi karena
adanya rangsangan yang mengganggu sehingga menimbulkan aktivitas listrik pada
reseptor nyeri. Transmisi nyeri merupakan proses penyaluran impuls nyeri dari
tempat transduksi melewati saraf perifer sampai ke terminal di medulla spinalis dan
jaringan neuron-neuron pemancar di medulla spinalis menuju otak. Modulasi nyeri
melibatkan aktivitas saraf melalui jalur saraf desenden dari otak yang dapat
memengaruhi transmisi nyeri setinggi medulla spinalis. Persepsi nyeri adalah
pengalaman subyektif nyeri yang dihasilkan oleh aktivitas transmisi nyeri oleh saraf.
Jalur nyeri sendiri terdapat pada sistem saraf pusat yang terbagi menjadi jalur
asendens dan desendens. Pada jalur asendens, serat saraf C dan A-δ aferen
menyalurkan impuls nyeri masuk ke medulla spinalis di akar saraf dorsal. Serat saraf
C dan A-δ halus masing-masing membawa nyeri akut-tajam dan kronik lambat,
bersinaps di substansia tanduk dorsal, memotong medulla spinalis, dan naik ke otak
3

melalui cabang traktus spinotalamikus. Terdapat dua jalur spinotalamikus sejajar yang
menyalurkan impuls ini ke otak ; traktus neospinotalamikus dan paleospinotalamikus.
Traktus neospinotalamikus membawa info mengenai nyeri cepat atau akut dari
nosiseptor A-δ ke daerah talamus dan bersinaps di nucleus ventroposterolateralis
talamus (Ahda, 2017).

Neuron di thalamus akan memproyeksikan akson-aksonnya untuk membawa


impuls nyeri ke korteks somatosensorik primer girus pascasentralis. Jalur
nespinotalamikus memediasi aspek murni sensorik nyeri yaitu, lokasi, intensitas dan
kualitas. Traktus paleospinotalamikus menyalurkan impuls dari nosiseptor tipe C
lambat-kronik, adalah suatu jalur difus yang membawa impuls ke formasio retikularis
batang otak sebelum berakhir di nucleus parafasikularis dan nucleus intralaminar lain
di thalamus, hipotalamus,nucleus sitem limbik, dan korteks otak depan. Jalur ini
terkait dengan respon emosional. Karena dimensi ini munculnya rasa takut yang
mengiringi nyeri (Prince dan Wilson, 2006).

C. Epidemiologi
Nyeri merupakan masalah yang umum terjadi pada sebagian orang yang
disebabkan karena berbagai hal seperti trauma, benturan, kanker, dan lain lain. Hasil
penelitian multisenter di unit rawat jalan pada 14 rumah sakit pendidikan di seluruh
Indonesia yang dilakukan oleh kelompok studi nyeri didapatkan sejumlah 4456 kasus
nyeri yang merupakan 25% dari total kunjungan. Jumlah penderita laki - laki
sebanyak 2200 orang dan 2256 orang perempuan yang mengalami nyeri.
Terdapat sejumlah kasus nyeri kepala 35.86%, nyeri punggung bawah 18,3%
dan nyeri neuropatik yang merupakan gabungan nyeri neuropatik diabetika,
nyeri paska herpes, dan neuralgia trigeminal sebanyak 9.5% (Wahyuningtyas,
2015).
4

Nyeri kepala merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan oleh pasien
saat datang ke dokter, baik ke dokter umum maupun neurolog. Sampai saat ini nyeri
kepala masih merupakan masalah. Masalah yang diakibatkan oleh nyeri kepala mulai
dari gangguan pada pola tidur, pola makan, depresi sampai kecemasan
(Hidayati, 2016). Berdasarkan hasil penelitian population base di Singapore
didapati prevalensi life time nyeri kepala penduduk Singapore adalah 80% pada
pria, wanita 85% (p = 0.0002). Sedangkan di Indonesia, berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan di Medan terhadap mahasiswa Fakultas Kedokteran
USU mendapati hasil 78% pria dan 88% wanita pernah mengalami nyeri kepala
(Widjaja, 2005).

D. Etiologi
1. Agen cedera biologis (misal infeksi, iskemia, neoplasma)
2. Agen cedera fisik (misal, abses, amputasi, luka bakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur bedah, trauma, olahraga berlebihan)
3. Agen cedera kimiawi (misal luka bakar, kapsaisin, metilen klorida, agen
mustrad)
4. Ketidakmampuan fisik-psikososial kronis (misal kanker metastasis, cedera
neurologis, dan arthritis)

E. Tanda dan gejala


Menurut NANDA (2018-2020) tanda dan gejala nyeri antara lain:
1. Dilatasi pupil
2. Ekspresi wajah nyeri misalkan mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan
mata berpencar atau tetap pada satu fokus, meringis)
3. Mengekspresikan perilaku misalnya gelisah, merengek, menangis, waspada
4. Perubahan perilaku untuk menghindari nyeri
5. Perubahan selera makan
5

6. Sikap melindungi area sekitar nyeri


7. Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk pasien
yang tidak dapat mengungkapkan nyeri
8. Keluhan tentang intensitas nyeri menggunakan standar skala nyeri.
9. Nyeri akut dapat mencetuskan takikardi, hipertensi dan midriasis, tetapi tidak
bersifat diagnostik

F. Patofisiologi dan Clinical Pathway

F. Penatalaksanaan Medis
6

Terapi farmakologi
a. Analgesik : non-opiat dan opiat
Macam –macam analgesik non-opiat
1. Parasetamol
2. Salisilat (aspirin, mg salisilat, diflunisal)
3. Fenamat (meklofenamat, asam mefenamat)
4. Asam propionat (ibuprofen, fenoprofen, ketoprofen, naproksen)
5. Asam pirolizin karboksilat (ketorolak)
6. Inhibitor cox-2(celecoxib, valdecoxib)
Macam –macam analgesik opiat
1. Agonis seperti morfin (morfin, hidromorfon, kodein)
2. Agonis seperti meperidin (Meperidin, fentanil)
3. Agonis seperti metadon (metadon, propoksifen)
4. Antagonis (nalokson)
5. Analgesik (tramadol)
Tahapan I :analgesik non-opiat
Tahapan II : Analgesik AINS + ajuvan (antidepresan)
Tahapan III : analgesik opiat lemah + AINS + ajuvan
Tahapan IV : analgesik opiat kuat +AINS + ajuvan
b. Pengobatan Paliatif
Step 1: aspirin(ASA), acitaminophen, nonsteroidal anti – inflamasi
Step 2: acet atau ASA, codeine, hydrocodon, oxycodon, dihydrocodeine,
tramadol
Step 3:morphin, hydromorphon, methadon, levorphanol, fentanyl,
oxycodon.
Penatalaksanaan Non Medis
1. Relaksasi (Guided imagery)
2. Napas dalam
3. Accupresur
7

4. Aromaterapi

G. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pengkajian
Melakukan pengkajian riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien.
Observasi langsung pada respons perilaku dan fisiologis klien. Tujuan pengkajian
adalah untuk mendapatkan pemahaman objektif terhadap pengalaman subjektif.
(Doenges Morhouse Geissler) Karakteristik Nyeri (PQRST)
a) P (Provokative): faktor yg mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri
b) Q (Quality): seperti apa, tajam, tumpul atau tersayat
c) R (Region): daerah perjalanan nyeri
d) S (Severity/Skala Nyeri): keparahan/intensitas nyeri
e) T (Time): lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri
Hal-hal yang perlu dikaji:
a) Lokasi
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik minta klien untuk menunjukkan
area nyerinya, bisa dengan bantuan gambar. Klien bisa menandai bagian tubuh yang
mengalami nyeri.
b) Intensitas Nyeri
Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan terpercaya
untuk menentukan intensitas nyeri pasien.
c) Kualitas Nyeri
Terkadang nyeri bisa terasa seperti dipukul-pukul atau ditusuk-tusuk. Perawat
perlu mencatat kata-kata yang digunakan klien untuk menggambarkan nyerinya.
Sebab informasi berpengaruh besar pada diagnosis dan etiologi nyeri.

d) Pola
8

Pola nyeri meliputi waktu kaitan, durasi, dan kekambuhan atau interval nyeri.
Karenanya, perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri
berlangsung, apakah nyeri berulang, dan kapan nyeri terakhir muncul.
e) Faktor Presipitasi
Terkadang, aktivitas tertentu dapat memicu munculnya nyeri sebagai contoh,
aktivitas fisik yang berat dapat menimbulkan nyeri dada. Selain itu, faktor lingkungan
(lingkungan yang sangat dingin atau sangat panas), stressor fisik dan emosional juga
dapat memicu munculnya nyeri.
f) Gejala Yang Menyertai
Gejala ini meliputi mual, muntah, pusing, dan diare. Gejala tersebut dapat
disebabkan awitan nyeri atau oleh nyeri itu sendiri.
g) Pengaruh Pada Aktivitas Sehari-hari
Dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi aktivitas harian klien
akan membantu perawat memahami perspektif klien tentang nyeri. Beberapa aspek
kehidupan yang perlu dikaji terkait nyeri adalah tidur, napsu makan, konsentrasi,
pekerjaan, hubungan interpersonal, hubungan pernikahan, aktivitas dirumah, aktivitas
diwaktu senggang serta status emosional.
h) Sumber Koping
Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda dalam menghadapi
nyeri. Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh pengalaman nyeri sebelumnya atau
pengaruh agama atau budaya.
i) Respon Afektif
Respon afektif klien terhadap nyeri bervariasi, bergantung pada situasi, derajat,
dan durasi nyeri, interpretasi tentang nyeri, dan banyak faktor lainnya. Perawat perlu
mengkaji adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal pada
klien.

j) Observasi Respon
9

Perilaku dan Fisiologis Respon non verbal yang bisa dijadikan indikator nyeri.
Salah satu yang paling utama adalah ekspresi wajah. Perilaku seperti menutup mata
rapatrapat atau membukanya lebar-lebar, menggigiti bibir bagian bawah, dan sering
wajah dapat mengidentifikasikan nyeri. Selain ekspresi wajah, respon perilaku lain
yang dapat menandakan nyeri adalah vokalisasi (misalnya serangan, menangis,
berteriak), imobilisasi bagian tubuh yang mengalami nyeri, gerakan tubuh tanpa
tujuan (misalnya menendangnendang, membolak-balikan tubuh diatas kasur), dll.

Pengkajian nyeri untuk dapat mengetahui berapa skala nyeri yang dirasakan
klien dapat diukur menggunakan dua cara yaitu dengan menggunakan skala wajah
Whaley dan Wong dan cara kedua yaitu Skala Numerik Verbal.
1. Skala Wajah Whaley dan Wong
Skala wajah dapat digunakan untuk anak-anak, karena anak-anak dapat diminta
untuk memilih gambar wajah sesuai rasa nyeri yang dialaminya. Pilihan ini kemudian
diberi skor angka. Skala wajah Whaley dan Wong menggunakan 6 kartun wajah, yang
menggambarkan wajah tersenyum, wajah sedih, sampai menangis, dan tiap wajah
ditandai dengan angka 0 sampai 5.
2. Skala Numerik Verbal
Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk menggambarkan
tingkat nyeri. Dua ujung ekstrim digunakan pada skala ini. Skala numerik verbal ini
lebih bermanfaat pada periode pascabedah, karena secara alami verbal/kata-kata tidak
terlalu mengandalkan koordinasi visual dan motorik. Skala verbal menggunakan
kata-kata dan bukan garis atau angka untuk menggambarkan tingkat nyeri. Skala
yang digunakan dapat berupa tidak ada nyeri, sedang, parah. Hilang/redanya nyeri
dapat dinyatakan sebagai sama sekali tidak hilang, sedikit berkurang, cukup
berkurang, baik/nyeri hilang sama sekali. Karena skala ini membatasi pilihan kata
pasien, skala ini tidak dapat membedakan berbagai tipe nyeri.
10

Gambar 1.1 Alat ukur skala nyeri (Karcioglu, Topacoglu, Dikme, & Dikme, 2018)

b. Diagnosa keperawatan yang sering muncul


a. Nyeri akut (00132)
i. Definisi : pengalaman sensorik dan emosional tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan
aktual atau potensial atau yang digambarkan sebagai
kerusakan, awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas
ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi
dan diprediksi dan dengan durasi kurang dari 3 bulan.
ii. Batasan Karakteristik:
11

1. Perubahan selera makan


2. Periubahan pada parameter fisiologis
3. Diaforesis
4. Perilaku distraksi
5. Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri untuk
pasien yang tidak dapat mengungkapkannya
6. Perilaku ekspresif
7. Ekspresi wajah nyeri
8. Sikap tubuh melindungi
9. Putus asa
10. Fokus menyempit
11. Sikap melindungi area nyeri
12. Perilaku protektif
13. Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas
14. Dilatasi pupil
15. Fokus pada diri sendiri
16. Keluhan tentang intensitas menggunakan skala nyeri
iii. Factor yang berhubungan
1. Agen cedera biologis
2. Agen cedera kimiawi
3. Agen cedera fisik

b. Nyeri kronis (00133)


i. Definisi : pengalaman sensorik dan emoisonal yang tidak
menyenangkan dengan kerusakan jaringan aktual atau
potensional atau digambarkan sebagai suatu kerusakan,
awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas dari
ringan hingga berat, terjadi konstan atau berulang dengan
akhir yang tidak dapat diantisipasi atau diprediksi dan
12

berlangsung lebih dari tiga bulan.


ii. Batasan Karakteristik:
1. Hambatan kemampuan meneruskan aktivitas sebelumnya
2. Perubahan pola tidur
3. Anoreksia
4. Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri
untuk pasien yang tidak dapat mengungkapkannya
5. Ekspresi wajah nyeri
6. Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas
7. Fokus pada diri sendiri
8. Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri
9. Keluhan tentang karakteristik menggunakan standar instrumen
nyeri
iii. Factor yang berhubungan
1. Perubahan pola tidur
2. Distres emosi
3. Keletihan
4. Peningkatan indeks masa tubuh
5. Pola seksualitas tidak efektif
6. Agen pencedera
7. Malnutrisi
8. Kerusakan sistem saraf
9. Penggunaan komputer yang lama
10. Mengangkat beban berulang
11. Isolasi sosial
12. Vibrasi seluruh tubuh
iv. Populasi berisiko
1. Usia . 50 tahun
2. Gender wanita
13

3. Riwayat penganiayaan
4. Riwayat mutilasi genital
5. Riwayat utang terlalu banyak
6. Riwayat penyalahgunaan zat
7. Riwayat olahraga terlalu berat
v. Kondisi terkait
1. Gangguan muskuloskeletal kronis
2. Kontusio
3. Cedera tabrakan
4. Gangguan sistem saraf
5. Fraktur
6. Gangguan genetik
7. Gangguan imun
8. Gangguan metabolik
9. Gangguan iskemik
10. Cedera otot
12

c. Perencanaan/ Nursing Care Plan

No. Masalah NOC NIC


Keperawatan
1. Kontrol nyeri
Nyeri akut Manajemen nyeri
Outcome Tidak Jarang Kadang- Sering Secara
pernah menunjuk kadang menunjuk konsisten 1) lakukan pengkajian nyeri
menunjuk kan menunjuk kan menunjuk
2) Gali kepercayaan dan pengetahuan
kan kan kan klien tentang nyeri
Mengenal 3) Evaluasi pengalamnan nyeri di masa
i kapan lalu
nyeri
terjadi 4) Dukung istirahat/tidur yang adekuat
untuk menurunkan nyeri
Menggam
Relaksasi Otot Progresif
barkan
faktor (1) Posisikan pasien duduk
penyebab
(2) Redupkan cahaya
Menggun
(3) Instruksikan untuk memakai pakaian
akan
yang nyaman dan tidak ketat
tindakan
pencegah (4) Cek pasien secara periodic untuk
an menjamin agar kelompok otot
menjadi rileks
Menggun
akan Monitor TTV
sumber
daya 1) Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan
yang status pernafasan dengan tepat
12

tersedia
2) Monitor keberadaan dan kualitas nadi
Melapork
an nyeri 3) Monitor irama dan lu pernafasan
yang
terkontro
l
2. Nyeri kronis Kontrol nyeri
Manajemen nyeri
Outcome Tidak Jarang Kadang- Sering Secara
pernah menunjuk kadang menunjuk konsisten 1) lakukan pengkajian nyeri
menunjuk kan menunjuk kan menunjuk
2) Gali kepercayaan dan pengetahuan
kan kan kan klien tentang nyeri
Mengenal 3) Evaluasi pengalamnan nyeri di masa
i kapan lalu
nyeri
terjadi 4) Dukung istirahat/tidur yang adekuat
untuk menurunkan nyeri
Menggam
Relaksasi Otot Progresif
barkan
faktor (1) Posisikan pasien duduk
penyebab
(2) Redupkan cahaya
Menggun
(3) Instruksikan untuk memakai pakaian
akan
yang nyaman dan tidak ketat
tindakan
pencegah (4) Cek pasien secara periodic untuk
an menjamin agar kelompok otot
menjadi rileks
Menggun
akan Monitor TTV
sumber
12

daya
1) Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan
yang
tersedia status pernafasan dengan tepat

Melapork 2) Monitor keberadaan dan kualitas nadi


an nyeri
yang Manajemen pengobatan
terkontro
l 1) Monitor cara pemberian obat yang
sesuai
Tingkat nyeri
Outcome Berat Cukup Sedang Ringan Tidak ada 2) Monitor respon terhadap perubahan
Berat pengobatan
Nyeri
yang 3) Monittor interksi obat yang non
dilaporka terapeutik
n
Ekspresi
nyeri
wajah
Tidak
bisa
beristirah
at
Ketegang
an otot
Denyut
12

jantung
apikal
Denyut
jantung
radial
13

H. Penatalaksanaan berdasarkan Evidence Based Nursing


Nyeri akut merupakan masalah umum dalam rawat inap, dengan sebanyak 84%
dari pasien yang mengalami nyeri, 9-36% di antaranya melaporkan mengalami nyeri
parah atau tak tertahankan. obat opioid merupakan saran yang biasanya digunakan
untuk pengobatan nyeri. Penggunakaan obat-obatan opioid untuk nyeri akut memiliki
risiko, termasuk kemungkinan lebih besar penggunaan jangka panjang opioid,
penyalahgunaan, dan overdosis (Helfand & Freeman, 2009).
Berdasarkan nursing intervention care menyebutkan bahwa intervensi yang
dapat diberikan untuk mengatasi nyeri yaitu dengan managemen nyeri yang dapat
berupa pemberian terapi nyeri atau relaksasi. Berdasarkan jurnal yang berjudul A
Brief Mindfulness Intervention for Medically Hospitalized Patients with Acute Pain:
A Pilot Randomized Clinical Trial tahun 2019 menyebutkan bahwa Mindfulness
intervention dapat menjadi salah satu pilihan untuk managemen nyeri secara non
farmakologis.
Mindfulness didefinisikan sebagai fokus tujuan dan tidak menghakimi pada saat
ini. Meruapakan suatu teknik memadukan pikiran dan tubuh menjadi satu dan
berfokus pada apa yang dirasakan tubuh, pikiran, atau emosi, dan melakukannya
tanpa penilaian dari pengalaman mereka. Teknik ini merupakan salah satu teknik
untuk untuk melawan emosi negatif yang berfokus pada persepsi tentang nyeri itu
sendiri. Penelitian menunjukkan jika Intervensi ini mudah untuk menerapkan (yaitu,
itu singkat, dan mayoritas pasien yang memenuhi syarat bersedia untuk terlibat) dan
bisa ditawarkan sebagai alternatif pengobatan untuk pasien rawat inap. Hasil
menunjukkan pasien melaporkan nyeri akut berkurang. Manfaat dari intervensi ini
selain untuk managemen nyeri yaitu untuk depresi, kecemasan, penggunaan opioid,
dan kesakitan jangka panjang.
Langkah pertama yaitu pernapasan diafragma. Selanjutnya Mengarahkan untuk
memasuki kesadaran dengan mendorong untuk fokus pada saat ini yaitu
memperhatikan sensasi tubuh dan mengakui pengalaman mereka tanpa penilaian atau
13

mencoba untuk mengubah. Pada tahahapan ini peserta menerima salinan naskah
untuk digunakan sebagai panduan untuk praktek masa depan. Salinan teks berikut
seperti “Bayangkan bahwa pikiran-pikiran seperti awan melintas di langit. Hanya
melihat pikiran, mengakuinya, dan biarkan itu berlalu.”
Penelitian ini didukung dengan penelitian sebelumnya pada tahun 2017 yang
berjudul Randomized Controlled Trial of Brief Mindfulness Training and Hypnotic
Suggestion for Acute Pain Relief in the Hospital Setting menyebutkan, jika dengan
menggunakan terapi hipnotis terbimbing berupa mindfulness dapat menurunkan skala
nyeri dan ketidaknyamanan yang dialami oleh pasien rawat inap dengan
menggunakan psikoedukasi tentang nyeri dan penerimaan terhadap nyeri.
13

DAFTAR PUSTAKA
Ahda, H. M. 2017. Hubungan tingkat kecemasan dengan intensitas nyeri pada pasien
nyeri punggung
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medika Bedah Volume 2. Jakarta: EGC

Bulechek, dkk., 2016. Nursing Intervention Classification (NIC): Edisi 6. Jakarta:


Elsevier Inc.

Carpenito, Lynda Juall. 1995. Buku saku diagnosa keperawatan dan dokumentasi,
edisi 4, Alih Bahasa Yasman Asih. Jakarta, EGC

Garland, E.L., Baker, A.K., Larsen, P., Riquino, M.R., Priddy, S.E., Thomas, E.,
Hanley, A.W., Galbraith, P., Wanner, N. and Nakamura, Y., 2017. Randomized
controlled trial of brief mindfulness training and hypnotic suggestion for acute
pain relief in the hospital setting. Journal of general internal medicine, 32(10),
pp.1106-1113.

Helfand, M., & Freeman, M. (2009). Assessment and management of acute pain in
adult medical inpatients: a systematic review. Pain Medicine, 10(7), 1183-1199.

Herdman, T.H., dan Kamitsuru, Shigemi. 2018. Nanda-I Diagnosis Keperawatan


Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta:EGC.

Hidayati, H. B. (2016). Tinjauan Pustaka: Pendekatan Klinisi dalam Manajemen


Nyeri Kepala. Mnj, 2(2), 89–96

Karcioglu, O., Topacoglu, H., Dikme, O., & Dikme, O. (2018). A systematic review
of the pain scales in adults: Which to use? American Journal of Emergency
Medicine, 707-714.

Miller-Matero, L. R., Coleman, J. P., Smith-Mason, C. E., Moore, D. A., Marszalek,


D., & Ahmedani, B. K. (2019). A Brief Mindfulness Intervention for Medically
Hospitalized Patients with Acute Pain: A Pilot Randomized Clinical Trial. Pain
Medicine.
13

Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, Meridean L., Swanson, Elizabeth. 2015.
Nursing Outcomes Classificattion (NOC). Edisi 5. Jakarta: Elsevier Inc.

Prince, S. A. dan L. M. Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses- Proses


Penyakit. Jakarta: EGC.
Wahyuningtyas, Sandra J. 2015. Pengaruh Derajat Depresi dengan Intensitas Nyeri
Kronik. Karya Tulis Ilmiah (KTI). Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro

Anda mungkin juga menyukai