Anda di halaman 1dari 34

Laporan kasus

SEPSIS

Disusun Oleh :

Siti Soleha

Pembimbing :

dr. Supriadi, M.Ked (Ped)., Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABDURRAB

RSUD KOTA DUMAI

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia,
rahmat kesehatan, dan keselamatan kepada penulis sehingga mampu
menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul “Sepsis” yang diajukan sebagai
persyaratan untuk mengikuti KKS Ilmu Kesehatan Anak.
Terima kasih kami ucapkan kepada dokter pembimbing dr. Supriadi,
M.Ked (Ped)., Sp.A, yang telah bersedia membimbing kami, sehingga laporan
kasus ini dapat selesai pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini masih memiliki
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan laporan kasus ini.
Akhir kata, penulis berharap agar laporan kasus ini dapat memberi manfaat
kepada semua orang. Atas perhatian dan sarannya kami ucapkan terima kasih.

Dumai, November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ................................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Sepsis .............................................................................................................. 2
2.2.1. Definisi ............................................................................................ 3
2.2.2. Etiologi dan Faktor Risiko .............................................................. 3
2.2.3 Patogenesis dan Patofisiologi.......................................................... 5
2.2.7. Manifestasi Klinis ........................................................................... 6
2.2.8. Diagnosis ......................................................................................... 6
2.2.9. Tatalaksana...................................................................................... 11
2.2.10. Prognosis ...................................................................................... 13

BAB III STATUS PASIEN DAN FOLLOW UP .............................................. 14


BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................... 29
BAB V KESIMPULAN ...................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 31

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sepsis merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada
anak di seluruh dunia. Sepsis awalnya didefinisikan sebagai kecurigaan atau
infeksi yang terbukti, disertai kondisi klinis SIRS (systemic inflammatory
response syndrome), tetapi definisi tersebut kini ditinggalkan. Sesuai konsensus
mengenai sepsis terbaru, sepsis didefinisikan sebagai keadaan disfungsi/gagal
organ yang mengancam nyawa, disebabkan oleh respon pejamu yang tidak
teregulasi terhadap infeksi.
Kejadian sepsis secara signifikan lebih tinggi pada kelompok umur yang lebih
muda dan anak dengan komorbiditas yang mengakibatkan defisiensi imunitas,
seperti keganasan, transplantasi, penyakit konis, dan kelaianan jantung bawaan.
Penyebab tersering sepsis pada anak, yaitu infeksi saluran pernapasan, diikuti
dengan infeksi non-spesifik, bakterimia, infeksi saluran kemih, infeksi saluran
pencernaan, infeksi sistem saraf pusat, dan lainnya.
Data di Amerika Serikat menunjukkan kejadian sepsis pada pasien yang
dirawat di unit perawatan intensif anak (pediatrics intensive care unit/PICU)
mencapai lebih dari 42.000 kasus dengan angka kematian sebesar 10,3%. Data
statistik dari Center of Disease Control menunjukkan bahwa usia 1 tahun ke atas,
insidensi sepsis meningkat 13%. Untuk usia 1-4 tahun sepsis menduduki posisi ke
sembilan sebagai penyebab kematian dengan estimasi angka kematian pertahun
sebesar 0,5/100.000 populasi. Puncak insidensi sepsis menunjukkan distribusi
ganda yaitu puncak pertama pada periode neonatus dan puncak ke dua pada usia 2
tahun. Insidens sepsis pada perawatan di Pediatrics Intensive Care Unit (PICU)
adalah 24%. Sedangkan penelitian di Perancis yang dilakukan di 36 PICU-NICU
didapatkan insidens sepsis sebanyak 3%, dengan rata-rata mortalitas sebanyak 30-
60%. Dari penderita sepsis tersebut kira-kira 49% penderita yang mengalami
bakteremia yang terdiri dari 58% dengan bakteri gram (+), dan 42% dengan
bakteri gram (-). Sedangkan di Indonesia sendiri sumber infeksi berasal dari
infeksi saluran pernapasan (36%-42%) dengan insiden sepsis lebih tinggi pada

1
kelompok usia neonatus dan bayi <1 tahun dibandingkan dengan usia 1-18 tahun
(9,7 : 0,23 kasus per 1000 anak).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SEPSIS
2.2.1 Definisi
Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam kehidupan (life-
threatening organ dysfunction) yang disebabkan oleh disregulasi imun
terhadap infeksi.
Sepsis atau septikemia adalah keadaan ditemukannya gejala klinis
terhadap suatu penyakit infeksi yang berat, disertai dengan ditemukannya
respons sistemik yang dapat berupa hipotermia, hipertermia, takikardia,
hiperventilasi, dan letargi. Sindrom sepsis adalah sepsis yang telah disertai
dengan gangguan perfusi organ seperti gangguan akut status mental,
oligouri, peninggian kadar asam laktat di dalam darah dan hipoksemia.

2.2.2 Etiologi dan Faktor Risiko


Sepsis dapat disebabkan oleh respon imun yang dipicu oleh infeksi.
Penyebab paling sering adalah infeksi bakteri, tetapi dapat pula berasal
dari jamur, virus, atau parasit (dapat dilihat pada tabel 1). Respon imun
terhadap infeksi tersebut dapat meyebabkan terjadinya disfungsi organ
atau sepsis dan syok septik dengan angka mortalitas yang relatif tinggi.
Organ yang sering terkena infeksi primer adalah paru-paru, otak, saluran
kemih, kulit dan abdomen.
Tabel 1. Mikroorganisme Patogen Penyebab Sepsis Pada Anak
Bayi dan anak di komunitas
 Steptococcus pneumonia merupakan penyebab utama infeksi bakterial invasif
 Neisseria meningitidis
 Staphylococcus aureus dan streptococcus group A pada anak sehat
 Haemophilus influenza tipe B
 Bordetella pertussis (terutama pada bayi sebelum vaksinasi dasar lengkap)
Bayi dan anak di rumah sakit
 Sesuai pola kuman di rumah sakit
 Coagulase-negative Staphylococcus (akibat kateter vaskular)
 Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
 Organisme gram negatif: Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella, E. Colli, dan
Acinetobacter sp.

3
Asplenia fungsional/asplenik
 Sepsis Salmonella (Salmonella osteomyelitis pada penyakit sickle cell).
 Organisme berkapsul: streptococcus pneumonia, haemophillus influenzae
Organisme lain
 Jamur (spesies Candida dan Aspergillus) dan virus (influenza, respiratory
syncytial virus, human metapneumovirus, varicella dan herpes simplex virus)

Mikroorganisme penyebab sepsis sangat berhubungan erat dengan


umur dan status imunitas anak. Pada masa neonatus penyebab terseringnya
adalah E. Coli, S. Aureus, Streptokokus grup B dan L. Monositogenes.
Sedangkan pada anak yang lebih besar dapat disebabkan oleh S.
Pneumoniae, H. Influenzae tipe B, N. Meningitidis, Salmonella Sp., S.
Aureus dan streptokokus grup A. Anak dengan gangguan imunitas dapat
mengalami sepsis yang disebabkan oleh berbagai kuman, bahkan oleh
kuman yang tidak biasa.
Sepsis lebih mudah terjadi pada anak yang mempunyai faktor
risiko. Faktor risiko untuk terjadinya sepsis dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Faktor Risiko Terjadinya Sepsis
1. Prematuritas
2. Umur anak
3. Defisiensi sistem imun:
- Malnutrisi - AIDS
- Agamaglobulinemia - Asplenia
- Neutropeni dengan - Defisiensi komplemen
imunosupresi - Defek neutrophyl chemotactic
- Anemia bulan sabit factor
- Severe combined
immunodefficiency
syndrome
4. Penyakit yang sedang diderita:
- Keganasan - Sindrom nefrotik
- Galaktosemia - Kecanduan obat secara
- Paraplegi intravena
- Luka bakar yang luas - Infeksi gonokokus pada traktus
5. Prosedur/Instrumentasi urinarius
Medik:
- Indwelling kateter - Intubasi endotrakea
intravena dan kateter - Continous peritoneal dialisa
urin - Pemakaian katup jantung
- Atrioventricular shunt protesa
- Pembedahan

4
2.2.3 Patogenesis dan Patofisiologi
Pada sepsis, perubahan fisiologi tubuh diinduksi oleh
mikroorganisme atau produk mikroorgaisme yang beredar di dalam darah
maupun yang berasal dari suatu fokus infeksi. Untuk mempertahankan
suasana fisiologis, tubuh berupaya melalui sistem imunologik. Sebagai
contoh, sel retikuloendotelial dan fagosit membuang bakteri yang telah
diopsonisasi oleh komplemen dan antibodi, berbagai enzim dan substansi
di dalam serum melaksanakan fungsi detoksikasi, hidrolisis dan netralisasi
dari produk mikroorganisme. Substansi atau mediator penting yang
berperan penting di dalam mekanisme pertahanan tubuh diantaranya
adalah tumor necrosis factor (TNF), Interleukin-1 Beta, gamma interferon,
platelet activating factor (PAF) dan leucotrien.
Sepsis menggambarkan suatu kompleks imun yang timbul saat
sistem imunitas pejamu teraktifasi terhadap infeksi. Molekul patogen
mengktifkan sistem kekebalan tubuh, melepaskan mediator inflamasi dan
memicu pelepasan sitokin yang penting dalam mengeliminasi patogen.
Dengan demikian, proses eliminasi lebih efektif, sekaligus memicu
pelepasan sitokin anti-inflamasi, seperti interleukin-1 receptor antagonis
(IL-1 ra), IL-4, dan IL-10. Sitokin anti-inflamasi berperan menghentikan
proses inflamasi dengan memodulasi, koordinasi, atau represi terhadap
respon yang berlebihan (mekanise umpan balik). Sitokin pro-inflamasi
juga berperan dalam pelepasan nitrogen monoksida (nitric oxide, NO)
yang penting dalam eliminasi patogen, tetapi efek NO lainnya adalah
vasodilatasi vaskuler. Sehingga pada keadaan sepsis, produksi NO yang
berlebihan akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan menyebabkan
syok septik. Ketika sistem imun tidak efektif dalam megeleminasi antigen,
proses inflamasi menjadi tidak terkendali dan menyebabkan kegagalan
sistem organ.

5
Gambar 1. Patofisiologi Sepsis dan syok septik

2.2.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis sepsis pada neonatus dan anak dengan gangguan
imunitas yang berat sangat sulit untuk diketahui. Stadium dini sepsis sulit
dibedakan dari penyakit infeksi biasa, tetapi pada anak akan menunjukkan
adanya tanda awal sepsis yang dapat berupa menggigil, hiperventilasi,
takikardia, vasodilatasi yang disusul dengan hipotensi.
Sepsis yang terjadi pada masa neonatus dan anak dengan gangguan
imunitas, manifestasi klinis sering tidak spesifik, kadang-kadang dapat
berupa letargi, muntah, perut kembung dan hipotermia. Ptekie dan purpura
dapat ditemukan pada penderita sepsis yang terutama disebabkan oleh
meningokokus, P. Aeruginosa dapat menimbulkan kelainan kulit berupa
ecthyma gangrenosa.

2.2.5 Diagnosis
Diagnosis sepsis ditegakkan berdasarkan adanya: (1) Infeksi,
meliputi (a) faktor predisposisi infeksi, (b) tanda atau bukti infeksi yang

6
sedang berlangsung, (c) respon inflamasi; dan (2) tanda disfungsi/gagal
organ.
Alur penegakan diagnosis sepsis dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 2. Alur Penegakan Diagnosis Sepsis.

2.2.5.1 Infeksi
Kecurigaan infeksi didasarkan pada predisposisi infeksi,
tanda infeksi, dan reaksi inflamasi. Faktor-faktor predisposisi
infeksi meliputi: faktor genetik, usia, status nutrisi, status
imunisasi, komorbiditas (asplenia, penyakit kronis, transplantasi,
keganasan, kelainan bawaan), dan riwayat terapi.
Tanda infeksi berdasarkan pemeriksaan klinis dan
laboratoris. Secara klinis dapat ditandai dengan adanya demam
atau hipotermia, atau adanya fokus infeksi. Secara laboratoris,
digunakan penanda (biomaker) infeksi: pemeriksaan darah tepi
(leukosit, trombosit, rasio netrofil: limfosit, shift to the left),
pemeriksaan morfologi darah tepi (granula toksik, double body,
dan vakuola dalam sitoplasma), c-reactive protein (CRP), dan
prokalsitonin. Sepsis memerlukan pembuktian adanya
mikroorganisme yang dapat dilakukan melalui pemeriksaan apus
Gram, hasil kultur (biakan), atau polymerasechain reaction (PCR).
Pencarian fokus infeksi lebih lanjut dilakukan dengan pemeriksan

7
analisis urin, feses rutin, lumbal pungsi, dan pencitraan sesuai
indikasi. Secara klinis respon inflamasi terdiri dari:
1. Demam (suhu inti >38,5°C atau suhu aksila >37,9°C) atau
hipotermia (suhu inti <36°C).
2. Takikardia: rerata denyut jantung di atas normal sesuai usia
tanpa adanya stimulus eksternal, obat kronis, atau nyeri; atau
peningkatan denyut jantung yang tidak dapat dijelaskan lebih
dari 0,5 sampai 4 jam.
3. Bradikardia (pada anak <1 tahun): rerata denyut jantung di
bawah normal sesuai usia tanpa adanya stimulus vagal
eksternal, beta-blocker, atau penyakit jantung kongenital; atau
penurunan denyut jantung yang tidak dapat dijelaskan selama
lebih dari 0,5 jam.
4. Takipneu: rerata frekuensi nafas di atas normal.
Secara laboratoris, respon inflamasi berdasarkan pada
jumlah leukosit, CRP, transaminase serum, dan prokalsitonin
(tabel 3).
Tabel 3. Penanda biologis infeksi
Penanda Kegunaan Keterbatasan Cut-off Validitas
Biologis
Leukosit • Diagnosis Tidak spesifik 0 hr–1 mgg : Sensitivitas:
untuk infeksi untuk >34.000/ 57,6%
dan sepsis menunjukkan mm3 Spesifitas:
infeksi 1 mgg-1 bln : 53,5%
>19.500 PPV: 55,2%
atau NPV: 55,7%
<5.000/mm3
1 bln-1 thn :
>17.500
atau
<5.000/mm3
2-5 thn :
>15.500 atau
<6.000/mm3
6-12 thn :
>13.500 atau
<4.500/mm3
13-18 thn :
>11.000

8
atau
<4.500/mm3
Limfosit • Limfopenia Dapat menurun <1300 /uL Sensitivitas:
menunjukkan pada infeksi 73,9%
diagnosis virus, penyakit Spesifitas:
bakteremia kritis, atau 57,6%
malnutrisi PPV: 63,6%
NPV: 68,8%
Rasio netrofil : • Peningkatan Dapat menurun >10 Sensitivitas:
limfosit rasio pada infeksi 77,2%
menunjukkan virus, penyakit Spesifitas:
diagnosis kritis, atau 63,0%
bakteremia malnutrisi PPV: 67,6%
NPV: 73,4%
C-reactive • Diagnosis Kinetik lambat, 1,56–110 mg/L Sensitivitas:
protein (CRP) untuk infeksi tidak spesifik 43-90%
dan sepsis untuk (infeksi); 31-
• Menentukan menunjukkan 82%
derajat infeksi (sepsis)
keparahan (meningkat Spesifitas: 33-
infeksi pada keadaan 88%
inflamasi) PPV: 31-100%
NPV: 81-97%
Prokalsitonin • Diagnosis dini Dapat 0,3–8,05 ng/ml Sensitivitas:
(PCT) sepsis meningkat pada 74,8-100%
• Faktor penyakit non- Spesifitas: 70-
prognostik infeksi (trauma 100%
(indikator berat, pasca PPV: 55-100%
perbaikan henti jantung, NPV: 56,3-
sepsis) pembedahan, 100%
• Menentukan karsinoma
lama pemberian tiroid medular,
antibiotika penyakit
autoimun)
PCT + CRP • Membedakan Belum ada Bakteri: CRP
infeksi bakteri, penelitian klinis >10 mg/L;
virus, dan PCT >0,3
jamur mg/mL
Jamur: CRP
10-100
mg/L; PCT 0,3-
2 ng/mL
Virus: CRP
<10mg/L;
PCT <2 ng/mL

9
2.2.5.2 Kecurigaan Disfungsi Organ
Kecurigaan disfungsi organ (warning signs) bila
ditemukan salah satu dari 3 tanda klinis: penurunan kesadaran
(metode AVPU), gangguan kardiovaskular (penurunan kualitas
nadi, perfusi perifer, atau tekanan arterial rerata), atau gangguan
respirasi (peningkatan atau penurunan work of breathing,
sianosis).

2.2.5.3 Kriteria Disfungsi Organ


Disfungsi organ meliputi disfungsi sistem kardiovaskular,
respirasi, hematologis, sistem saraf pusat dan hepatik. Disfungsi
organ ditegakkan berdasarkan skor PELOD-2 (dapat dilihat pada
gambar 2). Diagnosis sepsis ditegakkan bila skor ≥11 (atau ≥7).

Gambar 3. Skor PELOD-2 (Pediatric-Logistic Organ Dysfuntion-2)

10
2.2.6 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan sepsis dan syok septik:
1) Tatalaksana infeksi
Segera setelah diagnosis ditegakkan penderita harus diberi
antibiotik inisial. Antibiotik yang dipilih harus mempunyai
spektrum luas yang diperkirakan bisa mengatasi bakteri Gram
–positif atau Gram-negatif yang paling sering menyebabkan
sepsis.
Bila telah didapatkan hasil biakan dan uji kepekaan, jenis
antibiotik dapat dirubah atau dipertahankan sesuai dengan
hasil tersebut dan atau dengan respons klinis.
Pada fase inisial antibiotik yang diberikan dapat berupa:
- Ampisilin (200 mg/kgBB/hari/i.v dalam 4 dosis)
dikombinasikan dengan aminoglikosida (garamisin 5-
7 mg/kgBB/hari/i.v atau amikasin 15-20 mg/kgBB
/hari/i.v atau netilmisin 5-6 mg/kgBB/hari/i.v dalam 2
dosis). Catatan: pada keadaan syok septik pemantauan
kadar aminoglikosida harus dilakukan dengan ketat,
mengingat pada syok septik sering disertai dengan
gangguan fungsi ginjal.
- Kombinasi lain adalah ampisilin dengan dosis di atas
dengan sefotaksim 100 mg/kgBB/hari/i.v dalam 3
dosis.
- Kombinasi kedua lebih disukai bila penderita mampu
atau bila tidak tersedia fasilitas pengukuran kdar
aminoglikosida atau bila ditemukan gangguan fungsi
ginjal.
- Bila didapatkan kecurigaan bakteri anaerob sebagai
penyebab, misalnya ditemukan fokus infeksi di
rongga abdomen, di rongga panggul, rongga mulut

11
atau di daerah rektum, maka metronidazol atau
klindamisin dapat diberikan bersama dengan
antibiotik lain untuk kuman enterik Gram-negatif.
2) Memperbaiki perfusi jaringan melalui resusitasi cairan,
koreksi asam basa dan pemberian farmakoterapi
kardiovaskular seperti dopamin dan dobutamin pada keadaan
syok septik.
3) Mempertahankan fungsi respirasi secara efisien, antara lain
dengan pemberian oksigen dan mengusahakan agar jalan
napas tetap terbuka. Pada keadaan shock lung yang biasanya
terjadi didalam 2 hari setelah onset syok, diperlukan peralatan
khusus seperti ventilator.
4) Renal support untuk mencegah gagal ginjal akut.
5) Kortikosteroid
- Manfaat pemberian kortikosteroid pada syok septik
masih kontroversi. Terdapatnya perbedaan dari hasil
penelitian mungkin disebabkan belum seragamnya
terminologi yang dipakai.
- Kortikosteroid dinyatakan bermanfaat bila diberikan
pada stadium dini sepsis, tetapi kortikosteroid harus
diberikan bila ditemukan perdarahan glandula adrenal.
- Kortikosteroid yang diberikan dapat berupa metil
prednisolon 30 mg/kgBB/dosis/i.v atau deksametason
3 mg/kgBB/dosis/i.v
- Dibeberapa pusat kesehatan, kortikosteroid diberikan
pada keadaan syok septik 15-20 menit setelah
didiagnosis dan dapat diulang 4 jam kemudian. Bila
tidak memberi respon obat dihentikan.

12
2.2.7 Prognosis
Angka kematian masih cukup tinggi terutama pada keadaan syok
septik. Pada keadaan ini angka kematian berkisar antara 40-70%, bila telah
disertai dengan gagal organ berganda seperti shock lung, gangguan fungsi
hati atau gagal ginjal kematian dapat mencapai 90-100%.

13
BAB III
STATUS PASIEN DAN FOLLOW-UP
I. IDENTITAS PASIEN
 Nama : By. FA
 Umur : 27 Hari
 Berat badan : 2,5 kg
 Tinggi badan : 51cm
 Jenis kelamin : Perempuan
 Pekerjaan ayah/ibu : Buruh/IRT
 Alamat : bumi ayu
 Agama : Islam
 No. RM : 436351

II. ANAMNESIS (Alloanamnesis)


a. Keluhan utama :
Demam tinggi dan batuk sejak 4 hari sebelum masuk Rumah Sakit
Riwayat penyakit sekarang :
- Seorang anak datang dengan keluhan demam tinggi dan batuk
sejak 4 hari dan sesak napas sejak 1 hari yang lalu, bayi
tampak biru apabila batuk. Dirumah bayi muntah sebanyak 1
kali. BAB (+) BAK (+).
b. Riwayat penyakit dahulu :
Tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
c. Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama
Ayah memiliki riwayat alergi obat.
d. Riwayat pengobatan :
Tidak ada riwayat pengobatan
e. Riwayat kehamilan dan kelahiran:
Riwayat kehamilan : hamil aterm dan tidak ada masalah selama
kehamilan

14
Riwayat persalinan : persalinan normal dibantu oleh bidan
Riwayat pasca lahir : Bayi lahir dengan BBLR (Berat Badan
Lahir Rendah).
f. Riwayat makanan
Baru lahir – sekarang: ASI
g. Riwayat Imunisasi :
Ibu mengatakan bayi sudah mendapatkan imunisasi hep B 1 dan polio
0.

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Keadaan umum : Tampak sakit berat
b. Tanda-tanda vital
 Frekuensi jantung : 172 kali/menit
 Frekuensi nafas : 75 kali/menit
 Suhu : 38,5oC

15
c. Status gizi
 Berat badan : 2,5 kg
 Tinggi badan :-
 Umur : 27 hari
 BB/U : < -2 SD s/d -3 SD (Gizi Kurang)
 TB/U :-
 BB/TB :-

d. Status generalisata :
Kepala : Normocephal
Rambut : Hitam, tidak mudah rontok
Mata : Cekung (-), sklera ikterik (-), conjungtiva anemis (-), pupil
isokor, refleks cahaya (+/+)
Telinga : Bentuk normal, sekret pada liang telinga (-), darah (-)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-), napas cuping hidung (-)
Mulut : Mukosa bibir kering,pucat (-), sianosis (-), Lidah kotor (-)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1, hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)
Thorax (pulmo) :
 Inspeksi : Bentuk dan gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri,
retraksi (+)
 Palpasi : tidak dilakukan
 Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
 Auskultasi : Suara nafas bronkial (+), rhonki(+/+), Wheezing(-/-)
Thorax (cor)
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Ictus cordis teraba, kuat angkat, thrill tidak ada
 Perkusi : paru: sonor

16
 Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
 Inspeksi : Tampak datar
 Auskultasi : BU (+) Normal
 Palpasi : Distensi (+), Turgor kulit abdomen lambat, hepar tidak
teraba membesar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan tidak ada.
 Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen
Ekstremitas :
- Superior : Akral hangat, edema (-), CRT <2 detik
- Inferior : Akral hangat, edema (-), CRT <2 detik

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Laboratorium
1 Oktober 2019
Hemoglobin 15,2 gr%
Leukosit 50.300 mm3
Hematokrit 47 %
Trombosit 151.000 mm3

- Rontgent
Bronkopneumoniae (+)

V. DIAGNOSIS KERJA
- Bronkopneumoniae + Sepsis

VI. PENATALAKSANAAN
Etiologi Cefotaxim 125 mg/12jam/iv
Gentamicin 12,5 mg/24jam/iv
Dexamethason 1 mg/8jam/iv
Meropenem 50 mg/8 jam/iv
Simptomatik Paracetamol syr 3x ½ cth
Omeprazole 6 mg/24 jam/iv
Nebulizer: ventolin ½ ampul + 2cc Nacl/12jam

17
Suportif D5 ¼ NS 15cc/jam
O2 nasal 1L

VII. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam

Follow up
Tgl SOAP
Subjek (S) Objek (O) Assesment (A) Planning (P)
2/10/ -Demam (+) KU: tampak sakit berat Bronkopneumonia + - Inj. Cefotaxime
19 -Batuk (+) RR : 80 x/menit Sepsis 125 mg/12 jam
-Sesak napas N : 160x/menit - Inj. Gentamicin
(+) SPO2: 89 % 12,5 mg/24jam
T : 38oc - Inj.
BB: 2,5kg Dexamethasone
Pemeriksaan fisik 1 mg/8 jam
Kepala : CA(-). SI(-), mata - Ivfd D5 ¼ NS
cekung (-), bibir kering (-),napas 15cc/jam
cuping hidung(-) - O2 nasal 1L
Thorak - Paracetamol syr
I: simetris, retraksi (+) 30 mg/8jam.
P: fremitus taktil simetris, ictus - Nebulizer:
cordis kuat angkat ventolin ½
P: sonor pada kedua lapangan ampul + 2cc
paru Nacl/12jam
A :Vesikuler (+), Rhonki (+/+), - Pasang Cpap
wheezing (-/-) FiO2 40% PEEP
Abdomen 7 Flow 7
I: datar - Puasa
A: BU (+) normal
P: supel, H/L tidak teraba,
P: nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat
CRT <2’
3/10/ -Demam (+) KU: tampak sakit berat Bronkopneumonia + - Inj. Cefotaxime
19 -Batuk (+) RR : 78x/menit Sepsis 125 mg/12 jam
-Sesak napas N : 130 x/menit - Inj. Gentamicin
(+) T : 37,9oc 12,5 mg/24jam
SP O2:90% - Inj.

18
Dexamethasone
Pemeriksaan fisik 1 mg/8 jam
Kepala : CA(-). SI(-), mata - Ivfd D5 ¼ NS
cekung (-), bibir kering (-),napas 15cc/jam
cuping hidung(-) - O2 nasal 1L
Thorak - Paracetamol syr
I: simetris, retraksi (+) 30 mg/8jam.
P: fremitus taktil simetris, ictus - Nebulizer:
cordis kuat angkat ventolin ½
P: sonor pada kedua lapangan ampul + 2cc
paru Nacl/12jam
A :Vesikuler (+), Rhonki (+/+), - Pasang Cpap
wheezing (-/-) FiO2 40% PEEP
Abdomen 7 Flow 7
I: datar - puasa
A: BU (+) normal
P: supel, H/L tidak teraba,
P: nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat CRT
<2’
4/10/ -Demam (-) KU: tampak sakit berat Bronkopneumonia + - Inj. Cefotaxime
19 -Batuk RR : 75x/menit Sepsis 125 mg/12 jam
berkurang N : 131 x/menit - Inj. Gentamicin
-Sesak napas T : 36,8oc 12,5 mg/24jam
(+) SP O2:90% - Inj.
Dexamethasone
Pemeriksaan fisik 1 mg/8 jam
Kepala : CA(-). SI(-), mata - Ivfd D5 ¼ NS
cekung (-), bibir kering (-),napas 15cc/jam
cuping hidung(-) - O2 nasal 1L
Thorak - Paracetamol syr
I: simetris, retraksi (+) 30 mg/8jam.
P: fremitus taktil simetris, ictus - Nebulizer:
cordis kuat angkat ventolin ½
P: sonor pada kedua lapangan ampul + 2cc
paru Nacl/12jam
A :Vesikuler (+), Rhonki (+/+), - Pasang Cpap
wheezing (-/-) FiO2 40% PEEP
Abdomen 7 Flow 7
I: datar - puasa
A: BU (+) normal
P: supel, H/L tidak teraba,
P: nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat CRT
<2’
5/10/ -Batuk KU: tampak sakit sedang Bronkopneumonia + - Inj. Cefotaxime

19
19 berkurang RR : 69x/menit Sepsis 125 mg/12 jam
-sesak N : 148 x/menit - Inj. Gentamicin
berkurang T : 36,2oc 12,5 mg/24jam
-demam (-) - Inj.
SP O2:95% Dexamethasone
1 mg/8 jam
Pemeriksaan fisik - Ivfd D5 ¼ NS
Kepala : CA(-). SI(-), mata 15cc/jam
cekung (-), bibir kering (-),napas - O2 nasal 1L
cuping hidung(-) - Paracetamol syr
Thorak 30 mg/8jam.
I: simetris, retraksi (+) - Nebulizer:
P: fremitus taktil simetris, ictus ventolin ½
cordis kuat angkat ampul + 2cc
P: sonor pada kedua lapangan Nacl/12jam
paru - Pasang Cpap
A :Vesikuler (+), Rhonki (+/+), FiO2 40% PEEP
wheezing (-/-) 7 Flow 7
Abdomen - Puasa
I: datar
A: BU (+) normal
P: supel, H/L tidak teraba,
P: nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat
CRT <2’

Pemeriksaan penunjang
Laboratorium:
- Hemoglobin: 13,4 gr/dL
- Leukosit: 30.400
- Hematokrit: 39%
- Trombosit: 284.000
6/10/ -Demam (-) KU: tampak sakit sedang Bronkopneumonia + - Inj. Meropenem
19 -Batuk (-) RR : 59x/menit Sepsis 50 mg amp
-Sesak napas(- N : 157 x/menit (iv)/8 jam
) T : 36,5oc - Inj.
SP O2:96% Dexamethasone
1 mg/8 jam
Pemeriksaan fisik - Ivfd D5 ¼ NS
Kepala : CA(-). SI(-), mata 15cc/jam
cekung (-), bibir kering (-),napas - Paracetamol syr
cuping hidung(-) 30 mg/8jam.
Thorak - Nebulizer:
I: simetris, retraksi (+) ventolin ½
P: fremitus taktil simetris, ictus ampul + 2cc
cordis kuat angkat Nacl/12jam

20
P: sonor pada kedua lapangan - Puasa
paru
A :Vesikuler (+), Rhonki (+/+),
wheezing (-/-)
Abdomen
I: datar
A: BU (+) normal
P: supel, H/L tidak teraba,
P: nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat
CRT <2’
7/10/ -Demam (-) KU: tampak sakit sedang Bronkopneumonia + - Inj. Meropenem
19 -Batuk (-) RR : 50x/menit Sepsis 50 mg amp
-Sesak napas (- N : 157 x/menit (iv)/8 jam
) T : 36,5oc - Inj.
SP O2:97% Dexamethasone
1 mg/8 jam
Pemeriksaan fisik - Ivfd D5 ¼ NS
Kepala : CA(-). SI(-), mata 15cc/jam
cekung (-), bibir kering (-),napas - Paracetamol syr
cuping hidung(-) 30 mg/8jam.
Thorak - Nebulizer:
I: simetris, retraksi (+) ventolin ½
P: fremitus taktil simetris, ictus ampul + 2cc
cordis kuat angkat Nacl/12jam
P: sonor pada kedua lapangan - Puasa
paru
A :Vesikuler (+), Rhonki (+/+),
wheezing (-/-)
Abdomen
I: datar
A: BU (+) normal
P: supel, H/L tidak teraba,
P: nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat
CRT <2’

Pemeriksaan penunjang
Laboratorium:
- Hemoglobin: 16,2 gr/dL
- Leukosit: 28.200
- Hematokrit: 52%
- Trombosit: 188.000
8/10/ -Demam (-) KU: tampak sakit sedang Bronkopneumonia + - Inj. Meropenem
19 -Batuk (-) RR : 47x/menit Sepsis 50 mg amp
-Sesak napas (- N : 144 x/menit (iv)/8 jam

21
) T : 37,0oc - Inj.
SP O2:95% Dexamethasone
1 mg/8 jam
Pemeriksaan fisik - Ivfd D5 ¼ NS
Kepala : CA(-). SI(-), mata 15cc/jam
cekung (-), bibir kering (-),napas - Paracetamol syr
cuping hidung(-) 30 mg/8jam.
Thorak - Nebulizer:
I: simetris, retraksi (+) ventolin ½
P: fremitus taktil simetris, ictus ampul + 2cc
cordis kuat angkat Nacl/12jam
P: sonor pada kedua lapangan - Diit ASI/PASI
paru
A :Vesikuler (+), Rhonki (+/+),
wheezing (-/-)
Abdomen
I: datar
A: BU (+) normal
P: supel, H/L tidak teraba,
P: nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat
CRT <2’
9/10/ -Demam (-) KU: tampak sakit sedang Bronkopneumonia + - Inj. Meropenem
19 -Batuk (-) RR : 47x/menit Sepsis 50 mg amp
-Sesak napas (- N : 136 x/menit (iv)/8 jam
) T : 36,3oc - Inj.
SP O2:97% Dexamethasone
1 mg/8 jam
Pemeriksaan fisik - Ivfd D5 ¼ NS
Kepala : CA(-). SI(-), mata 15cc/jam
cekung (-), bibir kering (-),napas - Paracetamol syr
cuping hidung(-) 30 mg/8jam.
Thorak - Nebulizer:
I: simetris, retraksi (+) ventolin ½
P: fremitus taktil simetris, ictus ampul + 2cc
cordis kuat angkat Nacl/12 jam
P: sonor pada kedua lapangan - Diit ASI/PASI
paru 5-10 cc/3 jam
A :Vesikuler (+), Rhonki (+/+),
wheezing (-/-)
Abdomen
I: datar
A: BU (+) normal
P: supel, H/L tidak teraba,
P: nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat

22
CRT <2’
10/10 -Demam (-) KU: tampak sakit sedang Bronkopneumonia + - Inj. Meropenem
/19 -Batuk (-) RR : 48x/menit Sepsis 50 mg amp
-Sesak napas (- N : 142 x/menit (iv)/8 jam
) T : 37,0oc - Inj.
SP O2:95% Dexamethasone
1 mg/8 jam
Pemeriksaan fisik - Ivfd D5 ¼ NS
Kepala : CA(-). SI(-), mata 15cc/jam
cekung (-), bibir kering (-),napas - Nebulizer:
cuping hidung(-) ventolin ½
Thorak ampul + 2cc
I: simetris, retraksi (+) Nacl/12 jam
P: fremitus taktil simetris, ictus - Diit ASI/PASI
cordis kuat angkat 5-10 cc/3 jam
P: sonor pada kedua lapangan
paru
A :Vesikuler (+), Rhonki (+/+),
wheezing (-/-)
Abdomen
I: datar
A: BU (+) normal
P: supel, H/L tidak teraba,
P: nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat
CRT <2’

Pemeriksaan penunjang
Laboratorium:
- Hemoglobin: 12,8 gr/dL
- Leukosit: 18.600
- Hematokrit: 40%
- Trombosit: 254.000
11/10 -Demam (-) KU: tampak sakit sedang Bronkopneumonia + - Inj. Meropenem
/19 -Batuk (-) RR : 41x /menit Sepsis 50 mg amp
-Sesak napas (- N : 140 x/menit (iv)/8 jam
) T : 37,0oc - Inj.
SP O2:95% Dexamethasone
1 mg/8 jam
Pemeriksaan fisik - Ivfd D5 ¼ NS
Kepala : CA(-). SI(-), mata 15cc/jam
cekung (-), bibir kering (-),napas - Nebulizer:
cuping hidung(-) ventolin ½
Thorak ampul + 2cc
I: simetris, retraksi (+) Nacl/12 jam

23
P: fremitus taktil simetris, ictus Diit ASI/PASI
cordis kuat angkat 10 cc/3 jam
P: sonor pada kedua lapangan
paru
A :Vesikuler (+), Rhonki (+/+),
wheezing (-/-)
Abdomen
I: datar
A: BU (+) normal
P: supel, H/L tidak teraba,
P: nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat
CRT <2’
12/10 -Demam (-) KU: tampak sakit sedang Bronkopneumonia + - Inj. Meropenem
/19 -Batuk (-) RR : 41x /menit Sepsis 50 mg amp
-Sesak napas (- N : 128 x/menit (iv)/8 jam
) T : 37,0oc - Inj.
SP O2:97% Dexamethasone
1 mg/8 jam
Pemeriksaan fisik - Ivfd D5 ¼ NS
Kepala : CA(-). SI(-), mata 15cc/jam
cekung (-), bibir kering (-),napas - Nebulizer:
cuping hidung(-) ventolin ½
Thorak ampul + 2cc
I: simetris, retraksi (+) Nacl/12 jam
P: fremitus taktil simetris, ictus - Diit ASI/PASI
cordis kuat angkat 10 cc/3 jam
P: sonor pada kedua lapangan
paru
A :Vesikuler (+), Rhonki (+/+),
wheezing (-/-)
Abdomen
I: datar
A: BU (+) normal
P: supel, H/L tidak teraba,
P: nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat
CRT <2’
13/10 -Demam (-) KU: tampak sakit sedang Bronkopneumonia + - Inj. Meropenem
/19 -Batuk (-) RR : 48x /menit Sepsis 50 mg amp
-Sesak napas (- N : 126 x/menit (iv)/8 jam
) T : 37,0oc - Inj.
SP O2:97% Dexamethasone
1 mg/8 jam
Pemeriksaan fisik - Ivfd D5 ¼ NS
Kepala : CA(-). SI(-), mata 15cc/jam

24
cekung (-), bibir kering (-),napas - Nebulizer:
cuping hidung(-) ventolin ½
Thorak ampul + 2cc
I: simetris, retraksi (+) Nacl/12 jam
P: fremitus taktil simetris, ictus - Diit ASI/PASI
cordis kuat angkat 10 cc/3 jam
P: sonor pada kedua lapangan
paru
A :Vesikuler (+), Rhonki (+/+),
wheezing (-/-)
Abdomen
I: datar
A: BU (+) normal
P: supel, H/L tidak teraba,
P: nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat
CRT <2’
14/10 -Demam (-) KU: tampak sakit sedang Bronkopneumonia + - Inj. Meropenem
/19 -Batuk (-) RR : 40x /menit Sepsis 50 mg amp
-Sesak napas (- N : 128 x/menit (iv)/8 jam
) T : 36,6oc - Inj.
SP O2:98% Dexamethasone
1 mg/8 jam
Pemeriksaan fisik - Ivfd D5 ¼ NS
Kepala : CA(-). SI(-), mata 15cc/jam
cekung (-), bibir kering (-),napas - Nebulizer:
cuping hidung(-) ventolin ½
Thorak ampul + 2cc
I: simetris, retraksi (+) Nacl/12 jam
P: fremitus taktil simetris, ictus - Diit ASI/PASI
cordis kuat angkat 15 cc/3 jam
P: sonor pada kedua lapangan
paru
A :Vesikuler (+), Rhonki (+/+),
wheezing (-/-)
Abdomen
I: datar
A: BU (+) normal
P: supel, H/L tidak teraba,
P: nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat
CRT <2’
15/10 -Demam (-) KU: tampak sakit sedang Bronkopneumonia + - Inj. Meropenem
/19 -Batuk (-) RR : 46x /menit Sepsis 50 mg amp
-Sesak napas (- N : 144 x/menit (iv)/8 jam
) T : 36,5oc - Ivfd D5 ¼ NS

25
-Muntah setiap SP O2:98% 15cc/jam
kali diberi ASI - Nebulizer:
(+) Pemeriksaan fisik ventolin ½
- kembung (+) Kepala : CA(-). SI(-), mata ampul + 2cc
cekung (-), bibir kering (-),napas Nacl/12 jam
cuping hidung(-) - Diit ASI/PASI
Thorak 15 cc/3 jam
I: simetris, retraksi (+) - Inj. Omeprazole
P: fremitus taktil simetris, ictus 6 mg/24 jam
cordis kuat angkat (iv)
P: sonor pada kedua lapangan
paru
A :Vesikuler (+), Rhonki (+/+),
wheezing (-/-)
Abdomen
I: datar
A: BU (+) normal
P: distensi, H/L tidak teraba,
P: nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat
CRT <2’
16/10 -Demam (-) KU: tampak sakit sedang Bronkopneumonia + - Inj. Meropenem
/19 -Batuk (-) RR : 44x /menit Sepsis 50 mg amp
-Sesak napas (- N : 130x/menit (iv)/8 jam
) T : 36,4oc - Ivfd D5 ¼ NS
-Muntah setiap SP O2:98% 15cc/jam
kali diberi ASI - Nebulizer:
(-) Pemeriksaan fisik ventolin ½
- kembung (+) Kepala : CA(-). SI(-), mata ampul + 2cc
cekung (-), bibir kering (-),napas Nacl/12 jam
cuping hidung(-) - Diit ASI/PASI
Thorak 15 cc/3 jam
I: simetris, retraksi (+) - Inj. Omeprazole
P: fremitus taktil simetris, ictus 6 mg/24 jam
cordis kuat angkat (iv)
P: sonor pada kedua lapangan
paru
A :Vesikuler (+), Rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
Abdomen
I: datar
A: BU (+) normal
P: distensi, H/L tidak teraba,
P: nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat
CRT <2’

26
17/11 -Demam (-) KU: tampak sakit sedang Bronkopneumonia + - Inj. Meropenem
/19 -Batuk (-) RR : 46x /menit Sepsis 50 mg amp
-Sesak napas (- N : 138x/menit (iv)/8 jam
) T : 37,1oc - Ivfd D5 ¼ NS
-Muntah setiap SP O2:98% 15cc/jam
kali diberi ASI - Nebulizer:
(-) Pemeriksaan fisik ventolin ½
- kembung (-) Kepala : CA(-). SI(-), mata ampul + 2cc
cekung (-), bibir kering (-),napas Nacl/12 jam
cuping hidung(-) - Diit ASI/PASI
Thorak 15 cc/3 jam
I: simetris, retraksi (+) - Inj. Omeprazole
P: fremitus taktil simetris, ictus 6 mg/24 jam
cordis kuat angkat (iv)
P: sonor pada kedua lapangan
paru
A :Vesikuler (+), Rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
Abdomen
I: datar
A: BU (+) normal
P: supel, H/L tidak teraba,
P: nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat
CRT <2’
18/11 -Demam (-) KU: baik Bronkopneumonia + - Inj. Meropenem
/19 -Batuk (-) RR : 46x /menit Sepsis 50 mg amp
-Sesak napas (- N : 138x/menit (iv)/8 jam
) T : 36,8oc - Inj. Omeprazole
-Muntah setiap SP O2:98% 6 mg/24 jam
kali diberi ASI (iv)
(-) Pemeriksaan fisik - Ivfd D5 ¼ NS
- kembung (-) Kepala : CA(-). SI(-), mata 15cc/jam
cekung (-), bibir kering (-),napas - Nebulizer:
cuping hidung(-) ventolin ½
Thorak ampul + 2cc
I: simetris, retraksi (-) Nacl/12 jam
P: fremitus taktil simetris, ictus - Diit ASI/PASI
cordis kuat angkat 15 cc/3 jam
P: sonor pada kedua lapangan
paru
A :Vesikuler (+), Rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
Abdomen
I: datar
A: BU (+) normal

27
P: supel, H/L tidak teraba,
P: nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat
CRT <2’
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium:
- Hemoglobin: 12,4 gr/dL
- Leukosit: 10.600
- Hematokrit: 42%
- Trombosit: 247.000

Bayi dalam keadaan baik, bayi


boleh pulang.

28
BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang bayi perempuan usia 27 hari datang ke RSUD Dumai pada tanggan
1 Oktober dengan keluhan demam tinggi sejak 4 hari yang lalu. Demam timbul
mendadak dan terus menerus. Selain demam pasien juga mengeluhkan batuk
berdahak sejak 4 hari yang lalu. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien terlihat
membiru jika batuk. Riwayat muntah disangkal, dan mencret disangkal. Ibu
pasien mengatakan bahwa pasien menjadi rewel dan susah tidur. Nafsu makan
pasien juga berkurang. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sudah berobat namun
tidak kunjung sembuh. Pada pemeriksaan fisik tampak pasien sakit berat. Nadi
teraba 172x/menit, pernafasan 75x/menit, suhu 38,5˚C dan akral teraba hangat.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan adanya leukositosis. Penatalaksanaa pada
pasien ini diberikan O2 nasal 1L, cairan infus D5 ¼ NS 15cc/jam, Cefotaxim 125
mg/12jam/iv, Gentamicin 12,5 mg/24jam/iv, Dexamethason 1 mg/8jam/iv,
Paracetamol syr 30 mg/8jam, Nebulizer: ventolin ½ ampul + 2cc Nacl/12jam dan
Pasang Cpap FiO2 40% PEEP 7 Flow 7. Kemudian pemberian cefotaxim dan
gentamicin diberhentikan pada hari ke 4 perawatan dan terapi diganti dengan
Meropenem 50 mg/8 jam/iv. Dan pada hari ke 13 perawatan terapi ditambah
dengan Omeprzole 6 mg/24 jam/iv. Prognosis pasien ini buruk bila tidak ditangani
secara cepat.

29
BAB V

KESIMPULAN

Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam kehidupan (life-threatening


organ dysfunction) yang disebabkan oleh disregulasi imun terhadap infeksi.
Sepsis dapat disebabkan oleh respon imun yang dipicu oleh infeksi. Penyebab
paling sering adalah infeksi bakteri, tetapi dapat pula berasal dari jamur, virus,
atau parasit. Respon imun terhadap infeksi tersebut dapat meyebabkan terjadinya
disfungsi organ atau sepsis dan syok septik dengan angka mortalitas yang relatif
tinggi. Organ yang sering terkena infeksi primer adalah paru-paru, otak, saluran
kemih, kulit dan abdomen.
Diagnosis sepsis ditegakkan berdasarkan adanya: (1) Infeksi, meliputi (a)
faktor predisposisi infeksi, (b) tanda atau bukti infeksi yang sedang berlangsung,
(c) respon inflamasi; dan (2) tanda disfungsi/gagal organ.
Prinsip penatalaksanaan sepsis dan syok septik adalah tatalaksana infeksi,
memperbaiki perfusi jaringan melalui resusitasi cairan, mempertahankan fungsi
respirasi secara efisien antara lain dengan pemberian oksigen dan mengusahakan
agar jalan napas tetap terbuka, renal support untuk mencegah terjadinya gagal
ginjal akut dan terakhir pemberian kortikosteroid.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Hadinegoro S.R.S., et al. 2016. Konsensus Diagnosis dan Tatalaksana Sepsis


Pada Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
2. Kumar A. 2009. Optimizing Antimicrobial Therapy in Sepsis and Septic
Shock. Crit Care Journal; 25(4):735-51.
3. Hartman M.E., et al. 2013. Trends in the Epidemiology of Pediatric Severe
Sepsis. Pediatric Crit Care Med; 14:686:93.
4. Soedarmo S.F., et al. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi
Kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
5. Watson RS, Carcillo JA. 2005. Scope and epidemiology of pediatric sepsis.
Pediatr Crit Care Med;6:S3-S5.
6. Vincent J-L, Opal SM, Marshall JC, Tracey KJ. 2013. Sepsis definitions: time
for change. Lancet;381:774-5.
7. Plunkett A, Tong J. 2015. Sepsis in children. BMJ;350:h3017.
8. Mayr FB, Yende S, Angus DC. 2014. Epidemiology of severe sepsis.
Virulence;5:4-11.

31

Anda mungkin juga menyukai