Anda di halaman 1dari 11

I.

PENDAHULUAN
Dalam kehidupan, manusia memerlukan suatu senyawa yang digunakan
dalam tubuh untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan. Senyawa
ini dapat disebut sebagai suatu protein. Protein memiliki sumber energi dan
zat pengatur jaringan tubuh yang tidak dapat digantikan oleh zat lain. Selain
utnuk mendukun pertumbuhan dan perkembangan, protein dapat digunakan
untuk mengatur keseimbangan air, pembentukan ikatan-ikatan essensial
dalam tubuh, memelihara netralitas tubuh, sebagai pembentuk antibody,
sebagai sumber gizi, dan juga untuk mengatur zat gizi. Protein dapat
ditemukan dalam bentuk makanan baik dari hewan maupun tumbuhan.
Sumber protein dari hewan disebut sebagai protein hewani namun akan
disebut sebagai protein (Chang, 2008).
Protein merupakan senyawa organik kompleks yang tersusun dari
peptida-peptida. Tersusunnya peptida akan membentuk suatu polimer yang
tersusun atas monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan
ikatan peptida. Polimer dari protein dapat disebut sebagai suatu polipeptida.
Rantai polipeptida terbentuk dari 20 macam asam amino yang memiliki
karakteristik yang berbeda-beda dan akan dilipat menjadi bentuk protein
spesifik berbentuk tiga dimensi (Wirahadikusumah, 2008). Protein dapat
memiliki berbagai macam struktur yang khas karena tersusun atas asam
amino yang memiliki karaktersik yang berbeda-beda. Struktur dari protein
juga dapat dibedakan karena adanya pelipatan-pelipatan dan bisa terangkai
melalui ikatan peptida atau bahkan bisa juga dengan ikatan sulfida. Protein
memiliki empat macam struktur yaitu struktur primer, sekunder, tersier, dan
kuartener (Campbell, Reece & Mitchell, 2002).
Sifat-sifat fungsional dari protein terdiri dair tiga kelompok utama yaitu
sifat hidrasi yang tergantung pada interaksi protein-air yang meliputi
penyerapan dan pengikatan air yaitu pengembangan, adhesi, dan kelarutan.
Dengan kata lain, sifat-sifat fungsional dari protein sering ditentukan oleh
kelarutannya. Kelarutan protein berpengaruh terhadap kekentalan dari sebuah
protein, juga berpengaruh dalam sifat buih dan emulsi bahkan pembentukan
gel. Kelarutan dari protein adalah menifestasi termodinamika dari
keseimbangan antara interaksi protein dengan protein dan interaksi antara
protein dengan solvent. Kelarutan dari suatu protein dipengatuhi oleh pH,
suhu, kekuatan ionik dan konstanta dielektrik pelarutnya (Belitz & Grosch,
1999).

II. TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk untuk mengidentifikasi adanya
unsur – unsur penyusun protein, membuktikan adanya asam amino bebas
dalam protein, dan mengetahui daya kelarutan daya kelarutan protein
terhadap pelarut tertentu.

1
III. METODOLOGI
3.1 Alat
Pada percobaan ini digunakan beberapa alat yaitu tabung reaksi, hotplate,
cawan porselin, gelas objek, stopwatch, pipet ukur dan pipet tetes.

3.2 Bahan
Pada percobaan ini digunakan beberapa bahan yaitu albumin telur,
gelatin, kertas lakmus, larutan Pb – asetat 5%, larutan NaOH 10%, larutan
HCl pekat, kasein 0,5%, pepton 0,5%, pereaksi ninhidrin 0,1%, aquades,
kloroform, larutan HCl 10% dan alkohol 96%.

3.3 Cara Kerja


Hal pertama yang dilakukan adalah disiapkan alat dan bahan yang
diperlukan. Pada percobaan kali ini akan dibagi menjadi lima prosedur (A, B,
C, D, dan E). Percobaan A dimasukkan 1 ml albumin telur ke dalam cawan
porselin. Kemudian, cawan porselin ditutup dengan kaca objek diatasnya.
Setelah itu, dipanaskan. Diulangi percobaan menggunakan gelatin.
Selanjutnya, percobaan B dimasukkan 1 ml albumin ke dalam tabung reaksi.
Lalu, ditambahkan 1 ml NaOH 10%. Kemudian, dipanaskan dan diamati
perubahan bau yang terjadi. Lalu, diuji dengan lakmus. Diulangi percobaan
menggunakan gelatin. Selanjutnyan, percobaan C dimasukkan 1 ml albumin
ke dalam tabung reaksi. Kemudian, ditambahkan 1 ml NaOH 10% dan
dipanaskan selama 10 menit. Lalu, ditambahkan 4 tetes larutan Pb-asetat 5%
dan 4 tetes HCl pekat. Lalu, diamati perubahan warna dan bau pada larutan.
Selanjutnya, percobaan D dibutuhkan 4 tabung reaksi dan masing – masing
diisi 2 ml larutan albumin, gelatin, kasein, dan pepton. Lalu, masing – masing
tabung reaksi ditambahkan 5 tetes pereaksi ninhidrin dan dipanaskan selama
5 menit. Lalu, diamati perubahan warna pada larutan. Terakhir, percobaan E
dibutuhkan 5 tabung reaksi dan masing – masing reaksi diisi dengan 1 ml
aquades, HCl 10%, NaOH 40%, kloroform, dan alcohol 96%. Setelah itu,
ditambahkan 2 ml albumin dan kocok atau vortex. Diulangi percobaan
menggunakan penambahan larutan gelatin.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil uji keberadaan unsur C, H, dan O
Unsur
No. Sampel
C H O
1. Albumin telur Positif Positif Positif
2. Gelatin Positif Positif Positif

2
Tabel 2. Hasil uji keberadaan unsur N
No. Sampel Pengamatan
Timbul ammonia dan lakmus
1. Albumin + NaOH 10%
berubah menjadi biru
Timbul bau yang tidak dikenal
2. Gelatin + NaOH 10%
dan lakmus berubah menjadi biru

Tabel 3. Hasil uji keberadaan unsur S


No. Sampel Pengamatan
Terdapat bau sulfur
setelah Pb-Asetat dan HCl ditambahkan
Albumin + NaOH
1. ditambahkan. Larutan berubah menjadi
10%
coklat saat Pb-asetat ditambahkan dan
lebih tua saat ditambahkan HCl
Terdapat bau sulfur setelah ditambahkan
Gelatin + NaOH Pb-asetat dan HCl. Larutan tidak berubah
2.
10% warna setelah ditambahkan Pb-asetat dan
timbul asap putih HCl

Tabel 4. Hasil uji Nihidrin


No. Sampel Pengamatan
1. Albumin Ungu pekat
2. Gelatin Bening
3. Kasein Bening
4. Pepton Ungu muda

Tabel 5. Hasil uji kelarutan protein


HCl NaOH Alkohol
No. Sampel Aquades Kloroform
10% 10% 96%
1. Albumin + + -* + -**
2. Gelatin + + + + -
Keterangan:
+ = Larutan menyatu
- = Larutan tidak menyatu
*NaOH menyebabkan albumin mengendap
**Terdapat gelembung

3
4.2 Pembahasan
Protein merupakan senyawa organik kompleks yang tersusun dari
peptida-peptida. Tersusunnya peptida akan membentuk suatu polimer
yang tersusun atas monomer asam amino yang dihubungkan satu sama
lain dengan ikatan peptida. Oleh karena itu, polimer dari protein dapat
disebut sebagai polipeptida. Unsur-unsur yang menyusun protein adalah
karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Namun terkadang protein juga
dapat mengandung belerang dan fosfor. Asam amino merupakan molekul
organik yang mempunyai gugus karboksil dan gugus amino, juga terdapat
suatu atom karbon asimetrik di bagian pusat asam amino. Asam amino
memiliki empat pasangan yang berbeda, keempat pasangan tersebut
adalah gugus amino, atom hidrogen, gugus karboksil, dan gugus R.
Gugus R disimbolkan sebagai rantai samping yang berbeda dengan gugus
asam amino (Wirahadikusumah, 2008).
Rantai polipeptida terbentuk dari 20 macam asam amino yang
memiliki karakteristik yang berbeda-beda dan akan dilipat menjadi
bentuk protein spesifik berbentuk tiga dimensi. Oleh karena asam amino
berbeda satu dengan yang lain maka berdasarkan sifat dan ciri gugus
Rnya protein dapat dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu asam amino
polar, asam amino non polar, asam amino bergugus aromatik, asam
amino bermuatan positif, dan asam amino bermuatan negatif.
Pengelompokan itu juga didasari oleh polaritas, ukuran, dan bentuk dari
suatu asam amino (Wirahadikusumah, 2008).
Protein dapat memiliki berbagai macam struktur yang khas karena
tersusun atas asam amino yang memiliki karaktersik yang berbeda-beda,
juga karena suatu protein akan tersusun oleh asam amino yang berbeda
dengan yang lain. Struktur dari protein juga dapat dibedakan karena
adanya pelipatan-pelipatan dan bisa terangkai melalui ikatan peptida atau
bahkan bisa juga dengan ikatan sulfida. Protein memiliki empat macam
struktur yaitu struktur primer, sekunder, tersier, dan kuartener. Struktur
primer dari suatu protein merupakan struktur yang paling sederhana
karena asam amino tersusun secara linear dan tidak memiliki cabang
rantai. Terbentuknya struktur primer dikarenakan adanya ikatan peptida
atau ikatan amida, ikatan ini terjadi kareana adanya ikatan antara gugus
𝛼-amino dengan gugus 𝛼-karboksil. Struktur primer dari suatu protein
dapat digunakan untuk menentukan urutan suatu asam amino dari suatu
polipeptida. Pada intinya, struktur primer dari sebuah protein merupakan
suatu urutan asam amino yang diikatkan dengan ikatan peptida atau
ikatan amida (Campbell, Reece & Mitchell, 2002).
Kombinasi antara struktur primer protein yang linear distabilkan oleh
ikatan hidrogen antara gugus CO dan gugus NH di sepanjang tulang
belakang polipeptida dapat membentuk suatu structure protein baru yaitu

4
struktur sekunder protein. Struktur sekunder protein memiliki cabang-
cabang rantai polipeptida yang tersusun saling berdeketan. Struktur
sekunder protein berbentuk zig zag dan tidak lurus karena adanya ikatan
hidrogen antar asam amino. Gugus R dalam struktur ini mencuat ke atas
dan ke bawah. Dengan kata lain, struktur sekunder protein memiliki
segmen-segmen dalam polipeptida yang terlilit secara berulang-ulang.
Berbagai strukter sekunder yang bergabung menjadi satu akan
membentuk struktur tersier protein. Struktur tersier protein terbentuk dari
adanya gabungan dari berbagai struktur sekunder yang distabilkan dengan
ikatan hidrogen, ikatan garam, interaksi hidrofobik, dan ikatan disulfide.
Pada intinya strukter tersier protein adalah bentuk keseluruhan tiga
dimensi yang dibentuk dari semua struktur sekunder dari rantai
polipeptidanya (Campbell, Reece & Mitchell, 2002).
Struktur tersier memiliki perbedaan dengan struktur primer, sekunder,
dan tersier. Struktur dari tersier melibatkan beberapa polipeptida dalam
membentuk suatu protein. Struktur tesier memiliki ikatan non kovalen,
yakni interaksi elektrostatis, hidrogen, dan hidrofobik. Dengan kata lain,
struktur tersier protein adalah suatu gambaran dari pengaturan sub unit
protein dalam ruang. Dengan adanya dua atua lebih sub unit maka
struktur ini akan membentuk protein kompleks yang fungsional. Protein
ini akan disebut sebagai protein dimerik jika tersusun atas dua sub unit
dan akan disebut sebagai tetramerik jika tersusun atas tiga sub unit
(Campbell, Reece & Mitchell, 2002).
Protein berperan penting dalam pertembuhan, perkembangan, dan
fungsi sehari-hari. Dalam tubuh, protein dapat berperan dalam berbagai
hal seperti sebagai enzim, sebagai pengatur struktur kromosom selama
pembelahan sel, berperan dalam otot, berperan pada structural, dan
berperan sebagai alat transportasi (Sumbono, 2015).
Sifat fungsional beberapa protein tergantung pada jenis reaksinya. Hal
ini dinyatakan pada tabel berikut (Damodaran dan Parkin, 2017):

Tabel 6. Jenis-jenis sifat fungsional protein dalam sistem pangan


Contoh Produk
Sifat Fungsional Jenis Reaksi
Pangan
Kelarutan protein
Kelarutan Minuman
tergantung pada pH
Penyerapan air dan Ikatan hydrogen, Daging, sosis, roti,
pengikatan air penjeratan air dan cake
Pengentalan,
Kekentalan Sop dan gravy
pengikatan air
Pembentukan matriks Daging, keju, dan
Gelasi
protein dan curd

5
pengendapan
Sifat kohesif dan Daging, sosis, bakteri,
Kohesi-adesi
adhesif protein dan pasta
Ikatan hidrofobik
Elastisitas gluten, ikatan disulfide Daging dan bakteri
dalam gel
Pembentukan dan
Emulsifikasi Sosis, sop, dan cake
stabilitas emulsi lemak
Pengikatan lemak Daging, sosis, dan
Penyerapan lemak
bebas donat
Penyerapan dan
Pengikatan citarasa Bakteri
penjeratan
Pembentukan film
Whipped toppings dan
Pembentukan buih stabil untuk menjerat
cake
gas

Dalam hal ini, sifat fungsional protein terdiri dari tiga kelompok
utama, yaitu: sifat hidrasi yang tergantung pada interaksi protein-air, yang
meliupti penyerapan dan pengikatan air yaitu swelling (pengembangan),
adhesi, dan kelarutan, kemudian sifat yang berhubungan dengan interaksi
protein-protein yaitu gelasi, dan terakhir sifat-sifat permukaan jaringan
molekul seperti tegangan permukaan yaitu emulsifikasi (Damodaran,
Parkin & Fennema, 2008).
Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan protein antara
lain suhu, ion, pH, ukuran partikel, sumber protein dan komposisi pelarut
(Sirajuddin,2012).
Uji yang digunakan untuk menentukan keberadaan unsur karbon (C),
hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), dan belerang (S) biasa disebut
sebagai uji susunan elementer protein. Uji ini terdiri dari beberapa
metode. Untuk membuktikan keberadaan unsur C, H, O, dan N dilakukan
metode pemanasan pada sampel. Sampel dibuktikan positif mengandung
unsur H dan O apabila terjadi pengembunan pada sampel. Hal ini terjadi
karena kedua unsur tersebut bereaksi dan membentuk ikatan akibat
pemanasan. Selain itu, sampel dibuktikan positif mengandung unsur N
apabila sampel yang dipanaskan menghasilkan bau rambut terbakar.
Sampel terbukti mengandung unsur C apabila terbentuk gumpalan hitam
atau arang selama pemanasan sampel. Lalu untuk menguji keberadaan
unsur N juga dapat dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus merah
yang dibasahi aquades, melalui penambahan NaOH dan pemanasan
sampel. Sampel terbukti mengandung unsur N apabila muncul bau
amoniak dari sampel yang dipanaskan dan apabila gas yang dihasilkan
sampel menyebabkan kertas lakmus berubah menjadi warna biru. Untuk

6
membuktikan keberadaan unsur S dapat dilakukan dengan penambahan
NaOH, lalu pemanasan sampel, dan diikuti dengan penambahan Pb-asetat
dan HCl. Sampel dibuktikan mengandung unsur S apabila larutan
berubah menjadi warna hitam setelah ditambahkan Pb-asetat yang
menunjukkan adanya PbS pada sampel dan muncul bau belerang dari
sampel (Sirajuddin,2012).
Metode uji yang digunakan untuk menentukan keberadaan unsur
asam α-amino bebas dalam asam amino atau peptida adalah uji ninhidrin.
Semua asam amino atau peptida yang mengandung asam α-amino bebas
akan bereaksi dengan ninhidrin membentuk senyawa yang berwarna biru.
Warna biru tersebut dihasilkan dari reaksi ninhidrin dengan hasil
reduksinya, yaitu hidrindantin dan amonia. Pada reaksi ini, dilepaskan
CO2 dan NH4 sehingga konsentrasi asam α-amino bebas dapat ditentukan
secara kuantitatif dengan mengukur jumlah CO2 dan NH3 yang
dilepaskan. Protein yang mengandung sedikitnya satu gugus karboksil
dan gugus asam amino bebas akan bereaksi dengan ninhidrin. Prolin,
hydroxyproline, dan 2-, 3-, and 4-asam aminobenzoat menghasilkan
senyawa berwarna kuning (hasil positif). Beberapa amina seperti anilin
dengan uji ninhidrin memberikan warna orange hingga merah (hasil
negatif). Selain menghasilkan warna biru, apabila senyawa berubah
menjadi warna ungu juga menunjukkan sampel mengandung asam amino
(Sumardjo,2008).
Pada uji kelarutan protein, protein bersifat amfoter, yaitu dapat
bereaksi dengan larutan asam maupun basa. Daya larut protein berbeda di
dalam air, asam, dan basa. Sebagian ada yang mudah larut dan ada pula
yng sukar larut. Namun, semua protein tidak larut dalam pelarut lemak
seperti eter atau kloroform. Apabila protein dipanaskan atau ditambah
etanol absolut, maka protein akan menggumpal (terkoagulasi). Hal ini
disebabkan etanol menarik mantel air yang melingkup molekul-molekul
protein (Devi,2010).
Pada percobaan ini dilakukan beberapa jenis uji pada sampel yaitu uji
susunan elementer protein (uji keberadaan unsur C, H, O, N, dan S), uji
ninhidrin, dan uji kelarutan protein. Sampel yang digunakan dalam
percobaan ini adalah albumin telur, albumin, dan gelatin. Pada percobaan
uji susunan elementer protein (uji keberadaan unsur C, H, O, N, dan S),
diperoleh bahwa albumin telur dan gelatin mengandung unsur C, H, O , N
dan S. Hal ini terbukti karena terjadinya pengembunan pada proses
pemanasan sampel sehingga terbukti mengandung unsur H dan O dimana
kedua unsur ini bereaksi dan membentuk ikatan akibat pemanasan. Selain
itu selama pemanasan, sampel menghasilkan bau terbakar sehingga
membuktikan adanya unsur N dan terjadi pembentukan arang yang

7
membuktikan adanya unsur C pada kedua sampel tersebut
(Sirajuddin,2012).
Keberadaan unsur N kembali diuji dengan menggunakan kertas
lakmus dan melalui pemanasan sampel yaitu albumin dan gelatin. Kedua
sampel terbukti mengandung unsur N melalui adanya bau amoniak akibat
pemanasan sampel. Dan pada percobaan uji adanya atom S, albumin
terbukti mengandung unsur S dari bau belerang yang dihasilkan dan
membentuk PbS karena larutan berubah warna menjadi coklat kehitaman
setelah diteteskan Pb-asetat (Sirajuddin,2012) sedangkan pada gelatin
terbukti mengandung unsur S dari bau belerang yang dihasilkan namun
tidak membentuk PbS karena larutan setelah diteteskan Pb-asetat hanya
berwarna bening.
Pada uji ninhidrin, digunakan pereaksi ninhidrin dan dilakukan
pemanasan sampel untuk menguji keberadaan unsur asam α-amino bebas
pada sampel yang digunakan yaitu albumin, gelatin, kasein, dan pepton.
Hasil dari percobaan ini adalah terbentuk larutan berwarna ungu pada
sampel albumin, warna bening pada sampel gelatin dan kasein, dan warna
ungu muda pada sampel pepton. Sehingga albumin dan pepton
mengandung unsur asam α-amino bebas sedangkan gelatin dan kasein
tidak mengandung unsur asam α-amino bebas (Sumardjo,2008).
Pada uji kelarutan protein, digunakan aquades (H2O), HCl 10%,
NaOH 40%, kloroform, dan alkohol 96% untuk menguji kelarutan
albumin dan gelatin. Diperoleh hasil bahwa albumin larut dalam aquades,
HCl 10% dan alkohol 96% dan tidak larut dalam NaOH 40% dan
kloroform. Pada pencampuran albumin dengan NaOH 40%, terbentuk
endapan berwarna putih. Sedangkan gelatin larut dalam aquades, HCl
10%, NaOH 40%, dan alkohol 96% dan tidak larut dalam kloroform.
Sehingga hasil percobaan ini sesuai dengan literatur yaitu protein
memiliki sifat amfoter yaitu dapat bereaksi dengan larutan asam maupun
basa dan semua protein tidak dapat larut dalam pelarut lemak seperti
kloroform atau eter (Devi 2010).

V. KESIMPULAN
Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa pada albumin telur dan
gelatin terdapat unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N),
dan belerang (S), lalu pada albumin dan pepton terdapat unsur asam α-amino
bebas sedangkan pada gelatin dan kasein tidak mengandung unsur asam α-
amino bebas, dan disimpulkan bahwa gelatin dapat larut dalam pelarut air,
asam, basa, dan alkohol namun tidak dapat larut dalam pelarut kloroform
sedangkan albumin dapat larut dalam pelarut air, asam dan akohol namun
tidak dapat larut dalam basa dan pelarut kloroform.

8
VI. DAFTAR PUSTAKA

Belitz, H. D., & Grosch, W. (1999). Food Chemistry Second Edition. Berlin:
Springer Verlag.
Chang, R. (2008). Kimia Dasar Jilid 2 Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Campbell, N. A., Reece, J. B., & Mitchell, L. G. (2002). Biologi Edisi
Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Damodaran, S., Parkin, K. dan Fennema, O. R. (2008). Fennema’s Food
Chemistry Fourth Edition. New York: CRC Press
Damodaran, S. dan Parkin, K. L. (2017). Fennema’s Food Chemistry Fifth
Edition. New York: CRC Press
Sumbono, Aung. (2015). Biokimia Pangan Dasar. Yogyakarta: Deepublish
Sirajuddin, S. (2012). Penuntun Praktikum Biokimia. Makassar: Universitas
Hasanuddin.
Devi, N. (2010). Nutrition and Food Gizi untuk Keluarga. Jakarta: PT
Kompas Media Nusantara.
Sumardjo, D. (2008). Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wirahadikusumah, M. (2008), Biokimia : Protein, enzyme, dan Asam
Nukleat. Bandung: ITB.

9
VII. LAMPIRAN

Gambar 1. Amilum + pereaksi


Molisch + H2SO4.
Gambar 4. Albumin + Pereaksi
ninhidrin

Gambar 2. Albumin + NaOH 10%

Gambar 5. Gelatin + Pereaksi


ninhidrin

Gambar 3. Albumin + NaOH 10% +


Pb-asetat + HCl pekat

Gambar 6. Kasein + Pereaksi


ninhidran

10
Gambar 7. Pepton + Pereaksi
ninhidran
Gambar 10. Kloroform + Albumin,
NaOH + Gelatin, HCl + Gelatin,
Aquades + Gelatin

Gambar 8. Albumin + alcohol

Gambar 11. NaOH + Albumin,


Gambar 9. Gelatin + alcohol
Aquades + Albumin, HCl + Albumin,
Kloroform + Albumin

11

Anda mungkin juga menyukai