Anda di halaman 1dari 11

1.

1 PENGERTIAN
Hipertensi kronik superimpose preeklampsia berat merupakan hipertensi kronik yang
disertai tanda-tanda pre-eklampsia berat, di mana hipertensi kronik sendiri mempunyai
arti:
a. Hipertensi yang terjadi sebelum usia 20 minggu kehamilan, atau
b. Hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah usia kehamilan 20 minggu
dan kondisi hipertensi tersebut menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.
c. Klasifikasi
Ringan: tekanan sistolik 140-159 mmHg, tekanan diastolik 90-109 mmHg
Berat: tekanan sistolik ≥160 mmHg, tekanan diastolik: ≥110 mmHg
(Betsy Nobmann, 2011)
Tanda-tanda preeclampsia berat yang menyertai berupa:
a. Proteinuria, gejala-gejala neurologic, nyeri kepala hebat, gangguan visus,
edema patologik yang menyeluruh (anasarka), oligouria, edema paru
b. Kelainan laboratorium: kenaikan serum kreatinin, trombositopenia, kenaikan
serum transaminase hepar
(Muh. Dikman Angsar, 2008)

1.2 KLASIFIKASI
Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan (berdasarkan Report of the National High
Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy,
tahun 2001)
1. Hipertensi Kronis
2. Preeklampsia-eklampsia
3. Hipertensi kronis dengan superimposed preeclampsia
4. Hipertensi gestasional
Penjelasan Pembagian Klasifikasi
1. Hipertensi Kronik: hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu
atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu
dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.
2. Preeklampsia: hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria.
3. Eklampsia: preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma.
4. Hipertensi kronik denga superimposed preeclampsia: hipertensi kronik disertai
dengan tanda-tanda preeclampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
5. Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension): hipertensi yang
timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang
setelah 3 bulan pasca persalinan

Penjelasan tambahan
- Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg.
Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam.
- Proteinuria adalah adanya 300mg protein dalam urin selama 24 jam atau sama
dengan ≥ 1+ dipstick.
- Edema, dahulu edema tungkai dipakai sebagai tanda-tanda preeclampsia, tetapi
sekarang edema tungkai tidak dipakai lagi, kecuali edema generalisata (anasarka).

1.3 PATOFISIOLOGI
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterine dan arteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut
menembus miometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata member cabang
arteria radialis. Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan
arteri basalis memberi cabang arteri spiralis.
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke
dalam lapisan otot arteria spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan otot
tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan
sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan
lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi
lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan
resistensi vaskuler, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta.
Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga
meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini
dinamakan “remodeling arteri spiralis”.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri
spiralis menjadi tetap kaku dank eras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis
relative mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan remodeling arteri
spiralis, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan
iskemi plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan-
perubahan yang dapat menjelaskan pathogenesis HDK selanjutnya.
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron,
sedangkan pada preeclampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal
vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke
uteroplasenta.
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
a. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan / radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam
kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, dengan akibat
plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia
akan menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas). Oksidan dan radikal
bebas adalah senyawa penerima elektron atau atom/molekul yang mempunyai
electron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan
plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya
terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan
pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan
untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin
dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah. Maka dulu
hipertensi dalam kehamilan disebut ‘toxaemia’.
Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak
asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain
akan merusak membrane sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel
endotel. Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat toksis,
selalu diimbangi dengan produksi antioksidan.
b. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan,
khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin
E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar
oksidan peroksida lemak yang relative tinggi.
Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan
beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran sel
endotel. Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh
peroksida lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah
dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh
sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi
peroksida lemak.
c. Disfungsi sel edotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi
kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel.
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel,
bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut ‘disfungsi
endotel’ (endothelial dysfunction). Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel
yang mengakibatkan disfungsi endotel maka akan terjadi:
- Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel
adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi
prostasiklin (PGE2); suatu vasodilator.
- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi sel trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat
di lapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit
memproduksi tromboksan (TXA2); suatu vasokonstriktor kuat. Dalam
keadaan normal perbandingan kadar prostasiklin/tromboksan lebih tinggi
kadar prostasiklin (lebih tinggi vasodilator). Pada preeclampsia kadar
tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga terjadi
vasokonstriksi, dengan terjadi kenaikan tekanan darah.
- Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerular
endotheliosis).
- Peningkatan permeabilitas kapiler.
- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endothelin. Kadar
NO (vasodilator) menurun, sedangkan endothelin (vasokonstriktor)
meningkat.
- Peningkatan faktor koagulasi.

1.4 FAKTOR RESIKO


1. Primigravida, primipaternitas
2. Hyperplacentosi, misalnya mola hydatidosa, kehamilan multiple, diabetes mellitus,
hydrops fetalis, bayi besar
3. Umur yang extrim
4. Riwayat keluar pernah preeclampsia/eklampsia
5. Penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6. Obesitas

1.5 GEJALA DAN TANDA


Secara teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pada preeclampsia ialah edema,
hipertensi dan terakhir proteinuria; sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak dalam
urutan diatas, dapat dianggap bukan preeklampsia.
Dari semua gejala tersebut, timbulnya hipertensi dan proteinuria merupakan gejala
yang paling penting. Namun, sayangnya penderita seringkali tidak merasakan perubahan
ini. Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan,
atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut.
Ciri-ciri pasien yang mengalami hipertensi kronik:
a. umur ibu di atas 35 tahun
b. tekanan darah sangat tinggi
c. umumnya multipara
d. umumnya ditemukan kelainan jantung, ginjal, dan diabetes mellitus
e. obesitas
f. penggunaan obat antihipertensi sebelum kehamilan
g. hipertensi menetap setelah persalinan
Preeclampsia berat memiliki satu atau lebih gejala di bawah ini:
a. tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥ 110 mmHg.
Tekanan ini tidak menurun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan sudah
menjalani tirah baring.
b. Proteinuri lebih dari 5g/24 jam atau +4 dalam pemeriksaan kualitatif
c. Oligouria, yaitu produksi urin kurang dari 500cc/24 jam
d. Kenaikan kadar kreatinin plasma
e. Gangguan visus dan cerebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, scotoma, dan
pandangan kabur
f. Nyeri epigastrium (akibat teregangnya kapsul Glisson)
g. Edema paru dan cyanosis
h. Hemolisis dan mikroangiopatik
i. Trombositopenia berat: <100000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat
j. Gangguan fungsi hepar; peningkatan kadar SGOT dan SGPT
k. Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat
l. Sindrom HELLP
(Muh.Dikman Angsar, 2008)

1.6 KOMPLIKASI
Komplikasi hipertensi kronis
A. Dampak hipertensi kronis pada kehamilan pada ibu
Dampak kehamilan pada ibu dengan hipertensi kronik dapat menyebabkan
superimposed preeclampsia pada sepertiga pasien dan solusio plasentae pada 4%-10%
pasien. Sedangkan kejadian gagal ginjal akan meningkat cepat apabila gangguan
fungsi ginjal terjadi sebelum kehamilan. (Armenian Medical Network, 2006)
B. Dampak hipertensi kronik pada kehamilan pada bayi
- 25-30% mengalami premature
- 10-15% mengalami IUGR
- Fetal distress yang disebabkan karena solusio plasenta dan asfiksi intrauterine
kronik
(Armenian Medical Network, 2006)
Komplikasi preeklampsia berat
A. Penyulit preeclampsia berat pada ibu
- Sistem saraf pusat; perdarahan intracranial, trombosis vena sentral, hipertensi
enselopati, edema cerebri, edema retina, macular atau retinal detachment, dan
kebutaan kortek
- Gastrointestinal-hepatik; subcapsular hematoma hepar, rupture capsul hepar
- Ginjal; gagal ginjal akut, necrosis tubular akut
- Hematologik; DIC, trombositopenia, hematoma luka operasi
- Kardiopulmoner; edema paru kardiogenik atau non-kardiogenik, depresi atau
arrest pernapasan, cardiac arrest, iskemia myocardium
- Lain-lain; ascites, edema laring, hipertensi tidak terkendali
B. Penyulit preeclampsia pada janin
- IUGR
- Solusio plasentae
- Prematuritas
- Sindroma distress napas
- IUFD
- Perdarahan intraventrikuler
- NEC
- Sepsis
- Cerebral palsy

1.7 TATALAKSANA
A. Perawatan Konservatif
Berdasarkan hasil penelitian di Bag. Obstetri dan Ginekologi RSU Dr.Soetomo(th
1995), menyimpulkan perawatan konservatif pada kehamilan premature ≤ 32minggu
terutama < 30 minggu memberikan prognosis yg buruk.
Diperlukan lama perawatan konservatif sekitar 7-15 hari
I. Indikasi
Pada umur kehamilan < 34 minggu( TBJ< 200g tanpa ada tanda-tanda impending
eklampsi)
II. Pengobatan
a. Di kamar bersalin (selama 24 jam)
- Tirah baring
- Infus RL yang mengandung 5% dektrose 60-125cc/jam
- Anti kejang: 10gr MgSO4 40% i.m setiap 6jam s.d. 24jam (kalau tidak ada
KI pemberian MgSO4)
- Diberikan antihipertensi. Anti hipertensi yang digunakan adalah Nifedipin
5-10mg tiap 8jam dapat diberikan bersama Methyldopa 250-500mg tiap
8jam. Nifedipin dapat diberikan ulang sublingual 5-10mg dalam waktu
30menit pada keadaan tekanan sistolik ≥ 180mmHg atau diastolik ≥ 110
mmHg (cukup 1x aja)
- Dilakukan pemeriksaan lab tertentu (fungsi hepar dan ginjal) dan produksi
urine 24jam.
- Konsultasi bagian lain
a. Bagian Mata
b. Bagian Jantung
c. Bagian lain sesuai dengan indikasi
b. Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal di Ruang Bersalin (setelah
24jam masuk ruangan bersalin)
- Tirah baring
- Roboransia: multivitamin
- Aspirin dosis rendah 87.5mg 1xsehari
- Antihipertensi( Nifedipin 5-10mg tiap 8jam Methyldopa atau 250mg 8jam)
- Penggunaan Atenolol dan β blocker (Dosis Regimen) dapat
dipertimbangkan pada pemberian kombinasi
- Pemeriksaan lab
a. Hb,PCV dan hapusan darah tepi
b. Asam urat darah
c. Trombosit
d. Fungsi ginjal/hepar
e. Urine lengkap
f. Produksi urine 24jam (Esbach), penimbangan BB setiap
hari,pemeriksaan lab dapat diulangi sesuai dengan keperluan.
- Diet tinggi protein, rendah karbohidrat
- Dilakukan penilaian kesejahteraan janin termasuk biometri, jumlah cairan
ketuban, gerakan, respirasi dan ektensi janin, velosimetri(resistensi),
umbilikasi dan rasio panjang femur terhadap lingkaran abdomen.
III. Perawatan konservatif dianggap gagal bila:
a. Ada tanda-tanda impending eklampsia
b. Kenaikan progresif tekanan darah
c. Ada Sindroma HELLP
d. Ada kelainan gfungsi ginjal
e. Penilaian kesejahteraan janin jelek

B. Perawatan Aktif
I. Indikasi
a. Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek, ada gejala impending eklampsia
b. Ada Sindroma HELLP
c. Kehamilan late preterm (≥ 34minggu, TBJ ≥ 2000gr)
II. Pengobatan medisinal
a. Segera rawat inap
b. Tirah baring miring ke satu sisi
c. Infus RL yang mengandung 5% dekstrose dengan 60-125cc/jam
d. Pemberian anti kejang MgSO4
Dosis awal:
MgSO4 20% 4gr i.v
MgSO4 40% 10gr i.m
Pada bokong kanan dan kiri masing-masing 5gr
Dosis ulangan:
MgSO4 40% 5gr i.m diulangi tiap 6jam setelah dosis awal s/d 24 pasca
persalinan
Syarat pemberian:
- Refleks patella (+)
- Respirasi > 16x/menit
- Urine sekurang-kurangnya 150cc/6jam
- Harus selalu tersedia Ca Glukonas 1gr 10% (diberikan i.v pelan-pelan
pada intoksikasi MgSO4)
e. Antihipertensi dapat dipertimbangkan diberikan bila: systole ≥ 180mmHg-
diastole ≥120mmHg. Nifedipin 5-10mg tiap 8 jam atau Methyldopa
250mmHg tiap 8jam

III. Pengobatan Obstetrik


a. Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada penderita dilakukan
pemeriksaan “Non Stress Test”
b. Tindakan seksio caesar dikerjakan bila:
- Non Stress Test jelek
- Penderita belum inpartu dengan skor pelvik jelek ( Skor Bishop < 5)
- Kegagalan drip oksitosin
c. Induksi dengan drip oxytocin dikerjalan bila:
- NST baik
- Penderita belum inpartu dengan skor pelvik baik ( Skor Bishop ≥5)
REFERENSI

Angsar, M D. 2008. Hipertensi dalam Kehamilan. Surabaya: Universitas Airlangga

Nobmann B. 2006. ANMC Guidelines for Management of Hypertensive Disorder in


Pregnancy. Alaska:NJM

Armenian Medical Network. 2006. Chronic Hypertension. Available at:


http://www.health.am/pregnancy/chronic-hypertension/#2

Abadi A, dkk. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: Universitas Airlangga
Indriastuti, S. 2011. Preeklamsia. http://etd.eprints.ums.ac.id/14903/3/BAB_1.pdf

Joseph et al. 2008. Epidemiology.


http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/326/basics/epidemiology.html

Prasetyo, R. 2006. Preeklamsia-Eklamsia. http://eprints.undip.ac.id/29356/3/Bab_2.pdf

Prawirohardjo, S. 2006. Hipertensi dalam Kehamilan. PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo: Jakarta

Sibai, B.M et al. 1998. Risk Factors for Preeclampsia, Abruptio Placentae, and Adverse
Neonatal Outcomes among Women with Chronic Hypertension.
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM199809033391004#t=articleDiscussion

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai