Anda di halaman 1dari 13

BAB I

KONSEP MEDIS

A. DEFINISI
demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorhagic fever//DHF) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue melalui nyamuk aedes
aegypti dan aedes albopictus. dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau
nyeri sendi yang disetai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
ditesis hemoragik. Penyakit ini banyak ditemukan di daerah tropis, seperti Asia
Tenggara, India, Brazil, Amerika, termasuk diseluruh pelosok Indonesia, kecuali
di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 m diatas permukaan air laut.
Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan manusia.
Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui
nyamuk.

B. ETIOLOGI
Pada umumnya masyarakat kita mengetahui penyebab dari Dengue
Haemoragic Fever adalah melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Virus Dengue
mempunyai 4 tipe, yaitu : DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan DEN 4, yang ditularkan
melalui nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk ini biasanya hidup dikawasan tropis dan
berkembang biak pada sumber air yang tergenang. Keempatnya ditemukan di
Indonesia dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotip akan
menimbulkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe yang lain sangat kurang,
sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe
yang lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat
terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue
dapat ditemukan diberbagai daerah di Indonesia.
Virus Dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap
inaktivitas oleh distiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 700C. Keempat
tipe tersebut telah ditemukan pula di Indonesia dengan tipe DEN 3 yang paling
banyak ditemukan.
C. FAKTOR YANG MEMPERBERAT TIMBULNYA DBD
a. Pencahayaan rumah yang kurang terang
b. Menyebabkab suasana rumah yang menjadi lembab dan gelap sehingga
nyamuk menyukai untuk hidup dirumah tersebut.
c. Tempat air yang terbuka dan jarang dikuras.
d. Nyamuk aedes aegypti menyukai air yang bersih untuk meletakkan telurnya.
Telur tersebut memerlukan waktu 4-5 hari untuk berkembang menjadi
nyamuk dewasa. Jadi bak mandi / tempat air lainnya sebaiknya harus dikuras
minimal 1 minggu sekali.
e. Kebiasaan menggantung pakaian bekas pakai, Nyamuk suka berlindung dan
hinggap di sela-sela pakaian bekas pakai.

D. PATOFISIOLOGI
Virus dengue yang telah masuk ke tubuh akan menimbulkan demam karena
proses infeksi. Hal tersebut akan merangsang hipotalamus sehingga terjadi
termoregulasi yang akan meningkatkan reabsorsi Na dan air sehingga terjadi
hipovolemi, selain itu juga terjadi kebocoran plasma karena terjadi peningkatan
permeabilitas membran yang juga mengakibatkan hipovolemi, syok dan jika tak
teratasi akan terjadi hipoksia jaringan yang dapat mengakibatkan kematian.
Selain itu kerusakan endotel juga dapat mengakibatkan trombositopenia
yang akan mengakibatkan perdarahan, dan jika virus masuk ke usus akan
mengakibatkan gastroenteritis sehingga terjadi mual dan muntah.

F. KLASIFIKASI
Derajat Dengue Haemorhagic Fever menurut WHO :
1. Derajat I : demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji tourniquet positif
2. Derajat II : Sama seperti derjat I, disertai perdarahan spontan dikulit atau
perdarahan lain.
3. Derajat III : ditemukan tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan
lembut, tekanan darah menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit
dingin, lembab, dan pasien menjadi gelisah.
4. Derajat IV : Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat
diukur.

G. MANIFESTASI KLNIS
1. Demam, biasanya langsung tinggi dan terus menerus. Sebab tidak jelas dan
hampir tidak bereaksi dengan pemberian antipiretik. Panas berlangsung 2-7
hari.
2. Malaise, mual, muntah, diare, konstipasi, sakit kepala, anoreksia, kadang
batuk
3. Tanda tanda perdarahan seperti petekia, perdarahan gusi, epiktasis,
hematemesis melena
4. Muka kemerahan , leukopenia.
5. Nyeri otot, tulang sendi, abdomen dan ulu hati
6. Pembengkakan sekitar mata
7. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening
8. Tanda tanda rejatan adalah sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah
menurun, gelisah, capillary refill lebih dari2 detik, nadi cepat dan lemah.
9. Gambaran klinis yang tidak khas dan sering dijumpai adalah :
a. keluhan pada saluran pernafasan : batuk, pilek, sakit waktu menelan
b. keluhan pada saluran pencernaan : mual, muntah, anoreksia, diare,
konstipasi
c. Keluhan system tubuh yang lain : sakit kepala, nyeri otot tulang sendi,
nyeri ulu hati, nyeri perut, pegal pegal, kemerahan pada kulit,
pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotofobia
d. Pada pasien yang mengalami dialysis perifer, kulit terasa lembab, dingin,
tekanan darah menurun, nadi cepat dan lemah.
e. Adanya pembesaran hati, limpa dan pembesaran kelenjar getah bening
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah
a. Pada kasus DHF yang dijadikann pemeriksaan penunjang yaitu
menggunakan darah atau disebut lab serial yang terdiri dari hemoglobin,
PCV, dan trombosit. Pemeriksaan menunjukkan adanya tropositopenia
(100.000 / ml atau kurang) dan hemotoksit sebanyak 20% atau lebih
dibandingkan dengan nilai hematoksit pada masa konvaselen.
b. Hematokrit meningkat > 20 %, merupakan indikator akan timbulnya
renjatan. Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis pasti
pada DHF dengan dua kriteria tersebut ditambah terjadinya
trombositopenia, hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji serologi
hemaglutnasi (Brasier dkk 2012).
c. Leukosit menurun pada hari kedua atau ketiga
d. Hemoglobin meningkat lebih dari 20 %
e. Protein rendah
f. Natrium rendah (hiponatremi)
g. SGOT/SGPT bisa meningkat
h. Asidosis metabolic
i. Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan

2. Pemeriksaan Urine
Kadar albumin urine positif (albuminuria) (Vasanwala, 2012) Sumsum
tulang pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi
hiperseluler pada hari ke 5 dengan gangguan maturasi dan pada hari ke 10
sudah kembali normal untuk semua system.
3. Pemeriksaan Foto Thorax
Pada pemeriksaan foto torax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya
posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur disisi kanan) lebih baik dalam
mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.
4. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai dan dijadikan pertimbangan
karena tidak menggunakan sistem pengion (sinar X) dan dapat diperiksa
sekaligus berbagai organ pada abdomen. Adanya acites dan cairan pleura
pada pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai alat menentukan
diagnosa penyakit yang mungkin muncul lebih berat misalnya dengan
melihat ketebalan dinding kandung empedu dan penebalan pankreas
5. Pemeriksaan Diagnosis Serologis
a. Uji Hemaglutinasi (Uji HI)
Tes ini adalah gold standart pada pemeriksaan serologis, sifatnya sensitif
namun tidak spesifik. Artinya tidak dapat menunjukkan tipe virus yang
menginfeksi. Antibodi HI bertahan dalam tubuh lama sekali (<48 tahun)
sehingga uji ini baik digunakan pada studi serologi epidemiologi. Untuk
diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x lipat dari titer serum akut
atau tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap
sebagai pesumtif (+) atau diduga keras positif infeksi dengue yang baru
terjadi.
b. Uji komplemen Fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit dan
butuh tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi bertahan
beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun).
c. Uji Neutralisasi Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue.
Dan biasanya memakai cara Plaque Reduction Neutralization Test
(PNRT).
d. IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)
e. Banyak sekali dipakai, uji ini dilakukan pada hari ke 4-5 infeksi virus
dengue karena IgM sudah timbul kemudian akan diikuti IgG. Bila IgM
negatif maka uji harus diulang. Apabila sakit ke-6 IgM masih negatif
maka dilaporkan sebagai negatif. IgM dapat bertahan dalam darah
sampai 2-3 bulan setelah adanya infeksi.
f. Identifikasi Virus
Cara diagnostik baru dengan reverse transcriptase polymerase chain
reaction (RTPCR) sifatnya sangat sensitif dan spesifik terhadap serotype
tertentu, hasil cepat dan dapat diulang dengan mudah. Cara ini dapat
mendeteksi virus RNA dari specimen yang berasal dari darah, jaringan
tubuh manusia, dan nyamuk

I. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
a. Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien
dehidrasi dan haus. Pasien diberi banyak minum yaitu 1,5 – 2 liter dalam
24 jam. Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik. Jika terjadi
kejang diberikan antikonvulsan. Luminal diberikan dengan dosis : anak
umur < 12 bulan 50 mg IM, anak umur > 1tahun 75 mg. Jika kejang lebih
dari 15 menit belum berhenti luminal diberikan lagi dengan dosis 3
mg/kgBB. Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila pasien
terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam
terjadinya dehidrasi dan hematokrit yang cenderung meningkat .
b. Pasien mengalami syok segera segera dipasang infus sebagai pengganti
cairan hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang diberikan biasanya
RL, jika pemberian cairan tersebut tidak ada respon diberikan plasma atau
plasma ekspander banyaknya 20 – 30 mL/kg BB. Pada pasien dengan
renjatan berat pemberian infus harus diguyur. Apabila syok telah teratasi,
nadi sudah jelas teraba, amplitude nadi sudah cukup besar, maka tetesan
infus dikurangi menjadi 10 mL/kg BB/jam (Ngastiyah 2005)
c. Pemberian Cairan Intravena
1) Larutan Ringer Laktat (RL) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer
Laktat (D5/RL).
2) Larutan Ringer Asetat (RA) atau Dextrose 5% dalam larutan Ringer
Asetat (D5/RA).
3) Larutan Nacl 0,9% (Garal Faali + GF) atau Dextrose 5% dalam larutan
Faali (d5/GF).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Derajat I
Pasien istirahat, observasi tanda-tanda vital setiap 3 jam, periksa Ht, Hb
dan trombosit tiap 4 jam sekali. Berikan minum 1,5 – 2 liter dalam 24 jam
dan kompres hangat.
b. Derajat II
Segera dipasang infus, bila keadaan pasien sangat lemah sering dipasang
pada 2 tempat karena dalam keadaan renjatan walaupun klem dibuka
tetesan infus tetap tidak lancar maka jika 2 tempat akan membantu
memperlancar. Kadang-kadang 1 infus untuk memberikan plasma darah
dan yang lain cairan biasa.
c. Derajat III dan IV
1) Penggantian plasma yang keluar dan memberikan cairan elektrolit
(RL) dengan cara diguyur kecepatan 20 ml/kgBB/jam.
2) Dibaringkan dengan posisi semi fowler dan diberikan O2.
3) Pengawasan tanda – tanda vital dilakukan setiap 15 menit.
4) Pemeriksaan Ht, Hb dan Trombosit dilakukan secara periodik.
5) Bila pasien muntah bercampur darah perlu diukur untuk tindakan
secepatnya baik obat – obatan maupun darah yang diperlukan.
6) Makanan dan minuman dihentikan, bila mengalami perdarahan
gastrointestinal biasanya dipasang NGT untuk membantu pengeluaran
darah dari lambung. NGT bisa dicabut apabila perdarahan telah
berhenti. Jika kesadaran telah membaik sudah boleh diberikan
makanan cair.
J. KOMPLIKASI
1. Perdarahan usus
2. Shock/rejatan
3. Effusi pleura
4. Penurunan kesadaran
5. Kematian

K. PENCEGAHAN
Pencegahan dapat di lakukan Dengan 3 M yaitu :
1. Menguras
Menguras bak mandi dan penampungan air lainnya minimal 1 minggu
sekali untuk memutuskan mata rantai kehidupan nyamuk aedes aegypti
2. Menutup
Menutup tempat penampungan air sehingga nyamuk tidak bisa bertelur
disana.
3. Mengubur
Mengubur barang-barang bekas sehingga tidak terisi oleh air hujan yang
bisa dijadikan nyamuk sebagai tempat bertelur.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
a. Data Subkejtif
Merupakan data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau
keluarga pada pasien DHF, data subyektif yang sering ditemukan :
1. Identitas
DBD dapat mengenai pada semua umur yang tinggal di daerah tropis.
2. Keadaan Umum
Terjadinya peningkatan suhu tubuh / demam dan disertai ruam macula
popular.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Umumnya klien dengan DHF datang ke Rumah Sakit dengan keluhan
demam akut 2 – 7 hari, nyeri otot dan pegal pada seluruh badan, malaise,
mual, muntah, sakit kepala, sakit pada saat menelan, lemah, nyeri ulu hati,
pendarahan spontan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Diantara penyakit yang pernah diderita yang dahulu dengan penyakit DHF
yang dialami sekarang, tetapi kalau dahulu pernah menderita DHF penyakit
itu berulang.
5. Riwayat Penyakit keluarga
Riwayat adanya penyakit DHF didalam keluarga yang lain, yang tinggal
didalam satu rumah / beda rumah dengan jarak yang berdekatan sangat
menentukan karena ditularkan melalui gigitan nyamuk.
6. Riwayat Penyakit Lingkungan
DHF ditularkan oleh 2 nyamuk yaitu: Aedes aeyipry dan Aedes albopiehis,
hidup dan berkembang biak didalam rumah yaitu pada tempat penampungan
air bersih seperti kaleng bekas, bak mandi yang jarang dibersihkan.
b. Data Objektif
Merupakan data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat pada
keadaan pasien. Data obyektif yang sering ditemukan pada penderita DHF
antara lain:
1. Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor
2. Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis,
ekimosis,hematoma, hematemesis, melena
3. Hiperemia pada tenggorokan
4. Nyeri tekan pada epigastrik
5. Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa
6. Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas
dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
7. Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi virus dengue)
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pecedera fisiologis (proses penyakit
inflamasi).
3. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Diagnosa 1 : Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
Tujuan : setelah di lakukan intervensi selama 1 x 24 jam di harapkan suhu
tubuh kembali normal, dengan kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal
(36-37)
Intervensi :
1. Beri penjelasan pada klien dan keluarga tentang tindakan yang akan
dilakukan

R/ klien dan keluarga bisa kooperatif.

2. Mengkaji saat timbulnya demam


R/ mengidentifikasi pola demam klien.

3. Mengobservasi TTV

R/ mengetahui keadaan umum klien.

4. Beri kompres dingin (pada axilla dan lipat paha)

R/ membantu menurunkan suhu tubuh.

5. Anjurkan klien untuk banyak minum  2,5 liter/ 24 jam


R/ mengimbangi penguapan tubuh.

6. Anjurkan untuk menggunakan pakaian tipis


R/ mempercepat proses penguapan.

7. Kolaborasi dengan dokter


R/ memberikan terapi cairan IV dan obat-obatan sesuai indikasi.

b. Diagnosa 2: Nyeri akut berhubungan dengan agen pecedera fisiologis


(inflamasi)
Tujuan : Setelah di lakuakan intervensi selama 1x 24 jam di harapkan
nyeri berkurang dengan kriteria hasil : skla nyeri berkurang atau bahkan
hilang.
Intervensi:
1. Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2. Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri
3. Alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri.
Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat melupakan
perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.
4. Berikan obat-obat analgetik
Rasional : Analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri pasien.
c. Diagnosa ke 3 : Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler.
Tujuan : Setelah di lakuakn intervensi selama 1x 24 jam di harapkan
tkebutuhan cairan dapat teratasi dengan kriteria hasil : Kebutuhan cairan
teratasi, tidak ada tanda dan gejala dehidrasi.
Intervensi :
1. Kaji keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta tanda-tanda
vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui
penyimpangan dari keadaan normalnya.
2. Observasi tanda-tanda syock.
Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok.
3. Berikan cairan intravena sesuai program dokter
Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang
mengalami kekurangan cairan tubuh karena cairan tubuh karena cairan
langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
4. Anjurkan pasien untuk banyak minum.
Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume
cairan tubuh.
5. Catat intake dan output.
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda, Hardi, dkk. Aplikasi Auhan keperawatan NANDA NIC NOC.
Jakarta: Medi Action Publishing, 2015.

asaribu, Syahril. Penatalaksanaan Demam Berdarah. Medan: Fakultas Kedokteran


Universitas Sumatra Utara, 2018.

Breda, Suzanne C. Bku Ajar keperawatan Medikal Bedah ed.8. Jakarta: EGC,
2017.

Nurohman. Ilmu Penyakit Dalam: Jilid 1. Jakarta: FKUI, 2014.

PPNI, Tim pokja SDKI DPP. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: DPP PPNI, 2017.

Wilson, Price dan. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Penyakit ed.6. Jakarta:
EGC, 2015.

Anda mungkin juga menyukai