Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Nyeri dapat digambarkan sebagai suatu pengalaman sensorik dan


emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan
jaringanyang sudah atau berpotensi terjadi, atau dijelaskan berdasarkan kerusakan
tersebut. Definisi ini menghindari pengkorelasian nyeri dengan suatu rangsangan
(stimulus). Definisi ini juga menekankan bahwa nyeri bersifat subjektif dan
merupakan suatu sensasi sekaligus emosi.1,2,3
Secara patologik nyeri dikelompokkan pada nyeri adaptif atau nyeri akut
atau nyeri nosiseptif, dan nyeri maladaptif sebagai nyeri kronik juga disebut
sebagai nyeri neuropatik serta nyeri psikologik atau nyeri idiopatik. Nyeri akut
atau nosiseptif yang diakibatkan oleh kerusakan jaringan, merupakan salah satu
sinyal untuk mempercepat perbaikan dari jaringan yang rusak. Sedangkan nyeri
neuropatik disebut sebagai nyeri fungsional merupakan proses sensorik
abnormalyang disebut juga sebagai gangguan sistem alarm. Nyeri idiopatik yang
tidak berhubungan dengan patologi baik neuropatik maupun nosiseptif dan
memunculkan gejala gangguan psikologik memenuhi somatoform seperti stres,
depresi, ansietas dan sebagainya.1,2,3
Klasifikasi dari nyeri kronik digolongkan dalam 3 kategori : nyeri yang
disebabkan oleh penyakit atau kerusakan pada jaringan itu sendiri (nyeri
nosiseptif, seperti osteoarthritis), nyeri yang disebabkan oleh penyakit atau
kerusakan sistem somatosensori (nyeri neuropatik), dan gabungan antara nyeri
nosiseptif dan neuropatik (nyeri gabungan).1,2,3
International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan
nyeri neuropatik adalah nyeri yang dihasilkan dari penyakit atau kerusakan
darisistem saraf perifer atau sentral, dan berasal dari kelainan fungsi sistem nervus.
Awalnya, nyeri neuropatik digunakan hanya untuk menggambarkan nyeri
yang berhubungan dengan neuropatik perifer dan nyeri sentral pada lesi di sistem
saraf pusat yang berhubungan dengan nyeri. Nyeri neurogenik menyangkut
semua penyebab, baik perifer maupun sentral.1,2,3

1
Nyeri neuropatik yang didefinisikan sebagai nyeri akibat lesi jaringan saraf
baik perifer maupun sentral bisa diakibatkan oleh beberapa penyebab seperti
amputasi, toksis (akibat khemoterapi), metabolik (diabetik neuropati) atau juga
infeksi misalnya herpes zoster pada neuralgia pasca herpes dan lain-lain.
Nyeri pada neuropatik bisa muncul spontan (tanpa stimulus) maupun dengan
stimulus atau juga kombinasi.1,2,3

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Rusli
No. CM : 043137
Tanggal Lahir : 16 April 1942
Umur : 76 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jl.Rade Wijaya RT 20
Tanggal/ Masuk RS : 23 Februari 2019
Tanggal Pemeriksaan : 24 Ferbruari 2019
Tanggal Pulang : 26 Februari 2019

2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan Utama
Luka robek di kepala bagian kiri.
2.2.2 Keluhan Tambahan
Merasa seperti melayang, sakit kepala dan nyeri dibagian leher belakang.
2.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS Royal Prima Jambi dengan keluhan luka
robek di kepala bagian kiri. Pasien jatuh di kamar mandi saat akan
berwudhu. Saat jatuh pasien masih sadar dan merangkak mencari
pertolongan. Sebelumnya pasien merasa sakit kepala diseluruh bagian
kepala dan merasa seperti melayang. Lalu pasien merasa tidak bertenaga
dan akhirnya jatuh ke lantai. Sebelum jatuh pasien merasa nyeri di leher
bagian belakang. Nyeri di rasakan terus-menerus. Nyeri sudah di rasakan
sejak lama sekitar 1 bulan yang lalu. Pasien tidak merasakan keluhan mual
atau muntah sebelum jatuh. Tidak merasa demam sebelumnya. Keluhan
nyeri otot, lemas dan nyeri sendi disangkal. Pasien tidak mengalami
kelumpuhan seluruh atau sebelah anggota gerak.

3
2.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Herpes zoster sejak ± 3 bulan
- Pasien pernah mengalami serangan stroke ± 3 bulan yang lalu
- Riwayat hipertensi sejak ± 1 tahun
2.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang pernah atau sedang mengalami hal
yang sama seperti pasien.

2.3 Vital Sign


Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4M6V5
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 98 x/menit
Pernafasan : 21 x/menit
Suhu : 36,8 0C

2.4 Data Antropometri


Berat badan : 70 kg
Tinggi badan : 170 cm

2.5 Status Gizi


IMT : 24 kg/m2
Kesimpulan : Berlebih

2.6 Pemeriksaan Fisik


a. Kulit
Warna : Sawo matang
Turgor : Kembali cepat
Parut/skar : Tidak dijumpai

4
Sianosis : Tidak dijumpai
Ikterus : Tidak dijumpai
Pucat : Tidak dijumpai

b. Kepala
Bentuk : Normocephali, Luka robek dikepala bagian kiri ukuran ±
0.5x0.2cm
Rambut : Putih, sukar dicabut, distribusi merata.
Wajah : Simetris
Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (/), sklera ikterik
(-/-), refleks cahaya (/), pupil bulat isokor 
3mm/3mm.
Telinga : Serumen (-/-), normotia.
Hidung :Sekret (-/-), nafas cuping hidung (-/-), mukosa dan konka
hiperemis (-/-)

c. Mulut
Bibir : Bibir kering (), mukosa bibir lembab (-), sianosis (-)
Lidah : Beslag (-)
Tonsil : T1/T1, hiperemis (-)
Faring : Hiperemis (-)
Gigi : Tidak di jumpai kelainan

d. Leher
Trakhea : Terletak ditengah
KGB : Pembesaran KGB (-)
Kelenjar tiroid : Tidak teraba membesar.
Kelenjar limfe : Tidak teraba membesar.
TVJ : R-2cmH2O

e. Thoraks
Inspeksi
Statis : Simetris, bentuk normochest.

5
Dinamis : Pernafasan torakal abdominal, Kusmaul (-), retraksi
suprasternal (-), retraksi intercostal (-).

Paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis.
Palpasi : nyeri tekan (-), stem fremitus kanan = stem fremitus kiri.
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru.
Auskultasi : Suara napas dasar vesikular (/), suara napas tambahan
rhonki (-/-) dan wheezing (-/-).
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS IV linea aksilaris anterior
Perkusi : Batas-batas jantung
Atas : ICS III, linea midclavicularis sinistra.
Kiri : ICS IV, linea midclavicularis sinistra.
Kanan : ICS IV, linea parasternal dextra.
Auskultasi : BJ I > BJ II, reguler (), bising (-).

f. Abdomen
Inspeksi : simetris, distensi (-)
Palpasi : soepel (+), H/L/R tidak teraba, nyeri tekan pada:
epigastrium, kuadran atas kanan dan kiri.
Perkusi : timpani (+), shifting dullness (-)
Auskultasi : peristaltik 8x/menit, kesan normal.

g. Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan

h. Anus
Tidak dilakukan pemeriksaan

i. Kelenjar limfe inguinal


Pembesaran KGB : Tidak dijumpai

6
j. Ekstremitas
Superior : Ikterik (-/-), edema (-/-), pucat (-/-), akral hangat,
eritema palmaris (-), CRT >2”,
Inferior : Ikterik (-/-), edema (-/-), pucat (-/-), akral hangat,
CRT >2”.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


2.7.1 Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan
23-02-2019 24-02-2019 Nilai Normal
Laboratorium
Hb 10* 12 - 18 gr/dl
Ht 30.7 * 37 - 52 %
Leukosit 23.200* 4.000 - 10.000/mm3
Eritrosit 3.33 * 4,5 - 6,2x106/mm3
Trombosit 336.000 150.000 - 450.000/mm3
Granulosit 81,9 % * 37 - 75 %
Limfosit 11,6 % * 20 - 40 %
Monosit 6,5% 2 - 10 %
Glukosa Darah 96
≤ 200 mg/dL
Sewaktu
Total Koletrol 152 < 200 mg/dL
Triglyserida 196 < 200 mg/dL
HDL 40 ≥ 35mg/dL
LDL 72.8 < 130 mg/dL

7
2.7.2 Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
Tanggal pemeriksaan: 23/02/2019

Irama : sinus
Denyut jantung : 100 kali/menit, reguler
Axis : normoaxis
Gel P : normal, tinggi :0,1 lebar 0,08
Kompleks QRS : 0,02 s
PR interval : normal
RR interval : normal
QT interval : normal
ST elevasi/depresi : (-)
T inverted : (-)
LVH/RVH : (-/-)
Kesimpulan : Irama sinus rate 100 kali /menit, reguler

2.8 Diagnosa Banding


Post Herpetic Neuralgia dd/ -Migrain
-Cluster Headache
-Tension Type Headache
-Head Injury

2.9 Diagnosa Kerja


Post Herpetic Neuralgia

8
2.10 Terapi
a. Farmakologis
- IUFD NaCl 0.9% 20 tpm
- Betahistin 2x12 mg tab
- Dimenhidrinat 3x1
- Flunarizin 2x5 mg
- Inj. Ondansentron 3x4 mg (k/p)

b. Non-farmakologis
- Bedrest

2.11 Planning
- Darah rutin
- KGDS
- Profil lipid

2.12 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

2.13 Follow Up Harian


Tabel 2. Follow up harian di ruang Aster 111
Tanggal/Hari
Catatan Instruksi
Rawatan

23/02/2019 S/ Nyeri kepala (VAS 3-4), pusing, Th/


H1 mual (+), muntah (-) - IUFD NaCl 0.9% 20 tpm
- Betahistin 2x12 mg tab
BB: 70kg O/ TD: 120/80 mmHg
TB: 170cm HR: 82 x/i - Dimenhidrinat 3x1
RR: 21 x/i
- Flunarizin 2x5 mg
T : 36,8 °C

9
- Inj. Ondansentron 3x4 mg
PF/
(k/p)
Kepala:Normocephali, luka robek
_______ukuran ± 0.5x0.2cm

Mata : Konj.palp.inf .pucat (+/+),


sklera ikterik (-/-), pupil bulat
isokor, ϕ3mm/3mm, P/
RCL (+/+), RCTL (+/+), - Profil Lipid
edema palpebra (-/-)

Telinga : Normotia, serumen (-)

Hidung : Sekret (-), NCH (-)

Mulut : Mukosa bibir kering (+),


Sianosis (-),
faring hiperemis (-),
T1/T1, beslaq (-)

Leher : pembesaran KGB (-)

Toraks :
I : simetris, retraksi (-)
P : SF kanan = SF Kiri
P : Sonor (+/+)
A: Ves (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)

Jantung : BJ I >BJ II, reguler,


bising(-)

Abdomen :
I : simetris, distensi (-)
P : soepel, H/L/R tidak teraba, nyeri
tekan pada epigastrium, kuadran atas
kanan dan kiri
P : timpani, undulasi (-),tidak teraba
shifting dullness (-)
A : peristaltik (+) normal

Extremitas :
Superior : ikterik (-/-), edema (-/-),
CRT >2’
Inferior : ikterik (-/-), edema (-/-)
Akral hangat. CRT >2’

Ass/ Observasi Cephalgia


DD/ Post Herpetic Neuralgia

24/02/2019 S/ Nyeri kepala (vas 2-3), pusing, Th/


H2 mual (+), muntah (-)

10
- IUFD NaCl 0.9% 20 tpm
BB: 70 kg O/ TD: 110/70 mmHg
-Racikan 2x1 (tramadol 30mg
TB: 170 cm HR: 08x/i
RR: 20 x/i no 2 + PCT 400mg no 3 +
T : 36,7 °C
amitriptilin 6.25mg no 1)
PF/ - Gabapentin 2x300mg
Kepala:Normocephali, luka robek
_______ukuran ± 0.5x0.2cm - Ikaneuron 1x1
- Omeprazol 1x20mg
Mata : Konj.palp.inf .pucat (+/+), - Aspilet 1x80mg
sklera ikterik (-/-), pupil bulat
isokor,ϕ3mm/3mm,
RCL (+/+), RCTL (+/+),
edema palpebra (-/-)

Telinga : Normotia, serumen (-)

Hidung : Sekret (-), NCH (-)

Mulut : Mukosa bibir kering (+),


Sianosis (-),
faring hiperemis (-),
T1/T1, beslaq (-)

Leher : pembesaran KGB (-)

Toraks :
I : simetris, retraksi (-)
P : SF kanan = SF Kiri
P : Sonor (+/+)
A: Ves (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)

Jantung : BJ I >BJ II, reguler,


bising(-)

Abdomen :
I : simetris, distensi (-)
P : soepel, H/L/R tidak teraba, nyeri
tekan pada epigastrium, kuadran atas
kanan dan kiri
P : timpani, undulasi (-),tidak teraba
shifting dullness (-)
A : peristaltik (+) normal

Extremitas :
Superior : ikterik (-/-), edema (-/-),
CRT >2’
Inferior : ikterik (-/-), edema (-/-)
Akral hangat. CRT >2’

11
Ass/ Post Herpetic Neuralgia

25/02/2019 S/ Melayang (+), nyeri kepala (-), Th/


H3 mual (-), muntah (-) - IUFD NaCl 0.9% 20 tpm
-Racikan 2x1 (tramadol 30mg
BB: 70 kg O/ TD: 110/80 mmHg
TB: 17. cm HR: 88 x/i no 2 + PCT 400mg no 3 +
RR: 22x/i
amitriptilin 6.25mg no 1)
T : 36,4 °C
- Gabapentin 2x300mg
PF/
Kepala: Normocephali, luka robek
- Aspilet 1x80mg
_______ukuran ± 0.5x0.2cm - Flunarizin 2x5 mg
Mata : Konj.palp.inf .pucat (-/-),
sklera ikterik (-/-), pupil bulat
isokor,ϕ3mm/3mm,
RCL (+/+), RCTL (+/+),
edema palpebra (-/-)

Telinga : Normotia, serumen (-)

Hidung : Sekret (-), NCH (-)

Mulut : Mukosa bibir kering (+),


Sianosis (-),
faring hiperemis (-),
T1/T1, beslaq (-)

Leher : pembesaran KGB (-)

Toraks :
I : simetris, retraksi (-)
P : SF kanan = SF Kiri
P : Sonor (+/+)
A: Ves (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)

Jantung : BJ I >BJ II, reguler,


bising(-)

Abdomen :
I : simetris, distensi (-)
P : soepel, H/L/R tidak teraba, nyeri
tekan pada epigastrium, kuadran atas
kanan dan kiri
P : timpani, undulasi (-),tidak teraba
shifting dullness (-)
A : peristaltik (+) normal

12
Extremitas :
Superior : ikterik (-/-), edema (-/-),
CRT <2’
Inferior : ikterik (-/-), edema (-/-)
Akral hangat. CRT <2’

Ass/ Post Herpetic Neuralgia

26/02/2019 S/ Melayang (-), nyeri kepala (-), Th/


H4 mual (-), muntah (-) - IUFD NaCl 0.9% 20 tpm
- Racikan 2x1 (tramadol
BB: 70 kg O/ TD: 110/80 mmHg
TB: 170cm HR: 80 x/i 30mg no 2 + PCT 400mg
RR: 22 x/i
no 3 + amitriptilin 6.25mg
T : 36 °C
no 1)
PF/
Kepala: Normocephali, luka robek
- Gabapentin 2x300mg
_______ukuran ± 0.5x0.2cm - Aspilet 1x80mg
Mata : Konj.palp.inf .pucat (-/-), - Flunarizin 2x5 mg
sklera ikterik (-/-), pupil bulat
isokor,ϕ3mm/3mm,
RCL (+/+), RCTL (+/+),
edema palpebra (-/-)

Telinga : Normotia, serumen (-)

Hidung : Sekret (-), NCH (-)

Mulut : Mukosa bibir kering (+),


Sianosis (-),
faring hiperemis (-),
T1/T1, beslaq (-)

Leher : pembesaran KGB (-)

Toraks :
I : simetris, retraksi (-)
P : SF kanan = SF Kiri
P : Sonor (+/+)
A: Ves (+/+), Wh (-/-), Rh (-/-)

Jantung : BJ I >BJ II, reguler,


bising(-)

Abdomen :
I : simetris, distensi (-)
P : soepel, H/L/R tidak teraba, nyeri
tekan pada epigastrium, kuadran atas

13
kanan dan kiri
P : timpani, undulasi (-),tidak teraba
shifting dullness (-)
A : peristaltik (+) normal

Extremitas :
Superior : ikterik (-/-), edema (-/-),
CRT<2’
Inferior : ikterik (-/-), edema (-/-)
Akral hangat. CRT<2’

Ass/ Post Herpetic Neuralgia

14
BAB III
ANALISA KASUS
Telah dilakukan pemeriksaan pada laki-laki berusia 76 tahun di RS Royal
Prima pada tanggal 23 Februari 2019 dengan keluhan luka robek di kepala bagian
kiri, sebelumnya pasien jatuh di kamar mandi saat akan berwudhu. Pasien merasa
sakit kepala diseluruh bagian kepala dan merasa seperti melayang.. Nyeri di
rasakan terus-menerus. Pasien didiagnosa dengan post herpetic neuralgia.
Diagnosa ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
Dari hasil anamnesis didapatkan Tn. S laki-laki berusia 76 tahun datang ke
IGD RS Royal Prima rujukan dari Puskesmas dengan keluhan luka robek di
kepala bagian kiri. Luka robek dengan ukuran sekitar 0.5cm x 0.2cm. Tidak
tampak adanya peradarahan aktif di sekitar luka. Saat terjatuh pasien langsung
merangkak dan mencari pertolongan. Penurunan kesadaran sebelum atau setelah
jatuh disangkal. Pasien merasa seperti melayang sehingga membuat
keseimbangannya terganggu dan menyebabkan jatuh hingga kepala terpentur
lantai. Dan pasien merasa nyeri kepala terutama di bagian leher belakang. Pasien
sudah merasakan nyeri kepala sekitar 3 bulan yang lalu namun memberat 1 bulan
terakhir. Nyeri yang dirasakan bersifat terus-menerus. Pasien sudah pernah
berobat ke dokter spesialis kulit dan kelamin dengan diagnosis herpes zoster
sekitar 3 bulan yang lalu.
Nyeri post herpetikum (Post Herpetic Neuralgia) merupakan
nyeri persisten yang muncul setelah ruam Herpes Zoster telah sembuh (biasanya
dalam 1 bulan). Nyeri ini terjadi disepanjang serabut saraf yang mengikuti pola
ruam segnental dari Herpes Zoster.3 Neuralgia ini dikarakteristikan sebagai nyeri
seperti terbakar atau teriris yang bertahan selama berbulan-bulan bahkan dapat
sampai tahunan. The International Association for Study of Pain (IASP)
menggolongkan neuralgia post herpetika sebagai nyeri kronik yaitu nyeri yang

15
timbul setelah penyembuhan usai atau nyeri yang berlangsung lebih dari tiga
bulan tanpa adanya malignitas.4
Di Amerika Serikat, frekuensi Post Herpetic Neuralgia yang terjadi satu
bulan setelah onset dilaporkan sebanyak 9-14,3% dan tiga bulan setelah
onset sebanyak 5 %, sedangkan dalam waktu satu tahun, 3% akan mengalami
nyeri yang lebih berat. Sebuah penelitian di Islandia menunjukan bahwa variasi
resiko Post Herpetic Neuralgia ini dihubungkan dengan kelompok umur tertentu.
Dari sampel penelitian didapatkan bahwa tidak ada sampel yang berusia dibawah
50 tahun dilaporkan menderita nyeri hebat dan pasien yang berumur lebih dari 60
tahun dilaporkan mengalami nyeri yang lebih hebat.5 Insiden bervariasi
berdasarkan umur dan status imunologis, dari range 0,4 hingga 1,6 kasus per
1.000 populasi normal pada usia dibawah 20 tahun, dan 4,5 hingga 11 kasus per
1.000 populasi normal pada usia 80 tahun atau lebih. Resiko serangan kedua sama
tingginya dengan resiko yang terjadi padaserangan yang pertama. Angka
kejadiannya beberapa kali lebih tinggi pada orang dewasa penderita infeksi HIV
atau pada pasien penderita keganasan dan 50 hingga 100 kali lebih tinggi pada
anak-anak dengan Leukemia dibandingkan dengan orang-orang sehat dengan usia
yang sama. Resiko nyeri post herpetik meningkat sesuai pertambahan umur. 6

Tanda khas dari herpes zoster pada fase prodromal adalah nyeri
dan parasthesia pada daerah dermatom yang terkena. Dworkin membagi neuralgia
post herpetik ke dalam tiga fase:
1. Fase akut: fase nyeri timbul bersamaan/ menyertai lesi kulit. Biasanya
berlangsung kurang dari empat minggu
2. Fase subakut: fase nyeri menetap > 30 hari setelah onset lesi kulit tetapi kurang
dari empat bulan
3. Neuralgia post herpetik: dimana nyeri menetap > 4 bulan setelah onset lesi kulit
atau 3 bulan setelah penyembuhan lesi herpes zoster.
Manifestasi klinis neuralgia paska herpetika adalah penyakit yang dapat
sangat mengganggu penderitanya. Gangguan sensorik yang ditimbulkan
diperberat oleh rangsangan pada kulit dengan hasil hiperestesia, allodinia dan
hiperalgesia. Nyeri yang dirasakan dapat mengacaukan pekerjaan si penderita,
pola tidur bahkan sampai mood sehingga nyeri ini dapat mempengaruhi kualitas

16
hidup jangka pendek maupun jangka panjang pasien. Nyeri sendiri dapat
diprovokasi antara lain dengan stimulus ringan/normal (allodinia), rasa gata-gatal
yang tidak tertahankan dan nyeri yang terus bertambah dalam menanggapi
rangsang yang berulang.1,7,8
Infeksi primer virus varisella zoster dikenal sebagai varicella atau cacar air.
Pajanan pertama biasanya terjadi pada usia kanak-kanak. Virus ini masuk ketubuh
melalui sistem respiratorik. Pada nasofaring, virus varisella zoster bereplikasi dan
menyebar melalui aliran darah sehingga terjadi manifestasi lesi kulit yang tersebar
di seluruh tubuh. Periode inkubasi sekitar 14-16 hari setelah paparan awal. Setelah
infeksi primer dilalui, virus ini bersarang diganglia akar dorsal, hidup secara
dorman selama bertahun-tahun.1,2,9
Patogenesis terjadinya herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus
varisella zoster yang hidup secara dorman di ganglion. Imunitas seluler berperan
dalam pencegahan pemunculan klinis berulang virus varicella zoster dengan
mekanisme tidak diketahui. Hilangnya imunitas seluler terhadap virus
dengan bertambahnya usia atau status imunokompromis dihubungkan
dengan reaktivasi klinis. Saat terjadi reaktivasi, virus berjalan di sepanjang akson
menuju ke kulit. Pada kulit terjadi proses peradangan dan telah mengalami
denervasi secara parsial. Di sel-sel epidermal, virus ini bereplikasi
menyebabkan pembengkakan, vakuolisasi dan lisis sel sehingga hasil dari proses
ini terbentuk vesikel yang dikenal dengan nama “Lipschutz inclusion body‟.
Neuralgia Post Herpetik memiliki patofisiologi yang berbeda dengan nyeri
herpes zoster akut. NPH, komplikasi dari herpes zoster, adalah sindrom nyeri
neuropatik yang dihasilkan dari kombinasi inflamasi dan kerusakan akibat virus
pada serat aferen primer saraf sensorik. Mekanisme terjadinya neuralgia pasca
herpetika dapat berlainan pada setiap individu sehingga manifestasi nyeri yang
berhubungan dengan neuralgia pasca herpetika juga berlainan. Replikasi virus di
dalam ganglion dorsalis menyebabkan respon inflamasi berupa pembengkakan,
perdarahan, nekrosis dan kematian sel neuron. Proses perjalanan virus ini
menyebabkan kerusakan pada saraf. Inflamasi pada saraf perifer dapat
berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan dan dapat menimbulkan
demielinisasi, degenerasi wallerian dan proses sklerosis.6,9

17
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan pasien tampak sakit sedang,
tidak ada tanda penurunan kesadaran, terdapat luka robek dengan ukuran sekitar
0.5cm x 0.2cm, kekuatan anggota gerak atas maupun bawah tidak ditemukan
kelainan. Terdapat bercak putih dibagian leher belakang. Pada pemeriksaan
neurologis tidak ditemukan kelainan.
Tatalaksana Post Herpetic Neuralgia meliputi tatalaksana medikamentosa
dan non-medikamentosa. Pada tatalaksana medikamentosa yang diberikan pada
pasien ini berupa: cairan infus NaCl 0.9% 500ml 20 tetes/menit, racikan 2x1
(tramadol 30mg no 2 + PCT 400mg no 3 + amitriptilin 6.25mg no 1), gabapentin
2x300mg, aspilet 1x80mg, flunarizin 2x5 mg
Secara umum terapi yang dapat kita lakukan terhadap kasus penderita
dengan neuralgia paska herpetika dibagi menjadi dua jenis, yaitu terapi
farmakologis dan terapi non farmakologis.1,10,11
A. Farmakologis
1. Antivirus
Intensitas dan durasi erupsi kutaneus serta nyeri akut pada herpes
zoster yang timbul akibat dari replikasi virus dapat dikurangi dengan pemberian
asiklovir, valacyclovir, famciclovir. Asiklovir diberikan dengan dosis anjuran
5x800mg/hari selama 7– 10 hari diberikan pada 3 hari pertamasejak lesi muncul.
Efek samping yang dapat ditemukan dalam penggunaan obat ini adalah mual,
muntah, sakit kepala, diare, pusing, lemah,anoreksia, edema, dan radang
tenggorokan. Valasiklovir diberikan dengan dosis anjuran 1 mg/hari selama 7
hari secara oral. Efek samping yang dapat ditemukan dalam penggunaan obat
ini adalah mual, muntah, sakit kepala, dan nyeri perut. Famsiklovir diberikan
dengan dosis anjuran 500mg/hari selama 7 hari selama 7 hari. Efek samping
dalam penggunaanopbat ini adalah mual, muntah, sakit kepala, pusing, nyeri.
2. Analgetik
Terapi sistemik umumnya bersifat simptomatik, untuk nyerinya diberikan
analgetik. Jika diserta infeksi sekunder deberikan antibiotik. Analgesik non-
opioid seperti NSAID dan parasetamol mempunyai efek analgesik
perifer maupun sentral walaupun efektifitasnya kecil terhadap nyeri neuropatik.
Sedangkan penggunaan analgesik opioid memberikan efektifitas

18
lebih baik. Tramadol telah terbukti efektif dalam pengobatan nyeri neuropatik.
Bekerja sebagai agonis mu-opioid yang juga menghambat reuptake norepinefrin
dan serotonin. Pada sebuah penelitian, jika dosis tramadol dititrasi hingga
maksimum 400 mg/hari dibagi dalam 4 dosis. Namun, efek pada sistem
saraf pusat dapat menimbulkan terjadinya amnesia pada orangtua. Hal yang
harus diperhatikan bahwa pemberian opiat kuat lebih baik dikhususkan pada
kasus nyeri yang berat atau refrakter oleh karena efek toleransi. Dosis yang
digunakan maksimal 60 mg/hari. Oxycodone berdasarkan penelitian
menunjukkan efek yang lebih baik dibandingkan plasebo dalam meredakan
nyeri gangguan tidur, dan kecacatan.
3. Anti Depresan
Anti depressan trisiklik menunjukkan peran penting pada kasus
neuralgia paska herpetika. Obat golongan ini mempunyai mekanisme memblok
reuptake norepinefrin dan serotonin. Obat ini dapat mengurangi nyeri melalui
jalur inhibisi saraf spinal yang terlibat dalam persepsi nyeri. Pada beberapa uji
klinik obat antidepresan trisiklik amitriptilin, dilaporkan 47-67% pasien
mengalami pengurangan nyeri tingkat sedang hingga sangat baik. Amitriptilin
menurunkan reuptake saraf baik norepinefrin maupun serotonin. Dengan
pemberian trisiklik antidepresan seperti amitriptilin dengan dosis 25-150 mg/d
secara oral. Obat ini akan lebih efektif bila dikombinasikan dengan phenitiazine.
Trisiklik antidepresan telah terbukti efektif dalam pengobatan nyeri neuropatik
dibanding SSRI (selective serotonine reuptake inhibitor) seperti fluoxetine,
paroxetine, sertaline dan citalopram. Alasannya mungkin dikarenakan TCA
menghambat reuptake baik serotonin maupun norepinefrin,sedangkan SSRI
hanya menghambat reuptake serotonin Efek samping TCA berupa sedasi,
konfusi, konstipasi, dan efek kardiovaskular seperti blok konduksi, takikardi
dan aritmia ventrikel. Obat ini juga dapat meningkatkan berat badan,
menurunkan ambang rangsang kejang dan hipotensi ortostatik. Anti depressan
yang biasa digunakan untuk kasus neuralgia post herpetika adalah amitriptilin,
nortriptiline, imipramine, desipramine dan lainnya.1,10,11

B. Non Farmakologis

19
1. Akupuntur
Akupunktur banyak digunakan sebagai terapi untuk menghilangkan
nyeri. Terdapat beberapa penelitian mengenai terapi akupunktur untuk kasus
neuralgia paska herpetika. Namun penelitian-penelitian tersebut masih
menggunakan jumlah kasus yang tidak terlalu banyak dan terapi tersebut
dikombinasi pula dengan terapi farmakologis
2. TENS (stimulasi saraf elektris transkutan)
Penggunaan TENS dilaporkan dapat mengurangi nyeri secara parsial
hingga komplit pada beberapa pasien neuralgia paska herpetik.
Tetapi penggunaan TENS pun dianjurkan hanya sebagai terapi adjuvan atau
tambahan disamping terapi farmakologis.
3. Vaksin
Penggunaan vaksin untuk mencegah timbulnya Neuralgia Post
herpertika pada orang lanjut usia yaitu umur 60 tahun keatas dengan dosis 1 ml
diberikan secara sub kutan ternyata efektif. Dari 107 orang yang menderita
neuralgia post herpetika kemudian diberikan vaksin ternyata dapat mereduksi
nyeri yang ditimbulkan hingga 66,5 %.1,10,11

20
BAB IV
KESIMPULAN

Pasien laki-laki 76 tahun dengan diagnosis penyakit post herpetic


neuralgia. Insiden penyakit ini cukup tinggi di masyarakat dan lebih sering
menyerang diusia 60 tahun keatas. Dan semakin tinggi usia terkenanya penyakit
ini gejala yang timbul akan semakin parah. Post Herpetic Neuralgia adalah nyeri
yang bersifat neurologi akibat inflamasi oleh virus varicela yang menyerang saraf
perifer.
Diagnosis penyakit Post Herpetic Neuralgia dapat ditegakkan dengan
anmnesa seperti adanya riwayat Herpes Zooster diikuti nyeri menetap yang
dikaitkan dengan dermatom yang terkena atau daerah yang berdekatan dan juga
dapat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut seperti pemeriksaan Elektromiografi
(EMG) untuk melihat aktivitas elektrik pada nervus.

Penatalaksanaan dibagi menjadi non medikamentosa dan medikamentosa. Dapat diberikan


antivirus (asiklovir, valacyclovir, famciclovir), analgetik (opioid, non-opioid)
antidepresan (amitriptilin) untuk mengurangi gejala terutama nyeri yang terus-
menerus. Untuk non-medikamentosa dapat dilakukan akupuntur, TENS dan
pemberian vaksin.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Rabey M, M. Manip.
Post-herpetic Neuralgia: Possible Mechanisms for Pain Relief with Manual
Therapy. 2003. London: Science Direct. p180-184.

2. Turk D, Ronald M. Handbook of Pain Assessment. Edisi 2. 2001. London:The


Guilford Press.

3. Aminoff M, Francois B, Dick F. Postherpetic Neuralgia; dalam Handbook


of Clinical Neurology. Editor: C Peter. Volume 81. Edisi 3. 2006.
Canada:Elsevier. p654-674

4..Dubinsky R, et al. Practice Parameter: Treatment of Postherpetic


Neuralgia.2004. American Academy of Neurology. p959-965.

5. Kost R, Stephen E. Postherpetic Neuralgia: Pathogenesis, Treatment, and


Prevention. 1996. The New England Journal of Medicine. p32-40.

6..Roxas M. Herpes Zoster and Postherpetic Neuralgia: Diagnosis and


Therapeutic Considerations. Volume 11. 2006. Alternative Medicine
Review. p102-111.

7. Panlilio L, Paul J, Srinivasa N. Current Management of Postherpetic Neuralgia;


dalam The Neurologist. Volume 8. 2002. Baltimore. p339-350.

22
8. Bowsher D. The Management of Postherpetic Neuralgia. 1997. Liverpool:The
Fellowship of Postgraduate Medicine. p623-629.

9. Jericho B. Postherpetic Neuralgia: A Review. Volume 16. 2010. Chicago:The


Internet Journal of Orthopedic Surgery.

10. Alvin W. Postherpetic Neuralgia Medication ; dalam Medscape Reference.


Editor: Robert A. 2012

11..Dworkin R, Kanneth E. Treatment and Prevention of Postherpetic


Neuralgia.2003. New York: Clinical Infectious Disease. p877-882.18.

23
24

Anda mungkin juga menyukai