Anda di halaman 1dari 23

DETEKSI DINI PENYAKIT DAN KOMPLIKASI KEHAMILAN

(ANEMIA DALAM KEHAMILAN DAN INFEKSI SALURAN


PERKEMIHAN YANG SERING TERJADI)

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Kehamilan


Dosen pembimbing : Titi Legiati, S.ST., M.Kes.

Disusun oleh :

Kelompok 6
Tingkat II-A
Maria Floentika V. P. P17324118056
Salsabila Nur Syahbani P17324118003
Sarah Balqis Shafira P17324118011
Syifa Krisna Hasnamumtaz P17324118026
Widayu Salsabilla P17324118010

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG


JURUSAN KEBIDAN BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Penyusunan makalah ini merupakan salah satu
syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah semester 3 yaitu Asuhan Kebidanan Kehamilan,
dengan judul makalah “Deteksi Dini Penyakit dan Komplikasi Kehamilan” di Poltekkes
Kemenkes Bandung Jurusan Kebidanan Bandung.
Dengan tersusunnya makalah ini, kami mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Titi Legiati, S.ST., M.Kes. selaku dosen mata kuliah Asuhan Kebidanan Kehamilan.
2. Rekan-rekan kelompok 6 yang telah berkontribusi dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Kami menyadari bahwa dalam tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan, hal ini karena adanya kekurangan dan keterbatasan kemampuan
pengalaman maupun pengetahuan kami.
Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami
harapkan demi kesempurnaan tugas makalah ini.

Bandung, Agustus 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

3
KAJIAN PUSTAKA

A. ANEMIA DALAM KEHAMILAN


1. Definisi Anemia dalam Kehamilan
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi dengan kadar hemoglobin di bawah
11gr% pada trimester 1 dan 3 atau kadar <10,5gr% pada trimester 2, nilai batas
tersebut dan perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil, terjadi karena
hemodilusi, terutama pada trimester 2 (Saifuddin, 2006).
Pada tahun 2015 prevalensi global anemia pada kehamilan diperkirakan sekitar
41,8%, 75% di Gambia sementara 5,7% di Amerika Serikat. Beberapa wanita
mengalami anemia bahkan sebelum menjadi hamil dan lainnya menjadi semakin
anemia selama kehamilan (Anlaakuu & Anto, 2017).
Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang tidak diimbangi dengan
jumlah plasma menyebabkan pengenceran darah. Plasma 30%, sel darah 18%, dan
hemoglobin 19%. Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara
fisiologis dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita. Pertama – tama
pengenceran itu meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam
masa hamil, karena sebagai akibat hidremia cardiac output meningkat (Saifuddin,
2006).
Semua ibu hamil berisiko terkena anemia, sebab mereka membutuhkan nutrisi
yang lebih banyak seperti kalori, protein, lemak, zat besi, asam folat, vitamin dan
mineral. Risiko yang lebih tinggi untuk mengalami anemia adalah kehamilan ganda
(gemeli), jarak kehamilan terlalu dekat, muntah banyak karena morning sickness,
ibu hamil terlalu muda, asupan makanan yang rendah akan zat besi, menstruasi
berat sebelum hamil. Adapun simptom anemia yang paling lazim selama kehamilan
adalah tampak pucat pada kulit, bibir, dan kuku, merasa lelah atau lemah, pusing,
dispnea, detak jantung cepat, sulit berkonsentrasi (Carter, 2015).

Kejadian anemia pada ibu hamil yaitu :


a. Fisiologis
Anemia defisiensi Fe disebabkan oleh beberapa hal antara lain hipervolemia
yang terjadi saat kehamilan. Pada wanita hamil saat volume darah meningkat 1,5
liter. Peningkatan volume tersebut terutama terjadi peningkatan plasma bukan
peningkatan jumlah sel eritrosit. Walaupun ada peningkatan jumlah eritrosit
dalam sirkulasi yaitu 450 ml atau 33%, tetapi tidak seimbang dengan peningkatan
volume plasma sehingga terjadi hemodilusi. Pada awalnya, volume plasma
meningkat pesat dari usia gestasi 6 minggu, kemudian laju peningkatan

4
melambat. Sementara eritrosit mulai meningkat pada trimester kedua dan lajunya
memuncak pada trimester ketiga.
Hipervolemia yang diinduksi oleh kehamilan mempunyai beberapa fungsi
penting antara lain : mengisi ruang vaskular di uterus, jaringan pembuluh di
payudara, otot, ginjal dan kulit. Hipervolemia juga mengurangi efek pengeluaran
hemogloblin pada persalinan. Penurunan kekentalan darah memperkecil
resistensi terhadap aliran sehingga kerja jantung untuk mendorong darah
menjadi lebih ringan. Faktor lain dari penyebab defisiensi Fe adalah
meningkatnya kebutuhan Fe ibu hamil. Kebutuhan ibu hamil akan zat besi
sebesar 900 mgr Fe, pada trimester dua (puncaknya usia kehamilan 32 sampai
34 minggu) akan terjadi hemodilusi (pengenceran darah) pada ibu hamil
sehingga hemoglobin akan mengalami penurunan, mengakibatkan anemia
kehamilan fisiologis (Budiarti, 2009).
b. Patologis
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena
perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan
payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester II
kehamilan, dan maksimum terjadi pada trimester III dan meningkat sekitar 1000
ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali normal 3 bulan setelah
partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta,
yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron.

2. Tanda dan Gejala


Cepat lelah, lesu, mata berkunang, pusing, gampang pingsan, sesak nafas saat
beraktivitas atau berolahraga berat, permukaan kulit dan wajah pucat, mual muntah
lebih hebat dari hamil muda, jantung berdebar – debar (Solihah, 2008 ; Saifuddin,
2006).

3. Klasifikasi Anemia pada Kehamilan


Pemeriksaan hemoglobin secara rutin selama kehamilan merupakan kegiatan
yang umumnya dilakukan untuk mendeteksi anemia. Pemeriksaan darah minimal 2
kali selama kehamilan yaitu pada trimester I dan III (Dep.Kes RI, 2002).
Klasifikasi dalam kehamilan menurut (Prawiroharjo, 2006) :
a. Anemia defiensi besi
Anemia dalam kehamilan yang sering dijumpai ialah anemia akibat
kekurangan besi. Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang
masuknya unsur besi dalam makanan, karena gangguan reabsopsi,
gangguan pecernaan, atau karena terlampau banyaknya besi yang keluar
dari badan, misal pada perdarahan.

5
b. Anemia megaloblastik
Anemia dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi asam folik, jarang
sekali karena defisiensi B12. Hal itu erat kaitanya dengan defisiensi
makanan.
c. Anemia hipoplastik
Anemia pada wanita hamil dikarenakan sumsum tulang kurang mampu
membuat sel – sel darah baru.
d. Anemia hemolitik
Anemia disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung
lebih cepat dari pada pembuatannya.
Klasifikasi menurut WHO dan Dep Kes RI :
1) Normal : Kadar Hb dalam darah ≥ 11 gr%
2) Anemia Ringan : Kadar Hb dalam darah 8 - 10 gr%
3) Anema berat : Kadar Hb dalam darah < 8 gr%
Klasifikasi menurut (Manuaba, 1998)
1) Tidak Anemia : Hb 11 g r%
2) Anemia ringan : Hb 9 – 10 gr %
3) Anemia sedang : Hb 7 – 8 gr %
4) Anemia berat : Hb < 7 gr %

4. Diagnosis
a. Anamnesa
Pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata
berkunang – kunang, dan keluhan sering mual muntah lebih hebat pada hamil
muda.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Penderita terlihat lemah.
2) Kurang bergairah.
c. Pada inspeksi muka, conjungtiva, bibir, lidah, selaput lender dan dasar kuku
kelihatan pucat.
d. Pada pemeriksaan palpasi kemungkinan didapatkan splenomegali dan
takhirkardi.
e. Pada pemeriksaan auskultasi dapat terdengar bising jantung.
f. Pemeriksaan Laboratorium (Kadar Hb)
9-10 gr% : anemia ringan
7-8 gr% : anemia sedang
<7 gr% : anemia berat

6
(Manuaba, 1998 : (Sediaoetama AP, 1999).

5. Pengaruh Anemia pada Ibu Hamil


Risiko pada masa antenatal yaitu berat badan kurang, plasenta previa,
eklamsia, ketuban pecah dini, anemia pada masa intranatal dapat terjadi tenaga
untuk mengedan lemah, perdarahan intranatal, shock, dan masa pascanatal dapat
terjadi subinvolusi. Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi pada neonatus :
premature, apgar scor rendah, gawat janin.
Bahaya pada Trimester II dan trimester III, anemia dapat menyebabkan
terjadinya partus premature, perdarahan ante partum, gangguan pertumbuhan janin
dalam rahim, asfiksia intrapartum sampai kematian, gestosisdan mudah terkena
infeksi, dan dekompensasi kordis hingga kematian ibu (Mansjoer A. dkk., 2008).
Menurut (Mochtar, 1998) mengemukakan pengaruh anemia pada hamil,
bersalin dan nifas adalah :
1) Keguguran.
2) Partus prematurus.
3) Inersia uteri dan partus lama, ibu lemah.
4) Atonia uteri dan menyebabkan perdarahan.
5) Syok.
6) Afibrinogen dan hipofibrinogen.
7) Infeksi intrapartum dan dalam nifas.
8) Bila terjadi anemia gravis ( Hb dibawah 4 gr% ) terjadi payah jantung yang
bukan saja menyulitkan kehamilan dan persalinan tapi juga bisa fatal.
Menurut (Manuaba, 1998) pengaruh anemia di bagi menjadi 2 yaitu
1) Bagi ibu
a) Dapat terjadi abortus
b) Persalinan prematuritas
c) Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim
d) Mudah terjadi infeksi
e) Ancaman dekompensasi kordis ( Hb < 6 gr% )
f) Mola hidatidosa
g) Hiperemesis gravidarum
h) Perdarahan antepartum
i) Ketuban pecah dini (KPD)
2) Bagi janin
a) Abortus
b) Terjadi kematian intra uteri
c) Persalinan prematuritas tinggi
d) Berat badan lahir rendah

7
e) Kelahiran dengan anemia
f) Dapat terjadi cacat bawaan
g) Bayi mudah mendapat infeksi sampai kematian perinatal
h) Inteligensia rendah

6. Pencegahan Anemia pada Ibu Hamil


Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian suplemen Fe dosis
rendah 30 mg pada trimester III ibu hamil non anemik Hb ≥ 11 gr/dl, sedangkan
untuk hamil dengan anemia defisiensi besi dapat diberikan suplemen sulfat 325 mg
1-2 kali sehari. Untuk yang disebabkan oleh defisiensi asam folat dapat diberikan
asam folat 1 mg/hari atau untuk dosis pencegahan dapat diberikan 0,4 mg/hari. Dan
bisa juga diberi vitamin B12 100-200 mcg/hari (Budiarti, 2009).
Kepandaian dalam mengatur pola makan dengan mengkombinasikan menu
makanan serta mengkonsumsi buah dan sayur yang mengandung vitamin C pada
waktu makan bisa membuat tubuh terhindar dari anemia. Mengindari makanan yang
dapat menghambat penyerapan zat besi yaitu kopi dan teh.
a. Mengkonsumsi pangan lebih banyak dan beragam, contoh sayuran warna
hijau, kacang – kacangan, protein hewani, terutama hati.
b. Mengkonsumsi makanan yang kaya akan vitamin C seperti jeruk, tomat,
mangga dan lain – lain yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi (Mei,
2009).
Penderita anemia ringan sebaiknya tidak menggunakan suplemen zat besi.
Lebih cepat bila mengupayakan perbaikan menu makanan. Misalnya dengan
konsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi seperti telur, susu, hati, ikan,
daging, kacang – kacangan (tahu, oncom, kedelai, kacang hijau, sayuran berwarna
hijau, sayuran berwarna hijau tua (kangkung, bayam) dan buah – buahan (jeruk,
jambu biji dan pisang). Selain itu dibiasakan pula menambahkan substansi yang
mendahulukan penyerapan zat besi sperti vitamin C, air jeruk, daging ayam dan
ikan. Sebaliknya substansi penghambat penyerapan zat besi seperti teh dan kopi
patut dihindari.

7. Pengobatan Anemia pada Ibu Hamil


Bagi penderita anemia karena kekurangan zat besi, sebaiknya mengkonsumsi
makanan yang mengadung zat besi seperti sayuran yang berwarna hijau tua yaitu
bayam. Dalam mengkonsumsi makanan yang mengandung kaya akan zat besi di
imbangi dengan makanan yang dapat membantu penyerapan zat besi yaitu yang
mengandung vitamin C seperti jeruk, tomat, mangga dan jambu. Sebab kandungan
asam askorbat dalam vitamin C tersebut dapat meningkatkan penyerapan zat besi.

8
8. Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
1) Faktor tidak langsung
a. Kunjungan Antenatal Care
Antenatal care adalah pengawasan sebelum persalinan terutama pada
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim (Manuaba, 1998).
Menurut (Arisman, 2004) kasus anemia defisiensi gizi umumnya selalu
disertai dengan mal nutrisi infestasi parasit, semua ini berpangkal pada
keengganan ibu untuk menjalani pengawasan antenatal. Apabila dilakukan
ANC, kejadian anemia dapat terdeteksi secara dini, karena anemia pada
tahap awal tidak terlalu memberikan keluhan yang bermakna. Keluhan
biasanya terasa jika sudah masuk tahap lanjut.
b. Paritas
Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu
hidup diluar rahim (Pusdiknakes, 2003). Paritas ≥3 merupakan faktor
terjadinya anemia yang berhubungan erat dengan jarak kehamilan yang
terlalu dekat < 2 tahun. Hal ini menurut (Arisman, 2004)
Disebabkan karena terlalu sering hamil sehingga dapat menguras
cadangan zat gizi tubuh. Selain kunjungan ANC, kehamilan yang berulang
dalam waktu yang singkat akan menghabiskan cadangan besi ibu (Khomsan
A, 2004).
c. Umur
Ibu hamil pada usia terlalu muda (< 20 tahun) tidak atau belum siap untuk
memperhatikan lingkungan yang diperlukan untuk pertumbuhan janin.
Sedangkan ibu hamil di atas 30 tahun lebih cenderung mengalami anemia
disebabkan cadangan zat besi yang mulai menurun. (Rohadi, 1997).
d. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dan penggunaan obat membantu dokter dalam
penyiapan gizi khusus. Wanita berpenyakit kronis memerlukan bukan hanya
zat besi untuk mengatasi penyakitnya, tetapi juga untuk kehamilannya yang
sedang ia jalani (Arisman, 2004).
e. Pendidikan
Hasil penelitian kemampuan deteksi dini anemia pada ibu hamil, sebagian
besar adalah cukup dengan 80,3% (61 orang). (Penelitian Anemia Ibu Hamil
Semarang, 2018)
Hal ini dapat dipengaruhi dari tingkat pendidikan dan pengalaman
seseorang. Kemampuan deteksi dini anemia pada ibu hamil dibutuhkan untuk
mencegah kondisi yang tidak diinginkan dalam masa kehamilan (Sumi, 2016).
Kemampuan deteksi dini untuk kategori kurang 5,3% (4 responden) adalah
responden dengan tingkat pendidikan SMP (3 responden) dan SMA (1

9
responden). Pertanyaan tentang tanda dan gejala anemia yang anda ketahui,
yang paling banyak menjawab salah yaitu pada pertanyaan nomer 4 (lemah)
sebanyak 30 respoden (39,5%), pertanyaan nomer 7 (sesak nafas) sebanyak
25 responden (32,9%), dan pertanyaan nomer 8 (kehilangan nafsu makan)
sebanyak 31 responden (40,8%). (Penelitian Anemia Ibu Hamil Semarang,
2018).
Hal ini bisa disebabkan responden tidak mendapatkan informasi tentang
tanda dan gejala anemia yang dialami saat kehamilan, selain itu kejadian
anemia belum bisa dipastikan tanpa melakukan pemeriksaan darah yaitu
kadar Hb. Kemampuan yang kurang dapat disebabkan kurang mendapat
informasi mengenai anemia didalam kehamilan. Kemampuan deteksi dini
individu dipengaruhi oleh kemampuan intelektual, dimana hal ini
memperngaruhi seseorang untuk menggunakan fasilitas informasi yang dapat
diperoleh melalui literatur, media masa dan internet (Mittasurya, 2017).
2) Faktor langsung
a. Pola konsumsi tablet Fe
Pada trimester ke 2 dan ke 3, faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya
anemia kehamilan adalah konsumsi tablet besi (Fe) dan kadar hemoglobin
pada trimester sebelumnya. Konsumsi tablet besi (Fe) sangat berpengaruh
terhadap terjadinya anemia khususnya pada trimester II, trimester III dan
masa nifas. Hal ini disebabkan kebutuhan zat besi pada masa ini lebih besar
dibandingkan trimester I dan menunjukkan pentingnya pemberian tablet besi
(Fe) untuk mencegah terjadinya anemia pada kehamilan dan nifas (Notobroto,
2003).
Defisiensi makanan atau kekurangan gizi dan perhatian yang kurang
terhadap gizi ibu hamil merupakan predisposisi terjadinya anemia defisiensi
pada ibu hamil di Indonesia (Saifuddin, 2006).
Penyebab anemia gizi besi dikarenakan kurang masuknya unsur besi
dalam makanan, karena gangguan reabsorbsi, gangguan pencernaan atau
terlampau banyaknya besi keluar misalnya perdarahan. Sementara itu
kebutuhan ibu hamil akan Fe meningkat untuk pembentukan plasenta dan sel
darah merah sebesar 200-300%. Perkiraan jumlah zat besi yang diperlukan
selama hamil 1040 mg. Sebanyak 300 mg Fe ditransfer ke janin dengan
rincian 50-75 mg untuk pembentukan plasenta, 450 mg untuk menambah
jumlah sel darah merah, dan 200 mg hilang ketika melahirkan. Kebutuhan Fe
selama kehamilan trimester I relatif sedikit yaitu 0,8 mg sehari yang kemudian
meningkat tajam selama trimester III yaitu 6,3 mg sehari. Jumlah sebanyak
itu tidak mungkin tercukupi hanya melalui makanan (Arisman, 2004).
b. Penyakit infeksi

10
Penyakit infeksi seperti TBC, cacing usus dan malaria juga penyebab
terjadinya anemia karena menyebabkan terjadinya peningkatan
penghancuran sel darah merah dan terganggunya eritrosit. (Wiknjosastro H,
2004).
c. Perdarahan
Penyebab anemia besi juga dikarenakan terlampau banyak besi keluar
dari badan misalnya perdarahan (Wiknjosastro H, 2004).
d. Kurang gizi (Malnutrisi) ,menurut (Mochtar, 1998)
Malnutrisi dapat terjadi oleh karena kekurangan gizi (undernutrisi),
maupun karena kelebihan gizi (over nutrisi). Keduanya di sebabkan
ketidakseimbangan antara kebutuhan tubuh dan asupan gizi esensial. Untuk
melihat keadan gizi seseorang baik (under nutrisi) atau (over nutisi) dapat di
lihat melalui status gizi nya.

9. Bahaya Anemia pada Ibu Hamil


Saat persalinan, dapat menyebabkan gangguan his primer, sekunder, janin
lahir dengan anemia, persalinan dengan tindakan-tindakan tinggi karena ibu cepat
lelah dan gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan operatif (Mansjoer A. dkk.,
2008).
Anemia kehamilan dapat menyebabkan kelemahan dan kelelahan sehingga
akan mempengaruhi ibu saat mengedan untuk melahirkan bayi (Smith et al., 2012).
Hasil penelitian oleh Indriyani dan Amirudin (2007) menunjukkan bahwa faktor
risiko anema ibu hamil <11 gr% mempunyai hubungan yang bermakna dengan
kejadian partus lama. Ibu yang mengalami kejadian anemia memiliki risiko
mengalami partus lama 1,681 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang tidak
anemia tapi tidak bermakna secara statistik. Ini diduga karena terjadi ketidak
seragaman pengambilan kadar Hb dan pada kontrolnya ada yang kadar Hb nya
diambil pada trimester 1 dan bisa saja pada saat itu ibu sedang anemia. Ibu hamil
yang anemia bisa mengalami gangguan his/gangguan mengejan yang
mengakibatkan partus lama.
Kavle et al, (2008) pada penelitianya menyatakan bahwa perdarahan pada ibu
setelah melahirka berhubungan dengan anemia pada kehamilan 32 minggu.
Kehilangan darah lebih banyak pada anemia berat dan kehilangan meningkat sedikit
pada wanita anemia ringan dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia.
Pertumbuhan plasenta dan janin terganggu disebabkan karena terjadinya
penurunan Hb yang diakibatkan karena selama hamil volume darah 50% meningka
dari 4 ke 6 L, volume plasma meningkat sedikit yang menyebabkan penurunan
konsentrasi Hb dan nilai hematokrit. Penurunan ini akan lebih kecil pada ibu hamil
yang mengkonsumsi zat besi. Kenaikan volume darah berfungsi untuk memenuhi

11
kebutuhan perfusi dari plasenta dan untuk penyediaan cadangan saat kehilangan
darah waktu melahirkan. Selama kehamilan rahim, plasenta dan janin memerlukan
aliran darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi (Smith et al., 2012).
Pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi pada janin, kelahiran
prematur dan berat badan bayi lahir yang rendah, yaitu sebesar 38,85% ,merupaka
penyebab kematian bayi. Sedangkan penyebab lainnya yang cukup banyak terjadi
adalah kejadian kurangnya oksigen dalam rahim (hipoksiaintrauterus) dan
kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat
setelah lahir (asfiksia lahir), yaitu 27,97%. Hal ini menunjukkan bahwa 66,82%
kematian perinatal dipengaruhi pada kondisi ibu saat melahirkan. Jika dilihat dari
golongan sebab sakit, kasus obstetri terbanyak pada tahun 2005 adalah disebabkan
penyulit kehamilan, persalinan dan masa nifas lainnya yaitu56,09% (Depkes, 2008).
Ahmad Rofiq (2008) proporsi kematian terbanyak terjadi pada ibu dengan
prioritas 1-3 anak dan jika dilihat menurut jarak kehamilan ternyata jarak kurang dari
2 tahun menunjukkan proporsi kematian maternal lebih banyak. Jarak kehamilan
yang terlalu dekat menyebabkan ibu mempunyai waktu singkat untuk memulihkan
kondisi rahimnya agar bisa kembali ke kondisi sebelumnya. Pada ibu hamil dengan
jarak yang terlalu dekat beresiko terjadi anemia dalam kehamilan. Karena cadangan
zat besi ibuhamil pulih. Akhirnya berkurang untuk keperluan janin yang
dikandungnya.

10. Pencegahan Anemia


Pencegahan anemia pada ibu hamil antara lain :
a. Mengkonsumsi pangan lebih banyak dan beragam, contoh sayuran warna
hijau, kacang – kacangan, protein hewani, terutama hati.
b. Mengkonsumsi makanan yang kaya akan vitamin C seperti jeruk, tomat,
mangga dan lain–lain yang dapat meningkatkan penyerapan
c. Zat besi.
Suplemen zat besi memang diperlukan untuk kondisi tertentu, wanita hamil
dan anemia berat misalnya. Manfaat zat besi selama kehamilan bukan untuk
meningkatkan atau menjaga konsentrasi hemoglobin ibu, atau untuk mencegah
kekurangan zat besi pada ibu. Ibu yang mengalami kekurangan zat besi pada
awal kehamilan dan tidak mendapatkan suplemen memerlukan sekitar 2 tahun
untuk mengisi kembali simpanan zat besi dari sumber-sumber makanan
sehingga suplemen zat besi direkomendasikan sebagai dasar yang rutin
(Depkes, 2008).

12
B. INFEKSI SALURAN PERKEMIHAN YANG SERING TERJADI
1. Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih atau Urinarius Troctus Infection adalah suatu keadaan
adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih (Nian, 2017).
Pada wanita hamil dikenal 2 keadaan infeksi saluran kemih :
1. Infeksi saluran kemih tanpa gejala (Bakteriuria asimptomatik). Dimana terdapat
bakteri dalam urine lebih dari 100.000 /ml urine. Urine diambil porsi tengah
dengan cara vulva dan meatus urethra eksternus dibersihkan terlebih dahulu
dengan bahan antiseptik. Atau jumlah bakteri antara 10.000 sampai dengan
100.000 bila urine diambil dengan cara kateter urethra. Pada urinalisis dapat
ditemukan adanya leukosit.
2. Infeksi saluran kemih dengan gejala (simptomatik).
Dapat dibagi menjadi :
a. Infeksi saluran kemih bagian bawah (sistitis)
Dengan gejala dapat berupa disuria, terkadang didapatkan hematuria,
nyeri daerah suprasimpisis, terdesak kencing (urgency), stranguria,
tenesmus dan nokturia. Tetapi jarang sampai menyebabkan demam dan
menggigil. Pada urinalisis dapat dijumpai leukosit dan eritrosit.
b. Infeksi saluran kemih bagian atas (pielonefritis)
Dengan gejala berupa nyeri dan tegang pada daerah sudut
“costovertebral” atau daerah pinggang, demam, mual dan muntah. Dapat
juga disertai keluhan seperti pada infeksi saluran kemih bagian bawah
seperti disuria, urgensi dan polakisuria, stranguria, tenesmus, nokturia.
Pada pemeriksaan darah dapat dijumpai kadar ureum dan kreatinin yang
meningkat dan pada pemeriksaan urinalisis ditemukan leukosit. Atau pada
pemeriksaan imunologi didapatkan bakteriuria yang diselubungi antibodi.

2. Angka Kejadian
Infeksi saluran kemih yang asimptomatik dalam kehamilan angka kejadiannya
4-10%, sedang di Indonesia berkisar antara 20-25% dan sekitar 10-20%
diantaranya dapat menyebabkan partus prematurus.

3. Faktor Resiko
Adapun faktor resiko meningkatnya infeksi saluran kemih sebagai berikut:
1. Perubahan morfologi pada kehamilan
Karena asal dari traktus genital dan traktus urinarius adalah sama secara
embriologi ditambah lagi letaknya yang sangat berdekatan maka adanya
perubahan pada salah satu sistem akan mempengaruhi sistem yang lain.

13
2. Pada saat hamil dapat terjadi perubahan pada traktus urinarius berupa:
a. Dilatasi pelvis renal dan ureter
Dilatasi ini terjadi terutama setelah kehamilan 20 minggu, lebih sering terjadi
pada sebelah kanan 85,7% berbanding sebelah kiri 10%. Hal ini mungkin
disebabkan oleh karena adanya colon sigmoid disebelah kiri dan adanya
kecenderungan uterus untuk mengadakan dekstrorotasi dan
kecenderungan secara anatomi bahwa ureter kanan rentan terhadap
dilatasi. Adanya dilatasi tersebut kemungkinan juga akibat dari adanya
hormone progesteron yang meningkat disamping efek penekanan dari
uterus yang membesar karena hamil.
b. Vesika urinaria terdesak ke anterior dan superior seiring dengan makin
bertambah besarnya uterus, dan cenderung lebih terletak pada rongga
abdominal daripada di rongga pelvis. Terjadi juga pelebaran pada daerah
basal. Kapasitas penampungan urin akan meningkat tetapi daya
pengosongan akan menurun karena terjadi kelemahan dari otot detrusor
kandung kemih akibat pengaruh dari progesterone (terjadi kelemahan otot-
otot polos sehingga tonus akan berkurang, akibatnya juga akan terjadi
pelebaran saluran kemih secara keseluruhan dan kontraksi akan
berkurang), mengakibatkan sisa urine sering terjadi sehingga pertumbuhan
bakteri mudah terjadi.
3. Sistokel dan urethrokel
4. Kebiasaan menahan kemih

4. Patofisiologi
Pada infeksi dan inflamasi dapat menginduksi kontraksi uterus. Banyak
mikroorganisme dapat menghasilkan fosfolipid A2 dan C sehingga meningkatkan
konsentrasi asam arakidonat secara lokal dan pada gilirannya dapat menyebabkan
pelepasan PGF-2 dan PGE-2 sehingga terjadi kontraksi miometrium uterus. Selain
itu pada keadaan infeksi terdapat juga produk sekresi dari makrofag / monosit
berupa interleukin 1 dan 6, sitokin, tumor nekrosis factor yang akan juga
menghasilkan sitokin dan prostaglandin.
Umumnya bakteri yang menyebabkan terjadinya infeksi berasal dari tubuh
penderita sendiri. Ada 3 cara terjadinya infeksi yaitu :
1. Melalui aliran darah yang berasal dari usus halus atau organ lain ke bagian
saluran kemih.
2. Penyebaran melalui saluran getah bening berasal dari usus besar ke
3. buli-buli atau ke ginjal.

14
4. Secara asendens yaitu migrasi mikroorganisme melalui saluran kemih yaitu
urethra, buli-buli, ureter lalu ke ginjal.
Berdasarkan pengalaman klinis dan percobaan, cara asendens ini adalah
cara yang banyak dalam penyebaran infeksi. Sebagai faktor predisposisi adalah
urethra wanita yang pendek dan mudahnya terjadi kontaminasi yang berasal dari
vagina dan rektum.
Infeksi saluran kemih dalam kehamilan dapat bervariasi mulai dari bakteriuria
simptomatik hingga yang menimbulkan keluhan dan gejala sebagai sistitis dan
pielonefritis akut.
Bakteriuria asimptomatik adalah adanya 100.000 bakteri atau lebih per
milliliter urin dari penderita tanpa keluhan infeksi saluran kemih. Bakteriuria
asimptomatik ditemukan pada 4-12 % dari wanita hamil dan angka ini bervariasi
tergantung pada suku bangsa, paritas, dan keadaan sosioekonomi penderita. 30%
dari bakteriuria asimptomatik tersebut berkembang menjadi bakteriuria yang
simptomatik dalam kehamilan yakni berupa sistitis atau pielonefritis akut.
Beberapa penelitian membuktikan adanya hubungan antara bakteriuria
asimptomatik dengan partus prematurus, pertumbuhan janin terhambat dan
preeclampsia. Suatu studi yang bersifat meta-analisa melaporkan bahwa eradikasi
bakteriuria tersebut dapat meningkatkan keluaran (outcome) partus prematurus
sehingga menganjurkan untuk melakukan skrining terhadap semua wanita hamil
guna mendeteksi adanya bakteriuria yang asimptomatik tersebut.
Pengaruh hormone progesterone terhadap tonus dan aktivitas otototot dan
obstruksi mekanik oleh pembesaran uterus dalam kehamilan merupakan faktor
predisposisi meningkatkan kapasitas buli-buli dan terdapatnya sisa urin setelah
berkemih pada ibu hamil. Perubahan pH urin yang disebabkan meningkatnya
ekskresi bikarbonas memberikan kemudahan untuk pertumbuhan bakteri.
Glikosuria juga sering terjadi pada kehamilan ini juga merupakan faktor
predisposisi berkembangnya bakteri dalam urin.

5. Etiologi
Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan infeksi saluran kemih, antara lain:
a. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab infeksi saluran kemih
complicated.
b. Escheria coli : 90% infeksi saluran kemih uncomplicated.
c. Enterobacter, Staphyloccoccus epididimis, Enterococci (Nian, 2017).

6. Diagnosis
Diagnosis dari infeksi saluran kemih dapat diketahui dari adanya keluhan (bagi
yang simptomatik) berupa: disuria, polakisuria, terdesak kencing (urgency),

15
stranguria, nokturia dan bila berat dapat dijumpai demam, menggigil, mual, muntah
serta nyeri pinggang pada pielonefritis.
Untuk mendeteksi bakteriuria diperlukan pemeriksaan bakteriologik yang
secara konvensional dilakukan dengan metode biakan dan ditemukannya jumlah
kuman >l00,000 colony forming unit /ml urine. Metode biakan ini tidak selalu dapat
dilakukan laboratorium sederhana, karena tidak semua laboratorium mempunyai
kemampuan untuk pembiakan itu, yang biayanya cukup tinggi dan membutuhkan
waktu yang lama. Yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan mikroskopik
pewarnaan secara Gram, dengan ditemukannya kuman batang Gram - negatif.
Namun cara ini membutuhkan keahlian khusus. Selain itu dapat dilakukan dengan
hitung jumlah lekosit dalam urin untuk membantu diagnosis bakteriuria yang
infektif. Bahan pemeriksaan adalah urine arus-tengah pagi hari, urine diambil
sebelum subyek minum sesuatu untuk menghindarkan efek pengenceran.
a. Pemeriksaan bakteriologis
1. Pemeriksaan mikroskopis langsung dilakukan terhadap sediaan hapus
yang dibuat dari sampel urine yang tidak disentrifugasi, dipulas dengan
pewarnaan Gram dan dihitung jumlah kuman yang tampak per lapangan
pandangan besar (LPB) serta dicatat ada atau tidaknya lekosit.
Pewarnaan Gram adalah metode pemeriksaan penyaring yang cepat dan
sering dilakukan dengan hasil sensitivitas 90% dan spesifisitas 80%.
Bilamana pada pemeriksaan mikroskopik urine dari subyek wanita
didapatkan banyak sel epitel skuamosa dengan flora normal vagina maka
sampel urine tersebut menggambarkan adanya kontaminasi.
2. Biakan kuman cara konvensional untuk hitung koloni dilakukan secara
kuantitatif. Untuk biakan ini, 0,00l ml urin yang tidak di sentrifugasi diambil
dengan memakai sengkelit baku (1/1000) atau dengan cara pengenceran
urin terlebih dahulu dengan buffered water dan kemudian ditanamkan
pada lempeng agar darah domba dan MacConkey. Urine pada lempeng
agar tersebut disebar merata dengan spatel gelas dan lempeng agar itu
kemudian diinkubasikan pada suhu 370C selama 1820 jam. Koloni-koloni
yang tumbuh dihitung dan dicatat. Identifikasi koloni-koloni kuman
dilakukan menurut metode baku yang berlaku. Interpretasi hitung koloni
bakteri : jika pada lempeng agar darah didapatkan jumlah koloni bakteri
<10, kemungkinan besar ini karena suatu kontaminasi dan identifikasi
bakteri tidak dilakukan. Dalam hal ini sediaan pulasan Gram urin harus
memberikan hasil kuman Gram negatif. Jika terdapat bakteri pada sediaan
Gram maka lempeng agar diinkubasi kembali untuk semalam karena
mungkin bakteri tumbuh lambat. Jumlah koloni pada lempeng agar di
antara 10-100 juga tidak dianggap suatu bakteriuri, melainkan mungkin

16
karena pengambilan dan penanganan sampel yang tidak betul. Hitung
koloni kuman yang menghasilkan jumlah kuman pada lempeng agar >100
dianggap bermakna sebagai bakteriuria dan organisme yang tumbuh akan
diidentifikasi
3. Biakan kuman dapat juga dilakukan dengan cara Filter Paper Dilution
system dari Novel(11). Caranya dengan menggunakan 3 lapis filter yang
dibawahnya adalah agar untuk pembiakan kuman. Cara ini dapat untuk
mendeteksi kuman Gram positif dan Gram negatif dengan hasil yang
memuaskan. Untuk kuman Gram negatif hasilnya dibandingkan dengan
kultur konvensional, ternyata sensitivitasnya 98,2% dan spesifisitasnya
87,4%. Sedangkan untuk kuman Gram positif sensitivitasnya 91,2% dan
spesifisitasnya 99,2%.
b. Pemeriksaan lekosit dalam urine.
Sepuluh ml sampel urin yang telah dikocok merata dan
disentrifugasi dengan kecepatan 1500 - 2000 rpm selama 5 menit. Cairan
yang terdapat di atas tabung pemusing dibuang, ditinggalkan
endapannya. Satu tetes dari endapan diletakkan di atas kaca objek,
kemudian ditutup dengan kaca penutup. Pertama kali dilihat di bawah
mikroskop dengan lapangan pandang kecil (LPK), kemudian dengan
lapangan pandang besar (LPB). Penilaian dilakukan dengan melihat
beberapa kali dalam beberapa Lapangan Pandang Besar (LPB). Laporan
didasarkan pada sedikitnya 3 LPB yang dianggap dapat mewakili sediaan.
Piuria terjadi bila dijumpai lebih dari 5 lekosit / LPB.
c. Tehnik pemeriksaan lain.
Teknik pemeriksaan baru dengan teknik penyaring cepat yaitu
Uricult dipslide paddle (Orion Diagnostica, Helsinki, Finland), Cult- Dip
Plus (Merck, Gemany), Uristat test ( Shields Diagnostics Ltd, Scotland)
dan Bioluminescence assay. Walaupun dengan cepat dapat
mendiagnosis bakteriuria, namum masih ada kekurangan dan tidak
memenuhi tes penyaring yang baik. Tes lain yaitu Uriscreen (Diatech
Diagnostics Ltd, Kiryat Weizmann, Ness Ziona, Israel), dengan enzymatic
rapid screening test ini dalam beberapa menit hasilnya dapat dibaca.
Hasilnya dibandingkan dengan biakan positif. Ternyata Uriscreen
mempunyai sensitivitas 100% dan spesifisitas 81%, Cara ini baik untuk
screening sampel dalam jumlah yang besar.

7. Pengobatan
Pengobatan bakteriuria asimtomatik pada kehamilan perlu diberikan, sebab
menurut penelitian Elder dkk, dengan memberikan pengobatan ASB pada

17
kehamilan dapat menurunkan insiden bakteriuria dari 86% menjadi 11%.
Komplikasi pielonefritis akuta dapat berkurang hingga 80% setelah diberikan
pengobatan pada ASB. Juga dapat menurunkan angka lahir berat badan rendah.
Penelitian yang membandingkan pengobatan dengan sulfonamida,
cephalosporin, dan nitrofurantoin dengan spectrum luas antibiotika penisilin
menunjukkan bahwa obat-obatan tersebut sama-sama efektif dalam eradikasi
bakteriuria. Pengobatan dengan ampisilin perlu hati-hati karena penyebab utama
bakteriuria adalah E.coli yang resistensinya mencapai 30% di Amerika.

Tabel 1: Antibiotika yang dipakai untuk ASB dan sistitis pada kehamilan
Pengobatan 3-7 hari:
nitrofurantoin 100 mg / 4 x sehari sulfisoxazole 500 mg / 4 x sehari cephalexin
250-500 mg / 4 x sehari

Pengobatan tunggal:
nitrofurantoin 200mg / kali/hari amoxillin 3 gram / kali/hari cephalexin 2 gram /
kali/hari sulfisoxazole 2 gram / kali/hari

Pencegahan:
macrodantin 100 mg.
Pengobatan dengan dosis tunggal dapat mendukung pengobatan ASB dan
menghemat biaya pengobatan. Dalam pemilihan obat perlu diperhatikan efek
samping dari obat-obat tersebut. Misalnya penisilin dan sefalosporin dapat
menyebabkan reaksi anafilaktik, sulfonamida dapat menyebabkan fetal
hyperbilirubinemia, nitrofurantoin dapat menyebabkan defisiensi glucose-6-
phosphate dehydrogenase, trimethoprim adalah kontraindikasi relatif untuk
kehamilan trimester pertama dan dapat bersifat teratogenik.

8. Komplikasi
a. Sistitis
Komplikasi bakteriuria pada kehamilan berupa sistitis, yang berkisar
antara 0,35-1,3%. Laporan mengenai sistitis pada kehamilan sangat kurang.
Lokalisasi infeksi bakterial pada sistitis adalah tractus urinarius bagian bawah.
Belum jelas kapan sistitis dapat berlanjut dengan meningkatnya lahir prematur,
lahir berat badan rendah atau pielonefritis. Diagnosis pada penderita sistitis
dapat ditegakkan dengan adanya keluhan disuria, hematuria, sering miksi atau
merasa tidak enak pada daerah suprapubik. Sistitis sering berulang timbul pada
kehamilan namun tanpa adanya gejala infeksi. Pemeriksan urine sering positif

18
dengan piuria dan bakteriuria. Yang terbaik adalah biakan urine, sebab 10%
sampai 15% piuria pada kehamilan terjadi tanpa gejala infeksi.
b. Pielonefritis akut
Pada kehamilan terdapat sebanyak 1-2 % pielonefritis akut. Insiden pada
populasi bervariasi dan tergantung pada prevalensi ASB dalam komunitas dan
penderita secara rutin diberi pengobatan pada ASB. Wanita dengan riwayat
pielonefritis, malformasi saluran kemih atau batu ginjal meningkatkan risiko
terjadinya pielonefritis. Penelitian prospective pada 656 wanita dengan
pielonefritis, di antaranya 73% terjadi pada antepartum, 8% pada intrapartum
dan 19% terjadi pada postpartum. .Pada antepartum 9% terjadi pada trimester
pertama, 46 % terdapat pada trimester kedua dan 45% terdapat pada trimester
ketiga. Menurut Harris(4) dengan pemeriksaan penyaring rutin dan pengobatan
pada ASB dapat menekan pielonefrits dari 4% menjadi 0,8%.
Gejala dan tanda klinis pada pielonefritis akut, temasuk demam, menggigil,
sakit, mual dan muntah, sepsis, insufisiensi pernafasan dan gejala yang
konsisten dengan sistitis. Diagnosis perlu dikonfirmasikan dengan biakan urine.
Biakan urine setelah pengobatan dengan antibiotika, hasilnya menjadi negatif.
Ditemukannya 1, 2 bakteri per lapangan pandang besar pada urine dari
kateterisasi, 20 bakteri dari penampungan urine atau 100,000 cfu /ml dari
biakan urine adalah bermakna.
Komplikasi pielonefritis pada kehamilan terutama disebabkan endotoksin
yang menyebabkan kerusakan jaringan. Seringkali secara bersamaan terjadi
kerusakan pada beberapa organ. Sejumlah 10-15% pielonefritis pada
kehamilan dengan bakteriemia, manifestasi ke septic shock. Kehamilan dengan
sepsis dan demam tinggi menyebabkan cardiac output turun.
Insufisiensi pernafasan terdapat 2-8% pada pielonefritis pada kehamilan,
hal ini disebabkan oleh karena. toksin dari bakteri dapat mengubah
permeabilitas membrane alveoli-kapiler dan menyebabkan edema paru. Gejala
klinis berupa sesak nafas, nafas cepat, kekurangan oksigen, edema paru atau
respiratory distress syndrome, denyut nadi meningkat 110x /menit atau lebih,
suhu badan meningkat lebih dari 39oC, nafas cepat lebih 28x /menit.
Disfungsi ginjal terdapat pada 25% kehamilan. Disfungsi ini dapat dilihat
dari creatinine clearence kurang dari 80 ml /menit, setelah beberapa hari dapat
normal kembali. Anemia, ditemukan pada 25-66% kehamilan dengan
pielonefritis. Anemia hemolitik timbul karena lipopolisakharida kuman yang
dapat merusak membran sel darah merah (Saifuddin, 2006).

19
9. Kerangka Konsep

Variabel Bebas

Ibu hamil dan Ibu


yang tidak hamil

Variabel Confounding
Umur
Paritas
Usia Kehamilan
Pendidikan

Variabel Tergantung
Bakteriuria sebagai penyebab
terjadinya Infeksi Saluran kemih

(Nian, 2017).

20
KESIMPULAN

Keluhan tentang anemia sering terdengar dari mulut ibu hamil. Namun, hal ini
jangan dianggap hal yang biasa saja, karena jika salah penanganan akan berdampak
serius. Dan juga, Infeksi Saluran Kemih sering terjadi pada wanita, salah satu
penyebabnya adalah uretra wanita yang lebih pendek sehingga bakteri kontaminan
lebih mudah memperoleh akses ke kandung kemih. Faktor lain yang berperan
meningkatkan infeksi saluran kemih pada wanita adalah kecenderungan menahan urin,
perubahan pH dan flora vulva dalam siklus menstruasi serta iritasi kulit lubang uretra
pada wanita sewaktu berhubungan kehamilan. Uretra yang pendek meningkatkan
kemungkinan mikroorganisme yang menempel sewaktu berhubungan kelamin memiliki
akses ke kandung kemih. Maka dari itu ibu hamil harus menjaga kesehatannya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ali Khomsan. (2004). Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT Raja. Grafindo
Persada
Anlaakuu, Peter., & Anto, Francis. (2017). Anaemia in Pregnancy and Associated Factors:
A Cross Sectional Study of ANC Attendants at the Sunyani Municipal Hospital, Ghana.
BMC Journal, DOI: 10.1186/s13104-017-2742-2. Published online 2017 August.
Diunduh 20/08/2017, dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4827189/
Arisman. 2004.Gizi Dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. EGC :Jakarta.
Budiarti, Milani. (2009.Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil Trimester III TentangZat Besi
dengan Kejadian Anemi di Puskesmas Mangkang Kota Semarang:Karya Tulis Ilmiah.
Universitas Muhammadiyah Semarang
Carter, J. (2013). Anemia Pregnancy. Diunduh 20/08/2017, dari http://books.google.co.id.
Departemen Kesehatan RI. (2008). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Dinkes
Fitrisinyo, A. (2018). Studi Deskriptif Kemampuan Deteksi Dini Anemia Pada Ibu Hamil di
Semarang. Semarang : UNIMUS.
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media. Aesaculapius
Manuaba, I.B.G, 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB. EGC. Jakarta
Mittasurya, A. (2017). Lesson: -17 Individual and Physical abilities. Diunduh 21/08/2019,
darihttps://www.academia.edu/31908291/Lesson_17_Individual_and_Physical_abiliti
es
Mochtar, Prof, Dr, (1998), Sinopsi obstetric, Jakarta : EGC
Nian. (2017). Gangguan pada Sistem Perkemihan dan Penatalaksanaan Keperawatan.
Sleman: CV. Budi Utama
Notobroto. (2003). Insiden anemia. from http://adlnunair.ac.id
Prawirohardjo, S. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal.Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Saifuddin. (2006). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan. Maternal dan Neonatal,
Jakarta: Yayasan Bina Sarwono Prawirohardjo
Sediaoetama AP. (1999). ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid II. Jakarta: Dian
Rakyat.
Smith et al., 2012. Social Capital, Place Meanings, and Perceived Resilience. Diakses
21/08/2019 dari
https://repository.lib.ncsu.edu/bitstream/handle/1840.2/2702/Smith%20et%20al%202
012.pdf?sequence=1&isAllowed=y
Sumi, S. (2016). Screening for IDA and Iron Supplementation in Pregnant Women to
Improve Maternal Health and Birth Outcomes: Recommendation Statement. Volume
93, Number 2. Diunduh 21/08/2019 dari https://www.aafp.org/afp/2016/0115/p133.pdf

22
Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4 Cetakan ke-2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2009

23

Anda mungkin juga menyukai