Disusun Oleh:
TAHUN AJARAN
2017/2018
Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian BUMN Said Didu menuturkan, isu impor
beras layaknya kaset kusut yang mengulang lagu sama. Permasalahan ini sayangnya terjadi di
tiap tahun. Ia menduga, penyebab utama dari kekisruhan ini adalah tidak adanya keputusan
tegas dari pimpinan. Baik itu dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian maupun
Presiden.
Said mengatakan, mekanisme pada masanya sangat jelas. Setelah rapat koordinasi,
menko perekonomian harus segera lapor ke presiden untuk kemudian diambil keputusan
tentang impor beras."Saya tidak tahu bagaimama kondisinya saat ini. Tapi, yang saya lihat,
Menko (Perekonomian) sekarang juga belum tegas," ucapnya dalam acara debat Indonesia
Business Forum di Jakarta, Kamis (20/9).
Said menyebutkan, Kemendag, Kementan, BPS dan Bulog sebagai empat ‘anak
nakal’ yang memiliki data berbeda tentang beras. Ketika sang orang tua, dalam hal ini adalah
menko perekonomian presiden, tidak tegas terhadap anak-anaknya, maka tidak ada landasan
pengambilan keputusan yang obyektif. Dampaknya, kisruh impor beras akan terus terjadi
berulang-ulang.Sementara itu, Ketua Umum Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang Zulkifli
Rasyid menilai, kebijakan impor beras menjadi pilihan yang tepat dilakukan pemerintah.
Apabila tidak segera dilakukan, ia cemas kejadian pada akhir 2017 sampai awal 2018
kembali terulang. Saat itu, kelangkaan beras terjadi, tapi pemerintah justru mengatakan
surplus.
Zulkifli menjelaskan, jika pemerintah tidak segera mengimpor beras, stok beras yang
tersedia hanya 810 ribu ton. Jumlah tersebut dinilainya kurang untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat Indonesia, terutama dalam menghadapi musim kemarau. "Bulan November
sampai nanti panen raya adalah bulan yang harus dijaga-jaga (ketersediaan beras),"
ujarnya.Terkait permasalahan gudang yang disampaikan Direktur Utama Perum Bulog Budi
Waseso (Buwas), Zulkifli menganjurkan untuk membuka keran koperasi pasar secara bebas.
Selama ini, pelaku pasar masih dilarang untuk mengoplos dan mengirim ke konsumen.
Dampaknya, peredaran beras dari Bulog tidak menyebar secara efektif sehingga banyak
menumpuk.
Beras impor yang ada dari gudang Bulog juga bisa dipadukan bersama beras lokal.
Sebab, menurut Zukifli, beras dari Thailand dan Vietnam cenderung hambar dan tawar.
Sedangkan, beras dari Indonesia memiliki cita rasa yang khas. "Kalau keduanya diaduk akan
saling menguntungkan. Jadi ada rasa dan kestersediaannya juga tetap stabil," tuturnya.
Di tengah kekisruhan isu impor beras, Zulkifli berharap pemerintah tetap fokus dalam
menyediakan beras di pasaran. Baik itu dalam harga yang mahal ataupun murah. Sebab, bagi
pelaku pasar, kepastian ketersediaan barang merupakan poin terpenting. Zulkifli juga
meminta kepada pemerintah untuk memberikan data riil tentang ketersediaan beras yang
selama ini belum dimunculkan ke publik.Kebijakan impor beras kembali menjadi konflik.
Tujuan awal ingin memperkuat stok dan cadangan, impor beras justru dianggap tidak butuh
dilakukan karena mubazir. Enggar dan Buwas yang memegang peranan penting dalam
keputusan impor beras justru saling lempar pandangan berbeda terhadap kebijakan ini.
Berdasarkan hitung-hitungannya, hingga Juli 2019, stok beras aman sehingga tidak
perlu impor. "Sampai tadi malam jam 23.00 hasil hitung-hitungan teman-teman dari BIN,
Kepolisian, dan orang yang paham, hasil keputusannya sampai Juli 2019 kita tidak perlu
impor beras," kata Budi Waseso saat menyampaikan sambutan pada peluncuran Politeknik
Pembangunan Pertanian di Bogor, Jawa Barat, Selasa 18 September 2018.