Anda di halaman 1dari 15

TONGGAK SEJARAH MANAJEMEN

DALAM NEGARA ISLAM

Dosen :
Wachid Hasyim., SE.,MM

Disusun oleh :

1. Sidig Nur Karim (111710614)


2. Suci Untari Putri (111711475)
3. Sarbasa Naiggolan (111710718)
4. Cerdas Rumahorbo (111711597)
5. Rizky Adi Prayuda (111710686)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PELITA BANGSA

CIKARANG 2019
KATA PENGANTAR

P uj i syukur kam i ucapkan kehadi rat Al lah SW T at as berkat


rahm at ,hidayah serta karunia-Nya dapat terselesaikan tugas makalah yang
berjudul“Tonggak Sejarah Manajemen dalam Negara Islam” untuk tugas mata
kuliah Manajemen Syariah dari Bapak Wachid Hasyim.,SE.,MM
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan referensi dari
berbagai sumber. Semoga makalah ini dapat memberi informasi bagi mahasiswa dan
bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Cikarang, 4 Agustus 2019

Penyusun,
SEJARAH MANAJEMEN ISLAM

A. Pengertian

Manajemen adalah sebuah proses perencanaan, pengorganisasian,


pelaksanaan dan pengendalian sumber daya untuk mencapai sarana yang efektif
dan efisien . (Ricky W.Griffin).

Islam sendiri merupakan agama yang didalamnya terdapat keteraturan,


Islam mengatur (manage) hal-hal yang kecil dalam kehidupan manusia sampai
kepada hal-hal yang besar, mengatur kehidupan masa kini (dunia) dan
kehidupan masa depan (akhirat). Pengaturan Islam tentang kehidupan
menjadikan kehidupan manusia menjadi terarah, teratur, seimbang dan
menjadikan hidup manusia menjadi berkualitas.

Manajemen Islam memiliki dua makna :

1. Manajemen sebagai ilmu, yaitu manajemen dipandang sebagai salah satu


ilmu umum yang tidak berkaitan dengan nilai dan peradapan manapun,
sehingga hukum mempelajarinya adalah fardhu kifayah
2. Manajemen sebagai aktivitas, yaitu manajemen terikat pada aturan
syara’, nilai islam.

Jadi, manajemen islam berpijak pada aqidah islam. Aqidah islam adalah
dasar ilmu pengetahuan.

B. Munculnya Pemikiran Manajemen dalam Islam


Istilah modern pada masa awal islam memang belum muncul seperti sekarang
ini, namun pemikiran-pemikiran manajeman islam sudah muncul sejak Allah
Ta’ala menurunkan risalahnya kepada Nabi Muhammad sholallohu’alaihi wa
sallam.

C. Sumber Pemikiran Manajemen dalam Islam


Pemikiran manajemen dalam Islam bersumber dari nash-nash Al Qur’an dan
petunjuk-petunjuk sunnah. Selain itu, ia juga berasaskan pada nilai-nilai
kemanusiaan yang berkembang dalam masyarakat pada waktu tersebut. Berbeda
dengan manajemen konvensional, ia merupakan suatu sistem yang aplikasinya
bersifat bebas nilai serta hanya berorientasi pada pencapaian manfaat
duniawi semata.
Serangkaian nilai-nilai layaknya sebuah sistem kehidupan yang menyentuh
perilaku individu dan rangkaian hubungan sosial diantara mereka yang
beragam. Al-qur’an merupakan sumber petunjuk utama bagi kehidupan muslim,
Allah Ta’ala berfirman, “Dan Sesungguhnya Al Quran ini benar-benar
diturunkan oleh Tuhan semesta alam. Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin
(Jibril). Ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di
antara orang-orang yang memberi peringatan. Dengan bahasa Arab yang
jelas.” [Qs. As-Syu’ara (26): 192-195]
Al Qur’an bisa diposisikan sebagai syariah, sistem kehidupan, atau
sebuah metodologi bagi manusia untuk mengarungi kehidupan. Al-qur’an
memiliki nilai-nilai yang bersifat komprehensif, menyentuh segala aspek
hukum kehidupan manusia. Selain itu juga bersifat universal yang
memungkinkan untuk diterapkan dalam kehidupan masyarakat muslim sepanjang
waktu.
Karena Al-quran datang dengan konsep dan aturan global, maka As Sunnah
diposisikan sebagai penyempurna dan penjelas Al Quran.

D. Penggunaan Manajemen sejak masa Rosululloh sampai Bani Umayyah


1. Manajemen pada zaman Rosululloh
Berikut macam-macam bentuk manajemen pada pemerintahan Rasulullah :
1) Syura dan kerjasama
Rasulullah sering meminta pendapat dan bermusyawarah dengan para
sahabat, terutama dengan mereka yang memiliki kecermatan dan
kedalaman ilmu agama, sahabat yang memiliki kelebihan intelektual,
kekuatan iman dan semangat mendakwahkan Islam. Majelis syura di masa
Rasulullah terdiri atas tujuh orang sahabat muhajirin dan tujuh
orang sahabat anshor.
2) Pembagian Tugas Dan Wewenang
Rasulullah mengutus Ali bin Abi thalib untuk menangani tugas
kesekretariatan dan perjanjian-perjanjian yang dilakukan Rasulullah.
Dan masih banyak lagi sahabat yang lain.
3) Pemilihan pegawai
Kebanyakan pegawai Nabi berasal dari bani Umayyah, karena Rasulullah
memilih pegawai dari para sahabat yang relatif kaya dan tidak
membutuhkan gaji. Rasulullah mengangkat Abu Sofyan bin Harb sebagai
pegawai di Najran, Itab bin Usaid sebagai pemimpin di Makkah. Mereka
mendapatkan gaji sebesar satu dirham setiap harinya.
4) Harmonisasi Kemakmuran dan Keadilan
Pada zaman Rasul belum ditemukan baitul mal guna menyimpan harta
zakat, ghanimah, sedekah dan lainnya. Untuk itu rasulullah membagikan
harta fai’ setiap hari, terutama yang berupa binatang ternak,
seperti unta, domba, kuda, dan keledai. Rasulullah memberikan dua
bagian untuk yang sudah berkeluarga, dan satu bagian untuk yang masih
bujang.

2. Manajemen pemerintahan pada masa Khulafur Rasyidin

1) Abu Bakar As Shiddiq

Pembagian wilayah Jazirah Arab dibagi menjadi beberapa provinsi :


o Wilayah Hijaz terdiri dari tiga provinsi, yakni Mekkah, Madinah,
dan Thaif.
o Wilayah Yaman terbagi menjadi 8 provinsi yang terdiri dari Shan’a,
Handramaut, Haulan, Zabid, Rama’, al-Jund, Najran, Jarsy,
kemudian Bahrain
Para gubernur yang menjadi pemimpin di provinsi tersebut adalah
Itab bin Usaid, Amr bin Ash, Utsman bin Abi al-Ash, Muhajir bin Abi
Umayah, Ziyad bin Ubaidillah al-Anshari, Abu Musa al-Asy’ari, Muadz
bin Jabal, Ala’ bin al-Hadrami, Syarhabil bin Hasanah, Yazid bin
Abi Sufyan, Khalid bin Walid, dan lainnya. Diantara tugas para
gubernur adalah mendirikan shalat, menegakan

peradilan, menarik, mengelola, dan membagikan zakat, melaksanakan


had, dan mereka memiliki kekuasaan pelaksanaan dan peradilan secara
simulasi. Dalam manajemen pemerintahan yang tersentral, kekuasaan
khalifah dibatasi pada penegakan keadilan diantara manusia,
penciptaan stabilitas keamanan, sistem pertahanan, pemilihan
pegawai, dan pendelegasian tugas di antara sahabat dan kegiatan
musyawarah dengan mereka. Khalifah abu bakar senantiasa melakukan
investigasi dan pengawasan terhadap kinerja pegawainya.

2) Umar bin Khottob

Khalifah Umar menjelaskan dasar-dasar sistem peradilan. Surat


yang dikirmkan beliau kepada Abdulloh ibn Qois hakim kota Bashroh,
menjelaskan dasar-dasar, prinsip dan karakter yang harus melekat
dalam sistem peradilan. Hakim merupakan golongan yang memiliki peran
penting dan bertanggung jawab untuk merealisasikan keadilan dalam
masyarakat muslim, dan mereka merupakan bagian dari pegawai negara.
Hadirnya mahkamah peradilan adalah satu keniscayaan dan merupakan
sunah yang harus dilestarikan.
Adanya pengawasan manajemen terhadap kinerja pegawai publik.
Pengawasan ini dimaksudkan untuk menjaga penduduk dari tindak
kedzoliman dan kesewenangan pegawai pelayanan publik atau seorang
pemimpin.
Khalifah Umar mewakilkan Muhammad ibn Musallamah untuk menangani
pengaduan yang disampaikan oleh rakyat, beliau diutus untuk
merealisasikan keluhan dan persoalan yang dihadapi rakyat. Untuk
menuntaskan persoalan, beliau berkeliling dan menanyakan kondisi
yang sedang dihadapi masyarakat.
Proses administrasi yang terkait dengan keuangan negara telah
terpikirkan di masa Khalifah Umar. Pada masa tersebut, terdapat
pemikiran untuk memisahkan administrasi penarikan harta kaum
muslimin dari sistem peradilan dan kekuasaan eksekutif. Lembaga
keuangan negara ini terpisah dan independen dari kekuasaan pemimpin,
sistem peradilan ataupun pemimpin tentara perang. Lembaga keuangan
ini memiliki pegawai yang akan mengatur keuangan negara sesuai dengan
pos-pos yang telah disepakati, jika masih terdapat kelebihan, dana
itu dikumpulkan dan diserahkan ke rumah Khalifah untuk disimpan dalam
baitul mal kaum muslimin.
Pada masa khalifah umar telah terbentuk tiga lembaga utama untuk
mengatur sistem pemerintahan, yakni Diwan al Jund (pasukan perang),
kemudian Diwan al Kharaj (keuangan negara), dan Diwan ar-Rosail
(lembaga administrasi/kesekretariatan).

Semakin meluasnya kekuasaan Islam, sehingga wilayah tersebut


dibagi menjadi beberapa provinsi untuk mempermudah pengaturannya dan
pemberdayaan sumber daya yang ada. Wilayah islam dibagi menjadi :
provinsi al-Ahwaz dan Bahrain, provinsi Sajistan, Makran dan Karman,
provinsi Thabaristan, provinsi Khurasan, negara Paris menjadi 3
provinsi, negara Irak menjadi 2 provinsi, Kufah dan Bashrah, negara
Syam menjadi Himsha dan Damaskus, provinsi Palestina, negara Afrika
menjadi Mesir al-Ulya, Mesir al-Sulfa, Mesir Gharb dan Shara Libya.

Menurut Imam al-Mawardi, gubernur provinsi tersebut memiliki


beberapa tanggung jawab sebagaimana berikut ini:
a. Membentuk dan membina pasukan perang dan memperhatikan
kesejahteraannya.
b. Menciptakan sistem peradilan.
c. Menarik harta kharaj, zakat, dan menentukan pegawainya serta hak-
hak yang harus diterimanya.
d. Menjaga agama dan perkara haram, serta menjaga nilai-nilai agama
dari perubahan dan penggantian.
e. Menegakkan had atas hak Alloh dan anak adam.
f. Membentuk kemempinan dalam setiap jamaah dan menentukan
pemimpinnya.
g. Memberangkatkan kaum muslimin yang ingin berhaji.

h. Jika dalam kondisi perang, mewajibkan perang (jihad) mengalahkan


para musuh, dan membagikan harta ghanimah.
3) Utsman bin ’Affan

Bentuk manajemen yang diterapkannya tercermin pada pengumpulan


mushaf Al Qur’an menjadi satu dikenal dengan Mushaf Utsmani. Karena
adanya kekhawatiran tersia-sianya al-qur’an karena adanya perbedaan
lahjah (pengucapan) dan pembacaan, adanya perbedaan
pembacaan/qiro’ah ahli Syam dan ahli Iraq serta primordialisme
bacaan mereka. Tugas penulisan huruf al-qur’an ini dibebankan
kepada Zaib ibn Tsabit, Sa’id ibn Ash, Abdulloh ibn Zubair,
Abdurrohman ibn Harits ibn Hisyam.

4) Ali bin Abi Tholib

Dalam mengangkat seorang pemimpin, beliau mendelegasikan wewenang


dan kekuasaan atas wilayah yang dipimpinnya. Seorang pemimpin
memiliki kewenangan penuh untuk mengelola wilayah yang dikuasainya,
namun khalifah tetap melakukan pengawasan terhadap kinerja pemimpin
tersebut. Khalifah senantiasa mengajak pegawainya untuk hidup zuhud,
berhemat dan sederhana dalam kehidupan, begitu juga untuk selalu
memerhatikan dan berbelas kasihan terhadap kehidupan rakyatnya.

3. Manajemen Pemerintahan Bani Umayyah


Ada perkembangan yang cukup menggembirakan di masa pemerintahan
Bani Umayyah, yakni terjadi perluasan manajemen pemerintahan. Al-diwan
(lembaga, kantor, departemen) yang ada telah berkembang menjadi lima
diwan, yaitu diwan al-jund (angkatan perang), diwan al-kharaj
(keuangan), diwan ar-rasail (sekretariat), diwan al-khatam (otoritasi,
stempel), dan diwan al-barid (kantor pos) yang telah tersentral di pusat
pemerintahan. Di setiap wilayah provinsi terdapat tiga macam al-diwan,
yakni diwan al-jund, al-rasail dan al-maliyah (keuangan).
Dengan meluasnya wilayah pemerintahan negara Islam dan sulitnya
komunikasi dengan para gubernur di masing-masing provinsi, pemerintah
memiliki sebuah kebijakan, masing-masing gubernur diberi otoritas penuh
(wewenang yang hampir bersifat mutlak) untuk mengelola wilayah yang
dikuasainya. Sistem yang berlaku untuk masing-masing al-diwan merupakan
adopsi dari Persia, untuk itu, bahasa yang digunakan adalah bahasa
Yunani dan Persi. Pada masa Abdul Malik bin Marwan, bahasa diwan
tersebut diterjemahkan dalam bahasa Arab.

4. Manajemen Pemerintahan Bani Abbasiyah


Pemerintahan Bani Abbasiyah memiliki peran yang cukup signifikan
dalam pembentukan lembaga-lembaga pemerintahan. Berkembanglah lembaga
kementerian, sistem peradilan dan pemikiran pembentukan lembaga al-
hisbah yang mengawasi kehidupan sosial masyarakat, dan memerintahkan
kepada kebaikan dan mencegah tindakan kemungkaran.

1. Kementerian (Al-Wuzarah)
Abu Salamah al-Khalal merupakan orang yang pertama kali memiliki ide
pembentukan kementerian di masa pemerintahan Abu Abbas Al-Sifah.
Orang yang menjadi menteri dipersyaratkan memiliki beberapa sifat
terpuji, di antaranya amanah, sidiq, cerdas, bijaksana dan memiliki
kompetensi. Seorang menteri merupakan tangan kanan khalifah yang
dipercaya untuk menangani beberapa persoalan penting.
2. Sistem Peradilan
Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah , sistem peradilan telah
dikembangkan dan dikenal dengan istilah qadhi al qudhat ( ketua
peradilan, mahkamah agung, mentri kehakiman) yang berdomisili di
ibukota negara.

3. Sistem Hisbah ( Al-Hisbah)


Al-Hisbah merupakan lembaga manajemen pemerintahan, dan orang yang
pertama kali menekankan peran al-hisbah adalah diri Rasulullah.
Seorang mustahib (petugas hisbah) memiliki tugas menyelesaikan
persoalan-persoalan publik, tindak perdata (jinayat) yang
membutuhkan keputusan secara cepat. Seorang mustahib haruslah
seorang muslim, merdeka, baligh, adil, ahli fiqh, berpengalaman,
paham terhadap hukum-hukum syariah sehingga bisa beramar ma’ruf
nahi mungkar. Ia harus mengamalkan apa yang ia ketahui, ucapannya
tidak berbeda dengan tindakan, menjaga diri (‘afif) dari harta
masyarakat, memiliki pandangan (visioner), bersikap diri untuk
sabar. Setiap ucapan dan tindakannya untuk Allah Ta’ala dan
bertujuan untuk mendapatkan ridha-Nya.
KESIMPULAN

Manajemen pada dasarnya merupakan suatu proses penggunaan sumber daya


secara efektif untuk mencapai sasaran atau tujuan tertentu. Sedangkan
Manajemen Islam dapat diartikan sebagai suatu proses yang meliputi
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan untuk mencapai
tujuan yang syariah secara efektif dan efisien.

Manajemen Islam sudah ada sejak masa Rasulullah sholallohu’alaihi wa


sallam , meskipun secara teori atau istilah tidaklah se-modern sekarang ,
akan tetapi fungsi dan peran manajemen telah tercermin dan diterapkan dalam
kehidupan muslim. Rasul dan para Sahabat telah menggunakan manajemen untuk
mengatur kehidupan dan bersandar pada pemikiran manajemen Islam yang bersumber
dari nash al-qur’an dan hadits.

Sayangnya, dunia muslim telah terjajah dengan pemikiran dan aliran


politik, ekonomi, sosial, dan budaya negara Barat. Sehingga teori, praktik,
istilah, dan perkembangan manajemen dianggap sebagai sesuatu yang baru dan
merupakan hasil budidaya intelektual negara-negara maju. Negara muslim hanya
mampu menerima, mengkonsumsi dan menerapkan konsep manajemen tersebut dalam
kehidupannya, tanpa memandang asas manfaat yang akan didapatkan.

Ada perbedaan mendasar antara manajemen Islam dengan manajemen modern


yaitu keduanya berbeda dalam hal tujuan, bentuk, aturan teknis, penyebarluasan
dan disiplin keilmuannya. Manajemen Islam lebih khusus lagi mengarah pada
manajemen yang diterapkan dalam pengembangannya.

Pengalaman historis menunjukkan, konsep dasar islam bisa diterapkan dalam


aspek peradilan, ekonomi, dan layanan publik masyarakat, setidaknya hal ini
bisa dilihat dari munculnya lembaga-lembaga pemerintahan, undang-undang dan
hukum yang diterapkan. Jika tidak ada penyimpangan penerapan konsep dasar
islam dalam bidang politik, sosial dan ekonomi, serta adanya perseturuan
kekuatan politik dan pasukan perang di masa Bani Abbasiyah, maka pemikiran
manajemen islam bisa diterapkan di negara-negara Islam hingga dewasa ini.

REFERENSI

1) Buku Manajemen Syariah karya Dr. Ahmad Ibrahim Abu Sinn

2) Buku Manajemen Pendidikan karya Prof. Dr. H. Muhaimin, MA, Dr. Hj.
Suti’ah, M.Pd. , dan Dr. Sugeng Listyo Prabowo, M.Pd.

3) Internet Manajemen Dalam Sejarah Islam karya Fahrul Umam ,


www.academia.edu

Anda mungkin juga menyukai