Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Tujuan
Menjelaskan kehamilan disertai penyakit infeksi dan PMS, meliputi :
1. Sifillis, gonore
2. TORCH
3. Infeksi traktus urinarius
4. Hepatitis
5. HIV/AIDS
6. Typuss abdominalis

1|Page
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. SIFILIS DAN GONORE


B. GONOREA
1. Definisi
Mikroba N. Gonorrhea adalah diplokokus gram negativ yang
menginfeksi epitel kolumner atau pseudostratified. Oleh karena itu traktus
urogenitalis merupakan tempat infeksi yang biasa. Menifestasi lain infeksi
adalah gonorea faringeal atau menyebar. Masa Inkubasi 3-5 hari.
Epidemiologi : jumlah infeksi yang dilaporkan menurun pada tahun 1975
tetapi kemudian meningkat kembali sampai tingkat epidemi.
Gonorea merupakan 7,00% dari penyakit menular seksual. Faktor resiko
pada dasarnya sama dengan untuk servisitis chlamydia. Meskipun insidensi
gonorea pada populasi secara keseluruhan lebih tinggi pada laki-laki dengan
rasio 1,5 dibanding 1, resiko penularan dari laki-laki ke perempuan sebesar
80% sampai 90%, sedangkan resiko penularan dari perempuan kelaki-laki
lebih kurang 25%.
Diagnosis : biakan dengan medium selektif merupakan uji terbaik untuk
gonorea. Lidi kapas steril dimasukan kedalam kanal endoserviks selama 15
sampai 30 detik kemudian spesimen diusap pada medium. Diagnosis
ditegakan jika pada pengecatan gram terlihat plokoki intraseluler tetapi
sensitivitasnya hanya sekitar 60%.
Terapi : Rekomendasi terapi menurut CDC:
a. Seftriakson 125 mg i.m (dosis tunggal)
b. Sefiksim 400 mg per oral (dosis tunggal)
c. Siprofloksasin 500 mg per oral (dosis tunggal)
d. Ofloksasin 400 mg per oral (dosis tunggal)
e. Levofloksasin 250 per oral (dosis tunggal)
Terapi untuk klamidia jika infeksi klamidia tidak dapat dikesampingkan.
Penelitian untuk menguji kerentanan antibiotika dilakukan pada 122

2|Page
isolat N. Gonorea yang diperoleh dari 400 pekerja seks komersial.
Didapatkan kerentanan terhadap siprofloksasin, sefuroksim, sefoksitin,
sefotaksim, seftriakson, kloramfenikol, dan spektinomisisn tetapi semua
isolat resisten terhadap tetrasiklin. Penurunan kerentanan terlihat pada
eritromisin, tiamfenikol, kanamisin, penisilin, gentamisin, dan
nonfloksasin
C. TORCH
1. Pengertian TORCH
TORCH adalah sebuah istilah untuk menggambarkan gabungan dari
empat jenis penyakit infeksi yang menyebabkan kelainan bawaan, yaitu
Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis
penyakit infeksi ini sama-sama berbahaya bagi janin bila infeksi diderita
oleh ibu hamil.
(Manuaba. 2010: 340).
a. Toksoplasmosis
1) Definisi
Toksoplasmosis adalah suatu penyakit infeksi protozoa yang
disebabkan oleh parasit intrasel toxoplasma gondii. Ini merupakan
penyebab utama ketiga kematian karena makanan di AS. Kurang lebih
1 dari 1000 kehamilan terinfeksi setiap tahun. Apabila wanita terinfeksi
pada masa hamil, toksoplasmosis dapat menyebabkan malformasi
kongenital berat karena protozoa ini dapat menembus melalui plasenta
ke janin. Infeksi yang terjadi pada kehamilan < 8 minggu di perkirakan
hanya 5%. Angka ini meningkat hingga mencapai 80% seiring
peningkatan usia kehamilan. Namun, kasus yang paling berat justru
terjadi pada akhir trimester pertama. Sejumlah besar bayi tidak
menunjukkan gejala infeksi menjelang kelahirannya. Namun sepanjang
masa kanak-kanak, muncul kejang, defisitmotorik dan kognitif, serta
retardasi mental. Efek yang paling parah adalah anomali otak, misal,
anensefali, hidrosefalus, mikrosefali, dan pengapuran intrakranial.

3|Page
Toxoplasma gondii mempunyai 3 fase dalam hidupnya. Dua fase
yang pertama menyebabkan infeksi dalam tubuh pejamunya-hewan dan
manusia yang menelannya. Fase ketiga adalah fase seksual
(memperbanyak diri). Fase ini hanya terjadi di dalam tubuh
kucing.kucing menjadi terinfeksi setelah ia memakan mamalia, seperti
tikus atau cecurut terinfeksi, yang kemudian mengeluarkan oosit. Oosit
ini dapat menular tiga kali setelah di ekskresi di lingkungan yang
lembab. Kotoran kucing diatas permukaan tanah yang mengandung
oosit dapat tetap hidup selama setahun. Manusia dapat tertular melalui
kotoran kucing, tanah yang terinfeksi, ingesti daging terinfeksi yang
mentah atau tidak dimasak sempurna. Diketahui sekitar 50%pasien
pengidap toksoplasmosis tertular melalui daging yang terinfeksi,
terutama daging babi.
Bagi bidan, aspek terpenting yang perlu diperhatikan untuk
menangani kasus toksoplasmosis adalah pengkajian riwayat secara
menyeluruh dan upaya pencegahan melalui penyuluhan tentang
perencanaan kehamilan dan perawatan kehamilan bagi mereka yang
sudah hamil.
(Varney. 2006: 617)
2) Etiologi
Masuknya toksoplasmosis menuju janin dapat melalui plasenta
sebagai berikut :
a) Trimester I 20%
b) Trimester II 54%
c) Trimester III 65%
Segera setelah infeksi akan terjadi pembentukan antibodi dalam
bentuk: IgM, IgA, IgG. Antibodi IgG dapat masuk menuju janin
sehingga dapat menghalangi tumbuh kembang toksoplasmosis untuk
dapat menimbulkan kelainan kongenital.
Sebagaian besar infeksi toksoplasmosis merupakan infeksi
asimptomatis sehingga dijumpai secara tidak langsung pada waktu

4|Page
melakukan pemeriksaan laboratorium. Sekalipun infeksi asimptomatis,
dijumpai sekitar 10-15% bayi yang mengalami kelainan kongenital.
(varney:2006:618)
3) Tanda dan gejala
Tanda dan gejalanya pada wanita hamil sanmar-samar, sama
dengan gejala infeksi mononukleosis, dengan gejala penyerta sebagai
berikut:
a) Letih dan malaise
b) Nyeri otot
c) Demam
d) Luka tenggorok
e) Pembesaran kelenjar limfe pada serviks posterior. (varney:2006:618)
4) Diagnosis
Infeksi toksoplasmosis ditegakkan atas dasar:
a) Pemeriksaan serologis
Titer IgG yang meningkatsebesar 1/512 dianggap infeksi aktif
b) Melakukan biopsi jaringan :
 Kelenjar yang membesar
 Biopsi dari jaringan otak
 Pewarnaan dengan Giemsa atau Wright
c) Apabila diketahui tes serologi wanita tersebut negatif untuk
mononukleosis, maka penapisan toksoplasmosis harus dilakukan. . .
(varney:2006:618)
5) Penanganan dan pencegahan
Pengobatan toksoplasmosis. Pengobatan yang paling penting
adalah: upaya preventiv-promotif, dengan jalan melakukan
pemeriksaan sebelum hamil. Jika di jumpai carrier toksoplasmosis
dengan IgG yang masih positif, pengobatan harus di lakukan sampai
dinyatakan bebas dari infeksi.Obat-obatan yang dapat dipergunakan
adalah:
a) Spiramycin

5|Page
b) Eritromisin
c) Kelompok sulfa (Pyrimethamine, sulfadiazin).
(Varney:2006:618)
b. Rubela
1) Definisi
Infeksi rubela menyerupai campak hanya saja bercaknya agak
sedikit lebih kasar. Infeksi rubela pada trimester pertama memberikan
dampak buruk untuk kemungkinan besar terjadinya kelainan
bawaan(sindroma rubelakongenital). Kelainan yang banyak adalah
defek pada jantung,katarak, retinitis dan ketulian. Oleh karena itu
infeksi pada trimester pertama memberikan pilihan untuk aborsi.
(Manuaba. 2010: 340).
2) Etiologi
Tergolong famili togavirus dengan susunan RNA serta proteinnya:
a) Hemaglutinin (E1) permukaan
b) Selubung glikoprotein virus (E2)
c) Nucleocapsid-intinya (interior)
Cara penularannya melalui:
a) Melalui aliran darah
b) Kontaminasi cairan serviks
c) Lendir mulut-nosopharing
Masa inkubasinya sekitar 2-3 minggu. Sekali infeksi sudah sudah
menimbulkan kekebalan untuk seumur hidup. (Manuaba. 2010: 340).
3) Tanda dan gejala
Tanda dan gejala klinik rubela adalah sebagai berikut:
a) Demam dengan suhu tubuh tidak terlalu tinggi
b) Mengantuk
c) Luka tenggorok
d) Ruam-berwarna merah terang atau pucat pada hari pertama atau
kedua, menyebar dengan cepat dari wajah keseluruh tubuh, dan
menghilang dengan cepat pula.

6|Page
e) Pembengkakan kelenjar leher
f) Durasinya 3-5 hari.
(Manuaba. 2010: 340).
4) Diagnosis
Penetapan diagnosis rubela agak sulit karena gejalanya bersifat
subklinis sehingga kendati janin sudah terinfeksi, pada pemeriksaan
klinis tidak muncul tanda atau gejala pada ibu. Apabila ibu menyadari
bahwa ia telah terpajan rubela dan pada pemeriksaan laboratorium titer
antibodinya dibawah 1:10 (tidak kebal), maka spesimen darah harus
diambil untuk pemeriksaan serologi (IgG dan IgM) untuk selanjutnya
dikonsultasikan kepada dokter. Pada situasi seperti ini, kebijakan
tentang pemberian hiperimmunegamma globulin berbeda-beda.
(Manuaba. 2010: 340).
5) Pencegahan dan penanganan
Terapi infeksi rubela pada kehamilan. Terapi umum tidak ada
kecuali:
a) Meningkatkan kesehatan umum diri dan lingkungan
b) Meningkatkan status gizi dan keberhasilan
Upaya preventivnya:
a) Vaksinasi sebelum hamil 3 bulan
b) Vaksinasi ibu hamil sehingga terhindar dari infeksi
c) Jika adanya kelainan kongenital sudah dipastikan imunisasi
kehamilan dapat di anjurkan.
(Prawirohardjo.2010:)
c. Cytomegalovirus (CMV)
1) Definisi
Sitomegalovirus (CMV) adalah salah satu anggota kelompok virus
herpes, yang meliputi virus herpes simpleks tipe 1 dan 2, virus varicela
zoster (penyebab cacar air), dan virus Epstein-Bar (penyebab
mononukleosis yang menular).Umumnya, tingkat penularan CMV tidak
tinggi. Penularan akan terjadi jika ada kontak langsung dengan cairan

7|Page
tubuh penderita, misal, air seni, air ludah, darah, air mata, sperma, dan
ASI. Penyebaran secara signifikan diketahui terjadi di dalam keluarga
melalui peralatan rumah tangga, diantara anak-anak dipusat penitipan
anak, dan di dalam ruang kelas. (Varney. 2006)
Sitomegalovirus (CMV) termasuk golongan virus herpes DNA.
Hal ini berdasarkan struktur dan cara virus CMV pada saat melakukan
replikasi. Virus ini menyebabkan pembengkakan sel yang karakteristik
sehingga terlihat sel membesar dan tampak sebagai gambaran mata
burung hantu.(Prawirohardjo. 2010: 935-936).
Penularan / transmisi CMV ini berlangsung secara horizontal,
vertical,dan hubungan seksual. Transmisi horizontal terjadi melalui
droplet infection dan kontak dengan air ludah dan air seni. Sementara
itu, transmisi vertical adalah penularan proses infeksi maternal ke janin.
Infeksi CMV congenital umumnya terjadi karena transmisi plasenta
selama kehamilan dan di perkirakan 0,5%-2,5% dari populasi neonatal.
Dimasa peripartum infeksi CMV timbul akibat pemaparan terhadap
sekresi servik yang telah terinfeksi melalui air susu ibu dan tindakan
transfuse darah. Dengan cara ini prevalensi diperkirakan 3-5%.
(Prawirohardjo. 2010: 935-936).
2) Etiologi
Kebanyakan penularan terjadi karena cairan tubuh penderita
menyentuh tangan individu yang rentan kemudian diabsorpsi melalui
hidung dan mulutnya. Oleh karena itu, berhati-hatilah ketika anda
mengasuh anak, membuang tisu kotor, mangkuk minum, dan peralatan
lain seperti popok. Teknik mencuci tangan sederhana dengan
menggunakan sabun cukup efektif untuk membuang virus dari tangan.
(Varney. 2006: 615-616)
Infeksi CMV juga terjadi karena pemaparan pertama kali atas
individu disebut infeksi primer. Infeksi primer berlangsung simptomatis
ataupun asimptomatis serta virus akan menetap dalan jaringan hospes

8|Page
dalam waktu yang tidak terbatas. Selanjutnya virus masuk ke dalam sel-
sel dari berbagai macam jaringan. Proses ini disebut infeksi laten.
Pada keadaan tertentu aksaserbasi terjadi dari infeksi laten disertai
multiplikasi virus. Keadaan tersebut misalnya terjadi pada individu
yang mengalami supresi imun karena infeksi HIV, atau obat-obatan
yang dikosumsi penderita transplant-resipien ataupun penderita dengan
keganasan.
Infeksi rekuren yang dimungkinkan karena penyakit tertentu serta
keadaan supresi imun yang bersifat iatrogenic. Dapat diterangknan
bahwa kedua keadaan tersebut menekan respons sel limfosit T sehingga
timbul stimulasi antigenic yang kronis. Dengan demikian,terjadi
reaktivitas virus dari periode laten yang disertai berbagai sindroma.
( Prawirohardjo. 2010: 936).
Infeksi pertama merupakan infeksi laten, sekalipun terdapat
antibodi. Cara penularan infeksi dengan jalan:
a) Horizontal:
 Droplet, saliva dan batang lainnya
 Melalui tempat perawatan atau sebagai sumber infeksi
b) Vertikal: infeksi menuju janinnya:
Terutama melalui plasenta:
 30-40% menimbulkan kelainan kongenital
 15-20% menimbulkan gangguan neurologis dan mental
 10-30% akan mengalami kematian.
(Manuaba.2007:640)
3) Tanda dan gejala
Gejala klinis infeksi sitomefalovirus seperti gejala infeksi
mononukleosis:
a) Demam
b) Pharingitis
c) Poliarthritis
d) Limfadenopati.

9|Page
(Manuaba.2007:640)

4) Diagnosis
Dasar diagnosis infeksi sitomegalovirus.
a) Terdapat peningkatan IgG sebanyak 4 kali
b) Sudah atau masih terdapat IgM positif
c) Terjadinya kelainan kongenital dikaitkan dengan:
 Beratnya infeksi terutama trimester I-II
 Terjadinya kekambuhan
 Kemampuan daya tahan tubuh ibu hamil
Diagnosis laboratoriumnya
a) Amniosintesis untuk menentukan:
 Kultur sitomegalovirus
 Reaksi polimerase cairan amnion atau darah
b) Kordosintesis
 Untuk menentukan antibodi IgM darah janin
 Untuk menentukan kelainan kongenital janin dilakukan
ultrasonografi serial dan pemeriksaan MRI dan CT scan.
(Manuaba.2007:641)
5) Pencegahan dan penanganan
Kehamilan dengan infeksi akut
a) Spirasmisin
Spirasmisin suatu antibiotika macrolide dengan spektrum
antibacterial konsentrasi tertentu yang dibutuhkan untuk
menghambat pertumbuhan ataupun membunuh organisme belum
diketahui. Di jaringan obat ini ditemukan kadar yang tinggi
terutama pada plasenta tanpa melewatinya serta aktif membunuh
takizoit sehingga menekan transmisi transplasental. Spirasmisin
pada orang dewasa diberikan 2-4g/hari per oral dibagi dalam 4 dosis
untuk 3 minggu di ulangi setelah 2 minggu sampaai kehamilan
aterm.

10 | P a g e
b) Piremitamin
Piremitamin adalah fenilpiimidin obat antimalaria . obat ini batahan
lama dalam darah dengan waktu paruh plasma 100 jam. Guna
menghindari efek akumulatf pada jaringan pemberian obat
dianjurkan setia 3-4hari. Piremitzmin dan sulfadiazin bekerja
sinergik menghasilkan khasiat 8 kali lebih besar terhadap
toksoplasma.
c) Toksoplasma kongenital
Sulfadiazin dengan dengan dosis 50-100mg/kg/hari/oral dan
piremitamin 0,5-1 mg/kg di berikan setiap 2-4 hari selama 20 hari.
Di sertakan juga injeksi intramuskular asam folinik 5mg setiap 2-4
hari untuk mengatasi efek toksik piremitamin terhadap multiplikasi
sel. Pengobatan dihetikan ketika anak berumur 1 tahun karena
diharapkan imunitas selulernya telah memadahi untuk melawan
penyakit pada masa tersebut.
d) Penderita imunodefisiensi
Kondisi penderita akan cepat memburuk menjadi fatal bila tidak di
obati. Pengobatan disini sama hal nya dengan toksolasmosis
konginetal yaitu mengunakan piremitamin,sulfadiazin dan asam
folinik dalam jangka panjang.Terapi infeksi sitomegalovirus:
 Praktis tidak ada, kecuali meningkatkan daya tahan tubuh
 Obat-obatannya (Gancyclovit dan foscarnet)
 Upaya preventif dan promotifnya:
 Meningkatkan keadaan sosial ekonomi masyarakat
 Memberikan pendidikan yang lebih baik sehingga dapat
melakukan peningkatan kesehatan lingkungan dan diri sendiri.
(Prawirohardjo.2010:935)
d. Herpes simpleks
1) Definisi

11 | P a g e
Herpes simpleks adalah infeksi akut oleh virus herpes simpleks
(virus herpes hominis) tipe I atau tipe II yang ditandai adanya vesikel
berkelompok di atas kulit yang eritematosa di daerah mukokutan.
Herpes simpleks disebut juga fever blister, cold score, herpes febrilis,
herpes labialis, herpes progenitalis.
(Kapita Selekta Kedokteran ed.III, 2000:151)
Virus herpes simpleks ada 2 jenis. HSV-1 dan HSV-2. HSV-1
biasanya dikaitkan dengan herpes oral dan HSV-2 biasanya dikaitkan
denga herpes genital. Akan tetapi HSV-1 jarang ditemukan orgasme
sebagai penyebab infeksi herpes genital. Kemungkinan besar akibat
praktek seksual dari oral genital, HSV-1 menyebabkan hampir 30%
kasus epissode pertama herpes genital.
Perbedaanya adalah kekambuhan lebih jarang pada infeksi HSV-
1genital apabila dibandingkan dengan infeksi HSV-2 genital. Ha ini
dapat mempengaruhi prognosis dan koseling setelah virus tersebut
memasuki tubuh HSV menetap daalam status laten di ganglia sistem
saraf. Lesi HSV sering terjadi pada wanita dengan infeksi HIV.
2) Etiologi
HSV ditularkan kepada bayi sekitar 50% pada kelahiran
pervaginam oleh ibu dengan infeksi aktif elamaa kelahiran daapat
menyebabkan kematian janin(sekitar 60 dari mereka terinfeksi) atau
kerusakan sistem saraf pusat atau mata. Bayi juga akan mengalami
peningkatan HSV akibat infeksi yang menyebar jika ketuban pecah
atau melalui kontak lekat dengan ibu yang terinfeksi atau dari pemberi
perawatan setelah kelahiran.
Episode pertama primer yang simptomatik berlangsung selama 3
minggu. Setelah masa inkubasi selama 3 sampai 6 hari, sejumlah besar
vesikel berbanding tipis tunggal atau berkelompok muncul di area
genital terjadi ulserasi, pergeseran permukaan, dan mengalami
repitalisasi. Episod tersebut dapat menjadi infeksi sekunder. Ulserasi
spesifik, peradangan yang menyebar dan mudah hancur dapat terlihat

12 | P a g e
pada dinding vagina dan dinding serviks. Mungkin jugaa daapat
ditemukan rabas vagina atau uretra.
3) Tanda dan gejala
Gejala sistemik berupa demam mulaise, sakit kepala, dan mialgia
dapat terjadi lebih dulu setelah awitan lesi dan akan berlangsung
selama 1 minggu. Biasanya akan terdapat nyeri pada limfadopati
inguinalis, gambaran klinis ini terbukti pada sekitar satu pertiga wanita
yang menderita infeksi HSV-2 genital. Dan dua per tiga yang lainya
menderita episode pertama tanpa gejala atau dengan jegala ringan.
4) Diagnosis
Diagnosis klinis herpes genital sebaiknya diperkuat dengan
pemeriksan laboratorium, karena gambaran klinisnya sangat bervariasi.
Pada kondisi benigna gnital penting untuk tidak terjadi kesalahan
diagnosis seperti jerawat, infeksi foliikel rambut , atau kista nabotian.
Lesi dibuka dan dikultur dengan media spesifik yang dijual bebas.
Sensitivitas dari uji kultur sel virologi tersebut memiliki penurunan
yang sangat cepat dan akan menimbulkan hasil negatif palsu.
Pemeriksaan pap smear servikal,bahkan memiliki hasil yang kurang
sensitif dan pemeriksaan ini atau kultur tidak bergantung pada
diagnosis yang muncul.
Uji yang paling akurat adalah uji yang berdasarkan glikoprotein G1
dan G2 yang spesifik terhadap HSv, untuk mendiagnosis adanya HSV-
1 dan HSV-2, secara berturut-turut. Uji kadar tipe spesifik berdasarkan
gG harus melalui permintaan khusus terhadap uji serologi.
5) Penanganan dan pencegahan
Pengobatan infeksi virus herpes simpleks pada ibu hamil sbb:
a) Persalinan dapat pervaginam dengan syarat:
 Tidak terdapat ulkus atau vesikel
 Cairan serviks, vagina dan lainnya dibuktikan bebas dari
kontaminasi virus

13 | P a g e
 Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pemeriksaan cairan
dengan melibatkan laboratorium khusus
 Tindakan operasi pada infeksi virus herpes simplek yang
dianggap bersih, berdasarkan indikasi obstetris.
b) Persalinan harus dilakukan dengan seksio sesarea:
 Terdapat ulkus terbuka dan vesikel yang infeksius yang akan
dapat menular langsung pada janinnya saat melalui jalan lahir
 Dengan seksio sesarea dapat diupayakan agar bayi tidak
langsung kontak dengan ulkus atau vesikel yang infeksius
sehingga dapat mengurangi komplikasi lebih lanjut
6) Pengobatan terhadap infeksinya:
a) Pengobatan untuk ibu hamilnya:
 Acylovir: 200 mg/ 3 kali/ hari/ selama 7 hari
 400 mg/ 2 kali/ hari/ selama 7 hari
 Pengaruh obat terhadap janinnya tidak ada.
b) Pengobatannya terhadap bayinya :
c) Tetap diberikan acylovir dengan dosis yang disesuaikan dengan
beratnya infeksi
d) Pemberian acylovir hanya sebagai provilaksis untuk komplikasi
virus herpes simpleks lebih lanjut.
(Sarwono:2010,936).

D. INFEKSI TRAKTUS URINARIUS


1. Definisi
Infeksi saluran kencing merupakan komplikasi medik utama pada
wanita hamil. Sekita 15% wanita, mengalami satu kali serangan akut
infeksi saluran kencing selama hidupnya infeksi saluran kencing dapat
mempengaruhi keadaan ibu dan janin,dampak yang di timbulkan antara
lain anemia,hipertensi,kelahiran premature dan bayi berat lahir rendah
(BBLR). (Lia yulianti 2010:86)

14 | P a g e
Infeksi traktus urinarius adalah bila ada pemeriksaan urine
ditemukan bakteri yang jumlahnya lebih dari 10.000 per Ml. urine yang
diperiksa harus berih,segar dan diambil dari aliran tengah (midstream)
atau diambil dengan fungsi suprasimpisis.di temukan bakteri yang
jumlahnya lebih dari 10.000 per ml ini di sebut dengan istilah
bakteriuria.bakteriuria ini mungkin tidak di sertai gejala,di sebut
bakteriuria asimptomatik dan mungkin di sertai dengan gejala –gejala
yang di sebut bakteriuria simptomatik (Sarwono,2005).
2. Etiologi
Infeksi saluran kencing merupakan jenis infeksi nosokomial yang
paling sering terjadi sekitar 40% dari seluruh infeksi pada rumah sakit
setiap tahunya .(bukre dan zavarsky,1999).organisme yang menyerang
bagian tertentu system urine menyebabkan infeksi pada saluran kencing
yaitu ginjal (pielonefritis),kandung kemih (sistitis), atau urine
(bakteriuria). Salah satu menyebaran organismenya dapat melalui
penggunaan kateter dan jangka pendek .resiko yang lebih besar lagi bias
terjadi pada penggunaan kateter yang lebih lama,apabila urine di biarkan
mengalir ke tempat atau kantong pengumpulan yang terbuka,seluruh
pasien akan menyebarkan bakteri dalam 4hari(dengan gejala dan tampa
gejala).
Walaupun infeksi dapat terjadi karena penyebaran kuman melalui
pembuluh darah dan limfe,akan tetapi yang terbanyak dan tersering
adalah kuman-kuman naik ke atas melalui uretra,ke dalam kandung kemih
dan saluran kemih yang lebih atas.organisme penyebab infeksi ini berasal
dari flora normal.sekitar 90%dari strain e.coli yang menyebabkan
pyelonefritis non obstuktif,di samping kemungkinan kuman-kuman lain
enterobacter aerogenes,klebsiella,pseudomonas dan lain-lain.walaupun
kehamilan tidak meningkatkan virulensi dari bakterinya ,tetapi stasis urin
dan refluk vesikoureteral dapat menjadi predisposisi infeksi pada infeksi
pada traktus urinarius atas.(Lia yulianti 2010:87)
3. Patogenesis

15 | P a g e
Kebanyakan infeksi traktus urinarius di sebabkan oleh bakteri gram
negatif escercacoll,spesies pseudomonas dan organism yang berasal dari
kelompok enterobakter. Jumlah seluruhnya mencapai lebih dari 80%
kultur positif infeksi saluran kencing (haley,1985).sementara kebanyakan
organism tersebut adalah eskerisia koli,infeksi jamur,misalnya spesies
kandida, yang meningkat kebersamaan dengan munculnya HIV/AIDS dan
penyebaranganya antibiotika berspektrum luas.(Lia yulianti 2010:87)
4. Klasifikasi
Bakteriuria asimtomatik: tidak ada gejala yang timbul di hubungan
dengan infeksi ini, yang di alami 11% dalam kehamilan. Ada peningkatan
penderita bakteriuria tampa gejala pada wanita yang pernah menderita
infeksi saluran kemih , diabetes dan wanita dengan gejala sel sabit.
bakteriuria asimptomatik diasosiasikan dengan phielonefritis, melahirkan
dini dan BBLR. Beberapa penelitian mendapatkan adanya hubungan
kejadian bakteriuria ini dengan peningkatan kejadian anemia dalam
kehamilan, persalinan prematur, gangguan pertumbuhan janin dan
preeklamsia. Oleh karena itu pada wanita hamil dengan bakteriuria harus
deiobati dengan seksama ampai air kemih bebas dari bakteri yang
dibuktikan dengan pemeriksaan beberapa kali. (Lia yulianti 2010:87-88)
5. Tanda dan gejala
a. Terasa panas saat berkemih
b. Air kencing berwarna lebih gelap dan pada serangan akut kadang-
kadang berwarna kemerahan
c. Hampir 95% mengeluh nyeri pada daerah supra pubis atau nyeri pada
saat berkemih
d. Frekuensi berkemih meningkat tetapi jumlahnya sedikit sehingga
menimbulkan rasa tidak puas dan tuntas
(http://sichesse.blogspot.com/2012/04/makalah-askeb-iv-patologi-
infeksi.html)
6. Pemeriksaan laboratorium

16 | P a g e
Semua wanita hamil sebaiknya dilakukan pemeriksaan
laboratorium urine secara mikroskopik, tampak peningkatan jumlah
leukosit, sejumlah eritrosit, bakteri dan specimen urine. untuk
menghindari kontaminasi, spesimen diambil dari aliran tengah (mid-
stream) setelah daerah genetalia dicuci terlebih dahulu. Kultur bakteri dan
tes kepekaan antibiotika bila dimungkinkan ssebaiknya diperiksa.
(Lia yulianti 2010:88)
7. Pengobatan (sesuai instruksi dokter)
Para ahli menganjurkan untuk memberikan terapi antibiotika.
Bebrapa kajian terapi antibiotika untuk bakteriuria asimptomatik.

Nama obat Dosis Angka keberhasilan


Amoksilain+asam 3x500mg/hari 92%
klavulanat
Amoksilin 4x250 mg/hari 80%
Nitrofurantoin 4x50-100 mg/hari 72%
Terapi antibiotika untuk pengobatan bakteriuria asimptomatik,
biasanya diberikan untuk jangka 5-7 hari secara oral. Sebagai kontrol hasil
pengobatan, dapat dilakukan pemeriksaan ulangan biakan bakteriologik air
kemih. (Lia yulianti 2010:88)

E. HEPATITIS
1. Definisi
Hepatitis adalah istilah umum yang berarti radang hati. “Hepa” berarti
kaitan dengan hati, sementara “itis” berarti radang (Seperti di atritis,
dermatitis, dan pankreatitis) (James, 2005: 4). Hepatitis merupakan infeksi
pada hati, baik disebabkan oleh virus atau tidak. Hepatitis yang disebabkan
oleh virus ada tiga tipe, yaitu tipe A, tipe B, dan tipe C. hepatitis yang
tidak disebabkan oleh virus biasanya disebabkan oleh adanya zat-zat kimia
atau obat, seperti karbon tetraklorida, jamur racun, dan vinyl klorida (Asep
suryana abdurahmat, 2010: 153).

17 | P a g e
Dari beberapa pengetian hepatitis di atas pada dasarnya memiliki tujuan
yang sama, yaitu hepatitis merupakan peradangan pada hati yang
disebabkan oleh virus maupun tidak disebabkan oleh virus.

2. Etiologi
Sampai saat ini telah dikenal tujuh macam virus penyebab hepatitis
(HAV, HBV, HCV, HDV, HEV, HFV, HGV). Dua virus yang terakhir
belum diketahui secara jelas pengaruhnya pada manusia. Infeksi virus
hepatitis yang bisa memberikan pengaruh khusus pada kehamilan adalah
infeksi oleh virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis D (HDV) dan virus
hepatitis E (HEV).
Hepatitis pula dapat disebabkan oleh racun, yaitu suatu keadaan
sebagai bentuk respons terhadap reaksi obat, infeksi stafilokokus, penyakit
sistematik dan juga bersifat idiopatik (Sue hincliff, 2005: 205).
3. Patofisiologi
Perubahan morfologi yang terjadi pada hati, seringkali mirip untuk
berbagai virus yang berlainan. Pada kasus yang klasik, hati tampaknya
berukuran besar dan berwarna normal, namun kadang-kadang agak edema,
membesar dan pada palpasi “terasa nyeri di tepian”. Secara histologi.
Terjadi kekacauan susunan hepatoselular, cedera dan nekrosis sel hati
dalam berbagai derajat, dan peradangan periportal. Perubahan ini bersifat
reversibel sempurna, bila fase akut penyakit mereda. Namun pada
beberapa kasus nekrosis, nekrosis submasif atau masif dapat menyebabkan
gagal hati fulminan dan kematian (Price dan Daniel, 2005: 485).
4. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala dari penyakit hepatitis yaitu:
a. Demam tinggi yang menetap hingga 2 minggu yang kemudian diikuti
dengan ikterus.
b. Disertai pula dengan mual dan muntah, pusing, nafsu makan menurun,
kelemahan umum, defisit cairan, diare.

18 | P a g e
c. Pada pemeriksaan fisik ditemui nyeri epigastrik dan hepatomegali.
d. Hasil laboratorium menunjukkan reaksi imunologik terhadap antigen
virus hepatitis.
e. Transmisi janin dapat melalui transplasental dan kontak langsung.
(Prawirohardjo, S. 2009 : 224)
5. Diagnosis keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan pernyataan tentang masalah
aktual dengan aktivitas kehidupan sehari-hari seperti yang dialami oleh
pasien.
a. Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan muntah,
diare, dan pendarahan.
b. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi hati.
c. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan anoreksia, diare, mual atau muntah.
d. Resiko intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan peningkatan
kelelahan.
e. Resiko infeksi yang berhubungan dengan penyebaran virus hepatitis
melalui kontak dengan pengunjung dan staf.
f. Isolasi sosial yang berhubungan dengan status isolasi (jika anak
mengidap hepatitis B)
g. Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan perawatan di rumah,
penyakit, dan pencegahan kekambuhan.
h. Ketidakefektifan koping keluarga : penurunan yang berhubungan
dengan rawat inap di rumah sakit.
i. Defisit pengetahuan yang berhungan dengan perawatan di rumah.
(Kathleen. 2005: 121)
6. Penatalaksanakan
Penanganan Umum
Penanganan secara umum pasien hepatitis diantaranya:
a. Rawat inap dan tirah baring.
b. Isolasi pasien, lakukan pemeriksaan serologik.

19 | P a g e
c. Diet rendah lemak, tinggi karbohidrat dan protein.
d. Rehidrasi apabila terjadi defisit cairan akibat muntah yang berlebihan
dan demam.
e. Berikan vitamin K, glukosa dan kurkuma rhizoma.
f. Evaluasi profil biofisik atau kondisi janin.
g. Penatalaksanaan neonatal.
h. Upayakan partus pervaginam (lakukan evaluasi sistem pambekuan
darah)
(Prawirohardjo, S. 2009 : 225)
Penanganan Khusus
Persalinan pengidap hepatitis tanpa infeksi akut tidak berbeda dengan
penanganan persalinan umumnya.
a. Pada infeksi akut. HBV dan adanya hepatitis fulminan persalinan
pervaginam usahakan dengan trauma sekecil mungkin dan rawat
bersama dengan spesialis Penyakit Dalam (spesialis Hepatologi). Gejala
hepatitis fulminan antara lain sangat ikterik, nyeri perut kanan atas,
kesadaran menurun dan hasil periksaan urin; warna seperti teh pekat,
urobilin dan bilirubin positif, pada pemeriksaan darah selain urobilin
dan bilirubin positif SGOT dan SGPT sangat tinggi biasanya diatas
1.000.
b. Pada ibu hamil dengan Viral, Load tinggi dapat dipertimbangkan
pemberian HBIG atau Lamivudin pada 1-2 bulan sebelum persalinan.
Mengenani hal ini masih ada beberapa pendapat yang menyatakan
Lamivudin tidak ada pengaruh pada bayi, tetapi ada yang masih
mengkhawatirkan pengaruh teratogenik obat tersebut.
c. Persalinan sebaliknya jangan dibiarkan berlangsung lama, khususnya
pada ibu dengan HbsAg positif. Wong menyarankan persalinan
berlangsung lebih dari 9 jam, sedangkan Surya menyatakan persalinan
berlangsung lebih dari 16 jam, sudah meningkatkan kemungkinan
penularan HBV intrauterin. Persalinan pada ibu hamil dengan titer
HBV tinggi (3,5 pg/ml) atau HbsAg positif, lebih baik seksio sesarea.

20 | P a g e
Demikian juga jika persalinan yang lebih dari 16 jam pada pasien
pengidap HvsAg positif
d. Menyusui bayi tidak merupakan masalah. Pada penelitian telah
dibuktikan bahwa penularan melalui saluran cerna membutuhkan titer
virus yang jauh lebih tinggi daripada penularan parenteral
7. Prognosis
Pada wanita hamil dapat menyebabkan abortus dan partus
prematurus perdarahan sesudah persalinan mungkin banyak sekali dan
setelah partus kadang-kadang timbul atrofi hati kuning yang akut yang
membawa maut.
(UNPAD. 2008: 146)
8. Pencegahan
Pencegahan adalah cara awal yang dapat dilakukan untuk
menghambat suatu penyakit menyerang tubuh kita.
a. Kewaspadaan universal (universal precaution)
b. Hindari hubungan seksual dan pemakaian alat atau bahan dari
pengidap. Vaksinasi HB bagi seluruh tenaga kesehatan sangat penting,
terutama yang sering terpapar dengan darah.
c. Skrining HBsAg pada ibu hamil
d. Skrining HbsAg pada ibu hamil, terutama pada daerah dimana terdapat
prevalensi tinggi.
e. Imunisasi
f. Penularan dari ibu ke bayi sebagian besar dapat dicegah dengan
imunisasi. Pemerintah telah menaruh perhatian besar terhadap
penularan vertikal HBV dengan membuat program pemberian vaksinasi
HB bagi semua bayi yang lahir di fasilitas pemerintah dengan dosis 5
mikrogram pada hari ke 0, umur 1 dan 2 bulan, tanpa mengetahui bayi
tersebut lahir dari ibu dengan HbsAg positif atau tidak.
g. Di samping global imunisasi seperti disampaikan sebelumnya, selektif
imunisasi dilakukan pada bayi yang lahir dari ibu dengan HbsAg
positif, yaitu dengan pemberian hepatitis B ImmunoGlobulin (HBIG) +

21 | P a g e
vaksin HB, vaksin mengandung pre S2 atau pemakaian vaksin dengan
dosis dewasa pada hari ke 0, 1 bulan, dan 2 bulan.
(Prawirohardjo, S. 2009 : 906-907)

F. HIV/AIDSPENGERTIAN HIV/AIDS
1. Definisi
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) adalah sindroma
dengan gejala penyakit infeksi oportunistik atau kanker tertentu akibat
menurunnya system kekebalan tubuh oleh infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV). (Prawirohardjo,2009:932)
AIDS merupakan penyakit yang sangat merusak karena adanya
stigma tranmisi seksual, risiko tranmisi vertical ke anak, dan kemungkinan
bahwa anggota keluarga lainnya terinfeksi. (Holmes,dkk.2011:214)
2. Penilaian klinik
Penyakit Aquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)
merupakan penyakit yang relative baru tetapi menimbulkan banyak
masalah kesehaatan , terutama sekali bila terjadi pada ibu hamil.
Termasuk penyakit menular seksual (PMS), tetapi dapat pula melalui
darah / produk darah yang terinfeksi, tusukan / luka benda tajam yang
tercemar.
Penyakit ini ditandai dengan gangguan system kekebalan tubuh
sehingga mudah terjadi infeksi oleh mikroorganisme oportunistik dan
timbulnya tumor spesifik.
Diagnosis melalui pemeriksaan serologic dengan metode ELISA
dan Western Blot. Tranmisi dari ibu ke janin, dapat terjadi secara
transplasenter , saat persalinan, dan melalui air susu ibu.
(Saifuddin,2010:225)
` Dasar Diagnosis Infeksi HIV/AIDS :
a. Memperhatikan gejala klinisnya
b. Pemeriksaan laboratoriumnya:

22 | P a g e
1) Kultur darah tepi
2) Jumlah CD 4 menurun kurang dari 200 sel/mm3.
3) Serum immunologisnya (Antigen virus didapatkan dengan
pemeriksaan ELISA/EIA)

c. Tranmisi menuju ke janinnya:


1) Melalui hematogen-plasentanya
2) Cairan genetalianya-intrapartum sekitar 20-30%
3) Terdapat factor yang dapat meningkatkan tranmisi vertical menuju
janin. Misalnya daya tahan tubuh ibu hamil yang lemah
(Manuaba,dkk.2007:649)
3. Patofisiologi infeksi hiv/aids
Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara
darah, semen, dan secret vagina. Sebagian besar (75%) penularan terjadi
melalui hubungan seksual. HIV awalnya dikenal dengan nama
Lymphadenopathy associated virus (LAV) merupakan golongan
retrovirus dengan materi genetic ribonucleic acid (RNA) yang dapat
diubah menjadi deoxyribonucleic acid (DNA) untuk diintegrasikan ke
dalam sel pejamu dan diprogram membentuk gen virus. Virus ini
cenderung menyerang sel jenis tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai
antigen permukaan CD4, terutama limfosit T yang memegang peranan
penting dalam mengatur dan mempertahankan system kekebalan tubuh.
(Prawirohardjo,2009:932)
4. Stadium klinis infeksi hiv/aids
a. Stadium pertama :
1) Belum menunjukkan gejala
2) Dalam hal ini, ibu dengan HIV positif tidak akan menunjukkan
gejalaklinis yang berarti, sehingga ibu akan tampak sehat seperti
orang normal dan mampu melakukan aktifitasnya seperti biasa.
b. Stadium kedua :

23 | P a g e
1) Sudah mulai menunjukkan gejala yang ringan
2) Gejala ringan tersebut, seperti penurunan berart badan kurang dari
10%, infeksi yang berulang pada saluran nafas.
c. Stadium ketiga
1) Ibu dengan HIV sudah tampak lemah.
2) Gejala dan infeksi sudah mulai bermunculan.
3) Ibu akan mengalami penurunan berat badan yang lebih berat.
4) Diare yang tidak kunjung sembuh.
5) Demam yang hilang timbul.
6) Mulai mengalami infeksi jamur pada rongga mulut bahkan infeksi
sudah menjalar ke paru-paru.
d. Stadium keempat :
1) Gambaran penuh terjadi AIDS
2) Aktifitas pasien akan banyak dilakukan di tempat tidur karena
kondisi dan keadaannya sudah mulai lemah.
3) Infeksi mulai bermunculan dimana-mana dan cenderung berat.
4) Salah satu kesulitan mengenali infeksi HIV adalah masa laten tanpa
gejala yang lama, antara 2 bulan hingga 2 tahun.
5) Umur rata-rata saat diagnosis infeksi HIV di tegakkan adalah 35
tahun.
(Maryunani,2013:70-71)
5. Prognosis infeksi hiv/aids
Kelompok dengan risiko tertinggi terhadap infeksi HIV adalah
homoseksual, pria biseksual, penyalahguna obat-obatan intra vena dan
penderita hemofilia yang mendapat tranfusi darah. Semua darah harus di
skrinning terhadap HIV sebelum di transfusikan untuk memperkecil risiko
melalui transfusi.
Wanita lebih mudah mendapat virus dari pria dibanding sebaliknya
karena konsentrasi HIV dalam semen tinggi dan robekan mukosa pada
introitus atau vagina saat hubungan seksual lebih sering terjadi dibanding
kerusakan kulit penis. (Benson,2008:599)

24 | P a g e
Transmisi vertikal merupakan penyebab tersering infeksi HIV pada
bayi dan anak-anak di Amerika Serikat. Transmisi HIV dari ibu kepada
janin dapat terjadi intrauterine (5-10%), saat persalinan (10-20%), dan
pascapersalinan (5-20%). Kelainan yang dapat terjadi pada janin adalah
berat badan lahir rendah, bayi lahir mati, partus preterm, dan aborus
spontan. (Prawirohardjo,2009:933)
Tiga intervensi terbukti mengurangi resiko tranmisi vertical HIV:
a. Menghindari menyusui
b. Melakukan seksio sesaria elektif
c. Memprogamkan obat antivirus selama separuh terakhir kehamilan dan
pada neonatus selama 6 minggu
Jika ketiga intervensi ini dilakukan, risiko tranmisi mungkin kurang
dari 3%.
(Holmes,dkk.2011:215)
6. Komplikasi infeksi hiv/aids
a. Factor infeksinya menimbulkan
1) Persalinan premature
2) Pertumbuhan janin lambat
3) Dapat terjadi ketuban pecah dini
4) Infeksi sekunder
b. Meningkatnya infeksi multiple
1) Memperparah komplikasi pada ibu hamil
2) Pengobatan lebih sulit karena adanya infeksi multiple
(Manuaba,dkk.2007:650)
7. Pencegahan infeksi hiv/aids
Jika seorang wanita positif HIV, ia harus di berikan nasihat untuk :
a. Tidak mendonorkan darah, plasma, jaringan, atau organnya.
b. Menghindari kehamilan.
c. Menjaga hubungan dengan satu pasangan.
d. Tekun menggunakan kondom yang telah di lumasi dengan nonoxynol 9
selama kontak seksual apapun.

25 | P a g e
(Maryunani,2013:73)
8. Pencegahan penularan hiv/aids dari ibu ke bayi
a. Mengkonsumsi obat antiretroviral (ARV)
b. Menjaga proses kelahiran tetap singkat waktunya
c. Menghindari menyusui
d. Melakukan diet khusus untuk orang HIV/AIDS
(Maryunani,2013:73-74)
9. Penatalaksanaan infeksi hiv/aids
a. Melakukan evaluasi tentang infeksi
1) HIV
2) Infeksi TORCH dan infeksi sekunder lainnya
3) Melakukan ANC yang lebih teratur
4) Mengurangi rokok dan minuman keras dan ketagihan obat lainnya
5) Melakukan pemeriksaan sitologi untuk kemungkinan karsinoma
10. Tatalaksana persalinannya
a. Konsep persalinan pervaginam
b. Mengurangi perlukaan kulit dan lainnya sehingga dapat menghindari
invasi infeksi langsung ke dalam tubuh
c. Penolong harus memperhatikan diri dengan pakaian yang dapat
melindungi diri sehingga tidak terjadi kontaminasi infeksi
1) Disediakan sarung tangan beberapa pasang
2) Pakaian penolong tersendiri dan khusus yang dapat melindungi diri
sendiri dari kemungkinan kontaminasi langsung pada perlukaan
d. Alat-alat yang dipergunakan untuk pertolongan persalinan
1) Harus diisolasi dengan cermat
2) Langsung mendapat antiseptic sehingga mengurangi sebanyak
mungkin kontak dengan barang lainnya sehingga tidak menimbulkan
infeksi nosokomial
3) Bayi sebaiknya diisolasi karena semua cairan tubuhnya adalah
infeksius
(Manuaba,dkk.2007:650)

26 | P a g e
11. Pengobatan infeksi hiv/aids
a. Infeksi asimptomatis dengan
1) Indikasi CD 4 kurang dari 200 sel/mm3
2) Obatnya:
 Zidovudin 100 mg/5 hari
 Toksik untuk sumsum tulang dan karena itu darah ibu hamil
harus dievaluasi
 Saat persalinan diberikan IV 2 mg/kg berat badan tubuh
b. Pengobatan profilaksis
1) Trimetropim atau sulfametoksazol
2) Untuk infeksi sekunder
 Bakteri toksoplasmosis
 Proteus carinii
 Jumlah CD 4 kurang dari 50 sel/cc
3) Flunocazole : dosis 200 mg/ 2 kali/hari, selama 10-14 hari
c. Hasil pengobatan tidak memuaskan oleh karena
1) Obat-obatan yang spesifik belum ditentukan
2) Pada tingkat akhir terdapat infeksi sekunder yang multiple sehingga
menambah sulitnya penyembuhan
d. Upaya profilaksis umum
1) Karena infeksi HIV didapatkan dengan hubungan seksual, upaya
menghindarinya adalah:
2) Menghindari hubungan seksual dengan wanita tuna susila
3) Pergunakan kondom saat melakukan hubungan seksual.
Profilaksis infeksi HIV harus dilakukan dengan cermat karena
insiden AIDS di Indonesia telah berada pada urutan ke lima artinya ibu
rumah tangga sudah terinfeksi. (Manuaba,dkk.2007:650)

G. TYPUS ABDOMINALIS
1. Definisi

27 | P a g e
Typus abdominalis adalah penyakit oleh karena kontaminasi
makanan dengan salmonella typhy melalui makanan.(Manuaba,2007:650)
4 prinsip dasar :
a. Ibu hamil merupakan kelompok risiko untuk infeksi tifoid, yang
disebabkan Salmonella tifosa.
b. Transmisi tifoid berkembang pesat pada daerah dengan kondisi sanitasi
yang buruk.
c. Komplikasi tifoid tergolong berat dan fatal. (Prawirohardjo,2010:249)
2. Pengaruh terhadap ibu dan hasil konsepsi
a. Wanita yang menderita tifus dalam kehamilan, apalagi dalam nifas,
mempunyai angka kematian yang lebih tinggi, dapat mencapai 15%
atau lebih.
b. Pengaruhnya buruk terhadap hasil konsepsi:

1) 60-80% hasil konsepsi akan keluar (abortus, partus imaturus dan


partus prematurus atau lahir mati).

2) Angka kematian janin kira-kira 75%. (Mochtar,2011:133)

3. Gejala klinis
a. Panas badan tinggi.
b. Mual, muntah dan nafsu makan kurang.
c. Terutama gangguan gastro intestinal:
1) Diare ringan sampai berat.
2) Bahaya yang paling besar adalah kemungkinan perforasi usus
dengan segala manifestasinya. (Manuaba,2007:650)
4. Gejala khusus
a. Perut sakit
b. Tinja mungkin bercampur darah. (Manuaba,2007:650)
5. Diagnosis
a. Kultur dari feses.

28 | P a g e
b. Terdapat antibodi yang khusus untuk salmonella typhy yang makin
meningkat.
c. Selain demam tinggi yang menetap, gejala-gejala yang patut
diperhatikan dan ditanggulangi adalah pusing, mual/muntah, nyeri
perut, diare hebat dan dehidrasi yang gawat.
d. Dehidrasi dapat bertambah hebat apabila pasien juga mengalami
hyperemesis gravidarum.
(Prawirohardjo,2010:249-250)

6. Pencegahan
a. Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi ibu hamil. Untuk ibu yang
terkena infeksi tersebut dianjurkan untuk tidak menyusui bayinya.
(Mochtar,2011:133)
b. Pencegahan dengan perbaikan sanitasi dan hygiene akan sangan
bermanfaat. (Prawirohardjo,2010:918)
7. Penanganan
Penanganan dilakukan bekerjasama dengan ahli penyakit dalam.
(Mochtar,2011:133)
a. Penanganan umum
1) Istirahat dan batasi aktifitas fisik.
2) Demam tifoid merupakan kasus rawat inap.
3) Observasi kehamilan dan komplikasinya.
4) Perbaiki kondisi kesehatan umum dan kondisi.
(Prawirohardjo,2010:249-250)
b. Penanganan khusus
1) Lakukan rehidrasi akibat demam, muntah atau diare.
2) Demam dapat diatasi dengan parasetamol 500 mg setiap 4-6 jam,
kurangi dosis antipiretik apabila suhu tubuh kembali normal.
3) Isolasi kuman penyebab (untuk diagnosis pasti) dan lakukan
pemeriksaan serologis secara terjadual.
4) Terapi antibiotika untuk demam tifoid adalah:

29 | P a g e
 Kloramfenikol 4 x 500 mg (oral) per hari hingga 3-5 hari bebas
demam.
 Tiamfenikol 4 x 500 mg (oral) per oral hingga 3-5 hari bebas
demam.
 Ampisilin 4 x 500-1000 mg hingga 3-5 hari bebas demam.
 Walaupun golongan kinolon cukup efektif, tetapi tidak dianjurkan
untuk ibu hamil. Pilih antibiotika generasi baru yang tidak menekan
eritropoesis.
5) Lakukan kompres pada tubuh apabila terjadi hiperpireksia.
6) Lakukan pemantauan perkembangan kehamilan dan pertumbuhan
janin.
7) Hindarkan transmisi lanjutan.
8) Konseling tentang demam tifoid dan pengaruhnya terhadap
kesehatan ibu, kehamilan dan janin/neonatus.
9) Ibu dengan demam tifoid sebaiknya mempertimbangkan risiko dan
keuntungan untuk memberikan laktasi atau merawat sendiri bayi
yang baru dilahirkan. Meskipun basil tifus tidak mencapai air susu
ibu, tetapi karena ibu sakit berat dan dapat menularkan, maka bayi
segera dipisahkan ibu setelah lahir. Vaksinasi tifoid dapat
dilakukan ibu hamil dan tidak membahayakan janin yang
dikandungnya.
(Prawirohardjo,2010:249-250)

30 | P a g e
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

31 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.
Prawirohardjo, S. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
Dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirihardjo.
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gede, dkk. 2010.Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
KB. Jakarta: EGC.
Varney, Helen, dkk. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.

Yulianti lia,2010.asuhan kebidanan (patologi kebidanan).jakarta.cv trans info


media.

Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit


Jakarta: EGC.

UNPAD. 2008. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar Offset.


Mochtar, Rustam. 2011. Sinopsis Obstetri Ed.3 jilid 1. Jakarta: EGC.

32 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai