1.3 Tujuan
1. Mengetahui mengenai penyakit tidak menular.
2. Mengetahui faktor risiko dari penyakit tidak menular.
3. Mengetahui salah satu contoh strategi komunikasi kesehatan terhadap
penyakit tidak menular.
4. Dapat menjelaskan bagaimana keterkaitan penyakit tidak menular
dengan social budaya.
1.4 Manfaat
1. Agar komunikan dapat mengetahui mengenai penyakit tidak menular.
2. Agar komunikan dapat melakukan pencegahan terhadap penyakit tidak
menular.
3. Sebagai salah satu langkah meningkatkan derajat kesehatan
komunikan.
c. Gatal / Bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau
daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering pula
dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini
dapat timbul akibat hal yang sepele seperti luka lecet karena sepatu atau
tertusuk peniti.
d. Ganggua Ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak
secara terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan
budaya masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan masalah
seks, apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang.
e. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering
ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang
dirasakan (J300060001.PDF, t.t.).
2.1.5 Pencegahan dan Pengendalian Diabetes
Pencegahan penyakit diabetes melitus dibagi menjadi empat bagian yaitu;
1. Pencegahan Premordial
Pencegahan premodial adalah upaya untuk memberikan kondisi
pada masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat
dukungan dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor risiko lainnya.
Prakondisi ini harus diciptakan denga multimitra. Pencegahan
premodial pada penyakit DM misalnya adalah menciptakan prakondisi
sehingga masyarakat merasa bahwa konsumsi makan kebarat-baratan
adalah suatu pola makan yang kurang baik, pola hidup santai atau
kurang aktivitas, dan obesitas adalah kurang baik bagi kesehatan.
2. Pencegahan Primer
Sejak dini hendaknya telah ditanamkan pengertian tentang pentingnya
kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat
menjaga badan agar tidak terlalu gemuk, dan risiko merokok bagi
kesehatan.
3. Pencegahan Sekunder
Pilar utama pengelolaan DM meliputi:
a. penyuluhan
b. perencanaan makanan
c. latihan jasmani
d. obat berkhasiat hipoglikemik.
4. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih
lanjut dan merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan
tersebut menetap.
2.2 Penyakit Jantung Koroner
2.2.1 Pengertian Penyakit Koroner
Menurut WHO World Health Organization (1997) penyakit jantung koroner
(Coronary Heart Deseases) merupakan ketidaksanggupan jantung akut maupun
kronik yang timbul karena kekurangan suplai darah pada miokardium sehubung
dengan proses penyakit pada sistem nadi koroner. Penyakit Arteri Coroner atau
penyakit jantung koroner (Coronary Artery Disease) ditandai dengan adanya endapan
lemak yang berkumpul di dalam sel yang melapisi dinding suatu arteri koroner dan
menyumbat aliran darah (128600335_file5.pdf, t.t.).
2.2.2 Faktor Risiko Jantung Koroner
Berbagai macam faktor resiko yang ada dikelompokan dalam dua bagian yaitu :
a. Faktor resiko yang dapat diubah adalah merokok, hiperlipoproteinema
(kelebihan kadar lemak dan protein), dan hiperkolesterolemia (kelebihan
kadar kolestrol), hipertensi, diabetes militus, obesitas, stres, gaya hidup,
aktivitas dan tipe kepribadian.
b. Faktor resiko yang tidak bisa diubah adalah usia, jenis kelamin, dan riwayat
keluarga dengan penderita jantung koroner (PJK).
2.2.3 Gejala dan Tanda Jantung Koroner
Seseorang kemungkinan mengalami serangan jantung, karena terjadi iskemia
miokard atau kekurangan oksigen pada otot jantung, yaitu jika mengeluhkan adanya
nyeri dada atau nyeri hebat di ulu hati (epigastrium) yang bukan disebabkan oleh
trauma, terjadi pada laki-laki berusia 35 tahun atau perempuan berusia di atas 40
tahun. Sindrom koroner akut ini biasanya berupa nyeri seperti tertekan benda berat,
rasa tercekik, ditinju, ditikam, diremas, atau rasa seperti terbakar pada dada.
Umumnya rasa nyeri dirasakan dibelakang tulang dada (sternum) disebelah kiri yang
menyebar ke seluruh dada.Rasa nyeri dapat menjalar ke tengkuk, rahang, bahu,
punggung dan lengan kiri. Keluhan lain dapat berupa rasa nyeri atau tidak nyaman di
ulu hati yang penyebabnya tidak dapat dijelaskan. Sebagian kasus disertai mual dan
muntah, disertai sesak nafas, banyak berkeringat, bahkan kesadaran menurun. Tiga
bentuk penyakit jantung ini adalah serangan jantung, angina pectoris, serta gangguan
irama jantung (MAMAT_SUPRIYONO.pdf, t.t.).
2.2.4 Pencegahan dan Penanggulangan Jantung Koroner
Mengubah gaya hidup setelah serangan jantung bisa membantu mempercepat
pemulihan. Resiko serangan berikutnya pun dapat menjadi berkurang. Berikut gaya
hidup yang harus diubah, sebagaimana yang dipaparkan oleh Dr. Mirriam Stoppard
(2010) dalam buku panduan kesehatan keluarga yaitu:
a. Berhenti Merokok
Berhenti merokok merupakan salah satu faktor terpenting dalam pencegahan
serangan jantung berikutnya.
b. Jaga berat badan ideal
Makanlah menu makanan sehat dan cobalah menjaga berat badan dalam
batas ideal sesuai tinggi badan dan postur tubuh. Kegemukan picu penyakit
jantung dan darah tinggi.
c. Hindari alkohol
Jika anda minum alkohol, minumlah dalam jumlah sedikit. Anda seharusnya
tidak minum lebih dari satu hingga dua gelas kecil anggur atau bir sehari.
Menghindari sama sekali adalah jalan yang paling aman.
d. Olahraga teratur
Bersama dengan dokter, tentukan sebuah program olahraga bertahap hingga
anda mampu melakukan olahraga sedang, seperti berenang dengan teratur
selama 30 menit atau lebih dalam satu waktu.
e. Relaksasi
Berusalah cara mempelajari cara berelaksasi dengan latihan relaksasi.
Setelah melewati periode pemulihan, anda dapat kembali kerutinitas harian.
Cobalah untuk menghindari keadaan stres tingkat tinggi.
2.3 Hipertensi
2.3.1 Pengertian Hipertensi
Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding-dinding arteri ketika
darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Tekanan darah merupakan gaya
yang diberikan darah pada dinding pembuluh darah. Tekanan ini bervariasi sesuai
pembuluh darah terkait dan denyut jantung. Tekanan darah pada arteri besar
bervariasi menurut denyutan jantung. Tekanan ini paling tinggi ketika ventrikel
berkontraksi (tekanan sistolik) dan paling rendah ketika ventrikel berelaksasi (tekanan
diastolik).
Hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir konstan pada
arteri. Hipertensi juga disebut dengan tekanan darah tinggi, dimana tekanan tersebut
dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah sehingga hipertensi ini
berkaitan dengan kenaikan tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Standar hipertensi
adalah sistolik ≥ 140 mmHg dan diastolik ≥ 90 mmHg.
2.3.2 Faktor Risiko Hipertensi
1. Faktor risiko yang dapat dikontrol
a. Usia
Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan
bertambahnya usia maka risiko hipertensi menjadi lebih tinggi. Insiden
hipertensi yang makin meningkat dengan bertambahnya usia,
disebabkan oleh perubahan alamiah dalam tubuh yang mempengaruhi
jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada usia kurang dari
35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian
prematur. Kenaikkan tekanan darah seiring bertambahnya usia
merupakan keadaan biasa. Namun apabila perubahan ini terlalu
mencolok dan disertai faktor-faktor lain maka memicu terjadinya
hipertensi dengan komplikasinya.
b. Jenis kelamin
Faktor jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya penyakit tidak
menular tertentu seperti hipertensi, di mana pria lebih banyak menderita
hipertensi dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,29 mmHg untuk
peningkatan darah sistolik. Pria mempunyai tekanan darah sistolik dan
diastolik yang tinggi dibanding wanita pada semua suku. Badan survei
dari komunitas hipertensi mengskrining satu juta penduduk Amerika
pada tahun 1973-1975 menemukan rata-rata tekanan diastolik lebih
tinggi pada pria dibanding wanita pada semua usia
c. Riwayat keluarga
Individu dengan riwayat keluarga memiliki penyakit tidak menular lebih
sering menderita penyakit yang sama. Jika ada riwayat keluarga dekat
yang memiliki faktor keturunan hipertensi, akan mempertinggi risiko
terkena hipertensi pada keturunannya. Keluarga dengan riwayat
hipertensi akan meningkatkan risiko hipertensi sebesar empat kali lipat.
Data statistik membuktikan jika seseorang memiliki riwayat salah satu
orang tuanya menderita penyakit tidak menular, maka dimungkinkan
sepanjang hidup keturunannya memiliki peluang 25% terserang
penyakit tersebut. Jika kedua orang tua memiliki penyakit tidak
menular maka kemungkinan mendapatkan penyakit tersebut sebesar
60%.
2. Faktor risiko yang tidak dapat dikontrol
a. Konsumsi garam
Garam dapur merupakan faktor yang sangat berperan dalam patogenesis
hipertensi. Garam dapur mengandung 40% natrium dan 60% klorida.
Konsumsi 3-7 gram natrium perhari, akan diabsorpsi terutama di usus
halus. Garam memiliki sifat menahan cairan, sehingga mengkonsumsi
garam berlebih atau makan makanan yang diasinkan dapat menyebabkan
peningkatan tekanan darah.
b. Konsumsi Lemak
Kebiasaan mengkonsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan
berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Penggunaan minyak
goreng lebih dari satu kali pakai dapat merusak ikatan kimia pada minyak,
dan hal tersebut dapat meningkatkan pembentukan kolesterol yang
berlebihan sehingga dapat menyebabkan aterosklerosis dan hal yang
memicu terjadinya hipertensi dan penyakit jantung.
c. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan
hipertensi, sebab rokok mengandung nikotin. Tembakau memiliki efek
cukup besar dalam peningkatan tekanan darah karena dapat menyebabkan
penyempitan pembuluh darah. Kandungan bahan kimia dalam tembakau
juga dapat merusak dinding pembuluh darah.
d. Obesitas
Obesitas merupakan suatu keadaan di mana indeks massa tubuh lebih dari
atau sama dengan 30. Makin besar massa tubuh, makin banyak pula suplai
darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan nutrisi ke jaringan
tubuh. Hal ini mengakibatkan volume darah yang beredar melalui
pembuluh darah akan meningkat sehingga tekanan pada dinding arteri
menjadi lebih besar.
e. Kurangnya aktifitas fisik
Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada orang
yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi
denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot
jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras usaha otot
jantung dalam memompa darah, makin besar pula tekanan yang
dibebankan pada dinding arteri sehingga meningkatkan tahanan perifer
yang menyebabkan kenaikkan tekanan darah (Kartikasari, t.t.)
2.3.3 Gejala dan Tanda Hipertensi
Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang
mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun
berupa:
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
tekanan darah intrakranium.
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
c. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
e. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler (Oleh & Sugiharto,
t.t.).
2.3.5 Pencegahan dan Penanggulangan Hipertensi
Dalam upaya pencegahan diperlukan identifikasi karakteristik epidemiologi
yang dapat menjadi faktor risiko hipertensi. Beberapa faktor risiko hipertensi yaitu
umur, ras/suku, urban/rural, jenis kelamin, geografis, gemuk, stress, personality type
A, diet, DM, water composition, alcohol, rokok, kopi dan pil KB (Bustan, 2000). Jadi
dalam pencegahan hipertensi dengan cara menekan faktor risiko hipertensi itu sendiri.
Pencegahan hipertensi terdiri dari pencegahan primordial, primer, sekunder
dan tersier. Pencegahan primordial adalah yang mewajibka penyelenggaraan
posyandu lansia. Pencegahan primer dilakukan dalam bentuk penyuluhan di
posyandu lansia yang dilakukan oleh nakes atau mahasiswa karena belum berjalannya
meja 4 posyandu lansia (penyuluhan oleh kader), kegiatan lainnya adalah senam
lansia.Kegiatan pencegahan sekunder lebih banyak dilakukan melalui pengukuran
tekanan darah secara rutin di Posyandu Lansia pada anggota posyandu yang memiliki
hipertensi atau tidak dan pemberian obat penurun tekanan darah kepada pasien
dengan hipertensi. Pencegahan tersier dengan memberikan rujukan akibat komplikasi
hipertensi untuk membatasi kecacatan dan kematian akibat hipertensi (Nurwidayanti
& Wahyuni, t.t.).
1. Komunikator
Komunikator adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk
berkomunikasi (Nirwan Syahputra, 2016). Dalam kegiatan ini yang menjadi
komunikator adalah Erina sebagai dokter, Adel sebagai Petruk, Kezia sebagai
Gareng, dan Gigih sebagai Bagong.
2. Komunikan
Komunikan adalah penerima pesan yang sekaligus merupakan tujuan dari
proses komunikasi. Dalam hal ini yang menjadi komunikan adalah
masayarakat kota malang. (115112015_Bab2.pdf, t.t.)
3. Pesan
Faktor risiko dari penyakit jantung koroner, hipertensi dan diabetes. Penyakit
jantung koroner, hipertensi dan diabetes dipengaruhi oleh gaya hidup yang
kurang baik, seperti contohnya kurangnya aktivitas fisik, makan makanan
yang berlebihan dan merokok.
4. Media
Penyampaian informasi kesehatan menggunakan media pagelaran wayang
kulit.
5. Dampak
Komunikan dapat memahami faktor risiko dari hipertensi, penyakit jantung
coroner dan diabetes. Sehingga ia mampu untuk mencegah dan mengatasi
penyakit dini agar tidak meningkat ke tahap selanjutnya.