Anda di halaman 1dari 14

“Sosialisasi Mengenai Penyakit Tidak Menular Terhadap Masyarakat Kota

Malang Melalui Pagelaran Wayang Kulit”


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit tidak menular (PTM), dikenal sebagai penyakit dengan
kondisi medis yang kronis, dan tidak ditularkan dari orang ke orang. Penyakit
tidak menular saat ini menjadi salah satu masalah dalam bidang kesehatan
yang menjadi masalah nasional bahkan global (Nur & Warganegara, 2016).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2007 dan Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) Tahun 1995 dan 2001, tampak bahwa selama 12
tahun (1995-2007) telah terjadi transisi epidemiologi dimana kematian karena
penyakit tidak menular semakin meningkat, sedangkan kematian karena
penyakit menular semakin menurun (Rahmayanti & Hargono, 2017).
Data WHO Tahun 2008 menunjukan bahwa dari 57 juta kematian
yang terjadi, 36 juta atau hampir dua pertiganya disebabkan oleh Penyakit
Tidak Menular (Nur & Warganegara, 2016). Di negara dengan tingkat
ekonomi rendah sampai menengah, 29% kematian yang terjadi pada
penduduk berusia kurang dari 60 tahun disebabkan oleh PTM (Nur &
Warganegara, 2016). Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, kematian
akibat penyakit tidak menular (PTM) diperkirakan akan terus meningkat
diseluruh dunia. Kematian akibat PTM utama selain penyakit kardiovaskuler
tahun 2015 adalah hipertensi sebesar 1,3 juta orang dan diabetes mellitus
sebesar 1,6 juta orang (WHO, 2017).
lndonesia saat ini sedang menghadapi transisi epidemiologi dimana
kematian karena penyakit tidak menular semakin meningkat, sedangkan
kematian karena penyakit menular semakin menurun. Terkait dengan
penyakit, Indonesia menghadapi tiga beban penyakit (triple burden of
diseases). Tiga beban penyakit itu adalah pertama, telah bergesernya penyakit
menular ke arah penyakit tidak menular, seperti penyakit jantung, gagal ginjal,
diabetes, kanker, dan sebagainya. Kedua, muncul ancaman penyakit infeksi
baru, seperti flu burung, ebola, dan TBC Resisten Obat. Ketiga, masyarakat
masih dihadapkan pada masalah penyakit menular yang belum selesai, seperti
Demam Berdarah, TBC, Malaria, HIV/AIDS, Filariasis, dan Kecacingan
(Kemenkes, 2018). Terdapat empat tipe utama penyakit tidak menular yaitu
penyakit kardiovaskuler, kanker, penyakit pernapasan kronis, dan diabetes.
Di Indonesia, penyakit jantung koroner (PJK) menjadi penyakit yang
membunuh nomor satu. PJK merupakan salah satu penyakit degeneratif yang
biasanya disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat juga sosial ekonomi
masyarakat (Iskandar, Hadi, & Alfridsyah, 2017). Penyakit jantung coroner
yaitu kondisi dimana adanya timbunan lemak di pembuluh darah arteri
coroner pada jantung yang merubah peran dan bentuk arteri dan menghambat
aliran darah menuju jantung. Dari data depkes RI 2006 menyumbang angka
mortalitas sebesar 26,4% dari total kematian di Indonesia.
Selain PJK, juga ada Diabetes Melitus atau biasa disebut diabetes
merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat pancreas tidak
memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang
diproduksi secara efektif. Insulin merupakan hormone yang mengatur
kesimbangan kadar gula darah. Terdapat 2 kategori dibabetes melitus, yaitu
diabetes tipe 1 dan tipe 2 (Infodatin, 2014). Diabetes tipe 1 disebabkan oleh
kerusakan pankreas sehingga produksi insulin berkurang, sementara tipe 2
disebabkan oleh resistensi insulin. Diabetes tipe 1 lebih banyak menyerang
pasien di bawah umur 20 tahun sehingga sering disebut juvenile onset,
sebaliknya tipe 2 menyerang usia 35 tahun ke atas atau disebut adult onset.
Penggunaan istilah juvenile onset dan adult onset saat ini sudah dihilangkan,
sebab pada kenyataannya diabetes tipe 1 dan 2 bisa menyerang usia
berapapun. Hanya saja, kecenderungannya masih sama yakni tipe satu lebih
banyak menyerang di usia muda dan tipe 2 di usia tua.
Hipertensi sering disebut sebagai silent killer dikarenakan penyakit ini
muncul sering tanpa keluhan sehingga penderita tidak tahu kalua dirinya
mengidap hipertensi. Definisi hipertensi sendiri ialah suatu kondisi dimana
terjadi kenaikan tekanan darah sistolik mencapai angka diatas sama dengan
140 mmHg dan diastolik diatas sama dengan 90 mmHg. Berdasarkan data
World Health Organization (WHO), di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang
atau 26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi. Di Indonesia sendiri,
prevalensi hipertensi mencapai 31,7% dan sekitar 60% penderita hipertensi
berakhir pada stroke (Yonata & Satria Putra Pratama, 2016).
Penyakit tidak menular ini umumnya disebabkan oleh pola hidup yang
tidak sehat. Seiring perkembangan jaman menyebabkan pergeseran pola hidup
misalnya seperti pola makan, merokok, konsumsi alkohol serta obat-obatan
hal ini seiring dengan penyakit degenerative semakin meningkat. Selain itu
kurangnya aktivitas fisik juga menambah risiko penyakit tidak menular.
Kesemua perilaku tersebut menyebabkan gangguan metabolik berupa
peningkatan tekanan darah, kelebihan berat badan/obesitas, tingginya kadar
glukosa darah, dan peningkatan kadar kolesterol yang berpengaruh terhadap
kejadian penyakit tidak menular (Nur & Warganegara, 2016).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu penyakit tidak menular?
2. Apa saja faktor risiko dari penyakit tidak menular tersebut?
3. Bagaimana strategi komunikasi kesehatan terhadap penyakit tidak
menular?
4. Bagaimana keterkaitan penyakit tidak menular dengan sosial budaya?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui mengenai penyakit tidak menular.
2. Mengetahui faktor risiko dari penyakit tidak menular.
3. Mengetahui salah satu contoh strategi komunikasi kesehatan terhadap
penyakit tidak menular.
4. Dapat menjelaskan bagaimana keterkaitan penyakit tidak menular
dengan social budaya.
1.4 Manfaat
1. Agar komunikan dapat mengetahui mengenai penyakit tidak menular.
2. Agar komunikan dapat melakukan pencegahan terhadap penyakit tidak
menular.
3. Sebagai salah satu langkah meningkatkan derajat kesehatan
komunikan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Diabetes
2.1.1 Pengertian Diabetes
Diabetes Mellitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
atau keduanya (Gustaviani, 2006). Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu penyakit
dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak
dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat. Penyakit ini dapat
menyerang segala lapisan umur dan sosial ekonomi. Di Indonesia saat ini penyakit
DM belum menempati skala prioritas utama pelayanan kesehatan walaupun sudah
jelas dampak negatifnya, yaitu berupa penurunan kualitas SDM, terutama akibat
penyulit menahun yang ditimbulkannya (Shahab, 2006) (Nindyasari, t.t.).
2.1.2 Klasifikasi Diabetes
Berdasarkan klasifikasi American Diabetes Association / World Health
Organization (ADA/WHO), Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi empat tipe
berdasarkan penyebab dan proses penyakitnya.
a. Diabetes Melitus tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Pada tipe I, sel pankreas yang menghasilkan insulin mengalami kerusakan.
Akibatnya, sel-sel β pada pankreas tidak dapat mensekresi insulin atau jika
dapat mensekresi insulin, hanya dalam jumlah kecil. Akibat sel-sel β tidak
dapat membentuk insulin maka penderita tipe I ini selalu tergantung pada
insulin. Tipe ini paling banyak menyerang orang muda di bawah umur 30
tahun. Namun, kadang-kadang tipe ini juga dapat menyerang segala umur.
b. Diabetes Melitus tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Pada tipe II, sel-sel β pankreas tidak rusak, walaupun mungkin hanya
terdapat sedikit yang normal sehingga masih bisa mensekresi insulin, tetapi
dalam jumlah kecil sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Biasanya, penderita tipe ini adalah orang dewasa gemuk diatas 40 tahun,
tetapi kadang-kadang juga menyerang segala umur. Tipe II merupakan
kondisi yang diwariskan (diturunkan). Biasanya, penderitanya mempunyai
anggota keluarga yang juga terkena. Sifat dari gen yang menyebabkan
Diabetes tipe ini belum diketahui.
c. Diabetes Melitus saat kehamilan
Diabetes Melitus saat kehamilan merupakan istilah yang digunakan untuk
wanita yang menderita Diabetes selama kehamilan dan kembali normal
setelah melahirkan. Banyak wanita yang mengalami Diabetes kehamilan
kembali normal saat postpartum (setelah kelahiran), tetapi pada beberapa
wanita tidak demikian.
d. Diabetes tipe spesifik lain
Tipe ini disebabkan oleh berbagai kelainan genetik spesifik (kerusakan
genetik sel β pankreas dan kerja insulin), penyakit pada pankreas, obat-
obatan, bahan kimia,infeksi, dan lain-lain.
2.1.3 Faktor Risiko Diabetes
Menurut Wijayakusuma (2004), penyakit Diabetes Melitus dapat disebabkan
oleh beberapa hal :
a. Pola Makan
Pola makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya Diabetes Melitus. Hal ini
disebabkan jumlah atau kadar insulin oleh sel β pankreas mempunyai
kapasitas maksimum untuk disekresikan.
b. Obesitas
Orang yang gemuk dengan berat badan melebihi 90 kg mempunyai
kecenderungan yang lebih besar untuk terserang Diabetes Melitus
dibandingkan dengan orang yang tidak gemuk.
c. Faktor genetik
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab Diabetes Melitus orang tua.
Biasanya, seseorang yang menderita Diabetes Melitus mempunyai anggota
keluarga yang juga terkena.
d. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
Bahan kimiawi tertentu dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan
radang pankreas. Peradangan pada pankreas dapat menyebabkan pankreas
tidak berfungsi secara optimal dalam mensekresikan hormon yang
diperlukan untuk metabolisme dalam tubuh, termasuk hormon insulin.
e. Penyakit dan infeksi pada pankreas
Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi pankreas
sehingga menimbulkan radang pankreas. Hal itu menyebabkan sel β pada
pankreas tidak bekerja secara optimal dalam mensekresi insulin
(J300060001.PDF, t.t.)
2.1.4 Gejala dan Tanda Diabetes
Adanya penyakit Diabetes ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dari tidak
disadari oleh penderita. Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian
ialah :
1. Keluhan Klasik
a. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu relatif singkat
harus menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah
tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar
untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga
terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya
penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.
b. Banyak kencing
Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan
banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan
sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu malam hari.
c. Banyak minum
Rasa haus sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang
keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah tafsirkan.
Dikira sebab rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja yang
berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita minum banyak.
d. Banyak makan
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisme menjadi
glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita
selalu merasa lapar.
2. Keluhan lain
a. Gangguan saraf tepi / Kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di
waktu malam, sehingga mengganggu tidur.
b. Gangguan penglihatan
Pada fase awal penyakit Diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan
yang mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali
agar ia tetap dapat melihat dengan baik.

c. Gatal / Bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau
daerah lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering pula
dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini
dapat timbul akibat hal yang sepele seperti luka lecet karena sepatu atau
tertusuk peniti.
d. Ganggua Ereksi
Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak
secara terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan
budaya masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan masalah
seks, apalagi menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang.
e. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering
ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang
dirasakan (J300060001.PDF, t.t.).
2.1.5 Pencegahan dan Pengendalian Diabetes
Pencegahan penyakit diabetes melitus dibagi menjadi empat bagian yaitu;
1. Pencegahan Premordial
Pencegahan premodial adalah upaya untuk memberikan kondisi
pada masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat
dukungan dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor risiko lainnya.
Prakondisi ini harus diciptakan denga multimitra. Pencegahan
premodial pada penyakit DM misalnya adalah menciptakan prakondisi
sehingga masyarakat merasa bahwa konsumsi makan kebarat-baratan
adalah suatu pola makan yang kurang baik, pola hidup santai atau
kurang aktivitas, dan obesitas adalah kurang baik bagi kesehatan.
2. Pencegahan Primer
Sejak dini hendaknya telah ditanamkan pengertian tentang pentingnya
kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat
menjaga badan agar tidak terlalu gemuk, dan risiko merokok bagi
kesehatan.
3. Pencegahan Sekunder
Pilar utama pengelolaan DM meliputi:
a. penyuluhan
b. perencanaan makanan
c. latihan jasmani
d. obat berkhasiat hipoglikemik.
4. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih
lanjut dan merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan
tersebut menetap.
2.2 Penyakit Jantung Koroner
2.2.1 Pengertian Penyakit Koroner
Menurut WHO World Health Organization (1997) penyakit jantung koroner
(Coronary Heart Deseases) merupakan ketidaksanggupan jantung akut maupun
kronik yang timbul karena kekurangan suplai darah pada miokardium sehubung
dengan proses penyakit pada sistem nadi koroner. Penyakit Arteri Coroner atau
penyakit jantung koroner (Coronary Artery Disease) ditandai dengan adanya endapan
lemak yang berkumpul di dalam sel yang melapisi dinding suatu arteri koroner dan
menyumbat aliran darah (128600335_file5.pdf, t.t.).
2.2.2 Faktor Risiko Jantung Koroner
Berbagai macam faktor resiko yang ada dikelompokan dalam dua bagian yaitu :
a. Faktor resiko yang dapat diubah adalah merokok, hiperlipoproteinema
(kelebihan kadar lemak dan protein), dan hiperkolesterolemia (kelebihan
kadar kolestrol), hipertensi, diabetes militus, obesitas, stres, gaya hidup,
aktivitas dan tipe kepribadian.
b. Faktor resiko yang tidak bisa diubah adalah usia, jenis kelamin, dan riwayat
keluarga dengan penderita jantung koroner (PJK).
2.2.3 Gejala dan Tanda Jantung Koroner
Seseorang kemungkinan mengalami serangan jantung, karena terjadi iskemia
miokard atau kekurangan oksigen pada otot jantung, yaitu jika mengeluhkan adanya
nyeri dada atau nyeri hebat di ulu hati (epigastrium) yang bukan disebabkan oleh
trauma, terjadi pada laki-laki berusia 35 tahun atau perempuan berusia di atas 40
tahun. Sindrom koroner akut ini biasanya berupa nyeri seperti tertekan benda berat,
rasa tercekik, ditinju, ditikam, diremas, atau rasa seperti terbakar pada dada.
Umumnya rasa nyeri dirasakan dibelakang tulang dada (sternum) disebelah kiri yang
menyebar ke seluruh dada.Rasa nyeri dapat menjalar ke tengkuk, rahang, bahu,
punggung dan lengan kiri. Keluhan lain dapat berupa rasa nyeri atau tidak nyaman di
ulu hati yang penyebabnya tidak dapat dijelaskan. Sebagian kasus disertai mual dan
muntah, disertai sesak nafas, banyak berkeringat, bahkan kesadaran menurun. Tiga
bentuk penyakit jantung ini adalah serangan jantung, angina pectoris, serta gangguan
irama jantung (MAMAT_SUPRIYONO.pdf, t.t.).
2.2.4 Pencegahan dan Penanggulangan Jantung Koroner
Mengubah gaya hidup setelah serangan jantung bisa membantu mempercepat
pemulihan. Resiko serangan berikutnya pun dapat menjadi berkurang. Berikut gaya
hidup yang harus diubah, sebagaimana yang dipaparkan oleh Dr. Mirriam Stoppard
(2010) dalam buku panduan kesehatan keluarga yaitu:
a. Berhenti Merokok
Berhenti merokok merupakan salah satu faktor terpenting dalam pencegahan
serangan jantung berikutnya.
b. Jaga berat badan ideal
Makanlah menu makanan sehat dan cobalah menjaga berat badan dalam
batas ideal sesuai tinggi badan dan postur tubuh. Kegemukan picu penyakit
jantung dan darah tinggi.
c. Hindari alkohol
Jika anda minum alkohol, minumlah dalam jumlah sedikit. Anda seharusnya
tidak minum lebih dari satu hingga dua gelas kecil anggur atau bir sehari.
Menghindari sama sekali adalah jalan yang paling aman.
d. Olahraga teratur
Bersama dengan dokter, tentukan sebuah program olahraga bertahap hingga
anda mampu melakukan olahraga sedang, seperti berenang dengan teratur
selama 30 menit atau lebih dalam satu waktu.
e. Relaksasi
Berusalah cara mempelajari cara berelaksasi dengan latihan relaksasi.
Setelah melewati periode pemulihan, anda dapat kembali kerutinitas harian.
Cobalah untuk menghindari keadaan stres tingkat tinggi.
2.3 Hipertensi
2.3.1 Pengertian Hipertensi
Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding-dinding arteri ketika
darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Tekanan darah merupakan gaya
yang diberikan darah pada dinding pembuluh darah. Tekanan ini bervariasi sesuai
pembuluh darah terkait dan denyut jantung. Tekanan darah pada arteri besar
bervariasi menurut denyutan jantung. Tekanan ini paling tinggi ketika ventrikel
berkontraksi (tekanan sistolik) dan paling rendah ketika ventrikel berelaksasi (tekanan
diastolik).
Hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir konstan pada
arteri. Hipertensi juga disebut dengan tekanan darah tinggi, dimana tekanan tersebut
dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah sehingga hipertensi ini
berkaitan dengan kenaikan tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Standar hipertensi
adalah sistolik ≥ 140 mmHg dan diastolik ≥ 90 mmHg.
2.3.2 Faktor Risiko Hipertensi
1. Faktor risiko yang dapat dikontrol
a. Usia
Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan
bertambahnya usia maka risiko hipertensi menjadi lebih tinggi. Insiden
hipertensi yang makin meningkat dengan bertambahnya usia,
disebabkan oleh perubahan alamiah dalam tubuh yang mempengaruhi
jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada usia kurang dari
35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian
prematur. Kenaikkan tekanan darah seiring bertambahnya usia
merupakan keadaan biasa. Namun apabila perubahan ini terlalu
mencolok dan disertai faktor-faktor lain maka memicu terjadinya
hipertensi dengan komplikasinya.
b. Jenis kelamin
Faktor jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya penyakit tidak
menular tertentu seperti hipertensi, di mana pria lebih banyak menderita
hipertensi dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,29 mmHg untuk
peningkatan darah sistolik. Pria mempunyai tekanan darah sistolik dan
diastolik yang tinggi dibanding wanita pada semua suku. Badan survei
dari komunitas hipertensi mengskrining satu juta penduduk Amerika
pada tahun 1973-1975 menemukan rata-rata tekanan diastolik lebih
tinggi pada pria dibanding wanita pada semua usia
c. Riwayat keluarga
Individu dengan riwayat keluarga memiliki penyakit tidak menular lebih
sering menderita penyakit yang sama. Jika ada riwayat keluarga dekat
yang memiliki faktor keturunan hipertensi, akan mempertinggi risiko
terkena hipertensi pada keturunannya. Keluarga dengan riwayat
hipertensi akan meningkatkan risiko hipertensi sebesar empat kali lipat.
Data statistik membuktikan jika seseorang memiliki riwayat salah satu
orang tuanya menderita penyakit tidak menular, maka dimungkinkan
sepanjang hidup keturunannya memiliki peluang 25% terserang
penyakit tersebut. Jika kedua orang tua memiliki penyakit tidak
menular maka kemungkinan mendapatkan penyakit tersebut sebesar
60%.
2. Faktor risiko yang tidak dapat dikontrol
a. Konsumsi garam
Garam dapur merupakan faktor yang sangat berperan dalam patogenesis
hipertensi. Garam dapur mengandung 40% natrium dan 60% klorida.
Konsumsi 3-7 gram natrium perhari, akan diabsorpsi terutama di usus
halus. Garam memiliki sifat menahan cairan, sehingga mengkonsumsi
garam berlebih atau makan makanan yang diasinkan dapat menyebabkan
peningkatan tekanan darah.
b. Konsumsi Lemak
Kebiasaan mengkonsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan
berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Penggunaan minyak
goreng lebih dari satu kali pakai dapat merusak ikatan kimia pada minyak,
dan hal tersebut dapat meningkatkan pembentukan kolesterol yang
berlebihan sehingga dapat menyebabkan aterosklerosis dan hal yang
memicu terjadinya hipertensi dan penyakit jantung.
c. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan
hipertensi, sebab rokok mengandung nikotin. Tembakau memiliki efek
cukup besar dalam peningkatan tekanan darah karena dapat menyebabkan
penyempitan pembuluh darah. Kandungan bahan kimia dalam tembakau
juga dapat merusak dinding pembuluh darah.
d. Obesitas
Obesitas merupakan suatu keadaan di mana indeks massa tubuh lebih dari
atau sama dengan 30. Makin besar massa tubuh, makin banyak pula suplai
darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan nutrisi ke jaringan
tubuh. Hal ini mengakibatkan volume darah yang beredar melalui
pembuluh darah akan meningkat sehingga tekanan pada dinding arteri
menjadi lebih besar.
e. Kurangnya aktifitas fisik
Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah. Pada orang
yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi
denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot
jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras usaha otot
jantung dalam memompa darah, makin besar pula tekanan yang
dibebankan pada dinding arteri sehingga meningkatkan tahanan perifer
yang menyebabkan kenaikkan tekanan darah (Kartikasari, t.t.)
2.3.3 Gejala dan Tanda Hipertensi
Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang
mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun
berupa:
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
tekanan darah intrakranium.
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
c. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
e. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler (Oleh & Sugiharto,
t.t.).
2.3.5 Pencegahan dan Penanggulangan Hipertensi
Dalam upaya pencegahan diperlukan identifikasi karakteristik epidemiologi
yang dapat menjadi faktor risiko hipertensi. Beberapa faktor risiko hipertensi yaitu
umur, ras/suku, urban/rural, jenis kelamin, geografis, gemuk, stress, personality type
A, diet, DM, water composition, alcohol, rokok, kopi dan pil KB (Bustan, 2000). Jadi
dalam pencegahan hipertensi dengan cara menekan faktor risiko hipertensi itu sendiri.
Pencegahan hipertensi terdiri dari pencegahan primordial, primer, sekunder
dan tersier. Pencegahan primordial adalah yang mewajibka penyelenggaraan
posyandu lansia. Pencegahan primer dilakukan dalam bentuk penyuluhan di
posyandu lansia yang dilakukan oleh nakes atau mahasiswa karena belum berjalannya
meja 4 posyandu lansia (penyuluhan oleh kader), kegiatan lainnya adalah senam
lansia.Kegiatan pencegahan sekunder lebih banyak dilakukan melalui pengukuran
tekanan darah secara rutin di Posyandu Lansia pada anggota posyandu yang memiliki
hipertensi atau tidak dan pemberian obat penurun tekanan darah kepada pasien
dengan hipertensi. Pencegahan tersier dengan memberikan rujukan akibat komplikasi
hipertensi untuk membatasi kecacatan dan kematian akibat hipertensi (Nurwidayanti
& Wahyuni, t.t.).

BAB 3. RENCANA PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1 Jenis Kegiatan


Kegiatan yang akan dilakukan yaitu sosialisasi mengenai penyakit tidak
menular. Sasaran target yang akan dituju adalah masyarakat di Kota Malang.
Penyakit tidak menular merupakan penyakit dengan prevalensi yang tinggi di
Indonesia. Penyakit-penyakit menular yang kami ambil yaitu hipertensi, diabetes
mellitus dan penyakit jantung koroner. Faktor gaya hidup seperti pola konsumsi dan
aktivitas sehari-hari menjadi faktor risiko terhadap timbulnya penyakit-penyakit tidak
menular ini.
3.2 Rencana Kegiatan
Sosialisasi akan dilakukan dengan metode pagelaran wayang kulit sebagai alat
promosi kesehatan. Dalam pagelaran wayang kulit sederhana ini akan membahas
mengenai penyakit tidak menular dengan karakter wayang Petruk, Gareng dan Semar.
Selain membahas mengenai penyakit, kami juga akan memberikan informasi
mengenai gejala yang sering dialami oleh para penderita penyakit tersebut, faktor
risiko serta pencegahan dan pengobatan dalam video tesebut yang dikemas dalam
sebuah pagelaran wayang kulit. Kami menggunakan wayang sebagai strategi dalam
upaya sosialisasi penyakit tidak menular ini dikarenakan pagelaran wayang
merupakan hal yang digemari oleh masyarakat di Kota Malang. Selain hal tersebut,
pendekatan budaya yang akan kami lakukan yaitu dengan menggunakan bahasa Jawa
yang merupakan bahasa yang banyak digunakan sehari-hari khususnya oleh
masyarakat di Kota Malang dengan tujuan agar informasi yang disampaikan lebih
mudah dipahami.
Tujuan dari dilaksanakannya sosialisasi ini adalah untuk memberikan edukasi
dan pengetahuan kepada masyarakat mengenai penyakit-penyakit menular yang
banyak terjadi di Indonesia. Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan masyarakat Kota Malang mengenai penyakit menular
sehingga mereka dapat menjaga perilaku hidup sehat bagi diri mereka dan dapat
menjaga kesehatan diri. Selain itu, diharapkan dengan bertambahnya pengetahuan
juga dapat meningkatkan kewaspadaan diri bagi para masyarakat agar selalu menjaga
kesehatan dirinya dan dapat meningkatkan status kesehatan masyarakat di masa yang
akan datang. Sosialisasi akan dilaksanakan dengan penanggung jawab adalah seluruh
anggota kelompok.
Sebagai gambaran mengenai pagelaran wayang yang akan dipertunjukan,
maka kami membuat contoh pagelawan wayang dalam bentuk video yang dapat
diakses dalam link sebagai berikut :
https://drive.google.com/file/d/1DmD768LnegPraL-
Js2PPaGvzVXa9GGzX/view?usp=sharing

BAB IV UNSUR DALAM KOMUNIKASI KESEHATAN

1. Komunikator
Komunikator adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk
berkomunikasi (Nirwan Syahputra, 2016). Dalam kegiatan ini yang menjadi
komunikator adalah Erina sebagai dokter, Adel sebagai Petruk, Kezia sebagai
Gareng, dan Gigih sebagai Bagong.
2. Komunikan
Komunikan adalah penerima pesan yang sekaligus merupakan tujuan dari
proses komunikasi. Dalam hal ini yang menjadi komunikan adalah
masayarakat kota malang. (115112015_Bab2.pdf, t.t.)
3. Pesan
Faktor risiko dari penyakit jantung koroner, hipertensi dan diabetes. Penyakit
jantung koroner, hipertensi dan diabetes dipengaruhi oleh gaya hidup yang
kurang baik, seperti contohnya kurangnya aktivitas fisik, makan makanan
yang berlebihan dan merokok.
4. Media
Penyampaian informasi kesehatan menggunakan media pagelaran wayang
kulit.
5. Dampak
Komunikan dapat memahami faktor risiko dari hipertensi, penyakit jantung
coroner dan diabetes. Sehingga ia mampu untuk mencegah dan mengatasi
penyakit dini agar tidak meningkat ke tahap selanjutnya.

BAB V HUBUNGAN SOSIOKULTURAL


Wayangan ini berkaitan dengan kegiatan pengabdian masyarakat untuk
masyarakat yang bertujukan untuk menghibur sekaligus mengedukasi masyarakat.
Kami memberikan pesan-pesan kesehatan di dalamnya karena wayang itu merupakan
salah satu dari beberapa media yang diyakini mampu meningkatkan pengetahuan
masyarakat. Menggunakan wayang kulit sebagai sarana sosialisasi kesehatan seperti
penyakit diabetes, penyakit jantung koroner, hipertensi. Metode sosialisasi kesehatan
dengan wayang kulit ini merupakan sebuah metode interaktif karena masyarakat yang
menjadi sasaran tidak hanya merasa terhibur, namun juga terdapat informasi yang
penting untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat.
Media wayang kulit mempunyai potensi sebagai media perubahan perilaku
masyarakat seperti terlihat dari pernyataan informan menyatakan bahwa masyarakat
kita masih memegang teguh nilai budaya yang tinggi dengan pertunjukan wayang
yang didalamnya mengandung banyak nilai dapat merubah perilaku masyarakat
dalam kehidupan begitupun dengan kesehatan dan didukung oleh informan wayang
kulit bisa digunakan sebagai untuk merubah perilaku masyarakat khususnya terkait
dengan kesehatan karena wayang kulit sudah sangat dekat dengan masyarakat maka
dari itu kita sisipkan materi-materi tentang kesehatan dalam pertunjukan wayang.
Hubungan budaya khususnya melalui wayang kulit masyarakat akan lebih mudah dan
menerapkannya dalam kehidupan sehinga diharapkan nantinya dapat perubahan
tingkah laku masyarakat terkait dengan kesehatan.
Pemahaman masyarakat yang rendah tentang penyakit jantung koroner,
hipertensi, dan obesitas yang tercermin juga dalam pertunjukkan wayang. Dalam
pertunjukkan wayang disajikan berbagai gambaran mengenai kondisi masyarakat
yang kurang memahami tentang penyakit tersebut. Upaya perubahan perilaku
masyarakat dapat melalui pengetahuan yang dimiliki oleh agen perubahan sehingga
agen perubahan menyebarkan informasi kepada masyarakat sekitar. Adanya
penyebaran informasi pada masyarakat menyebabkan masyarakat memahami tentang
apa yang disampaikan oleh pertanyakan wayang sehingga masyarakat akan meyakini
bahwa hal tersebut merupakan sebuah kebenaran yang harusnya dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Infodatin. (2014). Waspada Diabetes.
Iskandar, Hadi, A., & Alfridsyah. (2017). Faktor Risiko Terjadinya Penyakit Jantung
Koroner Pada Pasien Rumah Sakit Umum Meuraxa Banda Aceh. AcTion
Journal, 2, 32–42.
Kemenkes. (2018). HKN ke-54, Masyarakat Diminta Waspadai Segala Jenis
Penyakit.
Nur, N. N., & Warganegara, E. (2016). Faktor Risiko Perilaku Penyakit Tidak
Menular. Majority, 5, 88–94.
Rahmayanti, E., & Hargono, A. (2017). IMPLEMENTASI SURVEILANS FAKTOR
RISIKO PENYAKIT TIDAK MENULAR BERBASIS POSBINDU
BERDASARKAN ATRIBUT SURVEILANS (Studi di Kota Surabaya). Jurnal
Berkala Epidemiologi, 5, 276–285.
WHO. (2017). State of health inequality: Indonesia. Switzerland: WHO Document
Production Services, Geneva.
Yonata, A., & Satria Putra Pratama, A. (2016). Hipertensi sebagai Faktor Pencetus
Terjadinya Stroke. Majority, 5, 17–21.

Kartikasari, A.N., n.d. LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH


104.
MAMAT_SUPRIYONO.pdf, n.d.
Nindyasari, N.D., n.d. UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN MEMPEROLEH
GELAR SARJANA KEDOKTERAN 31.
Nurwidayanti, L., Wahyuni, C.U., n.d. ANALISIS PENGARUH PAPARAN ASAP
ROKOK DI RUMAH PADA WANITA TERHADAP KEJADIAN
HIPERTENSI. Jurnal Berkala Epidemiologi 1, 10.
Oleh, D., Sugiharto, A., n.d. FAKTOR-FAKTOR RISIKO HIPERTENSI GRADE II
PADA MASYARAKAT (Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar) 160.
Nirwan Syahputra, 2016. Karakteristik Komunikator Efektif dalam Komunikasi
Antar.
128600335_file5.pdf, n.d.
J300060001.PDF, n.d.
115112015_Bab2.pdf, n.d.

Anda mungkin juga menyukai