Anda di halaman 1dari 7

UAS HUKUM LINGKUNGAN

Dosen : Tommy Hendra Purwaka, Ph.D

Boby B. Pratama/1606860193

1a. Pihak-pihak yang bertanggung jawab;


i. Pemerintah Daerah, karena minimnya sistem peraturan dan pengawasan perlindungan
lahan hutan dan gambut.
ii. Masyarakat Lokal, karena kebutuhan lahan pertanian dan pembukaan lahan pertanian
dengan biaya rendah.
iii. Perusahaan swasta, sebagian pelaku perusahaan sawit yang melakukan pembukaan
lahan dengan membakar hutan

1b. Identifikasi Undang-undang;


i. UU no. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pada undang-undang ini dijelaskan pada pasal 56 ayat 1 bahwa setiap pelaku usaha
perkebunan dilarang membuka /mengelola lahan dengan cara membakar sampah dan
sanksi yang diberikan bagi badan usaha yang melanggar tertera pada pasal 108.
ii. UU no. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Pada Pasal 50 ayat 3 dimana larangan setiap orang dilarang membakar hutan, dan pasal
78 tentang sanksi yang melanggar ketentuan tersebut.
iii. UU no. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan
Pada undang-undang ini dijelaskan pada pasal 56 ayat 1 bahwa setiap pelaku usaha
perkebunan dilarang membuka /mengelola lahan dengan cara membakar sampah dan
sanksi yang diberikan bagi badan usaha yang melanggar tertera pada pasal 108.

1c. Pertanggungjawaban aspek Tata Usaha Negara, aspek pidana, dan aspek perdata;
Aspek Tata Usaha Negara

Aspek TUN berfokus terhadap perbuatan yang dilakukan. Salah satunya dalam penegakan
hokum lingkungan ialah Bestuursdwang. Bestuursdwang (paksaan pemerintahan) diuraikan
sebagai tindakan nyata dari pengusaha yang mengakhiri suatu keadaan yang dilarang oleh suatu
kaidah hukum administrasi atau (bila masih) melakukan apa yang seharusnya ditinggalkan oleh
Boby B. Pratama/1606860193
Kebijakan Publik/ Tommy Hendra Purwaka, Ph.D

para warga karena bertentangan dengan undang-undang. Sanksi administratif dapat berupa
teguran tertulis, pembekuan izin lingkungan, pencabutan izin lingkungan dan penghentian
sementara kegiatan.

Aspek Pidana

Sanksi pidana yang berupa denda atau pidana penjara;

i. UU no. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan


a. Pasal 78 ayat 3
Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 50 ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah)
b. Pasal 78 ayat 4
Barang siapa karena kelalaiannya melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 ayat (3) huruf d, diancam dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus
juta rupiah)
ii. UU no. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
a. Pasal 98 ayat 1-3, pasal 99 ayat 1-3 dan pasal 108
iii. UU no. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan
a. Pasal 108
Setiap Pelaku Usaha Perkebunan yang membuka dan/atau mengolah lahan dengan
cara membakar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Aspek Perdata

Sanksi Perdata diterapkan apabila terjadi dampak yang timbul dan nyata-nyata merugikan
kepentingan manusia termasuk bukti melakukan perusakan/pencemaran lingkungan hidup.
Bila disyaratkan harus terdapat unsur kerugian yang diderita manusia, maka tidak ada
pertanggungjawaban hukum dengan dasar Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Namun
demikian, UUPLH mengakui kewenangan organisasi yang bergerak di bidang lingkungan
hidup memiliki ius standi untuk mewakili melakukan gugatan, organisasi LH mengajukan
Boby B. Pratama/1606860193
Kebijakan Publik/ Tommy Hendra Purwaka, Ph.D

gugatan ke pengadilan sekalipun tidak ada unsur kerugian manusia. Dalam hal ini bisa diwakili
oleh organisasi lingkungan hidup atau yang bergerak di bidang tersebut, sehingga lingkungan
hidup mempunyai hak untuk dilindungi (Hardja Soematri: 2005:406).

2. Penegakan hokum lingkungan sosial yang bersifat pencegahan dan penindakan;

2a. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan melalui proses Advokasi dan Diseminasi Informasi.

i. Kegiatan advokasi, pemerintah memberikan sosialisasi bahaya penyalahgunaan Narkotika


di lingkungan pelajar, mahasiswa, instansi pemerintah dan swasta, serta masyarakat.
ii. Pada kegiatan Diseminasi Informasi, pemerintah memfokuskan kegiatan pada
penyebarluasan informasi tentang bahaya penyalahgunaan Narkotika melalui:
a. Media komunikasi (videotron, media televisi, radio, pesan layanan masyarakat, media
cetak serta, buku komik, majalah serta melalui media luar ruang (billboard, spanduk,
balon udara, banner outdoor running text) dan,
b. Melalui kampanye massif yang dikemas dalam berbagai aktivitas (pagelaran seni
budaya)

2b. Penindakan
Dalam penegakan hukum yang bersifat Penindakan, pemerintah beserta aprat hokum
mengungkap kasus peredaran gelap Narkotika serta meringkus jaringan sindikat Narkotika
baik nasional maupun internasional. Selain mengungkap Tindak pidana Narkotika, BNN
juga mengungkap Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait bisnis peredaran gelap
Narkotika.

3. Landasan hokum skenario pembangunan tanggul laut raksasa


Skenario 1:

Peningkatan kepadatan penduduk Jakarta dapat dikendalikan karena buffer zone atau kota
satelit Jakarta juga ikut berkembang. Penataan kawasan Pesisir Jakarta Utara juga dapat
dikelola dengan baik. Kawasan konservasi juga berjalan sebagaimana fungsinya. Pemerintah
daerah juga mampu menjalankan fungsinya sebagai pengawas dan pengendali penataan
Boby B. Pratama/1606860193
Kebijakan Publik/ Tommy Hendra Purwaka, Ph.D

ruangnya. Dengan demikian, tanggul raksasa di Pantai Utara Jakarta dapat berfungsi dengan
efektif untuk menanggulangi permasalahan banjir dan rob serta penurunan tanah.

Dasar Hokum:

i. Undang-Undang No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, dan


ii. Undang- Undang No.27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil

Skenario 2:

Peran pemerintah daerah serupa dengan skenario 1, tetapi belum terdapat mekanisme
pengelolaan DAS sehingga ekstensifikasi lahan untuk pembangunan vila-vila dan perumahan
elit di bagian hulu DAS Ciliwung-Cisadane tidak terkendali, maka banjir di DKI Jakarta belum
dapat diselesaikan. Lingkungan hidup di daerah rawan banjir semakin mengalami degradasi
dan juga kerusakan. Hal ini membuat pembangunan tanggul raksasa di Pantai Utara Jakarta
menjadi tidak bermanfaat untuk menanggulangi banjir DKI Jakarta.

Dasar Hokum:

i. Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan


Hidup, dan
ii. Undang- Undang No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil, Peraturan Presiden No. 122 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil Indonesia

Skenario 3:

Dengan terlampauinya batas daya dukung lingkungan DKI Jakarta, dan kebutuhan tempat
tinggal yang tidak terkendali membuat pemerintah daerah kehilangan kendali atas fungsinya
sebagai pengawas dan pengendali penataan ruang. Hal ini membuat penurunan tanah di
kawasan pesisir menjadi semakin tinggi, begitu juga dengan banjir dan rob selalu datang setiap
tahun. Perubahan iklim juga akan semakin memperburuk kejadian bencana alam karena curah
hujan yang sangat tinggi akan mengakibatkan banjir besar di hampir seluruh bagian wilayah
DKI Jakarta. Tanggul raksasa di Pantai Utara Jakarta pun tidak mampu mengendalikan banjir,
kenaikan air laut dan juga erosi pantai sehingga kualitas lingkungan pesisir DKI Jakarta
semakin memburuk.
Boby B. Pratama/1606860193
Kebijakan Publik/ Tommy Hendra Purwaka, Ph.D

Dasar Hokum:

i. Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan


Hidup

Skenario 4:

Pemerintah daerah DKI Jakarta dan Pemerintah Kabupaten/ Kota di sekitarnya mampu
berkoordinasi dengan baik dalam melaksanakan pengelolaan wilayah dalam hal pengendalian
banjir. Setiap daerah melakukan normalisasi sungai. Pengendalian tata ruang di bagian hulu
dapat terkontrol dengan optimal. Sehingga tingkat eksploitasi daya dukung lingkungan dapat
ditekan. Pembangunan tanggul raksasa dapat memberi hasil yang optimal dalam pengelolaan
bencana banjir. Belum terdapatnya mekanisme pengelolaan eksploitasi air tanah dan
mekanisme pencegahan penurunan tanah, menyebabkan penurunan tanah di kawasan pesisir
DKI Jakarta tetap tinggi.

Dasar Hokum:

i. Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan


Hidup,
ii. Undang- Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dan
iii. Peraturan Pemerintan No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai.

4. Legal compliance stake holders terhadap hokum lingkungan dan kebijakan public;
i. Tahap Internasional;
a. Ikut meratifikasi Protokol Kyoto Tahun 1992 dan meratifikasi Konvensi Kerangka Kerja
PBB tentang perubahan iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change
/ UNFCCC)
ii. Tahap Nasional;
a. Menyesuaikan hasil ratifikasi menjadi Undang-undang Nomor 6 Tahun 1994 dan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 dan menyusun Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(PPLH).
b. Mencanangkan Rencana Aksi Nasional (RAN) dalam menghadapi dampak perubahan
iklim. Rencana Aksi Nasional menargetkan bahwa pada tahun 2025 penggunaan energi
baru terbarukan seperti pembangkit tenaga air, angin, surya, bio
massa, biofuel mencapai 17%. Rencana Aksi Nasional menuntut sektor-sektor terkait
Boby B. Pratama/1606860193
Kebijakan Publik/ Tommy Hendra Purwaka, Ph.D

seperti Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kehutanan, Perikanan dan Kelautan,
Pertanian, Industri, Pariwisata, Lingkungan Hidup bekerja bersama menghadapi
perubahan iklim.
c. Pembentukan Komisi Nasional Mekanisme Pembangunan Bersih (Komnas MPB)
berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 206/05 sebagai Designated
National Authority (DNA) yang bertujuan untuk memberikan persetujuan nasional
terhadap usulan kegiatan proyek CDM (Clean Development Mechanism) yang telah
memenuhi kriteria pembangunan berkelanjutan. Komnas MPB beranggotakan 9
departemen yang diketuai oleh Deputi III Menteri Lingkungan Hidup.
d. Peraturan Menteri ESDM Nomor 002/2006 tentang Pengusahaan Pembangkit Listrik
Tenaga Energi Terbarukan Skala Menengah Monitoring emisi pencemaran udara untuk
sektor industri yang telah dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup melalui program
PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan) dan sektor transportasi
melalui program langit biru untuk uji emisi kendaraan bermotor.

5. Undang-undang yang perlu diperhatikan;


i. Peraturan pemerintah Nomor 142 tahun 2015 tentang kawasan Industri,
Mengatur mulai dari izin usaha kawasan industri (IUKI) hingga Tata Tertib Kawasan
Industri, peraturan yang ditetapkan oleh Perusahaan Kawasan Industri, yang mengatur
hak dan kewajiban Perusahaan Kawasan Industri, perusahaan pengelola Kawasan
Industri, dan Perusahaan Industri dalam pengelolaan dan pemanfaatan Kawasan
Industri.
ii. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 7 tahun 2014 tentang Kerugian
Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup,
Pasal 2,3 dan 4 yang membahas tentang kerugian lingkungan hidup akibat
dilampauinya Baku Mutu Lingkungan Hidup, valuasi ekonomi lingkungan dan
pencemaran/kerusakan lingkungan.

Undang-undang lain yang terkait, diantaranya;


i. Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
ii. Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air
iii. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 37 tahun 2003 tentang Metoda
Analisis Kualitas Air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air Permukaan
Boby B. Pratama/1606860193
Kebijakan Publik/ Tommy Hendra Purwaka, Ph.D

iv. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 110 tahun 2003 tentang
Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemar Air Pada Sumber Air
v. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 111 tahun 2003 tentang
Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan serta Pedoman Kajian Pembuagan
Air Limbah ke Air atau Sumber Air.
vi. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 112 tahun 2003 tentang Baku Mutu
Air Limbah Domestik
vii. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 52 tahun 1995 tentang Baku
Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel
viii. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 27 tahun 1999 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
ix. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 11 tahun 2006 tentang Jenis
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup
x. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 86 tahun 2002 tentang
Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup
xi. Peraturan Pemerintah nomor 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum
xii. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 16/PRT/M/2008 tentang
Kebijakan Strategis Air Limbah

Anda mungkin juga menyukai