PENDAHULUAN
Pada dasarnya terjadinya perkembangan ilmu dan teknologi dengan pesat itu
dikarenakan oleh hasrat/rasa ingin tahu (curiosity) yang dimiliki oleh manusia dan dapat
dinyatakan sebagai “modal” nya yang sangat berharga. Betapa tidak, dapat pula
dibayangkan “bagaimana jadinya” bila manusia tidak memiliki rasa ingin tahu, ia akan
statis, jumud dan tidak akan dapat berkembang sebagai manusia normal. Dalam
kehidupannya dapat dikatakan manusia penuh dengan “pergumulan” antara munculnya
pertanyaan dan pencarian jawaban atas pertanyaannya itu, betapapun sederhana bentuk dan
kualitas pertanyaan itu. Sehingga secara filosofis para filsuf menyebut manusia sebagai
makhluk tukang tanya2 dan itulah bedanya antara – menurut mereka – manusia dengan yang
bukan manusia. Hasrat ingin tahu itu, memungkinkan manusia untuk mempergunakan indera
dan kemampuan berpikirnya bagi kepentingan mengenal dan memahami segala sesuatu yang
“ada” dan “yang mungkin ada” dilingkungan sekitarnaya. Persentuhan indera manusia
dengan alam akan menghasilkan pengetahuan-pengalaman. Pengalaman-pengalaman khusus
dan dialami oleh banyak manusia sebagai pengalaman yang sama menjadi pengalaman yang
bersifat umum dan akan berlaku umum pula. Pengalaman umum tersebut tidak hanya
bersifat individual
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui maksud pengetahuan dan keyakinan.
2. Untuk mengetahui sumber-sumber pengetahuan.
3. Untuk mengetahui kebenaran ilmiah.
BAB II
PEMBAHASAN
Keyakinan adalah suatu sikap yang ditunjukkan manusia saat dia merasa cukup
tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran. Maksudnya adalah
orang akan merasa yakin kalau apa yang mereka ketahui adalah benar. Jadi,
keyakinan adanya suatu kebenaran. Ada dua istilah yang berhubungan dengan
keyakinan dan pengetahuan, yaitu:
1. Magic power (kekuatan magis) = Fenomena kekuatan gaib. Orang yang lebih percaya
pada sesuatu yang aneh (karena tidak tahu sebabnya) sebagai kekuatan magis
2. Naturalisme: Sesuatu yang alami.
Pengetahuan dan keyakinan adalah dua hal yang cukup berlawanan. Meskipun
begitu padadasarnya ada keterikatan yang kuat antara pengetahuan dan keyakinan. Baik
pengetahuan maupun keyakinan sama-sama merupakan sikap mental seseorang dalam
hubungan pada objek tertentu yang disadarinya. Dalam keyakinan objek yang disadari
Dari hal diatas dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara pengetahuan dan
keyakinan. Keyakinan bisa saja keliru namun tetap sah dianut sebagai keyakinan. Apa
yang disadari bisa saja tidak ada dalam kenyataan. Sebaliknya, pengetahuan tidak bisa
salah atau keliru apabila pengetahuan salah maka tidak dapat dianggap sebagai
pengetahuan. Dalam pengetahuan, objek yang dikaji harus benar-benar ada.
Pendapat yang pertama, ada tidaknya pengetahuan dapat dibuktikan dengan sadar
tidak sadarnya pihak bersangkuta bahwa dia tahu. Pihak bersangkutan harus memiliki
kesadaran bahwa dia sadar akan sesuatu. Misalnya, seseorang sadar bahwa ia sadar
dibelakangnya ada almari. Sebaliknya, sedikit berbeda dengan pendapat pertama.
Pendapat kedua menyebutkan supaya ada pengetahuan tidak ada kesadaran bahwa subjek
itu tahu. Dalam beberapa kasus kita tahu meskipun seringkali kita tidak sadar bahwa kita
tahu.
Dapat disimpulkan dari bahasan diatas, ada keterikatan kuat antara pengetahuan
dan keyakinan. Pengetahuan pada dasarnya selalu mengandung keyakinan, keyakinan
akan pengetahuan itu sendiri.
B. Sumber Pengetahuan
1. Indera
Indera digunakan untuk berhubungan dengan dunia fisik atau lingkungan di sekitar
kita. Indera ada bermacam-macam; yang paling pokok ada lima (panca indera), yakni
Pengetahuan lewat indera disebut juga pengalaman, sifatnya empiris dan terukur.
Kecenderungan yang berlebih kepada alat indera sebagai sumber pengetahuan yang
utama, atau bahkan satu-satunya sumber pengetahuan, menghasilkan aliran yang
disebut empirisisme, dengan pelopornya John Locke (1632-1714) dan David Hume
dari Inggris. Mengenai kesahihan pengetahuan jenis ini, seorang empirisis sejati akan
mengatakan indera adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat dipercaya,
dan pengetahuan inderawi adalah satu-satunya pengetahuan yang benar.
2. Akal
Akal atau rasio merupakan fungsi dari organ yang secara fisik bertempat di dalam
kepala, yakni otak. Akal mampu menambal kekurangan yang ada pada indera. Akallah
yang bisa memastikan bahwa pensil dalam air itu tetap lurus, dan bentuk bulan tetap
bulat walaupun tampaknya sabit. Keunggulan akal yang paling utama adalah
kemampuannya menangkap esensi atau hakikat dari sesuatu, tanpa terikat pada fakta-
fakta khusus. Akal bisa mengetahui hakekat umum dari kucing, tanpa harus
mengaitkannya dengan kucing tertentu yang ada di rumah tetangganya, kucing hitam,
kucing garong, atau kucing-kucingan.
Pengetahuan yang diperoleh dengan akal bersifat rasional, logis, atau masuk akal.
Pengutamaan akal di atas sumber-sumber pengetahuan lainnya, atau keyakinan bahwa
akal adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang benar, disebut aliran rasionalisme,
dengan pelopornya Rene Descartes (1596-1650) dari Prancis. Seorang rasionalis
umumnya mencela pengetahuan yang diperoleh lewat indera sebagai semu, palsu, dan
menipu.
Intuisi disebut juga ilham atau inspirasi. Meskipun pengetahuan intuisi hadir begitu
saja secara tiba-tiba, namun tampaknya ia tidak jatuh ke sembarang orang, melainkan
hanya kepada orang yang sebelumnya sudah berpikir keras mengenai suatu masalah.
Ketika seseorang sudah memaksimalkan daya pikirnya dan mengalami kemacetan,
lalu ia mengistirahatkan pikirannya dengan tidur atau bersantai, pada saat itulah intuisi
berkemungkinan muncul. Oleh karena itu intuisi sering disebut supra-rasional atau
suatu kemampuan yang berada di atas rasio, dan hanya berfungsi jika rasio sudah
digunakan secara maksimal namun menemui jalan buntu.
Pengutamaan hati sebagai sumber pengetahuan yang paling bisa dipercaya dibanding
sumber lainnya disebut intuisionisme. Mayoritas filosof Muslim memercayai
kelebihan hati atas akal. Puncaknya adalah Suhrawardi al-Maqtul (1153-1192) yang
mengembangkan mazhab isyraqi (iluminasionisme), dan diteruskan oleh Mulla Shadra
(w.1631). Di Barat, intuisionisme dikembangkan oleh Henry Bergson.
Selain itu, ada sumber pengetahuan lain yang disebut wahyu. Wahyu adalah
pemberitahuan langsung dari Tuhan kepada manusia dan mewujudkan dirinya dalam
kitab suci agama. Namun sebagian pemikir Muslim ada yang menyamakan wahyu
dengan intuisi, dalam pengertian wahyu sebagai jenis intuisi pada tingkat yang paling
tinggi, dan hanya nabi yang bisa memerolehnya.
Dalam tradisi filsafat Barat, pertentangan keras terjadi antara aliran empirisisme dan
rasionalisme. Hingga awal abad ke-20, empirisisme masih memegang kendali dengan
kuatnya kecenderungan positivisme di kalangan ilmuwan Barat. Sedangkan dalam
10 | T e o r i T e n t a n g P e n g e t a h u a n - H u m a n i o r a
tradisi filsafat Islam, pertentangan kuat terjadi antara aliran rasionalisme dan
intuisionisme (iluminasionisme, ‘irfani), dengan kemenangan pada aliran yang kedua.
Dalam kisah perjalanan Nabi Khidir a.s. dan Musa a.s., penerimaan Musa atas
tindakan-tindakan Khidir yang mulanya ia pertanyakan dianggap sebagai kemenangan
intuisionisme. Penilaian positif umumnya para filosof Muslim atas intuisi ini
kemungkinan besar dimaksudkan untuk memberikan status ontologis yang kuat pada
wahyu, sebagai sumber pengetahuan yang lebih sahih daripada rasio.
4. Logika
Logika adalah cara berpikir atau penalaran menuju kesimpulan yang benar. Aristoteles
(384-322 SM) adalah pembangun logika yang pertama. Logika Aristoteles ini,
menurut Immanuel Kant, 21 abad kemudian, tidak mengalami perubahan sedikit pun,
baik penambahan maupun pengurangan.Aristoteles memerkenalkan dua bentuk logika
yang sekarang kita kenal dengan istilah deduksi dan induksi. Logika deduksi, dikenal
juga dengan nama silogisme, adalah menarik kesimpulan dari pernyataan umum atas
hal yang khusus. Contoh terkenal dari silogisme adalah:
- Semua manusia akan mati (pernyataan umum, premis mayor)
- Isnur manusia (pernyataan antara, premis minor)
- Isnur akan mati (kesimpulan, konklusi)
Logika induksi adalah kebalikan dari deduksi, yaitu menarik kesimpulan dari
pernyataan-pernyataan yang bersifat khusus menuju pernyataan umum. Contoh:
- Isnur adalah manusia, dan ia mati (pernyataan khusus)
- Muhammad, Asep, dll adalah manusia, dan semuanya mati (pernyataan antara)
- Semua manusia akan mati (kesimpulan)
C. Kebeneran Ilmiah
Salah satu pokok yang fundamental dan senantiasa aktual dalam pergumulan
hidup manusia merupakan upaya mempertanyakan dan membahasakan kebenaran.
11 | T e o r i T e n t a n g P e n g e t a h u a n - H u m a n i o r a
Kebenaran boleh dikata merupakan tema yang tak pernah tuntas untuk diangkat ke ranah
akal (dan batin) manusia. Kebenaran menurut arti leksikalnya adalah keadaan (hal) yang
cocok dengan keadaan (hal) yang sesungguhnya. Itu berarti kebenaran merupakan tanda
yang dihasilkan oleh pemahaman (kesadaran) yang menyatu dalam bahasa logis, jelas
dan terpilah-pilah. Kebenaran ilmiah tidak bisa dilepaskan dari makna dan fungsi ilmu itu
sendiri sejauh mana dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia. Di samping itu
proses untuk mendapatkannya haruslah melalui tahap-tahap metode ilmiah.
Kebenaran dapat dipahami berdasarkan tiga hal yakni, kualitas pengetahuan,
sifat/karakteristik dari bagaimana cara atau dengan alat apakah seseorang membangun
pengetahuan itu, dan nilai kebenaran pengetahuan yang dikaitkan atas ketergantungan
terjadinya pengetahuan itu.
Kualitas pengetahuan dapat dibagi dalam empat macam, yaitu:
1. Pengetahuan biasa: sifatnya subjektif, artinya amat terikat pada subjek yang
mengenal; memiliki sifat selalu benar, sejauh sarana untuk memeperoleh
pengetahuan bersifat normal atau tidak ada penyimpangan.
2. Pengetahuan ilmiah: bersifat realtif, artinya kandungan kebenaran ini selalu
mendapatkan revisi atau diperkaya oleh hasil penemuan yang paling mutakhir.
3. Pengetahuan filsafati: bersifat absolut-intersubjektif, artinya selalu merupakan
pendapat yang selalu melekat pada pandangan filsafat seorang pemikir filsafat itu
serta selalu mendapt pembenaran dari filsuf kemudian yang mengunakan metodologi
pemikiran yang sama pula.
4. Pengetahuan agama: bersifat dogmatis, artinya pernyataan dalam agama selalu
dihampiri oleh keyakinan yang telah tertentu sehingga pernyataan-pernyataan dalam
kitab-kitab suci agama memiliki nilai kebenaran sesuai dengan keyakinan yang
digunakan untuk memahaminya itu.
12 | T e o r i T e n t a n g P e n g e t a h u a n - H u m a n i o r a
pendekatan yang digunakan dalam mencari kebenaran. Kebenaran positivistik
dilandaskan pada diketemukannya frekuensi tinggi atau variansi besar, sedangkan pada
fenomenologik kebenaran dibuktikan berdasar diketemukan yang esensial, pilah dari
yang non-esensial atau eksemplar, dan sesuai dengan skema moral tertentu. Dengan
demikian, benar epistemologik menjadi berbeda dengan benar substantif. Benar
positivistik berbeda dengan benar fenomenologik, berbeda dengan benar realisme
metafisik. Bagi positivisme sesuatu itu benar bila ada korespondensi antara fakta yang
satu dengan fakta yang lain. Bagi fenomena baru dapat dinyatakan benar setelah diuji
korespondensinya dengan yang dipercayainya (belief). Pragmatisme mengakui
kebenaran, bila faktual berfungsi.
2. Teori kebenaran koherensi: Kebenaran ditemukan dalam relasi antara proposisi baru
dengan proposisi yang sudah ada. Suatu pengetahuan, teori, pernyataan, proposisi
atau hipotesis dianggap benar kalau sejalan dengan pengetahuan, teori, proposisi atau
hipotesis lainnya, yaitu kalau proposisi itu meneguhkan dan konsisten dengan
proposisi sebelumnya yang dianggap benar (Keraf dan Dua M, 2001: 88). Dengan
kata lain pernyataan dianggap benar jika pernyataan itu bersifat konsisten dengan
pernyataan lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu yang koheren menurut
logika. Sebagai contoh, pernyataan “semua manusia pasti akan mati” adalah
pernyataan yang benar, maka jika ada pernyataan bahwa saya pasti akan mati adalah
pernyataan benar karena saya adalah manusia.
13 | T e o r i T e n t a n g P e n g e t a h u a n - H u m a n i o r a
3. Teori kebenaran pragmatis: Teori pragmatis dicetuskan oleh filsuf pragmatis dari
Amerika Serikat Charles S. Peirce (1839-1914) dalam sebuah makalah yang terbit
pada tahun 1878 yang berjudul “How to Make our Ideals Clear”. Teori ini kemudian
dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang kebanyakan adalah berkebangsaan
Amerika yang menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan dengan filsafat Amerika.
Ahli-ahli filsafat ini di antaranya adalah William James (1842-1910), John Dewey
(1859-1952), George Herbert Mead (1863-1931) dan C.I. Lewis (Suriasumantri,
1984:57). Bagi kaum pragmatis kebenaran adalah sama artinya dengan kegunaan.
Ide, konsep, pengetahuan, atau hipotesis yang benar adalah ide yang berguna. Ide
yang benar adalah ide yang paling mampu memungkinkan seseorang (berdasarkan
ide itu) melakukan sesuatu secara paling berhasil dan tepat guna. Berhasil dan
berguna adalah kriteria utama untuk menentukan apakah suatu ide itu benar atau
tidak.
4. Teori kebenaran sintaksis: Teori ini berpangkal pada keteraturan gramatika yang
dipakai oleh suatu pernyataan tata-bahasa yang melekat. Jadi suatu pernyataan
bernilai benar jika mengikutu aturan gramatika yang baku. Teori ini berkembang
diantara para filsuf bahasa, terutama yang ketat terhadap pemakaian gramatika
seperti Friederich Schleiermacher.
5. Teori kebenaran semantic: Teori ini dianut oleh faham filsafat analitika bahasa yang
dikembangkan pasca filsafat Bertrand Russel sebagai tokoh pemula filsafat Analitika
Bahasa. Menurut teori ini, suatu pernyataan dianggap benar ditinjau dari segi arti
atau makna. Hal ini hendak menekankan bahwa suatu pernyataan benar jika
pernyataan tersebut memiliki arti.
14 | T e o r i T e n t a n g P e n g e t a h u a n - H u m a n i o r a
7. Teori kebenaran logis yang berlebihan: Teori ini mempunyai pemahaman bahwa
masalah kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa dan hal ini mengakibatkan
adanya suatu pemborosan karena pada dasarnya pernyataaan yang hendak dibuktikan
kebenarannya memiliki derajat logik yang sama dari masing-masing yang
melingkupinya.
15 | T e o r i T e n t a n g P e n g e t a h u a n - H u m a n i o r a
Kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang sesuai dengan fakta dan mengandung isi
pengetahuan. Pada saat pembuktiannya kebenaran ilmiah harus kembali pada status
ontologis objek dan sikap epistemologis (dengan cara dan sikap bagaimana pengetahuan
tejadi) yang disesuaikan dengan metodologisnya. Hal yang penting dan perlu mendapat
perhatian dalam hal kebenaran ilmiah yaitu bahwa kebenaran dalam ilmu harus selalu
merupakan hasil persetujuan atau konvensi dari para ilmuwan pada bidangnya masing-
masing. Kebenaran ditemukan dalam pernyataan-pertanyaan yang sah, dalam ketidak-
tersembunyian (aleteia). Kebenaran adalah kesatuan dari pengetahuan dengan yag
diketahui, kesatuan subjek dengan objek, dan kesatuan kehendak dan tindakan.
Kebenaran sering dianggap sebagai sesuatu yang harus “ditemukan” atau direbut melalui
pembedaan antara kebenaran dengan ketidakbenaran.
BAB III
16 | T e o r i T e n t a n g P e n g e t a h u a n - H u m a n i o r a
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sangat jelas seperti yang dijelaskan diatas bahwa bahwa ada perbedaan antara
pengetahuan dan keyakinan. Keyakinan bisa saja keliru namun tetap sah dianut sebagai
keyakinan. Apa yang disadari bisa saja tidak ada dalam kenyataan. Sebaliknya, pengetahuan
tidak bisa salah atau keliru apabila pengetahuan salah maka tidak dapat dianggap sebagai
pengetahuan. Dalam pengetahuan, objek yang dikaji harus benar-benar ada dan ada
keterikatan kuat antara pengetahuan dan keyakinan. Pengetahuan pada dasarnya selalu
mengandung keyakinan, keyakinan akan pengetahuan itu sendiri. Sumber pengetahuan itu
sendiri diperoleh dari indera, akal, hati intuisi dan logika. Kebenaran boleh dikata
merupakan tema yang tak pernah tuntas untuk diangkat ke ranah akal (dan batin) manusia.
Kebenaran menurut arti leksikalnya adalah keadaan (hal) yang cocok dengan keadaan (hal)
yang sesungguhnya. Itu berarti kebenaran merupakan tanda yang dihasilkan oleh
pemahaman (kesadaran) yang menyatu dalam bahasa logis, jelas dan terpilah-pilah.
Kebenaran ilmiah tidak bisa dilepaskan dari makna dan fungsi ilmu itu sendiri sejauh mana
dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia. Di samping itu proses untuk
mendapatkannya haruslah melalui tahap-tahap metode ilmiah.
3.2 Saran
Sebagai mahasiswi kebidanan kita harus mengetahui teori tentang pengetahuan agar
bisa mengetahui tentang pengetahuan dan keyakinan, sumber pengetahuan dan kebenaran
ilmiah.
17 | T e o r i T e n t a n g P e n g e t a h u a n - H u m a n i o r a