Anda di halaman 1dari 39

RESPONSI

TIROTOKSIKOSIS
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS RESPONSI KEPANITERAAN DI
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

Disusun oleh
Bella Aicia 4151181409

Preseptor :
Eddy Harjadi, dr., Sp.PD

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2020
2

Nama penderita : Ny. Rodiah Ruangan : XI


Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 45 Tahun
Jabatan/Pekerjaan : Ibu Rumah tangga No. RM : 277017
Alamat : Jl. Baros Pasar Cimahi Agama : Islam
Tgl periksa : 9 Januari 2020 Tgl dirawat : 7 Januari 2020

I. ANAMNESIS

KELUHAN UTAMA : Berdebar–debar

ANAMNESA KHUSUS :
Keluhan berdebar–debar sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan
berdebar–debar dirasakan terus–menurus pada saat aktivitas maupun beristirahat.
Keluhan berdebar– debar dirasakan lebih hebat saat sedang beraktivitas.
Pasien menjadi mudah lelah dan sesak setelah melakukan aktivitas rumah
tangga seperti menyapu halaman rumah. Pasien merasa lebih nyaman berada pada
ruangan atau lingkungan dengan hawa dingin. Pasien merasa lebih sering
berkeringat dan telapak tangan terasa lembab. Keluhan juga disertai dengan
tangan gemetar. Pasien merasa nafsu makannya meningkat tetapi berat badan
pasien menurun dalam 2 bulan terakhir, awalnya 63 kg saat ini menjadi 52 kg.
Keluhan disertai dengan adanya benjolan pada leher yang dirasakan sejak 2 bulan
yang lalu. Sejak 1 bulan yang lalu pasien merasa bonjolan di lehernya semakin
membesar, dan dirasakan nyeri. Keluhan juga disertai dengan sering BAB, pasien
BAB >5x sehari. Pasien juga mengeluhan lemah badan, pusing dan mata
berkunang-kunang.
Keluhan tidak disertai dengan demam yang tinggi, mual, muntah, diare,
penurunan kesadaran. Keluhan berdebar–debar tidak disertai dengan sakit dada.
Satu bulan yang lalu pasien di rawat di bangsal saraf RS Dustira dengan
diagnosa stroke. Dokter saraf mengatakan bahwa pasien juga mengalami
pembesaran kelenjar tiroid. Lalu pasien dianjurkan untuk berobat ke Poliklinik
Penyakit Dalam.
3

Saat ini di rumah sakit, pasien diberikan obat Propanolol. Terdapat riwayat
penyakit serupa pada keluarga pasien, yaitu ayah pasien pernah mengalami
keluhan yang serupa

a. Keluhan keadaaan umum


Panas badan : Tidak ada
Tidur : Tidak ada
Edema : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Haus : Tidak ada
Nafsu makan : Meningkat
Berat badan : Menurun

b. Keluhan organ kepala


Penglihatan : Tidak ada
Hidung : Tidak ada
Lidah : Tidak ada
Gangguan menelan : Tidak ada
Pendengaran : Tidak ada
Mulut : Tidak ada
Gigi : Tidak ada
Suara : Tidak ada

c. Keluhan organ di leher


Rasa sesak di leher : Tidak ada
Pembesaran kelenjar : Ada, kelenjar Tiroid
Kaku kuduk : Tidak ada

d. Keluhan organ di thorax


Sesak napas : Tidak ada
Nyeri dada : Tidak ada
4

Napas berbunyi : Tidak ada


Batuk : Tidak ada
Jantung berdebar : Tidak ada

e. Keluhan organ di perut


Nyeri lokal : Tidak ada
Nyeri tekan : Tidak ada
Nyeri seluruh perut : Tidak ada
Nyeri berhubungan dengan
Makanan : Tidak ada
b.a.b : Tidak ada
haid : Tidak ada
Perasaan tumor perut: Tidak ada
Muntah-muntah : Tidak ada
Diare : Tidak ada
Obstipasi : Tidak ada
Tenesmi ad ani : Tidak ada
Perubahan dlm b.a.b : Tidak ada
Perubahan dlm b.a.k : Tidak ada
Perubahan dlm haid : Tidak ada

f. Keluhan tangan dan kaki


Rasa kaku : Tidak ada
Rasa lelah : Tidak ada
Nyeri otot/sendi : Tidak ada
Claudicatio intermitten: Tidak ada
Kesemutan/baal-baal : Tidak ada
Patah tulang : Tidak ada
Nyeri belakang sendi lutut: Tidak ada
Nyeri tekan : Tidak ada
Luka/bekas luka : Tidak ada
5

Bengkak : Tidak ada


g. Keluhan-keluhan lain
Kulit : Tidak ada
Ketiak : Tidak ada
Keluhan kel. limfe : Tidak ada
Keluhan kel. Endokrin ;
Haid : Tidak ada
D.M : Tidak ada
Tiroid : Ada
lain-lain : Tidak ada

ANAMNESA TAMBAHAN
a. Gizi : kualitas : Cukup
kuantitas : Cukup
b. Penyakit menular : Tidak ada
c. Penyakit turunan : Tidak ada
d. Ketagihan : Tidak ada
e. Penyakit venerik : Tidak ada
6

B. STATUS PRAESEN
I. KESAN UMUM
a. Keadaan Umum
Kesadarannya : Compos mentis
Watak : Kooperatif
Kesan sakit : Sakit sedang
Pergerakan : Kurang aktif
Tidur : Terlentang, menggunakan 1 bantal
Tinggi Badan : 158 cm
Berat Badan : 52 kg
Bentuk badan : Asthenicus
Keadaan gizi : 20,82
Gizi kulit : Cukup
Gizi otot : Cukup
Umur yang ditaksir : Sesuai
Kulit : Sawo matang

b. Keadaan sirkulasi
Tekanan darah kanan : 12/80 mmHg
Tekanan darah kiri : 120/80 mmHg
Nadi kanan : 120x/menit, regular, equal, isi cukup
Nadi kiri : 120x/menit, regular, equal, isi cukup
Suhu : 36,5C
Sianosis : Tidak ada
Keringat dingin : Tidak ada

c. Keadaan pernafasan
Tipe : Abdominothorakal
Frekuensi : 20 x/ menit
Corak : Normal
Hawa/bau napas : Normal
7

Bunyi nafas : Tidak ada

PEMERIKSAAN KHUSUS
a. Kepala
1. Tengkorak
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada kelainan
2. Muka
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada kelainan
3. Mata
Letak : Simetris, eksoftalmus - / -
Kelopak Mata : Edema (-/-)
Kornea : Jernih
Refleks Kornea :+/+
Pupil : Simetris, bulat, isokor
Reaksi Konvergensi : + / +
Lensa mata : Jernih, Katarak - / -
Sklera : Ikterik - / -
Konjungtiva : Anemis + / +
Iris : Tidak ada kelainan
Pergerakan : Normal ke segala arah
Reaksi Cahaya : Direk + / +, Indirek +/+
Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Telinga
Inspeksi : Simetris, tidak ada kelainan
Palpasi : Tidak ada kelainan
Pendengaran : Tidak ada kelainan
5. Hidung
Inspeksi : PCH(-) Tidak ada kelainan
8

 Sumbatan : Tidak ada


 Ingus : Tidak ada
6. Bibir
Sianosis : Tidak ada
Kheilitis : Tidak ada
Stomatitis angularis : Tidak ada
Rhagaden : Tidak ada
Perleche : Tidak ada
Pursed lips breathing : Tidak ada
7. Gigi dan gusi : Tidak ada kelainan
8. Lidah
- Besar : Normal
- Bentuk : Tidak ada kelainan
- Pergerakan : Tidak ada kelainan
- Permukaan :Mukosa basah, permukaan berpapila, tepi tidak
hiperemis
9. Rongga Mulut
- Hiperemis : Tidak ada
- Lichen : Tidak ada
- Aphtea : Tidak ada
- Bercak : Tidak ada
10.Rongga leher
- Selaput lendir : Tidak ada kelainan
- Dinding belakang pharynx : Tidak ada kelainan
- Tonsil : T1-T1, tenang
b. Leher
-Inspeksi
Trachea : Tidak terlihat deviasi
Kelenjar Tiroid : Terlihat pembesaran
Pembesaran vena : Tidak terlihat pembesaran
Pulsasi vena leher : Tidak terlihat
9

-Palpasi
· Kel. Getah bening : Tidak teraba membesar
· Kelenjar Tiroid : Ada, teraba membesar bilateral, simetris
kiri dan kanan, nyeri
· Tumor : Tidak ada
· Otot leher : Tidak ada kelainan
· Kaku kuduk : Tidak ada
· Tekanan vena jugular : 5 + 2 cm H2O
· Hepato Jugular refluks : Negatif
c. Ketiak
-Inspeksi
· Rambut ketiak : Tidak ada kelainan
· Tumor : Tidak ada
-Palpasi
· Kel. Getah bening : Tidak teraba pembesaran
· Tumor : Tidak ada
d. Pemeriksaan thorax
Thorax depan
1. Inspeksi
- Bentuk umum : Simetris
- Sela iga : Tidak melebar, tidak menyempit
- Sudut epigastrium : <90
- Diameter frontal & sagital : diameter frontal < diameter sagital
- Pergerakan : Simetris, tidak ada yang tertinggal
- Muskulatur : Normal
- Kulit : Normal
- Tumor : Tidak ada
- Ictus cordis : Tidak terlihat
- Pulsasi lain : Tidak ada
- Pelebaran vena : Tidak ada
10

2. Palpasi
- Kulit : Tidak ada kelainan
- Muskulatur : Tidak ada kelainan
- Mammae : Tidak ada kelainan
- Sela iga : Tidak melebar, tidak menyempit
- Paru kanan kiri
Pergerakan : Simetris Simetris
Vocal fremitus : Normal Normal
- Ictus cordis : Teraba
· Lokalisasi : ICS V 2 jari ke medial linea
midclavicularis sinistra
· Intensitas : Normal
· Pelebaran : Tidak ada pelebaran
· Thrill : Tidak ada
3. Perkusi
- Paru kanan kiri
· Suara perkusi : Sonor / Sonor
· Batas paru hepar : ICS VI linea midclavicularis dextra
· Peranjakan : 1 sela iga
- Jantung
Batas atas : ICS II linea sternalis sinistra
Batas kanan : ICS V linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V 2 jari ke medial linea midclavicularis
sinistra
4. Auskultasi
- Paru-paru Kanan Kiri
Suara pernafasan pokok : Vesikuler = Vesikuler
Suara tambahan : Wheezing -/-
Ronkhi -/-
Vocal resonansi : Normal = Normal
11

- Jantung
· Irama : Regular
· bunyi jantung pokok : M1 > M2 P1 < P2
T1 > T2 A1 < A2 A2 < P2
· Bunyi jantung tambahan : S3 S4 tidak ada
· Bising jantung : Murmur (-)
· Bising gesek jantung : Tidak ada

Thorax belakang
1. Inspeksi
- Bentuk : Simetris
- Pergerakan : Simetris, tidak ada yang tertinggal
- Kulit : Normal
- Muskulatur : Normal
2. Palpasi kanan kiri
- Muskulatur : Normal Normal
- Sela iga : Tidak melebar, tidak menyempit ka=ki
- Vocal fremitus : Normal = Normal
3. Perkusi kanan kiri
- Perkusi perbandingan : Sonor Sonor
- Batas bawah : vertebra Th. X vertebra Th. XI
- Peranjakan : 1 sela iga 1 sela iga
4. Auskultasi kanan kiri
- Suara pernapasan : Vesikuler = Vesikuler
- Suara tambahan : Wheezing -/-
Ronkhi -/-
- Vocal resonance : normal = normal
12

e. Abdomen
1. Inspeksi
Bentuk : Datar
Muskulatur : Normal
Kulit : Normal
Umbilicus : Tidak ada kelainan
Pergerakan usus : Tidak terlihat
Pulsasi : Tidak ada
Venektasi : Tidak ada
2. Auskultasi
- Bising usus : (+) 10 x/m Normal
- Bruit : Tidak ada
- Lain – lain : Tidak ada kelainan
3. Perkusi
Suara perkusi : Tympani
Ascites : Tidak ada
Pekak samping : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pekak pindah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Fluid wave : Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Palpasi
- Dinding perut : Lembut
- Nyeri tekan lokal : Tidak ada
- Nyeri tekan difus : Tidak ada
- Nyeri lepas : Tidak ada
- Defance muskular : Tidak ada
- Hepar : Tidak teraba
· Besar :-
· Konsistensi :-
· Permukaan :-
· Tepi :-
· Nyeri tekan :-
13

- Lien : Tidak teraba


· Pembesaran :-
· Kosistensi :-
· Permukaan :-
· Insisura :-
· Nyeri tekan :-
- Tumor/massa : Tidak teraba
- Ginjal : Tidak teraba, Nyeri tekan : - / -
- Pemeriksaan Ballotement : - / -

f. CVA(Costo vertebral angel) : Nyeri ketok - / -

g. Lipat paha
1. Inspeksi
- Tumor : Tidak ada
- Kel. Getah bening : Tidak tampak membesar
- Hernia : Tidak ada
2. Palpasi
- Tumor : Tidak ada
- Kel. Getah bening : Tidak teraba membesar
- Hernia : Tidak ada
- Pulsasi A. Femoralis : Ada
3. Auskultasi
- A. Femoralis : Normal, bruit vaskular (-/-)

h. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan


i. Sacrum : Edema (-)
j. Anus & Rectum : Tidak dilakukan pemeriksaan
k. Ekstremitas ( anggota gerak ) atas bawah
1. Inspeksi
- Bentuk : Simetris Simetris
14

- Pergerakan : Tidak terbatas, tremor (+) Tidak Terbatas


- Kulit : Normal
- Otot – otot : Normal Normal
- Edema : -/- - /-
- Clubbing finger : Tidak ada
- Palmar eritem : Tidak ada
2. Palpasi
Nyeri tekan : Tidak ada Tidak ada
Tumor : Tidak ada Tidak ada
Edema : Tidak ada Tidak ada
Pulsasi arteri : Ada Tidak ada
l. Sendi-sendi
Inspeksi
- Kelainan bentuk : Tidak ada
- Tanda radang : Tidak ada
- Lain-lain : Tidak ada kelainan
Palpasi
- Nyeri tekan : Tidak ada
- Fluktuasi : Tidak ada
- Lain-lain : Tidak ada kelainan
m. Neurologik
Refleks fisiologis
KPR :+/+
APR :+/+
Refleks patologis :-/-
Rangsang meningen : Tidak ada
Sensorik :+ / +
15

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
a. Hematologi
• Hb : 9,6 gr%
• Leukosit : 4,9 x 103 /uL
• Eritrosit : 6,8 x 106/uL
• Hematokrit : 28,6 %
• Trombosit : 447.000 /uL
Hitung Jenis
• Basofil : 0,3%
• Eosinofil : 0,9 %
• Neutrofil Segmen : 38,6 %
• Limfosit : 51,0 %
• Monosit : 9,2 %
MCV,MCH,MCHC
• MCV : 58,1 fL
• MCH : 19,5 Pq
• MCHC : 33,6 g/dL
• RDW : 16,6 %
b. Tiroid
 TSHS : <0,01 uIU/ml
 FT4 : 54,40 ng/dl
16

RESUME
Pada anamnesis lebih lanjut didapatkan :
Seorang wanita berusia 45 tahun, datang dengan keluhan berdebar–debar
sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan berdebar – debar dirasakan terus–menerus pada
saat aktivitas maupun berisitirahat. Keluhan berdeba–debar dirasakan lebih hebat
saat sedang beraktivitas.
Pasien menjadi mudah lelah dan sesak setelah melakukan aktivitas rumah
tangga seperti menyapu halaman rumah. Pasien merasa lebih nyaman berada pada
ruangan atau lingkungan dengan hawa dingin. Pasien merasa lebih sering gugup,
lebih sering berkeringat dan telapak tangan terasa lembab. Keluhan juga dirasakan
adanya tangannya sering gemetar. Pasien juga merasakan lebih sering makan
tetapi berat badan pasien menurun dalam 2 bulan. Sejak 1 bulan yang lalu pasien
merasakan adanya pembesaran pada lehernya, namun tidak nyeri. Keluhan juga
disertai dengan sering BAB, pasien BAB >5x sehari. Pasien juga mengeluhan
lemah badan, pusing dan mata berkunang-kunang.
Riwayat pengobatan 1 bulan yang lalu pasien di rawat di bangsal saraf RS
Dustira dengan diagnose stroke. Dokter saraf mengatakan bahwa pasien juga
mengalami pembesaran kelenjar tiroid. Lalu pasien dianjurkan untuk berobat ke
Poliklinik Penyakit Dalam. Saat ini di rumah sakit, pasien diberikan obat
Propanolol. Riwayat penyakit serupa pada keluarga tidak ada.

Pada pemeriksaan fisik lebih didapatkan:


Keadaan umum : Kesadaran : Composmentis
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Vital sign : Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 120x / menit reguler, equal, isi cukup.
Pernapasan : 20x / menit
Suhu : 36,5 oC
Sianosis : Tidak ada
Keringat dingin : Tidak ada
17

Pada pemeriksaan fisik lebih lanjut didapatkan :


Kepala Mata : Sklera : ikterik -/-
Konjungtiva : anemis +/+
Eksoftalmus : - / -
Leher : JVP : 5 + 2 cmH2O
: KGB : tidak teraba
: Tiroid : teraba membesar bilateral, simetris
kiri dan kanan, nyeri
Thorak : Bentuk dan gerak simetris
Cor : BJ S1 S2 murni regular, murmur (-)
Batas jantung kiri 2 jari ke medial linea midclavicularis sinistra
Pulmo: Gerak simetris, VBS normal kanan=kiri,
ronkhi -/-, wheezing-/-
Abdomen : Datar, umbilikus menjorok kedalam, bising usus 10x/m
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas ( anggota gerak ) : ekstremitas atas : Tremor (+/+)

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :


Hematologi
• Hb : menurun
• Leukosit : Normal
• Eritrosit : Normal
• Hematokrit : Normal
Hitung Jenis
• Basofil : Normal
• Eosinofil : Normal
• Neutrofil Segmen : Normal
• Limfosit : Meningkat
• Monosit : Normal
18

MCV,MCH,MCHC
• MCV : menurun
• MCH : menurun
• MCHC : Norma
Tiroid
 TSHS : Menurun <0,01 uIU/ml
 FT4 : Menigkat 54,40 ng/dl

IV. DIAGNOSIS DIFERENSIAL


1. Hipertiroid ec Graves Disease + Anemia
2. Hipertiroid ec Goiter Multinodular Toksik +Anemis
3. Hipertiroid ec Adenoma Toksik + Anemia
V. DIAGNOSIS KERJA
1. Hipertiroid ec Graves Disease + Anemia
VI. USUL PEMERIKSAAN
1. Morfologi darah tepi
2. Fe serum, TIBC

VII. PENGOBATAN
Non-farmakologi:
1. Tirah baring
2. Mengurangi aktivitas fisik yang berlebih
Farmakologi:
1. PTU 3 x 200 mg
2. Propanolol 2 x 20 mg
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
19

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 ANATOMI KELENJAR TIROID


Kelenjar tiroid berasal dari kantung faring pertama dan kedua dari lapisan
germinativum endoderm, terbentuk pada minggu keempat dimana diawali dari
pembentukan divertikulum, lalu membesar dan tumbuh ke arah bawah, seiring
dengan pertumbuhan dan pergerakan ke arah bawah terbentuk duktus tiroglosus
yang akhirnya memisahkan diri dari faring.

Gambar 1. Embriologi kelenjar tiroid

Kelenjar tiroid terletak dibelakang musculus sternothyroideus dan musculus


sternoyoideus setinggi vertebra cervicalis V sampai Vertebra thoracica I. Kelenjar
ini terdiri dari lobus dexter dan sinister yang terletak anterlateral terhadap larynx
20

dan trachea. Kedua lobus dihubungkan dengan isthmus yang biasanya terletak
didepan cartilagines tracheales II-III. Kelenjar tiroid terbungkus dalam capsula
fibrosa yang tipis. Di sebelah luar capsula fibrosa ini terdapat selubung longgar
yang berasal dari fascia pretrachealis sehingga pada setiap gerakan menelan selalu
diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar ke arah kranial, yang merupakan
khas kelenjar tiroid. Setiap lobus tiroid yang berbentuk lonjong berukuran
panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm. Berat kelenjar tiroid
dipengaruhi oleh berat badan dan masukan yodium.

Gambar 2 Vaskularisasi Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid yang vaskularisasinya amat luas, memperoleh darah dari


arteri thyroidea superior dan arteri thyroidea inferior pembuluh-pembuluh ini
terletak antara capsula fibrosa dan fascia pretrachealis.Arteria thyroidea superior,
cabang pertama arteri carotis externa, melintas turun ke kutub atas masing-masing
lobus kelenjar tiroid, menembus fascia pretrachealis, dan membentuk ramus
glandularis anterior dan ramus glandularis posterior, Arteria thyroidea inferior,
cabang truncus thyrocervicalis, melintas ke superomedial di belakang sarung
karotis dan mencapai aspek posterior glandula thyroidea. Arteria thyroidea
inferior terpecah menjadi cabang – cabang yang menembus fascia pretrachealis
dan memasok darah ke kutub bawah kelenjar tiroid. pembuluh darah balik,
21

terdapat vena tiroidea superior dan vena tiroidea media yang bermuara ke v.
jugularis interna dan vena tiroidea inferior yang bermuara ke v. brachiocephalica)
Setiap folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala kapiler dan limfatik, sering
kali mengitari arteri-arteri, dan berhubungan dengan anyaman pembuluh limfe
kapsular. sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular yang
menyatu dipermukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior.
Inervasi untuk kelenjar tiroid adalah nervus vagus dan nervus laryngeal recurrent.
Inervasi dari kelenjar tiroid ini bersifat vasomotor, yaitu tidak berpengaruh dalam
pengeluaran kelenjar tiroid.
Aliran darah ke kelenjar tiroid diperkirakan 5ml/gram kelenjar/menit; dalam
keadaan hipertiroidisme aliran ini akan meningkat sehingga dengan stetoskop
terdengar bising dengan jelas di ujung bawah kelenjar.
Secara anatomis dari dua pasang kelenjar paratiroid, sepasang kelenjar
paratiroid menempel di belakang lobus superior tiroid dan sepasang lagi di lobus
medius, sedangkan nervus laringeus rekuren berjalan di sepanjang trakea
dibelakang tiroid.
Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas dengan
pleksus trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini ke arah nodus pralaring yang tepat
berada di atas ismus menuju ke kelenjar getah bening brakiosefalik dan sebagian
ada yang langsung ke duktus torasikus. Hubungan getah bening ini penting untuk
menduga penyebaran keganasan yang berasal dari kelenjar tiroid.

1.2 Histologi Kelenjar Tiroid


Kelenjar tiroid terdiri dari folikel-folikel yang disusun oleh sel folikuler
pada bagian tepinya dan ruang folikel yang merupakan koloid berisi gelatinosa.
Selain itu terdapat sel parafolikuler (sel C) yang berada di antara sel folikuler
maupun diantara folikel, dimana ukurannya lebih besar dibandingkan sel folikuler
dan tampak lebih pucat dengan pulasan HE. Folikel satu dengan lainnya
dipisahkan oleh jaringan ikat tipis, yang selain mengandung serat retikulin, juga
banyak mengandung kapiler yang dibutuhkan untuk mendistribusikan produksi
hormon dari kelenjar tiroid, sehingga disebut juga jaringan ikat fibrovaskuler. Sel
22

folikuler berbentuk kolumnar apabila dirangsang oleh TSH dan pipih apabila
keadaan tidak terangsang/istirahat, fungsinya menghasilkan hormone T3 dan T4.
Sedangkan sel parafolikuler berfungsi menghasilkan hormon kalsitonin yang
berperan dalam mengatur homeostasis kadar kalsium darah.

Gambar 3 Histologi Kelenjar Tiroid

Pada keadaan tirotoksikosis, sediaan histopatologi akan memperlihatkan


foliker tiroid dengan ukuran yang bervariasi dari besar-kecil, dan pada umumnya
berisi koloid. Pada beberapa tempat di pinggir folikel, tampak daerah kosong
seperti vakuola (massa koloid yang diabsorbsi oleh sel-sel folikuler) yang
menandakan sel tersebut hiperaktif (scalloping). Pada stroma terlihat serbukan sel-
sel radang, dan inti masih dalam batas normal, namun biasanya karena proses
adaptasi sel, akan terlihat sel folikuler mengalami hiperplasia.

1.3 Fisiologi Kelenjar Tiroid


Tiroid mensekresikan dua macam hormone utama, yakni Tiroksin (T4) dan
triiodotironin (T3). Keduan hormone ini sangat meningkatkan kecepatan
metabolisme tubuh. Kekurangan sekresi tiroid total biasanya menyebabkan
penurunan kecepatan metabolisme basal kira-kira 40 sampai 50 persen di bawah
23

normal, dan bila kelebihan sekresi tiroid sangat hebat dan meningkatkan laju
metabolisme basal sampai setinggi 60 sampai 100 persen di atas normal, sekresi
kelenjar tiroid terutama di atur oleh hormone perangsang tiroid (thyroid
stimulating hormone (TSH)) yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior.
Kelenjar tiroid juga. Sintesis hormon tiroida mensekresikan kalsitonin, hormone
yang penting bagi metabolisme kalsium.
1.3.1. Sintesis dan Sekresi Hormon Metabolik Tiroid
Kira – kira 93% hormone – hormone metabolik aktif yang disekresi oleh
kelenjar tiroid adalah Tiroksin dan 7% adalah triiodotironin. Akan tetapi hampir
semua tiroksin akan di ubah menjadi triiodotironin di dalam jaringan, sehingga
secara fungsional keduanya bersifat penting. Secara kualitatif fungsi kedua
hormone sama, tetapi keduanya nerneda dalam kecepatan dan internsitas kerjanya.
Triiodotironin kira-kira empat kali lebih kuat daripada tiroksin, namun jumlahnya
di dalam darah jauh lebih sedikit dan keberadaannya di dalam darah jauh lebih
singkat daripada tiroksin.
Untuk membentuk tiroksin dalam jumlah normal, setiap tahunnya
dibutuhkan kira-kira 50 mg yodium yang di konsumsi dalam bentuk iodide, atau
kira-kira 1mg/minggu. Agar tidak terjadi defisiensi yodium, garam dapur yang
umum dipakai di iodisasi dengan kira- kira 1 bagian natrium iodide untuk setiap
100.000 bagian natrium klorida. Iodida yang dikonsumsi per oral akan di absorbs
dari saluran cerna ke dalam darah dengan pola yang kira-kira mirip dengan
klorida. Biasanya, sebagian besar iodide tersebut dengan cepat dikeluarkan oleh
ginjal, tetapi hanya setelah kira-kira satu per limanya dipindahkan dari sirkulasi
darah oleh sel-sel kelenjar tiroid secara selektif dan digunakan untuk sintesis
hormone tiroid.
Tahap petama pembentukan hormone tiroid adalah pengangkutan iodida
dari darah ke dalam sel-sel dan foliker kelenjar tiroid. Membran basal sel tiroid
mempunyai kemampuan yang spesifik untuk memompakan iodida secara aktif ke
bagian dalam sel. Hal ini terjadi oleh aktivitas simporter natrium-iodida (NIS),
yang mentranspor satu iodide bersama-sama dengan dua ion natrium menembus
membrane (plasma) basolateral masuk ke dalam sel. Energi yang dipakai untuk
24

mentranspor iodide melawan konsentrasi perbedaan berasal dari pompa natrium-


kalium ATPase, yang memompa natrium keluar dari sel, sehingga tercipta
konsentrasi natrium intraselular yang rendah dan gradient untuk difusi terfatilisasi
natrium ke dalam sel. Proses pemekatan iodide dalam sel ini disebut penjeratan
iodide (iodide trapping). Pada kelenjar tiroid yang normal, pompa iodide dapat
memekatkan iodide kira-kira 30 kali konsentrasinya didalam darah Kecepatan
penjeratan iodide oleh tiroid dipengaruhi beberapa faktor, yang paling penting
adalah konsentrasi TSH; TSh merangsang pompa iodide dan hipofisektomi sangat
mengurangi aktivitas pompa iodide di sel-sel tiroid. Iodida ditrasnpor keluar sel
kelenjar tiroid melewati membrane apical, masuk ke dalam folikel dengan bantuan
chloride-iodide ion counter-transporter yang disebut pedrin. Sel epitel tiroid juga
mensekresi ke dalam folikel tiroglobulin yang mengandung asam amino tirosin
tempat ion-ion iodide melekat.
Tiroglobulin dan Proses Kimia Pembentukan Tiroksin dan Triiodotironin
Pembentukan dan sekresi tiroglobulin oleh sel tiroid. Sel kelnjar tiroid merupakan
sel-sel yang khas yang mensekresi protein. Retikulum Endoplasma dan alat golgi
mensintesis serta mensekresi molekul glikoprotein besar yang disebut tiroglobulin
dengan berat molekul 335.000 ke dalam folikel. Setiap molekul tiroglobulin
mengandung sekitar 70 asam amino tirosin, dan tiroglobulin merupakan substrat
utama yang bergabung dengan iodide untuk membentuk hormone tiroid. Jadi
hormone tiroid terbentuk dalam molekul tiroglobulin. Hormon tiroksin dan
triiodotironin di bentuk dari asam amino tirosin, yang merupakan sisa bagian dari
molekul tiroglobulin selama sintesis hormone tiroid bahkan sesudahnya sebagai
hormone yang disimpan di dalam koloid folikular.
Oksidasi ion iodide. Tahap pertama yang penting dalam pembentukan
hormone tiroid adalah perubahan ion iodide menjadi bentuk yodium yang
teroksidasi, baik yodium awa l(nascent iodine) I0 atau I3- ; yang selanjutnya
mampu langsung berikatan dengan asam amino tirosin, Proses oksidasi yodium
ditingkatkan oleh enzim peroksidase dan penyertanya hydrogen peroksidase, yang
menyediakan suatu system kuat yang mampu mengoksidasi iodide. Enzim
peroksidase terletak di bagian apical membrane sel atau melekat pada membrane
25

sel, sehingga menempatkan iodium yang teroksidase tadi didalam sel tepat pada
tempat molekul tiroglobulin mula-mula dikeluarkan dari badan golgi. Dan melalui
membrane sel masuk ke dalam tempat penyimpana koloid kelenjar tiroid.
Proses iodinasi Tirosin dan Pembentukan Hormon Tiroid “Proses
Organifikasi” Tiroglobulin. Pengikatan iodium dengan molekul tiroglobulin
disebut organifikasi Tiroglobulin. Di dalam sel tiroid, yodium yang teroksidasi itu
berasosiasi dengan enzim tiroid peroksidase yang menyebabkan pengikatan
dengan asam amino tirosin. Tirosin mula- mula di iodisasi menjadi
monoiodotirosin dan selanjutnya menjadi diioditirosin.. Makin lama makin
banyak sisa iodotirosin yang saling bergandengan satu samalainnya. Hasil reaksi
penggandengan ini membentuk T4, yang terbentuk bila dua molekul diiodotirosin
bergabung atau dapat membentuk T3 bila satu monoiodotirosin dengan satu
diiodotirosin.
Mekanisme transpor T3 dan T4 melalui sel tiroid tidak diketahui, tetapi dapat
melibatkan suatu karier hormon spesifik. Sekresi hormon tiroid distimulasi oleh
TSH, yang mengaktivasi adenilil siklase, dan oleh analog cAMP (Bu)2cAMP,
menunjukkan zat ini dependen-cAMP. Proteolisis tiroglobulin diinhibisi oleh
kelebihan iodida dan oleh litium, yang, seperti litium karbonat, digunakan untuk
terapi keadaan manik-depresif. Sejumlah kecil tiroglobulin yang tak terhidrolisa
juga dilepaskan dari sel tiroid; hal ini meningkat dengan nyata pada situasi
tertentu seperti tiroiditis subakut, hipertiroidisme, atau goiter akibat-TSH .
Tiroglobulin dapat juga disintesis dan dilepaskan oleh keganasan tiroid tertentu
seperti kanker tiroid papilaris atau folikular dan dapat bermanfaat sebagai suatu
marker untuk penyakit metastatik.
26

Gambar 4 Sintesis hormone tiroid

1.3.2 Efek fisiologik hormon tiroid


Sebenarnya hamper semua sel di tubuh dipengaruhi secara langsung atau
tidak langsung oleh hormone tiroid. Efek T3 dan T4 dapat dikelompokan menjadi
beberapa kategori yang saling tumpang tindih:
1.3.2.1 Efek Pada Laju Metabolisme
Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal tubuh keseluruhan.
Hormon ini adalah regulator terpenting bagi tingkat konsumsi O2 dan pengeluaran
energy tubuh pada keadaan istirahat.
Dibandingkan dengan hormone – hormone lain, efek hormone tiroid bersifat
“lamban”. Setelah tertunda beberapa jam barulah respons metabolic terhadap
hormone tiroid dapat dideteksi, dan respons maksimum belum terjadi sampai
beberapa hari. Durasi respons juga cukup panjang, sebagian karena hormone
tiroid tidak cepat mengalami penguraian, tetapi juga karena respons terus
27

berlangsung selama beberapa hari atau bahkan minggu setelah konsentrasi


hormone tiroid plasma kembali normal.
1.3.2.2 Efek Kalorigenik
Yang berkaitan erat dengan efek metabolic keseluruhan dari hormone tiroid
adalah efek kalorigenik (penghasil panas). Peningkatan laju metabolisme
menyebabkan peningkatan produksi panas.
1.3.2.3 Efek Kardiovaskular
Melalui efeknya pada peningkatan ketanggapan jantung terhadap
katekolamin dalam darah, hormone tiroid meningkatkan kecepatan denyut dan
kekuatan kontraksi jantung, sehingga curah jantung meningkat. Selain itu sebagai
respon terhadap beban panas yang ditimbulkan oleh efek kalorigenik hormone
tiroid, terjdi vasodilatasi perifer untuk menyalurkan kelebihan panas tersebutke
permukaan tubuh untuk di eliminasi ke lingkungan.
1.3.2.4 Efek Pada Metabolisme Perantara
Selain meningkatkan laju metabolisme basal, hormon tiroid memodulasi
kecepatan banyak reaksi spesifik yang terlibat dalam metabolisme bahan bakar;
Efek hormone tiroid pada bahan bakar metabolic bersifat multiset; hormone ini
tidak saja dapat mempengaruhi sintesis dan penguraian karbohidrat, lemak, dan
protein, tetapi banyak sedikitnya jumlah hormone juga dapat menginduksi efek
yang bertentangan. Sebagai contoh, perubahan glukosa menjadi glikogen, bentuk
simpanan glukosa, dipermudah oleh keberadaan hormone tiroid dalam jumlah
jumlah kecil., tetapi kebalikannya penguraian glikogen menjadi glukosa terjadi
apabila terdapat hormon tiroid dalam jumlah besar; Demikian juga, sejumlah
tertentu hormone tiroid diperlukan untuk sintesis protein yang diperlukan untuk
pertumbuhan tubuh, namun hormone tiroid dalam dosis tinggi menyebabkan
penguraian protein. Secara umum, kadar hormone tiroid dalam plasma yang
berlebihan, misalnya pada hipersekresi tiroid, akan lebih menimbulkan efek
peningkatan konsumsi bahan bakar dibandingkan dengan efek penyimpanan
bahan bakar, seperti termanifestasi dalam pengurangan simpanan glikogen,
penurunan simpanan lemak, dan penciutan otot akibat penguraian protein.
(komponen structural utama sel adalah protein. Sel-sel otot sangat banyak
28

mengandung protein structural sebeba mereka penuh berisi unsur-unsur kontraktil


yang terbuat dari filament aktin dan myosin)
1.3.2.4 Efek Simpatomimetik
Setia efek yang serupa dengan yang dihasilkan oleh system saraf simpatis
disebut efek simpatomimetik. Hormon tiroid meningkatkan ketanggapan sel
sasaran terhadap katekolamin (epinefrin dan norepinefrin), zat perantara kimiawi
yang digunakan oleh system saraf simpatis dan hormone dari medulla adrenal.
Hormon tiroid diperkirakan menimbulkan efek pemisif ini dengan menyebabkan
proliferasi reseptor spesifik katekolamin di sel sasaran. Karena itu banyak efek
yang dijumpai pada saat sekresi hormone tiroid meningkat serupa dengan efek
yang menyertai peningkatan aktivitas system saraf simpatis.
1.3.2.5 Efek Pertumbuhan dan Sistem Saraf
Hormon tiroid penting untuk pertumbuhan yang normal. Efeknya
mendorong pertumbuhan tampaknya erupakan efek sekunder dari efeknya pada
hormone pertumbuhan. Hormon tidak saja merangsang sekresi hormon
pertumbuhan(atau somatomedin) pada sintesis protein structural baru dan pada
pertumbuhan rangka. Anak yang mengalami defisiensi tiroid mengalami
gangguan pertumbuhan, yang reversible jika anak tersebut diberi hormone tiroid
pengganti. Namun, tidak seperti kelebihan hormone pertumbuhan , kelebihan
hormone tiroid tidak menyebabkan pertumbuhan berlebihan.
Hormon tiroid berperan penting dalam perkembangan normal system saraf,
terutama SSS, suatu efek yang terganggu pada anak yang mengidap defisiensi
tiroid sejak lahir. Hormon tiroid juga sangat penting untuk aktivitas normal SSP
pada orang dewasa. Kadar hormone tiroid yang abnormal berkaitan dengan
perubahan perilaku. Selain itu, kecepatan saraf perifer menghantarkan impuls
berkaitan secara langsung dengan ketersediaan hormone tiroid.
29

HIPERTIROID

2.1 Definisi
Perlu dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan hipertiroidisme.
Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar
dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh
kelenjar tiroid yang hiperaktif. Apapun sebabnya manifestasi kliniknya sama,
karena efek ini disebabkan ikatan T3 dengan reseptor T3-inti yang makin penuh.
Rangsang oleh TSH atau TSH-like substances (TSI, TSAb), autonomi intrinsik
kelenjar menyebabkan tiroid meningkat, terlihat dari radioactive neck-uptake naik.
Sebaiknya pada destruksi kelenjar misalnya karena radang, inflamasi, radiasi,
akan terjadi kerusakan sel hingga hormon yang tersimpan dalam folikel keluar
masuk ke dalam darah. Dapat pula karena pasien mengkonsumsi hormon tiroid
berlebihan. Dalam hal ini justru radioactive neck-uptake turun. Membedakan ini
perlu, sebab umumnya peristiwa ke dua ini, toksikosis tanpa hipertiroidisme,
biasanya self-limiting disease.
Dalam setiap diagnosis penyakit tiroid dibutuhkan deskripsi mengenai
(sehingga diagnosis hendaknya mampu menerangkan) kelainan faalnya (status
tiroid), gambaran anatominya (difus, uni/multinodul dan sebagainya) dan
etiologinya (autoimun, tumor, radang).

2.2 Diagnosis
Diagnosis suatu penyakit hampir pasti diawali oleh kecurigaan klinis. Untuk
itu telah dikenal indeks klinis Wayne dan New Castle yang didasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik teliti. Kemudian diteruskan dengan pemeriksaan penunjang
untuk konfirmasi diagnosis anatomis, status tiroid dn etiologi.
Untuk informasi tiroid diperiksa kadar hormon beredar TT4, TT3 (T~ total)
(dalam keadaan tertentu sebaiknya fT4 dan fT3) dan TSH, eksresi yodium urin,
kadar tiroglobulin, uji tangkap I, sintigrafi dan kadang dibutuhkan pula FNA (fine
needle aspiration biopsy), antibodi tiroid (ATPO-Ab, Atg-Ab), TSI. Tidak semua
diperlukan.
30

Untuk fase awal penentuan diagnosis, perlu T4 (T3) dan TSH, namun pada
pemantauan cukup diperiksa T4 saja, sebab sering TSH tetap tersupresi padahal
keadaan membaik. Hal ini karena supresi terlalu lama pada sel tirotrop oleh
hormon tiroid sehingga lamban pulih (lazy pituitary). Untuk memeriksa mata
disamping klinis digunakan alat eksoftalmometer Herthl. Karena hormon tiroid
berpengaruh terhadap semua sel/organ maka tanda kliniknya ditemukan pada
semua organ kita.
Pada kelompok usia lanjut gejala dan tanda-tanda tidak sejelas usia muda,
malahan dalam beberapa hal sangat berbeda. Perbedaan ini antara lain dalam
beberapa hal sangat berbeda. Perbedaan ini antara lain dalam hal: a) berat badan
menurun mencolok (usia muda 20% justru naik); b) nafsu makan menurun, mual,
muntah, dan sakit perut; c) fibrilasi atrium, payah jantung, blok jantung sering
merupakan gejala awal dari occult hyperthyroidism, takiartimia; d) lebih jarang
dijumpai takikardia (40%); e) Eye signs tidak nyata atau tidak ada; f) bukannya
gelisah justru apatis (memberi gambaran hyperthyroidism dan apathetic form).

Tabel 1 Tanda dan gejala


Gejala serta Tanda Hipertiroidisme Umumnya
Sistem Gejala dan Tanda
Umum Tidak tahan hawa panas, hiperkinesis, capek, BB turun,
tumbuh cepat, toleransi obat, youthfullness
Gastrointestinal Hiperdefekasi, lapar, makan banyak, haus, muntah, disfagia,
splenomegali, rasa lemah
Muskular Rasa lemah, oligomenorea, amenorea, libido turun
Genitourinaria Infertil, ginekomasti
Kulit Rambut rontok, berkeringat, kulit basah, silky hair dan
onikolisis
Psikis dan saraf Labil, iritabel, tremor, psikosis, nervositas
Jantung Paralisis periodik dispneu, hipertensi, anemia, palpitasi,
gagal jantung
31

Darah dan Limfositosis, anemia, splenomegali, leher membesar


limfatik
Skelet Osteoporosis, epifisis cepat menutup dan nyeri tulang

Indeks Wayne sangat membantu untuk penegakkan diagnosis hipertiroid,


walaupun penegakkan diagnosis yang pasti adalah dengan pemeriksaan kadar
hormon tiroid dan TSH dalam darah. Manfaat dari penggunaan Indeks Wayne
adalah untuk menjaring secara efektif pasien yang diduga menderita hipertiroid.

Tabel 2 Index wayne


Gejala yang baru terjadi + - Tanda-tanda + -
dan bertambah berat

Sesak pada kerja +1 - Tiroid teraba +3 -3


Berdebar-debar +2 - Bising pembuluh +2 -2
Lekas lelah +3 - Eksopthalmus +2 -
Lebih suka hawa panas -5 - Retraksi palpebra +2 -
Lebih suka dingin +5 - Kelambatan palpebra +1 -
Berkeringat banyak +3 - Hiperkinesis +4 -2
Gugup +2 - Tremor jari +1 -
Nafsu makan bertambah +3 - Tangan panas +2 -1
Nafsu makan berkurang -3 - Tangan lembab +1 -1
Berat badan bertambah -3 - Denyut nadi sewaktu
<80 / menit -3 -
80-90 / menit -1 -
>90 / menit +3 -
Fibrilasi atrium +4 -
Penilaian:

≥19 : toksik

11-19 : equivocal

<11 : non toksik


32

2.3 Etiologi
2.3.1 Graves’ Disease
Grave’s disease adalah gangguan autoimun yang biasanya ditandai dengan
produksi aoutoantibodi yang mirip kerja TSH pada kelenjar tiroid. Autoantibodi
IgG ini yang disebut dengan thyroid stimulating immunoglobulin, menstimulasi
produksi hormon tiroid, namun tidak dihambat oleh kadar hormon tiroid yang
tinggi. Penyebab penyakit ini tidak diketahui, akan tetapi, tampak terdapat faktor
predisposisi genetik pada penyakit autoimun.
2.3.2 Goiter multinodular thyroid
Goiter multinodular adalah peningkatan ukuran kelenjar tiroid akibat
peningkatan akan hormon tiroid. Peningkatan kebutuhan akan hormon tiroid
terjadi selama periode pertumbuhan atau kebutuhan metabolik yang tinggi
misalnya saat pubertas atau kehamilan. Dalam kasus ini, peingkatan hormon tiroid
disebabkan oleh aktivasi hipotalamus yang didorong oleh proses metabolisme
sehingga disertai oleh peningkatan TRH dan TSH. Apabila kebutuhan akan
hormon tiroid berkurang, ukuran kelenjar tiroid biasanya kembali ke ukuran
sebelumnya. Kadang-kadang terjadi perubahan yang ireversibel dan kelenjar tidak
mengalami regresi. Tiroid yang membesar dapat terus memproduksi hormon
tiroid yang berlebihan.
2.3.3 Adenoma Toksik
Adenoma toksik adalah nodul yang berfungsi secara otonom
yang paling sering ditemukan pada pasien yang lebih muda
di daerah kekurangan yodium.
2.3.4 Tiroiditis
Tiroiditis terbagi menjadi dua yaitu subakut serta limfatik dan postpartum.
Tiroiditis subakut biasanya onsetnya mendadak dengan gejala tirotoksik dimana
terjadi kebocoran hormon dari kelenjar yang inflamasi. Biasanya diikuti dengan
penyakit akibat virus. Gejala yang timbul dapat sembuh dalam waktu delapan
bulan dan dapat terjadi rekurensi pada beberapa pasien.
33

Tiroiditis limfatik dan postpartum adalah penyebab hipertiroid dimana pada


tahap akut dapat dibedakan dari Graves’ disease. Tiroiditis postpartum dapat
terjadi pada 5-10% wanita yang tiga atau enam bulan pertama setelah melahirkan.

2.4 Patofisiologi
Penyebab peningkatan pelepasan hormon tiroid yang paling sering adalah
long-acting thyroid stimulator (LATS) atau thyroid stimulating immunoglobulin
(TSI), suatu IgG yang sepertinya sesuai dengan reseptor TSH (penyakit grave) Di
antara berbagai macam akibatnya, hal ini menyebabkan perangsangan pelepasan
hormon dan pembesaran tiroid. Pelepasan TSH ditekan oleh kadar T3.T4 yang
tinggi. Penyebab Hipertiroidisme lainnya adalah tumor penghasil hormon tiroid
ortotopik atau ektopik, inflamasi tiroid (tiroiditis), peningkatan pelepasan TSH,
atau kelebihan suplai hormon tiroid. Di berbagai jaringan, hormon tiroid ( T3 dan
T4) akan meningkatkan sintesis enzim, aktivitas Na+/K+-ATPase dan penggunaan
oksigen sehingga menyebabkan peningkatan metabolisme basal dan peningkatan
suhu tubuh. Dengan merangsang glikogenolisis dan glukoneogenesis, hormon
tiroid menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa darah, sedangkan pada sisi
lain juga meningkatkan glikolisis. Hormon ini merangsang lipolisis, pemecahan
VLDL dan LDL, serta ekskresi asam empedu di dalam empedu. Hormon tiroid
merangsang pelepasan eritropoietin dan eritropoiesis, dengan meningkatkan
pemakaian oksigen. Kandungan 2,3-bisfosfogliserat (BPG) yang tinggi pada
eritrosit yang baru dibentuk akan menurunkan afinitas O2 di perifer. Hormon tiroid
mensensitisasi organ target terhadap katekolamia (terutama dengan meningkatkan
reseptor-β sehingga misalnya meningkatkan kontraktilitas jantung dan frekuensi
denyut jantung. Selain itu,hormon ini meningkatkan motilitas usus dan
merangsang proses transpor di usus dan ginjal. Hormon ini meningkatkan
perkembangan fisik (misal, pertumbuhan tinggi)dan mental (terutama intelektual).
T3 dan T4 merangsang restrukturisasi tulang dan oto, efek katabolik terutama
mendominasi dan meningkatkan eksitabilitas neuromuskular. T3 dan T4 terutama
bekerja melalui peningkatan ekspresi gen, yang berlangsung selama beberapa hari.
Di luar hal ini, kerjanya yang lama disebabkan oleh lamanya waktu paruh di
34

dalam darah (T3 = satu hari dan T4 = tujuh hari). T3 dan T4 dari ibu sebagian besar
diinaktifkan di plasenta, dan karenanya hanya memberikan efek yang sedikit bagi
janin.
Pada hipertiroidisme, metabolisme dan produksi panas akan meningkat.
Metabolisme basal hampir mendekati kedua kalinya. Pasien yang terkena lebih
menyukai suhu lingkungan yang dingin; pada lingkungan yang panas pasien
cenderung berkeringat lebih banyak (intoleransi panas). Kebutuhan O 2 yang
meningkat membutuhkan hiperventilasi dan merangsang eritropoiesis. Pada satu
sisi, peningkatan lipolisis menyebabkan penurunan berat badan, dan pada sisi
yang lain menyebabkan hiperlipidasidemia. Sementara itu, konsentrasi VLDL,
LDL, dan kolesterol berkurang. Pengaruhnya pada metabolisme karbohidrat
memudahkan pembentukan diabetes melitus. Bila diberikan glukosa, konsentrasi
glukosa di dalam plasma akan meningkat secara lebih cepat dan lebih nyata pada
orang sehat; peningkatan akan diikuti oleh penurunan yang cepat (toleransi
glukosa terganggu). Meskipun hormon tiroid meningkatkan sintesis
protein,hipertiroidisme akan meningkatkan enzim proteolitik sehingga
menyebabkan proteolisis yang berlebihan dengan peningkatan pembentukan dan
ekskresi urea. Massa otot akan berkurang. Pemevahan matriks tulang dapat
menyebabkan osteoporosis, hiperkalsemia,dan hiperkalsiuri. Akibat kerja
perangsangan jantung, curah jantung (CO) dan tekanan darah sistolik akan
meningkat. Fibrilasi atrium kadang-kadang dapat terjadi. Pembuluh darah perifer
akan berdilatasi. Laju filtrasi glomerulus (GFR), aliran plasma ginjal (RPF), serta
transfor tubulus akan meningkat di ginjal, sedangkan di hati pemecahan hormon
steroid dan obat akan dipercepat. Perangsangan otot di usus halus akan
menyebabkan diare, peningkatan eksitabilitas neuromuskular akan menimbulkan
hiperrefleksia, tremor, kelemahan otot, dan insomnia.
35

2.5 Penatalaksanaan
2.5.1 Obat antitiroid
Terpenting adalah kelompok derivat tioimidazol(CBZ atau kabimazol 5mg,
MTZ atau metimazol/tiamazol 5,10,30 mg) dan derivat tiourasil (PTU
propiltiourasil 50,100 mg) menghambat proses organifikasi dan reaksi autoimun,
tetapi PTU masih ada efek tambahan yaitu menghambat konversi T4 menjadi T3 di
perifer.CBZ dalam tubuh cepat diubah dalam bentuk MTZ. Waktu paruh MTZ 4-6
jam dan PTU 1-2 jam. MTZ berada di folikel ±20 jam, PTU lebih pendek.
Dibanding MTZ, kadar PTU 10x lebih rendah dalam air susu.
Dosis dimulai dengan 30 mg CBZ, 30 mg MTZ atau 400 mg PTU sehari
dalam dosis terbagi. Biasanya dalam 4-6 minggu tercapai eutirodisme. Kemudian
dosis dititrasi sesuai respons klinis. Lama pengobatan 1-1,5 tahun, kemudian
hentikan untuk melihat apakah terjadi remisi.
Ada dua metode yang dapat digunakan dalam penggunaan OAT ini.
Pertama berdasarkan titrasi: mulai dengan dosis besar dan kemudian berdasarkan
klinis/ laboratoris dosis diturunkan sampai mencapai dosis terendah dimana pasien
masih dalam keadaan eutiroidisme. Kedua disebut sebagai blok-substitusi, dalam
metode ini pasien diberi dosis besar terus-menerus dan apabila mencapai keadaan
hipotiroidisme, maka ditambah hormon tiroksin hingga mencapai eutiroidisme
pulih kembali. Rasional cara kedua yaitu bahwa dosis tinggi dan lama
memberikan kemungkinan perbaikan proses imunologik yang mendasari proses
penyakit Graves.
Efek samping yang sering rash, urtikaria, demam dan malaise, alergi,
eksantem, nyeri otot dan artalgia, yang jarang keluhan gastrointestinal, perubahan
rasa dan kecap, artritis dan yang paling ditakuti yaitu agranulositosis. Yang
terakhir ini kalau terjadi hampir selalu pada 3 bulan pertama penggunaan obat.
Yang amat jarang trombositopenia, anemia aplastik, hepatiti, vaskulitis,
hipoglikemia (insulin autoimmune syndrome). Untuk evaluasi gunakan gambaran
klinis, dengan misalnya indeks Wayne atau indeks New Castle (termasuk linkar
leher) dan kadang diperlukan pemeriksaan T4/f T4.
36

Efek Berbagai Obat yang Digunakan Dalam Penggunaan Tirotoksikosis


Kelompok obat Efeknya Indikasi
Obat anti tiroid Menghambat sintesis Pengobatan lini pertama
Propiltiourasil (PTU) hormon tiroid dan pada Graves. Obat jangka
Metimazol berefek imunosupresis pendek prabedah/pra-RAI
Karbimazol (PTU juga menghambat
Antagonis adrenergik-β konversi T4 menjadi T3
Β-adrenergic-antagonis Mengurangi dampak Obat tambahan, kadang
Propanolol hormon tiroid pada sebagai obat tunggal pada
Metoprolol jaringan tiroiditis
Atenolol
Nadolol
Bahan mengandung Menghambat keluarnya Persiapan tiroidektomi.
Iodine T4 dan T3, Menghambat Pada krisis tiroid, bukan
Kalium iodida T4 dan T3 serta produksi penggunaan rutin
Solusi Lugol T₂ ekstratiroidal
Natrium Ipodat
Asam lopanoat
Obat lainnya Menghambat transfor Bukan indikasi rutin,
Kalium perklorat yodium, sintesis dan pada subakut tiroiditis
Litium karbonat keluarnya hormon, berat dan krisis tiroid
Glukokortikoids memperbaiki efek
hormon di jaringan dan
sidat imunologis

2.5.2 Yodium radioaktif (radio active iodium-RAI)


Untuk menghindari krisis tiroid lebih baik pasien disiapkan dengan OAT
menjadi eutiroid, meskipun pengobatan tidak mempengearuhi hasil akhir
pengobatan. Dosis berbeda ada yang bertahap untuk membuat eutiroid tanpa
hipotiroidisme, ada yang langsung dengan dosis besar untuk mencapai
37

hipotiroidisme kemudian ditambah tiroksin sebagai substitusi. Kekhawatiran


bahwa radiasi menyebabkan karsinoma, leukemia tidak terbukti. Dan satu-satunya
kontraindikasi adalah graviditas. Komplikasi ringan,kadang terjadi tiroiditis
sepintas. Mengenai efek terhadap optalmopati dikatakan masih kontroversial.
Meskipun radioterapi berhasil tugas kita belum selesai, sebab kita masih harus
memantau efek jangka panjangnya yaitu hipotiroidisme. Dalam observasi selama
3 tahun pasca, tidak ditemukan perubahan optalmoti.
Namun disarankan sebaiknya jangan hamil selama 6 bulan pasca radiasi.setiap
kasus RAI perlu dipantau kapan terjadinya hipotiroidisme (dengan TSH dan
klinis).
2.5.3 Tiroidektomi
Prinsip umum: operasi baru dikerjakan kalau keadaan pasien eutiroid, klinis
maupun biokimiawi. Plumerisasi diberikan 3 kali. 5 tetes solusio lugol fortior 7-10
jam preoperatif, dengan maksud menginduksi involusi dan mengurangi
vaskularitas tiroid. Operasi dilakukan dengan tiroidektomi subtotal dupleks
memisahkan jaringan seujung ibu jar, atau lobektomi total termasuk ismus dan
tiroidektomi subtotal lobus lain. Komplikasi masih terjadi ditangan ahli sekalipun,
meskipun mortalitas rendah. Hipoparatiroidisme dapat permanen atau sepintas.
Setiap pasien pasca operasi perlu ditinjau apakah terjadi remisi, hipotiroidisme
atau residif. Operasi yang tidak dipersiapkan dengan baik membawa risiko
terjadinya krisis tiroid dengan mortalitas amat tinggi.

2.6 Komplikasi
2.6.1 Krisis tiroid
Krisis tiroid adalah tirotoksikosis yang amat membahayakan, meskipun
jarang terjadi. Krisis tirotoksikosis menyebabkan peningkatan fulminant pada
tanda dan gejala tirotoksikosis. Hal ini terjadi pada pasien yang tidak diobati atau
diobati secara tidak adekuat. Sindroma ini ditandai dengan iritabilitas ekstrim,
delirium atau koma, demam sampai 41°C atau lebih, takikardia, kegelisahan,
hipotensi, muntah, dan diare. Faktor fisiologik yang memulai krisis tirotoksikosis
tidak diketahui.
38

2.6.2 Agranulosit
Agranulosit adalah komplikasi serius akibat pemakaian obat anti tiroid
dengan persentase kejadian 0,1-0,5 % pada pasien.

2.7 Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
39

Daftar Pustaka
1. Moore, Keith L., Agur, Anne M. R. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta:
Hipokrates; 2002
2. Mescher, Anthony L. Histologi Dasar Junquiera: Teks & Atlas. Edisi 12.
Jakarta: EGC; 2011
3. Anthony Fauci, Eugene B, Dennis K, Stephen K, Dan Longo, J. Jameson,
Joseph Loscalzo. Harrison’s Principle Of Internal Medicine, edisi 17:
Mcgraw-hill: 2008
4. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi 11.Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006.
5. Reid JR, Wheeler SF. Hyperthyroidism: Diagnosis and Treatment.
University of Louisville School of Medicine 2005; 72(4): 624–9.
6. American Thyroid Association. Hyperthyroidism.
http://www.thyroid.org/wp-content/uploads/patients/brochures/ata-
hyperthyroidism-brochure.pdf [accessed May 16th 2017]
7. Kumar, Cotran, Robbins. Buku ajar patologi. EGC: Jakarta, 2014.

Anda mungkin juga menyukai