TIROTOKSIKOSIS
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS RESPONSI KEPANITERAAN DI
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
Disusun oleh
Bella Aicia 4151181409
Preseptor :
Eddy Harjadi, dr., Sp.PD
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2020
2
I. ANAMNESIS
ANAMNESA KHUSUS :
Keluhan berdebar–debar sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan
berdebar–debar dirasakan terus–menurus pada saat aktivitas maupun beristirahat.
Keluhan berdebar– debar dirasakan lebih hebat saat sedang beraktivitas.
Pasien menjadi mudah lelah dan sesak setelah melakukan aktivitas rumah
tangga seperti menyapu halaman rumah. Pasien merasa lebih nyaman berada pada
ruangan atau lingkungan dengan hawa dingin. Pasien merasa lebih sering
berkeringat dan telapak tangan terasa lembab. Keluhan juga disertai dengan
tangan gemetar. Pasien merasa nafsu makannya meningkat tetapi berat badan
pasien menurun dalam 2 bulan terakhir, awalnya 63 kg saat ini menjadi 52 kg.
Keluhan disertai dengan adanya benjolan pada leher yang dirasakan sejak 2 bulan
yang lalu. Sejak 1 bulan yang lalu pasien merasa bonjolan di lehernya semakin
membesar, dan dirasakan nyeri. Keluhan juga disertai dengan sering BAB, pasien
BAB >5x sehari. Pasien juga mengeluhan lemah badan, pusing dan mata
berkunang-kunang.
Keluhan tidak disertai dengan demam yang tinggi, mual, muntah, diare,
penurunan kesadaran. Keluhan berdebar–debar tidak disertai dengan sakit dada.
Satu bulan yang lalu pasien di rawat di bangsal saraf RS Dustira dengan
diagnosa stroke. Dokter saraf mengatakan bahwa pasien juga mengalami
pembesaran kelenjar tiroid. Lalu pasien dianjurkan untuk berobat ke Poliklinik
Penyakit Dalam.
3
Saat ini di rumah sakit, pasien diberikan obat Propanolol. Terdapat riwayat
penyakit serupa pada keluarga pasien, yaitu ayah pasien pernah mengalami
keluhan yang serupa
ANAMNESA TAMBAHAN
a. Gizi : kualitas : Cukup
kuantitas : Cukup
b. Penyakit menular : Tidak ada
c. Penyakit turunan : Tidak ada
d. Ketagihan : Tidak ada
e. Penyakit venerik : Tidak ada
6
B. STATUS PRAESEN
I. KESAN UMUM
a. Keadaan Umum
Kesadarannya : Compos mentis
Watak : Kooperatif
Kesan sakit : Sakit sedang
Pergerakan : Kurang aktif
Tidur : Terlentang, menggunakan 1 bantal
Tinggi Badan : 158 cm
Berat Badan : 52 kg
Bentuk badan : Asthenicus
Keadaan gizi : 20,82
Gizi kulit : Cukup
Gizi otot : Cukup
Umur yang ditaksir : Sesuai
Kulit : Sawo matang
b. Keadaan sirkulasi
Tekanan darah kanan : 12/80 mmHg
Tekanan darah kiri : 120/80 mmHg
Nadi kanan : 120x/menit, regular, equal, isi cukup
Nadi kiri : 120x/menit, regular, equal, isi cukup
Suhu : 36,5C
Sianosis : Tidak ada
Keringat dingin : Tidak ada
c. Keadaan pernafasan
Tipe : Abdominothorakal
Frekuensi : 20 x/ menit
Corak : Normal
Hawa/bau napas : Normal
7
PEMERIKSAAN KHUSUS
a. Kepala
1. Tengkorak
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada kelainan
2. Muka
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada kelainan
3. Mata
Letak : Simetris, eksoftalmus - / -
Kelopak Mata : Edema (-/-)
Kornea : Jernih
Refleks Kornea :+/+
Pupil : Simetris, bulat, isokor
Reaksi Konvergensi : + / +
Lensa mata : Jernih, Katarak - / -
Sklera : Ikterik - / -
Konjungtiva : Anemis + / +
Iris : Tidak ada kelainan
Pergerakan : Normal ke segala arah
Reaksi Cahaya : Direk + / +, Indirek +/+
Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Telinga
Inspeksi : Simetris, tidak ada kelainan
Palpasi : Tidak ada kelainan
Pendengaran : Tidak ada kelainan
5. Hidung
Inspeksi : PCH(-) Tidak ada kelainan
8
-Palpasi
· Kel. Getah bening : Tidak teraba membesar
· Kelenjar Tiroid : Ada, teraba membesar bilateral, simetris
kiri dan kanan, nyeri
· Tumor : Tidak ada
· Otot leher : Tidak ada kelainan
· Kaku kuduk : Tidak ada
· Tekanan vena jugular : 5 + 2 cm H2O
· Hepato Jugular refluks : Negatif
c. Ketiak
-Inspeksi
· Rambut ketiak : Tidak ada kelainan
· Tumor : Tidak ada
-Palpasi
· Kel. Getah bening : Tidak teraba pembesaran
· Tumor : Tidak ada
d. Pemeriksaan thorax
Thorax depan
1. Inspeksi
- Bentuk umum : Simetris
- Sela iga : Tidak melebar, tidak menyempit
- Sudut epigastrium : <90
- Diameter frontal & sagital : diameter frontal < diameter sagital
- Pergerakan : Simetris, tidak ada yang tertinggal
- Muskulatur : Normal
- Kulit : Normal
- Tumor : Tidak ada
- Ictus cordis : Tidak terlihat
- Pulsasi lain : Tidak ada
- Pelebaran vena : Tidak ada
10
2. Palpasi
- Kulit : Tidak ada kelainan
- Muskulatur : Tidak ada kelainan
- Mammae : Tidak ada kelainan
- Sela iga : Tidak melebar, tidak menyempit
- Paru kanan kiri
Pergerakan : Simetris Simetris
Vocal fremitus : Normal Normal
- Ictus cordis : Teraba
· Lokalisasi : ICS V 2 jari ke medial linea
midclavicularis sinistra
· Intensitas : Normal
· Pelebaran : Tidak ada pelebaran
· Thrill : Tidak ada
3. Perkusi
- Paru kanan kiri
· Suara perkusi : Sonor / Sonor
· Batas paru hepar : ICS VI linea midclavicularis dextra
· Peranjakan : 1 sela iga
- Jantung
Batas atas : ICS II linea sternalis sinistra
Batas kanan : ICS V linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V 2 jari ke medial linea midclavicularis
sinistra
4. Auskultasi
- Paru-paru Kanan Kiri
Suara pernafasan pokok : Vesikuler = Vesikuler
Suara tambahan : Wheezing -/-
Ronkhi -/-
Vocal resonansi : Normal = Normal
11
- Jantung
· Irama : Regular
· bunyi jantung pokok : M1 > M2 P1 < P2
T1 > T2 A1 < A2 A2 < P2
· Bunyi jantung tambahan : S3 S4 tidak ada
· Bising jantung : Murmur (-)
· Bising gesek jantung : Tidak ada
Thorax belakang
1. Inspeksi
- Bentuk : Simetris
- Pergerakan : Simetris, tidak ada yang tertinggal
- Kulit : Normal
- Muskulatur : Normal
2. Palpasi kanan kiri
- Muskulatur : Normal Normal
- Sela iga : Tidak melebar, tidak menyempit ka=ki
- Vocal fremitus : Normal = Normal
3. Perkusi kanan kiri
- Perkusi perbandingan : Sonor Sonor
- Batas bawah : vertebra Th. X vertebra Th. XI
- Peranjakan : 1 sela iga 1 sela iga
4. Auskultasi kanan kiri
- Suara pernapasan : Vesikuler = Vesikuler
- Suara tambahan : Wheezing -/-
Ronkhi -/-
- Vocal resonance : normal = normal
12
e. Abdomen
1. Inspeksi
Bentuk : Datar
Muskulatur : Normal
Kulit : Normal
Umbilicus : Tidak ada kelainan
Pergerakan usus : Tidak terlihat
Pulsasi : Tidak ada
Venektasi : Tidak ada
2. Auskultasi
- Bising usus : (+) 10 x/m Normal
- Bruit : Tidak ada
- Lain – lain : Tidak ada kelainan
3. Perkusi
Suara perkusi : Tympani
Ascites : Tidak ada
Pekak samping : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pekak pindah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Fluid wave : Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Palpasi
- Dinding perut : Lembut
- Nyeri tekan lokal : Tidak ada
- Nyeri tekan difus : Tidak ada
- Nyeri lepas : Tidak ada
- Defance muskular : Tidak ada
- Hepar : Tidak teraba
· Besar :-
· Konsistensi :-
· Permukaan :-
· Tepi :-
· Nyeri tekan :-
13
g. Lipat paha
1. Inspeksi
- Tumor : Tidak ada
- Kel. Getah bening : Tidak tampak membesar
- Hernia : Tidak ada
2. Palpasi
- Tumor : Tidak ada
- Kel. Getah bening : Tidak teraba membesar
- Hernia : Tidak ada
- Pulsasi A. Femoralis : Ada
3. Auskultasi
- A. Femoralis : Normal, bruit vaskular (-/-)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
a. Hematologi
• Hb : 9,6 gr%
• Leukosit : 4,9 x 103 /uL
• Eritrosit : 6,8 x 106/uL
• Hematokrit : 28,6 %
• Trombosit : 447.000 /uL
Hitung Jenis
• Basofil : 0,3%
• Eosinofil : 0,9 %
• Neutrofil Segmen : 38,6 %
• Limfosit : 51,0 %
• Monosit : 9,2 %
MCV,MCH,MCHC
• MCV : 58,1 fL
• MCH : 19,5 Pq
• MCHC : 33,6 g/dL
• RDW : 16,6 %
b. Tiroid
TSHS : <0,01 uIU/ml
FT4 : 54,40 ng/dl
16
RESUME
Pada anamnesis lebih lanjut didapatkan :
Seorang wanita berusia 45 tahun, datang dengan keluhan berdebar–debar
sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan berdebar – debar dirasakan terus–menerus pada
saat aktivitas maupun berisitirahat. Keluhan berdeba–debar dirasakan lebih hebat
saat sedang beraktivitas.
Pasien menjadi mudah lelah dan sesak setelah melakukan aktivitas rumah
tangga seperti menyapu halaman rumah. Pasien merasa lebih nyaman berada pada
ruangan atau lingkungan dengan hawa dingin. Pasien merasa lebih sering gugup,
lebih sering berkeringat dan telapak tangan terasa lembab. Keluhan juga dirasakan
adanya tangannya sering gemetar. Pasien juga merasakan lebih sering makan
tetapi berat badan pasien menurun dalam 2 bulan. Sejak 1 bulan yang lalu pasien
merasakan adanya pembesaran pada lehernya, namun tidak nyeri. Keluhan juga
disertai dengan sering BAB, pasien BAB >5x sehari. Pasien juga mengeluhan
lemah badan, pusing dan mata berkunang-kunang.
Riwayat pengobatan 1 bulan yang lalu pasien di rawat di bangsal saraf RS
Dustira dengan diagnose stroke. Dokter saraf mengatakan bahwa pasien juga
mengalami pembesaran kelenjar tiroid. Lalu pasien dianjurkan untuk berobat ke
Poliklinik Penyakit Dalam. Saat ini di rumah sakit, pasien diberikan obat
Propanolol. Riwayat penyakit serupa pada keluarga tidak ada.
MCV,MCH,MCHC
• MCV : menurun
• MCH : menurun
• MCHC : Norma
Tiroid
TSHS : Menurun <0,01 uIU/ml
FT4 : Menigkat 54,40 ng/dl
VII. PENGOBATAN
Non-farmakologi:
1. Tirah baring
2. Mengurangi aktivitas fisik yang berlebih
Farmakologi:
1. PTU 3 x 200 mg
2. Propanolol 2 x 20 mg
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
19
TINJAUAN PUSTAKA
dan trachea. Kedua lobus dihubungkan dengan isthmus yang biasanya terletak
didepan cartilagines tracheales II-III. Kelenjar tiroid terbungkus dalam capsula
fibrosa yang tipis. Di sebelah luar capsula fibrosa ini terdapat selubung longgar
yang berasal dari fascia pretrachealis sehingga pada setiap gerakan menelan selalu
diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar ke arah kranial, yang merupakan
khas kelenjar tiroid. Setiap lobus tiroid yang berbentuk lonjong berukuran
panjang 2,5-4 cm, lebar 1,5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm. Berat kelenjar tiroid
dipengaruhi oleh berat badan dan masukan yodium.
terdapat vena tiroidea superior dan vena tiroidea media yang bermuara ke v.
jugularis interna dan vena tiroidea inferior yang bermuara ke v. brachiocephalica)
Setiap folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala kapiler dan limfatik, sering
kali mengitari arteri-arteri, dan berhubungan dengan anyaman pembuluh limfe
kapsular. sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular yang
menyatu dipermukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior.
Inervasi untuk kelenjar tiroid adalah nervus vagus dan nervus laryngeal recurrent.
Inervasi dari kelenjar tiroid ini bersifat vasomotor, yaitu tidak berpengaruh dalam
pengeluaran kelenjar tiroid.
Aliran darah ke kelenjar tiroid diperkirakan 5ml/gram kelenjar/menit; dalam
keadaan hipertiroidisme aliran ini akan meningkat sehingga dengan stetoskop
terdengar bising dengan jelas di ujung bawah kelenjar.
Secara anatomis dari dua pasang kelenjar paratiroid, sepasang kelenjar
paratiroid menempel di belakang lobus superior tiroid dan sepasang lagi di lobus
medius, sedangkan nervus laringeus rekuren berjalan di sepanjang trakea
dibelakang tiroid.
Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas dengan
pleksus trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini ke arah nodus pralaring yang tepat
berada di atas ismus menuju ke kelenjar getah bening brakiosefalik dan sebagian
ada yang langsung ke duktus torasikus. Hubungan getah bening ini penting untuk
menduga penyebaran keganasan yang berasal dari kelenjar tiroid.
folikuler berbentuk kolumnar apabila dirangsang oleh TSH dan pipih apabila
keadaan tidak terangsang/istirahat, fungsinya menghasilkan hormone T3 dan T4.
Sedangkan sel parafolikuler berfungsi menghasilkan hormon kalsitonin yang
berperan dalam mengatur homeostasis kadar kalsium darah.
normal, dan bila kelebihan sekresi tiroid sangat hebat dan meningkatkan laju
metabolisme basal sampai setinggi 60 sampai 100 persen di atas normal, sekresi
kelenjar tiroid terutama di atur oleh hormone perangsang tiroid (thyroid
stimulating hormone (TSH)) yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior.
Kelenjar tiroid juga. Sintesis hormon tiroida mensekresikan kalsitonin, hormone
yang penting bagi metabolisme kalsium.
1.3.1. Sintesis dan Sekresi Hormon Metabolik Tiroid
Kira – kira 93% hormone – hormone metabolik aktif yang disekresi oleh
kelenjar tiroid adalah Tiroksin dan 7% adalah triiodotironin. Akan tetapi hampir
semua tiroksin akan di ubah menjadi triiodotironin di dalam jaringan, sehingga
secara fungsional keduanya bersifat penting. Secara kualitatif fungsi kedua
hormone sama, tetapi keduanya nerneda dalam kecepatan dan internsitas kerjanya.
Triiodotironin kira-kira empat kali lebih kuat daripada tiroksin, namun jumlahnya
di dalam darah jauh lebih sedikit dan keberadaannya di dalam darah jauh lebih
singkat daripada tiroksin.
Untuk membentuk tiroksin dalam jumlah normal, setiap tahunnya
dibutuhkan kira-kira 50 mg yodium yang di konsumsi dalam bentuk iodide, atau
kira-kira 1mg/minggu. Agar tidak terjadi defisiensi yodium, garam dapur yang
umum dipakai di iodisasi dengan kira- kira 1 bagian natrium iodide untuk setiap
100.000 bagian natrium klorida. Iodida yang dikonsumsi per oral akan di absorbs
dari saluran cerna ke dalam darah dengan pola yang kira-kira mirip dengan
klorida. Biasanya, sebagian besar iodide tersebut dengan cepat dikeluarkan oleh
ginjal, tetapi hanya setelah kira-kira satu per limanya dipindahkan dari sirkulasi
darah oleh sel-sel kelenjar tiroid secara selektif dan digunakan untuk sintesis
hormone tiroid.
Tahap petama pembentukan hormone tiroid adalah pengangkutan iodida
dari darah ke dalam sel-sel dan foliker kelenjar tiroid. Membran basal sel tiroid
mempunyai kemampuan yang spesifik untuk memompakan iodida secara aktif ke
bagian dalam sel. Hal ini terjadi oleh aktivitas simporter natrium-iodida (NIS),
yang mentranspor satu iodide bersama-sama dengan dua ion natrium menembus
membrane (plasma) basolateral masuk ke dalam sel. Energi yang dipakai untuk
24
sel, sehingga menempatkan iodium yang teroksidase tadi didalam sel tepat pada
tempat molekul tiroglobulin mula-mula dikeluarkan dari badan golgi. Dan melalui
membrane sel masuk ke dalam tempat penyimpana koloid kelenjar tiroid.
Proses iodinasi Tirosin dan Pembentukan Hormon Tiroid “Proses
Organifikasi” Tiroglobulin. Pengikatan iodium dengan molekul tiroglobulin
disebut organifikasi Tiroglobulin. Di dalam sel tiroid, yodium yang teroksidasi itu
berasosiasi dengan enzim tiroid peroksidase yang menyebabkan pengikatan
dengan asam amino tirosin. Tirosin mula- mula di iodisasi menjadi
monoiodotirosin dan selanjutnya menjadi diioditirosin.. Makin lama makin
banyak sisa iodotirosin yang saling bergandengan satu samalainnya. Hasil reaksi
penggandengan ini membentuk T4, yang terbentuk bila dua molekul diiodotirosin
bergabung atau dapat membentuk T3 bila satu monoiodotirosin dengan satu
diiodotirosin.
Mekanisme transpor T3 dan T4 melalui sel tiroid tidak diketahui, tetapi dapat
melibatkan suatu karier hormon spesifik. Sekresi hormon tiroid distimulasi oleh
TSH, yang mengaktivasi adenilil siklase, dan oleh analog cAMP (Bu)2cAMP,
menunjukkan zat ini dependen-cAMP. Proteolisis tiroglobulin diinhibisi oleh
kelebihan iodida dan oleh litium, yang, seperti litium karbonat, digunakan untuk
terapi keadaan manik-depresif. Sejumlah kecil tiroglobulin yang tak terhidrolisa
juga dilepaskan dari sel tiroid; hal ini meningkat dengan nyata pada situasi
tertentu seperti tiroiditis subakut, hipertiroidisme, atau goiter akibat-TSH .
Tiroglobulin dapat juga disintesis dan dilepaskan oleh keganasan tiroid tertentu
seperti kanker tiroid papilaris atau folikular dan dapat bermanfaat sebagai suatu
marker untuk penyakit metastatik.
26
HIPERTIROID
2.1 Definisi
Perlu dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan hipertiroidisme.
Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar
dalam sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh
kelenjar tiroid yang hiperaktif. Apapun sebabnya manifestasi kliniknya sama,
karena efek ini disebabkan ikatan T3 dengan reseptor T3-inti yang makin penuh.
Rangsang oleh TSH atau TSH-like substances (TSI, TSAb), autonomi intrinsik
kelenjar menyebabkan tiroid meningkat, terlihat dari radioactive neck-uptake naik.
Sebaiknya pada destruksi kelenjar misalnya karena radang, inflamasi, radiasi,
akan terjadi kerusakan sel hingga hormon yang tersimpan dalam folikel keluar
masuk ke dalam darah. Dapat pula karena pasien mengkonsumsi hormon tiroid
berlebihan. Dalam hal ini justru radioactive neck-uptake turun. Membedakan ini
perlu, sebab umumnya peristiwa ke dua ini, toksikosis tanpa hipertiroidisme,
biasanya self-limiting disease.
Dalam setiap diagnosis penyakit tiroid dibutuhkan deskripsi mengenai
(sehingga diagnosis hendaknya mampu menerangkan) kelainan faalnya (status
tiroid), gambaran anatominya (difus, uni/multinodul dan sebagainya) dan
etiologinya (autoimun, tumor, radang).
2.2 Diagnosis
Diagnosis suatu penyakit hampir pasti diawali oleh kecurigaan klinis. Untuk
itu telah dikenal indeks klinis Wayne dan New Castle yang didasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik teliti. Kemudian diteruskan dengan pemeriksaan penunjang
untuk konfirmasi diagnosis anatomis, status tiroid dn etiologi.
Untuk informasi tiroid diperiksa kadar hormon beredar TT4, TT3 (T~ total)
(dalam keadaan tertentu sebaiknya fT4 dan fT3) dan TSH, eksresi yodium urin,
kadar tiroglobulin, uji tangkap I, sintigrafi dan kadang dibutuhkan pula FNA (fine
needle aspiration biopsy), antibodi tiroid (ATPO-Ab, Atg-Ab), TSI. Tidak semua
diperlukan.
30
Untuk fase awal penentuan diagnosis, perlu T4 (T3) dan TSH, namun pada
pemantauan cukup diperiksa T4 saja, sebab sering TSH tetap tersupresi padahal
keadaan membaik. Hal ini karena supresi terlalu lama pada sel tirotrop oleh
hormon tiroid sehingga lamban pulih (lazy pituitary). Untuk memeriksa mata
disamping klinis digunakan alat eksoftalmometer Herthl. Karena hormon tiroid
berpengaruh terhadap semua sel/organ maka tanda kliniknya ditemukan pada
semua organ kita.
Pada kelompok usia lanjut gejala dan tanda-tanda tidak sejelas usia muda,
malahan dalam beberapa hal sangat berbeda. Perbedaan ini antara lain dalam
beberapa hal sangat berbeda. Perbedaan ini antara lain dalam hal: a) berat badan
menurun mencolok (usia muda 20% justru naik); b) nafsu makan menurun, mual,
muntah, dan sakit perut; c) fibrilasi atrium, payah jantung, blok jantung sering
merupakan gejala awal dari occult hyperthyroidism, takiartimia; d) lebih jarang
dijumpai takikardia (40%); e) Eye signs tidak nyata atau tidak ada; f) bukannya
gelisah justru apatis (memberi gambaran hyperthyroidism dan apathetic form).
≥19 : toksik
11-19 : equivocal
2.3 Etiologi
2.3.1 Graves’ Disease
Grave’s disease adalah gangguan autoimun yang biasanya ditandai dengan
produksi aoutoantibodi yang mirip kerja TSH pada kelenjar tiroid. Autoantibodi
IgG ini yang disebut dengan thyroid stimulating immunoglobulin, menstimulasi
produksi hormon tiroid, namun tidak dihambat oleh kadar hormon tiroid yang
tinggi. Penyebab penyakit ini tidak diketahui, akan tetapi, tampak terdapat faktor
predisposisi genetik pada penyakit autoimun.
2.3.2 Goiter multinodular thyroid
Goiter multinodular adalah peningkatan ukuran kelenjar tiroid akibat
peningkatan akan hormon tiroid. Peningkatan kebutuhan akan hormon tiroid
terjadi selama periode pertumbuhan atau kebutuhan metabolik yang tinggi
misalnya saat pubertas atau kehamilan. Dalam kasus ini, peingkatan hormon tiroid
disebabkan oleh aktivasi hipotalamus yang didorong oleh proses metabolisme
sehingga disertai oleh peningkatan TRH dan TSH. Apabila kebutuhan akan
hormon tiroid berkurang, ukuran kelenjar tiroid biasanya kembali ke ukuran
sebelumnya. Kadang-kadang terjadi perubahan yang ireversibel dan kelenjar tidak
mengalami regresi. Tiroid yang membesar dapat terus memproduksi hormon
tiroid yang berlebihan.
2.3.3 Adenoma Toksik
Adenoma toksik adalah nodul yang berfungsi secara otonom
yang paling sering ditemukan pada pasien yang lebih muda
di daerah kekurangan yodium.
2.3.4 Tiroiditis
Tiroiditis terbagi menjadi dua yaitu subakut serta limfatik dan postpartum.
Tiroiditis subakut biasanya onsetnya mendadak dengan gejala tirotoksik dimana
terjadi kebocoran hormon dari kelenjar yang inflamasi. Biasanya diikuti dengan
penyakit akibat virus. Gejala yang timbul dapat sembuh dalam waktu delapan
bulan dan dapat terjadi rekurensi pada beberapa pasien.
33
2.4 Patofisiologi
Penyebab peningkatan pelepasan hormon tiroid yang paling sering adalah
long-acting thyroid stimulator (LATS) atau thyroid stimulating immunoglobulin
(TSI), suatu IgG yang sepertinya sesuai dengan reseptor TSH (penyakit grave) Di
antara berbagai macam akibatnya, hal ini menyebabkan perangsangan pelepasan
hormon dan pembesaran tiroid. Pelepasan TSH ditekan oleh kadar T3.T4 yang
tinggi. Penyebab Hipertiroidisme lainnya adalah tumor penghasil hormon tiroid
ortotopik atau ektopik, inflamasi tiroid (tiroiditis), peningkatan pelepasan TSH,
atau kelebihan suplai hormon tiroid. Di berbagai jaringan, hormon tiroid ( T3 dan
T4) akan meningkatkan sintesis enzim, aktivitas Na+/K+-ATPase dan penggunaan
oksigen sehingga menyebabkan peningkatan metabolisme basal dan peningkatan
suhu tubuh. Dengan merangsang glikogenolisis dan glukoneogenesis, hormon
tiroid menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa darah, sedangkan pada sisi
lain juga meningkatkan glikolisis. Hormon ini merangsang lipolisis, pemecahan
VLDL dan LDL, serta ekskresi asam empedu di dalam empedu. Hormon tiroid
merangsang pelepasan eritropoietin dan eritropoiesis, dengan meningkatkan
pemakaian oksigen. Kandungan 2,3-bisfosfogliserat (BPG) yang tinggi pada
eritrosit yang baru dibentuk akan menurunkan afinitas O2 di perifer. Hormon tiroid
mensensitisasi organ target terhadap katekolamia (terutama dengan meningkatkan
reseptor-β sehingga misalnya meningkatkan kontraktilitas jantung dan frekuensi
denyut jantung. Selain itu,hormon ini meningkatkan motilitas usus dan
merangsang proses transpor di usus dan ginjal. Hormon ini meningkatkan
perkembangan fisik (misal, pertumbuhan tinggi)dan mental (terutama intelektual).
T3 dan T4 merangsang restrukturisasi tulang dan oto, efek katabolik terutama
mendominasi dan meningkatkan eksitabilitas neuromuskular. T3 dan T4 terutama
bekerja melalui peningkatan ekspresi gen, yang berlangsung selama beberapa hari.
Di luar hal ini, kerjanya yang lama disebabkan oleh lamanya waktu paruh di
34
dalam darah (T3 = satu hari dan T4 = tujuh hari). T3 dan T4 dari ibu sebagian besar
diinaktifkan di plasenta, dan karenanya hanya memberikan efek yang sedikit bagi
janin.
Pada hipertiroidisme, metabolisme dan produksi panas akan meningkat.
Metabolisme basal hampir mendekati kedua kalinya. Pasien yang terkena lebih
menyukai suhu lingkungan yang dingin; pada lingkungan yang panas pasien
cenderung berkeringat lebih banyak (intoleransi panas). Kebutuhan O 2 yang
meningkat membutuhkan hiperventilasi dan merangsang eritropoiesis. Pada satu
sisi, peningkatan lipolisis menyebabkan penurunan berat badan, dan pada sisi
yang lain menyebabkan hiperlipidasidemia. Sementara itu, konsentrasi VLDL,
LDL, dan kolesterol berkurang. Pengaruhnya pada metabolisme karbohidrat
memudahkan pembentukan diabetes melitus. Bila diberikan glukosa, konsentrasi
glukosa di dalam plasma akan meningkat secara lebih cepat dan lebih nyata pada
orang sehat; peningkatan akan diikuti oleh penurunan yang cepat (toleransi
glukosa terganggu). Meskipun hormon tiroid meningkatkan sintesis
protein,hipertiroidisme akan meningkatkan enzim proteolitik sehingga
menyebabkan proteolisis yang berlebihan dengan peningkatan pembentukan dan
ekskresi urea. Massa otot akan berkurang. Pemevahan matriks tulang dapat
menyebabkan osteoporosis, hiperkalsemia,dan hiperkalsiuri. Akibat kerja
perangsangan jantung, curah jantung (CO) dan tekanan darah sistolik akan
meningkat. Fibrilasi atrium kadang-kadang dapat terjadi. Pembuluh darah perifer
akan berdilatasi. Laju filtrasi glomerulus (GFR), aliran plasma ginjal (RPF), serta
transfor tubulus akan meningkat di ginjal, sedangkan di hati pemecahan hormon
steroid dan obat akan dipercepat. Perangsangan otot di usus halus akan
menyebabkan diare, peningkatan eksitabilitas neuromuskular akan menimbulkan
hiperrefleksia, tremor, kelemahan otot, dan insomnia.
35
2.5 Penatalaksanaan
2.5.1 Obat antitiroid
Terpenting adalah kelompok derivat tioimidazol(CBZ atau kabimazol 5mg,
MTZ atau metimazol/tiamazol 5,10,30 mg) dan derivat tiourasil (PTU
propiltiourasil 50,100 mg) menghambat proses organifikasi dan reaksi autoimun,
tetapi PTU masih ada efek tambahan yaitu menghambat konversi T4 menjadi T3 di
perifer.CBZ dalam tubuh cepat diubah dalam bentuk MTZ. Waktu paruh MTZ 4-6
jam dan PTU 1-2 jam. MTZ berada di folikel ±20 jam, PTU lebih pendek.
Dibanding MTZ, kadar PTU 10x lebih rendah dalam air susu.
Dosis dimulai dengan 30 mg CBZ, 30 mg MTZ atau 400 mg PTU sehari
dalam dosis terbagi. Biasanya dalam 4-6 minggu tercapai eutirodisme. Kemudian
dosis dititrasi sesuai respons klinis. Lama pengobatan 1-1,5 tahun, kemudian
hentikan untuk melihat apakah terjadi remisi.
Ada dua metode yang dapat digunakan dalam penggunaan OAT ini.
Pertama berdasarkan titrasi: mulai dengan dosis besar dan kemudian berdasarkan
klinis/ laboratoris dosis diturunkan sampai mencapai dosis terendah dimana pasien
masih dalam keadaan eutiroidisme. Kedua disebut sebagai blok-substitusi, dalam
metode ini pasien diberi dosis besar terus-menerus dan apabila mencapai keadaan
hipotiroidisme, maka ditambah hormon tiroksin hingga mencapai eutiroidisme
pulih kembali. Rasional cara kedua yaitu bahwa dosis tinggi dan lama
memberikan kemungkinan perbaikan proses imunologik yang mendasari proses
penyakit Graves.
Efek samping yang sering rash, urtikaria, demam dan malaise, alergi,
eksantem, nyeri otot dan artalgia, yang jarang keluhan gastrointestinal, perubahan
rasa dan kecap, artritis dan yang paling ditakuti yaitu agranulositosis. Yang
terakhir ini kalau terjadi hampir selalu pada 3 bulan pertama penggunaan obat.
Yang amat jarang trombositopenia, anemia aplastik, hepatiti, vaskulitis,
hipoglikemia (insulin autoimmune syndrome). Untuk evaluasi gunakan gambaran
klinis, dengan misalnya indeks Wayne atau indeks New Castle (termasuk linkar
leher) dan kadang diperlukan pemeriksaan T4/f T4.
36
2.6 Komplikasi
2.6.1 Krisis tiroid
Krisis tiroid adalah tirotoksikosis yang amat membahayakan, meskipun
jarang terjadi. Krisis tirotoksikosis menyebabkan peningkatan fulminant pada
tanda dan gejala tirotoksikosis. Hal ini terjadi pada pasien yang tidak diobati atau
diobati secara tidak adekuat. Sindroma ini ditandai dengan iritabilitas ekstrim,
delirium atau koma, demam sampai 41°C atau lebih, takikardia, kegelisahan,
hipotensi, muntah, dan diare. Faktor fisiologik yang memulai krisis tirotoksikosis
tidak diketahui.
38
2.6.2 Agranulosit
Agranulosit adalah komplikasi serius akibat pemakaian obat anti tiroid
dengan persentase kejadian 0,1-0,5 % pada pasien.
2.7 Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
39
Daftar Pustaka
1. Moore, Keith L., Agur, Anne M. R. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta:
Hipokrates; 2002
2. Mescher, Anthony L. Histologi Dasar Junquiera: Teks & Atlas. Edisi 12.
Jakarta: EGC; 2011
3. Anthony Fauci, Eugene B, Dennis K, Stephen K, Dan Longo, J. Jameson,
Joseph Loscalzo. Harrison’s Principle Of Internal Medicine, edisi 17:
Mcgraw-hill: 2008
4. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi 11.Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006.
5. Reid JR, Wheeler SF. Hyperthyroidism: Diagnosis and Treatment.
University of Louisville School of Medicine 2005; 72(4): 624–9.
6. American Thyroid Association. Hyperthyroidism.
http://www.thyroid.org/wp-content/uploads/patients/brochures/ata-
hyperthyroidism-brochure.pdf [accessed May 16th 2017]
7. Kumar, Cotran, Robbins. Buku ajar patologi. EGC: Jakarta, 2014.