Anda di halaman 1dari 15

TUGAS SEJARAH

LINTAS MINAT (LM)

DISUSUN OLEH :

ANGGA LESMANA

KELAS : X IPS 1

SMA NEGERI 9 KOTA CIREBON


BIOGRAFI PAHLAWAN

Ir. SOEKARNO

Dr.(HC) Ir. H. Soekarno (nama lahir: Koesno Sosrodihardjo) (lahir


di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada
umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada
periode 1945–1966. Ia memainkan peranan penting dalam memerdekakan bangsa
Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia
(bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus1945.
Soekarno adalah yang pertama kali mencetuskan konsep
mengenai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan ia sendiri yang
menamainya
Masa kecil dan remaja
Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi
Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai. Keduanya bertemu ketika
Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah
Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan
dari Bali dan beragama Hindu, sedangkan Raden Soekemi sendiri
beragama Islam. Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini
sebelum Soekarno lahir. Ketika kecil Soekarno tinggal bersama
kakeknya, RadenHardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.
Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah
ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di
Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah
tempat ia bekerja.
Beberapa peran Bung Karno di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Bung Karno menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana Tadashi
Maeda bersama Bung Hatta dan Mr. Achmad Soebardjo.
b. Bung Karno menandatangani teks Proklamasi atas nama bangsa Indonesia
bersama Bung Hatta.
c. Bung Karno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di
kediamannya di jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.
Drs. MOH. HATTA

Dr.(HC) Drs. H. Mohammad Hatta (lahir dengan nama Muhammad Athar,


populer sebagai Bung Hatta; lahir di Fort de Kock (sekarang Bukittinggi,
Sumatera Barat), Hindia Belanda, 12 Agustus 1902 – meninggal di Jakarta, 14
Maret 1980 pada umur 77 tahun) adalah pejuang, negarawan, ekonom, dan
juga Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Ia bersama Soekarno memainkan
peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda
sekaligus memproklamirkannya pada 17 Agustus 1945. Ia juga pernah menjabat
sebagai Perdana Menteri dalam Kabinet Hatta I, Hatta II, dan RIS. Ia mundur dari
jabatan wakil presiden pada tahun1956, karena berselisih dengan
Presiden Soekarno. Hatta juga dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Latar belakang
Mohammad Hatta lahir dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha yang
keturunan aceh yang lama menetap di Sumatera Barat. Ayahnya merupakan
seorang keturunan ulama tarekat di Batuhampar, dekat Payakumbuh, Sumatera
Barat. Sedangkan ibunya berasal dari keluarga pedagang di Bukittinggi. Ia lahir
dengan nama Muhammad Athar pada tanggal 12 Agustus 1902. Namanya, Athar
berasal dari bahasa Arab, yang berarti "harum". Ia merupakan anak kedua, setelah
Rafiah yang lahir pada tahun 1900. Sejak kecil, ia telah dididik dan dibesarkan
dalam lingkungan keluarga yang taat melaksanakan ajaran agama Islam.
Pendidikan dan pergaulan
Mohammad Hatta pertama kali mengenyam pendidikan formal di sekolah
swasta. Setelah enam bulan, ia pindah ke sekolah rakyat dan sekelas dengan Rafiah,
kakaknya. Namun, pelajarannya berhenti pada pertengahan semester kelas tiga. Ia
lalu pindah ke ELS di Padang (kini SMA Negeri 1 Padang) sampai tahun 1913,
kemudian melanjutkan ke MULO sampai tahun 1917. Selain pengetahuan umum,
ia telah ditempa ilmu-ilmu agama sejak kecil. Ia pernah belajar agama
kepadaMuhammad Jamil Jambek, Abdullah Ahmad, dan beberapa ulama lainnya.
Beberapa peran Bung Hatta dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
adalah sebagai berikut.
a. Bung Hatta menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana Tadashi
Maeda bersama Bung Karno dan Mr. Achmad Soebardjo.
b. Bung Hatta menandatangani teks Proklamasi atas nama bangsa Indonesia
bersama Bung Karno.
ACHMAD SOEBARJO
Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (lahir di Karawang, Jawa
Barat, 23 Maret 1896 – meninggal 15 Desember 1978 pada umur 82 tahun) adalah
tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia, diplomat, dan seorang Pahlawan Nasional
Indonesia. Ia adalah Menteri Luar Negeri Indonesia yang pertama. Achmad
Soebardjo memiliki gelar Meester in de Rechten, yang diperoleh di Universitas
Leiden Belanda pada tahun 1933.
Awal mula
Achmad Soebardjo dilahirkan di Teluk Jambe, Karawang, Jawa Barat, tanggal 23
Maret 1896. Ayahnya bernama Teuku Muhammad Yusuf, masih keturunan
bangsawan Aceh dari Pidie. Kakek Achmad Soebardjo dari pihak ayah adalah Ulee
Balang dan ulama di wilayah Lueng Putu, sedangkan Teuku Yusuf adalah pegawai
pemerintahan dengan jabatan Mantri Polisi di wilayah Teluk Jambe, Kerawang. Ibu
Achmad Soebardjo bernama Wardinah. Ia keturunan Jawa-Bugis, dan merupakan
anak dari Camat di Telukagung, Cirebon.
Ayahnya mulanya memberinya nama Teuku Abdul Manaf, sedangkan ibunya
memberinya nama Achmad Soebardjo. Nama Djojoadisoerjo ditambahkannya
sendiri setelah dewasa, saat ia ditahan di penjara Ponorogo karena "Peristiwa 3 Juli
1946".
Ia bersekolah di Hogere Burger School, Jakarta (saat ini setara dengan Sekolah
Menengah Atas) pada tahun 1917. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya
diUniversitas Leiden, Belanda dan memperoleh ijazah Meester in de Rechten (saat
ini setara dengan Sarjana Hukum) di bidang undang-undang pada tahun 1933.
Adapun peranan Mr. Achmad Soebardjo adalah sebagai berikut.
Mr. Achmad Soebardjo menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana
Tadashi Maeda bersama Bung Karno dan Bung Hatta.
SUTAN SJAHRIR

Sutan Syahrir (ejaan lama:Soetan Sjahrir) (lahir di Padang Panjang, Sumatera


Barat, 5 Maret 1909 – meninggal di Zürich, Swiss, 9 April 1966 pada umur 57
tahun) adalah seorang politikus dan perdana menteri pertama Indonesia Keturunan
bugis. Ia menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia dari 14 November 1945
hingga 20 Juni 1947. Syahrir mendirikan Partai Sosialis Indonesia pada
tahun 1948. Ia meninggal dalam pengasingan sebagai tawanan politik dan
dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Sutan Syahrir ditetapkan sebagai salah
seorang Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 9 April 1966 melalui Keppres
nomor 76 tahun 1966.
Syahrir lahir dari pasangan Mohammad Rasad gelar Maharaja Soetan bin Soetan
Leman gelar Soetan Palindih dan Puti Siti Rabiah yang berasal dari Koto
Gadang,Agam, Sumatera Barat [2] Ayahnya menjabat sebagai penasehat sultan
Deli dan kepala jaksa (landraad) di Medan. Syahrir bersaudara seayah
dengan Rohana Kudus, aktivis serta wartawan wanita yang terkemuka.
Sekolah MULO di Medan (sekitar tahun 1925)
Syahrir mengenyam sekolah dasar (ELS) dan sekolah menengah (MULO) terbaik
di Medan, dan membetahkannya bergaul dengan berbagai buku-buku asing dan
ratusan novel Belanda. Malamnya dia mengamen di Hotel De Boer(kini Hotel
Natour Dharma Deli), hotel khusus untuk tamu-tamu kulit putih.
Pada 1926, ia selesai dari MULO, masuk sekolah lanjutan atas (AMS) di Bandung,
sekolah termahal di Hindia Belanda saat itu. Di sekolah itu, dia bergabung dalam
Himpunan Teater Mahasiswa Indonesia (Batovis) sebagai sutradara, penulis
skenario, dan juga aktor. Hasil mentas itu dia gunakan untuk membiayai sekolah
yang ia dirikan,Tjahja Volksuniversiteit, Cahaya Universitas Rakyat.
Di kalangan siswa sekolah menengah (AMS) Bandung, Syahrir menjadi seorang
bintang. Syahrir bukanlah tipe siswa yang hanya menyibukkan diri dengan buku-
buku pelajaran dan pekerjaan rumah. Ia aktif dalam klub debat di sekolahnya.
Syahrir juga berkecimpung dalam aksi pendidikan melek huruf secara gratis bagi
anak-anak dari keluarga tak mampu dalam Tjahja Volksuniversiteit.
Adapun peran Sutan Sjahrir sebagai berikut.
a. Peran sutan syahrir yaitu sebagai pemimpin perlawanan bawah tanah tuk
menyerang atau melawan jepang
b. Peran Dr. Radjiman wedyaningrat yaitu sebagai ketua dari bpupki ( badan
persiapan usaha kemerdekaan Indonesia)
5. SAYUTI MELIK
Mohamad Ibnu Sayuti atau yang lebih dikenal sebagai Sayuti Melik (lahir
di Sleman, Yogyakarta, 22 November 1908 – meninggal di Jakarta, 27
Februari 1989 pada umur 80 tahun), dicatat dalam sejarah Indonesia sebagai
pengetik naskah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Dia adalah suami
dari Soerastri Karma Trimurti, seorang wartawati dan aktifis perempuan di zaman
pergerakan dan zaman setelah kemerdekaan.
Masa Muda
Dilahirkan pada tanggal 22 November 1908, anak dari Abdul Mu'in alias
Partoprawito, seorang bekel jajar atau kepala desa di Sleman, Yogyakarta.
Sedangkan ibunya bernama Sumilah. Pendidikan dimulai dari Sekolah Ongko Loro
(Setingkat SD) di desa Srowolan, sampai kelas IV dan diteruskan sampai mendapat
Ijazah di Yogyakarta.
Nasionalisme sudah sejak kecil ditanamkan oleh ayahnya kepada Sayuti kecil.
Ketika itu ayahnya menentang kebijaksanaan pemerintah Belanda yang
menggunakan sawahnya untuk ditanami tembakau.
Ketika belajar di sekolah guru di Solo, 1920, ia belajar nasionalisme dari guru
sejarahnya yang berkebangsaan Belanda, H.A. Zurink. Pada usia belasan tahun itu,
ia sudah tertarik membaca majalah Islam Bergerak pimpinan K.H. Misbach di
Kauman, Solo, ulama yang berhaluan kiri. Ketika itu banyak orang, termasuk tokoh
Islam, memandang Marxisme sebagai ideologi perjuangan untuk menentang
penjajahan. Dari Kiai Misbach ia belajar Marxisme. Perkenalannya yang pertama
dengan Bung Karno terjadi di Bandung pada 1926.
Tulisan-tulisannya mengenai politik menyebabkan ia ditahan berkali-kali oleh
Belanda. Pada tahun 1926 ditangkap Belanda karena dituduh membantu PKI dan
selanjutnya dibuang ke Boven Digul (1927-1933). Tahun 1936 ditangkap Inggris,
dipenjara di Singapura selama setahun. Setelah diusir dari wilayah Inggris
ditangkap kembali oleh Belanda dan dibawa ke Jakarta, dimasukkan sel di Gang
Tengah (1937-1938).
Peran Sayuti Melik adalah sebagai berikut.
Sayuti Melik mengetik naskah Proklamasi setelah ia sempurnakan dari tulisan
tangan Bung Karno.
SUKARNI KARTODIWIRJO

Soekarni (EYD: Sukarni; lahir di Blitar, Jawa Timur, 14 Juli 1916 – meninggal
di Jakarta, 7 Mei 1971 pada umur 54 tahun), yang nama lengkapnya
adalah Soekarni Kartodiwirjo, adalah tokoh pejuang kemerdekaan dan Pahlawan
Nasional Indonesia. Gelar Pahlawan Nasional Indonesia disematkan oleh
Presiden Joko Widodo, pada 7 November 2014 kepada perwakilan keluarga
di Istana Negara Jakarta.
Kelahiran dan masa kecil
Sukarni lahir hari Kamis Wage di desa Sumberdiran, Kecamatan Garum,
Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Namanya jika dijabarkan berarti "Su" artinya lebih
sedangkan "Karni" artinya banyak memperhatikan dengan tujuan oleh orangtuanya
agar Sukarni lebih memperhatikan nasib bangsanya yang kala itu masih dijajah
Belanda. Sukarni merupakan anak keempat dari sembilan bersaudara.
Ayahnya adalah Kartodiwirjo, keturunan dari Eyang Onggo, juru masak Pangeran
Diponegoro. Ibunya bernama Supiah, gadis asal Kediri. Keluarga Sukarni bisa
dikatakan berkecukupan jika dibanding penduduk yang lain. Ayahnya membuka
toko daging di pasar Garum dan usahanya sangat laris.
Sukarni masuk sekolah di Mardisiswo di Blitar (semacam Taman Siswa yang
dibuat oleh Ki Hajar Dewantara). Di sekolah ini Sukarni belajar mengenai
nasionalisme melalui Moh. Anwar yang berasal dari Banyumas, pendiri
Mardidiswo sekaligus tokoh pergerakan Indonesia.
Sebagai anak muda, Sukarni terkenal kenakalannya karena sering berbuat onar. Dia
sering berkelahi dan hobi menantang orang Belanda. Dia pernah mengumpulkan
30-50 orang teman-temannya dan mengirim surat tantangan ke anak muda Belanda
untuk berkelahi. Lokasinya di kebun raya Blitar, dekat sebuah kolam. Anak-anak
Belanda menerima tantangan itu dan terjadilah tawuran. Kelompok Sukarni
memenangkan perkelahian itu dan anak Belanda yang kalah dicemplungkan ke
kolam.
Peran Sukarni antara lain sebagai berikut.
Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks Proklamasi adalah Bung
Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia.
B.M. DIAH
Burhanuddin Mohammad Diah (lahir di Kutaraja, yang kini dikenal
sebagai Banda Aceh, 7 April 1917 – meninggal di Jakarta, 10 Juni 1996 pada umur
79 tahun) adalah seorang tokoh pers, pejuang kemerdekaan, diplomat, dan
pengusaha Indonesia.
Masa kecil
Nama asli B.M. Diah yang sesungguhnya hanyalah Burhanuddin. Nama ayahnya
adalah Mohammad Diah, yang berasal dari Barus, Sumatera Utara. Ayahnya adalah
seorang pegawai pabean di Aceh Barat yang kemudian menjadi penerjemah.
Burhanuddin kemudian menambahkan nama ayahnya kepada namanya sendiri.
Ibunya, Siti Sa'idah (istri pertama Diah) adalah wanita Aceh yang menjadi ibu
rumah tangga. Burhanuddin, anak bungsu dari 8 bersaudara, juga mempunyai dua
orang saudara tiri dari istri kedua ayahnya.
Melanjutkan sekolah
Pada usia 17 tahun, Burhanuddin berangkat ke Jakarta dan belajar di Ksatriaan
Instituut (sekarang Sekolah Ksatrian) yang dipimpin oleh Dr. E.E. Douwes Dekker.
Burhanuddin memilih jurusan jurnalistik, namun ia banyak belajar tentang dunia
kewartawanan dari pribadi Douwes Dekker.
Burhanuddin sesungguhnya tidak mampu membayar biaya sekolah. Namun melihat
tekadnya untuk belajar, Dekker mengizinkannya terus belajar dan bahkan
memberikan kesempatan kepadanya menjadi sekretaris di sekolah itu.
Peran B.M. Diah sebagai berikut.
Beliau merupakan tokoh yang berperan sebagai wartawan dalam menyiarkan kabar
berita Indonesia Merdeka ke seluruh penjuru tanah air.

8. JUSUF KUNTO
Jusuf Kunto lahir di Salatiga pada tanggal 8 Agustus 1921. Jusuf Kunto sebenarnya
bernama asli Kunto. Namanya berubah menjadi Jusuf Kunto sejak tahun 1937,
diambil dari nama depan keluarga kakak sepupunya, Mr. Jusuf Suwondo. Jusuf
Kunto merupakan salah satu tokoh yang ikut menculik Soekarno dan Hatta ke
Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945. Dia bersama Sukarni dan beberapa
anggota PETA yang menjemput dan membawa Soekarno dan Hatta menuju
Rengasdengklok.
Peran Jusuf Kunto sebagai berikut.
Membawa Soekarno Hatta ke Rengasdengklok.

9. LATIEF HENDRANINGRAT
Abdul Latief Hendraningrat (lahir di Jakarta, 15 Februari 1911 – meninggal
di Jakarta, 14 Maret 1983 pada umur 72 tahun) adalah seorang
prajurit PETA berpangkat Sudanco pengerek bendera Sang Saka Merah
Putih tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56.
Pasukan PETA Latief bermarkas di bekas markas pasukan kavaleri Belanda di
Kampung Jaga Monyet, yang kini bernama jalan Suryopranoto di depan Harmoni.
Setelah bergabung dengan TNI, kariernya menanjak terus dan bahkan sempat
menjadi Rektor IKIP Jakarta (kini Universitas Negeri Jakarta) pada tahun 1964-
1965.
Ia merupakan cucu dari Djojo Dirono, bupati Lamongan yang memerintah pada
tahun 1885-1937. Sehingga ia juga memiliki darah dari Ken Arok, Jaka
Tingkir dan Mangkunegara I.
Peran Latief Hendraningrat sebagai berikut.
Pengibar sang bendera merah putih

10. SUHUD
S. Suhud atau lengkapnya Suhud Sastro Kusumo, Beliau adalah salah seorang
pengibar bendera pusaka saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945. Tepatnya sebagai pendamping Pak latif Hendraningrat.
Peran Suhud sebagai berikut.
Pengibar sang bendera merah putih

11. SUWIRJO
Raden Suwiryo (lahir di Wonogiri, Jawa Tengah, 17 Februari 1903 – meninggal
di Jakarta, 27 Agustus 1967 pada umur 64 tahun) adalah seorang tokoh pergerakan
Indonesia. Ia juga pernah menjadi Walikota Jakarta dan Ketua Umum PNI. Ia juga
pernah menjadi Wakil Perdana Mentri pada Kabinet Sukiman-Suwiryo.
Pendidikan dan pekerjaan
Suwiryo menamatkan AMS dan kuliah di Rechtshogeschool namun tidak tamat.
Suwiryo sempat bekerja sebentar di Centraal Kantoor voor de Statistik. Kemudia ia
bergiat di bidang partikelir, menjadi guru Perguruan Rakyat, kemudian memimpin
majalah Kemudi. Menjadi pegawai pusat Bowkas "Beringin" sebuah kantor
asuransi. Pernah juga menjadi pengusaha obat di Cepu.
Peran Suwirjo sebagai berikut.
Beliau adalah Gubernur Jakarta Raya yang mengusahakan kegiatan upacara
proklamasi dan pembacaan proklamasi berjalan aman dan lancar.

12. FRANS SUMARTO MENDUR


Frans Soemarto Mendur (lahir tahun 1913 – meninggal tahun 1971 pada umur
57/58 tahun) adalah salah satu dari para fotografer yang mengabadikan detik-detik
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Frans Mendur
bersama Alex Mendur, Justus Umbas, Frans "Nyong" Umbas, Alex Mamusung dan
Oscar Ganda, kemudian mendirikan IPPHOS (Indonesia Press Photo Service) pada
2 Oktober 1946.
Peran Frans S. Mendur sebagai berikut.
Beliau seorang wartawan yang menjadi perekam sejarah melalui gambar-gambar
hasil bidikannya pada peristiwa-peristiwa perjuangan kemerdekaan Republik
Indonesia bersama kawan-kawannya di Ipphos (Indonesia Press Photo Service).

13. SYAHRUDDIN
Syahruddin adalah seorang telegraphis pada kantor berita Jepang (DOMEI) yang
mengabarkan berita proklamasi kemerdekaan Negara Indonesia ke seluruh dunia
secara sembunyi-sembunyi ketika personil jepang istirahat pada tanggal 17 agustus
1945 jam 4 sore. Tanpa jasa syahruddin, maka niscaya berita proklamasi tidak akan
cepat disebarluaskan.
Peran Syahruddin sebagai berikut.
Mengabarkan berita proklamasi kemerdekaan Negara Indonesia ke seluruh dunia
secara sembunyi-sembunyi ketika personil jepang istirahat pada tanggal 17 agustus
1945 jam 4 sore.

14. JUSUF PONODIPURO


Moehammad Joesoef Ronodipoero atau hanya Yusuf Ronodipuro (lahir
di Salatiga, Jawa Tengah, 30 September 1919 – meninggal di Jakarta Selatan, 27
Januari 2008 pada umur 88 tahun) adalah duta besar Indonesia. Pada awalnya ia
dikenal sebagai penyiar kemerdekaan Republik Indonesia secara luas. Selain itu ia
pernah menjadi Duta Besar luar biasa Indonesia di Uruguay, Argentina, dan Chili.
Yusuf Ronodipuro dianggap sebagai salah satu tokoh pahlawan Indonesia karena
perannya dalam menyiarkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ke seluruh dunia
saat dia bekerja di Radio Hoso Kyoku. Dia juga adalah salah satu pendiri dari Radio
Republik Indonesia pada tanggal 11 September 1945, yang berdiri sampai
sekarang, dan kemudian hari jadinya diperingati setiap tanggal 11 September.
Latar belakang
Yusuf Ronodipuro lahir di Salatiga, Jawa Tengah pada tanggal 30 September 1919.
Pasangannya bernama Siti Fatima Rassat, dan mempunyai tiga anak: Dharmawan,
Irawan, dan Fatmi. Dia meninggal dunia di RSAD Gatot Soebroto tanggal 27
Januari 2008 karena penyakit komplikasi stroke dan kanker paru-paru yang
disebabkan kebiasaannya sebagai perokok berat. Dia dimakamkan di Taman
Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta tanggal 28 Januari. Namun, pemakamannya
tidak dihadiri banyak orang karena berbarengan dengan peristiwa kematian dan
pemakaman Soeharto, Presiden ke-2 Indonesia.
Peran Jusuf Ponodipuro sebagai berikut.
Menyiarkan berita proklamasi Indonesia ke seluruh dunia dan rakyat Indonesia.
15. WIKANA
Wikana (lahir di Sumedang, Jawa Barat, 18 Oktober 1914 - meninggal di ?, 1966)
adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia. Bersama Chaerul
Saleh, Sukarnidan pemuda-pemuda lainnya dari Menteng 31, mereka
menculik Soekarno dan Hatta dalam Peristiwa Rengasdengklok dengan tujuan
agar kedua tokoh ini segera membacakan Proklamasi Kemerdekaan setelah
kekalahan Jepang dari Sekutu pada tahun 1945. Wikana termasuk dalam daftar
orang yang menghilang dan diduga meninggal dibunuh dalam lembaran hitam
tragedi Pembantaian di Indonesia 1965–1966 pasca peristiwa G30S.
Keluarga
Wikana terlahir dari keluarga menak Sumedang. Ayahnya, Raden Haji Soelaiman,
pendatang dari Demak, Jawa Tengah. Kendati menak merupakan golongan yang
mendapatkan previlese semasa penjajahan, tidak demikian halnya dengan keluarga
Wikana. Bahkan salah seorang kakanya, Winanta adalah seorang Digulis.
Pendidikan
Boleh dibilang Wikana punya otak encer. Sebagai anak priayi, dia punya hak untuk
mengenyam pendidikan. Tapi untuk masuk ELS (Europeesch Lagere School),
sekolah dasar yang menggunakan bahasa Belanda sebagai pengantar, tidak cukup
bermodal anak raden saja. Kemampuan bahasa Belanda dan kepintaran si anak
menjadi standar utama. Wikana kecil memenuhi syarat itu dan berhasil lulus dari
ELS. Lepas dari ELS Wikana melanjutkan sekolah ke MULO (Meer Uitgebreid
Lager Onderwijs). Semasa muda itulah Wikana sempat menjadi salah satu dari
sekian pemuda satelit Bung Karno di Bandung.
Peran Wikana sebagai berikut.
Utusan yang menyampaikan putusan golongan muda kepada Soekarno-Hatta.

16. CHAERUL SALEH


Chaerul Saleh gelar Datuk Paduko Rajo (lahir di Sawahlunto, Sumatera
Barat, 13 September 1916 – meninggal di Jakarta, 8 Februari 1967 pada umur 50
tahun) adalah seorang pejuang dan tokoh politik Indonesia yang pernah menjabat
sebagai wakil perdana menteri, menteri, dan ketua MPRS antara
tahun 1957 sampai 1966. Ia juga menelurkan ide negara kepulauan dengan batas
teritorial 12 mil laut yang disahkan pada 13 Desember 1957. Atas jasa-jasanya
Chaerul dianugerahi pangkatJenderal TNI Kehormatan.
Latar belakang
Chaerul Saleh seorang putra Minangkabau yang lahir dari pasangan Achmad Saleh
dan Zubaidah binti Ahmad Marzuki. Ayahnya adalah seorang dokter yang sempat
menjadi calon anggota Volksraad. Pada usia dua tahun, orang tuanya bercerai dan
ia dibawa pulang oleh ibunya ke Lubuk Jantan, Lintau, Tanah Datar. Di usia empat
tahun, ayahnya membawa Chaerul ke Medan dan menyekolahkannya disana.
Setelah ayahnya berpindah tugas, ia bersekolah di Europeesche Lagere
School,Bukittinggi. Lulus dari ELS ia pindah ke Hogereburgerschool (HBS) di
Medan.
Ketika sekolah di Medan ia sering pulang ke Bukittinggi. Dan disinilah ia bertemu
dengan Yohana Siti Menara Saidah, putri Lanjumin Dt. Tumangguang yang kelak
menjadi istrinya. Karena dialah Chaerul pindah sekolah ke Batavia. Di Batavia dia
bersekolah di Koning Willemdrie atau HBS 5 tahun di Jalan Salemba. Kemudian
dia melanjutkan pendidikannya di Fakultas Hukum, Jakarta (1937-1942).
Peran Chaerul Saleh sebagai berikut.
Ia menculik Soekarno dan Hatta dalam peristiwa Rangesdengklok. Mereka
menuntut agar kedua tokoh ini segera membacakan proklamasi kemerdekaan
Indonesia. Pada tahun 1946, Chaerul bergabung dengan Persatuan Perjuangan
pimpinan Tan Malaka. Kelomok ini menuntut kemerdekaan seratus persen dan
berdiri sebagai pihak oposisi pemerintah. Oleh karenanya pada tanggal 17 Maret
1946, beberapa tokoh kelompok ini ditangkap termasuk diantaranya Chaerul. Pada
tanggal 6 Juli 1948, Tan Malaka mendirikan Gerakan Rakyat Revolusioner dan
menunjuk Chaerul Saleh sebagai sekretaris pegerakan.

17. Dr. MUWARDI


Dr. Moewardi (Pati, Jawa Tengah, 1907 - Surakarta, Jawa Tengah, 13
Oktober 1948) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia.
Moewardi adalah seorang dokter lulusan STOVIA. Setelah lulus, ia melanjutkan
pendidikan Spesialisasi Telinga Hidung Tenggorokan (THT). Selain itu aa adalah
ketua Barisan Pelopor tahun 1945 di Surakarta dan terlibat dalam
peristiwa proklamasi 17 Agustus 1945. Dalam acara tersebut, ia juga turut
memberikan sambutan setelah Soewirjo, wakil wali kota Jakarta saat itu.
Di Solo, dr.Muwardi mendirikan sekolah kedokteran dan membentuk gerakan
rakyat untuk melawan aksi-aksi PKI. Pada peristiwa Madiun dia adalah salah satu
tokoh yang dikabarkan hilang dan diduga dibunuh oleh pemberontak selain
Gubernur Soeryo.
Kini namanya diabadikan sebagai nama Rumah Sakit Umum Daerah Surakarta.
Namanya juga diabadikan sebagai sebuah nama jalan di jakartaDr Muwardi (1907-
1948)
Putera Seorang Guru dari Jakenan
Muwardi dilahirkan di Desa Randukuning, Pati, Jawa Tengah, Rebo Pahing 30
Januari 1907 jam 10.15 malam 15 Besar tahun Jawa 1836. Sebagai putera ke-7 dari
Mas Sastrowardojo dan Roepeni, seorang mantri guru. Sebuah kedudukan yang
sangat berwibawa pada zaman itu. Muwardi adalah ber-13-saudara, laki-laki dan
perempuan. Dari keturunan Sastrowardojo yang hidup ada yang menjadi pegawai
Pamong Praja, ada juga tetap menjadi wiraswasta saja. Diantaranya menjadi
seorang analis kesehatan yaitu Supardi, Pemimpin Laboratorium Kesehatan Daerah
Jogjakarta sekitar tahun 1940-1950 yang merupakan kakak dari Muwardi. Analis
kesehatan yang lainnya adalah adik Muwardi yaitu Darsono.
Pada tahun 1913 Bapak Sastrowardojo pindah ke Desa Jakenan untuk mengajar di
Sekolah Rakyat Bumi Putera, karena kepintarannya Muwardi dipindahkan ke HIS
(Hollandsch Inlandsche School) di Kudus yaitu sekolah dasar dengan bahasa
pengantar bahasa Belanda. Sebagai seorang pendidik, Sastrowardojo ingin agar
putra-putrinya menjadi orang yang lebih pandai dan memiliki kedudukan lebih
tinggi daripada dirinya. Melihat kepandaian Muwardi dan rasa sayang jika anaknya
sekolah terlalu jauh dari rumah Sastrowardojo memindahkan Moewardi ke
Europesche Lagere School di Pati.
Peran Muwardi sebagai berikut.
a. Muwardi membacakan teks pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang
disusun oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
b. Dr Muwardi memiliki peran penting pada saat menjelang dikumandangkannya
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Ketika itu ia sudah menjadi ketua
Barisan Pelopor untuk seluruh Jawa. Tanggal 16 Agustus 1945, ia memerintahkan
Barisan Pelopor untuk menjaga Lapangan Ikada (sekarang Lapangan Monas) yang
rencananya akan digunakan sebagai tempat pembacaan teks proklamasi.

18. SUDIRO
Sudiro dikenal sebagai Walikota (Jabatan setara dengan Gubernur pada saat itu)
Jakarta untuk periode 1953-1960. Pria kelahiran Yogyakarta, 24 April 1911 ini
mengeluarkan kebijakan pemecahan wilayah Jakarta menjadi
tiga kabupaten yaitu Jakarta Utara, Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Ia juga yang
mengemukakan kebijakan pembentukan Rukun Tetangga (RT) dan Rukun
Kampung (RK) yang kemudian menjadi Rukun Warga (RW). Ia meninggal pada
tahun 1992.
Peran Sudiro sebagai berikut.
Saksi perumusan naskah proklamasi.

19. A.M HANAFI


Anak Marhaen Hanafi (lahir di Bengkulu, Hindia-Belanda, tahun 1918 –
meninggal di Paris, Perancis, 2 Maret 2004 pada umur 85/86 tahun) adalah
mantan Menteri Urusan Tenaga Rakyat (1957–1960) dan mantan Duta Besar
Republik Indonesia untuk Kuba (1963–1965). Akibat kedekatannya
dengan Soekarno, ia meminta dan mendapatsuaka politik ke Perancis di mana dia
tinggal hingga akhir hayatnya.
Peran A.M Hanafi sebagai berikut.
Memberikan inisiatif pada Bung Karno untuk membacakan Teks Proklamasi, tanpa
Beliau (Jend. AM Hanafi) Bung Karno tidak berani membacakan teks sebab ketika
itu Jepang akan siap membasmi siapa saja yang berani melawan, apalagi
membacakan teks proklamasi.

20. A.R BASWEDAN


AR Baswedan (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 9 September 1908 – meninggal
di Jakarta, 16 Maret 1986 pada umur 77 tahun) adalah nama populer
dari Abdurrahman Baswedan (Jawi: ‫)عبدالرحمن باسويدان‬, seorang nasionalis,
jurnalis, pejuang kemerdekaan Indonesia, diplomat dan juga sastrawan Indonesia.
AR Baswedan pernah menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha dan Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Wakil Menteri Muda Penerangan RI pada
Kabinet Sjahrir, Anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-
KNIP), Anggota Parlemen dan Anggota Dewan Konstituante. AR Baswedan
adalah salah satu diplomat pertama Indonesia dan berhasil mendapatkan pengakuan
de jure dan de facto pertama bagi eksistensi Republik Indonesia yaitu dari Mesir.
Peran A.R Baswedan sebagai berikut.
Mendapatkan pengakuan de facto dan de jure pertama bagi eksistensi Indonesia.
ADAM MALIK

Adam Malik Batubara (lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 22


Juli 1917 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 5 September 1984 pada umur 67
tahun) adalah mantan Menteri Indonesia pada beberapa Departemen, antara lain ia
pernah menjabat menjadi Menteri Luar Negeri. Ia juga pernah menjadi Wakil
Presiden Indonesia yang ketiga. Adam Malik ditetapkan sebagai salah
seorang Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 6 November 1998 berdasarkan
Keppres Nomor 107/TK/1998.
Latar belakang kehidupan
Adam Malik adalah anak dari pasangan Abdul Malik Batubara dan Salamah
Lubis. Ayahnya, Abdul Malik, adalah seorang pedagang kaya di
Pematangsiantar.Adam Malik adalah anak ketiga dari sepuluh bersaudara. Adam
Malik menempuh pendidikan dasarnya di Hollandsch-Inlandsche
School Pematangsiantar. Ia melanjutkan di Sekolah Agama Madrasah Sumatera
Thawalib Parabek di Bukittinggi, namun hanya satu setengah tahun saja karena
kemudian pulang kampung dan membantu orang tua berdagang.
Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada bangsa mendorong Adam Malik
untuk pergi merantau ke Jakarta. Pada usia 20 tahun, ia bersama
dengan Soemanang, Sipahutar, Armijn Pane, Abdul Hakim, dan Pandu
Kartawiguna memelopori berdirinya Kantor Berita Antara.
Peran Adam Malik sebagai berikut.
Sebagai wartawan yang menyampaikan berita proklamasi ke seluruh rakyat
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai