Biografi Pahlawan Dan Perannya Dalam Proklamasi
Biografi Pahlawan Dan Perannya Dalam Proklamasi
DISUSUN OLEH :
ANGGA LESMANA
KELAS : X IPS 1
Ir. SOEKARNO
Soekarni (EYD: Sukarni; lahir di Blitar, Jawa Timur, 14 Juli 1916 – meninggal
di Jakarta, 7 Mei 1971 pada umur 54 tahun), yang nama lengkapnya
adalah Soekarni Kartodiwirjo, adalah tokoh pejuang kemerdekaan dan Pahlawan
Nasional Indonesia. Gelar Pahlawan Nasional Indonesia disematkan oleh
Presiden Joko Widodo, pada 7 November 2014 kepada perwakilan keluarga
di Istana Negara Jakarta.
Kelahiran dan masa kecil
Sukarni lahir hari Kamis Wage di desa Sumberdiran, Kecamatan Garum,
Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Namanya jika dijabarkan berarti "Su" artinya lebih
sedangkan "Karni" artinya banyak memperhatikan dengan tujuan oleh orangtuanya
agar Sukarni lebih memperhatikan nasib bangsanya yang kala itu masih dijajah
Belanda. Sukarni merupakan anak keempat dari sembilan bersaudara.
Ayahnya adalah Kartodiwirjo, keturunan dari Eyang Onggo, juru masak Pangeran
Diponegoro. Ibunya bernama Supiah, gadis asal Kediri. Keluarga Sukarni bisa
dikatakan berkecukupan jika dibanding penduduk yang lain. Ayahnya membuka
toko daging di pasar Garum dan usahanya sangat laris.
Sukarni masuk sekolah di Mardisiswo di Blitar (semacam Taman Siswa yang
dibuat oleh Ki Hajar Dewantara). Di sekolah ini Sukarni belajar mengenai
nasionalisme melalui Moh. Anwar yang berasal dari Banyumas, pendiri
Mardidiswo sekaligus tokoh pergerakan Indonesia.
Sebagai anak muda, Sukarni terkenal kenakalannya karena sering berbuat onar. Dia
sering berkelahi dan hobi menantang orang Belanda. Dia pernah mengumpulkan
30-50 orang teman-temannya dan mengirim surat tantangan ke anak muda Belanda
untuk berkelahi. Lokasinya di kebun raya Blitar, dekat sebuah kolam. Anak-anak
Belanda menerima tantangan itu dan terjadilah tawuran. Kelompok Sukarni
memenangkan perkelahian itu dan anak Belanda yang kalah dicemplungkan ke
kolam.
Peran Sukarni antara lain sebagai berikut.
Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks Proklamasi adalah Bung
Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia.
B.M. DIAH
Burhanuddin Mohammad Diah (lahir di Kutaraja, yang kini dikenal
sebagai Banda Aceh, 7 April 1917 – meninggal di Jakarta, 10 Juni 1996 pada umur
79 tahun) adalah seorang tokoh pers, pejuang kemerdekaan, diplomat, dan
pengusaha Indonesia.
Masa kecil
Nama asli B.M. Diah yang sesungguhnya hanyalah Burhanuddin. Nama ayahnya
adalah Mohammad Diah, yang berasal dari Barus, Sumatera Utara. Ayahnya adalah
seorang pegawai pabean di Aceh Barat yang kemudian menjadi penerjemah.
Burhanuddin kemudian menambahkan nama ayahnya kepada namanya sendiri.
Ibunya, Siti Sa'idah (istri pertama Diah) adalah wanita Aceh yang menjadi ibu
rumah tangga. Burhanuddin, anak bungsu dari 8 bersaudara, juga mempunyai dua
orang saudara tiri dari istri kedua ayahnya.
Melanjutkan sekolah
Pada usia 17 tahun, Burhanuddin berangkat ke Jakarta dan belajar di Ksatriaan
Instituut (sekarang Sekolah Ksatrian) yang dipimpin oleh Dr. E.E. Douwes Dekker.
Burhanuddin memilih jurusan jurnalistik, namun ia banyak belajar tentang dunia
kewartawanan dari pribadi Douwes Dekker.
Burhanuddin sesungguhnya tidak mampu membayar biaya sekolah. Namun melihat
tekadnya untuk belajar, Dekker mengizinkannya terus belajar dan bahkan
memberikan kesempatan kepadanya menjadi sekretaris di sekolah itu.
Peran B.M. Diah sebagai berikut.
Beliau merupakan tokoh yang berperan sebagai wartawan dalam menyiarkan kabar
berita Indonesia Merdeka ke seluruh penjuru tanah air.
8. JUSUF KUNTO
Jusuf Kunto lahir di Salatiga pada tanggal 8 Agustus 1921. Jusuf Kunto sebenarnya
bernama asli Kunto. Namanya berubah menjadi Jusuf Kunto sejak tahun 1937,
diambil dari nama depan keluarga kakak sepupunya, Mr. Jusuf Suwondo. Jusuf
Kunto merupakan salah satu tokoh yang ikut menculik Soekarno dan Hatta ke
Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945. Dia bersama Sukarni dan beberapa
anggota PETA yang menjemput dan membawa Soekarno dan Hatta menuju
Rengasdengklok.
Peran Jusuf Kunto sebagai berikut.
Membawa Soekarno Hatta ke Rengasdengklok.
9. LATIEF HENDRANINGRAT
Abdul Latief Hendraningrat (lahir di Jakarta, 15 Februari 1911 – meninggal
di Jakarta, 14 Maret 1983 pada umur 72 tahun) adalah seorang
prajurit PETA berpangkat Sudanco pengerek bendera Sang Saka Merah
Putih tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56.
Pasukan PETA Latief bermarkas di bekas markas pasukan kavaleri Belanda di
Kampung Jaga Monyet, yang kini bernama jalan Suryopranoto di depan Harmoni.
Setelah bergabung dengan TNI, kariernya menanjak terus dan bahkan sempat
menjadi Rektor IKIP Jakarta (kini Universitas Negeri Jakarta) pada tahun 1964-
1965.
Ia merupakan cucu dari Djojo Dirono, bupati Lamongan yang memerintah pada
tahun 1885-1937. Sehingga ia juga memiliki darah dari Ken Arok, Jaka
Tingkir dan Mangkunegara I.
Peran Latief Hendraningrat sebagai berikut.
Pengibar sang bendera merah putih
10. SUHUD
S. Suhud atau lengkapnya Suhud Sastro Kusumo, Beliau adalah salah seorang
pengibar bendera pusaka saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945. Tepatnya sebagai pendamping Pak latif Hendraningrat.
Peran Suhud sebagai berikut.
Pengibar sang bendera merah putih
11. SUWIRJO
Raden Suwiryo (lahir di Wonogiri, Jawa Tengah, 17 Februari 1903 – meninggal
di Jakarta, 27 Agustus 1967 pada umur 64 tahun) adalah seorang tokoh pergerakan
Indonesia. Ia juga pernah menjadi Walikota Jakarta dan Ketua Umum PNI. Ia juga
pernah menjadi Wakil Perdana Mentri pada Kabinet Sukiman-Suwiryo.
Pendidikan dan pekerjaan
Suwiryo menamatkan AMS dan kuliah di Rechtshogeschool namun tidak tamat.
Suwiryo sempat bekerja sebentar di Centraal Kantoor voor de Statistik. Kemudia ia
bergiat di bidang partikelir, menjadi guru Perguruan Rakyat, kemudian memimpin
majalah Kemudi. Menjadi pegawai pusat Bowkas "Beringin" sebuah kantor
asuransi. Pernah juga menjadi pengusaha obat di Cepu.
Peran Suwirjo sebagai berikut.
Beliau adalah Gubernur Jakarta Raya yang mengusahakan kegiatan upacara
proklamasi dan pembacaan proklamasi berjalan aman dan lancar.
13. SYAHRUDDIN
Syahruddin adalah seorang telegraphis pada kantor berita Jepang (DOMEI) yang
mengabarkan berita proklamasi kemerdekaan Negara Indonesia ke seluruh dunia
secara sembunyi-sembunyi ketika personil jepang istirahat pada tanggal 17 agustus
1945 jam 4 sore. Tanpa jasa syahruddin, maka niscaya berita proklamasi tidak akan
cepat disebarluaskan.
Peran Syahruddin sebagai berikut.
Mengabarkan berita proklamasi kemerdekaan Negara Indonesia ke seluruh dunia
secara sembunyi-sembunyi ketika personil jepang istirahat pada tanggal 17 agustus
1945 jam 4 sore.
18. SUDIRO
Sudiro dikenal sebagai Walikota (Jabatan setara dengan Gubernur pada saat itu)
Jakarta untuk periode 1953-1960. Pria kelahiran Yogyakarta, 24 April 1911 ini
mengeluarkan kebijakan pemecahan wilayah Jakarta menjadi
tiga kabupaten yaitu Jakarta Utara, Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan. Ia juga yang
mengemukakan kebijakan pembentukan Rukun Tetangga (RT) dan Rukun
Kampung (RK) yang kemudian menjadi Rukun Warga (RW). Ia meninggal pada
tahun 1992.
Peran Sudiro sebagai berikut.
Saksi perumusan naskah proklamasi.