Anda di halaman 1dari 7

HASIL PRAKTIKUM

1. Maserasi
Bobot simplisia : 500 gram
Pelarut : 920 ml
Hasil yang didapat selama 3 hari maserasi dengan pelarut etanol 96%, yaitu: 3520 ml
Pembahasan :
Sampel daun yakon (Smallanthus sonchifolius) ditimbang sebanyak 500 gram, diekstrak
menggunakan Pelarut etanol 96% sebanyak 920 ml dengan metode maserasi selama 3 hari hasil
yang didapat yaitu 3520 ml. Metode maserasi ialah metode ekstraksi dengan merendam hingga
melebihi batas sampel dan membiarkan sampel selama waktu tertentu. Tujuannya untuk
mendapatkan ekstrak yang memiliki kepolaran sama dengan etanol yaitu polar atau sari dari
sampel. Prinsip kelarutan dan kepolaran (like dissolve like).

2. Rotary dan % Rendemen


Bobot simplisia = 500 gram
Bobot cawan kosong = 96,16 gram
Bobot cawan kosong + sampel = 150,52 gram
Berat ekstrak daun yakon = 150,52 – 96,16 = 54,36
Rendemen :
54,36
% Rendemen = X 100 %
500
= 10,87 %
Pembahasan :
Hasil yang didapat setelah proses maserasi kemudian diuapkan dengan alat rotary evaporator.
Tujuan penguapan yaitu untuk mengambil pelarut etanol dari sampel. Kemudian dilanjutkan
dengan penguapan menggunakan water bath untuk menghilangkan sisa air dan mengentalkan
ekstrak. Hasil ekstrak akhir didapatkan. Selanjutnya di cari % rendemennya dan didapatkan hasil
10,87%.
3. Uji Fitokimia
No Nama uji Reaksi Foto Hasil
1 Alkaloid Tidak ada endapan -

2 Saponin Tidak ada buih/busa -


3 Fenol Perubahan warna +
menjadi hitam
kehijauan
4 Flavonoid Perubahan warna +
merah pada lapisan
amyl alkohol

5 Steroid Perubahan warna hijau +


kebiruan

6 Tanin Perubahan warna +


merah jingga pada
lapisan amyl alkohol

Pembahasan :
 Alkaloid (-)
Uji alkaloid bertujuan untuk mengetahui golongan senyawa alkaloid dalam simplisia
daun yakon. Alkaloid merupakan senyawa nitrogen heterosiklik yang bersifat polar,
sedikitnya mengandung sebuah N dalam cincin.
Penambahan larutan amonia bertujuan untuk melarutkan senyawa alkaloid agar
terpisah dari simplisia yang masih mengandung senyawa non polar. Alkaloid yang
bersifat polar akan larut dalam amonia yang bersifat polar sesuai dengan
prinsip “like dissolve like”. Amonia digunakan sebagai pelarut karena amonia
mangandung atom N dimana alkaloid juga mengandung atom N sehingga
kelarutannnya menjadi lebih besar. Selain itu, amonia juga berfungsi untuk memutus
ikatan glikosida pada alkaloid. Ikatan glikosida adalah ikatan karbon dioksida (1 karbon
dalam atom) dimana 1 karbon terikat pada 2 gugus OR dan
cara pemutusan ikatan glikosida adalah dengan penambahan ammonia dimana H dari
NH3 akan masuk menggantikan R pada OR. Dilakukan penambahan kloroform pada
masing-masing larutan sampel setelah penambahan ammonia. Kloroform berfungsi
untuk melarutkan ikatan glikosida yang terputus akibat penambahan ammonia. Prinsip
yang mendasari
adalah “like dissolve like”. Karena sifat kloroform yang semipolar, selain bisa
melarutkan senyawa polar kloroform juga bisa melarutkan senyawa non polar seperti
glikosida. Penyaringan digunakan untuk memisahkan filtrat yang mengandung alkaloid
dari residunya. Filtrat yang diperoleh kemudian ditambah dengan HCl yang bertujuan
membentuk garam ammonium R3NH+Cl-

Penambahan HCl dilakukan dengan proses ekstraksi agar alkaloid dapat terdistribusi
secara optimal dalam larutan HCl yang bersifat polar. Ekstraksi dilakukan sebanyak 2
kali agar alkaloid terdistribusi sepenuhnya pada HCl. Pada proses ekstraksi diperoleh 2
lapisan, lapisan atas merupakan lapisan HCl dengan senyawa organik bersifat polar
(alkaloid) dan lapisan bawah merupakan kloroform. Lapisan kloroform berada dibawah
karena memiliki berat jenis (yaitu 1,484 g/mL) lebih besar dari pada HCl (yaitu 1,268
gmL) (Markham, 1988).
Filtrat (lapisan HCl) diambil untuk diuji kandungan alkaloid karena diperkirakan
golongan alkaloid banyak terdapat didalam lapisan HCl. Filtrat tersebut dibagi menjadi 2
bagian untuk diuji kandungan alkaloid. Filtrat pertama ditambahkan pereaksi
Dragendroff yang mengandung ion Bi3+dan HI, dimana uji positif jika terbentuk
endapan merah bata.

Filtrat kedua ditambahkan dengan pereaksi mayer yang mengandung Hg2+ dan KI. Uji
positif jika terbentuk putih. Reaksi (Harbone, 1977):
Berdasarkan hasil percobaan, pada sampel daun yakon, menunjukkan hasil yang
negatif. Karena tidak menghasilkan endapan merah bata ketika direaksikan dengan
pereaksi Dragendroff dan tidak menghasilkan endapan putih ketika direaksikan dengan
reagen Meyer. Karena senyawa yang terkandung pada daun yakon yaitu senyawa polar.
 Saponin (-)
Uji saponin bertujuan untuk mengetahui adanya saponin yang terkandung pada
simplisia daun yakon, cocor bebek dan kayu manis. Saponin merupakan suatu glikosida
dengan gugus hidroksil pada molekulnya dengan rumus C32H18O7. Metode pengujian
saponin dilakukan dengan mengambil larutan percobaan yang diperoleh dari
identifikasi golongan flavonoid kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
dilakukan pengocokan selama 10 detik secara vertikal, kemudian dibiarkan 10 menit.
Terbentuknya busa yang stabil dalam tabung reaksi menunjukkan adanya senyawa
golongan saponin, bila ditambahkan 1 tetes asam klorida 1% (encer) busa tetap stabil.
Filtrat yang dihasilkan kemudian dikocok secara vertikal hingga terbentuk busa. Hal ini
disebabkan saponin merupakan senyawa yang bersifat seperti sabun, dimana memiliki
gugus hidrofil dan hidrofob yang dapat bertindak sebagai permukaan aktif dalam
pembentukan busa.Uji positif untuk saponin adalah dengan terbentuknya busa yang
stabil. Saponin dapat larut dalam air karena adanya gugus hidrofil (OH) yang dapat
membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air (Fessenden, 1999).

Penambahan HCl dilakukan untuk menguji kestabilan busa. Penambahan HCl dilakukan
dalam jumlah yang sedikit karena apabila ditambahkan dalam jumlah yang banyak
dapat menurunkan permukaan aktif sabun.

Dalam perlakuan sampel daun yakon tidak membentuk buih yang stabil. Oleh karena itu
sampel daun yakon negatif mengandung daun yakon.
 Fenol (+)
 Flavonoid (+)
 Steroid (+)
 Tanin (+)
4. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
jarak yang ditempuh senyawa
𝑅𝑓 =
jarak yang ditempuh pelarut
3
𝑅𝑓 = 5 = 0,6 cm
Pembahasan :
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran yang berdasarkan kecepatan perambatan
komponen dalam medium tertentu.Pada kromatografi, komponen- komponen yang akan
dipisahkan berada diantara dua fase yaitu fase diam ( stationary ) dan fase bergerak ( mobile ).
Percobaan menggunakan KLT ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan eluen yang tepat
untuk memisahkan senyawa-senyawa yang ada di dalam ekstrak etanol. Eluen atau Fase Gerak
yang digunakan yaitu n-heksan : etil asetat dengan perbandingan (3:2). Lalu Fase Diam : Plat
silica. Proses melakukan klt adalah dengan menotolkan noda pada plat silica yang sudah
dipotong dengan ukuran 7cm x 1cm sampel berupa ekstrak etanol dilakukan pengambilan
sampel menggunakan pipa kapiler,lalu totolkan ke dalam plat silica ,dalam proses penotolan
sampel dilakukan berulang atau selama 3 kali,tetapi pada saat penotolan diharapkan jangan
terlalu kental atau menumpuk di plat silica,agar pada proses pemisahan terjadi lebih mudah
atau gampang terurai. Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan) lalu
hasil pengembangan di deteksi. Perambatan kapiler terjadi pada saat plat silica dimasukkan ke
dalam chamber yang berisi perbandingan pelarut. Diamati pada saat perambatan terjadi,jangan
sampai melewati batas tera. Sesudah sampai batas tera, plat silica dikeluarkan dari chamber
menggunakan pinset,kemudian diangin-anginkan.setelah itu di liat jarak noda dengan
menggunakan sinar Uv dan diukur untuk mendapatkan nilai Rf ekstrak etanol daun yakon
(Smallanthus sonchifolius) yaitu 0,6 cm.

5. Pengujian Aktivitas Antioksidan CUPRAC


1. Pembuatan larutan ekstrak 1000 ppm
100 mg 100 mg
1000 ppm = 0,1 L
= 100 mL = 100 mg dalam 100 mL
Dibuat pengenceran pada sampel dengan konsentrasi 100 ppm, 80 ppm, 60 ppm, 40 ppm,
20 ppm, dan 10 ppm
Perhitungan nya :
1) 100 ppm
1000 ppm X ꭤ = 100 ppm . 50 mL
ꭤ = 5 mL
2) 80 ppm
1000 ppm X ꭤ = 80 ppm . 50 mL
ꭤ = 4 mL
3) 60 ppm
1000 ppm X ꭤ = 60 ppm . 50 mL
ꭤ = 3 mL
4) 40 ppm
1000 ppm X ꭤ = 40 ppm . 50 mL
ꭤ = 2 mL
5) 20 ppm
1000 ppm X ꭤ = 20 ppm . 50 mL
ꭤ = 1 mL
6) 10 ppm
1000 ppm X ꭤ = 10 ppm . 50 mL
ꭤ = 0,5 mL

Pembahasan :
Pengujian aktifitas antioksidan dengan metode CUPRAC juga memperlihatkan adanya aktifitas
antioksidan yang positif. CUPRAC sendiri digunakan lebih banyak pada pengujian kapasitas
antioksidan untuk senyawa-senyawa fenolik (Apak, 2008). Oleh karena itu, dari fraksi-fraksi
tersebut diprediksi memilki kandungan senyawa-senyawa fenolik yang cukup banyak

Pengujian antioksidan secara kuantitatif menggunakan metode DPPH dan CUPRAC


Pada metode ini, DPPH berperan sebagai radikal bebas yang diredam oleh senyawa
antioksidan dari ekstrak yang diuji. Reaksi ini menyebabkan terjadinya perubahan
warna yang dapat diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
515 nm, sehingga aktivitas peredaman radikal bebas oleh sampel dapat diukur ( Juniarti
dkk, 2009). Aktivitas antioksidan ini diukur dengan menghitung nilai IC50. Nilai IC50
(inhibition concentration 50) adalah konsentrasi antioksidan yang diperlukan untuk
menghambat 50% radikal bebas.

Pertama-tama dibuat larutan blanko DPPH 1 mM dan di cek nilai Absorbansi larutan blanko diukur pada
panjang gelombang maksimum DPPH yang telah diperoleh sebelumnya, yaitu 517 nm. dan di dapatkan
nilai abs yaitu 0,096. Selanjutnya Dibuat larutan seri sampel daun yakon dengan variasi konsentrasi 10,
20, 40, 60, 80, dan 100 ppm dan juga dibuat larutan seri pembanding vitamin C dengan variasi
konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10 ppm.

Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak meanol dengan metode DPPH

Larutan seri sampel dan larutan seri pembanding vitamin C masing-masing dipipet sebanyak 1
ml lalu ditambahkan 2 ml metanol dan 1 ml DPPH, kemudian larutan dikocok sampai homogen.
Selanjutnya larutan diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37˚C. Absorbansi larutan masing-masing
diukur pada panjang gelombang maksimum DPPH yang telah diperoleh sebelumnya, yaitu 517 nm
dengan menggunakan Spektrofotometer Uv-Vis.

Nilai Absorbansi yang di dapat dari sampel pada konsentrasi 10,20,40,60,80 dan 100 ppm, berturut-turut
0,071 ; 0,021 ; 0,030 ; 0,017 ; 0,016 ; 0,016. Data ini digunakan untuk mendapatkan % inhibisi adalah
26,0416 % ; 78,125 % ; 68,75% ; 82,29% ; 83,33% ; 83,33%.
Nilai absorbansi yang di dapat dari larutan pembanding vit C pada konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10 ppm.
Berturut-turut 0,030 ; 0,027 ; 0,029 ; 0,018 ; 0,019 Data ini digunakan untuk mendapatkan % inhibisi
adalah 220% ; 255,6% ; 231,03% ; 433,33% ; 405,26%. Dan hasil IC vit c yaitu x= 0,156.

Nilai Y= 0,6169 + 32,07 , dan nilai R2= 0,7633. Selanjutnya nilai IC50 yang diperoleh yaitu 27,6057.
Semakin besar konsentrasi sampel maka semakin banyak elektron yang didonorkan untuk merendam
radikal bebas yaitu DPPH, sehingga serapan yang diberikan pun semakin mennurun tergantung dengan
jumlah elektron yang diambil(Juinarti dkk, 2009). Hasil absorbansi yang diperoleh, dihitung nilai persen
inhibisi terhadap DPPH serta dibuat grafik hubungan antara konsentrasi dan persen inhibisi rata-rata
sehingga didapatkan persamaan garis regresi yang dapat digunakan untuk menghitung nilai IC50 dari
masing-masing ekstrak dan pembanding. Nilai IC50 menunjukkan konsentrasi sampel ataupun
pembanding yang dapat menghambat aktivitas radikal bebas sebanyak 50% (Molyneux, 2004).

Anda mungkin juga menyukai