Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman TB


(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru,
tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. TB paru adalah penyakit
yang dapat menular melalui udara (airborne disease). Kuman TB menular dari
orang ke orang melalui percikan dahak (droplet) ketika penderita TB paru
aktif batuk, bersin, bicara atau tertawa. Kuman TB cepat mati dengan sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang
gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat tertidur lama
(domaint) selama beberapa tahun (Kemenkes RI, 2012).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Sampai saat ini, tuberkulosis masih menjadi
penyakit infeksi menular yang paling berbahaya di dunia. World Health
Organization (WHO) melaporkan bahwa sebanyak 1,5 juta orang meninggal
karena TB (1.1 juta dengan HIV negatif dan 0.4 juta dengan HIV positif)
dengan rincian 89.000 laki-laki, 480.000 wanita dan 140.000 anak-anak. Pada
tahun 2014, kasus TB diperkirakan terjadi pada 9,6 juta orang dan 12%
diantaranya adalah HIV-positif (WHO, 2015). Berdasarkan data dari WHO
Global TB Report 2018, diperkirakan insiden TBC di Indonesia mencapai 842
ribu kasus dengan angka mortalitas 107 ribu kasus. Jumlah ini membuat
Indonesia berada di urutan ketiga tertinggi untuk kasus TBC setelah India dan
China. Kondisi ini tentunya terbilang memprihatinkan karena berdampak
besar terhadap sosial dan keuangan pasien, keluarga, serta masyarakat. (WHO,
2018).

Saat ini penyakit TBC di Jawa Timur sendiri menempati urutan kedua di
Indonesia. Pada tahun 2018, angka penemuan dan pengobatan kasus TBC
mencapai angka 57.442 kasus, angka tersebut naik dibandingkan dengan tahun
2017 yaitu 55.865 (http://www.harianbhirawa.co.id/provinsi-jatim-terbanyak-
kedua-penderita-tbc-se-indonesia/).

Di tahun 2019 ditemukan penderita TBC di wilayah kerja RSU Karsa


Husada Batu sejumlah 189 penderita terdiagnosa TB, 84 penderita dengan
hasil BTA (+) dan 135 penderita dengan BTA(-) yang berada instalasi rawat
jalan, sedangkan di instalasi rawat inap ditemukan 24 penderita TB Paru
dengan hasil BTA (+) dan 11 penderita dengan diagnose TB lainnya. Dari
hasil data pasien TBC yang ditemukan di wilayah kerja RSU Karsa Husada
Batu ditemukan pasien-pasien yang putus pengobatan, ditemukan data dalam
kurun waktu satu tahun ditemukan 27 pasien yang putus pengobatan dan
sampai MRS dirumah sakit, dan rata-rata pasien yang putus pengobatan
berasal dari luar kota yang dulunya terdeteksi awal di RS dan kemudian
dikembalikan lagi ke PKM daerah tempat tinggalnya masing-masing, akan
tetapi setelah dikembalikan kedaerah asal malah terdapat kajadian putus obat
yang jumlah penderitanya lumayan banyak sampai penderita MRS di RS. Hal
ini berbanding terbalik dengan penderita yang menjalani pengobatan di RSU
Karsa Husada Batu, angka keberhasilan pengobatan terutama bagi pasien TB
yang menjalani pengobatan di poli rawat jalan RSU Karsa Husada Batu
hasilnya mencapai 100% berhasil dan pengobatan tuntas.

Untuk dapat menanggulangi permasalahan TB paru di Indonesia, strategi


Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy (DOTS) yang
direkomendasikan oleh WHO merupakan pendekatan yang paling tepat
dengan tujuan menjamin kedisiplinan, keteraturan pengobatan sesuai jadwal
untuk menghindari kelalaian penderita dalam putus berobat. (World Health
Organization. HIV and TB. Tersedia dari:
http://www.who.int/hiv/topies/tb/en/). Menurut Depkes RI (2002), salah satu
komponen DOTS (Directly Observed Treatment Short cousse) adalah
pengobatan dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung
oleh PMO. Tugas seorang PMO bukanlah untuk menggantikan kewajiban
pasien mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan, tetapi tugas PMO yaitu:
Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan, memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur dan
mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan.

Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengobatan


TB. Tinggi rendahnya TSR atau Treatment Success Rate dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya adalah ; 1) Faktor pasien: pasien tidak patuh
minum obat anti TB (OAT), pasien pindah fasilitas pelayanan kesehatan, dan
TB nya termasuk yang resisten terhadap OAT. 2) Faktor pengawas minum
obat (PMO): PMO tidak ada, PMO ada tapi kurang memantau. 3) Faktor obat:
suplai OAT terganggu sehingga pasien menunda atau tidak meneruskan
minum obat, dan kualitas OAT menurun karena penyimpanan tidak sesuai
standar (Kemenkes RI, 2014). Salah satu faktor keberhasilan pengobatan TB
itu sendiri berada pada peranan PMO yang diambil dari orang terdekat
penderita atau keluarga. (Departemen Kesehatan RI. Profil Indonesia Sehat.
Jakarta: Depkes RI; 2018). Keberhasilan pengobatan TB paru ditentukan oleh
kepatuhan pasien TB dalam minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
(Kemenkes Republik Indonesia, 2013). Kepatuhan menyangkut aspek jumlah
dan jenis OAT yang diminum, serta keteraturan waktu minum obat
(Nainggolan, 2013). Dari salah satu penelitian sebelumnya yang di lansir oleh
Jurnal Mutiara Kesehatan Masyarakat. 2019; 4 (2): 54-60 Faktor yang
mempengaruhi kepatuhan berobat penderita tuberkulosis paru di Puskesmas
Bunturaja tahun tahun 2019 adalah motivasi dan dukungan keluarga. Penyakit
TB dapat disembuhkan dengan menjalani pengobatan secara rutin dan teratur.
Keberhasilan pengobatan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain usia,
jenis kelamin, keteraturan mengambil obat, pekerjaan, adanya penyakit
penyerta, Pengawas Menelan Obat (PMO), pendidikaan, dan riwayat
pengobatan. (Jumaelah N. Hubungan Kinerja Pengawas Menelan Obat
terhadap Keberhasilan Pengobatan TB Paru dengan DOTS di RSUP Dr.
Kariadi Semarang. Medica Hosp. 2013;2(1):54–7.)
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “ Faktor yang Memengaruhi Kepatuhan Pengobatan
Pasien TB Paru di RSU Karsa Husada Batu Tahun 2019”. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apa saja mempengaruhi
kepatuhan berobat pasien penderita tuberculosis paru di RSU Karsa Husada
Batu tahun 2019. Manfaat penelitian sebagai bahan informasi kepada
penderita TB pentingnya mengetahui dampak ketidakpatuhan berobat pada
penderita Tuberkulosis Paru, dan pentingnya menyelesaikan pengobatan
sampai tuntas.

1.2 Perumusan Masalah


Angka temuan penderita TB Paru di RSU Karsa Husada Batu yang masih
tinggi, akan tetapi angka keberhasilan pengobatan TB Paru yang berada di
Poli RSU Karsa Husada Batu bisa 100%, dari fenomena ini peneliti ingin
meneliti “Faktor yang Memengaruhi Kepatuhan Pengobatan Pasien TB Paru
di RSU Karsa Husada Batu Tahun 2019”.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apa saja
mempengaruhi kepatuhan berobat pasien penderita TB Paru di RSU Karsa
Husada Batu tahun 2019

1.3.2 Tujuan Khusus


1.3.2.1 Adakah hubungan usia dengan kepatuhan berobat.
1.3.2.2 Adakah hubungan jenis kelamin dengan kepatuhan berobat.
1.3.2.3 Adakah hubungan keteraturan mengambil obat dengan kepatuhan berobat.
1.3.2.4 Adakah hubungan pekerjaan dengan kepatuhan berobat.
1.3.2.5 Adakah hubungan adanya penyakit penyerta dengan kepatuhan berobat.
1.3.2.6 Adakah hubungan Pengawas Menelan Obat (PMO) dengan kepatuhan
berobat.
1.3.2.7 Adakah hubungan pendidikaan dengan kepatuhan berobat.
1.3.2.8 Adakah hubungan riwayat pengobatan dengan kepatuhan berobat.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya, terutama yang tertarik untuk
meneliti tentang Tuberkulosis.
b. Manfaat Praktisi
Sebagai bahan informasi kepada penderita TB pentingnya mengetahui
dampak ketidakpatuhan berobat pada penderita Tuberkulosis Paru, dan
pentingnya menyelesaikan pengobatan sampai tuntas.

1.5 1.5 Keaslian Penelitian


Perbedaan
Nama Metode dan
NO Tahun Hasil dengan
Penilis/Judul Variabel
penelitian ini
1 2016 Jurnal Mutiara
metode Faktor yang Pada
Kesehatan penelitian mempengaruhi penelitian
Masyarakat. Mix Methods kepatuhan yang diakukan
2019; 4 (2): 54-
dengan berobat di RSU Karsa
60 / FAKTOR pendekatan penderita Husada Batu
YANG kuantitatif tuberkulosis untuk
MEMPENGARUH dan kualitatif paru di mengetahui
KEPATUHAN dengan Puskesmas faktor apa saja
BEROBAT pendekatan Bunturaja yang
PADA PASIEN Eksplanatoris tahun tahun mempengaruhi
TB PARU DI
Sekuensial. 2019 adalah kepatuhan
PUSKESMAS
BUNTURAJA motivasi dan berobatpasien
KABUPATEN dukungan penderiya TB
DAIRI TAHUN keluarga Paru.
2019

Anda mungkin juga menyukai