Anda di halaman 1dari 9

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Perdarahan Kehamilan Lanjut


2.1.1 Pengertian
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pada triwulan terakhir
dari kehamilan. Batas teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua
adalah kehamilan 28 minggu tanpa melihat berat janin, mengingat
kemungkinan hidup janin diluar uterus. Perdarahan setelah kehamilan 28
minggu biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada
sebelum kehamilan 28 minggu, oleh karena itu memerlukan penanganan
yang berbeda.
Pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu dipikirkan
bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta, karena perdarahan
antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta,
sedangkan kelainan serviks tidak seberapa berbahaya.
Komplikasi yang terjadi pada kehamilan trimester 3 dalam hal ini
perdarahan antepartum, masih merupakan penyebab kematian ibu yang
utama. Oleh karena itu, sangat penting bagi bidan mengenali tanda dan
komplikasi yang terjadi pada penderita agar dapat memberikan asuhan
kebidanan secara baik dan benar, sehingga angka kematian ibu yang
disebabkan perdarahan dapat menurun.
2.1.2 Jenis-Jenis Perdarahan Kehamilan Lanjut
1. Solutio Plasenta
a. Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan
plasenta dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20
minggu dan sebelum janin lahir.
Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta
sebagai separasi prematur plasenta dengan implantasi normalnya korpus
uteri sebelum janin lahir.
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi
normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila
terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500
gram.
b. Klasifikasi
1) Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat
pelepasan plasenta (2)
a) Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.
b) Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.
c) Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang
terlepas.
(4)
2) Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan
a) Solusio plasenta dengan perdarahan keluar
b) Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang
membentuk hematoma retroplacenter
c) Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong
amnion .
3) Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya
mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala
klinisnya, yaitu:
a) Ringan : perdarahan <100-200 cc,uterus tidak tegang, belum ada
tanda renjatan, janin hidup,pelepasan plasenta <1/6 bagian
permukaan,kadar fibrinogen plasma >150 mg%
b) Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda
pre renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta
1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150
mg%.
c) Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda
renjatan, janin mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3
bagian atau keseluruhan.
c. Etiologi
Penyebab primer belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor yang
menjadi predisposisi
1) Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia
dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat
hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari
wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik,
sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan
2) Faktor trauma
a) Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
b) Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang
banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan
c) Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
3) Faktor paritas ibu
3) Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Beberapa
penelitian menerangkan bahwa makin tinggi paritas ibu makin kurang
baik keadaan endometrium (7,8)
4) Faktor usia ibu
Makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.
5) Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan
solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang
mengandung leiomioma (1,7)
6) Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan
peningkatan pelepasan katekolamin yang bertanggung jawab atas
terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan berakibat
terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara
definitif
7) Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus
solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1
(satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok
plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas
pada mikrosirkulasinya
8) Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan
riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini
pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu
hamil yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta
9) Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan
uterus pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus
oleh adanya kehamilan, dan lain-lain.
d. Gambaran Klinis
1) Solusio plasenta ringan
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis,
dimana terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak
berdarah banyak. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya
akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau
terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun demikian,
bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini
harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang
karena perdarahan yang berlangsung.
2) Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta terlepas lebih dari 1/4 bagian, tetapi belum
2/3 luas permukaan Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan
seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak
dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian
disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan
pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin
telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok,
demikian pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada
dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus
dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Jika
janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan
pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi,walaupun
hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat
3) Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari 2/3 permukaannnya. Terjadi sangat
tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya
telah meninggal. Uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri.
Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu,
terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi.
Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi
kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal

e. Komplikasi
1) Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta
hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan
menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah
diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum
karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan
perdarahan pada kala III . Pada solusio plasenta berat keadaan syok
sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat
2) Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita
solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia
karena perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal
yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong dengan
penanganan yang baik.
3) Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah biasanya disebabkan oleh
hipofibrinogenemia. (2)
4) Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot
rahim dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam
ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan
kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau ungu
yang biasa disebut Uterus couvelaire.
5) Komplikasi yang dapat terjadi pada janin:
Fetal distress, Gangguan pertumbuhan/perkembangan, Hipoksia,
anemia, Kematian
f. Diagnosis
2. Plasenta Previa
a. Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang ada didepan jalan lahir, (prae:
didepan; vias: jalan). Jadi yang dimaksud adalah plasenta yang
implantasinya tidak normal ialah rendah sekali hingga menutupi seluruh
atau sebagian osium internum. Implantasi plasenta yang normal ialah
pada dinding depan atau dinding belakang rahim didaerah fundus uteri.
(Obsterti Patologi, Edisi 1984).
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim dan menutupi sebagian atau seluruh osteum uteri internum.
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya subnormal, yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi seluruh atau sebagian
jalan lahir.
b. Klasifikasi
Plasenta previa dibagi kedalam tiga bagian yaitu:
1) Plasenta previa totalis: seluruh internum tertutup oleh plasenta.
2) Plasenta previa lateralis: hanya sebagian dari ostium tetutup oleh
plasenta.
3) Plaseta previa marginalis: hanya pada pingir ostium terdapat jaringan
plasenta. (Obsterti Patologi, Edisi 1984).
Dari klasifiskasi tersebut yang sama sekali tidak dapat melahirkan
pervaginam yaitu plasenta previa totalis
c. Gambaran Klinis
Belum diketahui pasti, frekuensi plasenta previa menigkat pada grade
multi para. Primigravida tua. Bekas seksiosesarea, bekas aborsi, kelainan
janin dan leiomioma uteri. (2).
1) Anamnesis: Perdarahan jalan lahir berwana merah segar tanpa rasa
nyeri. Tanpa sebab terutama pada multi para.
2) Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan luar, bagian tebawah janin biasanya belum masuk
pintu atas panggul. Ada kelainan letak jain.
2) Pemeriksaan inspekulo, perdarahan berasal dari usteum uteri
eksternum.
3) Penentun letak plasenta secara lansung baru dikerjakan jika fasilitas
lain tidak ada dan dilakukan dalam keadaan siap operasi, disebut
dalam pemeriksaan dalam meja operasi(PDMO), caranya sebagai
berikut:
4) Perabaan fornik, hanya bermakna jika janin persentasi kepala. Sambil
mendorong sedikit kepala janin kearah pintu atas panggul. Perlahan-
lahan raba seluruh forniks dengan jari. Perabaan lunak jika antara jari
dan kepala terdapat plasenta
5) Pemeriksaan melalui kanalis servikalis, setelah pada perabaan forniks
dicurigai adanya plasenta previa. Bila kanalis servikalis telah terbuka,
perlahan-lahan masukan jari sekali-sekali berusaha menyusuri pinggir
plasenta seterusnya karena mungkin plasenta akan terlepas dari inersinya.
d. Komplikasi
1) Pada ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok akibat perdarahan,
anemia karena perdarahan plasentitis, dan endometritis
pasca persalinan.
2) Pada janin biasanya terjadi persalinan premature dan komplikasi
seperti Asfiksi berat. ( Mansjoer, 2002)

2.2 Asuhan Kebidanan Perdarahan Kehamilan Lanjut


DAFTAR PUSTAKA

Bobak dkk. 1995. Keperawatan maternitas. Jakarta. Penerbit buku kedokteran EGC

Cunningham, F Gary at all. 2001. William obstetric 21th edition. United States of
America : the mcGraw hill companies

JNPKKR-POGI. 2005. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta. YBPSP. Hal 174-183

JNPKKR-MNH. Depkes RI. 2008. Asuhan persalinan Normal. Jakarta

Pusdiknakes. 2003. Konsep asuhan Kebidanan. WHO-JPHIEGO. Jakarta

R Sweet, Betty. 1997. Mayes Midwifery A Textbook for Midwives Twelf Edition.
UK:Balliere Tindal
Saifudin, A.B. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta. YBPSP. Hal M-25 — M-32

Varney, Helen. 1997. Varney’s Midwifey. Massachussets : Jones and bartlett Publishers

Winkjosastro, hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP

Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP – SP


Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum.
Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.

Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R
Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya:
Airlangga University Press, 2001; 456-70.

Brudenell, Michael. 1996. Diabetes pada Kehamilan. Jakarta : EGC

Gray, Huon H [et.al..]. 2009. Kardiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga

Moechtar R. Pedarahan Antepartum. Dalam: Synopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan


Obstetri Patologis, Edisi II. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998; 279
Chalik TMH. Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika,
1997; 109-26.

Anda mungkin juga menyukai