Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH TUGAS

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Logistik

Disusun Oleh:

REVINA NADYA 2018970014


RISA MUSTIKA 2018970015

Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ratu Ayu Dewi Sartika, Apt., Msc

PROGRAM MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
JAKARTA
2019
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................2
2.1 Sistem dan Manajemen ..............................................................................2
2.1.1 Sistem .................................................................................................2
2.1.2 Manajemen .........................................................................................3
2.2 Manajemen Pemeliharaan ..........................................................................5
2.2.1 Definisi Pemeliharaan dan Manajemen Pemeliharaan .......................5
2.2.2 Unsur-unsur Manajemen dalam Pemeliharaan ..................................6
2.2.3 Klasifikasi Pemeliharaan di Rumah Sakit ..........................................8
2.2.4 Sistem pemeliharaan ........................................................................10
2.2.5 Penilaian Risiko dalam Pemeliharaan ..............................................11
2.2.6 Pemeliharaan pada Pelayanan Kesehatan ........................................15
2.2.7 Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPSRS) ......................16
2.2.8 Perbaikan Barang dan Alat di Rumah Sakit .....................................17
2.3 Penyimpanan ............................................................................................20
2.3.1 Ruang Lingkup Penyimpanan ..........................................................20
2.3.2 Penyimpanan Obat ...........................................................................22
2.3.3 Tujuan Penyimpanan Obat ...............................................................22
2.3.4 Unsur Pengelola dan Sarana Manajemen Penyimpanan Obat .........24
2.3.5 Penyimpanan Obat di Rumah Sakit .................................................27
2.3.6 Proses Penyimpanan Obat ................................................................28
BAB III ANALISIS KASUS................................................................................31
3.1 Contoh Kasus Pemeliharaan (Maintenance) (Revina Nadya-
2018970014) ............................................................................................31
3.1.1 Contoh Kasus Pemeliharaan Rumah Sakit .......................................31
3.1.2 Pelaksanaan Pemeliharaan di Rumah Sakit .....................................33
3.1.3 Analisis Kasus ..................................................................................35
3.1.4 Kesimpulan dan Saran......................................................................38
3.2 Contoh kasus penyimpanan obat (Risa Mustika - 2018970015) ............41
3.2.1 Contoh kasus penyimpanan rumah sakit ..........................................41
3.2.2 Pelaksanaan penyimpanan obat di rumah sakit ................................43
3.2.3 Analisis kasus ...................................................................................45
3.2.4 Kesimpulan dan saran ......................................................................47
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................48
BAB I

PENDAHULUAN

Manajemen logistik pada rumah sakit merupakan suatu kumpulan dari

beberapa kegiatan yang memiliki fungsi dan saling terkait satu sama lain sehingga

membentuk suatu siklus yang menggambarkan proses pengelolaan logistik. Salah

satu siklus dalam menjalankan suatu manajemen logistik di rumah sakit adalah

dengan melakukan penyimpanan serta pemeliharaan. Penyimpanan merupakan

suatu kegiatan dan usaha untuk melakukan pengurusan penyelenggaraan dan

pengaturan barang persediaan di dalam ruang ruang penyimpanan. Pemeliharaan

atau maintenance dapat didefinisikan sebagai suatu aktivitas yang diperlukan untuk

menjaga dan mempertahankan kualitas pemeliharaan suatu fasilitas agar fasilitas

tersebut tetap dapat berfungsi dengan baik dalam kondisi siap pakai. Ketika

peralatan apapun bentuk dan jenisnya diharapkan mempunyai umur pemakaian atau

penggunaan yang efektif dan panjang. Manajemen dalam pemeliharaan diperlukan

sehingga tidak mengganggu jalannya kegiatan dan pelayanan kesehatan yang

diberikan dengan memanfaatkan sarana dan prasarana.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem dan Manajemen

2.1.1 Sistem

1. Definisi Sistem

Azwar dalam Sulaeman (2009) menjelaskan bahwa sistem adalah bagian-bagian

yang berhubungan dan membentuk satu kesatuan yang majemuk, dimana masing-

masing bagian bekerja sama secara bebas dan terkait untuk mencapai sasaran

kesatuan dalam suatu situasi yang majemuk pula.

2. Unsur Sistem dalam Manajemen

Elemen sistem manajemen menurut Sulaeman (2009) dari 3 (tiga) unsur sistem

manajemen antara lain sebagai berikut:

a. Masukan (input)

Masukan adalah bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem yang diperlukan

untuk dapat berfungsinya sistem tersebut. Masukan manajemen berupa sumber

daya manajemen yang terdiri atas man (ketenagaan), money (dana/biaya), material

(bahan, sarana dan prasarana), machine (mesin, peralatan/teknologi).

b. Proses

Proses merupakan kumpulan fungsi-fungsi manajerial dalam memanfaatkan unsur

dan sumberdaya yang dimiliki guna menjalankan sebuah kegiatan atau aktivitas

dari institusi atau organisasi sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan, yang

2
terdiri dari perencanaan (planning), perorganisasian (organizing), pelaksanaan

(actuating), pengendalian (controlling), serta evaluasi (evaluating).

c. Hasil atau Keluaran (output)

Hasil/keluaran adalah bagian atau elemen dari sistem yang dihasilkan dari

berlangsungnya proses transformasi/konversi dalam sistem.

2.1.2 Manajemen

1. Definisi Manajemen

Menurut Stones dalam Sulaeman (2009) manajemen adalah proses

perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para

anggota organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai

tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Begitu juga halnya dalam pengelolaan

sebuah rumah sakit, guna menghasilkan sistem dan pelayanan yang optimal baik

secara internal maupun eksternal, maka sangat dibutuhkan sebuah sistem

manajemen yang baik dan menyeluruh terhadap semua fungsi dan bagian sistem

dan pelayanan.

2. Unsur unsur dalam Manajemen

Secara umum unsur-unsur manajemen dapat dikelompokkan menjadi 5M

yaitu berupa sumber daya manajemen yang terdiri atas man (ketenagaan), money

(dana/biaya), material (bahan, sarana dan prasarana), machine (mesin,

peralatan/teknologi) dan kebijakan atau metode (method).

3. Fungsi-fungsi Manajemen

Terry dan LW. dalam Sulaeman (2009) mengemukan bahwa terdapat 5 (lima)

fungsi utama manajemen, antara lain sebagai berikut:

3
a. Planning (perencanaan)

Perencanaan adalah kegiatan menentukan tujuan- tujuan yang hendak dicapai

selama suatu masa yang akan datang dan apa yang harus diperbuat agar dapat

mencapai tujuan-tujuan itu.

b. Organizing (pengorganisasian)

Pengorganisasian adalah kegiatan pemilahan pengelompokkan dan menentukan

berbagai kegiatan penting dan memberikan kekuasaan untuk melaksanakan

kegiatan-kegiatan itu.

c. Actuating (pergerakan dan pelaksanaan)

Pergerakan merupakan proses bimbingan kepada staf agar mereka mampu dan mau

bekerja secara optimal menjalankan tugas-tugasnya sesuai dengan kemampuan dan

keterampilan yang dimiliki, serta dukungan sumber daya yang tersedia.

d. Controlling (pengawasan dan pengendalian)

Pengawasan proses untuk mengamati secara terus menerus pelaksanaan kegiatan

sesuai dengan rencana yang sudah disusun dan mengadakan perbaikan jika terjadi

penyimpangan. Pelaksanaan fungsi manajemen ini memerlukan perumusan standar

kinerja (standard performance).

Kelima fungsi manajemen sebagai suatu kesatuan proses, dimana kelimanya

merupakan suatu rangkaian kegiatan yang berhubungan satu sama lain. Kelima

fungsi ini sifatnya sekuensial, artinya fungsi yang satu mendahului fungsi yang

lainnya, dimana aktivitas manajerial dimulai dengan planning dan berakhir pada

evaluating.

4
2.2 Manajemen Pemeliharaan

2.2.1 Definisi Pemeliharaan dan Manajemen Pemeliharaan

Menurut Sudradjat (2011) menjelaskan bahwa pemeliharaan atau yang lebih

dikenal dengan kata maintenance dapat didefinisikan sebagai suatu aktivitas yang

diperlukan untuk menjaga atau mempertahankan kualitas pemeliharaan suatu

fasilitas dan sarana prasarana agar dapat berfungsi dengan baik dalam kondisi yang

siap pakai.

Manajemen pemeliharaan adalah kegiatan pengelolaan pekerjaan

pemeliharaan dengan melalui suatu proses perencanaan, pengorganisasian serta

pengendalian operasional pemeliharaan untuk memberikan performasi mengenai

fasilitas dan sarana prasarana yang ada. Gagasan yang muncul mengenai pokok-

pokok pikiran dalam perencanaannya, ditunjukkan dengan dasar apa yang harus

dirawat (what), bagaimana cara merawatnya (why), kapan melakukan

perawatannya (when),dan siapa yang melakukannya (who). Dalam proses

pengorganisasian akan mencakup penerapan dari metode manajemen dengan cara

yang sistematis. Dengan demikian jelas bahwa tercapainya tujuan kegiatan

pemeliharaan, tidak hanya ditunjang dengan fasilitas dan teknik dalam

pemeliharaan saja, namun selain itu harus didukung dengan sistem manajemen

yang memadai Sudradjat (2011).

Sabarguna, dkk (2007) menerangkan bahwa pada dasarnya, manajemen

dalam pemeliharaan sama dengan proses POACE yang dikemukan oleh berbagai

ahli manajemen, tetapi dengan penakaran pada hal-hal yang dianggap penting dan

menonjol. Penonjolan itu terletak pada penjadwalan yang lebih ketat dan

5
tersedianya formulir program yang lebih jelas. Seperti yang terlihat pada bagan

berikut:

Perencanaan

Program Anggaran

Penjadwalan

Pelaksanaan

Evaluasi

Gambar 2.1. Fungsi Manajemen Pemeliharaan Menurut Sabarguna, dkk (2007)

2.2.2 Unsur-unsur Manajemen dalam Pemeliharaan

1. Sumber daya manusia (man)

Sumber daya manusia dalam manajemen pemeliharaan merupakan tenaga atau

personal yang memiliki kemampuan dan keahlian dalam bidang pemeliharaan

sesuai dengan spesifikasi jenis pemeliharaan yang dibutuhkan. Serta mampu

mengupayakan kegiatan-kegiatan pemeliharaan sesuai dengan standar yang

diberlakukan.

2. Biaya pemeliharaan

Biaya pemeliharaan sangat penting untuk diperhatikan dalam kaitan sebagai

berikut (Sabarguna dkk, 2007):

1. Manajemen pemeliharaan secara menyeluruh.

6
2. Besarnya biaya yang diperlukan.

3. Kapan biaya itu diperlukan.

4. Penghematan biaya pemeliharaan.

5. Cara pengukuran efektifitas biaya pemeliharaan

Rumah sakit saat ini sangat erat dengan alat-alat kesehatan dan

kedokteran dengan teknologi yang canggih, sebab akan terkait dengan pabrik

pembuatannya, sehingga jenis biaya pemeliharaan sangat perlu diperhatikan.

Adapun jenis biaya pemeliharaan yang dimaksud antara lain sebagai berikut:

a. Biaya kerusakan Merupakan biaya yang dieperlukan bila pemeliharaan pada

alat yang rusak.

b. Biaya pemeliharaan terencana

Merupakan biaya yang direncanakan, seperti ganti pelumas pembersihan, tera

ulang dan lain-lain.

c. Biaya pemeliharaan pencegahan

Biaya yang diperlukan dalam rangka mencegah kerusakan seperti, pergantian

suku cadang yang aus dan akan mati.

Dana merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang kelancaran dan

keberlangsungan proses kegiatan pemeliharaan. Tanpa dana dan sistem

pendanaan yang baik, maka kegiatan pemeliharaan akan menjadi terkendala,

karena memang operasional pemeliharaan tersebut sangat erat kaitannya

dengan kegiatan pengecekan, perbaikan dan pergantian alat yang tentunya

membutuhkan bahan baku atau perlengkapan penunjang secara terus menerus.

3. Bahan baku dan perlengkapan (material)

7
diperlukan sebuah sistem manajemen yang baik dalam perencanaan, pengadaan

dan penggunaan bahan bahan baku atau perlengkapan (material) yang

diperlukan guna menunjang kelancaran dan keberlangsungan kegiatan

pemeliharaan.

4. Peralatan (machine)

Peralatan (machine) baik itu peralatan pokok seperti komponen atau set alat

petugas pemeliharaan mekanik ataupun elektro, maupun peralatan (machine)

penunjang kegiatan pemeliharaan seperti komputer dalam mengolah dan

menyimpan data administrasi kegiatan pemeliharaan merupakan salah satu

faktor penting yang dibutuhkan dalam menunjang kelancaran dan

keberlangsungan proses kegiatan pemeliharaan. Tanpa peralatan (machine)

yang memadai, maka proses kegiatan pemeliharaan akan sulit untuk dilakukan.

2.2.3 Klasifikasi Pemeliharaan di Rumah Sakit

Pemeliharaan menurut Duffuaa et al. (1999), yaitu kombinasi dari kegiatan-

kegiatan di mana peralatan dan/atau sebuah sistem dirawat atau diperbaiki agar

tetap berfungsi sesuai dengan rencana. Sedangkan untuk klasifikasi kegiatan

pemeliharaan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pengklasifikasian

yang dibuat oleh Chanter dan Swallow (1996) karena bentuk pengelompokannya

sederhana tetapi lengkap (Gambar 1), sehingga cocok untuk diterapkan pada

bangunan atau sistem yang memiliki komponen yang banyak, seperti rumah sakit.

8
Gambar 2.2 Tipe pemeliharaan (Chanter dan Swallow, 1996)

Komponen pemeliharaan berdasarkan Chanter dan Swallow (1996) tersebut dapat

dijelaskan, sebagai berikut:

a. Pemeliharaan terencana/ planned maintenance.

Merupakan pemeliharaan yang terorganisir dan dilakukan atas pemikiran

untuk masa depan. Sistem ini menggunakan dokumen-dokumen yang

dicatat/direkam sebagai panduan untuk perencanaan dimasa yang akan datang.

Dalam sistem pemeliharaan ini, akan ada kemungkinan pelaksanaan sekarang akan

berbeda dengan pelaksanaan dimasa yang akan datang (dapat terjadi fleksibilitas

yang mengarah pada kemajuan).

b. Pemeliharaan tidak terencana/unplanned maintenance.

Disebut juga sebagai sistem pemeliharaan ad-hoc, yaitu pemeliharaan tanpa

perencanaan terlebih dahulu.

c. Preventive

Merupakan pemeliharaan yang dibuat terprogram dengan interval waktu

tertentu, yang dilakukan sebelum komponen mengalami kerusakan. Biasanya

9
diterapkan pada peralatan yang kritis. Berdasarkan pelaksanaannya, Chanter dan

Swallow (1996) membagi pemeliharaan preventive ke dalam dua bagian, yaitu :

• pemeliharaan berdasarkan kondisi alat Merupakan pemeliharaan preventive yang

mengacu pada kondisi item yang dipantau berdasarkan proses monitoring secara

terus menerus atau secara rutin.

• pemeliharaan berdasarkan jadwal Merupakan pemeliharaan preventive yang

mengacu pada penetapan periode pemeliharaan berdasarkan selang waktu tertentu

dengan pertimbangan berbagai hal, seperti jumlah waktu operasi.

d. Corrective

Merupakan aktivitas yang dilakukan setelah terjadi kerusakan.

Pemeliharaan corrective dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan fungsi dari

alat tersebut.

2.2.4 Sistem pemeliharaan

Sistem adalah suatu kumpulan dari komponen-komponen yang bekerja

sama untuk mencapai suatu tujuan. Pemeliharaan dapat dianggap sebagai sebuah

sistem dengan kumpulan kegiatan-kegiatan yang disediakan secara paralel dengan

sistem produksi.

Dalam suatu sistem produksi pasti akan ada kegiatan input yang diproses

untuk menghasilkan output. Input biasanya akan berupa material mentah, pekerja,

dan proses produksi. Sedangkan output terdiri dari dua macam, yaitu produk hasil

proses produksi dan kemunduran dari peralatan. Output kedua inilah yang

menyebabkan kegiatan pemeliharaan dibutuhkan. Pada proses selanjutnya,

kemunduran peralatan tersebut akan digunakan oleh sistem pemeliharaan sebagai

10
input, untuk mengetahui bagaimana kondisi dari pekerja, suku cadang, dan

peralatan produksi yang dapat memenuhi kapasitas produksi. Sistem pemeliharaan

ini menurut Duffuaa et al. (1999) dapat digambarkan dalam suatu bentuk

pemodelan input-output seperti pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Sistem pemeliharaan (Duffuaa et al., 1999)

Secara garis besar, proses kegiatan pemeliharaan dapat dibagi menjadi tiga

bagian, yaitu perencanaan/planning, organizing, dan feed back control. Ketiga hal

ini akan terus berlangsung selama kegiatan pemeliharaan dilaksanakan, sehingga

membentuk suatu siklus yang tidak putus.

2.2.5 Penilaian Risiko dalam Pemeliharaan

Menurut Sabarguna (2007) terdapat beberapa faktor yang menjadi bahan

pertimbangan untuk menentukan alat penunjang yang dibutuhkan untuk

pemeliharaan interval yang tepat. Sistem score sederhana dapat dipergunakan untuk

menentukan sistem pemeliharaan yang bagaimana harus dilakukan. Tiga faktor

11
penting dalam menentukan bilangan pemeliharaan alat, sebagai berikut antara lain

(Sabarguna, 2007):

a. Fungsi alat

b. Risiko fisik alat

c. Kebutuhan akan pemeliharaan

Sistem pemeliharaan alat yang dibutuhkan dapat dinyatakan dalam persamaan

matematika sebagai berikut:

P=F+R+K

Keterangan: P : Pemeliharaan alat F : Fungsi alat R : Risiko fisik alat K :

Kebutuhan pemeliharaan

a. Hubungan Fungsi Alat dengan Skor

Sabarguna, 2007 menerangkan bahwa fungsi alat dibagi atas kategori sebagai

alat terapi, diagnostik, analitis dan fungsi- fungsi lainnya. Alat terapi mengeluarkan

energi kepada pasien, oleh karena itu mempunyai score yang tinggi 8 – 10, alat

diagnostik mempunyai score 6 – 7, alat analisis mempunyai score 3 – 5 dan alat

dengan fungsi lain mempunyai score 2. Untuk lebih jelas hubungan fungsi peralatan

dengan skor dapat dilihat pada gambar berikut:

Skor Fungsi Alat Jenis Fungsi Alat

Alat penanggulangan penderita gawat


10
darurat (Life Support)
Alat terapi
Alat bedah dan perawatan intensif (Surgical
9
an Intensive Care)

12
Alat terapi dan pengobatan (Physical
8
Therapy and Treatment)

Alat monitoring pembedahan dan perawatan

7 intensif (Surgical an Intensive Care

Monitorin)
Alat Bantu Diagnostik
Alat bantu monitoring fisiologis

6 (Additional Physiological Monitorin and

Monitoring)

5 Alat laboratorium (Analitycal Laboratory)

Alat pendukung laboratorium (Laboratory


4 Alat bantu periksa
Accessorie)

3 Computer and Related

Patient Related and Other Alat pendukung


2
pelayanan

Tabel 2.1 Skor Fungsi Alat

b. Hubungan Risiko Alat dengan Skor

Risiko fisik merupakan kemungkinan yang terjadi bila alat mengalami kegagalan

atau rusak. Kemungkinan itu berupa kematian pasien, cedera dan salah diagnosa

akibat alat yang rusak.

13
c. Hubungan Kebutuhan akan Pemeliharaan dengan Skor

Hubungan kebutuhan akan pemeliharaan dengan skor, dibagi atas tiga

tingkat pemeliharaan yaitu pemeliharaan intensif, pemeliharaan sedang dan

pemeliharaan minimal. Alat sebagian besar adalah mekanik, peneumatik dan fuida

biasanya membutuhkan pemeliharaan yang intensif. Jenis alat tersebut

membutuhkan penyetelan, kalibrasi serta pergantian beberapa bagian. Alat yang

membutuhkan pengecekan dan pengujian diklasifikasikan pada rata-rata,

sedangkan alat yang hanya membutuhkan pengecekan secara visual dikategorikan

sebagai tingkat pemeliharaan yang rendah.

Dengan dilakukannya penilaian resiko dalam penentuan jadwal pemeliharaan

(Sabarguna dkk, 2007), maka akan bermanfaat untuk:

1. Mengetahui interval fungsi alat sesuai dengan metode skor penilaian.

2. Mengetahui interval resiko yang ditimbulkan jika terjadi kerusakan pada suatu

alat sesuai dengan metode skore penilaian.

3. Mengtahui interval kebutuhan pemeliharaan pada setiap alat sesuai dengan

metode skore penilaian.

4. Mengurangi beban resiko pemeliharaan, karena alat yang tidak memiliki resiko

yang besar dapat dikeluarkan dari program pemeliharaan rutin atau alat yang

membutuhkan derajat pemeliharaan yang tinggi.

5. Mengetahui jadwal pemeliharaan yang lebih efektif sesuai dengan kebutuhan dan

tingkat resiko dari setiap alat.

14
2.2.6 Pemeliharaan pada Pelayanan Kesehatan

Dalam pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit,kegiatan pemeliharaan

tidak hanya bertujuan untuk menjaga agar sarana dan prasarana yang dimiliki oleh

rumah sakit agar dapat berfungsi dengan baik dan dalam kondisi yang siap pakai

pada saat digunakan dan dibutuhkan, namun juga dapat mempertahankan umur

ekonomis alat serta menjaga keamanan sarana dan prasarana dari potensi bahaya

yang ditimbulkan akibat alat yang tidak terpelihara dengan baik.

Selain itu, dengan kondisi sarana dan prasarana rumah sakit yang dapat

berfungsi dengan baik dan dalam kondisi yang siap pakai, maka secara langsung

akan menjamin kesinambungan proses pelayanan rumah sakit terhadap pasien.

Dengan demikian, hubungan antara kegiatan pemeliharaan dengan sistem

pelayanan rumah sakit terlihat dari peranan pemeliharaan itu sendiri. Di rumah

sakit, unit atau instalasi yang bertanggung jawab dalam kegiatan pemeliharaan

sarana dan prasarana biasa disebut dengan Instalasi Pemeliharaan Sarana dan

Prasarana Rumah Sakit (IPSRS), yang mempunyai tugas (Sabarguna dkk, 2007):

a. Pemeliharaan bangunan, instalasi air minum, air panas, listrik, gas, teknik, zat

lemas serta buangan sampah dan cairan buangan.

b. Pemeliharaan peralatan listrik, elektromedik, radiologi dan kedokteran nuklir.

c. Penyediaan air minum, air panas, gas teknis, zat lemas dan listrik.

d. Penyucian alat kedokteran dan alat kesehatan yang dilakukan oleh tenaga atau

pegawai dalam jabatan fungsional.

15
2.2.7 Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPSRS)

Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPSRS) adalah suatu unit

fungsional untuk melaksanakan kegiatan, agar fasilitas yang menunjang pelayanan

kesehatan di rumah sakit yaitu sarana, prasarana dan peralatan selalu berada dalam

keaadaan layak pakai. Dalam kegiatan dan kedudukan IPSRS berada langsung di

bawah serta bertanggung jawab kepada Direktur Rumah Sakit.

Dalam melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan perbaikan sarana,

prasarana dan peralatan rumah sakit memerlukan suatu sistem yang melibatkan

bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain yaitu:

1. Sistem Pengadaan

a. Merancang rencana kebutuhan sarana, prasarana dan peralatan yang

digunakan dalam program pelayanan kesehatan serta kebutuhan suku

cadang yang dipergunakan untuk pemeliharaan dan perbaikan.

b. Mengadakan prasarana dan peralatan perbengkelan yang memadai

untuk digunakan oleh teknisi rumah sakit dalam pemeliharaan dan

perbaikan serta tenaga-tenaga yang terampil dan berkualitas.

2. Sistem Pemeliharaan

a. Upaya pemeliharaan yang bersifat pencegahan dilakukan oleh operator.

b. Pemeliharaan secara rutin atau berkala dilakukan oleh teknisi rumah

sakit.

c. Melaksanakan perbaikan yang dilakukan oleh teknisi rumah sakit yang

dianggap cakap dan mampu.

16
d. Melaksanakan perbaikan di bengkel rujukan atau pihak ketiga sesuai

persyaratan yang berlaku.

3. Sistem Pembinaan

a. Melakukan kebersihan terhadap sarana, prasarana dan peralatan rumah

sakit yang dilakukan secara rutin setiap hari dan berkesinambungan.

b. Meningkatkan sistem pemeliharaan dan perbaikan sarana, prasarana dan

peralatan rumah sakit melalui pendidikan, penataran dan latihan untuk

menunjang dan mengembangkan diri dalam rangka pelaksanan program

pelayanan kesehatan.

c. Berpartisipasi dalam tim penyuluhan, pembinaan terhadap pasien,

pengunjung dan petugas/karyawn rumah sakit secara langsung maupun

melalui stiker dan pamflet.

2.2.8 Perbaikan Barang dan Alat di Rumah Sakit

Peralatan/logistik ketika dilakukan inventarisasi terhadap kondisi alat,

diperlukan adanya perbaikan ringan maupun perbaikan yang sifatnya berat, maka

akan dilakukan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang ada.

Perbaikan yang dilakukan adalah peralatan yang bersifat Barang Inventaris

Kantor. Bisa dalam bentuk peralatan administrasi (komputer dll) atau peralatan

yang digunakan langsung dalam memberikan pelayanan kesehatan (peralatan

radiologi, incubator dll).

Perbaikan yang dilakukan adalah dengan cara dan prosedur yang telah

diatur oleh pihak Manajemen Rumah Sakit. Prosedur yang sangat umum dilakukan

adalah meliputi :

17
Pengguna IPS-RS Manajemen Penganggaran

(User) Rumah Sakit (Biaya)

Inventarisasi Alat Proses

Baik A1 Pemeliharaan Rutin A2 Setuju A3

=========== ============== ======= ============

Rusak Ringan B1 Perbaikan B2 Setuju B3

=========== ============== =======

Rusak Berat C1.1 Perbaikan C1.2 Setuju C1.3

=========== ============== =======

x ========

C2.1 Penghapusan C2.2 Setuju C2.3

============== ======== x

Tabel 2.2 Prosedur Perbaikan Logistik Rumah Sakit

Dari tabel diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Pengguna (User) secara rutin menginventarisir peralatan yang ada di bawah

operasi dan tanggung jawabnya;

2. Secara umum akan diperoleh 3 (tiga) kategori, yaitu alat baik (dapat

dioperasikan), alat rusak (perlu perbaikan), dan alat rusak (bisa diperbaiki

atau harus dihapuskan dan perlu peremajaan alat);

3. Hasil dari inventarisasi alat tersebut dilaporkan kepada Instalasi

Pemeliharaan sarana Rumah Sakit (IPS-RS);

18
4. IPS-RS menindaklanjuti paoran hasil inventarisasi alat tersebut kepada

Manajemen Rumah Sakit, setelah sebelumnya melakukan pengecekan

kelapangan (cek fisik alat) atas kekebenaran laporan tersebut);

5. Apabila pihak manajemen RS setuju atas laporan tersebut, maka akan

diproses lebih lanjut untuk dimasukkan dalam penyusunan rencana

anggaran tahun berikutnya;

6. Khusus untuk alat yang rusak berat ada beberapa pertimbangan yang harus

dilakukan oleh Manajemen RS. Apabila biaya untuk perbaikan alat yang

rusak berat mahal dibanding dengan pengadaan baru alat yang sama atau

selisihnya sangat sedikit atau disebut sebagai kurang alat. Pertimbangan

yang diambil adalah aspek efisiensi dan efektifitas pengoperasian alat.

Pengguna
IPS-RS Baik&Rusak Anggaran
(User)
Ringan

Manajemen
Inventarisasi RS

Rusak
berat
Baik

Rusak Ringan
Hapus
Rusak Berat

Gambar 2.4 Prosedur Perbaikan Logistik Rumah Sakit

19
2.3 Penyimpanan

2.3.1 Ruang Lingkup Penyimpanan

Pelayanan kefarmasian di apotek meliputi 2 (dua) kegiatan yaitu, kegiatan

yang bersifat manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus

didukung oleh sumber daya manusia, sarana dan prasarana.

Pengelolaan sediaan farmasi, Alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

dilakukan sesuai ketentun peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi

perencanaan, pengadaan,penerimaan, penyimpanan, pengendalian, pencatatan dan

pelaporan.

a. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habis pakaiperlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya
dan kemampuan masyarakat.
b. Pengadaan
Untuk meminjam kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan
farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
c. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin jenis spesifikasi, jumlah,
mutu, waktu, penyerahan, dan harga yang tertera dalam surat pesanan
dengan kondisi fisik yang diterima.
d. Penyimpanan
1. Obat-obatan harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. dalam hal ini
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka
harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas

20
pada wadah baru. wadah sekurangkurangnya memuat nama Obat
nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
2. Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga
terjamin keamanan dan stabilitasnya.
3. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan
kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
4. Pengeluaran obat memakai sistem FIFO (First In First Out) dan juga FEFO
(First Expierd First Out).

e. Pemusnahan
1. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis
dan bentuk sediaan.pemusnahan obat kadaluwarsa atau yang rusak yang
mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh apoteker dan
disaksikan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota. Pemusnahan obat
selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh apoteker dan
disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik
atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara
pemusnahan menggunakan formulir 1 sebagaimana terlampir.
2. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker disaksikan
oleh sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan cara dibakar
atau dimusnahkan lain yang dibuktikan dengan berita acara pemusnahan
resep menggunakan formulir 2 sebagaimana terlampir dan selanjutnya
dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.

f. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan persediaan sesuai
kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan system pesanan atau pengadaan.,
penyimpanan dan pengeluaran. Hal in bertujuan untuk mengindari
terjadinya kelebihan, kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan
serta pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan

21
menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu
stok sekurang-kurangnya memuat nama obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah
pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.

g. Pencatatan dan pelaporan


Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi pengadaan(surat pesanan,
faktur) penyimpanan (kartu stock). Penyerahan (nota atau struk penjualan)
dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan yang internal dan eksternal. Pelaporan
internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen
apotek, meliputi keuangan, barang dan lapporan lainnya.

Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban


sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi pelaporan
narkotika ( menggunakan formulir 3 sebagaimanterlampir), psikotropika (
menggunakan formulir 4 sebagaimana terlampir) dan pelaporan lainnya

2.3.2 Penyimpanan Obat

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2004) penyimpanan

obat adalah suatu kegiatan pengamanan terhadap obat-obat yang diterima agar

aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap

terjamin. Penyimpanan merupakan fungsi dalam managemen logistik farmasi yang

sangat menentukan kelancaran pendistribusian serta tingkat keberhasilan dari

manajemen logistik farmasi dalam mencapai tujuannya.

2.3.3 Tujuan Penyimpanan Obat

Penyimpanan merupakan suatu kegiatan dan usaha untuk melakukan

pengurusan penyelenggaraan dan pengaturan barang persediaan di dalam ruang

22
penyimpanan. Penyimpanan berfungsi untuk menjamin penjadwalan yang telah

ditetapkan dalam fungsi-fungsi sebelumnya dengan pemenuhan setepat-tepatnya

dan dengan biaya serendah mungkin. Menurut Warman (2004) tujuan dari

penyimpanan antara lain :

a. Mempertahankan mutu obat dari kerusakan akibat penyimpanan yang

tidak baik

b. Mempermudah pencarian di gudang/kamar penyimpanan

c. Mencegah kehilangan dan mencegah bahaya

d. Mempermudah stock opname dan pengawasan

Secara lebih terperinci, Depkes RI (2004) menyatakan bahwa tujuan

penyimpanan antara lain :

1. Aman, yaitu setiap barang/obat yang disimpan tetap aman dari

kehilangan dan kerusakan.

a. Kehilangan karena dicuri orang lain, dicuri karyawan sendiri, dimakan

hama (tikus) atau hilang sendiri (tumpah, menguap)

b. Kerusakan, yaitu akibat barang itu sendiri rusak atau barang itu merusak

lingkungan (polusi)

2. Awet, yaitu barang tidak berubah warnanya, baunya, gunanya, sifatnya,

ukurannya, fungsinya dan lain-lain.

3. Cepat, yaitu cepat dalam penanganan barang berupa menaruh atau

menyimpan, mengambil, dan lain-lainnya.

23
4. Tepat, dimana bila ada permintaan barang, barang yang diserahkan

memenuhi lima tepat, yaitu tepat barang, kondisi, jumlah, waktu dan

harganya.

5. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab.

6. Mudah, yaitu:

a. Mudah menangani barang dan mudah menempatkan barang di tempatnya

dan menemukan dan mengambilnya

b. Mudah mengetahui jumlah persediaan

c. Mudah dalam pengawasan barang

d. Murah, yaitu biaya yang dikeluarkan sedikit untuk menanganinya, yaitu

murah dalam menghitung persediaan, pengamanan dan pengawasannya.

2.3.4 Unsur Pengelola dan Sarana Manajemen Penyimpanan Obat

Unsur pengelola dan sarana yang harus tersedia di dalam kegiatan

manajemen penyimpanan obat menurut Depkes RI (2006) terdiri dari :

1. Personil (Sumber Daya Manusia) Penyimpanan Obat

Dalam pelaksanaan penyimpanan obat di gudang, minimal terdapat beberapa

personil, yang terdiri dari :

a. Atasan Kepala Gudang/Kuasa Barang, tugasnya:

- Membuat perintah tertulis kepala Kepala Gudang untuk menerima,

menyimpan dan mengeluarkan obat

- Membentuk Panitia Pemeriksaan Penerimaan Obat, Panitia Pencacahan

Obat, Panitia Pemeriksaan Obat untuk dihapuskan, serta Panitia Penghapusan

24
- Menindaklanjuti laporan atas terjadinya kehilangan atau bencana alam

- Melaporkan secara berkala pelaksanaan tugasnya kepada atasannya.

b. Kepala Gudang, tugasnya:

- Bertanggung jawab atas penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan dan

pengeluaran obat.

- Mencatat setiap mutasi barang pada Kartu Persediaan Obat

- Melaporkan hasil pencatatan barang/obat persediaan secara berkala

- Melaporkan dalam bentuk Berita Acara, apabila terjadi hal yang khusus (bencana

alam, hilang, kebakaran, dll).

c. Pengurus Barang, tugasnya:

- Menyelenggarakan pembukuandan administrasi pergudangan.

- Mengatur/menyusun obat dalam gudang penyimpanan.

- Mengumpulkan barang/obat yang akan dikeluarkan.

- Mencatat setiap mutasi barang pada Kartu Obat dan mencatat jumlah obat yang

diberikan/dikeluarkan pada Surat Perintah Mengeluarkan Barang.

- Memelihara dan merawat barang-barang dan obat dalam gudang penyimpanan.

- Menyusun atau membuat laporan tentang hasil pencatatan dan pembukuan obat

persediaan.

d. Staf Pelaksana Gudang, tugasnya yaitu membantu pengurusan obat dalam hal

mengumpulkan, pengepakan, memelihara atau merawat obat, dan lain-lain.

Adapun persyaratan personil gudang farmasi, minimal :

1 orang Atasan Kepala Gudang (minimal S1 atau S.Far)

25
1 orang Kepala Gudang (minimal lulus SMA/ SMF) 1 orang Pengurus Barang

(minimal lulus SMA/SMF)

1 orang Staf Pelaksana Barang (minimal lulus SMA/SMF)

2. Sarana Penyimpanan Obat

Sarana penyimpanan obat di rumah sakit biasanya berupa gudang

penyimpanan. Gudang penyimpanan obat terbagi menjadi beberapa jenis

diantaranya :

a. Gudang Terbuka

- Gudang terbuka yang tidak diolah, yaitu berupa satu lapangan terbuka yang

permukaannya diratakan tanpa perkerasan.

- Gudang terbuka diolah, yaitu lapangan terbuka yang sudah diratakan dan

diperkeras atau dipersiapkan dengan melapiskan bahan yang serasi, sehingga dapat

dilaksanakan

pekerjaan-pekerjaan pengaturan barang-barang (material handling) dengan efisien.

b. Gudang Semi Tertutup atau Lumbung

Merupakan suatu kombinasi antara penyimpanan terbuka dan penyimpanan dalam

gudang.

c. Gudang Tertutup

Gudang tertutup merupakan suatu ruang penyimpanan dalam suatu bangunan yang

beratap dan berdinding.

3. Prasarana (Peralatan atau Fasilitas) Penyimpanan Obat

26
Peralatan dan fasilitas yang biasa digunakan dalam penyimpanan obat di gudang

farmasi rumah sakit, antara lain :

a. Lemari/rak yang ukurannya disesuaikan dengan kebutuhan dan besarnya gudang,

gunanya untuk menyimpan obat.

b. Ganjal/pallet gunanya sebagai alas penumpuk barang, agar barang mudah

dipindahkan dan menghindari kerusakan barang karena pengaruh kelembaban lantai.

c. Lori dorong yang berguna untuk mengangkut atau memindahkan barang/obat

dalam gudang.

d. Hand palet track yang fungsinya sama dengan lori dorong.

e. Forklift gunanya untuk mengangkut barang/box yang besar atau berat yang tidak

mungkin untuk diangkut oleh tenaga manusia.

f. Alat pembuka peti yang berguna untuk membuka peti kemas.

g. Alat eyzer gunanya untuk mengikat peti kemas.

h. Kendaraan roda empat (box), untuk mengangkut dan mendistribusikan

barang/obat.

2.3.5 Penyimpanan Obat di Rumah Sakit

Penyimpanan obat yang dilakukan di rumah sakit dilakukan oleh unit

gudang farmasi rumah sakit. Pelaksanaan kegiatan penyimpanan yang dilakukan di

gudang farmasi rumah sakit dilakukan oleh petugas gudang farmasi rumah sakit

Mulya. Gudang farmasi rumah sakit berada di bawah tanggung jawab Apoteker

Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Meskipun berapa dibawah tanggung jawab

Apoteker, namun letak gudang farmasi rumah sakit terpisah dengan Apotek rumah

27
sakit. Adapun letak gudang farmasi dalam struktur organisasi rumah sakit adalah

sebagai berikut.

Letak Gudang Farmasi dalam Struktur Rumah Sakit

Unit Instalasi Farmasi

Gudang Farmasi Apotik

2.3.6 Proses Penyimpanan Obat

Proses penyimpanan obat di gudang farmasi terdiri dari beberapa tahapan

mulai dari proses penerimaan obat, penyusunan obat, pengeluaran obat, stock

opname obat dan pencatatan dan pelaporan.

1. Penerimaan Obat

Di rumah sakit proses penerimaan dan pemeriksaan obat yang baru datang

dari distributor obat dilakukan di gudang farmasi RS. Berdasarkan standar prosedur

operasional penerimaan obat RS, penerimaan dan pemeriksaan obat-obatan yang

baru datang dari distributor merupakan tugas petugas gudang farmasi. Jika petugas

gudang farmasi tersebut tidak dapat menerima atau tidak hadir maka penerimaan

obat seharusnya dilakukan oleh bagian Purchasing RS. Namun kenyataannya bila

petugas gudang tidak ada yang menerima dan memeriksa obat adalah petugas

instalasi farmasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut.

Adapun kegiatan penerimaan obat yang dilakukan oleh petugas gudang

28
1. Penerimaan barang dari supplier perusahaan farmasi dilakukan melalui unit

gudang farmasi Rumah Sakit dan hanya boleh diterima oleh petugas gudang

farmasi.

2. Supplier perusahaan farmasi datang ke gudang farmasi RS dengan membawa

faktur pembelian atau Purchase Order.

3. Petugas gudang akan menyesuaikan dan melakukan pemeriksaan terhadap

Faktur yang dibawa oleh supplier kemudian disesuaikan antara daftar barang

di fatur dengan barang yang datang.

4. Setelah itu petugas gudang mecocokkan antara barang yang datang, faktur

dengan barang yang ditulis pada Surat Pemesanan. Pemeriksaan dilakukan

terhadap banyaknya obat pesanan (kuantiti) dan jenis obat yang dipesan.

5. Jika semua sudah sesuai, petugas gudang akan menandatangi dan memberikan

cap pada faktur.

6. Petugas gudang akan memberikan surat pesanan berwarna putih kepada

petugas ditributor dan petugas distributor akan memberikan copy-an kertas

faktur berwana kuning dan merah kepada petugas gudang.

7. Petugas menginput data obat yang datang pada sistem komputer yang bernama

purcahse order. Data yang diinput antara lain :

a. Nama distributor obat

b. Nama penerima obat di gudang farmasi

c. Tanggal pemesanan obat (tercantum pada surat pemesanan)

a. Nama obat yang datang

b. Jumlah obat yang datang

29
c. Harga obat yang datang

d. Discount/potongan harga (jika ada)

e. Total harga per obat

f. Total harga keseluruhan obat

8. Petugas gudang farmasi kemudian akan melakukan memperbarui data obat yang

datang pada kartu induk persediaan (inventory stok) pada sistem komputer

gudang farmasi dengan cara menceklis kotak add inventory. Secara otomatis

akan bertambah data persediaan di kartu induk persediaan.

9. Terakhir petugas akan mencetak data yang diinput tadi dalam bentuk selembar

kertas rangkap 2 dan disatukan dengan faktur pembelian serta surat pemesanan

warna kuning dan merah milik petugas gudang farmasi.

Setelah petugas melakukan kegiatan diatas, seharusnya petugas melakukan

pencatatan obat dan faktur yang datang tersebut pada buku penerimaan obat,

namun petugas tidak melakukannya. Hal ini terjadi karena petugas gudang

merasa tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan pengisian pada buku

penerimaan tersebut akibat banyaknya pekerjaan lain yang harus dikerjakan oleh

petugas.

30
BAB III

ANALISIS KASUS

3.1 Contoh Kasus Pemeliharaan (Maintenance) (Revina Nadya-


2018970014)

3.1.1 Contoh Kasus Pemeliharaan Rumah Sakit

Pada RSGM “X” ditemukan beberapa masalah terkait kerusakan alat

kesehatan di rumah sakit. Rumah Sakit mempunyai satu unit mesin X-ray untuk

radiografi periapikal yang sudah digunakan kurang lebih 8 tahun. Ditemukan

kebocoran pada mesin X-ray tersebut yang jika digunakan secara berlebihan

akan membahayakan pasien dan operator. Kepala unit sudah menghimbau

untuk tidak digunakan lebih dari 20 kali foto/hari namun karena kebutuhan

masih digunakan lebih dari yang seharusnya.

Ditemukan kerusakan pada dental unit yang baru digunakan kurang dari 2

tahun. Kerusakan bervariasi ada yang ringan seperti lampu sudah tidak

menyala, dan suction yang rusak. Sedangkan untuk dental unit yang digunakan

lebih dari 5 tahun banyak ditemukan kerusakan ringan hingga berat seperti high

speed yang tidak bisa digunakan lagi, kursi yg tidak bisa naik turun dan semua

fungsi tidak bisa.

31
Gambar 3.1 Tabel Penggunaan Dental Unit

Selain kerusakan dental unit, terdapat alat yang digunakan untuk pelayanan

kesehatan rusak berat seperti alat mencampur amalgam dan alat dental lainnya

yang sudah tidak bisa dipakai lagi namun dibiarkan terbengkalai di tempat alat

(tidak ada daftar kerusakan alat).

Masalah lainnya sering terdapatnya kehilangan tang dan alat dental yang

bukan disposable di ruangan integrasi,pedodonsia dan bedah mulut. Padahal

dalam hakikatnya untuk menggunakan semua alat tersebut sudah ada pelaporan

sebelum dan sesudah jam kerja atau ketika operator menggunakan alat tersebut

kepada petugas/pekarya integrasi dan departemen. Melalui wawancara juga

disebutkan bahwa alat sering tertukar dan tidak teridentifikasi antar integrasi

dan departemen.

32
3.1.2 Pelaksanaan Pemeliharaan di Rumah Sakit

Dalam manajemen pemeliharaan yang pertama dilihat adalah kualitas

pelayanan pada masyarakat. Di rumah sakit pelayanan terbagi atas kebutuhan

akan pelayanan dan golongan masyarakat mana pelayanan kesehatan tersebut

akan diberikan. Hal-hal inilah yang menyebabkan sistem pemeliharaan yang

diterapkan tidak sama untuk setiap instalasi di rumah sakit. Pelayanan IRJ

rumah sakit yang bertujuan untuk melayani masyarakat golongan ekonomi

lemah tentu akan berusaha meminimalkan biaya yang akan dibebankan kepada

masyarakat, yang menyebabkan kualitas pelayanannya tentu akan sangat

berbeda dengan pelayanan spesialistik yang ingin memilki kualitas pelayanan

yang semaksimal mungkin.

Di rumah sakit sudah terdapat IPS-RS dan melakukan perbaikan sesuai

dengan SOP. Di IPS-RS terdapat kepala instalasi yang membawahi 3 teknisi

dan dibawah langsung direktur pelayanan medik. Dalam hal administrasi

dipegang oleh kepala instalasi dan pencatatan dilakukan oleh pekarya. Dalam

hal ini pekarya melakukan tugasnya dalam hal pembayaran serta pencatatan dan

pelaporan penggunaan bahan dan alat.

33
Gambar 3.2 Struktur Organisasi IPS-RS

A. Pembagian Tugas dan Kerusakan

Pemeliharaan sarana dan prasarana dengan kategori berikut:

1. Mekanikal dan elektrikal

• Mekanikal meliputi mesin steril, pompa, dsb

• Elektrikal meliputi instalasi listrik, lampu, dsb

2. Bangunan, sarana RS, dan sanitasi

• Bangunan meliputi atap, dinding, jendela, lantai.

• Sarana RS

• Sanitasi meliputi wastafel, buangan sampah dan cairan buangan

3. Elektronika meliputi seluruh barang-barang elektronik, seperti televisi,

air conditioner, dsb.

4. Pencucian alat kedokteran dan alat kesehatan yang dilakukan oleh tenaga

atau pegawai dalam jabatan fungsional.

34
B. Identifikasi kerusakan

Kerusakan diidentifikasi tingkat kerusakannya, apakah kerusakan yang terjadi

tergolong kerusakan ringan atau kerusakan berat. Dalam mengidentifikasi tingkat

kerusakan agar lebih akurat, data mengenai durasi perbaikan alat atau biaya

perbaikan alat dapat dipergunakan. Dalam hal ini Rumah Sakit sudah menerapkan

monitoring (pengecekan dental unit) tiap 3 bulan sekali untuk mengidentifikasi

kerusakan. Akan tetapi kegiatan ini menjadi sulit dilakukan, karena IPSRS tidak

memiliki data biaya perbaikan, sedangkan durasi perbaikan walau sudah dilakukan

berkala namun tidak adanya komunikasi antara petugas instalasi dan teknisi

sehingga kerusakan alat cenderung diketahui saat pengecekan bukan dari pelaporan

petugas.

3.1.3 Analisis Kasus

A. Perencanaan dan pelaksanaan pemeliharaan Rumah Sakit

Dalam menentukan periode kegiatan pemeliharaan, saat ini pihak IPSRS

tidak melakukan analisa untuk mengetahui durasi pemeliharaan yang tepat agar

hasil kerjanya dapat efektif, durasi ditentukan berdasarkan pengalaman.

Sebenarnya cara yang tepat dalam menentukan durasi dari kegiatan pemeliharaan

adalah dengan menganalisanya berdasarkan data historis mengenai kerusakan yang

terjadi.

Untuk melakukan analisa durasi, langkah-langkah yang akan dilakukan

adalah sebagai berikut:

1. Data peralatan yang mengalami kerusakan dibagi menjadi beberapa

kategori berdasarkan jenis peralatannya. (*sudah dilakukan)

35
2. Dari masing-masing kategori, setiap kerusakan diidentifikasi tingkat

kerusakannya, apakah kerusakan yang terjadi merupakan kerusakan ringan atau

berat (*sudah dilakukan)

Agar pelayanan yang diberikan dapat maksimal, maka dari masing-masing

kategori pada tiap tingkat kerusakan, diperinci letak dari alat yang mengalami

kerusakan tersebut. Alat yang sama tidak selalu membutuhkan jenis pemeliharaan

yang sama, tergantung dimana alat tersebut ditempatkan. Untuk itu, ruangan-

ruangan yang ada di rumah sakit dibagi menjadi tiga kategori prioritas pelayanan

berdasarkan fungsinya, yaitu:

1. Ruangan Prioritas Tinggi (Klinik Spesialis, eksekutif, IGD dan Bedah

Mulut)

2. Ruangan Prioritas Rendah (Instalasi Rawat Jalan (Integrasi))

3. Ruangan Prioritas Paling Rendah (Sterilan, Ruang tunggu dan mushola dll)

(*Sudah dilakukan)

Selanjutnya, alat-alat yang tergolong penting untuk melayani pasien

(misalnya: frekuensi permintaan pasiennya tinggi, atau frekuensi kerusakannya

tinggi dengan harga yang cukup rendah) terutama alat yang terdapat di ruangan

prioritas utama, dipelihara dengan sistem pemeliharaan preventive, atau jika

sistem ini terlalu sulit untuk dilakukan dapat dilakukan dengan sistem

pemeliharaan perbaikan (pemeliharaan corrective)

Untuk mengerjakan tahap diatas, data-data dari laporan kerusakan yang

dibutuhkan adalah: ruangan tempat dimana alat yang mengalami kerusakan

36
ditempatkan (untuk dapat menentukan prioritas kegiatan pemeliharaan), tanggal

kerusakan tersebut terjadi (untuk mengetahui frekuensi terjadinya kerusakan),

tingkat kerusakan (didapat dari analisa langkah kedua), Durasi kerja perbaikan,

serta biaya perbaikan/pembelian alat baru. (Dari dua data terakhir, maka akan

dapat diambil keputusan apakah alat tersebut akan mendapatkan sistem

preventive atau corrective, bila ditinjau dari biaya dan waktu perbaikan. Hal ini

terutama diperuntukan untuk alat yang memiliki harga yang mahal, atau durasi

perbaikannya lama sehingga dapat mengganggu kenyamanan konsumen.)

Akan tetapi data mengenai harga alat atau biaya perbaikan sama sekali

belum dimiliki oleh IPSRS. Sedangkan data mengenai tanggal kerusakan

menjadi sulit untuk diketahui karena tidak adanya komunikasi yang baik antara

petugas administrasi dan teknisi.

B. Biaya Pemeliharaan

Pengevaluasian biaya pemeliharaan merupakan syarat mutlak yang harus

dilakukan untuk mengetahui tingkat efisiensi kegiatan pemeliharaan yang

sedang dilaksanakan, karena melalui biaya pemeliharaan dapat diketahui

apakah biaya yang dikeluarkan saat ini sebanding dengan hasil yang diperoleh.

Adapun jenis biaya pemeliharaan yang dimaksud antara lain sebagai berikut:

a. Biaya kerusakan

Merupakan biaya yang dieperlukan bila pemeliharaan pada alat yang rusak.

b. Biaya pemeliharaan terencana

Merupakan biaya yang direncanakan, seperti ganti pelumas pembersihan,

tera ulang dan lain-lain.

37
c. Biaya pemeliharaan pencegahan

Biaya yang diperlukan dalam rangka mencegah kerusakan seperti,

pergantian suku cadang yang aus dan akan mati.

Dana merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang kelancaran dan

keberlangsungan proses kegiatan pemeliharaan. Tanpa dana dan sistem

pendanaan yang baik, maka kegiatan pemeliharaan akan menjadi terkendala,

karena memang operasional pemeliharaan tersebut sangat erat kaitannya

dengan kegiatan pengecekan, perbaikan dan pergantian alat yang tentunya

membutuhkan bahan baku atau perlengkapan penunjang secara terus menerus.

C. Administrasi dan Sistem Komunikasi

Dalam hal ini laporan mengenai kerusakan yang biasanya dituliskan oleh

operator saat pengecekan alat masih belum bersinergi dengan laporan yang

digunakan oleh IPS-RS. Laporan mengenai kerusakan hanya menjadi dokumen

yang tidak dilaporkan secara resmi setiap minggu atau bulannya kepada IPS-RS

karena teknisi mengetahui kerusakan alat dari pengecekan rutin.

Tanggung jawab yang tumpang tindih antara petugas instalasi dan teknisi

membuat komunikasi tidak berjalan dengan baik. Sedangkan untuk pengecekan

ketersediaan alat walaupun dilaporkan setiap harinya namun pada kenyataannya

tidak berjalan dengan baik.

3.1.4 Kesimpulan dan Saran

Saran yang diberikan kepada pihak rumah sakit, agar kegiatan pemeliharaan yang
dilakukannya dapat lebih efektif dan efisien adalah:

38
a. Seluruh biaya kegiatan pemeliharaan didokumentasikan, agar tingkat
efisiensi kegiatan pemeliharaan dapat diketahui.

b. Pada laporan mengenai kerusakan alat, sebaiknya dijelaskan mengenai letak


keberadaan alat, dan tingkat kerusakan alat, karena hal-hal ini diperlukan
pada saat proses evaluasi.

c. Para pekerja IPSRS, khususnya yang bekerja pada bagian administrasi di


beri pelatihan, agar dapat membuat laporan dengan lebih tertib dan teratur,
yang dapat mendukung seluruh tahapan dalam siklus manajemen
pemeliharaan khususnya tahap evaluasi yang saat ini sulit untuk
dilaksanakan dengan baik, karena laporan yang dimiliki belum memadai.

d. Sebaiknya para karyawan di setiap instalasi rumah sakit diberikan


pengarahan, agar mengerti akan pentingnya mengisi seluruh data-data di
formulir (terutama formulir permintaan perbaikan alat) yang selama ini
diabaikan.

Dalam melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan perbaikan sarana, prasarana


dan peralatan rumah sakit memerlukan suatu sistem yang melibatkan bagian-bagian
yang saling berhubungan satu sama lain yaitu:

A. Sistem Pengadaan

Merancang rencana kebutuhan sarana, prasarana dan peralatan yang digunakan


dalam program pelayanan kesehatan serta kebutuhan suku cadang yang
dipergunakan untuk pemeliharaan dan perbaikan.

Mengadakan prasarana dan peralatan perbengkelan yang memadai untuk digunakan


oleh teknisi rumah sakit dalam pemeliharaan dan perbaikan serta tenaga-tenaga
yang terampil dan berkualitas.

B. Sistem Pemeliharaan

• Upaya pemeliharaan yang bersifat pencegahan dilakukan oleh operator.

39
• Pemeliharaan secara rutin atau berkala dilakukan oleh teknisi rumah sakit.

• Melaksanakan perbaikan yang dilakukan oleh teknisi rumah sakit yang


dianggap cakap dan mampu.

• Melaksanakan perbaikan di bengkel rujukan atau pihak ketiga sesuai


persyaratan yang berlaku.

C. Sistem Pembinaan

Melakukan kebersihan terhadap sarana, prasarana dan peralatan rumah sakit


yang dilakukan secara rutin setiap hari dan berkesinambungan. Meningkatkan
sistem pemeliharaan dan perbaikan sarana, prasarana dan peralatan rumah sakit
melalui pendidikan, penataran dan latihan untuk menunjang dan mengembangkan
diri dalam rangka pelaksanan program pelayanan kesehatan. Berpartisipasi dalam
tim penyuluhan, pembinaan terhadap pasien, pengunjung dan petugas/karyawan
rumah sakit secara langsung maupun melalui stiker dan pamflet.

40
3.2 Contoh kasus penyimpanan obat (Risa Mustika - 2018970015)

3.2.1 Contoh kasus penyimpanan rumah sakit

Pada wilayah puskesmas se-Kota Banjarbaru ditemukan beberapa masalah

masalah mengenai penyimpanan obat di wilayah puskesmas se-kota banjarbaru.

Kota banjarbaru memiliki 8 puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama

yag tersebar di seluruh kota banjarbaru. Diantara 8 puskesmas tersebut ada 1

puskesmas “X” yang menyediakan fasilitas rawat inap yaitu puskesmas “X” pada

proses penyimpanan obat sendiri berdasarkan banyaknya stok mati/death stock,

stok mati yang digunakan untuk menunjukan item persediaan obat di gudang yang

tidak mengalami transaksi dalam waktu 3 bulan secara beturut-turut untuk

mencegah kerugian yang diakibatkan karena adanya stok mati seperti perputaran

uang yang tidak lancar dan kerusakan obat akibat terlalu lama disimpan sehingga

menyebabkan obat kadaluwarsa.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya jumlah obat

kadaluwarsa yang melebihi standar yang ditetapkan seperti ketidaktepatan

perencanaan, permasalahan dari kualitas dan kuantitas obat yang diberikan oleh

dinas kesehatan/gudang farmasi kota dan mengaplikasikan proses pengelolaan obat

yang tidak sesuai dengan standar yang di tetapkan.

Gambar 3.4 Presentase jumlah stok obat mati pada tahun 2014-2015

41
Gambar 3.5 Presentase Jumlah Obat Kadaluarsa pada Tahun 2014-2015

Gambar 3.6 Persentase Nilai Stok Obat Akhir Tahun 2014-2015

Hasil persentase stok obat mati dari tahun 2014-2015 tidak sesuai dengan standar

yang ditetapkan untuk indikator persentase stok obat mati yaitu, 0%. Hasil

persentase obat mati di puskesmas se kota banjarbaru dan standar yang ditetapkan

didapat dari perhitungan antara jumlah item obat yang berada dalam kondisi stok

mati per tahun 2014-2015 dibagi dengan jumlah item obat yang tersedia per tahun

2014-2015.

Hasil persentase stok obat kadaluwarsa dari tahun 2014-2015 tidak

mencapai standar yang ditetapkan berdasarkan indikator yang seharusnya kerugian

yang disebabkan oleh obat kadaluwarsa. Hasil persentase obat kadaluwarsa di

puskesmas sekota banjarbaru dan standar yang ditetapkan didapat dari perhitungan

antara jumlah obat yang rusak/kadalluarsa per tahun 2014-2015, dibagi dengan

jumlah obat yang tersedia per tahun 2014-2015.

42
Hasil persentase nilai stok obat mati di puskesmas sekota banjarbaru

didapat dari perhitungan antara jumlah sisa obat di bulan desember pada tahun

2014-2015, dibagi dengan jumlah obat yang tersedia per tahun 2014-2015.

3.2.2 Pelaksanaan penyimpanan obat di rumah sakit

Dalam manajemen pemeliharaan yang pertama dilihat kualitas pelayanan

pada masyarakat. Di puskesmas se kota banjarbaru pelayanan terbagi atas

kebutuhan akan pelayanan dan golongan masyarakat mana pelayanan kesehatan

tersebut akan diberikan. Hal ini lah yang menyebabkan sistem penyimpanan obat

yang diterapkan tidak sama untuk setiap puskesmas . Pelayanan kesehatan

bertujuan untuk melayani masyarakat golongan ekonomi lemah tentu akan berusaha

meminimalkan biaya yang akan dibebankan kepada masyarakat. Yang

menyebabkan kualitas pelayanan tentu akan sangat berbeda dengan pelayanan

spesialistik yang ingin memiliki kualitas pelayanan yang semaksimal mungkin.

Di puskesmas se kota banjarbaru pada proses penyimpanan obat sendiri

berdasarkan banyaknya stok mati/death stock, stok mati yang digunakan untuk

menunjukan item persediaan obat di gudang yang tidak mengalami transaksi dalam

waktu 3 bulan secara beturut-turut untuk mencegah kerugian yang diakibatkan

karena adanya stok mati seperti perputaran uang yang tidak lancar dan kerusakan

obat akibat terlalu lama disimpan sehingga menyebabkan obat kadaluwarsa.

Pengelolaan sediaan farmasi, Alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

dilakukan sesuai ketentun peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi :

A. Perencanaan

43
Dalam membuat perencanaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan

medis habis pakaiperlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan

kemampuan masyarakat.

B. Pengadaan

Untuk meminjam kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan

farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

C. Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin jenis spesifikasi, jumlah,

mutu, waktu, penyerahan, dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan

kondisi fisik yang diterima.

E. Pemusnahan

1. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan

bentuk sediaan.

2. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat

dimusnahkan.

F. Pengendalian

Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan persediaan sesuai

kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan system pesanan atau pengadaan.,

penyimpanan dan pengeluaran.

G. Pencatatan dan pelaporan

• Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai meliputi pengadaan(surat pesanan,

44
faktur) penyimpanan (kartu stock). Penyerahan (nota atau struk penjualan)

dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.

• Pelaporan terdiri dari pelaporan yang internal dan eksternal. Pelaporan

internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen

apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya

3.2.3 Analisis kasus

A. Perencanaan dan pelaksanaan penyimpanan obat dirumah sakit

Dalam menentukan penyimpanan obat yang maksimal, saat ini pihak puskesmas
tidak melakukan analisa untuk mengetahui durasi penyimpanan yang tepat agar
hasil kerjanya dapat efektif, durasi ditentukan berdasarkan pengalaman.
Sebenarnya cara yang tepat dalam menentukan durasi dari kegiatan penyimpanan
adalah dengan menganakisanya berdasarkan data historis mengenai kerusakan yang
terjadi.

Agar pelayanan yang diberikan dapat maksimal, maka dari masing-masing kategori
pada tiap penyimpanan di perinci agar tempat penyimpanan yang mengalami
kerusakan tersebut. Unsur pengelola dan sarana yang harus tersedia di dalam
kegiatan manajemen penyimpanan obat terdiri dari :

1. Personil (Sumber Daya Manusia) Penyimpanan Obat

2. Sarana Penyimpanan Obat

3. Prasarana (Peralatan atau Fasilitas) Penyimpanan Obat

B. Biaya pemeliharaan

Pengevaluasi biaya penyimpanan merupakan syarat mutlak yang harus


dilakukan untuk mengetahui tingkat efisiensi kegiatan penyimpanan yang sedang
dilaksanakan, karena melalui biaya penyimpanan dapat diketahui apakah biaya

45
yang dikeluarkan saat ini sebanding dengan hasil yang diperoleh. Adapun jenis
biaya penyimpanan yang dimaksud antara lain sebagi berikut:

a. Biaya kerusakan

merupakan biaya yang diperoleh bila penyimpanan tidak sesuai.

b. Biaya penyimpanan

merupakan biaya yang direncanakan, seperti tempat penyimpanan yang bersih dan
aman.

c. Biaya penyimpanan pencegahan

dana merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang kelancaran dan
berlangsungan proses kegiatan penyimpanan. Tanpa dana sistem pendanaan yang
baik, maka kegiatan penyimpanan akan menjadi kendala, perbaikan dan pergantian
penyimpanan yang tentunya membutuhkan bahan baku atau pelengkapan
penunjang secara terus menerus.

C. Administrasi dan sistem komunikasi

Dalam hal ini laporan mengenai penyimpanan dan biasanya ditulis oleh

operator saat penyimpanan obat dengan laporan pemakaian lembar permintaan

obat mengenai laporan kerusakan hanya menjadi dokumen yang tidak secara resmi

setiap minggu nya atau bulannya karena mengetahui kerusakan penyimpanan obat.

Tanggung jawab yang tumpang tindih antara petugas instalansi dan petugas

medis membuat komunikasi tidak berjalan dengan baik. Sedangkan untuk

penyimpanan sendiri ketersediaan tempat penyimpnan obat walaupun dilaporkan

setiap harinya namun pada kenyataannya tidak berjalan dengan baik.

46
3.2.4 Kesimpulan dan saran

Saran yang baik kepada pihak puskesmas sekota banjarbaru, agar tingkat kegiatan
penyimpanan yang dilakukan dapat lebih efektif dan efisien adalah:

a. Seluruh biaya kegiatan penyimpanan didokumentasikan, agar tingkat


efisiensi kegiatan penyimpanan dapat diketahui
b. Pada laporan mengenai penyimpanan obat sebaiknya dijelaskan mengenai
letak keberadaan tenpat penyimpanan karena hal-hal diperlukan pada saat
proses evakuasi.
c. Sebaiknya para karyawan di setiap puskesmas sekota banjarbaru diberikan
pengarahan agar mengerti akan pentingnya mengisi seluruh data-data di
formulir( terutama formulir penyimpanan obat rusak) yang selama ini
diabaikan dan kurang diperhatikan.

47
DAFTAR PUSTAKA

Chanter, B. and Swallow, P. (1996). Building Maintenance Management.


Blackwell Science Pty Ltd., 54 University Street, Carlton, Victoria.
Duffuaa, S.O.; Raouf, A.; Campbell, J.D. (1999). Planning and Control of
Maintenance Systems: Modeling and Analysis. John Wiley and Sons, Inc.,
New York.
Sabarguna, Boy S. 2007. Sistem Informasi Pemeliharaan Alat Medis. Jakarta: CV
Sagung Seto.
Sulaeman, Endang Sutisna. 2009. Manajemen Kesehatan – Teori dan Praktik di
Puskesmas. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.
Soekiman, Anton dan Setiawan, Greta. 2012. Studi Sistem Manajemen
Pemeliharaan Rumah Sakit Pada Rumah Sakit Immanuel Bandung. Jakarta.
Universitas Trisakti KoNTekS 6

48

Anda mungkin juga menyukai