Anda di halaman 1dari 27

REFLEKSI KASUS Desember 2019

“ MIOMA UTERI ”

Oleh :
Chaerunnisa Supriani Saputri
N 111 17 123

Pembimbing Klinik :
dr. Abdul Faris, Sp.OG (K)

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos uterus yang terdiri dari sel-sel
jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid dan kolagen. Mioma belum pernah
ditemukan sebelum terjadinya menarche, sedangkan setelah menopause hanya
kira-kira 10% mioma yang masih tumbuh. Mioma uteri sering ditemukan pada
wanita usia reproduksi (20-25%), dimana prevalensi mioma uteri meningkat lebih
dari 70 % dengan pemeriksaan patologi anatomi uterus, membuktikan banyak
wanita yang menderita mioma uteri asimptomatik.1
Tumor ini merupakan tumor pelvik terbanyak pada organ reproduksi wanita.
Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20%-30% dari seluruh wanita. Mioma
uteri ini menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan terapi yang paling
efektif belum didapatkan, karena sedikit sekali informasi mengenai etiologi
mioma uteri itu sendiri. Baru-baru ini penelitian sitogenetik, molekuler dan
epidemiologi mendapatkan peranan besar komponen genetik dalam patogenesis
dan patobiologi mioma uteri.1
Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39-11,7% pada semua penderita
ginekologi yang dirawat. Jarang sekali mioma ditemukan pada wanita berumur 20
tahun, paling banyak pada umur 35-45 tahun. Mioma uteri ini lebih sering
didapati pada wanita nulipara atau yang kurang subur. Faktor keturunan juga
memegang peran.2
Mioma uteri menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan terapi yang
efektif belum didapatkan, karena sedikit sekali informasi mengenai etiologi
mioma uteri itu sendiri. Walaupun jarang menyebabkan mortalitas, namun
morbiditas yang ditimbulkan oleh mioma uteri ini cukup tinggi karena mioma
uteri dapat menyebabkan nyeri perut dan perdarahan uterus abnormal, serta
diperkirakan dapat menurunkan tingkat kesuburan.2
Perdarahan uterus yang abnormal merupakan gejala klinis yang paling
sering terjadi dan paling penting. Gejala ini terjadi pada 30% pasien dengan
mioma uteri. Wanita dengan mioma uteri mungkin akan mengalami siklus

2
perdarahan haid yang teratur dan tidak teratur. Menorrhagia dan atau metrorrhagia
sering terjadi pada penderita mioma uteri.2
Penanangan mioma uteri dapat dilakukan secara konservatif maupun
dengan tindakan pembedahan. Beberapa pilihan terapi pembedahan tergantung
pada beberapa faktor, diantaranya ukuran mioma, gejala yang ditimbulkan tidak
dapat teratasi dengan penanganan konservatif, sangkaan keganasan, dan
pertimbangan-pertimbangan khusus lainnya.2
Karena bermacam-macamnya gejala yang muncul akibat mioma uteri
sehingga diperlukan suatu cara mendiagnosis mioma supaya tidak terjadi
kesalahan diagnosa. Maka dari itu presentasi kasus kami ini menekankan secara
lebih mengenai bagaimana mendiagnosa mioma uteri.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFENISI
Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos uterus jinak yang
berasal dari otot polos uterus, yang diselingi untaian jaringan ikat. Tumor
ini juga dikenal dengan istilah fibromioma, leiomioma, atau pun fibroid.1
B. ANATOMI UTERUS
Uterus (rahim) merupakan organ yang tebal, berotot, berbentuk
buah pir, yang sedikit gepeng kearah muka belakang, terletak di dalam
pelvis antara rektum di belakang dan kandung kemih di depan. Ukuran
uterus sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya terdiri atas
otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm lebar di atas 5,25 cm,
tebal 1,25 cm. Berat uterus normal lebih kurang 57 gram.
Pada masa kehamilan uterus akan membesar pada bulan-bulan
pertama dibawah Pengaruh estrogen dan progesterone yang kadarnya
meningkat. Pembesaran ini pada dasarnya disebabkan oleh hipertropi otot
polos uterus, disamping itu serabut serabut kolagen yang ada menjadi
higroskopik akibat meningkatnya kadar estrogen sehingga uterus dapat
mengikuti pertumbuhan janin. Setelah Menopause, uterus wanita nullipara
maupun multipara, mengalami atrofi dan kembali ke ukuran pada masa
predolesen.
Uterus dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
 Fundus Uteri (dasar rahim) : bagian uterus yang proksimal yang
terletak antara kedua pangkal saluran telur.
 Korpus Uteri : Bagian uterus yang membesar pada kehamilan.
Korpus uteri mempunyai fungsi utama sebagai tempat janin
berkembang. Rongga yang terdapat pada korpus uteri disebut
kavum uteri atau rongga rahim.

4
 Serviks Uteri : Ujung serviks yang menuju puncak vagina disebut
porsio,
 hubungan antara kavum uteri dan kanalis servikalis disebut ostium
uteri yaitu bagian serviks yang ada di atas vagina
Uterus juga dapat dibagi berdasarkan dindingnya yaitu :
 Endometrium di korpus uteri dan endoserviks di serviks uteri.
Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar, dan jaringan
dengan banyak pembuluh-pembuluh darah yang berlekuk-lekuk.
Dalam masa haid endometrium untuk sebagian besar dilepaskan, untuk
kemudian tumbuh menebal dalam masa reproduksi pada kehamilan
dan pembuluh darah bertambah banyak yang diperlukan untuk
memberi makanan pada janin.
 Miometrium (lapisan otot polos) di sebelah dalam berbentuk sirkuler,
dan disebelah luar berbentuk longitudinal. Diantara kedua lapisan ini
terdapat lapisan otot oblik, berbentuk anyaman. Lapisan otot polos
yang paling penting pada persalinan oleh karena sesudah plasenta lahir
berkontraksi kuat danmenjepit pembuluh-pembuluh darah yang ada di
tempat itu dan yang terbuka.
 Lapisan serosa (peritoneum viseral) terdiri dari lima ligamentum yang
menfiksasi dan menguatkan uterus yaitu:
- Ligamentum kardinale kiri dan kanan yakni ligamentum yang
terpenting, mencegah supaya uterus tidak turun, terdiri atas
jaringan ikat tebal, dan berjalan dari serviks dan puncak vagina
kearah lateral dinding pelvis. Didalamnya ditemukan banyak
pembuluh darah, antara lain vena dan arteria uterine.
- Ligamentum sakro uterinum kiri dan kanan yakni ligamentum yang
menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan dari
serviks bagian belakang kiri dan kanan kearah sarkum kiri dan
kanan. Ligamentum rotundum kiri dan kanan yakni ligamentum
yang menahan uterus agar tetap dalam keadaan antofleksi, berjalan

5
dari sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah inguinal waktu
berdiri cepat karena uterus berkontraksi kuat.
- Ligamentum latum kiri dan kanan yakni ligamentum yang meliputi
tuba, berjalan dari uterus kearah sisi, tidak banyak mengandung
jaringan ikat.
- Ligamentum infundibulo pelvikum yakni ligamentum yang
menahan tuba fallopi, berjalan dari arah infundibulum ke dinding
pelvis. Di dalamnya ditemukan urat-urat saraf, saluran-saluran
limfe, arteria dan vena ovarika

C. EPIDEMIOLOGI
Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang terbanyak pada organ
reproduksi wanita. Jarang sekali ditemukan pada wanita berumur 20 tahun
dan belum pernah (dilaporkan) terjadi sebelum menarche, paling banyak
ditemukan pada wanita berumur 35-45 tahun (proporsi 25%). Setelah
menopause hanya kira-kira 10% mioma masih tumbuh. Proporsi mioma
uteri pada masa reproduksi 20-25%.
Mioma uteri lebih banyak ditemukan pada wanita berkulit hitam,
karena wanita berkulit hitam memiliki lebih banyak hormon estrogen
dibanding wanita kulit putih. Pernah ditemukan 200 sarang mioma dalam
satu uterus pada wanita kulit hitam, dimana biasanya hanya 5-20 sarang
saja.

D. ETIOLOGI
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan
diduga merupakan penyakit multifaktorial. Dipercaya bahwa mioma
merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik
dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas
kromosom lengan 12q15 atau 6p21. Ada beberapa faktor yang diduga kuat
sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu : (1,2,4)

6
 Estrogen : Mioma uteri kaya akan reseptor estrogen. Meyer dan De
Snoo mengajukan teori Cell nest atau teori genitoblast, teori ini
menyatakan bahwa untuk terjadinya mioma uteri harus terdapat dua
komponen penting yaitu: sel nest ( sel muda yang terangsang) dan
estrogen (perangsang sel nest secara terus menerus).Percobaan
Lipschutz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan
ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan
maupun pada tempat lain dalam abdomen.19 Hormon estrogen dapat
diperoleh melalui penggunaan alat kontrasepsi yang bersifat hormonal
(Pil KB, Suntikan KB, dan Susuk KB). Peranan estrogen didukung
dengan adanya kecenderungan dari tumor ini menjadi stabil dan
menyusut setelah menopause dan lebih sering terjadi pada pasien yang
nullipara.
 Progesteron : Reseptor progesteron terdapat di miometrium dan mioma
sepanjang siklus menstruasi dan kehamilan. Progesteron merupakan
antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan
tumor dengan dua cara yaitu:mengaktifkan 17 - Beta
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada
tumor.
 Umur : mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun,
ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun.
Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.
 Paritas : lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang
relatif infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakah infertil
menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang
menyebabkan infertil, atau apakah kedua keadaan ini saling
mempengaruhi.
 Faktor ras dan genetik : pada wanita ras tertentu, khususnya wanita
berkulit hitam, angka kejadiaan mioma uteri tinggi. Terlepas dari
faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat
keluarga ada yang menderita mioma.

7
 Fungsi ovarium : diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen
dengan pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah
menarche, berkembang setelah kehamilan dan mengalami regresi
setelah menopause.
Mioma merupakan monoclonal dengan tiap tumor merupakan hasil
dari penggandaan satu sel otot. Etiologi yang diajukan termasuk di
dalamnya perkembangan dari sel otot uterus atau arteri pada uterus, dari
transformasi metaplastik sel jaringan ikat, dan dari sel-sel embrionik sisa
yang persisten. Penelitian terbaru telah mengidentifikasi sejumlah kecil
gen yang mengalami mutasi pada jaringan ikat tapi tidak pada sel
miometrial normal.4
E. PATOGENESIS
Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori
genioblast. Percobaan Lipschultz yang memberikan estrogen kepada
kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada
permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa
ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau testosteron.
Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi
hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada
pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh
estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti
peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal
dan insulin-like growth factor 1 yang distimulasi oleh estrogen. Anderson
dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh
estrogen lebih banyak pada mioma daripada miometrium normal dan
mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih
kurang meyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang
bermakna setelah menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada
itu tumor ini kadang-kadang berkembang setelah menopause bahkan
setelah ooforektomi bilateral pada usia dini.(1,2,4)

8
Dikenal dua tempat asal mioma uteri yaitu serviks uteri dan korpus
uteri. Mioma pada serviks uteri hanya ditemukan sebanyak 3 % dan pada
korpus uteri ditemukan 97% kasus. Berdasarkan tempat tumbuh atau
letaknya, mioma uteri dapat diklasifikasikan menjadi : (1)
 Mioma intramural: Mioma terdapat di korpus uteri diantara serabut
miometrium. Bila mioma membesar atau bersifat multiple dapat
menyebabkn pembesaran uterus dan berbenjol-benjol
 Mioma submukosum: Mioma tumbuh tepat dibawah endometrium dan
menonjol ke dalam rongga uterus. Kadang mioma uteri submukosadapat
tumbuh terus dalam kavum uteri dan berhubungan dengn tangkai yang
dikenal dengan polip. Karena konraksi uterus, polip dapat melalui
kanalis servikalis dan sebgian kecil atau besar memasuki vagina yang
dikenal dengan nama myoma geburt.
 Mioma uteri subserosum: Mioma terletak dibawah tunika serosa, tumbuh
kerah luar dan menonjol ke permukaan uterus. Mioma subserosa dapat
tumbuh diantara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma
ligamenter yang dapat menekan ligamenter dan arteri iliaka. Miom jenis
ini juga dapat tumbuh menempel pada jaringan lain misalnya ke
omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut
wandering dan parasite fibroid.

Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan


pada pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala
yang timbul sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada
serviks, intramural, submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan dan
komplikasi yang terjadi.

F. MANIFESTASI KLINIK
1. Perdarahan abnormal: Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya
adalah hipermenore, menoragia dan dapat juga terjadi metroragia.

9
Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini, antara lain
adalah 1,4:
 Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium
sampai adeno karsinoma endometrium.
 Permukaan endometrium yang lebih luas dari pada biasa.
 Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
 Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya
sarang mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat
menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
2. Rasa nyeri: Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul
karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai
nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma
submukosum yang akan dilahirkan, pula pertumbuhannya yang
menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga dismenore.
3. Gejala dan tanda penekanan: Gangguan ini tergantung dari besar dan
tempat mioma uteri. Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan
poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urine, pada ureter dapat
menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rectum dapat
menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan
pembuluh limfe dipanggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri
panggul.
4. Infertilitas dan abortus: Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma
menutup atau menekan pars intertisialis tuba, sedangkan mioma
submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh karena distorsi
rongga uterus. Rubin (1958) menyatakan bahwa apabila penyebab lain
infertilitas sudah disingkirkan, dan mioma merupakan penyebab
infertilitas tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk dilakukan
miomektomi.1,2,4

10
G. PENEGAKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis: Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis
mioma lainnya, faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang
terjadi.
2. Pemeriksaan fisik: Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi
abdomen. Mioma uteri dapat diduga dengan pemeriksaan luar sebagai
tumor yang keras, bentuk yang tidak teratur, gerakan bebas, tidak sakit.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium: Akibat yang terjadi pada mioma uteri
adalah anemia akibat perdarahan uterus yang berlebihan dan
kekurangan zat besi. Pemeriksaaan laboratorium yang perlu dilakukan
adalah Darah Lengkap (DL) terutama untuk mencari kadar Hb.
Pemeriksaaan lab lain disesuaikan dengan keluhan pasien.
b. Imaging
 Pemeriksaaan dengan USG akan didapat massa padat dan homogen
pada uterus. Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa
pada abdomen bawah dan pelvis dan kadang terlihat tumor dengan
kalsifikasi.
 Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang
tumbuh ke arah kavum uteri pada pasien infertil.
 MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah mioma
uteri, namun biaya pemeriksaan lebih mahal.
H. DIAGNOSIS BANDING
 Tumor solid ovarium
 Miosarkoma, koriokarsinoma
 Tumor abdomen
I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan mioma Uteri tidak semua mioma uteri
memerlukan pengobatan bedah. Penanganan mioma uteri tergantung pada
umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran tumor, sehingga biasanya
mioma yang ditangani yaitu yang membesar secara cepat dan bergejala

11
serta mioma yang diduga menyebabkan fertilitas. Secara umum,
penanganan mioma uteri terbagi atas penanganan konservatif dan operatif.
Penanganan konservatif bila mioma berukuran kecil pada pra dan post
menopause tanpa gejala. Cara penanganan konservatif yaitu observasi
dengan pemeriksaan pelvis secara periodic setiap 3-6 bulan, bila pasien
anemia lakukan transfusi.
Pengobatan operatif meliputi miomektomi dan histerektomi.
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan
uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukoum
pada myom geburt dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan
sarang mioma subserosum dapat mudah dilaksanakan apabila tumor
bertangkai. Apabila miomektomi ini dikerjakan karena keinginan
memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-
50%. Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya tindakan
terpilih. Histerektomi dapat dilaksanakan perabdominan atau pervaginam.
Yang akhir ini jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telor
angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya. Adanya prolapsus uteri
akan mempermudah prosedur pembedahan. Histerektomi total umumnya
dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma servisis
uteri. Histerektomi supravaginal hanya dilakukan apabila terdapat
kesukaran teknis dalam mengangkat uterus.1
Komplikasi yang terjadi berupa perubahan sekunder pada mioma
uteri yang terjadi sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh karena
berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan sekunder
tersebut antara lain : 1,3,4,5
 Atrofi : sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri
menjadi kecil.
 Degenerasi hialin : perubahan ini sering terjadi pada penderita berusia
lanjut. Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen. Dapat
meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil dari padanya seolah-
olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.

12
 Degenerasi kistik: dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana
sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan
yang tidak teratur berisi agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan
yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma.
Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dari kista
ovarium atau suatu kehamilan.
 Degenerasi membatu (calcereus degeneration) : terutama terjadi pada
wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi.
Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka
mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.
 Degenerasi merah (carneus degeneration) : perubahan ini terjadi pada
kehamilan dan nifas. Patogenesis : diperkirakan karena suatu nekrosis
subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat
sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan
pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas
apabila terjadi pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit
demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada
perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor
ovarium atau mioma bertangkai.
 Degenerasi lemak : jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi
hialin.
Komplikasi yang terjadi pada mioma uteri 1,3,4,5 :
 Degenerasi ganas.
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-
0,6% dari seluruh mioma; serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma
uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi
uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila
mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang
mioma dalam menopause.

13
 Torsi (putaran tangkai).
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul
gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian
terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan,
gangguan akut tidak terjadi.
 Nekrosis dan infeksi.
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang
diperkirakan karena gangguan sirkulasi darah padanya.

14
BAB III

STATUS GINEKOLOGI

Tanggal pemeriksaan : 18 Desember 2019


Jam : 23.25
Ruangan : Sando Husada

IDENTITAS
Nama : Nn. H
Umur : 42 thn
Alamat : Jln. Sungai Wera
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Pendidikan : SMP

ANAMNESIS
Menarche : 13 tahun
Status perkawinan : Belum menikah

Keluhan utama : Benjolan di perut bawah

Riwayat Penyakit sekarang :

Pasien datang ke IGD RS Wirabuana , Pasien masuk dengan keluhan


Benjolan di perut bawah, keluhan ini dirasakan sudah sejak lama. Pasien juga
mengeluhkan nyeri perut bagian bawah pada bagian benjolan. Pasien
mengatakan bahwa siklus haidnya tidak teratur, tidak ada keluar darah. Pasien
juga mengeluhkan pusing (+).

Riwayat Penyakit Dahulu :

15
Hipertensi (-), diabetes(-), alergi (-), keputihan (-).

Riwayat Obstetri :
Riwayat Obstetri :-
Riwayat ANC : -
Riwayat Imunisasi :-

PEMERIKSAAN FISIK
KU : baik
Kesadaran : composmentis
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 110/80
Nadi : 78x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36,7 ºC

Kepala-Leher :
Konjungtiva anemis (-/-) skera ikterus (-/-), edema palperbra -/-, pembesaran
KGB –
Thorax :
I : Pergerekan thoraks simetris, retraksi –
P: Taktil fremitus ka=ki
P: sonor di semua lapangan paru
A: vesicuar +/+ . RH -/-, Wh -/-
Abdomen :
I : perut tampak lemas, benjolan (-)
A: peristaltik kesan normal
P: tympani
P: teraba massa pada perut bagian bawah, konsistensi padat kenyal, permukaan
bulat,
Ekstermitas :

16
Edema ekstermitas atas dan bawah -/-
PEMERIKSAAN GINEKOLOGI

Pemeriksaan luar

Inspeksi : pembesaran abdomen (-)


Palpasi : nyeri tekan (+) pada bagian perut bawah
Leopold I : tidak teraba bagian bayi,
Leopold II : tidak teraba bagian bayi
Leopold III : tidak teraba bagian bayi
Leopold IV : tidak teraba bagian bayi
DJJ : tidak terdengar bunyi jantung fetus
HIS :(-)
Pergerakan Janin : -
Janin Tunggal :-

Pemeriksaan Dalam (VT) : -

Esktermitas
Edema ekstermitas bawah -/-
Akral hangat

PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Laboratorium :
HB : 6,5 g/dL
WBC : 7.1x 103/mm
PLT : 392x 103/mm
HCT : 21,7 %
RBC : 3.39x 106/mm
Pemeriksaan darah
Gula darah sewaktu : 173 mg/dl
Ureum : 28 mg/dl

17
Creatinin : 0,8.
SGOT : 16
SGPT : 14
Cholestrol Total : 98 mg/dl

RESUME

Pasien datang ke IGD RS Wirabuana , Pasien masuk dengan keluhan


Benjolan di perut bawah, keluhan ini dirasakan sudah sejak lama. Pasien juga
mengeluhkan nyeri perut bagian bawah pada bagian benjolan. Pasien
mengatakan bahwa siklus haidnya tidak teratur, ppv (+). Pasien juga
mengeluhkan pusing (+).
Pemeriksaan fisik
Tekanan Darah : 110/80
Nadi : 78x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36,7 ºC
Palpasi abdomen : teraba massa pada perut bagian bawah, konsistensi padat
kenyal, permukaan bulat,
Hasil USG kesan Mioma uteri

DIAGNOSIS
Mioma Uteri

PENATALAKSANAAN
IVFD RL 20 tpm
Transfusi PRC 4bks
Rencana operasi hysterectomy total

18
Dokumentasi

FOLLOW UP

19 Desember 2016
S. Nyeri perut bawah +, PPV +
O. TD: 100/70 MmHg
S: 36,7 ºC
P: 20x/ menit
N: 78x/menit
A. Mioma uteri
P. IVFD RL 20 tpm
Injeksi Ketorolac 1amp/8jam
Injeksi asam traneksamat/8jam
20 Desember 2019 jam 07:00
S. perdarahan pervaginam + sedikit, nyeri perut bawah +,
O. TD: 120/80 MmHg
S: 36,7 ºC

19
P: 20x/ menit
N: 82x/menit
Konjungtiva anemis -/-
A. Mioma uteri
P. IVFD RL 20 tpm
Kalnex 1 amp/8 jam/iv

21 Desember 2019
S. nyeri perut bagian bawah (+)
O. TD: 120/80 MmHg
S: 36,8ºC
P: 20x/ menit
N: 82x/menit
Mata anemis -/-
Laboratorium (darah lengkap)
HB : 12,5 g/Dl
WBC : 13,2x 103/mm
PLT : 308x 103/mm
A. mioma uteri
P. IVFD RL 20 tpm
Kalnex 1 amp/8 jam/iv
Siapkan operasi. Siapkan darah 2 kantong
22 Desember 2019
S. Sakit bekas operasi + , BAB +, Flatus +, BAK (pasang kateter)
O. TD: 130/80 MmHg
S: 36,8 ºC
P: 20x/ menit
N: 80x/menit
Mata anemis -/-
A. mioma uteri
P: IVFD RL 20 tpm

20
Kalnex
Ketorolac amp/8jam/iv
23 Desember 2019
S. Nyeri bekas operasi + berkurang, BAB+, BAK + , flatus +, drainase (+)
sedikit
O. TD: 120/80 MmHg
S: 36,6 ºC
P: 20x/ menit
N: 80x/menit
Mata anemis -/-
A. post HT atas indikasi Mioma uteri + adenomiosis
P. IVFD RL 24 tpm
Cefadroxil 3x 500 mg
Meloxicam 2x7,5 mg
Vit C 3x 1

21
BAB IV
PEMBAHASAN

Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus
dan jaringan ikat yangmenumpanginya. Dikenal juga dengan sebutan fibromioma,
leiomioma atau pun fibroid. Pada kasus ini, pasien perempuan berusia 42 tahun
Pasien datang ke IGD RS Wirabuana , Pasien masuk dengan keluhan Benjolan di
perut bawah, keluhan ini dirasakan sudah sejak lama. Pasien juga mengeluhkan
nyeri perut bagian bawah pada bagian benjolan. Pasien mengatakan bahwa siklus
haidnya tidak teratur, tidak ada keluar darah. Pasien juga mengeluhkan pusing (+).
Berdasarkan pemeriksaan fisik, pada palpasi abdomen teraba massa pada perut
bagian bawah, konsistensi padat kenyal, permukaan bulat,
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan HB : 6,5 g/Dl, WBC: 7.1x 103/mm, PLT:
392x 103/mm, HCT : 21,7 %, RBC : 3.39x 106/mm

Pemeriksaan darah : Gula darah sewaktu : 173 mg/dl, Ureum: 28 mg/dl, Creatini:
0,8., SGOT : 16, SGPT: 14, Cholestrol Total : 98 mg/dl. Pada pemeriksaan USG,
didapatkan kesan mioma uteri.

Penegakkan diagnosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik serta


pemeriksaan penunjang yang sesuai. Pada pasien ini, didapatkan beberapa faktor
resiko, tanda dan gejala terkait kejadian mioma uteri, diantaranya :
1. Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar
10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering
memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.
2. Paritas
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi
sampai saat ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan mioma uteri
atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertil, atau apakah kedua
keadaan ini saling mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetik

22
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadiaan
mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada
wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma. Pada pasien ini
didapatkan satu dari beberapa faktor resiko yang ada, dimana pasien berumur
45 tahun yang merupakan salah satu predisposisi untuk kejadian mioma uteri,
beberapa teori telah dikemukakan sebelumnya tentang kejadian mioma uteri
ini, namun faktor predisposisi yang pasti untuk kadian mioma uteri ini belum
diketahui seluruhnya, adapun faktor predisposisi yang lain berupa jumlah
paritas dan faktor ras dan genetik, pasien ini tidak termasuk karena memliki
anak 3 artinya bahwa pasien ini multipara sedangkan untuk prdisposis miom
uteri adalah nullipara. Begitupun dengan faktor genetik pasien tidak memilki
faktor keturunan yang memiliki riwayat kista.
Tanda dan gejala yang didapatkan :
1. Perdarahan uterus abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoragia
dan dapat juga terjadi metroragia. Beberapa faktor yang menjadi penyebab
perdarahan ini, antara lain adalah :
 Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai
adeno karsinoma endometrium.
 Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa.
 Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
 Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang
mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit
pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
Ini telah sesuai dengan teori bahwa mioma uteri menimbulkan
perdarahan yang banyak ketika haid, dan pada pasien ini juga kadang kadang
mengalami haid yang banyak hingga pasien biasanya 5 kali mengganti
pembalut.
2. Rasa Nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan
sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan

23
peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosum yang akan dilahirkan,
pula pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat
menyebabkan juga dismenore. Nyeri juga dirasakan oleh pasien dan biasanya
menyebabkan dismenore.
3. Gejala dan Tanda Penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan lokasi mioma uteri. Penekanan pada
kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan
retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis,
pada rektum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh
darah dan pembuluh limfe dipanggul dapat menyebabkan edema tungkai dan
nyeri panggul. Secara anatomi posisi uterus ini berada diantara rektum dan
vesika urinari, jadi ketika ada pembesaran yang biasanya disebabkan oleh
mioma uteri maka dapat terjadi penekanan pada organ-organ tersebut
sehingga pada traktus urinarius yang terkena dapat tejadi gangganguan pada
aliran sistem urinnya , dan begitupun jika pembesaran tersebut menyebabkan
penekanan pada gastointestinal maka akan terjadi penyempitan atau sumbatan
pada saluran tersebut, pada pasien ini sudah memperlihatan gejala penekanan
berupa BAK yang kadang sedikt sedikit.
4. Infertilitas dan Abortus
Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars
intertisialis tuba, sedangkan mioma submukosum juga memudahkan
terjadinya abortus oleh karena distorsi rongga uterus. Rubin (1958)
menyatakan bahwa apabila penyebab lain infertilitas sudah disingkirkan, dan
mioma merupakan penyebab infertilitas tersebut, maka merupakan suatu
indikasi untuk dilakukan miomektomi.
Penegakan diagnosis pada mioma uteri :
1. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya,
faktor resiko serta kemungkinan komplikasi yang terjadi.
2. Pemeriksaan Fisik

24
Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri dapat
diduga dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak
teratur, gerakan bebas, tidak sakit.
3. Pemeriksaan Penunjang :
c. Pemeriksaan laboratorium
Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat perdarahan
uterus yang berlebihan dan kekurangan zat besi. Pemeriksaaan
laboratorium yang perlu dilakukan adalah Darah Lengkap (DL) terutama
untuk mencari kadar Hb. Pemeriksaaan lab lain disesuaikan dengan
keluhan pasien.
d. Imaging
 Pemeriksaaan dengan USG akan didapat massa padat dan homogen
pada uterus. Mioma uteri berukuran besar terlihat sebagai massa
pada abdomen bawah dan pelvis dan kadang terlihat tumor dengan
kalsifikasi.
 Histerosalfingografi digunakan untuk mendeteksi mioma uteri yang
tumbuh ke arah kavum uteri pada pasien infertil.
 MRI lebih akurat untuk menentukan lokasi, ukuran, jumlah mioma
uteri, namun biaya pemeriksaan lebih mahal.
Pada pasien ini, direncakan penanganan dengan tindakan operatif, yaitu
akan dilakukan histerektomi total. Pemilihan tindakan operatif didasarkan pada
beberapa indikasi menurut ACOG (American Association of Obstetricians and
Gynecologist) dan ASRM (American Society for Reproductive Medicine),
diantaranya :
 Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
 Sangkaan adanya keganasan
 Pertumbuhan mioma pada masa menopause
 Infertilitas karena gangguan pada cavum uteri maupun karena oklusi tuba
 Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu
 Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
 Anemia akibat perdarahan

25
Pada pasien ini diperawatan hari ke tiga keluhan telah berkurang dan tanda
vital telah baik pasien diperbolehkan pulang dan dianjurkan untuk kontrol kembali
di poli kandungan rsu anutapura

Endometriosis uteri adalah suatu keadaan dimana jaringann endometrium


yang masih berfungsi terdapat di luar cavum uteri. Jaringan ini yang terdiri atas
kelenjar-kelenjar dan stroma terdapat di dalam miometrium disebut adenomiosis.
Adenomiosis mungkin disebabkan oleh infiltrasi secara langsung, atau
penyebaran jaringan endometrium lewat pembuluh limfe ke miometrium.

Seiring dengan berkembangnya adenomiosis, uterus membesar secara


difus dan terjadi hipertrofi otot polos. Kadang-kadang elemen kelenjar berada
dalam lingkup tumor otot polos yang menyerupai mioma. Kondisi ini disebut
sebagai adenomioma.

Sepertiga pasien tidak menunjukkan gejala. Uterus yang membesar, yang


disangka mioma, ditemukan pada pemeriksaan panggul rutin. Pada yang lainnya,
keluhan utamanya adalah:2

a. Rasa nyeri yang semakin meningkat, sering berhubungan dengan


menstruasi. Dalam hal ini, intensitas nyeri meningkat sepanjang
menstruasi, hingga mencapai puncak pada akhir menstruasi.
b. Ketidakteraturan menstruasi: bercak darah pada premenstruasi,
meningkatnya jumlah perdarahan menstruasi dan menstruasi lebih
sering.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Joedosoepoetro MS. Tumor-tumor Jinak Pada Alat-alat Genital Dalam,


Ilmu Kandungan, editor Prawirohardjo S, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta,2009: 338-344
2. Benson, R. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Edisi 9. Cetakan I.
Jakarta:Penerbit EGC; 2008.
3. Hart MD, McKay D. Fibroids in Gynecology Ilustrated, London :
Churchill Livingstone. 2000; 213-216
4. Mehine M, Kaasinen, Netta, Katainen R,Heinonen, Kilpivaara,
Kuosmanen, Gentile,Vahteristo and Lauri A. Characterization of Uterine
Leiomyomas by Whole-Genome Sequencing. The new england journal
medicine. Massachusetts Medical Society. 2013; p43-53
5. DeCherney, A.H.,Nathan, L. Current Obstetry and Gynecology Diagnosis
and Therapy. McGraw-Hill, 2003; P :693-699

27

Anda mungkin juga menyukai