Anda di halaman 1dari 506

DARI

PENELITIAN
KE KORPORASI
DAN
DIPLOMASI
energi

Prof. Riset Dr. Maizar Rahman


Pengantar
Pengetahuan adalah milik publik sehingga setiap orang berhak memilikinya
dan mengambil manfaat darinya. Pengetahuan terbagi menjadi dua jenis,
yaitu tacit dan eksplisit. Pengetahuan eksplisit merupakan pengetahuan
yang telah didokumentasikan atau tersimpan dalam wujud nyata berupa
media atau semacamnya. Pengetahuan eksplisit tersebut hanya sebesar 20%,
sementara pengetahuan tacit sebesar 80%. Pengetahuan tacit ini sangat sulit
untuk dikomunikasikan dan disebarkan kepada orang lain karena tersimpan
pada masing-masing individu. Oleh karena itu, manajemen pengetahuan
(knowledge management) hadir untuk menjawab persoalan ini, yaitu langkah-
langkah sistematik (mengumpulkan, menyimpan, dan menyebarkan/
menggunakan) untuk mengelola aset pengetahuan sebagai upaya untuk
meningkatkan kinerja institusi secara berkelanjutan.

Badan Litbang ESDM sebagai suatu lembaga akademisi yang memiliki


“institusional memory” bertugas untuk melakukan inventarisasi critical
knowledge dan pemetaan knowledge source yang terkait dengan kegiatan
litbangyasa unggulan. Sebagai langkah awal dalam pengelolaan
pengetahuan dan inovasi, kami berupaya untuk meng-capture pengetahuan
tacit yang dimiliki oleh para senior di lingkungan Badan Litbang ESDM
menjadi pengetahuan yang mudah dikomunikasikan dan didokumentasikan
(eksplisit). Para senior tersebut merupakan para pelaku litbang (pakar) di
bidang migas, mineral, batubara, ketenagalistrikan, energi baru terbarukan,
maupun geologi kelautan yang telah dan akan memasuki masa purnabakti.

Berbagai pengalaman berharga yang dimiliki para pelaku litbang dapat


dipakai seterusnya sebagai dasar dan secara berkelanjutan oleh para peneliti,
para penyelidik bumi, perekayasa, para koordinator, jajaran manajemen dan

v
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

pelaku litbang lainnya sebagai sumber acuan, inspirasi, dan pembelajaran


dalam menyelesaikan berbagai persoalan kelitbangan, baik itu sifatnya
substansial keilmuan ataupun penyelenggaraan. Karenanya, kami meminta
kepada para senior tersebut untuk meninggalkan “warisan” kepada generasi
selanjutnya dengan menuliskan pengalamannya selama berkiprah di Badan
Litbang ESDM dan diterbitkan dalam buku-buku yang disebut knowledge
sharing series. Buku yang berjudul “Maizar Rahman, dari Penelitian ke
Korporasi dan Diplomasi Energi” ini adalah salah satu produk awal dari
gagasan tersebut.

Prof. Riset Dr. Maizar Rahman adalah seorang peneliti yang memiliki
pengalaman beragam karena mendapatkan bermacam-macam penugasan
dalam karirnya. Walaupun demikian sampai usia 50 tahun kegiatannya
tidak beranjak dari lingkungan penelitian di bidang teknologi proses dan
aplikasi di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas
Bumi (PPPTMGB) “LEMIGAS”. Kiprahnya di penelitian tersebut telah dapat
membawanya ke posisi Profesor Riset, posisi jabatan tertinggi di fungsional
peneliti.

Kemudian, pada tahun 1998 beliau mendapat penugasan manajerial puncak


di PPPTMGB Lemigas. Selesai dari penugasan sebagai Kepala PPPTMGB
Lemigas, beliau dipercaya mengemban tugas di luar kelitbangan seperti
sebagai Sekretaris DKPP (Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina),
Presiden Komisaris PT Chandra Asri Petrochemical, Akting Sekjen OPEC,
Gubernur OPEC, dan Komisaris Pertamina. Selesai dari semua penugasan
tersebut, pada usia 62 tahun, beliau “back to campus” PPPTMGB Lemigas
dan dipercaya sebagai Ketua Scientific Board di jajaran Badan Litbang ESDM.

Buku yang ditulis Prof. Riset Dr. Maizar Rahman ini cukup kental berisikan
pengalaman beliau dalam mengelola kelitbangan di PPPTMGB Lemigas, di
samping menyajikan aspek teknologi proses dan aplikasi yang digelutinya
sebagai peneliti. Tulisan-tulisan lainnya mengenai harga minyak dunia,
energi, korporasi Pertamina, dan diplomasi energi merupakan cerminan
hasil kegiatannya di berbagai penugasan lainnya. Latar belakangnya
sebagai peneliti telah sangat membantunya dalam menuangkan pikiran dan
pengamatannya atas berbagai hal tersebut.

vi
Tulisannya mengenai harga minyak dunia menggambarkan dinamika harga
minyak dunia dari waktu ke waktu yang menjadi kerisauan semua pelaku
ekonomi global. Uraiannya tentang energi merupakan hasil pengamatan
energi nasional dan global disertai masukan saran-saran kepada pemangku
kepentingan yang terkait. Catatan tentang restrukturisasi korporasi Pertamina
yang disusun bersama tim penulis yang kompeten merupakan cerminan
pandangan para begawan energi yang sangat 'concern' kepada keberlanjutan
badan usaha ini setelah lahirnya undang-undang Migas yang baru. Tak kurang
pula pentingnya kumpulan tulisan tentang diplomasi energi berdasarkan
apa-apa yang dialaminya dalam tugas-tugasnya di OPEC.

Kiranya buku ini dapat bermanfaat bagi generasi penerus peneliti maupun
bagi masyarakat.

Kepala Badan,

Ir. F.X Sutijastoto. M.A

vii
viii
PROF. IR. PURNOMO YUSGIANTORO, MA., Ph.D
MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
PERIODE 2000-2008

S
eraya memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
dengan bangga saya menyambut baik terbitnya buku yang berjudul
“Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi Energi”. Saya sangat
menghargai upaya Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber
Daya Mineral untuk menerbitkan seri Knowledge Management yang antara
lain berupa buku yang berisikan pengalaman para senior pejabat fungsional
di lingkungan Badan Litbang, seperti dicontohkan oleh buku ini, yang ditulis
oleh Prof. Dr. Maizar Rahman.

Pertama kali saya mengenal Dr Maizar Rahman adalah pada tahun 1997,
sewaktu saya sebagai Ketua Kelompok Kerja di DKPP (Dewan Komisaris
Pemerintah Untuk Pertamina). Beliau mempresentasikan usulan formula baru
minyak pelumas hasil penelitian Lemigas kepada Pertamina. Dari situ saya
melihat dia sebagai seorang yang berusaha keras membumikan hasil-hasil
penelitian lembaga tersebut kepada industri migas.

Pengenalan kedua adalah sewaktu saya berkunjung ke Lemigas selaku


menteri ESDM, bulan Desember 2000, di mana beliau mempresentasikan
kegiatan riset Lemigas. Keseriusan beliau dalam meningkatkan reputasi

ix
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Lembaga ini terlihat dengan selesainya akreditasi mutu semua laboratorium


serta manajemen mutu Lembaga tersebut. Juga diserahkannya untuk pertama
kali royalti paten kepada peneliti Lemigas. Saya diminta untuk meresmikan
acara-acara tersebut. Dr Maizar juga tetap meneruskan tugas penelitiannya
sehingga dapat mencapai tingkat tertinggi jabatan fungsionalnya, Ahli
Peneliti Utama, yang kemudian dikukuhkan sebagai Profesor Riset.

Pada tahun 2002 DKPP memerlukan pengganti Sekretaris DKPP Roes


Aryawijaya, yang dipromosikan ke Kementerian BUMN. Atas saran para staf,
Dr Maizar kemudian saya tunjuk sebagai Sekretaris DKPP yang baru. Dengan
sendirinya beliau mendapat penugasan langsung dari saya yang saat itu
selaku Ketua DKPP. Saudara Maizar dapat menyelesaikan tugasnya dengan
baik yang berakhir waktu Pertamina beralih bentuk menjadi Persero pada
akhir 2003. Pada tahun2002 tersebut Dr Maizar juga ditunjuk sebagai Presiden
Komisaris PT Chandra Asri Petrochemical (yang waktu itu kepemilikannya
di tangan Pemerintah) karena latar belakang pendidikannya yang kental
dengan bidang petrokimia.

Pada Desember 2003, Konperensi OPEC menunjuk saya, selaku Menteri ESDM,
sebagai Presiden OPEC sekaligus merangkap Sekretaris Jenderal OPEC, untuk
tahun 2004. Karena Sekjen OPEC harus berdomisili di kantor pusat OPEC di
Wina, Austria, maka konperensi OPEC menyarankan saya untuk menunjuk
seorang “Acting for Secretary General” sebagai pelaksana sehari-hari Sekjen
OPEC di Wina. Kemudian, atas saran Duta Besar Indonesia untuk Austria
pada waktu itu, Thomas Aquino Samodra Sriwijaya, Dr Maizar lalu diusulkan
mengemban tugas tersebut.

Pemantauan saya atas kinerja Saudara Maizar di Wina yang saya evaluasi
melalui staf manajemen Sekretariat OPEC menunjukkan bahwa Saudara
Maizar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan mendapat apresiasi
dari Konperensi OPEC dalam sidangnya di Kairo pada bulan Desember 2004.

Selanjutnya, sejak 2005, saya menugaskan Saudara Maizar sebagai Gubernur


OPEC untuk Indonesia yang diembannya dengan baik sampai akhir 2008.
Sejak tahun 2009 Indonesia mulai membekukan keanggotaannya di OPEC,
dikarenakan Indonesia sudah berstatus net importer. Paralel dengan tugasnya
sebagai Gubernur OPEC, setiap tahun Dr Maizar juga ditugasi menyampaikan

x
analisis mengenai harga minyak dunia sebagai dasar penyusunan RAPBN di
Komisi VII DPR.

Pada akhir 2006 Saudara Maizar juga ditugaskan sebagai Komisaris


Pertamina dengan pertimbangan kompetensinya di bidang teknologi Migas,
pengalamannya di korporasi serta wawasan internasionalnya sewaktu di
OPEC.

Saudara Maizar aktif menulis di media mengenai harga minyak dunia, tentang
energi nasional maupun global, perminyakan nasional serta diplomasi
energi, seperti disajikan kumpulannya dalam buku ini. Semoga tulisan-tulisan
tersebut dapat menjadi acuan yang berguna. Buku ini, yang di dalamnya juga
bercerita mengenai perjalanan Dr Maizar Rahman dari peneliti, ke korporasi
dan diplomasi energi, kiranya cukup kuat mendukung pemilihan judul dari
buku ini.

Akhirnya, saya berharap keberadaan buku ini tidak sebatas memperkaya


khasanah pengetahuan kita, namun juga dapat digunakan sebagai sumber
inspirasi dan pedoman oleh para peneliti muda dan menambah khazanah
pengetahuan bagi bangsa kita.

Sekian dan terima kasih

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.

Jakarta, Maret 2014

Prof. Ir. Purnomo Yusgiantoro, MA.,Ph.D

xi
xii
Daftar Isi

Pengantar........................................................................................................................................v
Daftar Isi........................................................................................................................................xiii
Ucapan .........................................................................................................................................xix
Terima Kasih................................................................................................................................xix

Bab 1 - Manajemen Penelitian................................................................... 1


Organisasi Penelitian..................................................................................................................5
Kriteria Keberhasilan Penelitian dan Pengembangan....................................................7
Ciri-Ciri Kerja Organisasi Penelitian dan Pengembangan.............................................9
Struktur Organisasi Penelitian.............................................................................................. 10
Organisasi Matriks dan Tim Kerja...................................................................................................11
Visi dan Misi Organisasi......................................................................................................................14
Tata Nilai Organisasi dan Personil..................................................................................................15
Sumber Daya Manusia............................................................................................................. 20
Karir Pelaku Penelitian dan Pengembangan................................................................... 22
Rantai Nilai Inovasi.................................................................................................................... 24
Perencanaan Program Penelitian........................................................................................ 27
Latar Belakang Penelitian .................................................................................................................27
Tujuan Penelitian.................................................................................................................................28
Peralatan dan Bahan...........................................................................................................................29
Tenaga Ahli............................................................................................................................................29
Biaya Penelitian....................................................................................................................................29
Penugasan Administratif...................................................................................................................30
Administrasi dan Keuangan Penelitian Organisasi Litbang Pemerintah.............. 30
Manajemen Mutu...................................................................................................................... 32
Scientific Board........................................................................................................................... 34
Hak Atas Kekayaan Intelektual ............................................................................................ 35
Kerja Sama Penelitian.............................................................................................................. 36

xiii
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Interaksi Dengan Pemerintah .........................................................................................................36


Kerjasama Dengan Perguruan Tinggi Dan Lembaga Penelitian Lain...............................36
Kerjasama Penelitian Dan Jasa Teknologi Dengan Industri Migas....................................37
Kerjasama Dengan Pertamina.........................................................................................................38
Kerjasama Luar Negeri.......................................................................................................................39
Pemasaran dan Arsitektur Bisnis Produk Penelitian..................................................... 40
Insentif dan Penghargaan Peneliti...................................................................................... 41
Mempertahankan Keberlangsungan Migas Nasional, Pendekatan Strategis dan
Teknologi dalam Mengantisipasi Regulasi Baru............................................................ 43
Pendahuluan.........................................................................................................................................43
Status Migas Nasional Dewasa Ini .................................................................................................44
Strategi Mempertahankan Keberlangsungan Migas Nasional............................................47
Status dan Strategi Penguasaan Teknologi Migas Secara Nasional..................................54
PENUTUP.................................................................................................................................................58
Membumikan Inovasi dan Menata Litbang..................................................................... 59

Bab 2 - Penelitian dan Pengembangan Teknologi Proses Migas......... 65


Pentingnya Menguasai Teknologi Kunci.......................................................................... 66
Teknologi Proses Konversi dan Separasi........................................................................... 68
Teknologi Konversi..............................................................................................................................68
Teknologi Separasi..............................................................................................................................74
Metodologi Penelitian dan Pengembangan Teknologi Proses..........................................80
Kajian Literatur dan Uji Tabung .....................................................................................................84
Beberapa Pengalaman Penelitian....................................................................................... 87
Karya Tulis Ilmiah.................................................................................................................................90

Bab 3 - Lika-Liku Energi Indonesia.......................................................... 99


Karunia Untuk Kita Ada di Atas Tanah.............................................................................100
Hukum Fisika dan Masalah BBM Indonesia...................................................................103
Masa Depan Sumber BBM Indonesia...............................................................................107
Titik Rawan Bioenergi............................................................................................................111
Prospek Biofuel Dalam Energi Nasional dan Global...................................................113
Tantangan Energi Dunia Dewasa ini dan ke Depan............................................................. 114
Prospek Global Biofuel.................................................................................................................... 118
Prospek Biofuel Nasional................................................................................................................ 123
Kesimpulan.......................................................................................................................................... 126
Kiat RI Hadapi Krisis Energi...................................................................................................129
Pajak BBM Masyarakat Mampu..........................................................................................133
Berpihak ke NOC (Badan Usaha Migas Milik Negara).................................................135
NOC di Beberapa Negara............................................................................................................... 136
Indonesia‘s Refining Developments: Future Prospects and Challenges.............140
Introduction........................................................................................................................................ 140
Supply and Demand of Petroleum Fuels ................................................................................ 141
Existing Refineries............................................................................................................................. 143
Future Refineries............................................................................................................................... 144
Pertamina Planning.......................................................................................................................... 145

xiv
The feasibility of New Refinery and The Need of Government Support....................... 146
Conclusion........................................................................................................................................... 147
Cadangan Strategis Minyak untuk Keamanan Energi Indonesia...........................149
Pendahuluan...................................................................................................................................... 149
Ketatnya Produksi Minyak Dunia sebagai Faktor Kerawanan Pasokan......................... 150
Gangguan Pasokan Minyak Dunia ............................................................................................ 153
Pengelolaan Cadangan Strategis Petroleum di Negara-Negara Lain............................ 154
Faktor- Faktor Kerawanan Pasokan Minyak Indonesia........................................................ 156
Penyimpanan Minyak Mentah di Indonesia............................................................................ 157
Penyimpanan Dan Distribusi Bahan Bakar Minyak Di Indonesia .................................... 157
Kerja Sama Regional Ketahanan Cadangan Minyak Mentah dan Bahan Bakar Minyak.
158
Kesimpulan.......................................................................................................................................... 162
Technology Challenges In Indonesia Oil And Gas Development..........................165
Introduction........................................................................................................................................ 166
Exploration.......................................................................................................................................... 166
Production........................................................................................................................................... 169
Refining ................................................................................................................................................ 172
Gas ......................................................................................................................................................... 175
Concluding Remark.......................................................................................................................... 176
Pajak Energi ..............................................................................................................................178
Menata Migas Indonesia.......................................................................................................180
Mengelola Lapangan Migas................................................................................................182
Energi Baru Kita Sangat Menjanjikan...............................................................................184
Subsidi BBM VS Mensejahterakan Rakyat.......................................................................188
Harga Minyak Mentah Dunia........................................................................................................ 189
Subsidi BBM........................................................................................................................................ 190
Penikmat Subsidi............................................................................................................................... 192
Mensejahterakan Rakyat................................................................................................................ 193
Penutup................................................................................................................................................ 194
Subsidi BBM, Sisi Global........................................................................................................196
Subsidi BBM atau Subsidi Rakyat Miskin?.......................................................................198
Solusi LPG untuk Rakyat.......................................................................................................202
Kilang Minyak Baru, Keharusan yang Mendesak.........................................................204
Memperlebar Defisit........................................................................................................................ 204
Pajak dan Insentif Fiskal.................................................................................................................. 205

Bab 4 - Sekitar Harga Minyak Dunia..................................................... 209


Perilaku Harga Minyak Dunia..............................................................................................210
Pendahuluan...................................................................................................................................... 210
Perkembangan Harga Minyak Dunia......................................................................................... 211
Pertumbuhan Ekonomi Dunia dan Permintaan Minyak .................................................... 212
Cadangan dan Pasokan Minyak Dunia...................................................................................... 214
Stok Minyak ........................................................................................................................................ 215
Kapasitas dan Konfigurasi Kilang Dunia................................................................................... 217
Cuaca dan Bencana Alam............................................................................................................... 219
Pasar Berjangka, Pelemahan Dollar dan Spekulasi............................................................... 219
Kebijakan Pasokan OPEC ............................................................................................................... 221
Prediksi Ke Depan............................................................................................................................. 222

xv
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

OPEC dan Makin Rumitnya Harga Minyak.....................................................................225


Stok Minyak ........................................................................................................................................ 227
Kebijakan Harga OPEC. .................................................................................................................. 228
Pouring Oil on Troubled Waters........................................................................................231
Fear Factor Harga Minyak Dunia........................................................................................235
Dampak Badai Katrina dan Rita Kepada Harga Minyak dan Perekonomian
Dunia............................................................................................................................................237
Dampak Isu Iran dan Irak Terhadap Harga Minyak ...................................................240
Faktor Fluktuasi Harga Minyak Dunia..............................................................................243
Antisipasi Minyak Dunia.......................................................................................................247
Harga Minyak Dunia, Sudah Sampai Puncak?..............................................................249
Harga Minyak dan Sikap Kita...............................................................................................252
Harga Minyak dan Spekulasi...............................................................................................254
Meredam Siklus Harga Minyak Dunia ............................................................................257
Penanganan Global Harga Minyak...................................................................................261
Kemana Arah Harga Minyak Dunia?.................................................................................263
The Ghost Of New York’, akan Nyatakah ?....................................................................266
Harga Minyak Dan Stimulus Ekonomi.............................................................................270
Arah Harga Minyak.................................................................................................................272
Kapan Stabilnya Harga Minyak...........................................................................................274
Lenturnya Harga Minyak Dunia.........................................................................................276
Harga Minyak dan Kemelut Afrika Utara.........................................................................278
Misteri Harga Minyak Dunia................................................................................................282
Konflik Suriah dan Kemelut Minyak Dunia.....................................................................284

Bab 5 - Restrukturisasi Korporat Pertamina......................................... 287


Pertamina dan Perubahan Undang-Undang Migas...................................................288
Tantangan Pertamina di Masa Depan.............................................................................292
Politik Harga BBM Di Dalam Negeri............................................................................................ 295
Kritisisme Publik dan Good Corporate Governance............................................................. 299
Restrukturisasi Korporat Pertamina..................................................................................301
Visi dan Paradigma .......................................................................................................................... 301
Manajemen: Spirit Baru dan Perubahan Kultural.................................................................. 308
Strategi Peningkatan Daya Saing ............................................................................................... 311
Idealisasi Peran Pertamina............................................................................................................. 318
PENUTUP....................................................................................................................................320
Harapan dan Legacy Pemikiran................................................................................................... 321
Dari Legacy ke Imperatif Baru...................................................................................................... 322

Bab 6 - OPEC dan Diplomasi Energi...................................................... 325

xvi
OPEC, Optimalisasi Diplomasi Energi dan Strategi Mendatang Penanganan
Keanggotaan Indonesia........................................................................................................327
Tujuan Dan Operasionalisasi Opec............................................................................................. 327
Pemanfaatan OPEC untuk kepentingan Indonesia.............................................................. 330
Manfaat bagi OPEC atas Kehadiran Indonesia sebagai Anggota.................................... 334
Aspek Legal Keanggotaan Indonesia di OPEC ...................................................................... 335
Strategi Penentuan Status Keanggotaan Indonesia Saat Ini............................................. 336
OPEC, Jendela Indonesia Memandang “Halaman”.....................................................343
Keamanan, Kebijakan, dan Diplomasi Energi................................................................348
Diplomasi Energi Mancanegara................................................................................................... 349
OPEC dan Indonesia...............................................................................................................352
Konflik Kepentingan ....................................................................................................................... 354
Forecast of The World Oil and Gas Market Development........................................356
Oil and The Challenges of the 21St Century...................................................................364
But there is also a bigger issue at stake. .................................................................................. 368
OPEC and Non-OPEC..............................................................................................................370
Fenomena Energi Bio.............................................................................................................375
Keamanan Energi Kawasan Suatu Keharusan...............................................................377
Harga Minyak dan Faktor Geopolitik................................................................................379
Geopolitik Perparah Harga Minyak ..................................................................................381
Krisis Iran dan Energi Dunia.................................................................................................386
Peta Gas Dunia dan Kebijakan Indonesia.......................................................................388
OPEC, Pendidikan, dan Hutan.............................................................................................390
Indonesia Pasca-OPEC...........................................................................................................392
Rivalitas Pengamanan Sumber Energi.............................................................................394
Diplomasi Energi untuk Ketahanan Nasional...............................................................397
Pendahuluan...................................................................................................................................... 397
Status Energi Global......................................................................................................................... 398
Diplomasi Energi dan Geopolitik................................................................................................ 399
OPEC dan Indonesia......................................................................................................................... 404
Kerja Sama Energi Internasional Dan Kawasan...................................................................... 406
Ketahanan dan Diplomasi energi Indonesia........................................................................... 408
Bapak Subroto, OPEC dan Pendidikan.............................................................................410

Bab 7 - Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi (Sekilas Cerita


Seorang Anak Guru)............................................................................... 417
Lahir dan Besar di Bukit Tinggi ..........................................................................................418
Menempuh Pendidikan di Universitas Gadjah Mada (UGM) ..................................421
Mendalami Teknologi Pengolahan Minyak dan Petrokimia di Perancis ............423
Kembali Lagi ke Perancis......................................................................................................428
Karir Penelitian di Lemigas ..................................................................................................431
Sebagai Kepala Lemigas................................................................................................................. 433
Penugasan di Korporasi........................................................................................................437

xvii
Ketua Kelompok Kerja Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina ..................... 437
Sekretaris Dewan Komisaris Pemerintah Untuk Pertamina ............................................. 438
Presiden Komisaris PT Chandra Asri Petrochemical ........................................................... 442
Komisaris di Pertamina ................................................................................................................. 445
Penugasan di Diplomasi ......................................................................................................449
Acting Sekjen OPEC ......................................................................................................................... 449
Gubernur OPEC.................................................................................................................................. 458
Kembali ke ‘Kampus’ Lemigas............................................................................................462
“Pascom Power”, Modal Masa Pensiun...........................................................................463
Speech of Dr Maizar Rahman in Farewell Gathering for Acting for Secretary
General........................................................................................................................................465
Beberapa Kesan-Kesan Terhadap Maizar Rahman......................................................471
Oleh: DR Adiwar................................................................................................................................. 474
Oleh : Ir Maskurun*........................................................................................................................... 477
Oleh: Komar Tiskana........................................................................................................................ 479
Ucapan
Terima Kasih

P
ada pertengahan tahun 2013 saya dihubungi oleh Bapak Hermansyah,
Kepala Bagian Rencana dan Laporan, Badan Litbang (Penelitian dan
Pengembangan), Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral dan
mengatakan bahwa para peneliti senior diminta untuk menuliskan buku
Knowledge Sharing. Buku tersebut diharapkan berisikan pengalaman dari
sang peneliti selama berkiprah sebagai peneliti. Juga agar buku tersebut
dapat mengungkapkan pengalaman berharga sang peneliti yang dapat
dipakai sebagai acuan bagi para peneliti muda. Pengalaman tersebut dapat
berupa kiprah yang bersangkutan, baik dalam kegiatan teknis penelitian
mau­pun penugasan-penugasan lain yang didasari kompetensi yang ber­
sang­kutan, pengetahuan yang diperolehnya serta beberapa karya-karya
tulis­nya. Diharapkan juga dapat diungkapkan pengalaman pribadinya dan
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yang membawanya dalam berbagai
pe­nugasan sebagai abdi negara.

Dalam buku ini saya mencoba menuliskan pada Bab I mengenai manaje­men
penelitian, sesuai dengan apa yang saya alami dan ketahui baik sewaktu se­
bagai pejabat peneliti maupun selama memimpin kegiatan penelitian di Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS’
baik sebagai Ketua Kelompok Peneliti Proses, ataupun kemudian sebagai Ke­
pala Bidang Penelitian dan Pengembangan Teknologi Proses, serta terakhir
sebagai Kepala Lemigas sendiri

xix
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Bab II tentang lingkup dan metode penelitian dan pengembangan tekno­logi,


dengan pendalaman khususnya pada proses konversi/katalisa dan proses
separasi dengan ilustrasi apa-apa yang sudah dilakukan Lemigas di bidang ini.

Pada Bab III disajikan kumpulan tulisan saya mengenai beberapa per­
masalahan energi Indonesia, baik energi fosil maupun energi baru, keamanan
energi dan lainnya.

Bab IV adalah mengenai lika-liku harga minyak dunia. Sewaktu menjabat se­
bagai Gubernur OPEC di tahun 2004-2008 saya selalu mendapat penugasan
dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral untuk melakukan kajian
harga minyak dunia, terutama pada saat pembahasan RAPBN dengan DPR.
Di samping itu berbagai media juga meminta saya untuk menulis tentang
hal yang sama dari berbagai sudut pandang. Apalagi pada era tersebut harga
minyak dunia sangat berfluktuasi dan selalu meningkat sehingga selalu
menjadi kecemasan dunia termasuk Indonesia, yang pada saat itu sudah
menuju status net oil importer.

Pada Bab V disajikan tulisan mengenai rekstrukturisasi Pertamina, di waktu


perubahan dari status di bawah Undang-undang no 8 Tahun 1971, menjadi
persero, sebagai konsekuensi Undang-undang No 22 tahun 2001 mengenai
Migas. Tulisan ini merupakan ringkasan buku putih Dewan Komisaris
Pemerintah untuk Pertamina (DKPP), yang disusun oleh tim yang saya ketuai
waktu saya ditugasi sebagai Sekretaris DKPP.

Pada Bab VI disajikan beberapa tulisan mengenai OPEC dan diplomasi.


Penugasan saya sebagai sebagai Acting for Secretary General pada tahun
2004 dilanjutkan sebagai gubernur OPEC selama lima tahun merupakan
pengalaman yang tersendiri pula. Hubungan OPEC dan Indonesia sesuatu
yang khusus bagi Indonesia maupun bagi negara-negara OPEC. Di samping
itu, disajikan pula tulisan mengenai energi global, baik dari sisi keamanan,
ketahanan, permintaan dan pasokan. Demikian juga mengenai diplomasi
dan geopolitik yang juga merupakan faktor-faktor yang berpengaruh kepada
konstelasi energi dunia. Karena itu rasanya cukup bermanfaat kalau materi-
materi tersebut juga dimasukkan dalam buku ini.

xx
Akhirnya pada Bab VII diceritakan pengalaman pribadi atau otobiografi
singkat saya dari kecil sampai akhir masa tugas saya sebagai pegawai negeri
sipil selama 39 tahun.

Rasanya tidak ada yang terlalu istimewa dalam perjalanan karir saya. Namun
setelah saya renungkan, semua itu terjadi demikian saja, tanpa diatur atau
dikejar, sesuai dengan pegangan saya “ I never pursue any position but I do
not refuse any assignment from my country. Mudah-mudahan buku ini ada
manfaatnya bagi pembaca.

Buku ini rasanya tidak akan terbit kalau saya tidak didorong untuk menulisnya.
Atas dorongan dan kesempatan yang diberikan Badan Litbang kepada saya
untuk penulisan buku ini saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya, khususnya kepada Bapak Sutijastoto, Kepala Badan Litbang.
Demikian juga ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “Lemigas”
tempat saya dibentuk dan berkiprah selama karir profesional saya dan yang
telah memberikan berbagai kesempatan pendidikan dan pembinaan kepada
saya. Kepada para “adik-adik” Kepala Lemigas, Ibu Dr Evita H Legowo, Bapak
Dr Hadi Purnomo, Bapak Ir Rida Mulyana M Sc, Ibu Dra Yanni Kussuryani MSc
yang dengan penuh kesantunan dan ketulusan telah mengakomodasi saya
“back to campus” Lemigas, saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya atas semua segala perhatian dan kebaikan tersebut.

Perlu pula saya sampaikan terimakasih kepada media dan wartawan yang
juga sudah mendorong dan meminta saya untuk menulis berbagai hal terkait
dengan energi. Khususnya kepada Pak Sabpri Piliang dari Suara Karya yang
pertama kali mewawancarai saya tentang OPEC dan berlanjut meminta saya
secara periodik untuk menuangkan tulisan mengenai situasi aktuil di bidang
Migas dan energi. Demikan juga kepada para rekan wartawan lainnya yang
tidak dapat saya sebut satu persatu.

Kepada para senior saya, Bapak Ir Sjarif A Lubis (Alm), Bapak Prof Dr Wahyudi
Wisaksono, Bapak Dr Rachman Subroto, Bapak Dr Priyambodo Mulyosudirjo,
Bapak Ir Subijanto, yang adalah para Kepala Pusat sebelum saya, Bapak Ir
E Jasjfi MSc, Bapak Ir Atung Kontawa (Alm), Bapak Dr Umar Said, Bapak Dr
Wiranto Wiromartono yang semuanya pernah merupakan senior ataupun

xxi
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

pimpinan langsung saya dan para senior lainnya yang tidak dapat saya
sebutkan satu persatu, saya menyampaikan terimakasih atas semua ketulusan
hati mereka dalam membina saya. Semoga mereka selalu dikaruniai kesehatan
dan kebahagiaan dan kepada yang sudah kembali ke Khaliknya semoga
mendapat tempat yang sebaik-baiknya di sisiNya.

Kepada para rekan saya para peneliti serta pejabat struktural lainnya,
baik yang lebih senior, yang seangkatan, maupun yang lebih muda, yang
merupakan mitra penting dalam berdiskusi, saling mengasah dalam ilmu
dan pandangan hidup, penuh dengan simpati dan empati dan suasana
kerja sama yang pekat, dan sebagian juga sudah dipanggil sang Khalik, saya
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.

Dan yang tak terhingga pentingnya adalah terimakasih saya yang sebesar-
besarnya kepada Bapak Prof. Ir. Purnomo Yusgiantoro MSc., MA., Ph.D,
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (2000-2009) , yang telah memberi
saya berbagai tugas yang sangat bervariasi disertai arahan dan bimbingan
dalam perjalanan karir saya sehingga daripada itu saya dapat menikmati
wawasan yang luas dan bermakna dalam kehidupan ini.

Akhirnya, kami sadar bahwa isi buku ini, yang tentunya memiliki banyak
kekurangan, baik pernyataan, data, tanggal dan penyebutan nama, untuk itu
saya memohon maaf sebesar-besarnya atas segala ketidaknyamanan yang
ditimbulkannya, dan kami siap menerima kritikan dan perbaikan apapun
dengan segala kelapangan hati.

Maizar Rahman

xxii
1
Manajemen
Penelitian

1
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

P
enelitian dan pengembangan teknologi merupakan kegiatan sa­ngat
penting demi meningkatkan kesejahteraan manusia. Negara-negara
maju merupakan contoh konkrit keberhasilan pergembangan
teknologi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara-negara
tersebut.

Bagi suatu badan usaha, hasil penelitian dan pengembangan dapat me­
rupakan syarat keberlanjutan kehidupan badan usaha tersebut. Kita dapat
menyaksikan berbagai contoh perusahaan, baik di bidang farmasi, elektronik,
teknologi informasi, komunikasi, energi dan lainnya dapat terus hidup karena
selalu mampu menghasilkan produk baru yang diperlukan masyarakat.

Tujuan penelitian dan pengembangan teknologi adalah menghasilkan


suatu metode, suatu produk atau suatu proses, baik merupakan metode
baru produk baru, proses baru atau perbaikan dari yang lama. Timbulnya
kegiatan penelitian tersebut didorong oleh kebutuhan pasar, atau adanya
suatu penemuan ilmu pengetahuan yang berpotensi menghasilkan suatu
teknologi yang akan mampu jual di pasar. Sehingga sering dikatakan
bahwa lahirnya suatu produk teknologi adalah dari pasar ke laboratorium,
atau dari laboratorium ke pasar. Kita ingat bahwa tiga puluh tahun lalu
telpon selular masih sangat langka dan mahal. Namun, atas dorongan
pasar dan dorongan hasil penelitian di bidang elektronik dan perangkat
lunak, penelitian mengenai telpon selular menjadi sangat intensif sehingga
dihasilkan perangkat telpon dengan harga terjangkau oleh hampir seluruh
masyarakat dunia. Pada gilirannya industri telpon selular menjadi bisnis
raksasa menciptakan jutaan tenaga kerja dan ikut mendorong pertumbuhan
perekonomian dunia. Demikian juga halnya dengan produk-produk teknologi
informasi dan multimedia lainnya.

Dengan sangat tingginya penguasaan ilmu dan teknologi di negara-negara


maju, perekonomian mereka juga bergeser ke arah industri yang berbasis
sangat padat pengetahuan. Bayangkan, dulu mereka mengandalkan industri
mobil, peralatan elektronik, komputer dengan mengekspor barang-barang
tersebut ke negara-negara lain. Sekarang mereka tetap makin menguasai
teknologi dari berbagai industri tersebut tapi fabrikasinya mereka pindahkan
ke negara-negara konsumen sehingga mereka bebas dari limbah industrinya.

2
Manajemen Penelitian

Di negara mereka berkembang industri


Negara-negara maju berbasis ‘otak’ dengan berbagai pusat
merupakan contoh konkrit riset yang menghasilkan teknologi,
keberhasilan pengembangan yang hasilnya merupakan komoditi
teknologi dalam
ekspor. Contohnya, komputer pribadi
meningkatkan pertumbuhan
yang merubah wajah dunia, kemudian,
ekonomi negara-negara
perangkat lunak sisterm operasi Windows
tersebut.
dijual dengan harga ratusan dollar dalam
keping cakram yang nilainya satu dollar.
20 keping cakram sudah senilai satu mobil atau 10 ton beras atau 100 barel
minyak. Dan sampai tahun 2013 hampir satu miliar perangkat tersebut terjual
ke seluruh dunia dan tertanam di miliaran komputer pribadi. Belum lagi
produk-produk Microsoft lainnya seperti Microsoft Office. Produk-produk
Apple juga demikian, seakan berlomba dengan Microsoft.

Sekarang industri teknologi informasi Amerika Serikat menghasilkan ratusan


ribu jenis perangkat lunak untuk berbagai keperluan kehidupan ekonomi dan
kesejahteraan manusia. Ada yang harganya ratusan ribu dollar per satuannya,
terutama untuk kegunaan khusus di bidang manufaktur, transportasi, militer,
keamanan, energi dan banyak lainnya. Belum lagi perangkat-perangkat ke­
ras dan lunak yang bersifat penggunaan global atau disebut juga revolusi
intern­et seperti e mail, aplikasi-aplikasi teknis dan bisnis, aplikasi permainan,
mul­timedia yang oleh Bill Gate disebut sebagai landasan revolusi selanjutnya.
Bayangkan betapa besar nilai tambah yang mereka hasilkan dari industri
‘otak’ tersebut, dan hampir tanpa limbah sama sekali.

Negara kita masih jauh dari situasi tersebut. Tenaga ilmuwan dan teknik
kita masih sangat minim. Jumlah ilmuwan kita yang bekerja dalam ‘industri
pe­nge­tahuan’ hanya 90 per sejuta penduduk. Bandingkan dengan China 10
kali kita dan negara-negara Barat 30-60 kali kita. Belanja penelitian dan pe­
ngembangan Indonesia saja baru 0,05 persen dari GDP, bandingkan dengan
Korea Selatan yang 3,5 persen, Singapura 2,6 persen, China 1,49%, Malaysia
0,64%.

Negara kita masih memerlukan waktu dan usaha yang besar untuk mencapai
status seperti negara-negara maju tersebut. Malahan sekarang perekonomian

3
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

kita masih berbasis ekspor bahan mentah. Komoditas hasil pertanian ataupun
tambang yang kita ekspor masih bahan mentah yang bernilai murah. Di
negara pembeli bahan tersebut diolah menjadi bernilai tinggi dan diekspor
kembali ke negara kita.

Jadi saat ini upaya awal kita adalah memberikan nilai tambah kepada bahan
mentah tersebut dengan mengolahnya menjadi produk semi final atau final
sebelum diekspor. Dalam pengolahan ini teknologi mempunyai penting agar
dihasilkan produk yang bernilai tinggi tapi dengan biaya pengolahan yang
kompetitif.

Hal yang sama juga berlaku untuk penelitian di bidang teknologi mineral, batu
bara, minyak dan gas. Dengan ‘input’ teknologi produk-produk bahan mentah
kita akan meningkat berlipat ganda nilainya dan dengan demikian akan
berkontribusi sangat besar ke perekonomian dan kesejahteraan bangsa ini.

Di bidang minyak gas, sampai puluhan tahun ke depan jenis energi ini masih
masih primadona, sehingga pasar atau konsumen menuntut keamanan
ketersediaan energi jenis ini. Industri migas terus menerus memerlukan
teknologi baru untuk mampu menemukan sumber-sumber minyak baru
yang lokasi keberadaannya semakin sulit dan semakin dalam. Juga diperlukan
teknologi produksi minyak yang lebih efektif agar mampu menguras lebih
banyak minyak dan gas yang tersimpan dalam reservoar. Di sisi hilir diperlukan
teknologi pengolahan migas untuk mampu menghasilkan bahan bakar
berkualitas tinggi dan ramah lingkungan. Di bidang aplikasi produk migas
juga diperlukan teknologi bahan bakar dan pelumas untuk menjawab
tuntutan perkembangan mesin untuk kendaraan maupun industri. Lebih
jauh lagi industri petrokimia, baik hulu maupun hilirnya, merupakan kegiatan
industri yang sangat luas dari sisi jenis produk dan perusahaan-perusahaan
terkait.

Industri migas juga tertantang untuk mampu menurunkan biaya produksi


sehingga teknologi yang dikembangkan juga hendaknya dapat menurunkan
biaya kegiatan migas, dari hulu sampai hilir. Hal tersebut juga didorong
oleh harga minyak yang murah pada era tahun 1985-2000, sehingga untuk
menjaga keberlangsungan hidup mereka, industri migas harus mampu

4
Manajemen Penelitian

menurunkan biaya produksi. Hasil-hasil penelitian pada era tersebut telah


mampu menurunkan biaya produksi dengan signifikan.

Kunjungan kerja Menteri Pertambangan dan Energi Kuntoro Mangkusubroto ke Lemigas,


12 November 1998

Organisasi Penelitian
Tujuan dari organisasi penelitian adalah untuk menghasilkan produk-produk
penelitian yang diminta atau diperlukan oleh pemilik organisasi, baik pe­
merintah maupun perusahaan swasta.

Karena memerlukan sumber daya yang besar, baik tenaga ahli, dana dan
fa­silitas penelitian, kegiatan penelitian dan pengembangan memang
harus dilakukan dalam organisasi penelitian, baik yang berada dalam suatu
korporasi, atau merupakan lembaga pemerintah

Pada perusahaan swasta, organisasi penelitiannya harus mampu mem­


buktikan eksistensinya, yaitu dengan cara menghasilkan produk-produk
yang selanjutnya akan dikomersialkan oleh perusahaan tersebut dengan
ke­untungan yang menarik serta juga dapat menumbuhkan skala usaha per­
usahaan tersebut dari waktu ke waktu. Jadi dalam hal ini suatu perusahaan
dengan lembaga penelitiannya harus mempunyai sasaran dan target

5
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

penelitian yang jelas. Contoh-contoh


organisasi seperti ini adalah yang berada
Lembaga penelitian di bawah perusahaan-perusahaan minyak
yang dibiayai pemerintah raksasa seperti Exxon-Mobil, Total, Shell,
seharusnya berpola pikir
BP, Petrobras dan lain-lain. Lembaga
yang sama dengan lembaga
penelitian Petrobras misalnya, berhasil
penelitian swasta.
membawa perusahaan induknya menjadi
berkaliber dunia dengan kesuksesan
penelitiannya, misalnya pengembangan
eksplorasi, pengeboran dan eksploitasi di laut dalam, optimalisasi proses-
proses kilang, produksi etanol dan biodiesel dan banyak lainnya. Petrobras,
berkat pengembangan teknologinya, telah berhasil menemukan lapangan
minyak raksasa pada zona cadangan minyak yang sangat dalam dari
permukaan tanah yang berada di laut yang juga sangat dalam. Penemuan
penemuan tersebut membawa Brazil menjadi eksportir minyak dari dulunya
adalah importir.

Lembaga penelitian yang dibiayai pemerintah seharusnya berpola pikir yang


sama dengan lembaga penelitian swasta. Eksistensi dari lembaga tersebut
tergantung dari keberhasilannya dalam menghasilkan produk-produk
yang diminta pemerintah. Misalnya lembaga-lembaga penelitian energi di
Amerika Serikat dibiayai pemerintah melalui penugasan program-program
penelitian yang dirumuskan dapat membantu penyelesaian masalah energi
di negara mereka. Sebagai contoh NREL (National Renewable Energy La­
boratory) USA mendapat tugas meneliti sumber-sumber atau cara-cara
menghasilkan berbagai jenis energi baru yang layak komersial dan dapat
kompetitif terhadap jenis energi lainnya. Suatu ungkapan mengatakan bahwa
lembaga penelitian yang mandul tanpa produk yang jelas dijuluki sebagai
“vampire institute” karena dibiayai dari darah dan keringat rakyat tapi tidak
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi bangsa.

6
Manajemen Penelitian

Kriteria Keberhasilan Penelitian dan Pengembangan


Kriteria atau indikator untuk menilai keberhasilan lembaga penelitian adalah
keluaran atau outputs, hasil atau outcomes, manfaat atau benefits, serta
dampak atau impacts.

Keluaran (Outputs) adalah hasil langsung dari pelaksanaan suatu kegiatan


dan program. Hasil (Outcomes) mencerminkan berfungsinya keluaran (jang­
ka menengah dan merupakan ukuran seberapa jauh setiap produk/jasa
dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat. Manfaat (Benefits)
ada­lah kegunaan dari outputs yang dirasakan langsung oleh masyarakat,
dapat berupa tersedianya fasilitas yang dapat diakses oleh publik. Dampak
(Impacts) adalah ukuran dari tingkat pengaruh sosial, ekonomi, lingkungan
atau kepentingan umum lainnya yang dimulai oleh capaian kinerja setiap
indikator dalam suatu kegiatan.

Pada Tabel 1.1 disajikan contoh penjelasan dari kriteria-kritera tersebut di


bidang energi dan sumber daya mineral, baik untuk penelitian teknologi
atau­pun penyelidikan sumberdaya maupun untuk penelitian yang bersifat
mem­beri masukan dalam pembuatan kebijakan pemerintah.

Survei ke dunia penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa tidak semua hasil


penelitian berujung ke komersialisasi. Penyebabnya bisa oleh tidak tuntasnya
dan tidak terintegrasinya perencanaan awal sampai perencanaan akhir, baik
dari sisi metodologi, penyediaan sumber-sumber untuk pelaksanaannya,
tidak diterapkannya manajemen risiko dalam perjalanan penelitian, dan
tidak tersampaikannya produk penelitian ke ranah kegiatan ekonomi, baik
karena ternyata tidak layak ekonomi atau tidak adanya perangkat pemasaran
di instansi penelitian yang bersangkutan.

Manajemen penelitian yang tepat sangat perlu diterapkan agar organisasi


tersebut menghasilkan produk-produk penelitian yang dapat diterima dan
dimanfaatkan oleh korporasi terkait ataupun masyarakat ekonomi dan dapat
menjadi salah satu pemacu pertumbuhan ekonomi nasional. Kegagalan
dalam menghasilkan produk penelitian hanya akan merupakan beban bagi
korporasi yang membawahinya dan juga merupakan pemborosan uang
negara oleh lembaga penelitian yang dimilikinya.

7
Tabel 1.1

Ilustrasi: HASIL, MANFAAT DAN DAMPAK PENELITIAN


KEGIATAN KELUARAN HASIL MANFAAT DAMPAK

Kebijakan pemerintah,
LPG untuk motor Kajian akademis/teknis , Turunnya ongkos energi Subsidi BBM turun
standar
(Lemigas) strategi masyarakat Lingkungan bersih
/aturan

• Meningkatnya nilai
Strategi investasi dan Kajian akademis/ teknis / Kebijakan pemerintah, Investasi smelter terarah

PEMERINTAH
tambah pertambangan
teknologi smelter (tekMira) strategi standar /aturan dengan baik

SOLUSI PERSOALAN
• Lapangan kerja

8
Survei geologi laut di area Diperoleh penemuan Peningkatan cadangan
Peta potensi Peta dipakai oleh KKKS
tertentu (PPGL) migas di area studi negara
• Badan usaha baru • Pajak bd usaha,
Katalis dipakai pertamina
Katalis desulfurisasi pabrikasi katalis lapangan kerja
Katalis baru atau kilang swasta /luar
(Lemigas) • Biaya operasi • Keuntungan perta-mina
negeri
pertamina turun meningkat
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

• Bidang usaha proses • Pajak dan royalti utk


Proses separasi metal Proses dipakai oleh limbah negara meningakt
Proses baru
limbah (tekMira) industri mineral • Keuntungan persh • Pajak bidang usaha,
tambang meningkat lapangan kerja

• Sumber energi

SOLUSI PERSOALAN INDUSTRI


Rancangan dipakai • Bidang usaha pabrikasi
Rancangan wind turbin Wind turbin untuk angin meningkat
oleh perusahaan listrik/ wind turbin
(P3TKEBTKE) lemah • Pajak bidang usaha,
masyarakat • Wind turbin berkembang
lapangan kerja
Manajemen Penelitian

Presentasi Visi, Misi, Strategi dan program Lemigas oleh Kepala Pusat Lemigas Dr Maizar Rahman
kepada Menteri Pertambangan dan Energi, Kuntoro Mangkusubroto, 12 November 1998

Ciri-Ciri Kerja Organisasi Penelitian dan Pengembangan


Ada suatu buku yang berjudul ‘Management of Research and Development
Organizations, Managing the Unmanageable’. Judul yang menggelitik
ini mengemukakan bahwa pengelolaan organisasi penelitian dan
pengembangan tidaklah mudah dan tidak sama dengan mengelola organisasi
birokrasi pemerintah ataupun organisasi korporasi yang berorientasi
keuntungan.

Pada organisasi birokrasi pemerintah, sasaran yang hendak dicapai adalah


keterlaksanaan program dengan hasil yang diinginkan. Kemudian cara
pencapaiannya juga sudah terukur dan sudah jelas dengan antisipasi segala
faktor berpengaruh. Organisasi ini merupakan ‘cost center’ karena segala
biaya ditanggung negara. Pada organisasi korporasi, sasaran yang dicapai
juga sudah terukur tapi merupakan organisasi ‘profit center’. Pada kedua
jenis organisasi ini bentuk atau strukturnya vertikal dan jabatannya bersifat
struktural.

Pada organisasi penelitian, sasaran yang hendak dicapai juga jelas tapi ketidak
pastian keberhasilan jauh lebih besar, karena hasil yang akan diperoleh belum

9
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

pasti dan belum terukur. Organisasi ini tetap berorientasi ‘profit dan benefit
center’ tapi dalam jangka panjang. Struktur organisasi lebih datar dan jabatan
yang dominan bersifat fungsional.

Pada organisasi yang bersifat struktural, kinerja dari karyawan dinilai dari
pencapaian sasaran, baik bersifat harian, mingguan, bulanan maupun
tahunan. Para karyawan harus memiliki disiplin waktu yang tinggi dan
kepatuhan yang tinggi atas perintah atasan. Pada organisasi penelitian,
kinerja dinilai dari hasil karya ilmiah yang diperolehnya, sesuai dengan arahan
program penelitiannya. Cara penggunaan waktu lebih lentur karena yang
diutamakan adalah produktivitas dan pencapaian hasil, namun jumlah jam
kerja standar tetap harus dipenuhi. Pada prakteknya para peneliti kadang-
kadang tertuntut untuk menyediakan waktu lebih banyak, terutaman pada
saat-saat krusial demi memperoleh hasil penelitian yang signifikan.

Struktur Organisasi Penelitian


Organisasi litbang harus mampu mendorong para ahlinya untuk aktif
berinovasi dan menciptakan suasana kerja yang kondusif untuk berkarya.
Di samping itu struktur organisasi hendaknya bersifat fluid agar fleksibel
dan mudah menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan strategis
dan perubahan kecenderungan teknologi ke depan. Untuk itu struktur
organisasinya lebih sederhana, yaitu lebih lebar secara horizontal dan lebih
dangkal secara vertikal. Yang tersusun secara struktural adalah unit-unit kerja
pendukung seperti divisi umum, divisi data dan informasi, divisi kerjasama,
divisi pelayanan fasilitas riset, divisi program.

Unit-unit teknis berstatus struktural sampai tingkat pimpinan agar pimpinan


unit memiliki kewenangan manajemen yang jelas. Para pimpinan unit teknis
ini kemudian mengkoordinansi para ahli dan peneliti atau sumber daya
manusianya (SDM) dalam kelompok-kelompok keahlian, dan laboratorium-
laboratorium terkait berada langsung dibawah penanganan kelompok-
kelompok tersebut.

KELOMPOK adalah sekumpulan individu yang memiliki bidang keahlian yang


sama. Tujuan dari kelompok adalah peningkatan kemampuan anggotanya

10
Manajemen Penelitian

melalui berbagi informasi, pandangan dan


Organisasi litbang harus wawasan.
mampu mendorong para TIM adalah sekumpulan/kelompok individu
ahlinya untuk aktif berinovasi yang kemampuan masing-masing saling
dan menciptakan suasana mengisi dan dibentuk untuk mencapai
kerja yang kondusif untuk
tujuan bersama, menetapkan sasaran dan
berkarya.
cara agar masing-masing dapat saling
mengandalkan/akuntabel.

Sementara itu, unit-unit kerja pendukung yang bersifat struktural harus


mampu memberikan pelayanan dukungan kepada tim-tim penelitian
maupun laboratorium, berupa bahan, perpustakaan, teknologi informasi dan
sebagainya. Dukungan pelayanan keuangan organisasi juga harus selancar
mungkin sehingga semua pekerjaan dapat dilakukan sesuai jadwal.

Organisasi Matriks dan Tim Kerja


Di samping organisasi penelitian yang bersifat struktural yang tugasnya
mengelola sumber-sumber agar selalu berada dalam keadaan siap bekerja,
maka penyelenggaraan kegiatan teknis penelitian, pengembangan atau
studi akan berlangsung paling efektif dengan menerapkan pola organisasi
matriks yang sifatnya adhoc sesuai dengan sasaran dari penelitian tersebut.
Organisasi tersebut biasa disebut Tim.

Suatu topik dalam penelitian biasanya memerlukan pendekatan multidisiplin,


pendekatan yang bisa dalam lingkup lebih luas dari bidang penelitian itu
sendiri (subdisiplin) atau dalam disiplin yang berbeda sama sekali. Sebagai
contoh yang dilakukan Lemigas, misalnya dalam penelitian penentuan bahan
baku pelumas dari minyak bumi Indonesia. Ruang lingkup kegiatan mencakup
bidang analisis kimia fisika, bidang proses separasi, bidang katalisa, bidang
uji aplikasi pada mesin, bidang proses kilang, dan juga bidang administrasi
dan keuangan. Contoh organigram tim penelitian tersebut dapat dilihat
pada Gambar 1.1

11
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Gambar 1,1 Contoh Organisasi Matriks


TIM PELAKSANA PENELITIAN BAHAN BAKU MINYAK PELUMAS HVI DAN ASPAL

PELINDUNG

Prof. Dr. Wahyudi Wicaksono

PENGARAH

Dr. Rachman Subroto


Ir. J. Musu

PENASEHAT AHLI MANAGER PENASEHAT AHLI

PERTAMINA IR. ATUNG KONTAWA IR. E. JASJFI


DR. S. MULYONO

KOOR. SARANA & OPS KOORDINATOR TEKNOLOGI KOORD. ADM. & PELAPORAN

DRS. RASDINAL IBRAHIM DR. MAIZAR RAHMAN IR. ABDUL GAFAR

PENANGGUNG JAWAB EVALUASI

HYDRO FINISHING ANALISA PRODUK APLIKASI BENDAHARA

IR. AS. NASUTION IR. SUBARDJO PANGARSO IR. WIDJOSENO KASLAN MAKMUR HUTAURUK, BSC

PELAKSANA UNIT

DISTILASI PDA EKSTRAKSI HYDROFINISHING UJI BAKU APLIKASI UJI ALIR ASPAL BLOWING

LUKMAN, BCM RACHMAT K.Y. ADIWAR, BSC. OBERLIN S. YURIZAL S. DRS. TS. PAKAN RIA PARDEDE, BSC SUTARDJO, BE

12
Manajemen Penelitian

Anggota dari tim penelitian berasal dari berbagai kelompok peneliti,


dalam hal ini, kelompok-kelompok Analitik, Separasi, Katalisa dan Konversi.
Kelompok-kelompok tersebut lalu menempatkan anggota-anggotanya yang
kompeten dalam tim penelitian. Ketua tim dipilih dari peneliti yang paling
kompeten untuk memimpin tim tersebut. Kompetensi ini dinilai dari sisi
kemampuan manajemen, keilmuan dan senioritas.

Jadi struktur organisasi matriks pendek dari sisi vertikalnya, tapi bisa panjang
dari sisi horizontalnya. Gaya kepemimpinan dari ketua tim adalah konsultatif
dan partisipatif serta edukatif. Gaya instruktif diminimalkan bagi kolega tim
yang setara kesenioritasannya. Kemudian kepada junior, gaya kepemimpinan
senior lebih bersifat dorongan dan edukatif sedangkan gaya kepemimpinan
instruktif hanya dilakukan bilamana diperlukan.

Tim penelitian seperti ini menuntut anggota timnya memiliki nilai-


nilai integritas dan profesional yang tinggi, senang bekerjasama dan
berpandangan yang sama bahwa ‘anggota untuk tim dan tim untuk anggota”.
Semua berusaha memfokuskan pikiran dan upaya agar sasaran tim dapat
tercapai. Kemampuan berkomunikasi para anggota sangat diperlukan dalam
tim seperti ini.

Pada akhir tugas, sebaiknya setiap anggota tim mendapat penilaian kinerja
360 derajat. Artinya setiap anggota menilai anggota yang lain, baik dari
pencapaian hasil, maupun dari sisi perilaku yang kriterianya sudah disiapkan
lembaga. Hal ini kemudian menjadi masukan bagi pimpinan manajemen
dari lembaga.

13
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Kunjungan kerja Menteri Pertambangan dan Energi Susilo Bambang Yudhoyono ke Lemigas,
14 Desember 1999 didampingi Direktur Jenderal Minyak dan Gas, Dr Rachmat Sudibjo

Visi dan Misi Organisasi


Visi merupakan pernyataan organisasi tentang cita-cita yang ingin dicapainya.
Sebagai contoh, kami di Lemigas waktu itu menyatakan visi organisasi
ini sebagai “Menjadi lembaga litbang yang tangguh, unggul, bermutu
internasional” yang kemudian, tanpa mengubah substansinya berbunyi
“Lembaga Litbang yang unggul, profesional dan bertaraf internasional”.

Misi organisasi merupakan penjelasan tentang tugas dan fungsi apa yang
akan dilakukan oleh organisasi tersebut untuk mencapai visi atau tujuannya.
Sebagai contoh, misi Lemigas ada tiga, yaitu

1. Memberi masukan yang berdasarkan litbang dan iptek kepada Pemerintah


dan masyarakat untuk optimalisasi pengusahaan dan pemanfaatan
minyak bumi, gas bumi dan panas bumi serta industri terkait.
2. Memecahkan masalah-masalah industri minyak bumi, gas bumi dan
panas bumi serta industri terkait.
3. Menghasilkan teknologi baru dan paten.

14
Manajemen Penelitian

Tata Nilai Organisasi dan Personil


Setiap organisasi mendambakan kemajuan, yang tercermin dalam visi mereka.
Untuk mencapai tujuan tersebut mereka menetapkan nilai-nilai organisasi
yang dapat mendorong dalam mewujudkan visi mereka tersebut. Nilai-
nilai organisasi menjadi acuan perilaku internal, tuntunan bertindak dan
mengambil keputusan menghindarkan organisasi berlaku negatif. Nilai-nilai
tersebut harus dipahami, diresapi, dihayati dan dijadikan sumber semangat
untuk mendorong kiprah mereka, menciptakan budaya kinerja unggul
dan pada gilirannya mendorong inovasi, produktivitas dan kredibilitas.
Perwujudan nilai-nilai tersebut dalam perilaku harus dibangun bersama
dari atas dan dari bawah dengan kekuatan leadership dari jajaran pimpinan.

Pertamina misalnya, pada tahun 2006, merumuskan dan mulai menerapkan


nilai-nilai 6C, yaitu Clean, Confident, Competitif, Commercial, Costumer
focus dan Capable. Clean berarti tidak terlibat dan tidak mau melibatkan
diri dalam perbuatan yang menyimpang dari aturan. Confident berarti
percaya diri dalam melaksanakan tugas. Competitive artinya berbuat yang
meningkatkan daya saing organisasi dalam kancah kompetisi dunia bisnis.
Commercial artinya selalu berpikir dan bertindak yang efisien dan efektif
sehingga dapat menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Customer focus
artinya menganggap pelanggan adalah raja dan bertindak agar pelanggan
senang menjadi langganan sepanjang waktu. Capable artinya selalu mampu
melaksanakan tugas dengan baik dan memecahkan semua masalah yang
dihadapi. Penerapan nilai-nilai ini telah berhasil merubah wajah Pertamina
yang semula bernuansa birokratis menjadi korporasi yang bersemangat
produktif dan pelayanan.

Pada tahun 1998 kami di Lemigas, bersama dengan Komite Arahan dan
Evaluasi di Lemigas yang diketuai Bapak Ir E Jasjfi M.Sc telah merumuskan
tata nilai Lemigas, baik untuk kelembagaan maupun untuk perorangan.

15
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Kunjungan Direktur Utama Pertamina ke Lemigas, Martiono Hadianto, 18 November 1999

Tata nilai kelembagaan Lemigas adalah Komitmen terhadap mutu, Profesio­


nalis­me, Kerjasama yang harmonis, Keterbukaan dalam kebijaksanaan, Ke­
pedulian terhadap kepentingan masyarakat, Efisiensi dan produktivitas.

1. Komitmen terhadap mutu. Lemigas akan selalu menjaga mutu se­tiap


produk baik berupa barang maupun jasa yang dihasilkannya. Ini juga
berarti bahwa Lemigas sangat menghargai karyawannya yang meng­
hasilkan karya-karya bermutu. Konsekuensi lain dari ini adalah perlunya
Le­migas menerapkan standar-standar mutu sebagai pedoman kerja
se­luruh karyawannya.
2. Profesionalisme. Profesionalisme merupakan suatu pandangan yang
menganggap bidang pekerjaan yang dihadapi sebagai suatu pengabdian.
Keahlian dalam setiap bidang pekerjaan harus diperbaharui terus mene­
rus dengan memanfaatkan kemajuan-kemajuan yang terdapat dalam
kha­zanah ilmu pengetahuan. Dengan menetapkan profesionalisme se­
ba­gai budaya kerja Lemigas, setiap karyawan akan selalu bekerja dalam

16
Manajemen Penelitian

suasana saling mengenal kemampuan masing-masing serta saling meng­


har­gai satu dengan yang lainnya.
3. Kerjasama yang harmonis. Hasil optimal hanya bisa dicapai melalui
kerjasama yang harmonis yang perlu dimiliki seluruh pemimpin dan
karyawan Lemigas. Keyakinan ini harus dimiliki secara merata dan te­rus
menerus ditingkatkan agar tertanam menjadi tata nilai, yang di­kem­
bangkan menjadi sikap, perilaku dan budaya kelembagaan. Kerjasama
akan dapat dibina dalam suasana saling mengenal kemampuan masing-
masing serta saling menghargai satu dengan lainnya.
4. Keterbukaan dalam kebijaksanaan. Kebijaksanaan yang terbuka
ada­lah kebijaksanaan yang tidak menyimpang dari peraturan yang
berlaku dan mudah ditelusuri kembali oleh siapa saja. Keterbukaan akan
membuka jalan ke arah keadilan, tidak pilih kasih, kejujuran dan mudah
mempertanggung-jawabkannya. Keterbukaan dalam kebijaksanaan oleh
jajaran pimpinan Lemigas, kalau cukup merata akan dirasakan sebagai
budaya kelembagaan Lemigas.
5. Kepedulian terhadap kepentingan masyarakat. Kehadiran Lemigas
di tengah-tengah masyarakat hendaknya dirasakan manfaatnya secara
nyataa oleh masyarakat. Lemigas harus bersedia menyumbangkan
bia­ya sosial yang dibayarkan kepada masyarakat. Sumbangan itu tidak
saja berbentuk materi, bahkan mungkin yang lebih perlu adalah pem­
bim­bingan ketrampilan dan pengetahuan. Termasuk di sini pembinaan
pengusaha-pengusaha swasta nasional agar mampu berkompetisi secara
sehat dalam menunjang industri migas.
6. Efisiensi dan produktivitas. Lemigas menyadari bahwa efisiensi dan pro­
duktivitas merupakan persyaratan dasar untuk tumbuh dan berkem­bang.
Kedua prinsip ini juga diperlukan agar Lemigas dapat menggunakan dana
yang diberikan pemerintah secara bertanggung jawab dan memberikan
hasil yang optimal. Keinginan untuk selalu meningkatkan kemampuan
menghasilkan sesuatu dengan tidak memboroskan waktu, tenaga dan
biaya harus tetap dipelihara.

17
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Tata nilai perorangan pegawai Lemigas adalah integritas pribadi, kejujuran,


rasa tanggung jawab, dedikasi terhadap tugas, disiplin, rajin dan tekun, se­
mangat kerjasama.

1. Integritas pribadi. Setiap pribadi dalam lingkungan Lemigas harus


memiliki wujud keutuhan prinsip moral dan etika dalam kehidupan
pribadinya. Ini berarti dia mempunyai prinsip, tidak hanya ikut-ikutan,
tidak punya nilai ganda, dan kokoh dalam pendirian. Sikap ini diupayakan
untuk tumbuh dan membudaya pada pribadi karyawan-karyawan
Lemigas dengan mengambil kondisi menghargai perbedaan pendapat
dan suasana demokratis di lingkungan kantor dan masyarakat.
2. Kejujuran. Sikap jujur sebetulnya sudah ditanamkan sejak masih
di lingkungan keluarga. Tetapi sering kondisi lingkungan membuat
sikap ini luntur apalagi kalau keyakinan terhadap agama sangat tipis.
Kejujuran sangat perlu dimiliki setiap individu karena ini akan mendorong
seseorang untuk bersikap ilmiah, bersikap wajar, dan dapat dipercaya.
Orang yang jujur akan mengatakan apa adanya, dia katakan dia tahu
kalau memang dia tahu dan dia juga akan mengakui secara terus terang
jika dia tidak mengetahui suatu persoalan. Orang seperti ini akan jauh
dari sikap pura-pura.
3. Rasa tanggung jawab. Rasa tanggung jawab akan mendorong orang
untuk melaksanakan perannya sebaik-baiknya sesuai dengan status yang
dia emban. Rasa tanggung jawab ini dapat terus ditumbuhkan dengan
menyadarkan bahwa semua tugas yang diberikan merupakan amanah
yang harus dilaksanakan dengan baik. Kalau setiap orang di lingkungan
suatu institusi tidak memiliki rasa tanggung jawab maka hancurlah
institusi tersebut.
4. Dedikasi terhadap tugas. Berdedikasi terhadap tugas berarti bersedia
mengorbankan tenaga dan waktu untuk berhasilnya suatu tugas
atau usaha atau tujuan yang mulia. Perlu dihayati bahwa sebenarnya
pengorbanan yang diberikan itu tidak akan sia-sia, karena pasti
keberhasilan dalam mengemban tugas akan memberikan kepuasan
batin, pengalaman dan pelajaran yang berharga. Bagi yang mempunyai
beberapa tugas maka prioritas atau porsi kepada tugas yang menyangkut
kepentingan orang banyak harus didahulukan.

18
Manajemen Penelitian

5. Disiplin. Secara umum disiplin dapat diartikan sebagai kepatuhan


terhadap tata tertib peraturan dan kesepakatan bersama. Ini menyangkut
soal waktu, prosedur yang harus diikuti terutama dalam masalah
administrasi, keuangan, pelaksanaan suatu kegiatan dan operasionalisasi
suatu peralatan. Pelanggaran disiplin dapat mengakibatkan kerusakan
dan kekacauan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penanaman
disiplin dilakukan tidak secara paksa tetapi melalui cara-cara yang cerdas
dan bijaksana. Contoh-contoh yang konsisten, pembagian pekerjaan dan
pembagian penghargaan yang adil dan proporsional dapat mendorong
tumbuhnya disiplin.
6. Rajin dan tekun. Kerajinan dan ketekunan dapat muncul kalau
orang mengerjakan pekerjaan yang dia senangi, atau pekerjaan yang
menjanjikan keuntungan dan ada unsur-unsur yang menantang dalam
pekerjaan itu. Untuk dapat menumbuhkan sikap rajin dan tekun ini perlu
disiapkan kondisi kerja yang baik, motivasi yang kuat dalam menyelesaikan
tugas dan tidak kalah pentingnya keserasian misi pribadi dengan misi
institusi. Unsur imbalan dan ganjaran (reward and punishment) yang jelas
dan konsekuen dijalankan ikut memacu tumbuhnya sikap ini.
7. Semangat kerjasama. Semangat kerja sama dapat tumbih pada
masing-masing pribadi kalau yang bersangkutan merasa dihargai, tidak
dilecehkan, dan dapat merasakan hasil serta keuntungan yang lebih besar
dibandingkan dengan bekerja sendiri. Untuk membina ini perlu adanya
saling menghargai antara anggota-anggota kelompok dan pengertian
yang sama terhadap tujuan yang akan dicapai. Peranan organisasi cukup
besar dalam menumbuhkan semangat kerjasama ini, umpamanya
dengan lebih memberikan perhatian dan penghargaan kepada hasil
kerja kelompok daripada perorangan. Suatu pengelompokan yang baik
dan dipimpin oleh pemimpin yang baik akan menghasilkan produk yang
jauh lebih baik daripada hasil kerja perorangan.

19
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Kunjungan kerja Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro ke Lemigas,
1 November 2000, didampingi Direktur Jenderal Minyak dan Gas, Dr Rachmat Sudibjo

Sumber Daya Manusia


Sering kita sekarang melihat slogan di dinding-dinding bangunan suatu
perusahaan berbunyi “We invest in people” dan unit kerja yang menangani
kepegawaian sekarang disebut Bidang Human Capital. Artinya sumber daya
manusia atau SDM adalah aset terpenting bagi organisasi tersebut. Karena
itu seleksi tenaga kerja sangatlah ketat dan diplilih berdasarkan kriteria
yang dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dalam kehidupan
organisasi.

Hal tersebut juga berlaku untuk organisasi penelitian dan pengembangan,


bahkan lebih khusus lagi. Yang dipilih, selain memiliki kompetensi serta nilai-
nilai kepribadian yang bagus, juga harus senang dengan kegiatan penelitian
pengembangan. Dia tidak mengharapkan karir dalam struktural yang tinggi,
tapi dalam karir kiprah fungsional yang menonjol secara nasional atau
internasional. Penghargaan hadian Nobel misalnya, lebih dia harapkan dari
jabatan sebagai pimpinan organisasi. Dia juga mengharapkan agar karya-
karyanya berguna bagi kehidupan umat manusia, disitulah letak kepuasan
insaninya.

20
Manajemen Penelitian

Lemigas pada tahun tujuh puluhan memilih


kader-kadernya dengan melakukan
Lemigas pada tahun tujuh ‘hunting’ ke perguruan-perguruan tinggi
puluhan memilih kader- terbaik. Pejabat-pejabat senior Lemigas
kadernya dengan melakukan
disebar untuk menyeleksi sendiri calon-
'hunting' ke perguruan-
calon yang hampir selesai studinya,
perguruan tinggi terbaik.
setelah diseleksi awal oleh fakultas. Calon-
calon yang terpilih dan bersedia direkrut
kemudian diberi pelatihan lanjut di kantor
Lemigas di Cipulir, Jakarta. Banyak calon-calon yang kemudian mundur, baik
sebelum maupun sesudah pelatihan karena tidak merasa cocok sebagai
peneliti. Setelah menandantangani kontrak kerja, calon-calon dikategorikan
kader spesialisnya dan langsung dikirim ke luar negeri untuk pendidikan
tingkat master atau doktoral. Jurusan studi yang dipilihkan lembaga bagi si
calon disesuaikan dengan sasaran keahlian dan kompetensi yang diperlukan
oleh lembaga nantinya.

Di negara-negara yang tidak berbahasa Inggris calon-calon mendapat


pendidikan bahasa selama enam bulan. Ada juga yang menjalani studi awal
dulu di satu fakultas selama satu tahun sebagai mahasiswa pendengar.
Setelah itu baru menjalani studi di sekolah yang dituju. Apabila pada
semester pertama si calon tidak lulus, maka dikembalikan ke Indonesia,
dikeluarkan atau jadi kader biasa. Apabila lulus pada semester pertama, si
calon dijadikan pegawai tetap dan mendapat uang saku yang jauh lebih
besar dari sebelumnya.

Cara yang dilaksanakan Lemigas ini membuahkan hasil yang baik karena para
tamatan dari kader-kader tersebut berhasil membuahkan karya-karya studi,
penelitian dan pengembangan yang bermanfaat bagi pemerintah maupun
industri sehingga menaikkan reputasi lembaga ini. Banyak di antara para
peneliti tersebut kemudian juga dipercaya memegang tugas-tugas negara
yang bertaraf nasional. Kenyataan tersebut membuktikan bahwa metode
seleksi SDM tersebut dapat dijadikan sebagai acuan.

Pada periode akhir-akhir ini Lemigas tidak lagi menerapkan metode tersebut
karena harus mengikuti sistem penerimaan pegawasi negeri yang kurang

21
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

terarah. Kemudian terjadi periode ‘zero growth’ di mana penambahan PNS


distop, yang berlangsung cukup lama di Lemigas sehingga terjadi ‘generation
gap’. Hal ini menyebabkan para senior, sebelum masa pensiun mereka, tidak
punya kesempatan mewariskan ‘tacit knowledge’ mereka kepada generasi
penerus, hal mana merupakan kerugian yang sangat besar bagi negara. Hal ini
adalah suatu kehilangan yang besar bagi lembaga ini. Seharusnya kebijakan
‘zero growth’ dari Pemerintah tersebut harus selektif, artinya dikecualikan
untuk formasi-formasi yang strategis seperti bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi ini.

Manajemen Lemigas, 2003. Duduk: Dr Maizar Rahman, berdiri dari kiri ke kanan, Ir Lutfi Aziz (alm),
Dra Lubna Amir MSc, Ir Wiyono, Dr Suprayitno APU (alm), Dr Evita H Legowo, Ir Bambang Pudjianto

Karir Pelaku Penelitian dan Pengembangan


Organisasi Penelitian dan Pengembangan tidak sama dengan organisasi
pemerintah yang bersifat administratif dan birokratis. Lembaga penelitian
dan pengembangan lebih bersifat fungsional seperti halnya perguruan
tinggi dan rumah sakit. Karena itu jabatan yang tersedia mayoritasnya

22
Manajemen Penelitian

jabatan fungsional. Karena itu seseorang yang mencari karir di lembaga


ini harus siap dengan jabatan fungsional, bukan struktural. Pemerintah
sudah menyusun aturan dan sistem tentang jabatan fungsional. Kesuksesan
jabatan fungsional dinilai dari karya-karya ilmiahnya yang diperolehnya dari
kegiatan penelitian dan pengembangan. Pengukuran karya ilmiah adalah
melalui angka kredit dan angka kredit tertinggi adalah 1000 untuk jabatan
Peneliti Utama, yang dapat dilanjutkan ke Profesor Riset dengan persyaratan
tertentu. Kebanggaan peneliti atau perekayasa, penyelidik bumi dan jabatan
fungsional lainnya adalah menghasilkan karya akademis yang bernilai tinggi
bahkan kalau mungkin mendapatkan penghargaan berupa hadian Nobel
atau penghargaan akademis bergengsi lainnya.

Walaupun demikian, ada pejabat fungsional yang diminta menjadi pejabat


struktural. Tawaran ini harus dipandang si peneliti sebagai kewajiban
demi kemajuan lembaga, dan dia sadar bahwa pada waktunya dia akan
kembali lagi ke jabatan fungsional. Pengalaman di jabatan struktural juga
akan memperkaya kemampuannya dalam mengorganisasi penelitian yang
melibatkan banyak personel maupun pada skala yang lebih besar, penelitian
yang berskala nasional dan internasional yang melibatkan banyak lembaga.

Pengukuhan Dr Maizar Rahman sebagai Ahli Peneliti Utama bersama Prof Dr Suprayitno Munadi
dan Prof Drs Udiharto, di Lemigas, Jakarta, 11 Juli 2005.

23
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Rantai Nilai Inovasi


Inovasi adalah mendayagunakan penemuan baru ataupun cara-cara yang
sudah ada untuk mendapatkan aplikasi baru yang lebih unggul, yang mampu
meningkatkan nilai, baik nilai disisi konsumen maupun nilai produsen.
Inovasi meningkatkan produktivitas yang pada gilirannya meningkatkan
kemakmuran dalam suatu ekonomi. Inovasi juga dapat dianggap sebagai
proses akhir dari rangkaian kegiatan penelitian dan pengembangan agar
semua upaya dan jerih payah yang sudah dikeluarkan untuk kegiatan
penelitian dan pengembangan betul-betul dapat dirasakan oleh konsumen,
baik masyarakat maupun industri yang notabene adalah yang membiayai
kegiatan inovasi tersebut.

Di dalam menerapkan manajemen penelitian yang tepat perlu kita


memahami rantai nilai inovasi dalam kegiatan suatu organisasi penelitian
dan pengembangan.

Kegiatan penelitian dan pengembangan tidak berbeda dari kegiatan apapun,


artinya , menghasilkan sesuatu yang lebih bernilai dari upaya, bahan, dana,
waktu yang diberikan dalam kegiatan tersebut. Karena itu, agar tercapai
tujuan tersebut, langkah-langkah atau proses yang sistematik haruslah diikuti
dari awal sampai akhir, yang disebut rantai nilai inovasi.
Gambar 1.2
Rantai Nilai Inovasi

Sumber: Renstra Lemigas

24
Manajemen Penelitian

Pada Gambar 1.2 disajikan langkah-langkah rantai nilai inovasi pada penelitian
dan pengembangan. Tahap awal adalah perencanaan. Pada tahap ini telah
jelas ditetapkan sasaran dan manfaat dari hasil penelitian. Artinya hasilnya
akan dipakai oleh yang membiayai, atau akan dibeli oleh yang memerlukan.
Karena itu secara teknis dan spesifik dijelaskan produk yang akan dihasilkan,
disertai kajian potensi pasar yang akan membeli produk tersebut.

Aspek teknis berbasis kepustakaan yang komprehensif sangat diperlukan


dalam tahap perencanaan ini agar produk yang akan diteliti dan dikem­
bang­kan adalah suatu ‘kebaruan’ bukan ‘menemukan roda kembali’. Hal ini
di­perlukan untuk mencegah resiko kesia-siaan yang berakibat kerugian besar
bagi lembaga yang melakukan kegiatan tersebut.

Metodologi penelitian dan pengembangan yang rinci juga harus dapat


dijelaskan pada tahap perencanaan tersebut. Ini juga untuk memastikan
bahwa setiap langkah penelitian mampu dilakukan, baik dari segi kaidah
keteknikan dan keilmuannya, maupun dari segi sumber-sumber yang
diperlukan, baik sumber tenaga ahlinya maupun dari sisi dana, bahan dan
peralatan serta waktu yang tersedia.

Mengingat resiko kegiatan penelitian dan pengembangan ini cukup besar,


maka sangat baik kalau kegiatan ini merupakan kegiatan kemitraan dengan
pihak eksternal, yang disebut kerja sama penelitian, baik dari segi kompetensi
maupun dari sisi pemanfaatan hasil. Kerja sama kompetensi adalah
dengan lembaga-lembaga yang memiliki kompetensi atau kemampuan
lebih baik di bidang penelitian tertentu yang diperlukan, sedangkan kerja
sama pemanfaatan hasil adalah dengan badan usaha yang nantinya akan
membeli atau memakai produk hasil penelitian, yang dengan sendirinya ikut
menanggung biaya penelitian.

Tahap kedua dari rantai nilai inovasi ini adalah pelaksanaan yang terdiri
dari pelaksanaan teknis penelitian tersebut dan pelaksanaan dukungan
administratif yang diperlukan. Dalam pelaksanaan teknis dilakukan percobaan
dan pengujian, baik skala laboratorium, skala pilot atau uji lapangan. Disain,
kajian dan analisis percobaan yang didukung sistem mutu yang teruji dan
diakui amatlah diperlukan. Kegiatan ini juga memerlukan tim kerja yang

25
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

tangguh, kompak dan tanggap dalam setiap langkah pengamatan dan


peng­ujian.

Pelaksanaan teknis penelitian tersebut tidak akan berhasil bilamana tidak


didukung oleh logistik yang tangguh. Ketersediaan dana, pengadaan
barang, bahan dan jasa sesuai jadwal yang sudah direncanakan sangatlah
penting, analoginya tidak berbeda dengan pengadaan peluru, makanan
dan persenjataan dalam perang yang harus tepat waktu. Penundaan
berarti penundaan tercapainya hasil dan memperbesar resiko didahuluinya
penemuan yang sama oleh pihak pesaing, yang berarti risiko sia-sianya
penelitian tersebut.

Tahap ketiga dari rantai nilai inovasi adalah diseminasi dan komersialisasi.
Setelah produk penelitian dilindungi dengan sistem hak ciptanya, perlu
disusun dokumen deskripsi produk yang mudah dibaca oleh calon pembeli
atau konsumen. Proses bisnis perlu diciptakan kalau produk tersebut belum
ada pemakai atau pembelinya. Lebih dulu disusun studi kelayakan dari produk
yang menggambarkan profitabilitas dan kelayakan investasi dari produk.
Kemudian disusun arsitektur dari proses bisnisnya, yang merupakan kaitan-
kaitan antara pemilik teknologi atau produk, badan usaha yang berminat
membeli, mitra strategis yang mau ikut dalam produksinya, dan lembaga
keuangan yang mau meminjamkan modal untuk produksi dan marketing.

Dengan menjalankan rantai nilai inovasi ini, maka terlaksanalah proses litbang
‘ from the market to the lab’ dan ‘from the lab to the market’.

26
Manajemen Penelitian

Kunjungan Menteri Riset dan Teknologi AS Hikam ke Lemigas, 31 januari 2001

Perencanaan Program Penelitian


Kesuksesan dari suatu kegiatan penelitian dimulai dari sempurna dan
lengkapnya perencanaan penelitian. Ibarat membangun rumah, dari awal
sudah ada gambaran arsitekturnya, cetak birunya, rincian bangunan­nya,
bahan yang diperlukan, tenaga kerja yang akan melaksanakan, biaya pem­
bangunannya, jadwal pembangunannya. Perencanaan penelitian tidak
ber­beda dari perencanaan pembangunan dalam struktur perencanaannya
walau ketidakpastian keberhasilan dalam penelitian dan pengembangan jauh
lebih besar. Struktur program penelitian umumnya terdiri dari latar belakang,
tujuan, metodologi pelaksanaan penelitian, sumber daya manusia, fasilitas
penelitian, bahan, jadwal dan biaya.

Latar Belakang Penelitian


Latar belakang penelitian harus menjawab kenapa penelitian tersebut
perlu dilakukan. Alasan penelitian biasanya adalah untuk menghasilkan
suatu teknologi baru atau untuk menjawab permasalahan operasional yang
ditemukan di lapangan atau di industri. Ini dapat dimunculkan berdasarkan

27
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

hasil-hasil penemuan sebelumnya atau dari inventarisasi masalah aktual di


industri, baik sebagai hasil survei maupun dari komunikasi dan kerjasama
dengan pihak industri. Dalam bab ini kemudian dinyatakan solusi apa yang
diusulkan.

Latar belakang juga menjelaskan benefit yang diperoleh dari hasil penelitiaan
baik berupa keuntungan yang tangibel maupun intagibel bagi si pemanfaat,
apakah itu pemerintah atau industri, dan juga keuntungan bagi lembaga yang
melakukan dan membiayai penelitian. Apakah menciptakan bisnis baru, dapat
difabrikasi secara ekonomis, ada pasarnya. Kemudian dijelaskan prospek
komersialnya, baik berupa peningkatan efisiensi, produktivitas, penurunan
biaya, ataupun keuntungan-keuntungan lain yang dapat dinyatakan dalam
variabel-variabel keekonomian seperti internal rate of return (IRR), Net Value
(NPV) dan sebagainya.

Latar belakang juga menjelaskan kebaruan dari hasil penelitian, apakah


memiliki ‘patentabilitas’ misalnya. Karena itu perlu dilakukan pembandingan
dengan teknologi yang sudah ada, dengan menyatakan kelebihan-kelebihan
hasil penemuan nantinya, walaupun ini baru dalam skala semi kuantitatif
dan ketidakpastiannya masih besar. Jadi sangatlah penting dilakukan dulu
tinjauan “state of the art” atau status terkini dari teknologi tersebut dengan
melakukan studi kepustakaan, studi kekayaan intelektual atau paten-paten
dan studi pasar yang komprehensif. Ini sangat diperlukan agar si peneliti
tidak terperosok dalam kegiatan ‘reinventing the wheel’.

Latar belakang teori menjelaskan kaidah-kaidah keilmuan yang mendukung


keterlaksanaan penelitian ini. Kaidah-kaidah tersebut dapat berupa
fenomena, teori dan sebagainya yang telah terungkap sebelumnya. Karena
itu studi kepustakaan juga harus komprehensif agar si peneliti tidak terbentur
nantinya oleh ketidakmungkinan ilmiah.

Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian menjelaskan dengan ringkas apa-apa yang hendak dicapai,
yang menggambarkan deskripsi dari hasil, baik kualitatif maupun kuantitatif,
maupun prospek penerapannya. Ilustrasi dari contoh pengkalimatan tujuan
penelitian, yang pernah dilakukan Lemigas misalnya:

28
Manajemen Penelitian

“Penelitian ini bertujuan menghasilkan pilihan minyak mentah Indonesia


yang mampu menghasilkan bahan baku minyak pelumas dasar yang lebih
baik atau sekurang-kurangnya setara dengan bahan baku saat ini (minyak
mentah Arabian Light), dari sisi rendemen, kualitas, maupun dari sisi kelayakan
operasional dan ekonomi”.

Dengan kata lain, pada penelitian yang lebih mendasar, tujuan penelitian
juga dapat disebut sebagai hipotesa yang akan dibuktikan.

Peralatan dan Bahan


Ketersedian peralatan dan bahan pada waktunya sangat menentukan
kelancaran jalannya penelitian. Disini termasuk laboratorium utama dan
laboratorium penunjang, baik yang berada di dalam maupun di luar instansi.
Karena itu uraian peralatan dan bahan yang sudah tersedia atau yang harus
diadakan, termasuk lokasi beserta jadwalnya harus tertera dalam program
penelitian dan sudah dikomunikasikan kepada pihak terkait.

Tenaga Ahli
Penelitian harus didukung tenaga ahli yang berkompeten pada bidangnya.
Karena itu penunjukan tenaga ahli yang tepat, baik dari dalam institusi maupun
dari luar, sangat menentukan keberhasilan dari program penelitian. Tenaga
ahli diseleksi berdasarkan rekam jejak yang bersangkutan, baik kompetensi
keilmuan maupun karakter personalitasnya, yang diharapkan dapat secara
optimal mendukung pelaksanaan penelitian. Dalam perencanaan ini sudah
harus dirancang jadwal dan tugas tenaga ahli agar yang bersangkutan dapat
menyesuaikan dengan agenda kegiatannya.

Biaya Penelitian
Biaya penelitian yang memadai merupakan faktor krusial dalam kesuksesan
program, namun ini akan merupakan seleksi yang ketat dari pengambil
keputusan atau pimpinan lembaga. Karena itu pembuat program hendaknya
dapat mengajukan uraian biaya yang rinci serta berdasarkan standar harga

29
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

yang jelas acuannya untuk dapat meyakinkan pihak manajemen atas


kewajaran perencanaan biaya.

Penugasan Administratif
Agar suatu kegiatan dapat mendapat kekuatan hukum, baik dari sisi pelaksana
maupun dari sisi manajemen yang melakukan pengawasan, maka setiap
program yang sudah disetujui dikukuhkan dengan suatu surat keputusan
dari pimpinan lembaga. Surat keputusan tersebut menjelaskan tugas dan
fungsi dari pelaksana serta unit-unit teknis dan administratif pendukung. Surat
keputusan dilampiri rencana penelitian sebagai bagian tidak terpisahkan dan
diacu oleh pelaksana dalam menjalankan penelitian.

Administrasi dan Keuangan Penelitian Organisasi Litbang


Pemerintah
Organisasi litbang adalah organisasi yang memiliki kekhasan sendiri, memiliki
kesamaan dan perbedaan dibanding organisasi birokrasi pemerintah,
organisasi badan usaha ataupun organisasi perguruan tinggi. Organisasi
birokrasi pemerintah bersifat vertikal dari jajaran atas sampai bawah, tidak
bertujuan mencari keuntungan, menghasilkan regulasi dan mengawasi
pelaksanaannya, mengikuti sistem yang diatur sesuai ketentuan yang kaku,
program yang sudah jelas dan dapat diukur. Organisasi badan usaha juga
bersifat vertikal, bertujuan mencari keuntungan, program yang jelas dan
dapat diukur pada kurun waktu tertentu, serta memiliki otonomi dalam
pengelolaan keuangan dan sumberdaya manusianya. Organisasi perguruan
tinggi bertujuan menghasilkan lulusan sarjana, yang jelas dan dapat diukur,
sistem administrasi, keuangan, dan sumberdaya manusiannya juga oto­nomi.

Sedangkan organisasi litbang pemerintah seperti Lemigas, walaupun


programnya jelas, lazimnya hasilnya tidak selalu sesuai dengan sasaran
yang ingin diperoleh atau terdapat ketidakpastian yang cukup besar. Karena
sebagai instansi pemerintah, sistem administrasi, keuangan dan sumberdaya
manusianya yang diterapkan juga mengikuti sistem birokrasi instansi
pemerintah yang birokratis, hal mana dirasakan tidak sesuai. Terdapat ketidak

30
Manajemen Penelitian

sesuaian antara produk yang akan dicapai, pola kerja litbang dengan sistem
administrasi, keuangan dan sumberdaya manusianya.

Dapat dianalogikan bahwa lembaga litbang adalah suatu entitas “pseudo


badan usaha”, dalam hal ini pemerintah maupun industri merupakan
pelanggan dari lembaga litbang tersebut. Sistem tersebut, di samping
dapat mengakomodasi lahirnya inovasi baru, juga terkelolanya dengan baik
lembaga litbang, yang karena keunikannya, sering dijuluki “managing of the
unmanageable”.

Karena itu sistem yang tepat bagi lembaga litbang Lemigas adalah di­
berikannya otonomi kepada lembaga litbang, baik otonomi di bidang
administrasi, bidang pengelolaan dana, otonomi dalam pengelolaan sumber
daya manusia, serta otonomi untuk bermitra dengan industri.

Otonomi pengelolaan dana dimaksudkan kewenangan mengatur dan


menggunakan dana yang diperoleh dari pemerintah untuk melakukan
penelitian dan pengembangan teknologi maupun dari swasta untuk
membantu industri dalam penerapan teknologi yang dihasilkan. Prosedurnya
harus sederhana dan fleksibel sesuai dengan gerak pasar, pelanggan atau
industri yang sifatnya dinamis dan fluid. Penganggaran dana secara block
program adalah metode yang cukup bagus. Aspek pengawasan yang cermat
tetap dilakukan melalui suatu komite yang berunsurkan kementerian ESDM
dan Keuangan.

Otonomi pengelolaan sumberdaya manusia dimaksudkan kewenangan


merekrut, mengatur dan menggunakan sumberdaya manusia atau tenaga ahli
sesuai keperluan, baik itu PNS atau tenaga ahli swasta yang berbasis kontrak
berjangka waktu fleksibel. Hal ini diperlukan karena penanganan penelitian
bersifat multidisiplin dan tenaga ahli spesialis sangat diperlukan meskipun
hanya untuk waktu tertentu.

Otonomi dalam membina kemitraan dimaksudkan lembaga litbang dapat


melaksanakan kontrak-kontrak kerjasama atau pelayanan tanpa melalui
prosesur birokrasi pemerintah yang struktural karena kemitraan dengan
pelanggan swasta atau industri sifatnya mikro dan teknis dan selalu muncul

31
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

dalam perjalanan kegiatan lembaga litbang tersebut, tidak sama dengan kerja
sama instansi pemerintah yang umumnya bersifat struktural dan lebih makro.

Otonomi ini pernah dialami Lemigas dalam periode 1965-1978 waktu


Lemigas masih di bawah Pertamina. Lemigas dalam periode itu sukses
mengembangkan sumber daya manusia dan berbagai fasilitas penelitian.
Tahun 1978 status Lemigas diubah menjadi di bawah direktorat jenderal
namun masih diberikan otonomi dalam administrasi keuangan berupa sistem
swadana sehingga sukses dalam melakukan dukungan kepada industri. Tahun
2002 sistem swadana mulai dihapus dan hasilnya adalah reputasi Lemigas
sebagai pendukung industri migas mulai merosot.

Bila mengacu kepada lembaga-lembaga riset di luar negeri, sistemnya adalah


otonomi penuh. Dukungan pendanaan pemerintah diwujudkan dalam bloc
program yang pertanggung jawabannya adalah berupa produk litbang yang
diminta dalam kontrak dengan Pemerintah.

Manajemen Mutu
Dengan terbukanya era globalisasi dan persaingan bebas maka mata
Indonesia mulai terbuka kepada sistem mutu. Sekitar tahun 1994 kami di
Lemigas melihat bahwa diterapkannya sistem mutu adalah suatu kemestian,
apalagi dalam pelaksanaan dan pemberian jasa laboratorium, jasa studi atau
jasa studi kepada pelanggan kami. Pada tahap awal dimulai dengan sistem
mutu ISO 25 untuk laboratorium uji di Laboratorium Proses. Dimiliki dan
dikukuhkannya sistem ini akan merupakan jaminan bagi pelanggan akan
keabsahan mutu pengukuran yang dilakukan Lemigas.

Setelah melalui asesmen yang ketat akhirnya rintisan penerapan sistem mutu
tersebut membuahkan hasil dengan dikukuhkannya untuk pertama kalinya
sistem mutu laboratorium ISO 25 oleh Menteri Perindustrian ke Lemigas pada
tanggal 28 Agustus 1998. Setelah itu berturut-turut semua laboratorium di
Lemigas mendapatkan sertifikasi mutu dan pada 23 Januari 2002 Lemigas
dikukuhkan terakreditasi dalam Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000

32
Manajemen Penelitian

Pengukuhan sistem mutu laboratorium ISO 25 Lemigas oleh Menteri Perindustrian Prof Dr Rahardi
Ramelan (disaksikan Menteri Ristek Prof Dr Zuhal) Jakarta 28 Agustus 1998, ke Kepala Pusat Lemigas
Dr Maizar Rahman. Pengukuhan ini merupakan yang pertama dan kemudian diikuti berbagai sistem
mutu lainnya.

Penyerahan sertifikat ISO 9001:2000 Standar Sistem Manajemen Mutu dari Direktur TUV
International kepada Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro kemudian diserahkan ke Kepala Pusat
Lemigas Dr Maizar Rahman, di kantor ESDM 23 Januari 2002.

33
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Scientific Board
Lembaga ilmiah berbeda dari organisasi bisnis, instansi birokrasi pemerintah,
baik dari tujuannya maupun cara kerjanya. Kalau di badan usaha ada dewan
komisaris yang memberikan arahan, mengawasi dan memberikan penilaian
atas kerja direksi. Anggota dewan komisaris dipilih dari orang-orang yang
mengerti lika-liku korporasi maupun bentuk dari usaha inti korporasi itu
sendiri. Di instansi pemerintah, arahan dan pengawasan dilakukan oleh
pejabat yang lebih tinggi dengan bantuan perangkat pengawas seperti
misalnya inspektorat jendral.

Sebagai lembaga akademis yang kegiatan utamanya adalah riset, maka


dewan pimpinan dari lembaga memerlukan dukungan dari para ahli senior
yang kompeten dan berwawasan luas dari dalam atau luar lembaga, untuk
memberikan masukan kepada pimpinan. Para ahli tersebut dikoordinasikan
dalam suatu wadah yang disebut Scientific Board atau dewan ilmiah.
Bentuk masukan itu bisa dalam perumusan dan penyusunan rencana
strategis lembaga, kebijakan teknis, penilaian program penelitian, evaluasi
penyelenggaraan penelitian, dan penilaian hasil penelitian. Masukan, evaluasi
dan penilaian-penilaian tersebut akan merupakan acuan bagi manajemen
lembaga untuk mengambil keputusan. Penilaian dilakukan secara periodik
dengan jadwal yang disusun oleh manajemen lembaga.

Di lembaga-lembaga riset di luar negeri, anggota dewan ilmiah ini berasal dari
kalangan yang beragam tapi terkait dengan bidang riset lembaga. Mereka
antara lain dari perguruan tinggi, pimpinan industri, malahan diplomat.

Untuk lembaga-lembaga riset di Indonesia, keberadaan Scientific Board ini


pasti diperlukan dan akan sangat membantu bagi manajemen lembaga.
Walaupun sifatnya tidak struktural, keberadaan unit ini sebaiknya ini
diakomodasi diakui secara legal dalam organisasi. Dengan adanya Scientific
Board yang membantu dari sisi keilmuan dan teknis, manajemen lembaga
akan dapat lebih memfokuskan diri dalam memfasilitasi kelancaran kegiatan
penelitian.

Di waktu kami memimpin Lemigas, organ seperti belum ada secara struktural
organisasi sehingga karena merasa perlunya, kami membentuk tim ad hoc

34
Manajemen Penelitian

yang diberi nama Komite Arahan dan Evaluasi atau KAE dipimpin oleh seorang
senior yang juga salah seorang pendiri Lemigas, Bapak Ir Epi Jasjfi M Sc. Komite
ini berhasil menyusun sebuah makalah strategis berjudul “ Memposisikan
Lemigas Memasuki Tahun 200-an” dan menerbitkan Buku Pedoman untuk
penulisan usulan rencana penelitian, evaluasi usulan rencana penelitian,
penulisan laporan penelitian, evaluasi laporan penelitian, dan pedoman
teknik presentasi. Kedua dokumen tersebut masih relevan dengan situasi
yang dihadapi Lemigas sesudah itu dan masih terus menjadi acuan.

Hak Atas Kekayaan Intelektual


Hak atas kekayaan intelektual atau HAKI tidak terpisahkan dari kesisteman
lembaga penelitian. HAKI merupakan wahana perlindungan karya penelitian
dari ancaman pencurian. Karya penelitian adalah kekayaan dan modal
keberlanjutan kehidupan dari lembaga.

Di Lemigas, HAKI baru mulai diperkenalkan kepada karyawan pada awal tahun
1990an. Namun pemahaman atas pentingnya HAKI memerlukan waktu lama
dan para peneliti tidak tertarik untuk mempatenkan hasil penelitiannya. HAKI
baru membudaya sedikit demi sedikit mulai awal tahun 2000an. Ini karena
didorong oleh manajemen dan dengan dibentuknya unit kerja yang khusus
menangani HAKI dalam organisasi litbang tersebut. Di samping perlunya
kebijakan tegas dari manajemen, HAKI akan lebih menarik dan membudaya
apabila para peneliti juga dapat merasakan hasil dari karyanya. Paten
adalah milik sepenuhnya dari lembaga, namun apabila paten dari lembaga
tersebut dipakai industri dan menghasilkan royalti, maka sebaiknya lembaga
membagikan sebagian dari royalti tersebut kepada para peneliti. Pada tahun
2001 Lemigas menyerahkan royalti pertama kepada peneliti Dr Bambang
Widarsono di bidang Eksploitasi karena hasil penelitiannya diaplikasikan
dalam jasa teknologi.

35
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Kerja Sama Penelitian

Interaksi Dengan Pemerintah


Lemigas adalah lembaga penelitian Pemerintah yang bernaung di bawah
Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral. Tugasnya adalah melakukan
penelitian dan pengembangan untuk kepentingan Pemerintah di bidang
migas dan untuk mendukung industri migas. Karena itu sebagian dari program
penelitian lembaga ini adalah untuk mendukung kebijakan pemerintah dan
sebagian lagi untuk menghasilkan transfer teknologi ke industri.

Dalam penyusunan program penelitian untuk pemerintah Lembaga ini


berinteraksi terus menerus dengan instansi terkait seperti Direktorat Jenderal
Minyak dan Gas Bumi, Badan Pelaksana Migas, Badan Pengatur Hilir Migas,
Dewan Energi Nasional dan lain-lain.

Bagi lembaga penelitian yang kemampuan risetnya terbatas, maka dipilih


topik yang mampu dilaksanakan dan berisiko rendah, namun dipercaya
bahwa teknologi yang dihasilkan merupakan produk unggul dan berdaya
saing. Juga dapat dilakukan dulu penelitian yang berjangka pendek, misalnya
mengoptimalkan kinerja atau kualitas produk yang sudah ada di pasaran.
Pengembangan produk baru biasanya merupakan penelitian jangka panjang
dan beresiko lebih besar.

Untuk mengurangi resiko, ajak instansi, lembaga atau perusahaan dari


industri terkait untuk melaksanakan dan membiayai bersama penelitian
tersebut. Sang peneliti harus juga jeli mencari sumber-sumber pendanaan
yang mungkin. Kemitraan dengan pesaing juga mungkin asalkan atas dasar
saling menguntungkan. Karena bisa jadi pesaing yang memiliki beberapa
kemampuan riset yang tidak kita miliki. Kita tidak harus memiliki semua
lingkup kemampuan karena beban biayanya tinggi sehingga dapat membuat
penelitian menjadi sangat mahal.

Kerjasama Dengan Perguruan Tinggi Dan Lembaga Penelitian Lain


Kerjasama dengan universitas dan lembaga penelitian lain ditujukan untuk
melakukan penelitian dalam bidang tertentu sesuai dengan kekuatan masing-

36
Manajemen Penelitian

masing. Lembaga tidak perlu memiliki semua perangkat penelitian. Apalagi


bila harganya sangat mahal, teknologinya rumit, memerlukan tenaga ahli
khusus dan frekwensi pemakaiannya sedikit sehingga memilikinya akan
sangat memboroskan anggaran.

Penelitian biasanya memerlukan pengetahuan yang lebih mendasar untuk


memahami fenomena-fenomena dasar yang mendasari teknologi yang
dikembangkan . Kerjasama dengan perguruan tinggi akan dapat membantu
dalam masalah-masalah pengetahuan yang lebih mendasar tersebut yang
tentu lebih dikuasai oleh pihak perguruan tinggi.

Contoh yang dilakukan Lemigas adalah kerjasama di bidang teknologi


katalis dengan Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia dalam
menyelesaikan persoalan penentuan pemilihan katalis Pertamina, kerjasama
dengan Universitas Gajah Mada untuk masalah geologi, kerjasama mengenai
penelitian biodiesel dari minyak sawit dan penelitian biosurfaktan dengan
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Kerjasama Penelitian Dan Jasa Teknologi Dengan Industri Migas


Sesuai dengan misi Lemigas, maka semua hasil pekerjaan Lemigas haruslah
dapat mendukung atau dirasakan manfaatnya oleh industri dan malah
dapat memperbesar dan memperluas industri itu sendiri sehingga lebih
meningkatkan dan menumbuhkan kegiatan ekonomi negara.

Bagaimana agar hasil-hasil penelitian dan pengembangan tersebut


dimanfaatkan industri juga bukan persoalan mudah karena cukup tingginya
keengganan industri yang kami rasakan. Karena itu strategi jitu yang bisa
diterapkan adalah dengan mengikutsertakan industri dari awal perencanaan
program sehingga produk dari penelitian tersebut dapat bermanfaat
bagi industri, antara lain mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas,
menciptakan nilai baru atau meningkatkan nilai tambah dari industri
tersebut. Di bidang hulu, kerja sama, selain dengan Pertamina, juga dengan
perusahaan-perusahaan minyak swasta dan asing, terutama untuk “ problem
solving” lapangan, baik itu di bidang eksplorasi maupun eksploitasi.

37
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Kerjasama Dengan Pertamina


Pertamina adalah satu-satunya perusahaan migas yang sahamnya seluruhnya
dimiliki negara. Sebelum era reformasi Pertamina merupakan pemain
tunggal di hulu dan di hilir, sesuai dengan ketentuan Undang-undang No
8 Tahun 1971. Dalam mengelola kontraktor bagi hasil Pertamina meminta
dukungan Lemigas dalam melakukan berbagai kajian teknis dan ekonomis
dalam perencanaan dan operasional badan-badan usaha bagi hasil tersebut.
Pemerintahpun melihat pentingnya kerjasama tersebut karena kajian-kajian
tersebut telah sangat membantu efisiensi dan efektivitas Pertamina dalam
mengelola perusahaan-perusahaan kontraktor asing. Beberapa kajian dan
penelitian yang dapat disebut antara lain Duri Steam Flood, East Kalimantan
Delivery Studies, Cepu Reservoir Evaluation, dan berbagai studi lainnya yang
sangat banyak jumlahnya untuk dituliskan di sini.

Di bidang hilir, kerjasama meliputi kajian minyak mentah Indonesia, kajian


minyak pelumas, bahan bakar pengganti bahan bakar minyak seperti etanol,
metanol dan biodiesel yang kemudian mulai diterapkan mulai tahun 2004,
lebih dari 20 tahun setelah penelitian tersebut dikarenakan meningkatnya
harga minyak dunia. Para perusahaan minyak juga sangat terbantu oleh
studi flow assurance, yaitu untuk menyelesaikan pengiriman minyak mentah
berbagai perusahaan minyak pada pipa yang sama. Penelitian ini juga untuk
mengatasi masalah pembuntuan dalam pemompaan minyak yang kental
dan mudah membeku.

Pertamina juga sangat terbantu dalam pengkajian pemilihan katalis AHRDM


(Atmospheric Heavy Residu Demetalisation) pada kilang minyak Balongan.
Lemigas bersama-sama beberapa perguruan tinggi bertindak sebagai
pengkaji atau fact finding dan untuk menentukan katalis terbaik dari segi
teknis di antara tawaran-tawaran katalis dari berbagai vendor. Hasil kajian
tersebut berhasil memecahkan masalah yang pada waktu itu menimbulkan
pertikaian yang cukup rumit.

Pertamina dan Lemigas setiap tahun melakukan penelitian di bawah


payung Kerja Sama Riset. Untuk penelitian jangka panjang Pertamina
juga menyediakan dana Research Grant yang kemudian digunakan untuk
penelitian MEOR (Microbial Enhance Oil Recovery).

38
Manajemen Penelitian

Setiap tahun puluhan topik penelitian yang dilaksanakan yang rinciannya


dapat dilihat dalam laporan tahunan Lemigas.

“Marketing Visit Road Show” ke Direktur Utama Pertamina, Baihaki Hakim, 15 Maret 2000.

Kerjasama Luar Negeri


Kerjasama dengan pihak luar negeri ditujukan untuk menimba keahlian dan
pengalaman dalam bidang yang belum diketahui. Pada awal berdirinya,
Lemigas melakukan kerjasama dengan Corelab, dalam bidang analisis core
hasil pengeboran, kerjasama dengan Robertson Research dalam bidang
analisis batuan, kerjasama dengan British Geological Survey dalam bidang
eksplorasi geologi, kerja sama dengan Jepang di bidang penginderaan jauh,
kerjasama dengan Beicip di Perancis dalam pembangunan laboratorium
aplikasi bahan bakar dan pelumas serta kajian tekno-ekonomi bidang hilir
migas dan banyak lagi lainnya.

Berbagai kerjasama tersebut telah berhasil membangun kemampuan


Lemigas dalam bidang-bidang yang dikerjasamakan, sehingga setelah
kontrak kerjasama selesai para ahli Lemigas mampu melakukan sendiri semua

39
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

kegiatan tersebut, dan diperkuat dengan pulangnya para kader spesialis yang
dididik di luar dan dalam negeri.

Pemasaran dan Arsitektur Bisnis Produk Penelitian


Lembaga penelitian seperti Lemigas, yang tugasnya antara lain menemukan
teknologi baru atau perbaikan teknologi yang sudah ada harus mampu
mempertahankan eksistensinya dengan menunjukkan bahwa produk-produk
penelitiannya bermanfaat dan telah bermanfaat sebagai pertanggungjawaban
atas pendanaan yang diberikan Pemerintah untuk kehidupan lembaga
ini. Untuk itu semua penelitian harus tuntas sampai tahapan aplikasinya.
Suatu penelitian yang sudah selesai dan siap aplikasi harus diperkenalkan
atau ditawarkan kepada industri yang memerlukan. Tugas ini disebut di
Lemigas sebagai kegiatan pemasaran teknologi. Kegiatan ini meliputi
penyelenggaraan seminar pengenalan hasil-hasil dan kemampuan teknologi
kepada industri, melakukan pameran, dan melakukan ‘road show’ teknologi
ke perusahaan-perusahaan di industri migas. Cara yang lebih efektif adalah
melibatkan industri dari awal penelitian atau dari tahap penelitian di unit pilot
sehingga dapat dilakukan penyesuaian kepada keperluan industri.

Arsitektur bisnis produk penelitian diperlukan dalam mendayagunakan


suatu produk hasil penelitian ke kegiatan ekonomi dengan cara membangun
suatu hubungan-hubungan antar pelaku ekonomi dalam produk tersebut.
Pelaku-pelaku ekonomi tersebut adalah Lembaga sebagai pemilik produk,
perusahaan produsen yang akan memproduksi produk, perusahaan
pemasaran sebagai penjual produk dan lembaga keuangan sebagai penyedia
modal. Beberapa contoh produk Lemigas yang dihasilkan yang diperkenalkan
baru-baru ini (2013) oleh Kepala Pusat Lemigas Ibu Yanni Kussuryani adalah
Air Gun ciptaan Prof Dr Suprajitno Munadi (alm), tabung ANG (adsorbed
natural gas), alat pengeboran, surfaktan untuk EOR (enhanced oil recovery),
formula baru minyak pelumas.

Karena itu, lembaga penelitian juga harus memiliki unit kerja pemasaran
yang kuat dan memiliki jaringan yang kuat di industri dan pasar teknologi.

40
Manajemen Penelitian

Insentif dan Penghargaan Peneliti


Insentif peneliti bisa berbentuk materi atau non materi (intagible). Yang
berbentuk materi adalah tambahan pendapatan peneliti. Dalam sistem
peneliti pemerintah, di samping gaji, juga diberikan tunjangan peneliti yang
besarnya menurut tingkat jabatan penelitinya. Apabila dibandingkan ‘take
home pay’ seorang tenaga peneliti dengan tingkat pendidikan, keahlian
dan pengalaman yang dimilikinya dengan pendapatan ahli yang setaraf di
industri, maka terdapat perbedaan yang besar. Hal ini menyebabkan minat
para lulusan terbaik perguruan tinggi tidak berminat berkiprah di lembaga
penelitian pemerintah. Akibatnya lembaga penelitian kekurangan peneliti
yang bermutu dan ini berdampak kepada kualitas hasil penelitian. Sampai
saat ini Indonesia belum pernah menghasilkan peneliti yang mampu meraih
hadiah Nobel.

Apabila lembaga litbang pemerintah diberi otonomi dalam administrasi,


keuangan, sumber daya manusia maka dapat diciptakan suatu sistem insentif
yang memadai. Lembaga litbang dapat merekrut tenaga-tenaga berkualitas
dan inovasi dapat lebih digairahkan. Sumber keuangannya, selain adalah
kemitraan riset dengan pemerintah dan industri. Royalti dari hak cipta juga
dapat dibagikan sebagian kepada peneliti yang menghasilkan hak cipta, hal
mana juga .merupakan suatu insentif.

Insentif berupa non materi adalah penghargaan dan toleransi. Pimpinan


menghargai kolaborasi dalam tim kerja yang kompak, pertukaran pendapat
yang tajam, keras tapi santun, komunikasi dalam bentuk apapun, apakah
transparan atau diam-diam, dan kemauan mengambil resiko walau nanti
ternyata hasilnya kurang memuaskan. Semuanya itu akan meningkatkan
kreativitas peneliti dan ujungnya akan meningkatkan produktivitas inovasi.

41
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

42
Manajemen Penelitian

Mempertahankan Keberlangsungan Migas Nasional,


Pendekatan Strategis dan Teknologi dalam Mengantisipasi
Regulasi Baru
Makalah kunci pada Kongres/Simposium IATMI, Yogyakarta 3-5 Oktober 2001.

Pendahuluan
Keberlangsungan migas nasional adalah suatu keharusan karena negara kita
masih memerlukan migas sebagai sumber devisa dan untuk pemenuhan
kebutuhan energi di dalam negeri. Konsumsi yang terus meningkat, kebu­
tuhan devisa yang makin besar menuntut dipertahankannya bahkan di­
tingkatkannya peran migas kita.

Makin sedikitnya penemuan-penemuan cadangan baru minyak dan gas


bumi, masih potensialnya kandungan migas pada lapangan-lapangan
yang sudah terproduksikan secara primer mendorong diperlukannya suatu
strategi eksplorasi dan eksploitasi yang lebih jitu dan pemilihan teknologi
yang lebih handal. Demikian juga peningkatan penerimaan pemerintah
melalui minimalisasi biaya produksi di hulu dan hilir harus dilakukan dengan
manajemen yang jeli dan selektif dengan dukungan teknis yang kuat.

Keterbatasan kilang-kilang minyak yang ada di dalam negeri dan


meningkatnya konsumsi membuat ketergantungan impor yang makin besar
dan rawan dalam menjamin keamanan pasokan maupun efisiensi biaya.
Penambahan jumlah pemain di bidang BBM sudah diantisipasi dalam RUU
Migas namun harus ditangani dengan hati-hati demi menjamin tumbuhnya
perusahaan-perusahaan nasional menjadi perusahaan yang berkelas dunia.

Teknologi belum lagi menjadi kegiatan ekonomi atau suatu mata pencaharian
bagi masyarakat kita. Teknologi masih terus dibeli dan penguasaannya
terbatas untuk keperluan operasi produksi. Kebijakan dan strategi pemerintah
selama ini di bidang teknologi belum tepat sasaran. Berbagai peluang
penguasaan teknologi selama ini hilang percuma. Untuk itu diperlukan
suatu paradigma baru dengan harapan agar teknologi migas juga berperan
dalam pertumbuhan ekonomi masyarakat. RUU Migas seyogyanya dapat
dijabarkann nantinya dalam mencapai sasaran tersebut.

43
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Status Migas Nasional Dewasa Ini


Bidang Hulu

Keberlangsungan migas nasional di bidang hulu terkait dengan apakah masih


tersedia cadangan migas, apakah eksplorasi masih dilakukan dan apakah
kegiatan produksi masih kompetitif.

Secara umum total cadangan potensial migas Indonesia adalah sekitar 9,48
milliard barrel, dengan rata-rata produksi tahunan sebesar 478,2 juta barrel.
Berdasarkan data yang tersedia, maka cadangan minyak bumi di Indonesia
per 1 Januari 2001 adalah sebesar 5,1 Miliar barrel untuk cadangan terbukti,
1,8 Miliar barel untuk cadangan mungkin dan 2,7 Miliar barrel untuk cadangan
harapan. Di luar cadangan minyak terdapat cadangan gas sebesar 92,3 Triliun
SCF.

Selama 20 tahun terakhir penemuan baru cadangan minyak mencapai


sekitar 20 miliar barel sehingga dapat mempertahankan jumlah cadangan
dalam artian mengganti minyak yang diproduksikan namun belum mampu
memperbesar jumlah cadangan total. Di lain pihak, penemuan-penemuan
baru telah berhasil menambah cadangan gas nasional.

Bila dicermati lanjut, ternyata penambahan cadangan selama lima tahun


terakhir adalah hasil re-evaluasi di daerah lama (eksplorasi intensif dan hasil
manajemen reservoir), kegiatan IOR/EOR dan perubahan status cadangan,
memberikan kontribusi terbesar 8-15% per tahun; sedangkan laju penemuan
cadangan di daerah baru (eksplroasi ekstensif) rata-rata dalam decade terakhir
+1% per tahun atau ekivalen dengan 55 juta barel minyak terproduksi atau
0.07% dari sumber daya minyak.

Secara geologi pada sistem busur kepulauan Indonesia dijumpai sekitar


60 cekungan sedimen Tersier yang tersebar di kawasan barat dan timur
Indonesia. Secara umum aktivitas eksplorasi dan eksploitasi migas terutama
dilakukan pada lebih dari 24 cekungan sedimen Tersier yang telah terbukti
mengandung minyak dan gas bumi (mature area) yang terutama berlokasi
di Kawasan Barat Indonesia, seperti halnya di bagian timur P.Sumatra,
Gugusan Kepulauan Natuna, Laut Jawa Utara, Kalimantan Timur , dan hanya
beberapa yang dijumpai di Kawasan Timur Indonesia (Irian dan Seram).

44
Manajemen Penelitian

Di luar ke 24 cekungan sedimen yang telah terbukti mengandung migas,


aktivitas eksplorasi migas di kawasan lain dapat dikatakan masih sangat
kurang (frontier area), seperti halnya daerah pantai barat Sumatra-Jawa, dan
daerah-daerah lain di Kawasan Timur Indonesia.

Menurut perhitungan hipotetik , potensi sumberdaya minyak dapat mencapai


77,4 miliar barel dan gas sebesar 332 triliun kaki kubik.

Terlepas dari kuota OPEC yang diberikan kepada Indonesia, kecenderungan


yang terlihat merefleksikan ketidakmampuan industri migas nasional
untuk meningkatkan produksi minyak. Hal ini di samping disebabkan oleh
ketidakmampuan dalam menemukan cadangan-cadangan minyak dalam
jumlah besar juga disebabkan oleh ketidakmampuan untuk meningkatkan
laju dan tingkat pengurasan minyak secara aman dan maksimum. Hal-hal
di atas dapat dirangkum secara umum sebagian disebabkan oleh harga
minyak dunia yang tidak kompetitif (saat itu), kondisi geologi yang kompleks,
kondisi geografis (meskipun tidak dibarengi oleh permasalahan sosial dan
politik) yang tidak kondusif, dan ketidakmampuan untuk mengoptimisasikan
penerapan teknologi yang ada.

Produksi minyak rata-rata dalam decade terakhir mencapai 1.544 juta bopd
atau dengan laju pengurasan 10% per tahun. Produksi minyak tersebut dapat
dirinci sebagai minyak hasil produksi alami (1.018 juta bopd), Sec-Rec/IOR/
EOR (0.359 juta bopd), dan kondensat (0.167 juta bopd). Kondensat terutama
kondensat yang berasal dari produksi gas guna memasok kilang LPG/LNG/
Pupuk/Petrokimia relatif tetap.

Dalam perioda yang sama, produksi minyak hasil pengurasan alami mengalami
penurunan sebesar 2.27% per tahun dan produksi minyak hasil Sec-Rec/IOR/
EOR mengalami kenaikan sebesar 8.74% per tahun; sedangkan dalam lima
tahun terakhir, produksi minyak secara alami mengalami penurunan cukup
tajam sebesar 4.92% per tahun, sedangkan kenaikan produksi minyak hasil
Sec-Rec/IOR/EOR sebesar 3.72% per tahun.

Kontribusi SE-Rec/IOR/EOR adalah sebesar 15.6% di awal tahun 1990 dan


saat ini mencapai tingkat 35.5%. Di akhir tahun 1998, kontribusi produksi
minyak hasil Sec-Rec/IOR/EOR mencapai 40% produksi minyak Indonesia.

45
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Penerapan metoda produksi lanjut Sec-Rec/IOR/EOR memberikan harapan


dalam meningkatkan produksi dan perolehan minyak Indonesia (Sudomo,
S.,Lembaran Publikasi Lemigas vol 35, No1/2001)

Perkiraan pada saat ini menunjukkan bahwa jika tidak dapat ditemukan
cadangan-cadangan minyak yang baru maka cadangan tersisa saat ini yang
diperkirakan masih dapat diproduksikan akan habis pada tahun 2013, itupun
dengan catatan adanya penerapan teknik-teknik EOR secara intensif.

Bidang hilir

Penyediaan bahan bakar minyak dan bahan bakar gas dalam jumlah yang
tepat, berkesinambungan, kualitas memadai dan harga yang seimbang serta
terjangkau merupakan salah satu sasaran pokok pemerintah.

Indonesia memiliki 8 kilang dengan kapasitas sekitar 1.06 juta barel per hari.
Produksi kilang juga mencapai sekitar 1.04 juta barel per hari dan impor
sebesar 170 ribu barel per hari. Impor BBM menunjukkan adanya ketidak
sesuaian konfigurasi kilang dengan komposisi konsumsi dan meningkatnya
konsumsi dari tahun ke tahun sebesar rata-rata 4-5% per tahun. Bilamana
semua BBM harus diproduksi dalam negeri maka dewasa ini sudah diperlukan
tambahan satu kilang baru dan untuk setiap 2 tahun mendatang diperlukan
tambahan satu kilang baru.

Mengandalkan impor untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri


mengandung resiko biaya tinggi karena ketersediaan BBM di pasar spot
juga tidal cukup leluasa. Pembelian dalam jumlah cukup besar seperti
yang dilakukan saat ini dapat mendorong naiknya harga, apalagi apabila
terjadi masalah di kilang-kilang dunia seperti Kuwait dan Balik Papan tahun
lalu, yang telah menyebabkan melonjaknya harga BBM di pasar spot. CPD
(crude processing deal) dengan kilang-kilang luar negeri ( Singapura,
Malaysia, Thailand) memang suatu jalan keluar tapi juga mengandung suatu
opportunity loss apabila terjadi perbedaan harga spot dengan harga kontrak
CPD tersebut.

Fasilitas penyimpanan atau depot, fasilitas distribusi/ angkutan, dan fasilitas


eceran/SPBU memerlukan peningkatan yang segera untuk menjawab

46
Manajemen Penelitian

kebutuhan masyarakat. Kapasitas simpan BBM nasional kita hanya cukup


untuk maksimum 25 hari konsumsi sedangkan di Filipina misalnya sudah
40 hari. Jumlah SPBU di Indonesia hanya sekitar 2300 buah (dan hanya
terkonsentrasi pada daerah-daerah ‘gemuk’), lebih sedikit dari yang dimiliki
Filipina (sekitar 3000 buah),yang juga negara kepulauan tapi dengan
penduduk 4 kali lebih kecil dan luas wilayah 6 kali lebih kecil.

Di luar sasaran penghilangan kandungan timbal dalam bensin yang telah


dimulai sejak 1 Juli 2001 di kawasan Jabotabek dan seluruh Indonesia mulai
2004 yang akan datang, kualitas BBM kita masih pada batas minimum (atau
di bawah minimum) apabila dibandingkan dengan negara tetangga atau
dengan apa yang ditetapkan oleh Fuel Charter. Misalnya dalam kandungan
belerang, aromatik total, benzena, olefin, kebersihan saluran bahan bakar dan
pembakaran, masih memerlukan peningkatan. Karakter minyak Indonesia
yang cenderung makin berat dan parafinik memerlukan lebih banyak unit
konversi residu berat ataupun yang waxy. Semuanya itu berdampak kepada
konfigurasi kilang, biaya investasi maupun produksi.

Pemanfaatan gas sebagai substitusi BBM harus lebih digalakkan, yang


memerlukan sistem transmisi dan distribusi gas yang lebih banyak. Selain
dengan pipa, transmisi gas di dalam negeri dalam bentuk LNG, misalnya dari
Irian Jaya ke pulau Jawa dengan penyimpanan dalam reservoar yang sudah
terkuras perlu mendapat telaahan. Pemakaian bahan baku alternatif seperti
batubara, shale oil, biofuel sudah harus dikaji lebih intensif.

Strategi Mempertahankan Keberlangsungan Migas Nasional


Bidang Hulu

Eksplorasi

Aktivitas eksplorasi migas pada kawasan mature di Indonesia sejauh ini


difokuskan pada target reservoar dangkal berumur Miosen (lebih kurang 20
juta tahun yang lalu) pada suatu sistem perangkap struktur seperti antiklin
dan patahan ataupun gabungan ke duanya. Reservoar utama migas berumur
Miosen terdiri atas batupasir endapan delta dan pantai purba (Lapangan
Arjuna, Lalang), maupun batugamping terumbu (Lapangan Arun, Mudi).

47
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Strategi eksplorasi migas untuk menemukan cadangan-cadangan minyak di


masa mendatang dapat di titikberatkan pada :

(1). Melakukan intensifikasi aktivitas eksplorasi di daerah mature yang


sudah berproduksi atau yang sudah diketahui potensi migasnya
dengan cara:
• Berorientasi pada pengembangan struktur lapangan yang menwajibkan
para ahli eksplorasi untuk lebih memperhatikan aspek analisis mikro
agar dapat lebih rinci, spesifik dan kuantitatif melalui interaksi dengan
para ahli produksi.
• Mengaplikasikan konsep-konsep eksplorasi/geosains terbaru (sequence
stratigraphy concept) dan ditunjang dengan aplikasi pengolahan
seis­mic mutakhir seperti seismic 3-D, AVO, dan seismic atribut akan
sa­ngat membantu di dalam pemahaman geometri reservoar untuk
me­nemu­kan cadangan-cadangan migas baru pada suatu kawasan
mature, maupun untuk pengembangan lapangan migas marginal
yang banyak tersebar di berbagai cekungan produktif yang selama
ini be­lum dikembangan secara optimal. Sebagai contoh adalah yang
per­nah dilaksanakan Pertamina bersama LEMIGAS di lapangan Sopa
yang dapat memberikan arahan kegiatan eksplorasi lanjut maupun
pengem­bangan lapangan.
• Proses seismic yang lebih akurat. Kondisi sekarang ini pendekatan
seismic 3 dimensi baru mampu mendeteksi ketebalan lapisan di
atas 40 feet. Dilain pihak banyak lapisan reservoar yang mempunyai
lapisan kurang dari 40 feet tetapi mempunyai pelamparan yang luas,
sehingga merupakan tempat penyimpanan hidrokarbon yang cukup
berarti. Pendekatan teknologi untuk proses seismic di masa mendatang
diharapkan mampu mendeteksi lapisan reservoar kurang dari 40 feet.
• Disamping itu metoda soft computing, adalah salah satu cabang ilmu
pengetahuan yang makin lama makin penting untuk meramalkan
berbagai kinerja reservoar melalui beberapa response terukur, seperti
response gelombang seismic, respon tekanan reservoar, respon aliran
fluida reservoar dan lain-lain. Termasuk di dalamnya adalah neural
network analysis, tracer analysis, fine grid block reservoar modeling

48
Manajemen Penelitian

dengan jumlah grid block lebih dari satu juta yang dengan teknologi
sekarang ini belum terjangkau. Metoda semi-deterministik geostatistik
yang menggabungkan keleluasaan metoda statistik berdasarkan
respon terukur dari seismic atau dari well testing dapat digunakan
untuk menggambarkan penyebaran lapisan reservoar secara lateral.
• Reevaluasi petroleum system yang akan sangat membantu di dalam
usaha pencaharian reservoar migas baru (new hydrocarbon play)
terutama untuk menemukan target reservoar dalam (batuan Paleogen)
yang sampai saat ini belum dikembangkan secara intensif ataupun
plays baru pada zona produkttif yang diketahui dengan melihat
kemungkinan diketemukannya reservoar baru maupun perangkap-
perangkap stratigrafi (pelensaan reservoar) maupun kombinasinya
dengan perangkap struktur. Sebagai contoh adalah usaha penemuan
play baru pada reservoir batupasir berumur Eosen – Oligosen di
cekungan belakang busur di kawasan Indonesia Bagian Barat.

(2). Ekstensifikasi kegiatan eksplorasi untuk menemukan cadangan


minyak di kawasan frontier melalui:
• Pengembangan eksplorasi laut dalam di beberapa daerah di Kawasan
Timur Indonesia, seperti halnya Cekungan Selat Makassar Utara,
Cekungan Bone yang terbukti mengandung hidrokarbon, akan
sangat membantu di usaha penemuan cadangan migas baru di masa
mendatang. Karena berada pada laut dalam maka teknologi tension
leg platform (TLP) adalah salah satu bentuk teknologi canggih yang
dapat memenuhi kebutuhan pemboran di kawasan tersebut
• Pengembangan potensi migas di kawasan cekungan busurmuka Su­
matra-Jawa yang diinterpretasikan potensial akan kandungan hidro­
karbon.
• Pengembangan eksplorasi migas batuan Pratersier di Kawasan Timur
Indonesia yang sudah terbukti potensial akan kandungan migas.
Sebagai contoh adalah lapangan gas Wiriagar, Irian Jaya.

49
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Produksi

Peningkatan Produksi Melalui EOR/IOR, Karakterisasi dan Manajemen Re­


ser­v­oir.

• Secara umum, untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi


migas nasional, usaha-usaha yang harus dilakukan, diantaranya:
EOR, reservoir characterization dan manajemen. Data yang ada me­
nunjukkan bahwa di Amerika Serikat 90% peningkatan cadangan
diperoleh melalui reservoir characterization dan manajemen terhadap
lapangan-lapangan tua. Di Indonesia jumlah lapangan-lapangan tua
lebih dari 60%. Disamping itu karakteristik lapangan-lapangan tua di
Indonesia hampir sama dengan karakteristik lapangan-lapangan tua di
tempat-tempat lain di dunia. Karakteristik tersebut antara lain adalah
tingginya kadar air dan produksi gas yang berlebihan.
• Peningkatan cadangan migas ini juga dapat dilakukan melalui
pendekatan klasik yang ada selama ini yaitu dengan menggunakan
metoda peningkatan pengurasan (EOR). Hal ini dapat dilaksanakan
melalui pendesakan polimer, mikroba, CO2 , surfaktan dan lain-lain.
Secara teoritis pendesakan EOR dapat meningkatkan cadangan hingga
maksimum pengambilannya mencapai lebih dari 60%, sedangkan
tanpa menggunakan metoda EOR maksimum pengambilannya
hanta sebesar 40%. Dengan demikian akan terdapat kenaikan jumlah
cadangan sebesar 20%. Hasil yang didapat oleh penerapan EOR di
Indonesia memperlihatkan kecenderungan peningkatan produksi
minyak yang cukup berarti. Sebagai contoh, produksi yang dihasilkan
oleh penerapan EOR mencapai 120 juta barel per tahun pada tahun
1995 dibandingkan dengan produksi total sebesar 580 juta barel
(sumber: TECP). Penerapan teknik EOR seperti injeksi uap di lapangan
Duri (Caltex) sejak pertengahan 1980an dan penerapan injeksi air
secara intensif di lapangan Minas dan Zamrud (Caltex) menyumbang
kontribusi yang cukup besar.
• Karakterisasi reservoar adalah membuat model geologi dan engi­
neering yang menggambarkan arsitektur reservoar dan distribusi
hidrokarbon di dalamnya, yang antara lain dipakai untuk keperluan

50
Manajemen Penelitian

deliniasi. Model reservoar memasukkan aspek heterogenitas dari


skala gigaskopik hingga kepada tingkat skala pori. Deliniasi ini juga
akan mencakup parameter-parameter reservoar yang terukur seperti
permeabilitas reservoar, reservoar barier dan arah aliran hidrokarbon
di dalam reservoar dan lain-lain. Pemodelan ini kemudian dilanjutkan
dengan pemodelan aliran fluida di dalam reservoar. Setelah melalui
beberapa pengujian secara seksama, maka peningkatan cadangan ini
dapat dilakukan melalui pemboran pada daerah-daerah yang tidak
terjangkau dengan model sebelumnya.
• Peningkatan cadangan pada lapangan tua hanya bisa dicapai melalui
kegiatan terpadu antar berbagai disiplin ilmu seperti geofisika,
geologi, formation evalution, reservoir engineering, welltesting dan
reservoir simulation. Pada lapangan tersebut biasanya sisa cadangan
yang masih mungkin diproduksikan dari reservoar-reservoar yang
memiliki kualitas buruk dalam artian tidak kondusif bagi aliran
minyak. Mobilitas minyak yang rendah tersebut dapat menyebabkan
tidak ekonomisnya proses produksi. Masalah yang secara dominan
disebabkan oleh kekompleksan kondisi geologi Indonesia tersebut
membutuhkan perhatian khusus atas penguasaan kondisi setempat
(local knowledge), pemilihan metoda yang tepat (tidak berarti harus
yang tercanggih), validitas data, dan kualitas operator. Peningkatan
kualitas sumber daya manusia operator-operator lokal dan kegiatan
litbang yang berorientasi pada pemecahan masalah adalah alternatif
yang dapat dianggap terbaik.
• Usaha eksploitasi lapangan-lapangan marjinal (marginal fields) yang
jumlahnya cukup banyak di Indonesia. Tantangan yang harus dihadapi
dalam hal ini adalah dalam aspek keekonomian yang selalu dihadapkan
pada kendala-kendala antara lain jumlah deposit yang terbatas, jarak
yang jauh dari pasar (buyers), harga migas yang berfluktuasi, dan
insentif yang kurang menarik bagi investor. Sampai sejauh ini belum
banyak yang dicapai dalam eksploitasi lapangan-lapangan marjinal
di Indonesia. Salah satu pendekatan yang dapat dianggap sebagai
paket pemecahan masalah adalah penggunaan metoda yang tepat
dan murah (mis: memanfaatkan produksi berlebihan gas associated
dari lapangan atau reservoar sekitar bagi proses produksi secara gas

51
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

lift, penempatan proses produksinya secara tepat pada kerangka yang


lebih besar (mis: produksi terintegrasi dengan lapangan lain yang
ekonomis), dan insentif atau bagi hasil yang menarik bagi kontraktor.
Untuk itu perlu diciptakan suatu regulasi yang memungkinkan
kerjasama antar operator untuk mengembangkan lapangan minyak
yang letaknya bersebelahan.
• Berbeda halnya dengan yang terjadi pada cadangan minyak tersisa,
cadangan gas tersisa dalam jumlah yang besar lebih merefleksikan
sebagai cadangan yang memang belum diproduksikan sebagai
bagian dari strategi pengembangan daripada sebagai refleksi
ketidakmampuan dalam memproduksikannya. Sehubungan dengan
kenyataan tersebut maka diperlukan usaha-usaha keras untuk
menggalakkan pemakaiannya di dalam negeri antara lain sebagai
substitusi bahan bakar minyak yang produksinya cenderung untuk
menurun. Kebijakan Insentif Gas Domestik merupakan salah satu
kebijakan yang dapat memacu pemakaian gas.

Kebijakan Pemerintah

Meningkatnya aktivitas di bidang hulu migas akan sangat ditentukan oleh


terdorongnya para investor untuk melakukan kegiatan di Indonesia, yang
dipengaruhi faktor-faktor kondusif seperti insentif yang menarik, data dan
informasi yang lengkap, rinci dan siap pakai. Perlu juga dicatat beberapa
kondisi yang lain seperti keamanan operasi/tegaknya hukum dan ketertiban,
kepastian aturan dan dihilangkannya berbagai hambatan-hambatan lainnya
terhadap kegiatan bisnis perminyakan ini.

Agar perusahaan-perusahaan murni nasional ataupun perusahaan daerah,


kecil atau menengah, terdorong terjun di bisnis perminyakan, perlu difikirkan
perangsang-perangsang khusus, terutama agar mereka tidak ‘start’ jauh di
belakang perusahaan-perusahaan multinasional lain yang sudah sangat kuat.
Perangsang-perangsang tersebut dapat berupa data dan informasi yang lebih
‘murah’, pendidikan dan latihan yang ‘hampir gratis’, pembinaan manajer-
manajer yang handal dan yang tak kalah pentingnya, dukungan teknologi
dan litbang yang murah untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan

52
Manajemen Penelitian

operasi perusahaan-perusahaan kecil tersebut. Dengan upaya demikian


diharapkan akan tumbuh puluhan bahkan ratusan perusahaan-perusahaan
kecil tipe Wonocolo yang sudah dipermodern dan dicanggihkan. Walaupun
berskala kecil, akumulasinya akan sangat signifikan bagi peningkatan
produksi nasional, menumbuhkan rantai kegiatan jasa yang luas dan
pembukaan lapangan kerja yang cukup besar. Diharapkan RUU Migas dapat
mengakomodasikan kebijakan-kebijakan tersebut nantinya.

Bidang Hilir

Di bidang hilir, masalah keberlangsungan migas terfokus pada keamanan


penyediaan bahan baku dan produk , kemampuan rantai produksi BBM,
penyimpanan, pengangkutan /distribusi dan penjualan, serta harga yang
kompetitif. Untuk itu di bidang hilir diperlukan lebih banyak pemain. RUU
migas telah mengakomodasi kebijakan tersebut. Yang perlu diperhatikan
adalah bagaimana perusahaan-perusahaan nasional yang sudah ada
tetap dapat menjadi pemain utama yang berkelas dunia dan kompetitif,
berdampingan dengan perusahaan-perusahaan multinasional dan
bagaimana dapat tumbuhnya perusahaan-perusahaan murni nasional
lainnya. Untuk itu diperlukan suatu strategi yang jitu bagi transisi status
sekarang ke status era UU Migas yang baru. Antara lain adalah perlunya
secara bertahap pemberian peran kepada pemain-pemain baru, misalnya
dimulai dulu dari kegiatan paling hilir ( eceran, distribusi), kemudian baru ke
sektor penyimpanan dan produksi. Dalam penentuan kebijakan pemerintah,
pengusaha kecil menengah harus ditumbuhkan. Sebagai contoh, semua
kegiatan eceran/SPBU di Malaysia diutamakan untuk bumi putera. Penataan
semuanya itu akan merupakan tugas pemerintah dalam penentuan kebijakan
dan Badan Pengatur dalam pengaturan bidang hilir seperti yang telah
didefinisikan dalam RUU Migas.

53
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Status dan Strategi Penguasaan Teknologi Migas Secara Nasional


Masalah penguasaan teknologi seolah-olah telah menjadi sangat klasik
karena telah berulang kali dibahas di berbagai forum tapi masih tetap hanya
NATO ( no action talk only). Artinya ‘action’ tidak cukup dilakukan hanya
oleh pelaku litbang teknologi tapi harus oleh semua komponen dari sistem
kelitbangan teknologi. Komponen-komponen itu adalah lembaga riset dan
perguruan tinggi sebagai ‘produsen teknologi’, industri dan masyarakat
sebagai ‘konsumen’ teknologi, dan pemerintah yang berperan sebagai
pengatur terciptanya interaksi aktif atau ‘supply demand spontan‘ antara
komponen-komponen tersebut.

Dalam bahasan ini perlu dibedakan antara kemampuan penguasaan


teknologi, peluang penguasaan teknologi dan penguasaan teknologi
berdasarkan kriteria masing-masing.

Secara nasional kita memiliki kemampuan penguasaan teknologi migas atau


kemampuan memproduksi teknologi karena semua persyararatan dimiliki,
yaitu sumberdaya manusia, lembaga litbang dan perguruan tinggi sebagai
produsen teknologi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi dan Pusat
Penelitian Geologi Kelautan dapat berperan untuk penyelidikan umum
geologi, eksplorasi maupun untuk masalah-masalah kebumian lainnya. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS
untuk masalah-masalah spesifik migas. ITB, UGM, UPN, TRISAKTI, memiliki
jurusan-jurusan perminyakan, dan berbagai perguruan tinggi lainnya dalam
bidang proses yang terkait dengan hilir migas.

Peluang penguasaan teknologi juga besar karena tantangannya ada di


depan mata. Seluruh kegiatan migas, hulu atau hilir memerlukan setiap
waktu inovasi-inovasi baru dalam rangka menemukan sumber-sumber dan
mengoperasikan dengan cara lebih murah, aman dan ramah lingkungan.
Industri migas hulu dan hilir memiliki lapangan minyak dan gas, kilang-kilang
minyak dan LNG, yang semuanya itu merupakan laboratorium lapangan yang
sangat berharga. Perancis yang hanya memiliki lapangan minyak kecil didekat
Paris menghasilkan banyak inovasi baru. Korea Selatan dan Cina yang dulu
hanya memiliki kilang-kilang kuno sekarang sudah menawarkan teknologi
proses mereka yang mampu bersaing dengan UOP di Amerika.

54
Manajemen Penelitian

Industri migas hulu dan hilir di Indonesia yang skala kegiatannya cukup besar
merupakan potensi besar sebagai pasar atau pembeli teknologi. Di migas
hulu, biaya operasi dapat mencapai $ 5 miliar dollar per tahun, sekurangnya
10% atau $ 500 juta dikeluarkan untuk membeli produk dan teknologi. Yang
diserap kemampuan dalam negeri tidak sampai 1% nya.

Dari segi penguasaan teknologi, belum lagi tercapai dengan baik karena
kriteria keberhasilannya belum terpenuhi yaitu :

• Sangat sedikitnya kegiatan penelitian dan pengembangan untuk


menghasilkan teknologi baru. Banyak kegiatan hanya untuk ‘problem
solving ‘ yaitu pesanan industri.yang lebih bersifat aplikasi metode
ilmiah yang ada.
• Masih sedikitnya dihasilkan produk teknologi yang bernilai hak cipta
intelektual. Hak cipta adalah produk teknologi baik berupa metode,
proses, produk, perangkat keras atau lunak, karya tulis.
Salah satu contoh teknologi khas Indonesia adalah Duri Steam Flood
yang berlokasi di Riau yang diciptakan pada tahun 70-80an. Jadi
pertanyaan apakah ini dikukuhkan sebagai hak cipta dan bilamana
merupakan ‘cost recovery’ apakah hak ciptanya menjadi milik nasional.
Kasus serupa banyak terjadi di perusahaan-perusahaan lain. (catatan:
Di masa datang pemerintah harus lebih jeli dan lebih selektif di dalam
kepemilikan teknologi yang dihasilkan, seharusnya 85% atau sesuai
dengan split,dan mengusahakan agar unsur-unsur nasional dapat
terlibat secara aktif dalam kegiatan - kegiatan penelitian tersebut. Di
samping itu, Badan Pelaksana nantinya, hendaknya diperkuat dengan
suatu technical board untuk antara lain ikut membantu pengambilan
keputusan dalam hal-hal teknis namun sangat berdampak kepada
biaya).
• Belum tumbuhnya badan-badan usaha komersial yang kegiatannya
menampung dan menjualkan teknologi, yang dihasilkan di dalam
negeri, baik produk maupun jasa, kepada industri migas di dalam atau
di luar negeri. Dengan sendirinya masih sedikitnya lapangan kerja yang
tumbuh sebagai efek multiplikasi kegiatan litbang. Sebagai contoh di
Perancis tumbuh ratusan bahkan ribuan perusahaan kecil menengah

55
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

untuk memproduksi dan memasarkan produk-produk teknologi dari


lembaga-lembaga penelitian. Jadi teknologi belum merupakan bagian
mata pencaharian masyarakat kita.
• Masih sedikitnya tenaga-tenaga ahli spesialis migas berkelas dunia dari
Indonesia, yang biasanya dihasilkan dari lembaga-lembaga litbang.
Akibatnya terpaksa dipakai tenaga-tenaga asing yang biayanya dapat
mencapai 10-20 kali tenaga nasional yang tentu juga membebani
negara dalam sistem bagi hasil.
• Masih langkanya nama-nama Indonesia yang muncul dalam jurnal-
jurnal ilmiah kaliber dunia.
• Masih belum adanya kerjasama erat lembaga litbang dan perguruan
tinggi sesuai kompetensinya dalam satu mata rantai penciptaan
teknologi ( perguruan tinggi ke arah konsep-konsep lebih mendasar,
lembaga-lembaga litbang ke penciptaan teknologi)

Dengan demikian tahapan penguasaan teknologi migas kita masih pada


pemakaian teknologi yang ada untuk keperluan operasi produksi. Teknologi
belum lagi menjadi suatu mata pencaharian masyarakat atau belum menjadi
suatu ‘profit center’. Strategi dan kebijakan pemerintah selama ini di bidang
teknologi belum tepat sasaran. Berbagai peluang penguasaan teknologi
selama 30 tahun terakhir ini hilang percuma.

Adanya kenyataan tersebut menimbulkan pertanyaan, salahnya dimana,


apanya atau siapa yang salah.

Penyebabnya adalah tidak adanya kondisi kondusif yang mendorong


berjalannya mesin riset lembaga-lembaga tersebut dan mendorong
terjadinya ‘jual beli’ antara produsen dan konsumen teknologi tersebut di
atas. Di samping itu sistem migas kita selama ini tidak membuat perusahaan-
perusahaan merasa terdorong untuk mengembangkan teknologi atau
memakai teknologi yang lebih handal karena tidak merasa mendapat insentif
untuk melakukan efisiensi.

Kondisi yang kondusif tersebut harus diciptakan pemerintah dengan langkah-


langkah sebagai berikut :

56
Manajemen Penelitian

• Pemerintah memberikan tantangan kepada lembaga-lembaga litbang


dan perguruan tinggi untuk menciptakan teknologi, realisasinya
adalah pendanaan yang wajar bagi program-program penelitian yang
memiliki prospek inovasi. Industri tidak dapat diharapkan mendanai
proyek-proyek inovasi karena keperluan mereka adalah ‘problem
solving’ yang ‘quick yielding’. Agar akuntabitasnya jelas, pendanaan
bersifat kontraktual dan dengan pengawasan teknis yang tajam.
• Untuk keperluan tersebut, pemerintah harus mengalokasikan dana
‘depletion premium’ migas, cukup sebesar 1% dari nilai minyak dan gas
yang dihasilkan. Dana terutama diarahkan untuk investasi perangkat
penelitian, pembinaan sumberdaya manusia dan pembiayaan pro­
gram-program riset inovatif agar semua lembaga-lembaga tersebut
siap bersaing. Diharapkan UU Migas nanti dapat dijabarkan untuk
menelorkan kebijakan ini. Peranan Departemen Energi dan Sumber
Daya Mineral dan Departemen Keuangan sangat penting di sini.
• Pemerintah lebih memberdayakan litbang nasional dalam membantu
dalam pengelolaan kontraktor bagi hasil di sektor hulu dengan tujuan
meminimalkan biaya dan mengoptimalkan penerimaaan negara.
• Pemerintah meningkatkan penyelidikan sumberdaya migas di daerah-
daerah baru maupun daerah-daerah yang telah dikembalikan agar
negara memiliki bargaining power lebih besar dalam kontrak-kontrak
sehingga penerimaan negara dapat ditingkatkan.
• Pemerintah memberi insentif fiskal kepada perusahaan-perusahaan
yang melakukan kerjasama penelitian dengan lembaga-lembaga dan
perguruan tinggi di dalam negeri ataupun perusahaan-perusahaan
yang menjualkan produk-produk teknologi di dalam negeri.
• Pemerintah menciptakan sistem kelembagaan litbang yang otonomi,
akuntabel, dinamis (saat ini sistem ini belum ada). Diharapkan RUU
Ristek atau Siptek (Sistem Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) yang
sedang digodok DPR dapat mengakomodasikan dasar-dasarnya.

57
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

PENUTUP
Mempertahankan keberlangsungan migas sudah menjadi tekad negara kita.
Peluang masih menjanjikan walau tidak mudah. Strategi di bidang hulu dan
hilir harus lebih jitu dan didukung teknologi yang handal. Sistem regulasi
baru yang akan diterapkan perlu didayagunakan agar kegiatan migas tetap
tumbuh dan berkembang dan industri nasional di bidang migas hulu dan
hilir dapat terus menjadi pemain utama, nasional maupun internasional.
Kekeliruan kebijakan pengembangan teknologi migas di masa lalu hendaknya
dijadikan pelajaran sehingga di masa depan teknologi migas juga merupakan
suatu bagian dari kegiatan ekonomi dan juga merupakan mata pencaharian
masyarakat.

Ucapan terimakasih

Ucapan terimakasih disampaikan kepada Ir Barlian Yulihanto, Dr Wahyu


Jatmiko, Dr Hadi Purnomo, Dr Adiwar, Ir M Husen M Sc, Ir Nur Ahadiat, Ir
Irwandi Bachtiar, Dr Suprayitno dan rekan-rekan LEMIGAS lainnya yang telah
membantu dan berkontribusi dalam penyusunan makalah ini.

58
Manajemen Penelitian

Membumikan Inovasi dan Menata Litbang


Dalam Rakornas Ristek tanggal 27 Agustus 2013 di Taman Mini Indonesia
Indah Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyampaikan bahwa pasar bebas
Asean pada tahun 2015 akan membuka Indonesia terhadap arus barang, arus
modal, arus investasi dan arus pekerja trampil dan ahli. Maknanya adalah
hilangnya proteksi dan mengemukanya persaingan. Bila Indonesia tidak
siap, negara kita ini hanya jadi ajang negara konsumen dan berpendapatan
seadanya, tidak akan pernah akan menjadi salah satu negara ekonomi maju.

Beliau mengatakan bahwa tiga kunci kemajuan ekonomi Indonesia adalah


inovasi, sinergi dan daya saing. Artinya situasi tersebut di atas hanya
dapat dihindarkan dengan meningkatkan daya saing, dan peningkatan
daya saing utamanya adalah dengan melakukan perubahan, yaitu dari sisi
budaya hendaklah berpola pikir dan berbudaya unggul, dan dari sisi ilmu
dan teknologi harus mampu menghasilkan inovasi yang berdaya saing dan
mendukung kemandirian, dan daya saing itu sendiri harus diperkuat dengan
sinergi, antara lain sinergi antara lembaga litbang dengan industri.

Status perekonomian kita saat ini, menurut Hatta Rajasa, masih berbasis
ekspor bahan alam mentah yang masih sangat murah harganya, dan setelah
diolah dengan nilai tambah yang tinggi, diekspor lagi ke Indonesia. Dengan
cara perekonomian seperti itu, Indonesia kehilangan banyak peluang,
peluang pajak, peluang multiplier effect, peluang lapangan kerja, peluang
kemampuan teknologi dan sebagainya.

Sebagai contoh, biji nikel mentah bernilai $60 per ton sedangkan kalau
diolah menjadi $20000 per ton atau lebih dari 300 kalinya dan dalam rantai
produksinya dapat membuka ribuan lapangan kerja. Karena itu strategi ke
depan adalah menurunkan impor bahan baku industri dengan memakai
bahan baku hasil produksi dalam negeri dan menaikkan ekspor dengan
mengekspor barang-barang bernilai tambah tinggi.

Karena itu, perekonomian kita harus diubah menjadi knowledge based


economy. Knowledge atau pengetahuan tersebut harus diperoleh sendiri
melalui penelitian dan pengembangan dengan produk berupa inovasi untuk
meningkatkan nilai tambah sumberdaya alam kita.

59
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Bilamana kita melihat ke lembaga-lembaga penelitian di Indonesia, kalau


diinventarisasi, sudah banyak hasil penelitian berkualitas inovasi, namun
salah satu masalah utamanya adalah bagaimana membawa atau menerapkan
hasil penelitiannya ke masyarakat ekonomi Indonesia. Bagaimana caranya
hasil penelitian tersebut langsung dapat dinikmati masyarakat ekonomi dan
dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi, apakah itu berupa produk, proses,
metode atau informasi.

Salah satu ilustrasi tidak mulusnya transfer hasil inovasi di lingkungan


ESDM ke masyarakat ekonomi adalah Coal Water Mixture sebagai bahan
bakar industri. Penerapan teknologi ini akan banyak menurunkan biaya
energi industri dan tentunya akan meningkatkan daya saingnya. Potensi
penghematannya secara nasional dapat mencapai 1,2 trilliun rupiah
per tahun, jumlah tersebut akan makin besar karena harga minyak terus
meningkat sedangkan batu bara menurun. Teknologinya sudah dihasilkan
oleh Tekmira tapi aplikasinya di industrinya belum menonjol karena aturan
main litbang-industri belum tersedia. Tidak termanfaatkannya teknologi
ini oleh industri menyebabkan tidak berdayagunanya dana penelitian dari
pemerintah yang sudah dibelanjakan. Tekmira sendiri kehilangan ‘ royalty
opportunity” yang sebetulnya jumlahnya cukup signifikan apabila teknologi
tersebut dimanfaatkan, royalti itu sendiri akan dapat didayagunakan untuk
mengembangkan lebih lanjut teknologi perbatubaraan.

Ada baiknya untuk ilustrasi kita melihat suatu sistem interaksi lembaga litbang
dan masyarakat ekonomi di luar negeri yaitu lembaga perminyakan dan
energi baru Perancis atau sekarang bernama Institut Francais du Petrole et des
Energies Nouvelle (IFPEN). Lembaga yang berkekuatan hampir 1200 peneliti
ini dan hampir 50% diantaranya berpendidikan S3 termasuk pemenang
hadiah Nobel melakukan penelitian untuk mendukung industri perminyakan
dan energi baru di negara tersebut.

Pendanaan lembaga tersebut diperoleh dari persentase tertentu pemakaian


BBM di negara tersebut sekitar 300 juta euro atau 5 triliun rupiah per tahun.
Bentuknya adalah berupa block program yang dapat dipakai secara fleksibel
oleh IFPEN. Penilaian usulan anggaran dan evaluasi pelaksanaan dilakukan

60
Manajemen Penelitian

oleh suatu dewan penasehat/pengawas beranggotakan unsur-unsur di luar


lembaga dan dewan ilmiah (scientific board) dari para pakar yang relevan.

Setiap hasil inovasi lembaga tersebut kemudian ditawarkan lisensinya ke


industri besar maupun kecil untuk dapat diproduksikan atau dimanfaatkan.
Kalau perlu mengajak berkerjasama dengan swasta dengan modal bersama
untuk mendirikan perusahaan guna mengkomersialkan hasil inovasi tersebut.
Dengan cara demikian tidak ada hasil inovasi yang hanya tersimpan di laci.
Sekarang ini ada 15 perusahaan kategori besar yang sebagian besar sahamnya
dimiliki IFPEN dan puluhan perusahaan kecil dan menengah yang bermitra
untuk mengimplementasikan hasil-hasil penelitian IFPEN.

Skema serupa dapat kita temukan di lembaga-lembaga litbang di Australia


(CSIRO) maupun di Amerika (USDOE).

Indonesia dapat belajar kepada pengalaman IFPEN tersebut. Artinya hasil-


hasil inovasi litbang kita ditawarkan ke perusahaan-perusahaan dengan
skema yang menguntungkan pihak mitra secara keekonomian. Bilamana ada
unsur resiko atau beban modal yang tidak mampu ditanggung mitra swasta,
maka pemerintah dapat menawarkan insentif. Dengan cara demikian tidak
ada hasil inovasi litbang yang hanya tersimpan percuma.

Hatta Rajasa mengatakan bahwa di dalam Undang-undang Ristek sudah ada


klausul PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang mengatakan bahwa
lembaga litbang dapat memakai langsung dana PNBP, suatu mekanisme yang
akan dapat mendongkrak kinerja lembaga litbang dan terbinanya kemitraan
litbang-industri. Namun apa daya, kata beliau selanjutnya, ketentuan ini
dianggap tidak sinkron dengan Undang-undang Keuangan Negara. Inilah
yang harus segera dibenahi kalau ingin menjadikan lembaga litbang sebagai
salah satu motor penggerak ekonomi kita.

Kepala Badan Litbang ESDM, dalam acara Seminar Alih Teknologi 30 Agustus
2013 telah menggambarkan dengan jelas Pola Kerjasama Pemerintah, Dunia
Usaha dan Akademisi. Pola tersebut sudah sangat tepat menggambarkan
peran dan interaksi antara Akademisi, Bisnis, dan Government (ABG). Namun
tetap dirasakan bahwa implementasinya memerlukan penataan sistem dan

61
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

proses yang didukung payung hukum yang kuat sehingga interaksi tersebut
terjadi.

Karena cara kemitraan tersebut tetap belum ada atau belum jelas mekanisme
atau payung hukumnya, maka langkah pertama sekali adalah disusunnya
dan dikukuhkannya mekanisme dan payung hukum yang jelas. Mekanisme
dan payung hukum ini dapat dikeluarkan Kementerian ESDM dari segi
legalitas kemitraan maupun pelaksanaan operasional kemitraannya, dan oleh
Kementerian Keuangan dari segi pengaturan keuangannya, baik anggaran
penelitian, insentif maupun penerimaan pembayaran lisensi kepada atau
dari pihak mitra swasta.

Substansi pokok dari aturan tersebut adalah diberikannya otonomi kepada


lembaga litbang, baik otonomi di bidang pengelolaan dana, otonomi dalam
pengelolaan sumber daya manusia, serta otonomi untuk bermitra dengan
industri.

Otonomi pengelolaan dana dimaksudkan kewenangan mengatur dan


menggunakan dana yang diperoleh dari pemerintah untuk melakukan
penelitian dan pengembangan teknologi maupun dari swasta untuk
membantu industri dalam penerapan teknologi yang dihasilkan. Prosedurnya
harus sederhana dan fleksibel sesuai dengan gerak pasar, pelanggan atau
industri yang sifatnya dinamis dan fluid. Penganggaran dana secara block
program adalah metode yang cukup bagus. Aspek pengawasan yang cermat
tetap dilakukan melalui suatu komite yang berunsurkan kementerian ESDM
dan Keuangan.

Otonomi pengelolaan sumberdaya manusia dimaksudkan kewenangan


merekrut mengatur dan menggunakan sumberdaya manusia atau tenaga ahli
sesuai keperluan, baik itu PNS atau tenaga ahli swasta yang berbasis kontrak
berjangka waktu fleksibel. Hal ini diperlukan karena penanganan penelitian
bersifat multidisiplin dan tenaga ahli spesialis sangat diperlukan meskipun
hanya untuk waktu tertentu.

Otonomi dalam membina kemitraan dimaksudkan lembaga litbang dapat


melaksanakan kontrak-kontrak kerjasama atau pelayanan tanpa melalui
prosesur birokrasi pemerintah yang struktural karena kemitraan dengan

62
Manajemen Penelitian

pelanggan swasta atau industri sifatnya mikro dan teknis dan selalu muncul
dalam perjalanan kegiatan lembaga litbang tersebut, tidak sama dengan kerja
sama instansi pemerintah yang umumnya bersifat struktural dan lebih makro.

Jadi dapat dianalogikan bahwa lembaga litbang adalah suatu entitas “pseudo
badan usaha”, dalam hal ini pemerintah maupun industri merupakan
pelanggan dari lembaga litbang tersebut. Sistem tersebut, di samping
dapat mengakomodasi lahirnya inovasi baru, juga terkelolanya dengan baik
lembaga litbang, yang karena keunikannya, sering dijuluki “managing of the
unmanageable”.

Mudah-mudahan sumbangan pikiran pendek ini dapat bermanfaat dan


membuka celah untuk penataan lembaga litbang yang “innovation
productive”.

63
2
Penelitian dan
Pengembangan
Teknologi Proses
Migas

65
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Pentingnya Menguasai Teknologi Kunci


Industri proses migas di Indonesia mencakup pengolahan atau pengilangan
minyak, fabrikasi LNG dan LPG yang terutama dimiliki Pertamina, fabrikasi
bahan dasar petrokimia seperti aromatik, yang juga dihasilkan Pertamina,
olefin, yang dihasilkan PT Chandra Asri, industri pupuk yang dihasilkan
beberapa BUMN, serta etanol yang diproduksi beberapa perusahaan swasta.

Penguasaan teknologi proses migas dimaksudkan sebagai kemampuan


menciptakan rancangan dasar proses-proses pengolahan migas tersebut,
rancang bangunnya, manufaktur peralatannya dan pengoperasian
industrinya.

Indonesia sendiri sebetulnya sudah familiar dengan Industri kilang minyak


sejak didirikannya kilang Pangkalan Brandan di Sumatera Utara pada tahun
1890, tidak lama setelah Aeilko Jans Zeilker dari Belanda memproduksi minyak
pertama kali di Indonesia di Telaga Said di Langkat, di kawasan yang sama.

Kilang-kilang minyak, LNG, LPG, pabrik-pabrik pupuk, metanol, aromatik


dan olefin sudah sepenuhnya dioperasikan oleh ahli-ahli Indonesia dengan
baik. Sementara itu kemampuan rancang bangun juga sudah dimiliki oleh
tenaga-tenaga Indonesia seperti oleh Rekayasa Industri, IKPT, Tripatra, yang
juga sudah melaksanakan rancang bangun di mancanegara.

Kemampuan pabrikasi peralatan seperti tanki, vessel, reaktor, perpipaan


juga sudah dimiliki sebagian oleh perusahaan-perusahaan lokal di Indonesia
sehingga kandungan lokal pembangunan pabrik sudah makin meningkat.

Namun penguasaan teknologi proses pada ‘kunci teknologinya sendiri’ masih


amat minim dari dalam negeri. Semua teknologi dasar dari industri ini masih
merupakan lisensi asing seperti teknologi katalisa, teknologi pemisahan,
teknologi kontrol proses. Berbagai macam proses yang dioperasikan dalam
berbagai unit-unit proses di industri tersebut, hampir semua teknologinya
merupakan lisensi asing. Bahan pembantu proses seperti katalis dan pelarut
juga masih lisensi teknologinya dan diimpor bahannya.

Karena itu tujuan jangka panjang penelitian teknologi proses di Lemigas


adalah untuk menghasilkan teknologi proses itu sendiri yang selain

66
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Proses Migas

melepaskan ketergantungan dari lisensi asing, juga untuk menghasilkan


teknologi yang memiliki nilai tambah.

Laboratorium Proses Lemigas mulai dibangun sekitar tahun 1970an, dimulai


dengan membangun laboratorium karakterisasi minyak mentah dan
produk minyak, laboratorium analisa kimia, laboratorium teknik separasi,
laboratorium konversi dan katalisa dan kemudian laboratorium bioteknologi.
Para tenaga ahlinya yang senior pada umumnya berasal dari tamatan luar
negeri seperti Jerman, Rusia, Cekoslowakia, Australia. Kemudian dkrekrut
sarjana-sarjana baru dari perguruan tinggi dalam negeri dan dikirim ke luar
negeri seperti Perancis, Jerman, Australia, Inggeris, Jepang dan Amerika.

Dalam perjalanannya, Laboratorium Proses harus melayani banyak


permintaan dari industri migas, yang lingkupnya melebar dari teknologi
proses sendiri, baik di hulu maupun di hilir, untuk memecahkan masalah-
masalah aktual dan mendesak, bersifat jangka pendek serta menuntut
prioritas utama. Dengan demikian kegiatan dan hasil penelitian serta kajian
dari laboratorium ini menjadi sangat beragam.

Penelitian-penelitian di bidang proses yang dilakukan Laboratorium Proses


ini antara lain teknologi katalisa dan konversi, separasi, analisa kimia,
evaluasi berbagai minyak mentah Indonesia, evaluasi bahan baku minyak
pelumas dasar, kajian sistem aliran minyak kental, sistem aliran multisumber,
pembuatan membran untuk pemisahan gas, sintesa biodiesel, microba untuk
peningkatan pengurasan minyak, mikroba untuk pembersih tumpahan
minyak, konverter katalitik untuk gas buang, hidrogenasi, kajian pencemaran
lingkungan.

Penelitian teknologi proses, yang terkait dengan teknologi kunci kilang


minyak itu sendiri memerlukan tenaga ahli yang banyak dari berbagai disiplin
ilmu dan biaya penelitian yang besar. Kalau penelitian yang bersifat jasa
banyak dilakukan, tidak banyak penelitian teknologi kunci yang bisa selesai
sampai tuntas, untuk bisa dijadikan suatu lisensi teknologi. Kendalanya
adalah terbatasnya anggaran yang diberikan dari tahun ke tahun. Walaupun
demikian Laboratorium Proses tersebut telah berkontribusi banyak dalam
beragam kegiatan mendukung industri migas, hulu dan hilir dalam
memecahkan permasalahan-permasalahan aktual.

67
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Dengan adanya kebijakan ‘zero growth’ dari pemerintah yang sangat lama
dan tidak selektif dalam penerimaan pegawai menyebabkan timbulnya
‘generation gap’ di Laboratorium Proses, sehingga generasi senior sampai
masa pensiunnya tidak dapat mewariskan pengetahuan dan keahliannya
kepada generasi penerus dan banyak bidang-bidang keahlian tidak
tergantikan karena kurangnya penerimaan pegawai, hal mana secara
nasional sangat merugikan negara dan merupakan kemunduran kemampuan
teknologi bangsa. Untuk membangun kembali kemampuan laboratorium ini
akan diperlukan waktu lama, karena diperlukan peningkatan kembali jumlah
tenaga ahli dari berbagai disiplin dan meningkatkan kemampuan akademis
mereka melalui pendidikan yang lebih tinggi.

Teknologi Proses Konversi dan Separasi


Konversi dan separasi adalah jantung proses dalam teknologi pengolahan
minyak bumi dan petrokimia khususnya dan teknologi kimia pada umumnya.
Konversi mengubah suatu bahan menjadi bahan lainnya yang diinginkan,
yang biasanya memiliki nilai tambah yang lebih besar. Di dalam proses
konversi dihasilkan bahan yang diinginkan tersebut bersama-sama produk-
produk samping. Proses separasi memurnikan bahan yang diinginkan
tersebut dari bahan-bahan sampingan lainnya sampai kemurnian yang
diharapkan atau kemurnian yang memenuhi syarat kualitas.

Hampir seratus persen teknologi proses konversi dan separasi yang diterapkan
di Indonesia, baik di di industri migas, industri pupuk, industri petrokimia,
masih merupakan teknologi impor, yang lisensi dan patennya dikuasai oleh
pusat-pusat riset luar negeri. Untuk dapat memakai teknologi ini industri di
Indonesia harus membayar royalti dan pembelian bahan yang jumlahnya
bisa mencapai ratusan juta dollar per tahun.

Teknologi Konversi
Contoh konversi dalam pengolahan minyak dan gas bumi adalah mengubah
fraksi minyak berat, yang terdiri atas rantai karbon di atas 14 menjadi fraksi
minyak lebih ringan setara bensin dengan rantai karbon 5-8 atau minyak solar

68
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Proses Migas

dengan rantai karbon 8-12. Proses ini disebut perengkahan atau cracking.
Contoh lainnya adalah pengubahan fraksi ringan pada rantai karbon 5-8 tanpa
mengurangi rantai karbonnya, menjadi struktur kimia yang lain dengan tujuan
memperoleh kualitas yang memenuhi standar, misalnya bensin yang memiliki
angka oktan tinggi. Proses tersebut dinamai reforming atau reformasi. Contoh
lain adalah menghilangkan komponen-komponen berbahaya bagi kesehatan
seperti belerang dari fraksi minyak dan gas, dengan mengeluarkan komponen
tersebut dengan cara mengikatnya dengan senyawa lain dan kemudian
dipisahkan. Proses ini disebut pemurnian.

Teknologi konversi ini mulai berkembang sejak munculnya industri mobil


mulai abad ke 19. Teknologi mesin kendaraan terus berkembang, baik dari
segi ukurannya, kinerjanya, efisiensi bahan bakarnya. Namun perkembangan
tersebut juga menuntut peningkatan kualitas bahan bakarnya, baik dari
segi struktur kimianya, kemurniannya, sifat-sifat fisiknya. Mesin mobil yang
pertama tidak memerlukan angka oktan yang tinggi, pembakarannya
belum efisien, tenaga mesinnya juga masih rendah. Kemudian ditemukan
mesin yang menghasilkan tenaga yang lebih besar, pemakaian bahan bakar
yang lebih efisien, emisi gas beracun lebin sedikit. Namun mesin mobil ini
menuntut kualitas bahan bakar yang lebih baik, yang lebih mudah terbakar
dan kandungan pengotornya lebih sedikit. Sejak awal abad ke 20 mulai
ditemukan teknologi perengkahan, dilanjutkan proses reformasi, isomerisasi
dan polimerisasi yang mampu menghasilkan bensin berangka oktan tinggi.

Konversi dapat pula dibedakan dari jenis prosesnya, yaitu katalitik dan termal.
Konversi katalitik adalah proses konversi memakai bantuan katalis. Konversi
termal adalah proses konversi memakai bantuan panas. Selain itu di bidang
migas juga sudah mulai berkembang konversi secara bioproses, seperti
misalnya fermentasi, untuk menghasilkan bahan bakar alternatif pengganti
migas.

Perengkahan Katalitik

Dalam perengkahan katalitik diperlukan bahan pembantu yang disebut


katalis. Katalis adalah bahan yang diperlukan untuk terjadinya reaksi yang
dapat menghasilkan produk pada kondisi operasional yang cukup lunak
serta kualitas produk yang diinginkan. Dalam reaksi tersebut katalis hanya

69
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

bertindak sebagai fasilitator dan tidak ikut bereaksi atau berubah. Dalam
istilah kimia katalis dikatakan mampu menurunkan energi aktivasi yang
diperlukan agar reaksi dapat terjadi.

Perengkahan katalitik ada yang dalam suasana hidrogen dan ada yang tanpa
hidrogen. Hidrogen diperlukan agar hidrokarbon yang direngkah tetap
memiliki jumlah atom hidrogen yang cukup agar struktur molekulnya jenuh.
Hidrokarbon yang tidak jenuh cenderung tidak stabil dalam penyimpanan
dan menggumpal sehingga mengganggu kinerja mesin kendaraan.
Perengkahan tanpa memakai hidrogen menghasilkan hidrokarbon tidak
jenuh sehingga perlu diproses lanjut agar memenuhi syarat kualitas. Proses
tersebut disebut hidrogenasi.

Katalis yang dipakai dalam perengkahan katalitik bersuasana hidrogen yang


biasa disebut hydrocracking atau penghidrorengkahan adalah logam-logam
jenis transisi seperti tembaga, nikel, mangan, kobalt. Atom-atom logam ini
disebarkan di atas penyangga atau pendukung yang terdiri dari alumina.
Alumina berperan dalam memutus rantai hidrokarbon sedangkan logam-
logam transisi berperan untuk memasukkan atom hidrogen kepada rantai
yang tidak jenuh atau disebut hidrogenasi. Temperatur operasinya berkisar
antara 300-400 derajat Celcius dan tekanan operasi berkisar antara 40-150
atmosfir.

Katalis yang dipakai dalam perengkahan katalitik tanpa suasana hidrogen


disebut juga catalytic cracking. Bahan katalisnya adalah jenis alumina yang
bersifat asam. Sifat asam ini yang mendorong terjadinya pemutusan rantai
hidrokarbon yang panjang menjadi lebih pendek. Temperatur operasinya
berkisar antara 450-500 derajat Celcius dan tekanan operasinya berkisar
antara 0.7 atmosfir.

Perengkahan Termal

Perengkahan termal memakai pemanasan sampai suatu temperatur tertentu


sehingga rantai hidrokarbon terputus. Tujuannya bisa menurunkan viskositas
atau kekentalan umpan yang berupa residu agar memenuhi kualitas standar
bahan bakar jenis bahan bakar berat. Tujuan lain adalah memecah rantai

70
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Proses Migas

hidrokarbon menjadi pendek sekelas 2 atau 3 atom karbon yang kemudian


dijadikan bahan baku petrokimia seperti etilena dan propilena. Dalam proses
ini bahan baku dipanaskan dan diliwatkan dalam pipa-pipa panas sehingga
hidrokarbonnya memecah. Temperatur operasinya berkisar antara 500-600
derajat Celcius dan beroperasi pada tekanan sekitar 20-70 atmosfir.

Reformasi Katalitik

Contoh reformasi katalitik adalah reformasi katalitik yang mengubah fraksi


nafta (beratom karbon 5-7) yang angka oktannya rendah menjadi fraksi
reformat yang berangka oktan tinggi. Nafta tersebut umumnya terdiri dari
hidrokarbon berstruktur rantai karbon yang lurus sedangkan fraksi reformat
berstruktur rantai bercabang yang disebut senyawa alkil dan rantai berbentuk
cincin yang disebut senyawa aromatik. Katalis yang mampu mengubah
struktur tersebut pada kondisi yang lunak, yaitu temperatur dan tekanan
yang tidak terlalu tinggi, adalah dari logam-logam keluarga transisi seperti
tembaga, mangan dan platina. Biasanya platina yang paling efektif. Pada
katalis jenis ini, atom-atom platina disebarkan diatas senyawa penyangga atau
pendukung yang disebut alumina. Pada proses reaksi, atom platina menarik
molekul hidrokarbon ke arahnya dan di permukaannya terjadilah pelepasan
molekul hidrogen sehingga hidrokarbon tersebut menjadi tidak jenuh, dan
selanjutnya karena tidak jenuh, rantai hidrokarbon tersebut membentuk
cincin agar menjadi stabil. Dengan demikian terbentuklah senyawa aromatik.

Senyawa penyangga juga berperan sebagai katalis yang mengubah


hidrokarbon rantai lurus menjadi rantai bercabang. Proses ini disebut
isomerisasi. Katalis tersebut bersifat asam dan pada kondisi inilah terjadi
isomerisasi. Hidrokarbon bercabang mempunyai angka oktan yang lebih
tinggi dari hidrokarbon lurus. Dewasa ini hidrokarbon bercabang lebih
disukai dari hidrokarbon aromatik karena sebagai komponen bensin karena
senyawa aromatik mulai dibatasi pemakaiannya berhubung sifatnya yang
karsinogenik. Tekanan operasi proses ini berkisar antara 10-30 atmosfir dan
temperatur operasi berkisar antara 400-500 Celcius.

71
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Penelitian dan Pengembangan Teknologi Katalis

Kriteria utama kualitas suatu katalis adalah selektivitas, aktivitas, kondisi


operasional, umur, keramahan lingkungan, dan harga bahan. Selektivitas
adalah kemampuan untuk mengarahkan reaksi kimia seselektif mungkin
menghasilkan produk yang diinginkan dan seminim mungkin menghasilkan
produk samping. Aktivitas adalah kemampuan sebesar mungkin menghasilkan
produk yang diinginkan dalam satuan waktu reaksi atau disebut juga
kecepatan reaksi. Kondisi operasional adalah temperatur dan tekanan. Umur
adalah daya tahan fungsi atau umur operasional katalis tersebut. Keramahan
lingkungan adalah tingkat toksisitas dari katalis tersebut. Harga bahan yang
lebih rendah selalu diinginkan. Selektivitas dan aktivitas yang tinggi, kondisi
operasional yang lunak, umur operasi yang panjang, toksisitas yang rendah
serta harga bahan yang rendah akan menurunkan biaya investasi peralatan
dan biaya operasional dari proses tersebut. Karena itu upaya penelitian dan
pengembangan selalu terfokus kepada kriteria-kriteria di atas. Dari waktu
ke waktu selalu ditemukan katalis yang lebih baik dan ribuan paten telah
dihasilkan dari seluruh penjuru dunia, sehingga dapat ditemukan kondisi
operasi seperti tekanan dan termperatur yang lebih lunak.

Penelitian dan pengembangan katalis memerlukan waktu yang panjang,


melibatkan berbagai peralatan, memerlukan tenaga ahli dari berbagai disiplin
serta biaya yang besar. Berbagai peralatan dengan kecanggihan yang tinggi,
yang mampu mengamati dan menganalisa fenomena dan peri laku katalitik
sampai pada level molekuler dan atomik sudah banyak dikembangkan,
dan semua peralatan tersebut harus ditangani oleh ahli-ahli berpendidikan
tinggi. Pengkajian pada level molekuler dan atomik juga sangat berkembang
dan diwujudkan berupa pemodelan yang cukup prediktif sehingga sangat
membantu untuk mengarahkan penelitian pada arah yang benar dan
mencegah uji coba empiris yang terlalu banyak sehingga sangat signifikan
dalam menghemat biaya penelitian. Walaupun penelitian pada tahap “tabung
reaksi” atau molekuler dan atomik memberikan gambaran yang jelas dari
reaksi, penelitian tidak berhenti di sini karena tetap diperlukan penelitian
pada skala yang lebih besar, yaitu pada tahap mikro pilot dan pilot. Pada
skala yang lebih besar akan dipelajari perilaku industri dari reaksi, artinya di

72
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Proses Migas

sini terlibat aspek teknik kimia, seperti mekanika fluida, transfer panas dan
transfer massa dari bahan-bahan yang bereaksi dan katalisnya.

Penelitian dan Pengembangan Katalis di Lemigas

Laboratorium Katalis di Lemigas mulai dibangun tahun 1970an melalui


kerjasama dengan lembaga penelitian migas Perancis atau Institut Francais
du Petrole (IFP). Calon-calon ahli Lemigas juga dikirim ke sana untuk
dididik, pada tingkat S2 dan S3 serta melakukan penelitian di laboratorium-
laboratorium katalis IFP. Demikian juga ahli-ahli dari IFP datang ke Lemigas
untuk memberikan konsultasi pengembangan laboratorium.

Penelitian katalis Lemigas ditujukan untuk mendukung industri pengolahan


migas di Indonesia yang satu-satunya dioperasikan oleh Pertamina. Karena
itu banyak peneliti Lemigas yang terlibat dalam kegiatan studi dengan
Pertamina. Beberapa contoh adalah start up unit katalis di kilang baru
Pertamina di Cilacap (tahun 1976 dan 1986). Penelitian Visbreaking 1990.
Pembuatan biodiesel (1990), hydrotreating, zeolit, catalytic converter. Studi
seleksi katalis demetalisasi untuk AHRDM kilang Balongan. Dewasa ini
penelitian katalis mencakup antara lain desulfurisasi dengan oksidasi parsial,
konversi bioetanol menjadi etilena, dan hydroconversion untuk hidrokarbon
berat, baik dari yang berasal dari residu maupun tar batubara.

Penelitian katalis tidak akan pernah berhenti karena itulah salah satu jalan
terpenting dari pengembangan industri pengolahan migas dan petrokimia
yang juga selalu berkembang untuk memenuhi tuntutan-tuntutan baru
konsumen serta dorongan-dorongan untuk menciptakan produk-produk,
metode dan proses yang bernilai komersial sejalan dengan pertumbuhan
kesejahteraan umat manusia yang selalu menuntut yang lebih baik, lebih
murah, dan lebih ramah lingkungan.

Laboratorium penelitian katalis memerlukan ahli-ahli dari berbagai disiplin


ilmu seperti kimia molekuler, kima fisika, kimia katalitik, kimia analisis sifat-sifat
katalis, transfer massa, operasi teknik kimia dan pemodelan proses. Peralatan
yang diperlukan juga sangat beragam seperti analisis permukaan dan pori,
komposisi kimia, analisis penyebaran katalis (TEM, transmission electron

73
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

microscope, SEM, scanning electron microscope, XRD, x-ray diffraction), uji


kekerasan, uji pada skala micropilot, dan pada finalisasinya alat uji skala pilot,
serta berbagai alat-alat lainnya untuk makin melengkapi analisis karakter
suatu katalis.

Teknologi Separasi
Teknologi separasi atau teknik pemisahan tidak terlepas dari semua proses
di industri kimia, baik sifatnya untuk memisah-misahkan maupun untuk
pemurnian. Di industri migas, di kilang minyak misalnya, proses pertama
yang dilakukan adalah memisah-misahkan minyak mentah menjadi beberapa
fraksi minyak dari yang ringan sampai berat. Kriteria pemisahannya adalah
berdasarkan titik didihnya. Fraksi-fraksi ini yang menjadi cikal bakal bahan
bakar minyak, baik itu bensin, solar, minyak disel berat, bahan bakar industri
dan sebagainya. Semua fraksi tersebut menjalani proses lanjut, apakah proses
pemurnian ataupun konversi.

Proses separasi selalu berada di depan atau di belakang proses konversi.


Di depan bertujuan untuk membersihkan bahan baku dari pengotor yang
dapat mengganggu operasi konversi, dan di belakang untuk membersihkan
produk utama dari produk-produk samping, sampai produk utama memenuhi
kualitas standarnya.

Di bidang petrokimia dasar, seperti olefin dan aromatik, proses menjadi lebih
penting lagi karena produk kimia tersebut harus memiliki kadar kemurnian
yang sangat tinggi sebelum dipakai pada proses selanjutnya, misalnya dalam
proses polimerisasi untuk menghasilkan plastik atau serat sintetis.

Berbagai macam proses separasi dibedakan dari basis separasi yang dipakai.
Misalnya ada yang memakai bantuan panas seperti proses distilasi, memakai
bantuan pelarut seperti dalam ekstraksi, kombinasi distilasi dan ekstraksi yang
disebut distilasi ekstraktif, ekstraksi pada temperatur super kritis yang disebut
ekstraksi super kritik, memakai bantuan bahan penyerab seperti adsorpsi atau
memakai bahan lain yang berdasarkan perbedaan diffusi seperti membran.
Ada pula yang memakai proses pendinginan seperti kristalisasi. Proses yang
dipilih tentulah lebih dulu distilasi karena paling sederhana dan paling murah.
Kalau tidak mungkin dengan distilasi barulah dicari metode separasi lainnya.

74
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Proses Migas

Proses Distilasi

Dalam proses distilasi, pemisahan berdasarkan perbedaan titik didih dari


komponen-komponen yang dipisahkan. Apabila komponen-komponen
tersebut memiliki perbedaan tidik didih yang sempit maka peralatan
distilasinya jauh lebih rumit, yang dinyatakan dalam tingkat distilasi dari
menara distilasi, mirip seperti tingkat pada apartemen. Dalam setiap
tingkat terjadi proses pemurnian yang dilanjutkan pada tingkat selanjutnya.
Pemisahan senyawa-senyawa C8 aromatik misalnya dalam industri
petrokimia memerlukan proses distilasi lebih dari 200-400 tingkat sehingga
menara distilasi skala industrinya dapat mencapai ketinggian 90 meter.

Proses Ekstraksi

Proses ekstraksi memakai bantuan pelarut untuk memisahkan dua komponen


berbeda dalam umpan. Walau titik didihnya mirip, kedua komponen tersebut
memiliki perbedaan dalam karakter. Sebagai contoh senyawa hidrokarbon
lurus (parafin) dan hidrokarbon cincin (aromatik) memiliki sifat kepolaran yang
berbeda sehingga kalau dicampur dengan suatu pelarut yang polar (misalnya
sejenis amida) maka aromatik (yang polaritasnya lebih tinggi) akan tertarik ke
dalam pelarut amida tersebut dan meninggalkan parafin. Dengan demikian
terjadi dua lapisan campuran senyawa, yaitu ekstrak (aromatik dan pelarut)
dan rafinat (parafin dengan sedikit pelarut). Kedua lapisan tersebut kemudian
dipisahkan dan masing-masing kemudian menjalani proses lanjut, biasanya
proses distilasi, untuk memisahkan kembali pelarut dan pelarut kemudian
di daur ulang dan dikembalikan untuk proses ekstrasi umpan berikutnya.

Jadi di dalam proses ekstraksi terdiri dari dua tahap sehingga jelas lebih mahal
dari proses distilasi yang hanya satu tahap. Kriteria pemilihan pelarut adalah
selektivitas, aktivitas, perbedaan titik didih terhadap umpan, keramahan
lingkungan, daya tahan atau umur operasi, tingkat korosifitas terhadap
peralatan, dan harga. Selektivitas dimaksudkan kemampun tingkat pisah
antara dua komponen dari umpan, artinya dalam kasus di atas, aromatik
sangat larut dalam pelarut sedangkan parafin sangat sedikit larutnya.
Aktivitas dimaksudkan kapasitas pelarutan dari pelarut yang dinyatakan

75
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

jumlah aromatik terlarut per satuan berat pelarut. Perbedaan titik didih
pelarut dari umpan diperlukan agar pada pemisahan pelarut dari kedua
komponen dapat dilakukan secara distilasi. Keramahan lingkungan pelarut
dimaksudkan tingkat toksisitasnya. Daya tahan atau umur operasi artinya
pelarut tidak mudah rusak sehingga dapat dipakai untuk waktu yang lama.
Tingkat korosivitas artinya pelarut tidak korosiv terhadap instalasi proses.
Harga tentu saja akan menentukan keekonomian dan daya saing dari proses
tersebut.

Distilasi Ekstraktif

Dalam proses ini umpan yang terdiri dari dua komponen A dan B dicampur
dengan suatu pelarut, pelarut dan satu komponen A yang polaritasnya dekat
dengan pelarut akan membentuk suatu senyawa antara dengan suatu ikatan
lemah. Titik didih senyawa antara ini akan jauh berbeda dari komponen B
sehingga dapat dilakukan distilasi. Senyawa antara tersebut, kemudian
diuraikan kembali menjadi komponen A dan pelarut melalui distilasi. Dengan
demikan A dan B dapat dipisahkan.

Ekstraksi Super Kritik

Ekstraksi cara ini dilakukan pada temperatur dan tekanan di atas kritis dari
pelarut artinya pelarut sudah berupa fluida kritis dengan densitas yang cukup
tinggi. Pada kondisi ini pelarut akan mengekstrak salah satu komponen umpan
yang akan dipisahkan. Cara ini sering dipakai untuk memisahkan bahan alam
dari suatu produk nabati. Pelarut yang dipakai misalnya CO2. Cara ini juga
mulai dipakai dalam pengolahan migas misalnya memisahkan asphalten dari
komponen parafinik, karena pemisahan cara distilasi tidak memungkinkan
karena diperlukan temperatur tinggi yang berisiko perengkahan.

Adsorbsi

Proses ini memisahkan suatu komponen dari komponen lainnya memakai


bantuan bahan penyerab padat. Komponen yang satu dapat terserab

76
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Proses Migas

sedangkan komponen lainnya tetap lepas. Contohnya adalah pemisahan


senyawa-senyawa paraxylen, pemisahan kontaminasi merkuri dari gas alam.

Kristalisasi

Proses ini memanfaatkan perbedaan temperatur kristalisasi dari dua


komponen yang berbeda. Dengan cara pendinginan komponen yang satu
mengkristal lebih dulu dari yang lain. Biasanya ini dipakai untuk memisah-
misahkan hidrokarbon berat.

Pemisahan dengan Membran

Proses ini memanfaatkan perbedaan kemampuan diffusi pada suatu media


yang disebut membran. Contohnya adalah pada pemisahan senyawa-
senyawa non hidrokarbon seperti CO, H2S dari gas alam.

Penelitian dan Pengembangan Teknologi Separasi

Secara umum dapat disimpulkan bahwa proses separasi bersandar kepada


perbedaan suatu sifat fisik atau suatu sifat kimiawi. Pemilihan jenis pemisahan
akan selalu berdasarkan berbagai kriteria seperti disebutkan di atas, agar
didapat suatu proses yang efektif, mudah dioperasikan, ramah lingkungan
dan ekonomis.

Proses separasi yang merupakan proses fisika berbasiskan sifat-sifat fisika


dari komponen-komponen yang akan dipisahkan maupun bahan pembantu
pemisahan. Berbeda dengan sifat kimia yang lebih rumit, sifat-sifat fisika dan
termodinamika fluida dapat dikorelasikan dengan suatu model prediktif. Peri
laku gas misalnya, dapat dimodelkan dalam suatu persamaan keadaan pada
suatu lingkup kondisi tertentu. Pemodelan ini tentu saja berbasiskan data
eksperimental, yang kemudian dikorelasikan dengan sifat-sifat molekuler dari
senyawa dengan juga melihat termodinamika kesetimbangan dari larutan.
Model ini, walaupun masih empiris, masih memiliki kemampuan prediktif.

77
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Kemampuan pemodelan ini sangat membantu dalam penelitian proses


separasi dan juga dalam kegiatan perancangan proses separasi.

Di dalam operasionalisasinya di instalasi pabrik, maka yang juga berpengaruh


adalah sifat-sifat transfer massa dari komponen-komponen dalam fluida yang
akan diproses. Pengetahuan transfer massa juga sudah jauh berkembang
sehingga juga dapat dituangkan dalam permodelan untuk keperluan rancang
bangun.

Penelitian dan Pengembangan Teknologi Separasi di Lemigas

Di sisi aplikasi, penelitian teknologi separasi di Lemigas terarah kepada


karakterisasi minyak bumi Indonesia yang berasal dari puluhan lapangan
minyak di Indonesia. Hasil karakterisasi disebut Evaluasi Minyak Bumi
Indonesia atau Indonesian Crude Assays. Metode utama dari karakterisasi
ini adalah destilasi diikuti oleh analisa sifat kimia fisika dari setiap fraksi.
Dengan demikian telah terkarakterisasi ratusan minyak mentah dari berbagai
lapangan dan dari berbagai tahun pelaksanaan analisisnya. Informasi ini
dimanfaatkan dalam perancangan operasional kilang maupun dalam
penentuan harga minyak mentah.

Lemigas juga telah meneliti potensi minyak bumi Indonesia sebagai bahan
baku minyak pelumas dasar. Indonesia memiliki beragam jenis dan ciri minyak
bumi sehingga perlu dilakukan seleksi. Dalam penelitian seleksi bahan baku
tersebut, Lemigas meniru konfigurasi kilang Pelumas di laboratorium. Proses
pembuatan minyak pelumas dasar di kilang Pertamina berbasiskan teknologi
separasi seluruhnya, yaitu proses-proses distilasi atmosferik, distilasi vakum,
propane deasphalting, ekstraksi dengan pelarut furfural, dan dewaxing atau
pemisahan kadar lilin dengan cara kristalisasi dalam media metil etil keton.
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa dari seluruh minyak bumi Indonesia,
adalah minyak Minas dicampur dengan minyak Duri yang paling berpotensi
sebagai bahan baku minyak pelumas dasar.

Di sisi pengembangan, Lemigas memusatkan penelitian pada pengembangan


membran untuk memurnikan minyak pelumas bekas, dan untuk memisahkan
komponen kontaminasi atau non hidrokarbon dari gas alam. Telah

78
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Proses Migas

ditemukan jenis dan konfigurasi membran yang cukup selektif dan aktif
untuk memisahkan CO2 dari gas alam dan sudah siap diuji coba di lapangan
gas Pertamina.

Lemigas juga telah mengembangkan perangkat adsorbsi untuk memisahkan


merkuri dari gas alam dengan basis karbon aktif, memberikan hasil yang
menjanjikan, dan perangkatnya pada skala pilot sudah siap diuji coba di
lapangan gas Indonesia.

Masa Depan Teknologi Separasi

Teknologi separasi akan terus berkembang mengikuti perkembangan


industri kimia yang selalu memunculkan produk, proses dan metode baru
yang memerlukan solusi pemurnian. Demikian juga tuntutan komersial
memerlukan ditemukannya teknik separasi yang lebih ampuh, lebih ramah
lingkungan dan lebih ekonomis. Di Lemigas misalnya, pengembangan bahan
bakar nabati dari mikro alga membutuhkan teknik pemisahan minyak nabati
dari bahan mentah alganya, pengembangan fermentasi biomassa untuk
menghasilkan butanol memerlukan pemurnian butanol dari semua produk
samping fermentasi. Untuk mengurangi gas rumah kaca, diperlukan teknik
menangkap CO2 dari emisi pembangkit listrik berbahan bakar fossil, dan
sebagainya.

Penelitian di bidang teknologi separasi memerlukan para ahli di bidang


termodinamika, kimia organik dan kimia fisika, kimia molekuler, kimia
analitika, pemodelan kimia fisika dan pemodelan proses, transfer massa serta
operasi teknik kimia. Berbagai peralatan diperlukan di laboratorium penelitian
teknik separasi, seperti misalnya pengukuran kesetimbangan fasa, analisa
kimia fisika, unit uji mikro pilot berbagai jenis metode separasi, per angkat
lunak proses-proses separasi, dan pada waktunya juga diperlukan unit uji
proses separasi skala pilot.

79
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Metodologi Penelitian dan Pengembangan Teknologi Proses


Metodologi pelaksanaan penelitian menjelaskan langkah-langkah dan cara
yang akan dilalui oleh peneliti dalam mencapai tujuan penelitian. Untuk
menghasilkan suatu produk teknologi diperlukan tahapan kegiatan yang
cukup panjang dan tersistem. Pada gambar 2.1 disajikan suatu skema yang
menggambarkan langkah-langkah yang perlu dijalani agar dihasilkan suatu
produk yang memiliki kebaruan dan mempunyai nilai ekonomis yang bagus
serta siap dibawa ke calon pembeli atau pemakai. Skema tersebut adalah
untuk penelitian suatu proses untuk menghasilkan suatu produk, namun
secara umum, langkah-langkah yang ditempuh juga serupa untuk tujuan
penelitian yang lain.

Perumusan Ide Awal

Rencana program penelitian harus disusun dengan cakupan dari penelitian


awal sampai akhir sehingga dihasilkan produk yang diinginkan dan siap
untuk masuk pasar.

Tahap awal adalah menentukan penelitian apa yang akan dilakukan. Untuk
itu perlu diinventarisasi teknologi apa yang diperlukan industri migas yang
cakupannya sangat luas.

Di bidang pengolahan minyak menjadi produk-produk bahan bakar atau non


bahan bakar, diperlukan berbagai jenis katalis yang dapat bertahan lama dan
berbiaya murah, metode pemisahan dan pemurnian yang selektif, sederhana
dan hemat energi. Di bidang aplikasi pelumas, diperlukan pelumas yang dapat
bekerja pada kondisi mesin yang keras, tahan lama dan ramah lingkungan.

Bidang-bidang kegiatan yang berbasis teknologi tersebut, dapat diuraikan


lagi menjadi ribuan komponen, produk, metode atau proses.

Dari kajian dan inventarisasi tersebut kemudian diinventarisasi dan diseleksi


mana yang layak untuk dikembangkan. Sang peneliti harus jeli di bagian mana
dapat dihasilkan terobosan teknologi. Kriterianya adalah bidang teknologi
yang kritikal diperlukan, dan memiliki pangsa pasar yang besar.

80
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Proses Migas

Catatan: Perumusan ide awal ini juga berlaku untuk penelitian di bidang-
bidang yang lain. Di bidang eksplorasi misalnya, diperlukan metode
interpretasi yang lebih akurat, data-data seismik, data gravity (gravitasi), data
heat flow (laju panas) dan data-data pengukuran lain yang diperoleh sewaktu
survei geologi. Di bidang ekploitasi, diperlukan alat bor yang lebih kecil dan
lebih fleksibel. Juga diperlukan metode evaluasi dan simulasi reservoar yang
lebih tepat dan metode peningkatan pengurasan baik secara EOR (enhanced
oil recovery) maupun IOR (improved oil recovery). Untuk pengeboran laut
dalam diperlukan anjungan yang stabil dengan berbagai peralatan bawah
laut yang dapat menangani berbagai observasi maupun operasi mekanikal.

81
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Gambar 2.1 Alur Pengembangan Proses dan Produk

Ide Awal Produk/Proses/Metode


Evaluasi Kajian Hak
Ekonomi/Pasar Cipta/Paten

Perumusan Proses/Produk

Uji Laboratorium
P e ne l i t i a n D a s a r

Kajian Literatur
Tahap Awal, Skala Mikro

Lengkapi Data

Varian Proses/Produk Terpilih

Eksperimentasi Skala Minipilot

Produk/ProseYang Prospektif

Perancangan dan Konstruksi Pilot Plant

Lengkapi Data
Percobaan dengan Pilot Plant
Eksploitasi Hasil dan Studi Scale Up

DATA
REKAYASA CUKUP ?
Tidak
Perbaikan
Kinerja
Produk/ Dokumen Produk/Proses
Proses

SKALA INDUSTRI Dilanjutkan ?

Sumber: IFP

82
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Proses Migas

Beberapa langkah dalam pemilihan topik penelitian tersebut adalah:

Pertama, inventarisasi kebutuhan pasar atau industri, kemudian identifikasi


kegunaan dan manfaat hasil penelitian, apakah menciptakan bisnis
baru,dapat difabrikasi secara ekonomis, ada pasarnya, dapat menurunkan
biaya produksi atau biaya operasi, meningkatkan kegunaan suatu produk
atau peralatan, dapat dijual ke industri, menghasilkan keuntungan bagi
lembaga litbang yang membiayai penelitian. Setelah ditemukan suatu ide
tentang produk baru yang akan dikembangkan, dilakukan evaluasi kelayakan
pasar dan kelayakan ekonominya. Demikian juga diteliti apakah sudah ada
kompetitornya.

Prioritaskan produk yang berpangsa pasar besar, berteknologi paling


mudah (agar resiko rendah), dan berteknologi lebih unggul (meningkatkan
daya saing) dan jangka waktu yang sesingkat mungkin. Riset yang sifatnya
optimalisasi dari produk yang sudah ada biasanya dapat dilakukan dalam
jangka pendek sedangkan untuk menciptakan produk baru akan bersifat
jangka panjang.

Perlu juga diinventarisasi apakah ada tersedia mitra dari calon pengguna,
calon produsen dari produk yang akan dihasilkan serta untuk kegiatan
penelitiannya adakah mitra yang bisa diajak bekerja sama, misalnya lembaga-
lembaga penelitian yang memiliki kompetensi yang diperlukan.

Kedua, kebaruan dari ide: dari kajian literatur dan penelusuran paten apakah
produk yang akan dihasilkan memiliki patentabilitas ?

Ketiga, pelaksanaannya: apakah jangka pendek atau panjang, penelitian


dasar atau terpakai, apakah pada skala laboratorium, skala mikro pilot, pilot
plant, apakah memakai fasilitas luar, memerlukan kerja sama atau kombinasi
semuanya.

Keempat, apakah tersedia kapasitas penelitian yang cukup : ketersediaan


peneliti dg keahlian yg terkait, peralatan,bahan, waktu, biaya.

83
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Kajian Literatur dan Uji Tabung


Pada tahap penelitian dasar dilakukan kajian kepustakaan dan uji ‘tabung
reaksi’. Kegiatan ini bukan hanya dilakukan di awal penelitian, tapi terus
menerus selama berlangsungnya penelitian. Hal ini disebabkan dalam
kegiatan penelitian kadang-kadang akan berhadapan dengan kurangnya
informasi tentang fenomena yang mendasari proses kimia atau fisikanya,
jawabannya mungkin dapat ditemukan di literatur atau kalau tidak ada perlu
dilakukan pengujian dan pengukuran di laboratorium pada skala ‘tabung
reaksi”.

Juga perlu dilakukakan penelusuran kepustakaan paten global untuk


memastikan bahwa produk yang akan dikembangkan adalah suatu kebaruan.
Kajian kepustakaan juga dilakukan untuk dapat merumuskan metodologi
eksperimental yang mungkin, mampu terap dan terbaik yang dapat dipilih
untuk penelitian tersebut.

Uji ‘tabung reaksi’ juga untuk menseleksi langkah-langkah dan kondisi reaksi
atau proses apa yang terbaik untuk menghasilkan produk yang dituju. Di
tahap ini diuji/dianalisis berbagai varian kondisi operasi seperti temperatur,
tekanan, laju alir, komposisi fluida, katalis dan sebagainya. Varian yang terpilih
atau terpilih akan dipakai/diuji pada tahap selanjutnya.

Uji Simulasi Teoritis

Dengan makin dikuasainya dan makin luasnya ilmu pengetahuan dasar maka
berbagai fenomena kimia, fisika maupun biologi dapat diprediksi dengan
mendayagunakan pangkalan data yang komprehensif. Suatu molekul
baru misalnya dapat direkayasa secara teoritis dengan menerapkan kaidah
termodinamis, kaidah perilaku kimia dan reaksi kimia. Demikian juga dalam
ilmu fisika dan biologi. Jadi keterlaksanaan pencapaian tujuan penelitian
pada kaidah dasarnya dapat dilihat lebih dulu dengan uji simulasi teoritis
ini. Salah satu contoh di Lemigas adalah dalam penelitian biosurfaktan.
Dalam penelitian ini direkayasa secara teoritis jenis peptida yang mampu
memberikan surfaktan yang dapat menurunkan tegangan permukaan
fluida di sumur minyak sampai pada tingkat yang diperlukan untuk operasi

84
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Proses Migas

peningkatan pengurasan minyak. Dalam bidang katalisis juga dapat


digunakan simulasi teoritis untuk mencari komposisi katalis yang lebih baik
kinerjanya.

Uji Laboratorium Skala Mikro

Uji laboratorium skala mikro ditujukan untuk membuktikan bahwa tujuan


yang akan dicapai atau hipotesa yang akan dibuktikan sesuai dengan apa
yang diperkirakan. Pengujian ini tentu belum mempertimbangkan parameter-
parameter operasional yang mungkin terjadi pada implementasi skala besar.
Keuntungannya adalah berbiaya murah. Berbagai variasi percobaan dilakukan
di sini sehingga dapat ditentukan parameter kondisi operasional yang optimal
ataupun variasi produk atau proses yang terpilih. Kajian keekonomian juga
dilakukan pada skala ini berdasarkan parameter hasil uji laboratorium.
Demikian juga tetap dilakukan kajian patentabilitas dari hasil. Hasil yang
dicapai merupakan dasar pertimbangan untuk maju ke skala lebih besar,
apakah pada skala mini pilot atau skala pilot.

Uji Laboratorium Skala Mini Pilot

Pengujian pada skala ini adalah untuk mengobservasi kelakuan proses pada
skala mini yang konfigurasinya sudah meniru skala industri namun skalanya
belum cukup untuk diekstrapolasi pada skala industri. Keuntungannya adalah
berbiaya lebih murah dari skala pilot. Dalam tahapan ini diharapkan dapat
diperoleh produk atau proses prospektif yang dapat diuji lanjut pada skala
pilot. Kajian keekonomian dan patentabilitas juga tetap dilakukan lagi sebagai
pertimbangan tindak lanjut.

Tahap Uji Pilot

Pada tahap ini mula-mula dilakukan kajian tekno ekonomis kembali tapi
berdasarkan data penelitian yang sudah diperoleh pada tahapan sebelumnya.
Bilamana kajian menunjukkan bahwa produk yang akan dihasilkan dianggap

85
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

cukup prospektif maka diputuskan untuk melanjutkan penelitian pada tahap


pilot.

Pengujian pada skala ini bertujuan untuk mencari parameter-parameter


proses yang diperlukan untuk rancangan pabrik pada skala komersial. Unit
pilot dirancang berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pada tahapan-
tahapan sebelumnya. Unit pilot ini sudah mempunyai konfigurasi yang
sama dengan unit industrinya dan ukuran unit pilot dapat di scale up atau
diekstrapolasi pada skala produksi industri yang layak. Di tahap ini sangat
berperan keahlian dan keilmuan operasi teknik kimia seperti transfer massa,
transfer panas, mekanika fluida, teknik reaktor,teknik pisah/teknik pemurnian,
sistem kontrol dan sistem pengukuran. Apabila pada tahap ini dirasa data
dasar yang tersedia kurang memadai maka dilakukan ulang penelitian pada
tahap-tahap sebelumnya untuk melengkapi data yang diperlukan. Pada
tahap unit pilot ini dilakukan optimalisasi proses agar diperoleh sistem
dan konfigurasi yang efisien, efektif, aman dan ramah lingkungan. Semua
informasi dalam penelitian ini yang merupakan kebaruan dan layak paten
kemudian segera didaftarkan di biro paten.

Hasil dari tahap unit pilot adalah suatu dokumen yang biasa disebut process
book yang berisikan deskripsi lengkap dari proses dan dapat digunakan
sebagai informasi dan data acuan untuk perancangan pabrik pada skala
industri.

Dokumen process book merupakan produk final dari penelitian dan


pengembangan tersebut dan dapat ditawarkan atau dikomersialisasikan.

Demikian keseluruhan tahapan penelitian dan pengembangan suatu proses


yang dapat memakan waktu 3-7 tahun dan untuk keperluan pengadaan
peralatan, bahan dan tenaga ahli biaya unit pilot biayanya bisa berkisar satu
juta sampai puluhan juta US dollar, namun biaya ini akan tergantikan oleh
komersialisasi dari hasil/produk penelitian tersebut.

Karena berbagai aspek terkait dalam penelitian ini dan melibatkan berbagai
disiplin pengetahuan dan keahlian, penyusunan tim penelitian yang tangguh
sangatlah penting. Dari awal suatu tim yang lengkap sudah harus tersusun.
Penemuan-penemuan yang diperoleh selama berjalannya penelitian harus

86
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Proses Migas

segera dipatenkan dan disimpan dalam sistem informasi yang lengkap.


Demikian juga kerahasiaan perjalanan penelitian agar dijaga dengan cara
membatasi arus informasi keluar tim. Dalam perjalanan penelitian, pelaku
penelitian harus terus menerus memantau perkembangan di bidang
penelitiannya agar dapat memastikan bahwa penelitian mereka masih
pada alur yang benar dari segala aspek, apakah sisi hak cipta, komersial dan
teknologi, bila tidak layak lagi karena sudah didahului kompetitor atau secara
ekonomis masih kalah dari teknologi yang ada maka hendaknya penelitian
dihentikan dulu. Bila dihasilkan suatu penemuan yang bernilai komersial,
segera siapkan rancangan pemasaran teknologi dan dukungan purnajual
teknologi. Produksi hasil penemuan dan komersialisasinya di pasar hendaknya
diserahkan kepada badan usaha yang kompeten dengan cara kerja sama
komersial.

Beberapa Pengalaman Penelitian


Di bawah ini diuraikan secara sangat ringkas beberapa penelitian dan kajian/
studi di mana saya ikut terlibat bersama para peneliti lainnya dalam tim-tim
penelitian, baik di sisi konseptual, operasional, atau hanya manajerial.

1. Mengikuti Start up Kilang Cilacap


Sekembalinya saya dari sekolah di Perancis pada pertengahan tahun 1976,
Pertamina sedang melakukan start up kilang baru di Cilacap. Kilang ini
mengolah minyak mentah ringan dari Saudi Arabia, yang disebut juga
Arabian Light Crude. Minyak mentah ini sekalian sebagai bahan baku
pembuatan minyak dasar pelumas.
Para staf peneliti Lemigas lalu diundang untuk ikut dalam kegiatan
tersebut, antara lain dalam pengisian katalis ke dalam reaktor proses
reformasi katalitik dan proses-proses katalitik lainnya. Beberapa peneliti
lain juga terlibat dalam kegiatan start up kilang pelumas, yang merupakan
kilang pelumas pertama di Indonesia dan memakai teknologi separasi
semuanya, mulai dari proses pemisahan aspal dari residu vakum, ekstraksi
fraksi aromatik dengan pelarut furfural dari destilat vakum, kemudian
diikuti proses dewaxing, yaitu pemisahan kandungan lilin, sehingga
produk akhirnya adalah bahan baku pelumas yang telah memenuhi

87
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

standar. Bahan baku ini nantinya dikirim ke pabrik minyak pelumas


Pertamina.
Pengalaman di lapangan ini sangat banyak manfaatnya bagi seorang
peneliti dalam meluaskan wawasan industrinya dan dalam memahami arti
teknologi proses dalam realitanya sehingga dia akan mampu merancang
program-program penelitian yang ‘membumi’ agar terjadi kaitan “ from
the plant to laboratory and from laboratory to the plant”
2. Penelitian Bahan Baku Pelumas dari Minyak Bumi Indonesia (1987)
Seperti telah diuraikan pada bagian Teknologi Proses Konversi Separasi.
3. Evaluasi Karakteristik Minyak Bumi dari Berbagai Lapangan Minyak
Indonesia (terus menerus)
Seperti telah diuraikan pada bagian Teknologi Proses Konversi Separasi.
4. Penelitian Biodiesel dari Kelapa Sawit (1989)
Seperti telah diuraikan pada bagian Teknologi Proses Konversi Separasi.
5. Penelitian Membran Untuk Pemisahan Gas CO2
Seperti telah diuraikan pada bagian Teknologi Proses Konversi Separasi.
6. Penelitian Metanol dan Etanol sebagai campuran bensin
Pada akhir tahun 80an sudah dirasa perlunya dikembangkannya
energi alternatif. Lemigas dan Pertamina lalu melakukan penelitian
pencampuran metanol dalam bensin dan juga etanol dalam bensin.
Penelitian ini, selain uji kimia fisika campuran dan uji kinerja di mesin statis
laboratorium aplikasi produk, juga uji jalan dengan armada beberapa
kendaraan. Kesimpulan yang didapat adalah bahwa campuran sampai
konsentrasi 10 persen metanol dan etanol cukujp layak diterapkan.
7. Penelitian Konverter Katalitik
Konverter katalitik adalah perangkat yang dipasang di saluran gas
buang kendaraan untuk menyaring gas polutif dalam gas. Lemigas
mengantisipasi pemakaian konverter katalitik akan menjadi keharusan
bagi semua kendaraan di Indonesia. Puluhan juta perangkat tersebut
akan diperlukan sehingga ini merupakan suatu peluang bagi peningkatan
kegiatan ekonomi negara bila diproduksi di dalam negeri. Telah berhasil
dirancang formula katalis serta konfigurasi alatnya.

88
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Proses Migas

8. Penelitian Peningkatan Peningkatan Pengurasan Minyak secara


Bioteknologi
Terdapat jenis mikroba tertentu yang dapat memproduksi surfaktan di
fluida sumur minyak yang kalau dikembangkan dapat didayagunakan
untuk menurunkan tegangan permukaan fluida dan pada gilirannya akan
meningkatkan produksi.
9. Kajian Pembuangan Gas CO2 dari Lapangan Gas Natuna.
Lapangan gas Natuna yang kaya CO2 akan menghasilkan ratusan juta ton
CO2 waktu memproduksikan LNG atau gas alam bebas CO2. Telah dikaji
apakah gas CO2 tersebut dibuang ke laut, ke udara atau diinjeksikan ke
dalam tanah.
10. Kajian Fasilitas Olah Lapangan dan Energi untuk Lapangan Injeksi
Uap Duri
Peningkatan produksi minyak Duri dilakukan dengan penyapuan dengan
uap panas. Puluhan ribu barel minyak perlu dibakar untuk memproduksi
uap. Telah dikaji berbagai alternatif bahan bakar seperti gas, batubara
dan nuklir.
11. Kajian Pemilihan Katalis AHRDM Kilang Balongan
Pertamina juga sangat terbantu dalam pengkajian pemilihan katalis
AHRDM (Atmospheric Heavy Residu Demetalisation) pada kilang minyak
Balongan. Lemigas bersama-sama beberapa perguruan tinggi bertindak
sebagai pengkaji atau fact finding dan untuk menentukan katalis terbaik
dari segi teknis di antara tawaran-tawaran katalis dari berbagai vendor.
Hasil kajian tersebut berhasil memecahkan masalah yang pada waktu itu
menimbulkan pertikaian yang cukup rumit.
12. Studi ‘flow assurance’
Satu pipa membawa minyak mentah dari berbagai lapangan dan
perusahaan yang berbeda seperti di Prabumulih menimbulkan persoalan
antar perusahaan bila ternyata neraca massa minyak masuk dan keluar
tidak sesuai dan menimbulkan kerugian bagi perusahaan tertentu. Studi
Lemigas berhasil menciptakan formula dan prosedur untuk mengatasi
masalah tersebut.

89
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

13. Kajian Simulasi Proses


Kemampuan simulasi proses dikembangkan untuk membantu studi-studi
proses kilang.
14. Kajian Penerapan Teknologi Pinch untuk Optimalisasi Energi Kilang
Teknologi ini cukup baru dan dapat meningkatkan penghematan
energi kilang yang sudah ada sampai 50 persen dan dapat merancang
konfigurasi pasokan energi yang optimal dalam rancang bangun kilang
baru.

Karya Tulis Ilmiah


Di bawah ini disajikan daftar karya tulis ilmiah selama bertugas sebagai
peneliti dan juga beberapa tulisan lain di waktu bertugas sebagai Gubernur
OPEC serta tulisan-tulisan yang diterbitkan kemudian yang sifatnya sebagai
pengamat di bidang energi.

Internasional

1. Solvent Extraction of Aromatics From Middle Distillates, Equilibria


Prediction Method By Group Contribution, Chemical Engineering Science
Vol. 19, No. 11, PP 1543, 1984, Penulis Utama.
2. Prediction of Hydrocarbon Aromatic Extraction by Using Group
Contribution Method, Proceeding of World Congress III of Chemical
Engineering September 21-25, 1986, Penulis Utama.
3. Performance of Catalysts, The Need for Cooperation in Catalyst for
Asean Countries, ASCOPE Refining Workshop October 28, 1992 Bangkok,
Thailand, Penulis Utama.
4. The Potential of Indonesian Crudes for Lube Oil Base Manufacturing,
Conference & Exhibition ASCOPE 93 2-6 November 1993, Bangkok, Penulis
Utama.
5. Preparation of Palm Oil Ester-Diesel Fuel Mix and its Performance Test
on Stationary Engine, 1995 Porim International Biofuel Conference, 16-17
January 1995, Langkawi Island, Malaysia, Penulis Pendamping.

90
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Proses Migas

6. Thermal Enhanced Oil Recovery in Indonesia, Prospect of HTR


Application, Advisory Group Meeting-International Atomic Energy
Agency on “Non Electrical Application of Nuclear Energy”, Jakarta, 21-23
November 1995, Penulis Utama.
7. The Possibility of the Utilization of Crude Palm Oil as Direct Automotive
Diesel Oil Blender Viewed from Its Specification, SAE Technical Paper
Series, International Spring Fuels & Lubricants Meeting Dearborn,
Michigan May 6-8, 1996, Penulis Pendamping.
8. The Elimination of Color in Kerosene Derived from Duri and Minas
Crude Oil Mixture by Exposure to light, Proceeding of 6th International
Conference on Stability and Handling of Liquid Fuels Vancourver, B.C.,
Canada October 12-17, 1997, Penulis Pendamping.
9. The Effect of Drying on the Selectivity of Cellulose Acetate Membranes
Using Different Mixtures of Solvent with Gradual Polarity, Oil and Gas
Exploration and Production Equipment, Technology and Services and
Refining and Petrochemical Engineering Technology, Phillipines 27-28
November 1997, Penulis Pendamping.
10. Optimisation of Heat Exchanger Network of a Hydrocracker Unit,
Proceedings, ASCOPE ’97 Conference 24-27 November 1997, Indonesia,
Penulis Pendamping.
11. The Utilisation of Natuna’s CO2 for Petrochemical Industries in
Mamberamo River Catchment Area, Proceeding Seminar & Workshop on
Mamberamo River Catchment Area Development, 7-8 April 1997, Penulis
Pendamping.
12. Industrial Chemical Technology Development in Indonesia, ASEAN
Chemical Processing Industry, US-ASEAN World Market Series, Business
Briefing, 1998, Penulis Tunggal.
13. Research and Development For Oil and Gas Technology in Indonesia:
Opportunities and Challenges, Keynote Speech at Caltex Pacific
Indonesia Technology Conference, 3-4 November 1998, Penulis Tunggal.
14. LNG in Indonesia, Overviec of Gas Utilisation in Indonesia, Natural Gas
Conference 2001, 15 February 2001, The Hatton, London. Penulis Utama

91
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

15. Pertamina Steps to the Future From Public, From Public Assignment
to World Class Company, Indonesia British Oil and Gas Working Group,
London, March 13, 2003, Penulis Tunggal
16. OPEC: Vision, Mission and Development, World Oil Outlook to 2025.
Indonesian National Committee, World Energy Council, 29 July 2004,
Jakarta, Indonesia. Penulis Tunggal
17. New Vectors in Energy Security. 15 th Annual Montreux Energy
Roundtable, 27-29 September 2004, Montreux, Switzerland. Penulis
Tunggal
18. Examining Current and Future Developments in the World Oil and Gas
Market. OPEC Bulletin, Vol XXXV, No 8, October 2004. Penulis Tunggal
19. Pouring Oil on Troubled Waters. World Petroleum. Published by First
Magazine to mark the 2004 Council Meeting of The World Petroleum
Congress, Madrid, Spain. Penulis Tunggal
20. Outlook for Oil & the Role of OPEC. An address to the Ministry of Energy
of the Philippines and industry representatives, 2 December 2004, Manila,
Philippines. Penulis Tunggal
21. ‘The Oil Market Outlook’, Scandinavian Oil-Gas Magazine, No 11/12
2004, Vol 32. Penulis Tunggal
22. ‘Foreword’, International Oil and Gas Finance Review, 2005, Euromoney
Yearbooks, Euromoney Institutional Investor PLC. Penulis Tunggal

Nasional/Bahasa Inggeris

1. Responses of Gasolines to Methanol/TBA, Scientific Contribution 1/88,


Penulis Utama.
2. Application of Process Simulation Software in Process Design as
Viewed by The User, Disajikan dalam “PIRUSA 89 CAD/CAE for Improved
Productivity”, Tutorial, Presentation and Exhibition, Jakarta, June 6-9, 1989,
Penulis Utama.
3. Indonesian Needs of Technology R & D, Downstream Case, Procee­dings
Indo­nesian Petroleum Association, Twentieth Annual Convention, Octo­
ber 1991, Penulis Tunggal.

92
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Proses Migas

4. Biosurfactant and Bioacid Producing Microbes From Indonesian Oil


Fields, Proceedings Indonesian Petroleum Association, Twenti Fourth
Annual Convention, October 1995, Penulis Pendamping.
5. Potentials of Bacillus Stearothermophillus for Enhanced Oil Recovery a
Laboratory Experiment, LEMIGAS Scientific Contribution, 1995, Penulis
Pendamping, Penulis Pendamping.
6. How to Increase Gas Utilisation and Its Added Value in Indonesia, The
2nd Part of IGA Seminar on Natural Gas, Jakarta, 17 July 2001, Penulis
Tunggal
7. The Impact of Regional Autonomy Implementation in Oil and Gas
Industry, Mega Petro Event 2001’ Procurement Solution Anticipating Oil
and Gas Industry Challenges’, Jakarta, August 21, 2001, Penulis Tunggal
8. Integrated Resevoir-Surface Facilities Network Analysis, Indonesian
Petroleum Association 28th Convention, Octobre 2001. Penulis
Pendamping

Nasional/Bahasa Indonesia

1. Teknik Separasi, Lembaran Publikasi Lemigas No. 3/XI/1977, Penulis


Tunggal.
2. Pengantar Teknik Separasi, Lembaran Publikasi Lemigas No. 3/XII/1978,
Penulis Tunggal.
3. Pengantar Teknik Separasi, Pemilihan Metoda Separasi, Metoda Dasar,
Lembaran Publikasi Lemigas No. 4/XII/1978, Penulis Tunggal.
4. Ekstraksi Pada Pengolahan Minyak Pelumas Dengan Pelarut, Lembaran
Publikasi Lemigas No. 1, Tahun XIII, 1979, Penulis Tunggal.
5. Evaluasi Minyak Lumas Dasar dari Beberapa Minyak Bumi Indonesia,
Lembaran Publikasi Lemigas No. IV, Tahun XIII 1979, Penulis Tunggal.
6. Laboratorium Konversi dan Katalisa “Lemigas”, Pertambangan dan
Energi No.4, 1985, Penulis Utama.
7. Metoda Peramalan Proses Ekstraksi, Aromat dari Fraksi Tengah Minyak
Bumi, Konvensi Nasional ke 4 BKK-PII Yogyakarta 2-3 dan 4 Juli 1985,
Penulis Tunggal.

93
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

8. Modelisasi Perhitungan Konfigurasi Pemipaan Uap Dalam Proses


Industri, Proceeding Seminar “Pengendalian Proses dan Modeling” Teknik
Kimia - ITS, 18 Februari 1986, Penulis Utama.
9. Perkiraan Sifat-Sifat Fluida Secara Termodinamis dan Aplikasinya pada
Simulasi Proses dan Simulasi Reservoir, Diskusi Ilmiah V Beberapa Hasil
Karya PPPTMGB “LEMIGAS”, Jakarta 24-25 April 1984, Penulis Tunggal.
10. Peningkatan Nilai Guna Minyak Bumi Duri Secara Visbreaking Suatu
Studi Eksperimental, Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional IV, Jakarta
8-12 September 1986, Penulis Utama.
11. Modelisasi Perhitungan Konfigurasi Pemipaan Uap, Dalam Suatu
Sistem Injeksi Uap, Temu Karya Peningkatan Seratus Tahun Usaha
Pertambangan Minyak dan Gas Bumi di Indonesia, Jakarta 14-17 Oktober,
1985, Penulis Utama.
12. Peranan Alumni FMIPA Dalam Kegiatan Penelitian dan Pengembangan
Teknologi Minyak dan Gas, Seminar Ilmiah Lustrum VI FMIPA UGM-22-
23 November 1985, Penulis Utama.
13. Aplikasi Simulator Proses Dalam Pengilangan Minyak Bumi, Seminar
“Simulasi Sistem Dengan Komputer : Penggunaannya di Bidang Industri”,
Institut Teknologi Bandung, 30 Juni - Juli 1987, Penulis Utama.
14. Karbon Dioksida Sebagai Sumber Material Ci, Kongres Nasional III dan
Seminar Ilmiah Himpunan Kimia Indonesia (HKI), Universitas Indonesia,
Depok, 7-9 Juli, 1988, Penulis Utama.
15. Diversifikasi Pemanfaatan Gas Alam, Konvensi Nasional V BKK-PII, 14-15
Juli 1988 FTI-ITB Bandung, Penulis Tunggal.
16. Beberapa Masukan untuk Penyusunan Kurikulum FMIPA - UGM, Reuni
Alumni FMIPA-UGM se Jakarta, Jakarta 20 November 1988, Penulis Utama.
17. Tinjauan Pemakaian Oksigenat dalam Bensin di Eropa, Lembaran
Publikasi Lemigas No. 1/1989, Penulis Pendamping.
18. Aplikasi Model-model Termodinamika dalam Peramalan Kesetimbangan
Fasa, Seminar Aplikasi Analisis Termodinamika dalam Sistem Proses dan
Termal I, ITB, 6-7 Februari 1989, Penulis Tunggal.
19. Minyak Pelumas dari Campuran Minyak Bumi SLC-DURI, Diskusi Ilmiah
VI 8-9 Februari 1989, Penulis Utama.

94
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Proses Migas

20. Seleksi Minyak Bumi Indonesia untuk Pembuatan Bahan Baku Minyak
Pelumas, Diskusi Ilmiah VI 8-9 Februari 1989, Penulis Pendamping.
21. Persamaan Keadaan untuk Perhitungan Kesetimbangan Fasa
Aplikasinya pada Gas Alam dengan Komputer, Diskusi Ilmiah VI 8-9
Februari 1989, Penulis Pendamping.
22. Beberapa Peluang Penelitian dan Pengembangan Konversi Gas Alam
Menjadi Bahan Bakar Cair, Warta Insinyur Kimia Vol 3, No.2, 1989, Penulis
Tunggal.
23. Pengujian Campuran Bensin-Methanol/TBA Sebagai Bahan Bakar
Konversi Energi Fluida dan Termal I, Bandung 7-9 Desember 1989,
Penulis Utama.
24. Profesi Kimia Dalam Litbangtek Migas, Makalah Dalam Seminar Lustrum
VII, FMILustrum VII, FMIPA-UGM, 17-18 Desember 1990, Penulis Utama.
25. Peralatan Penelitian Banyak yang Kurang Darah, Suara Pembaharuan,
Sabtu 7 Juli 1990, Penulis Tunggal.
26. Penghematan Energi di Industri Dengan Teknologi Pinch- Peluang
dan Aplikasinya, Seminar Aplikasi Analisis Termodinamika Dalam Sistem
Proses dan Termal II, ITB, 28-29 Januari 1991, Penulis Utama.
27. Studi Penghematan Energi Pada “Crude Tower” Dengan Pendekatan
Teknologi Pinch dan Simulasi Proses, Konvensi VI BKK-PII, Surabaya 15-
16 Juli 1991, Penulis Utama.
28. Perancangan Optimal Jaringan Penukar Kalor dengan Teknik Pinch,
Lembaran Publikasi Lemigas No. 3/1991, Penulis Utama.
29. Menghadapi Tantangan Penguasaan Teknologi, Diskusi Ilmiah VII, Hasil
Penelitian LEMIGAS - Jakarta, Februari 1992 PA-01, Penulis Utama.
30. Bahan Bakar Cair dari Batubara Indonesia, Prospeknya di Tahun 2000’an
dan Penguasaan Teknologinya, Diskusi Ilmiah VII, Hasil Penelitian
LEMIGAS - Jakarta, Pebruari 1992 PA-10, Penulis Pendamping.
31. Manajemen Tenaga Fungsional Peneliti di PPPTMGB “LEMIGAS”,
Makalah Untuk DPMP, Direktorat Pengolahan PERTAMINA, 26 Mei 1994.,
Penulis Utama.

95
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

32. Aktivitas Mikroba dalam Transformasi Substansi di Lingkungan


Situs Hidrokarbon, Lembaran Publikasi LEMIGAS No. 2/1994, Penulis
Pendamping.
33. Pengembangan Industri Migas Hilir, Strategi Dukungan Teknologi,
Diskusi Ilmiah VIII PPPTMGB “LEMIGAS”. 13-14 Juni 1995, Penulis Tunggal.
34. Biodiesel, Alternatif Substitusi Solar yang Menjanjikan Bagi Indonesia,
Lembaran Publikasi LEMIGAS No. 1/95, Penulis Tunggal.
35. Bahan Kimia di Industri Migas yang Terkait dalam KPMSK (Konvensi
Pelarangan Menyeluruh Senjata Kimia), Forum Diseminasi Informasi
Tentang Pemahaman KPMSK di Kantor Pusat PERTAMINA, Jakarta tanggal
14 Juni 1996, Penulis Utama.
36. Karakteristik Beberapa Mikroba Lapangan Minyak Indonesia dalam
Perspektif MEOR, Disampaikan pada Simposium III PERTAMINA, Jakarta,
Desember 1995, Penulis Utama
37. Pengembangan dan Penerapan Teknologi Bersih di Industri Pengolahan
Migas, Proceedings Temu Karya Pengolahan ’97, 9-10 Oktober 1997,
Penulis Utama.
38. Pembuatan Membran Ultra Filtrasi dan Efek Pemisahannya Terhadap
Penurunan Kandungan Metal Minyak Lumas Bekas, Prosiding Seminar
Teknik Kimia Soehadi Reksowardojo 24-25 Oktober 1996, Penulis
Pendamping
39. Buku Minyak Bumi Indonesia Sifat dan Karakteristik, Buku Data Hasil
Pengukuran dan Evaluasinya, Penulis Pendamping.
40. Pemodelan Proses untuk Industri Migas, Kimia dan Petrokimia,
Prosidings Teknik Kimia Soehadi Reksowardojo, 21-22 Oktober 1997,
Pemodelan, Simulasi, dan Optimisasi Proses ISSN-0854-7769, Penulis
Pendamping.
41. Pengaruh Penambahan Hidroksida Logam pada Ekstraksi-Flokulasi
dengan Isobutanol terhadap Penurunan Kandungan Logam Minyak
Lumas Bekas, Prosiding Sem. Nas. V Kimia dalam Industri dan Lingkungan,
Ambarukmo Palace Hotel Yogyakarta, 9-10 Desember 1996, Penulis
Pendamping.

96
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Proses Migas

42. Sintesis Zeolit Pentasil sebagai Katalis Konversi Metanol-Hidrokarbon,


BPPS-UGM, 9 (1C), Februari 1996, Penulis Pendamping.
43. Mempertahankan Keberlangsungan Migas Nasional, Pendekatan
Strategis dan Teknologi Dalam Mengantisipasi Regulasi Baru, Simposium
IATMI, Yogyakarta, 3-5 Mei 2001, Penulis Tunggal
44. Bisnis Katalis dan Penelitian, Suatu Peluang, Seminar Nasional Kimia,
Fakultas MIPA Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 6 Maret 2002, Penulis
Tunggal
45. LNG Indonesia Dalam Semangat UU Migas. Laporan: Sekretariat DKPP,
14 Agustus 2003, Jakarta. Penulis Tunggal
46. Restrukturisasi Korporat Pertamina, Dari Legacy ke Imperatif Baru,
Dewan Komisaris Pemerintah Untuk Pertamina (DKPP)- Ketua Tim
Penyusun, Pustaka LP3ES Indonesia, 2004.
47. OPEC dan Makin Rumitnya Harga Minyak. Suara Pembaruan, 27 Mei
2004. Penulis Tunggal
48. Kemandirian Energi Dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia.
Indonesian Students ‘s Scientific Meeting, ISSM 2004, 7-9 October 2004,
Aachen, Germany. Penulis Tunggal

97
3
Lika-Liku
Energi
Indonesia

99
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Karunia Untuk Kita Ada di Atas Tanah


Renungan di Doha, Qatar, 11 Juni 2003

S
idang OPEC ke 125 tanggal 11 Juni 2003 yg lalu di Doha, Qatar,
membawa saya ke negeri ‘padang pasir’ ini. “Hujan, walaupun sekali
setahun merupakan berita besar bagi kami”, tukas Gubernur OPEC
Qatar, rekan semeja sidang waktu dulu aku pejabat sementara Gubernur
OPEC Indonesia . “Air sangat mahal bagi kami, semuanya harus diairi dengan
air suling yang ongkos pembuatannya sangat tinggi”. Saya terus terbayang
bahwa air mengalir di mana-mana di Indonesia. Namun demikian, negara
Qatar, yang berpenduduk 600000 jiwa (termasuk pendatang), berusaha
melakukan penghijauan. Setiap pohon dipinggir jalan disediakan kran air
tetap. Lapangan golfnya cukup hijau. “Kami menyediakan 2 juta dollar
Amerika per tahun guna membeli air untuk menyirami lapangan ini”, kata
manajer lapangan. Namun, saya memilih mengamankan diri terus dalam
hotel Ritz Carlton yang sejuk itu, daripada bermain golf pada temperatur
menyengat sampai 50o C. Penduduk di sana lalu bermain golf di malam hari
dibantu sinar lampu yang melimpah ruah.

Penduduk asli kerajaan Qatar hanya berjumlah 250 000 jiwa sehingga dengan
produksi minyak lebih dari 600 ribu barel per hari dan LNG 11 juta ton per
tahun memberikan GNP lebih dari 20 000 dollar. Cadangan gas negara kecil
ini mencapai 900 Triliun kaki kubik atau 10% cadangan dunia atau sekitar
6 kali cadangan gas Indonesia. “Dengan produksi seperti sekarang ini, gas
kami bisa bertahan selama 250 tahun “, kata Al Attiyah, menteri Energi dan
Industri Qatar, yang ikut mengantar rombongan delegasi OPEC meninjau
kompleks industri Ras Laffan. Nampaknya mereka sudah berpikir jauh ke
depan dan sadar akan kekuatan sumber daya alam yang mereka miliki. “Kami
sedang menyiapkan industri berbasis minyak dan gas secara besar-besaran”,
katanya sambil menayangkan berbagai rencana pabrik yang sudah dan akan
dibangun, termasuk pupuk, metanol, petrokimia, aditif, pelumas dll, juga
pabrik konversi gas menjadi BBM dengan teknologi dari Afrika Selatan.”

10-20% dari tenaga yang mengoperasikan lapangan minyak, pabrik


petrokimia dan LNG tersebut berasal dari Indonesia. Mereka itu, sekitar 600
orang, berasal dari eks Pertamina, LNG Arun, Chandra Asri dan lainnya. Kami
sangat terharu melihat perhatian mereka yang sangat besar kepada tanah air

100
Lika-Liku Energi Indonesia

dalam acara tatap muka dengan delegasi Indonesia yang dipimpin Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral, Bapak Purnomo Yusgiantoro. Mereka
dinilai sangat handal dan masih diharapkan banyak tenaga serupa dapat
didatangkan dari Indonesia. Aku sangat bangga dalam hati. Nah ini yang harus
lebih digalakkan. “Jumlah tenaga kerja Indonesia di Qatar sekitar 7000 orang,
mungkin lebih “, kata rekan dari perwakilan diplomatik di Doha. “Namun jauh
lebih kecil dibanding India, Pakistan dan Filipina yang jumlahnya ratusan ribu”.
“Mayoritas tenaga kerja kita masih tenaga kerja wanita pembantu rumah
tangga.” Kita harusnya mencetak lebih banyak tenaga teknik tinggi untuk
Qatar, dan kita jelas mampu karena tersedia lembaga-lembaga pencetak
tenaga migas dan pertambangan seperti di Cepu, Bandung dll.

“Tolong dilihat bagaimana daya saing industri berbasis migas dan petrokimia
mereka dibandingkan Indonesia “, demikian pesan Pak Purnomo, yang juga
ketua DKPP (Dewan Komisaris Pemerintah Untuk Pertaminaa), sebelum
kami berangkat mengikuti kunjungan. Saya lalu membayangkan bagaimana
nantinya Indonesia harus menangkis saingan produk-produk mereka. Untuk
LNG mereka berani menawarkan harga yang lebih murah. Apalagi produksi
LNG mereka akan diekspansikan menjadi 24 juta ton per tahun bahkan lebih
sehingga dapat melampaui produksi Indonesia. Untuk petrokima dan pupuk
kita saat ini sudah menghadapi kelangkaan bahan baku di samping harga
yang kurang menunjang. Dengan sumber yang melimpah ruah dan murah
itu negara-negara timur tengah ini jelas tidak punya kendala harga bahan
baku dan energi. Sebagai contoh Arab Saudi memberikan 60 sampai 70%
dari harga internasional untuk propana,butana dan nafta untuk bahan baku
petrokimia, dan untuk gas, harganya seperlima dari di Indonesia, sungguh
susah untuk disaingi seandainya mereka membanjiri pasar dunia.

Sambil mengamati padang pasir melulu di sekitar, saya sadar bahwa karunia
Tuhan untuk Qatar adalah di bawah tanah. Indonesia, dengan cadangan
minyak dan gas masing-masing hanya 1% dan 2% dari cadangan dunia tidak
berarti apa-apa dibanding jumlah penduduk yang lebih dari 200 juta jiwa,
apalagi net ekspor minyak sudah negatif, dan cadangan gas paling bisa untuk
40- 50 tahun. Saya tersentak dan mengingat hijaunya pepohonan di seantero
nusantara. ‘Sesungguhnya karunia Tuhan untuk Indonesia bukan di bawah
tanah tapi di atas tanah” pikirku. Pikiran itu aku sampaikan pada anggota

101
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

legislatif yang duduk disampingku di dalam bis kunjungan. “Pendapat itu


benar dan harus kita sosialisasikan” ujarnya. Makanya kutulis ini.

Rekan yang lain kemudian berkata “Tolong difikirkan bahwa kita harus
tetap mengembangkan industri petrokimia dan industri pupuk karena efek
gandanya sangat besar untuk mendorong kegiatan ekonomi”. “Itu sangat
sah” kataku, “Kita tentu pertahankan industri yang sudah ada karena itu juga
kekayaan dan kekuatan kita. Namun kebutuhan akan produk-produk itu akan
terus berlipat ganda. Bilamana sumber bahan baku migas sudah mulai sangat
terbatas maka nanti industri petrokimia hilir dan pertanian seterusnya mau
tak mau harus dimulai dari bahan dasar petrokimia dan pupuk yang diimpor
apabila harganya lebih murah. Efek ganda tetap dapat diperoleh karena mata
rantai kegiatan industri ini yang masih dapat dilakukan di Indonesia masih
sangat panjang. Contoh adalah Hongkong, Cina dan Singapura, dengan
bahan dasar yang diimpor, mereka menghasilkan ratusan ribu jenis produk
petrokimia hilir. Singapura memang juga memiliki industri petrokimia dasar,
namun kelangsungan hidup industri itu baru dapat dipertahankan melalui
integrasi dengan kilang minyak dan dengan menerapkan efisiensi serta
efektivitas yang sangat ketat.”

Paradigma kekuatan kita yang bersandar ke hasil migas dan tambang harus
segera kita singkirkan. Eksploitasi migas harus hemat supaya tahan lama
dan terutama untuk jadi andalan bagi kebutuhan bahan baku dan energi
di dalam negeri dan untuk penyangga dalam keadaaan darurat. Kita harus
besar-besaran memanfaatkan air dan sinar matahari untuk kegiatan ekonomi
kita. Thailand yang harus mengimpor minyak dan gas dan pupuk juga tidak
bingung mengembangkan ekonomi dan industri mereka. Mereka telah sadar
bahwa karunia Tuhan bagi mereka adalah di atas tanah, air dan matahari.
Sehingga jadilah industri pertanian mereka dengan ekspor bahan makanan
yang merambah ke mana-mana. Belum lagi kalau produk agrobisnis yang
dihasilkan adalah bahan-bahan alami berkemurnian tinggi untuk keperluan
pengobatan, minyak wangi, dan keperluan khusus lainnya, yang harganya
beribu kali harga makanan biasa.

Inilah Qatar lesson dan Thailand lesson, yaitu.......karunia kekayaan alam dari
Tuhan untuk Indonesia adalah di atas tanah bukan di bawah tanah.

102
Lika-Liku Energi Indonesia

Hukum Fisika dan Masalah BBM Indonesia


Investor Daily, 3 Agustus 2005

H
ukum alam adalah hukum Tuhan. Bahwa pensil yang dilepas
akan jatuh ke tanah adalah hukum alam, yang oleh Isaac Newton
kemudian didefinisikan sebagai gaya gravitasi dalam ilmu fisika.
Dorongan jatuh atau perpindahan ke tanah yang digerakkan gaya gravitasi
ini timbul karena adanya perbedaan massa bumi dengan pensil tersebut.
Gaya dorong tersebut dapat juga disebut perbedaan potensial. Fenomena
alam yang sama ditemukan di berbagai keadaan bilamana ada perbedaan
potensial, misalnya panas akan mengalir secara spontan dari tempat yang
panas ke tempat yang dingin, air akan mengalir dari tempat yang tinggi
ke tempat yang rendah. Untuk mencegah terjadinya perpindahan maka
hilangkanlah perbedaan potensial.

Untuk BBM, fenomena yang sama juga berlaku. Selama harga BBM lebih
murah dari harga di luar negeri, timbul perbedaan potensial harga sehingga
akan ada gaya yang mendorong terbawanya atau terselundupkannya BBM ke
luar negeri. Penyelundupan adalah asal kelangkaan dan kelangkaan adalah
asal kekacauan ekonomi dan sosial. Gaya dorong tersebut tidak akan pernah
hilang karena sudah hukum alam. Untuk mencegahnya diperlukan tenaga
yang sama dengan gaya dorong tadi, bentuknya berupa patroli polisi siang
malam dan kerja keras pengadilan, yang tentu akan sangat mahal sekali.
Cara mencegah yang terbaik adalah adalah dengan hukum alam pula, yaitu
samakan harga dalam negeri dan di luar negeri. Cara pencegahan dengan
pengawasan tidak akan pernah tuntas. Ibarat air di dalam drum, air akan
muncrat bilamana drum berlubang. Penyelundupan akan terjadi lagi bila
pengawasan kurang, sedangkan pengawasan ketat memerlukan tenaga,
waktu dan biaya yang mahal pula.

Karena itu, pemberian subsidi melalui sistem harga tidak akan pernah
menyelesaikan masalah penyelundupan dan kelangkaan. Cara yang lebih
baik adalah menerapkan harga pasar bagi publik dan pemberian subsidi
langsung kepada yang memerlukan. Pemberian subsidi langsung kepada
yang memerlukan dengan sistem kupon akan lebih berhasil. Rakyat yang
memerlukan tidak mengeluh karena dapat subsidi melalui kupon dan

103
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

minyak di pasar tetap tersedia dan tidak akan pernah langka karena harganya
mengikuti hukum pasar, artinya mengikuti hukum alam, dan pengawasan
yang mahal tidak diperlukan. Contoh-contoh banyak di negara tetangga kita.
Minggu lalu saya lihat di Kamboja BBM di jual dengan harga pasar, namun
jumlah BBM melimpah dan berbagai perusahaan minyak datang mendirikan
SPBU karena dengan diberlakukannya harga pasar, mereka melihat ada
peluang bisnis.

Dengan subsidi langsung, dana negara yang keluar jauh lebih kecil.
Berdasarkan data dari Buku Statistik Ekonomi Energi Indonesia 2004
penduduk yg dibawah garis kemiskinan hanya mengkonsumsi 1 juta KL
minyak tanah dan bilamana dimasukkan penduduk yang penghasilannya 1.5
kali penduduk miskin maka jumlah minyak tanah yang harus disubsidi hanya
3.1 juta KL dibanding total 9.5 juta KL minyak tanah yang diproduksi untuk
rumah tangga. Jumlah kilometer tempuh angkutan umum hanya 40% dari
seluruh kendaraan yang ada di Indonesia, sisanya adalah kendaraan pribadi.
Jadi boleh dikatakan bahwa jumlah BBM yang perlu subsidi hanyalah 38%
dari perhitungan sekarang.

Dengan sistem sekarang ini, jumlah subsidi total dapat mencapai lebih dari
100 triliun rupiah bila harga minyak rata-rata tahun 2005 sekitar $55/b. Yang
menikmati subsidi sebesar 60 triliun rupiah lebih adalah kaum berpunya
termasuk kalangan asing. Menurut ’Foreign Companies in Indonesia 2003’
yang diterbitkan oleh Business Monitor International, di Indonesia terdapat
2700 perusahaan dan kantor asing, termasuk kantor-kantor kedutaan besar.
Dengan asumsi tiap perusahaan memakai 15 kendaraan saja @ 20 liter per
hari, lebih dari setengah triliun rupiah uang negara terpakai untuk mensubsidi
BBM untuk kendaraan-kendaran kalangan asing tersebut.

Angka-angka saya ini mungkin estimasi kasar tapi besarannya tidak akan jauh
dari realita dan tidak melunturkan tujuan dan semangat yang terkandung
dalam tulisan ini.

Jadi, dengan menerapkan sistem subsidi langsung, akan diperoleh selisih


lebih dari 60 triliun rupiah yang dapat dipakai untuk memerangi busung
lapar, lumpuh layu, putus sekolah, kredit untuk pengusaha kecil, penelitian
dan pengembangan teknologi dan berbagai kepentingan nasional lainnya.

104
Lika-Liku Energi Indonesia

Aplikasi kupon untuk minyak tanah dapat melalui RT/RW, aplikasi kupon
untuk angkutan umum dapat melalui perusahaan, aplikasi kupon untuk
nelayan dapat melalui koperasi atau desa yang terkait. Cara ini memang rumit
dan ruwet, tapi lebih terukur dan dapat diawasi. Potensi penyalahgunaan
tetap ada tapi dapat dikurangi secara berangsur dan dampak negatifnya jauh
lebih kecil dari penyelundupan dan kelangkaan.

Hemat energi sebaiknya dicapai dengan hukum alam juga. Menurut hukum
fisika, suatu keadaan akan berusaha mencari stabilitas yang memiliki
‘energi bebas‘ yang rendah. Bagi konsumen situasi stabil tersebut adalah
ketenangan psikis apabila status keuangannya aman. Selama harga pasar
rendah karena subsidi harga daya dorong konsumen untuk hemat energi
akan sangat lemah sekali walau dihimbau berkali-kali. Tapi bila harga pasar
diberlakukan, konsumen akan waspada akan status keuangannya, tidak ada
daya dorong yang menggerakkan konsumen untuk boros energi, konsumen
akan berpikir dua tiga kali sebelum membuka koceknya untuk membeli BBM
secara berlebihan.

Perlindungan lingkungan dapat dicapai dengan menerapkan hukum alam


pula. Saat ini kota Jakarta bilamana dilihat dari pesawat waktu akan mendarat
di Cengkareng, adalah ibarat berada dalam akuarium asap. Jarak pandang
terbatas karena tumpukan asap dan partikel dari kendaraan. Kadang-kadang
agak malu perasaan ini kalau melihat kota-kota di negara tetangga yang
bening udaranya. Bilamana harga BBM mengikuti harga pasar, produsen
mau tak mau terdorong peraturan untuk memproduksi BBM berkualitas
rendah polusi. Udara perkotaan kita bersih, anak-anak kita terbebas dari risiko
berbagai penyakit berat yang diakibatkan polusi.

Sumber daya migas Indonesia amat sangat terbatas dibanding dengan


apa yang dimiliki negara-negara Timur Tengah. Namun tersedia berbagai
peluang energi alternatif. Harga minyak mentah yang tinggi saat ini akan
membuat berbagai energi alternatif tersebut menjadi layak secara ekonomis
sehingga sudah seyogyanya situasi tersebut dapat mendorong Indonesia
untuk mengandalkan sumber-sumber alternatif. Potensi panas bumi yang
dapat didayagunakan tersedia setara 1 juta barel minyak per hari. Di Indonesia
terdapat 40 juta hektar lahan kritis. Pemanfaatan 5 juta hektar lahan saja

105
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

dapat menghasilkan biofuel lebih dari setara 1 juta barel minyak per hari.
Kedua sumber tersebut, karena dapat mencegah lebih dari 600 juta ton emisi
CO2 per tahun akan dapat memperoleh kompensasi dari negara-negara
yang termasuk Annex 1 Kyoto Protocol, dengan nilai minimum $6.5/ton
CO2. Kegiatan biofuel tersebut, yang akan melibatkan mata rantai usaha
yang luas, dimulai dari penyediaan lahan yang sangat luas, penanaman,
pemeliharaan, pengambilan hasil, pengangkutan dan pengolahannya
menjadi biofuel, akan memberikan 1 juta lapangan kerja per 5 juta hektar
lahan yang dibuka. Kembali hukum alam harus diterapkan agar kegiatan
energi alternatif menjadi marak yaitu membuat situasi agar energi alternatif
lebih murah bagi konsumen dan lebih menguntungkan bagi produsen atau
investor dibanding energi migas.

Namun ada yang menyanggah saya “Penerapan harga pasar, merupakan


perubahan besar, sesuai hukum alam, tindakan drastis dapat menimbulkan
situasi disorder dan akibatnya bisa irreversible." Jawab saya, terapkan hukum
alam, yaitu dilaksanakan dengan proses yang ‘reversible’ artinya bertahap,
niscaya tidak akan terjadi disorder. Daya dorong kekacauan adalah perbedaan
pengertian, pergencar komunikasi untuk menyamakan pemahaman, niscaya
tidak akan timbul kekacauan.

Sekali lagi, upaya yang berdasarkan hukum alam lebih baik.

106
Lika-Liku Energi Indonesia

Masa Depan Sumber BBM Indonesia


Suara Karya, Sabtu, 31 Desember 2005

B
ahan bakar minyak (BBM) masih akan terus mendominasi keperluan
energi Indonesia, yaitu sebesar 50 persen jenis energi final, 37 persen
untuk jenis energi primer, yang jumlahnya sekarang ini sudah lebih
dari 1,2 juta barel per hari. Masih sulit mengganti peran minyak terutama
untuk menghasilkan BBM bagi sektor transportasi.

Persediaan minyak mentah dan BBM memerlukan perhatian khusus karena


sedang terjadi penguasaan sumber-sumber minyak dunia melalui akuisisi
dan kontrak wilayah kerja baru oleh negara-negara besar. Hal tersebut
membahayakan pasokan ke Indonesia terutama bila kapasitas produksi
cadangan minyak dunia tidak cukup ditambah ketegangan politik yang bisa
mengganggu negara produsen.

Cadangan terbukti minyak kita yang sebesar 4,3 miliar barel (data Direktorat
Jenderal Minyak dan Gas Bumi) kurang dari 0,5 persen cadangan terbukti
minyak dunia yang sebesar 1.144 miliar barel. Menurut OPEC Annual Statistical
Bulletin 2004, selama 25 tahun terakhir cadangan minyak dunia telah naik
sekitar 500 miliar barel atau 76 persen. Kenaikan itu pun hanya terfokus di
negara-negara minyak Timur Tengah (Iran, Saudi Arabia, Irak, Kuwait, Uni
Emirat Arab) yang saat ini memiliki lebih dari 65 persen cadangan dunia.
Sebaliknya, di negara-negara non-OPEC (Amerika Serikat, Inggeris, Norwegia
dsb kecuali Rusia dan Kazakhstan) terjadi penurunan.

Data tersebut menunjukkan bahwa Indonesia bukanlah kawasan kaya minyak


setara Timur Tengah. Kenyataan ini diperkuat oleh fakta bahwa meskipun
kegiatan eksplorasi migas kita cukup gencar dalam era sebelum krisis
ekonomi, minyak yang ditemukan hanya mampu menggantikan minyak yang
terkuras, yang membuat cadangan minyak Indonesia dari waktu ke waktu
boleh dikatakan hanya konstan. Sedangkan dalam beberapa tahun terakhir
malah terjadi penurunan cadangan dan produksi yang lebih cepat atau
sekitar 5 persen, karena sudah mulai sulit menemukan lapangan-lapangan
besar selain menurunnya investasi sebagai dampak krisis ekonomi dan krisis
politik. Hikmah dari keadaan itu adalah kesadaran bahwa karunia kekayaan

107
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

emas hitam itu seolah-olah memang diperuntukkan Tuhan kepada bangsa-


bangsa di Timur Tengah. Sebetulnya karunia Tuhan untuk Indonesia adalah
energi hijau, yang dihasilkan dari cahaya matahari, tanah dan air.

Sebetulnya minyak yang yang terkuras dari ladang-ladang minyak Indonesia


baru 40 persen dari jumlah asalnya. Dengan cara menerapkan teknologi
terbaru diperkirakan akan dapat dikuras minimal sampai 50 persen dan
akan dapat memberikan tambahan cadangan terbukti menjadi dua kali dari
yang sekarang ini. Teknologi eksplorasi dan produksi migas telah sangat
berkembang dalam kurun waktu 1980-an dan pertengahan 1990-an.

Harga minyak sangat rendah pada saat itu (rata-rata 20 dolar AS per barel)
telah mendorong upaya memangkas biaya melalui inovasi teknologi yang
mampu menemukan minyak dengan biaya rendah. Sebagai keberhasilannya,
biaya pencarian minyak di kawasan non-OPEC telah turun dari 25 dolar ke 5
dolar per barel. Biaya pengangkatan minyak juga turun dari 5,5 dolar menjadi
3,5 dolar. Teknologi yang ditemukan juga mampu mengungkapkan prospek-
prospek minyak besar di frontier area seperti laut dalam sehingga membuat
investasi di area ini menjadi menarik.

Sepanjang 1994-2004 pertumbuhan produksi dunia didominasi oleh produksi


dari laut dalam dengan hampir 4 juta barel per hari, yang diperkirakan akan
terus meningkat menjadi sekitar 8.5 juta barel per hari pada 2010. Terobosan
teknologi yang lebih baru banyak diterapkan untuk kawasan yang sudah
tua, misalnya di Laut Utara dan Alaska. Produksi minyak Rusia bangkit lagi
setelah jatuh drastis pada pasca- perestoroika berkat penerapan teknologi
dan manajemen produksi yang termutakhir. Bagi kawasan yang belum
sepenuhnya terjangkau oleh teknologi baru (termasuk Indonesia), teknologi
baru tersebut berpeluang besar untuk pengembangan kembali lapangan-
lapangan yang sudah ada secara menguntungkan, apalagi dalam suasana
risiko investasi yang tinggi untuk pengembangan lapangan baru.

Berdasarkan informasi dari BP Migas, 90 persen lapangan di Indonesia sudah


melewati puncak produksi. Sebanyak 69 persen dari 520 lapangan yang ada
berstatus terdeplesi dan lebih dari 50 persen cadangan berada pada lapangan
berukuran kecil. Lapangan-lapangan tua diperkirakan hanya mempunyai
umur 7-8 tahun. Lapangan-lapangan marjinal yang jumlahnya cukup banyak

108
Lika-Liku Energi Indonesia

menunggu untuk dieksploitasi. Produksi yang pernah mencapai lebih dari


1,5 juta barel per hari sepuluh tahun yang lalu sekarang tinggal 1 juta barel
per hari.

Suatu kajian yang dilakukan IPA (Indonesian Petroleum Association) delapan


tahun yang lalu meramalkan kondisi sekarang ini. Pemerintah saat itu
mungkin sadar akan peringatan IPA tersebut tapi kemudian untuk melakukan
strategi baru terhalang oleh krisis politik dan krisis ekonomi.

Langkah-langkah yang diambil pemerintah sekarang ini untuk meningkatkan


cadangan dan produksi adalah mendekati investor untuk membuka wilayah
kerja baru atau yang lama, memperbaiki sistem perpajakan, menawarkan
bagi hasil yang menarik. Di samping itu insentif pemakaian teknologi baru
serta pemanfaatan lapangan marjinal diharapkan dapat meningkatkan
gairah kegiatan perminyakan Indonesia. Hasil dari perbaikan iklim investasi
dan operasi ini tentu harus ditunggu dalam kurun waktu 4-7 tahun ke depan
mengingat jadwal atau siklus kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak
dan gas di hulu memang memerlukan waktu sedemikian. Karena itu dapat
diduga bahwa pada 2006 produksi minyak Indonesia belum akan meningkat
secara signifikan.

Tanpa upaya tersebut, produksi minyak Indonesia pada 2010 hanya 500 ribu
barel per hari. Dengan upaya perbaikan iklim pengusahaan migas seperti
disebutkan tadi, produksi pada tahun 2010 seperti diperkirakan BP Migas
bisa naik menjadi 1.200-1.400 ribu barel per hari.

Dengan tingginya harga minyak maka dorongan investasi dan pengusahaan


migas di hulu kelihatannya cukup besar. Penemuan cadangan besar di
lapisan lebih dalam dari lapangan Cepu (Exxon Mobil), yang nota bene adalah
lapangan tua, menebar harapan baru bagi investor lain untuk mendapat
keuntungan yang serupa.

Empat potensi energi yang nampaknya akan digalakkan pemerintah adalah


geotermal, batu bara, energi hijau dan nuklir, di samping gas dan energi
baru dan terbarukan lainnya. Untuk energi transportasi di luar listrik, batu
bara dan energi hijau atau biofuel adalah sumber yang cukup menjanjikan.

109
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Pencairan batu bara sebagai sumber bahan bakar minyak sintetik dengan
teknologi bersih mulai menarik pada situasi harga minyak yang tinggi ini.
Kajian kelayakan oleh tekMIRA, BPPT,JCOAL, KOBELCO terhadap 3 jenis batu
bara Indonesia jenis lignit (brown coal) memberikan harga jual BBM sintetik
setara harga minyak mentah 23-29 dolar per barel. Ini investasi padat modal
(5 miliar dolar untuk kapasitas produksi BBM 100 ribu barel per hari) yang
memerlukan perlakuan khusus untuk melindungi investasi jangka panjang.

Batu bara Bangko, Sumatera Selatan dengan cadangan 2,5 miliar ton akan
mampu memberikan 1 juta barel per hari BBM sintetik selama 30 tahun.
Perlu dicatat bahwa cadangan terbukti batu bara Indonesia sebesar 6,9 miliar
ton, terukur 12,4 miliar ton dan sumber daya 57,8 miliar ton memberikan
optimisme bahwa batu bara adalah masa depan sumber BBM Indonesia.

Energi hijau adalah karunia Tuhan untuk bangsa ini, setara dengan minyak
dan gas untuk bangsa-bangsa di Timur Tengah. Misalnya, satu hektare lahan
dapat memberikan sekurang-kurangnya 8 ton atau 70 barel minyak kelapa
sawit (CPO) per tahun. 20-30 persen komponen kelapa sawit berkategorikan
bukan makanan dapat diarahkan sebagai pengganti BBM. Harga fraksi 300
dolar per ton setara dengan harga minyak 35 dolar per barel. CPO berkualitas
makanan dengan harga 400 dolar per ton, dapat diekspor sebagai pembayar
impor BBM. Untuk menghasilkan 1 juta barel BBM, maka diperlukan 5 juta
hektare lahan dan sekurang-kurangnya 1 juta tenaga kerja. Bayangkan bahwa
sekarang terdapat 40 juta lahan kritis di Indonesia.

110
Lika-Liku Energi Indonesia

Titik Rawan Bioenergi


Suara Karya, 16 Mei 2006

N
aiknya harga minyak bumi telah mendorong timbulnya pengusahaan
energi alternatif yang lebih murah seperti bioenergi, baik berupa
etanol pengganti bensin maupun biodiesel pengganti solar.
Perkembangan tersebut sangat menggembirakan karena untuk jangka
panjang bioenergi dapat mengatasi kebutuhan energi kita dan tidak akan
habis-habisnya.

Pada hakekatnya bioenergi adalah perwujudan energi matahari ke


tetumbuhan melalui proses biosintesa antara air dengan gas karbon dioksida
yang ada di udara. Indonesia disinari matahari penuh 12 bulan setahun,
berbeda dengan negara-negara empat musim yang hanya 6 bulan, jadi jelas
negara kita ini lebih kompetitif dalam pengusahaan bioenergi.

Walaupun demikian, daya saing bioenergi tetap tergantung harga minyak


bumi. Selama lebih dari 15 tahun harga minyak rata-rata berada di bawah
US$ 20 per barel sehingga bioenergi pada waktu itu, dalam bentuk apapun,
tidaklah layak dikembangkan secara ekonomis. Namun demikian, beberapa
negara sekarang tetap sudah sangat maju di bidang tersebut, yaitu Brazil,
Amerika Serikat, Cina dan Eropa Barat, berkat kebijakan subsidi yang mereka
berikan selama belum mampu bersaing dengan minyak bumi.

Berbagai kajian menunjukkan bahwa bioenergi dapat diproduksi sekarang


sedikitnya dengan harga Rp 3500 per liter. Bilamana angka ini diterapkan
untuk bahan bakar minyak di pasar internasional pada kurs sekitar Rp 9000
per dollar US, diperoleh angka US$ 62 per barel atau ekivalen dengan harga
minyak mentah sekitar US$ 55 per barel.

Ini menunjukkan bahwa daya kompetisi bioenergi akan menjadi ‘rawan’


bilamana harga minyak mentah dunia menjadi lebih rendah dari US$ 55
per barel. Ramalan harga minyak dunia ke depan sangat lebar kisarannya
yaitu dari $ 35 sampai $ 80 per barel, yang menunjukkan bahwa walaupun
sebagian besar analis cenderung harga akan bertahan tinggi, kemungkinan
harga minyak akan turun kembali juga tidak dikesampingkan.

111
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Pada saat harga minyak melebihi US$ 55 per barel, bioenergi, baik berupa
etanol maupun biodiesel dari minyak nabati sangat layak secara ekonomis,
tidak memerlukan subsidi dan mampu mengikuti mekanisme pasar. Namun
pada tingkat harga di bawah itu tentu kita tidak akan membiarkan para petani
membabat ‘kebun bioenergi’nya dan pabrik-pabrik pengolah bioenergi
dibesituakan karena merugi.

Karena itu akan diperlukan suatu kebijakan pemerintah dari sekarang yang
dapat menjamin stabilitas harga yang kondusif untuk jangka panjang. Artinya
pemerintah menetapkan suatu pagu harga BBM yang tidak memberatkan
konsumen tapi juga mampu melindungi produsen bioenergi pada saat
diperlukan.

Misalnya, pada harga minyak sangat tinggi, kepada konsumen diberikan


subsidi seperti sekarang ini, tapi pada harga minyak lebih rendah dari pagu,
pemerintah melindungi produsen bioenergi dengan cara menstabilkan harga
pada tingkat yang layak ekonomi untuk produksi. Dengan cara demikian pada
harga minyak mentah yang rendah pemerintah dapat menabung kelebihan
penerimaan penjualan minyak dan gas untuk digunakan sebagai subsidi
nantinya pada waktu harga minyak tinggi.

112
Lika-Liku Energi Indonesia

Prospek Biofuel Dalam Energi Nasional dan Global


Makalah kunci pada Seminar Nasional Bioteknologi, 15-16 November 2006,
Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta

D
ewasa ini dan ke depan kebutuhan energi terus meningkat terutama
di negara berkembang. Di samping energi fosil masih mendominasi
pemenuhan kebutuhan energi dunia, tidak meratanya lokasi sumber-
sumber energi menimbulkan kekhawatiran keamanan pasokan. Demikian
juga era minyak murah kelihatannya sudah berakhir. Karena itu biofuel
telah menarik perhatian dunia karena merupakan alternatif bahan bakar
transportasi, jalan keluar keamanan pasokan energi, perbaikan lingkungan
serta pencegahan perubahan iklim akibat gas rumah kaca. Biofuel juga
merupakan cara untuk menstimulasi pengembangan pedesaan, menciptakan
lapangan kerja dan menghemat devisa.

Pangsa biofuel saat ini 1% dari energi dunia dan baru berkembang di
beberapa negara. Target-target di berbagai negara akan meningkatkan
dengan cepat produksi biofuel walau baru mencapai di bawah 10% dalam
baur energi dunia tahun 2025. Biaya produksi biofuel, kecuali bioetanol di
Brazil, masih belum kompetitif di banding bahan bakar minyak. Dukungan
fiskal pemerintah masih harus diberikan. Harapan ada pada teknologi baru,
yang masih belum sampai pada taraf komersial, baik dalam budi daya
tanaman maupun dalam konversi produk nabati menjadi biofuel, dengan
pendekatan bioteknologi maupun kimia.

Baur energi Indonesia dewasa ini masih didominasi energi fosil. Kebijakan
energi nasional mentargetkan penurunan pangsa minyak bumi menjadi
hanya 20% di tahun 2025 dan meningkatkan sebesar mungkin energi
terbarukan. Untuk itu pemerintah telah mencanangkan program besar
produksi biofuel sekitar 17 juta ton/tahun untuk 5-10 tahun ke depan yang
akan memberikan lapangan kerja baru sebanyak 3,5 juta orang, pembukaan
6 juta ha lahan untuk penanaman jatropha, kelapa sawit, tebu dan singkong,
dan investasi sekitar 160 triliun rupiah. 40 juta lahan kritis menanti untuk
dimanfaatkan. Berbagai tantangan operasional, infrastruktur, teknologi dan
permodalan harus diselesaikan dalam mencapai sasaran.

113
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Tantangan Energi Dunia Dewasa ini dan ke Depan


Energi merupakan mesin dari pertumbuhan ekonomi setiap negara. Negara-
negara maju atau negara-negara industri sejak puluhan tahun telah menikmati
energi secara berlimpah ruah, termasuk sebelum era 1970an di mana harga
minyak hanya sekitar $1 per barel, sehingga ketersediaan energi yang masih
dinilai murah ini telah membawa kemajuan ekonomi negara-negara industri
sekarang ini. Berbeda dengan saat ini dimana negara berkembang malahan
menghadapi harga energi sangat tinggi pada waktu mereka sedang berjuang
mengembangkan perekonomiannya.

Tantangan energi global adalah bagaimana mengamankan pasokan energi


untuk konsumen, melindungi lingkungan dari dampak pemakaian energi
dan mencegah perubahan iklim dunia akibat emisi gas rumah kaca yang
sebagian besar berasal dari energi fosil.

Pada tahun 2030 dunia memerlukan lebih dari 50% energi lebih banyak
daripada sekarang ini , yang totalnya mencapai 16,3 miliar ton ekivalen minyak
(toe) per tahun. Lebih dari dua pertiga peningkatan ini berasal dari negara
berkembang, yang memang sedang menghadapi pertumbuhan ekonomi
dan penduduk paling pesat. Namun, negara maju, walau pertumbuhan
konsumsinya tidak besar dan jumlah penduduknya relatif kecil, jumlah absolut
yang dikonsumsi mereka tetap paling besar.

Energi fosil (minyak, gas dan batubara) masih mendominasi baur energi
(energy mix) dalam tiga dekade ke depan dengan pangsa tetap di atas 80%
pada tahun 2030 (Gambar 1. Bahan Bakar Fosil Masih Mendominasi Energi
Dunia). Energi nuklir, energi air dan biomassa tidak banyak berubah. Energi
terbarukan lainnya, geotermal, matahari, angin, ombak dan gelombang,
walau tumbuh dengan pesat, pangsanya tetap kecil terhadap permintaan
energi global.

114
Lika-Liku Energi Indonesia

Konsumsi bahan bakar minyak negara berkembang masih pada tingkat yang
rendah. Melihat jumlah kendaraan per penduduk di negara berkembang
masih sangat kecil maka di masa depan dapat diperkirakan potensi yang
sangat besar pertambahan kendaraan di kawasan ini yang tentu akan
berdampak kepada permintaan energi terutama minyak.

Sampai tahun 2025 pertumbuhan ekonomi terbesar terjadi di negara


berkembang dan didominasi oleh beberapa negara ‘emerging economies’
seperti Cina, India, Brazil, Korea, Afrika Selatan dan lain-lain. Peningkatan
permintaan minyak juga terpusat di negara berkembang dan lebih dari 50%
dari seluruh peningkatan dunia tersebut berada di negara Asia.

Di negara Asia sendiri peningkatan terutama didominasi oleh Cina dan


India karena pertumbuhan ekonomi dan penduduk mereka sehingga
porsi konsumsi negara ini masing-masing naik dari 38 menjadi 48% dan 13
menjadi 17%. Konsumsi di Jepang dan Korea malah menurun karena tidak
signifikannya pertambahan penduduk dan menurunnya intensitas pemakaian
energi (Gambar 2. Cina dan India Mendominasi Permintaan Energi Asia).

115
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Dengan makin sulitnya penemuan baru maka diperkirakan dunia akan


mengalami ‘puncak produksi’ antara tahun 2015-2035 dan setelah itu akan
mengalami penurunan. Lapangan minyak di banyak negara non-OPEC
sudah banyak mengalami kondisi ‘mature’ terutama di negara-negara OECD
sehingga sudah mengalami penurunan. Secara global, produksi di negara-
negara non-OPEC akan mendatar antara tahun 2010-1015. Peningkatan
terbesar akan terjadi di Timur Tengah sehingga pada tahun 2025 jumlah
produksi OPEC akan meliwati non-OPEC dan ketergantungan kepada OPEC
akan makin besar.

Tuntutan akan tersedianya energi yang berkualitas makin membesar


didorong oleh kesadaran dampak pemakaian energi terhadap kesehatan dan
lingkungan. Minimisasi emisi gas buang berbahaya serta bahan-bahan lainnya
merupakan sasaran utama formulasi spesifikasi baru bahan bakar. Tuntutan
pembatasan emisi tersebut telah mendorong industri untuk memecahkan
masalah tersebut dari berbagai pendekatan, baik dari teknologi permesinan
maupun dari teknologi kilang/produksi bahan bakar .

116
Lika-Liku Energi Indonesia

Pembakaran bahan bakar fosil diyakini menyebabkan pemanasan global


melalui efek rumah kaca yang ditimbulkan oleh CO2 yang terakumulasi di
atmosfir. Pada tahun 1990 jumlah CO2 yang dilepas ke atmosfir per tahunnya
sudah mencapai sekitar 25 miliar ton atau setara 6,8 miliar ton karbon.
Apabila CO2 dibiarkan lepas seperti itu maka pada tahun 2050 jumlah CO2
yang dibuang ke atmosfir akan meningkat empat kali lipat. Diperkirakan
bahwa dalam periode tahun 1990-2100 temperatur atmosfir dapat naik
sekitar 1,4 sampai 5,8 oC tergantung dari jumlah CO2 yang dilepas ke atmosfir,
namun yang jelas akan didominasi oleh CO2 hasil pembakaran. Ini dapat
menyebabkan naiknya permukaan laut, naik dan makin bervariasinya curah
hujan antar wilayah, yang menimbulkan risiko banjir besar, dan di samping
itu masa kekeringan juga bertambah lama. Lapisan es di Greenland akan
menipis, demikian juga tudung es dan gletser di gunung-gunung tinggi, yang
sekarang merupakan sumber air minum bagi penduduk di sekeliling gunung.

Penangkapan dan penyimpanan CO2 hasil pembakaran merupakan cara


paling efektif untuk mencegah perusakan iklim. Demikian juga dengan
mengembangkan biofuel yang emisi CO2 nya lebih rendah.

IEA ( International Energy Agency) memperkirakan harga nominal minyak


tidak akan lebih rendah dari $40 dalam berbagai skenario. Dalam skenario
dimana investasi kurang memadai, harga akan melonjak tinggi melebihi $80
per barel pada tahun 2030. Asumsi ini bersandarkan terutama pada faktor-
faktor fundamental.

Naiknya harga minyak pada tahun 1974 telah mendorong Brazil untuk
mengembangkan biofuel berupa etanol dari tebu sebagai pengganti bensin
dan sekaligus mengembangkan kendaraan berbahan bakar etanol. Saat ini
pengembangan sumber minyak non konvensional pengganti minyak makin
marak baik berupa GTL (gas to liquid) antara lain di Malaysia dan Qatar, CTL
(coal to liquid) di Afrika Selatan dan Cina, oil sand di Kanada dan biodiesel
di berbagai negara (Gambar 3 Minyak Non Konvensional Akan memasuki
Pasar Global).

117
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Prospek Global Biofuel


Dewasa ini ke depan kebutuhan energi terus meningkat terutama di negara
berkembang. Di samping energi fosil masih mendominasi pemenuhan
kebutuhan energi dunia, tidak meratanya lokasi sumber-sumber energi
menimbulkan kekhawatiran keamanan pasokan. Demikian juga era minyak
murah kelihatannya sudah berakhir. Karena itu biofuel telah menarik
perhatian dunia karena merupakan alternatif bahan bakar transportasi, jalan
keluar keamanan pasokan energi, perbaikan lingkungan serta pencegahan
perubahan iklim akibat gas rumah kaca. Biofuel juga merupakan cara untuk
menstimulasi pengembangan pedesaan, menciptakan lapangan kerja dan
menghemat devisa.

Pangsa biofuel dewasa ini hanya sekitar 1% dari energi dunia atau sekitar
700 ribu barel per hari (bph). Sebagian besar atau 90% daripadanya berupa
bioetanol dan sisanya atau 10% berupa biodiesel. Dengan dorongan
kebijakan berbagai negara, produksi biofuel dunia akan meningkat cepat
menjadi 1,2 juta bph pada tahun 2011. Brazil dan Amerika Serikat adalah

118
Lika-Liku Energi Indonesia

produsen bioetanol terbesar masing-masing di atas 3,5 miliar gallon per


tahun. Brazil memakai tebu sebagai bahan baku sedangkan Amerika Serikat
dari jagung. Bioetanol dipakai sebagai campuran bensin di Eropa dan Amerika
Utara dengan komposisi 5-10%. Di Brazil, kandungan bioetanol dalam bensin
minimal 22%. Produsen biodiesel terbesar adalah Eropa, terutama Jerman dan
Perancis dengan bahan baku ‘rapeseed’. Biodiesel dipakai sebagai campuran
dengan bahan bakar diesel biasa dengan komposisi 10-15%.

Penggalakan pemakaian biofuel makin marak di berbagai negara. Di Brazil,


75% dari kendaraan sudah memiliki sistem bahan bakar ganda yang disebut
flexfuel yaitu yang mampu memakai bensin atau bioetanol atau campuran.
Amerika mentargetkan peningkatan pemakaian bioetanol sampai tahun
2012 lebih dari 90% atau 28 miliard liter per tahun. Uni Eropa mentargetkan
biofuel merupakan 5,75% dari energi transportasi mereka pada tahun 2010
dan India mentargetkan 20% dari bahan bakar transportasi mereka pada
tahun 2012 terdiri dari biodiesel.

Saat ini hampir seluruh produksi biofuel berasal dari tanaman biji-bijian,
tanaman yang mengandung gula dan tanaman minyak. Namun begitu,
sebagian besar zat tanaman (hingga dua pertiga dari massa tanaman
bukanlah gula atau zat tepung, melainkan selulosa, hemiselulosa dan lignin.
Jika zat-zat tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku, maka hal
itu secara substansial dapat memperluas suplai biomassa yang ada untuk
dirubah menjadi biofuel, dapat menurunkan emisi bersih gas rumah kaca
(net well-to-wheels CHG) dan membantu mengurangi potensi konflik pangan/
bahan bakar.

Teknologi canggih untuk memproduksi biofuel masih dalam fase penelitian


& pengembangan dan tidak akan tersedia secara komersial hingga tahun
2010. Perbedaan yang paling mencolok dibanding biofuel konvensional yaitu
teknologi yang paling canggih ini akan menggunakan biomassa lignoselulosa
daripada tanaman agrikultura. Biomassa lignoselulosa berarti biomassa yang
terdiri dari biomassa yang terbuat dari tumbuhan kayu-kayuan atau rumput-
rumputan, seperti tanaman tahunan (mis. pohon willow, poplar, eucalyptus,
miscanthus) dan sisa-sisa pertanian dan kehutanan.

119
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Teknologi paling canggih adalah proses-proses gasifikasi, yang sangat


mirip tapi berbeda terkait dengan jenis katalis dan kondisi proses yang
digunakan. Dalam proses gasifikasi, biomassa akan dirubah bentuknnya
menjadi gas sehingga membentuk gas sintesa yang terutama tersusun dari
karbon monoksida dan hidrogen. Gas sintesa kemudian akan digunakan
untuk menghasilkan berbagai macam produk sejenis bahan bakar diesel
yang menggunakan katalis yang didasarkan pada proses Fischer-Tropsch.
Teknologi gasifikasi, saat ini dalam fase demonstrasi, menawarkan potensi
efisiensi konversi yang tinggi karena menggunakan semua komponen
utama dari sumber daya lignoselulosa. Tantangan-tantangan teknisnya yang
menonjol adalah modifikasi teknologi gasifikasi batubara untuk biomassa,
pembersihan dan pengkondisian gas sintesa, pengembangan beberapa
jenis katalis, serta penggunaan produk sampingan seperti listrik dan panas .

Produksi bioetanol lignoselulosa saat ini berada dalam fase rintisan/


demonstrasi. Penelitian difokuskan pada produksi gula karbon terfermentasi
5 dan 6 yang nantinya dapat diubah bentuknya menjadi etanol. Langkah
hidrolisis sangat penting dalam mengubah komponen selulosa dan
hemiselulosa menjadi gula yang terfermentasi. Hidrolisis komponen dari
materi lignoselulosa adalah lebih sulit daripada memproses zat tepung
dari biji-bijian. Penelitian & pengembangan yang sedang berlangsung,
seperti pengidentifikasian enzim yang lebih baik dan lebih murah, sedang
dilaksanakan guna meningkatkan efisiensi dan ekonomi proses dari
pendekatan ini. Fermentasi biomassa lignoselulosa juga dihadapkan pada
tantangan yang unik. Meski gula karbon-6 (disimpan sebagai selulosa)
dapat difermentasi oleh mikroorganisme yang tersedia secara komersial,
organisme itu biaasnya tidak mengubah gula karbon-5 (yang disimpan
sebagai hemiselulosa). Kegiatan penelitian dan pengembangan telah
menciptakan organisme yang mampu menghasilkan etanol baik dari gula
karbon-5 maupun karbon-6. Namun, materi lignoselulosa mengandung
gula yang lebih bervariasi serta produk lainnya, beberapa diantaranya dapat
menghambat reaksi fermentasi.

Proses lain yang disebut HydroThermalUpgrading adalah suatu proses yang


dikembangkan yang secara khusus dikembangkan untuk biomassa basah
seperti limbah organis. Proses ini masih berada dalam fase eksperimentasi,

120
Lika-Liku Energi Indonesia

dimana penelitian dipusatkan pada sifat kimia reaksi dari proses HTU dan
pengujian beberapa jenis bahan baku.

Biofuel hasil teknologi baru tersebut memiliki emisi bersih gas rumah kaca
(well-to-wheel GHG emissions) yang lebih rendah (dengan pengurangan emisi
gas rumah kaca hingga 80-90 persen dibandingkan dengan pengurangan
40-50 persen untuk biofuel yang ada saat ini), dan dampak lingkungan
lainnya yang lebih rendah (erosi, pestisida). Di samping itu, lahan berkualitas
tinggi yang dibutuhkan untuk memproduksi biofuel lanjutan lebih sedikit
karena produksi energi bersih biomassa lignoselulosa lebih tinggi. Untuk
tanaman agrikultural tahunan, hasil produksinya hanya 100 – 200 GJ/ha/tahun
(tebu di Brazil: 200-500 GJ/ha/tahun), sedangkan hasil produksi tanaman
pohon-pohonan abadi/perennial (biomassa lignoselulosa) dapat mencapai
220-550 GJ/ha/tahun. Tampak nyata, potensi produksi untuk biomassa
lignoselulosa tergantung pada ketersediaan lahan yang cocok, dengan
mempertimbangkan lahan untuk produksi pangan dan pelestarian hutan
dan wilayah alam (natural area), serta hasil panen, yang tergantung pada
jenis tanaman, metode produksi, kualitas lahan, dan kondisi iklim.

Di samping itu, sifat bahan bakar dari biofuel lanjutan adalah lebih baik
dibandingkan dengan biofuel konvensional, kadang bahkan lebih baik
dibandingkan dengan sifat bahan bakar fossil, misal, bebas sulfur dan kualitas
pembakaran yang lebih tinggi. Diesel FT dan diesel HTU dapat dicampur
dengan bahan bakar fossil dalam rasio berapapun tanpa perlu menyesuaikan
infrastruktur distribusi atau mesin kendaraan.

Meski tidak ada fasilitas skala produksi yang telah dibangun hingga saat ini,
biofuel lanjutan diperkirakan akan memiliki kinerja ekonomi dan lingkungan
yang jauh lebih baik dibandingkan dengan biofuel konvensional.

Rekayasa genetik memainkan peran penting dalam pengembangan biofuel


lanjutan. Bidang penelitian utama adalah ”pemrosesan bio” (bioprocessing),
yang menggabungkan berbagai jenis enzim yang berbeda, dan secara
genetis merekayasa enzim-enzim baru, yang bekerja secara bersama-sama
untuk melepaskan gula hemiselulosa maupun gula selulosa secara optimal.

121
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Cara lain menurunkan biaya produksi biofuel dan memperbaiki karakteristik


lingkungannya adalah dengan meningkatkan hasil panen, meskipun metode-
metode tradisional seperti pembiakan selektif masih terus memainkan
peran utama dalam memperbaiki hasil panen, tingkat perbaikannya cukup
lamban. Bioteknologi menawarkan suatu pendekatan penting, khususnya
dalam jangka menengah hingga panjang. Meski masih diliputi banyak
ketidakpastian, genom hasil panen yang dimodifikasi secara genetis dapat
membawa peningkatan besar-besaran pada hasil panen, berkurangnya
kebutuhan terhadap pupuk dan perbaikan dalam resistansi hama. Selain
itu, rekayasa genetis dapat menghasilkan persentase selulosa/hemiselulosa
yang lebih tinggi pada tanaman yang diperuntukkan untuk energi. Hambatan
paling besar adalah kekhawatiran sosial menyangkut keamanannya dalam
rantai makanan. Tanaman yang diperuntukkan untuk energi seperti rumput
switch (switch grass) mungkin menghadapi rintangan yang lebih sedikit
dibandingkan dengan tanaman pangan, karena rumput tersebut tidak
dikonsumsi oleh manusia.

Sejak jatuhnya harga minyak pada tahun 1986 dan sejak itu sampai tahun
2000 harga minyak rata-rata hanya sekitar US$ 18 biofuel tidak kompetitif
dibanding bahan bakar minyak. Untuk mendukung pengembangan biofuel
berbagai negara memberikan insentif fiskal. Amerika Serikat dan Jerman
memberikan keringanan pajak, Brazil mematok harga bioetanol lebih rendah.
Setiap hektar lahan pertanian yang memproduksi biofuel di Eropa mendapat
insentif 45 Euro per tahun.

Perdagangan internasional biofuel diperkirakan akan berkembang demi


adanya kesetimbangan permintaan dan pasokan antar negara. Berbagai
hambatan perdagangan serta hambatan infrastruktur masih harus
dihilangkan.

Biaya pembuatan biofuel ditentukan berbagai faktor seperti lokasi, skala


produksi, teknologi, jenis bahan tanaman. 58-65% dari biaya pembuatan
etanol adalah untuk bahan baku. Ongkos produksi pembuatan gula di Brazil
termurah di dunia, hanya US$ 145 per ton sedangkan dibanyak negara lain
dari 200 sampai lebih dari US$400 per ton (di Indonesia rata-rata Rp 4400/
kg atau US $ 400/ton). Karena itu produksi bioetanol di Brazil juga termurah

122
Lika-Liku Energi Indonesia

di dunia yaitu sebesar $0,22-0,29 per liter, yang berarti setara harga minyak
antara $35-50 per barel. Biaya produksi biodiesel di USA US$ 0,50 dan di Eropa
US$ 0,62 per liter yang berarti setara harga minyak US$ 60 dan 75 per barel
(Gambar 4. Produksi Gula Termurah di Brazil yang Memungkinkan Bioetanol
yang Kompetitif)

Prospek Biofuel Nasional


Indonesia dewasa ini menghasilkan sekitar 1 juta barel per hari minyak
mentah, sekitar 3 tcf per tahun gas dan 132 juta ton per tahun batubara.
Cadangan terbukti minyak bumi hanya cukup untuk 23 tahun produksi,
sedang untuk gas dan batubara ebih lama, masing-masing 62 dan 146 tahun.

Cadangan energi non-fosil cukup banyak namun belum banyak terman­faat­


kan.

Bahan bakar minyak dewasa ini masih mendominasi baur energi nasional
yaitu sebesar 50% yang jumlahnya pada tahun 2005 sudah mencapai

123
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

sekitar 1 juta barel per hari. Peran minyak, terutama untuk menghasilkan
BBM bagi sektor transportasi masih sulit digantikan. Keterbatasan sumber
minyak di Indonesia menimbulkan ketergantungan kepada minyak impor,
ketergantungan mana merupakan suatu kerawanan keamanan pasokan
energi nasional. Karena itu dalam kebijakan energi nasional pemerintah
mentargetkan pangsa minyak diturunkan menjadi 20% pada tahun 2025
dan meningkatkan pemakaian gas, batubara dan energi terbarukan. Pangsa
biofuel ditingkatkan menjadi 5% atau sekitar 390 ribu bph setara minyak
(Gambar 5. Sasaran 2025, Menurunkan Ketergantungan dari Minyak Bumi).

Indonesia memiliki keunggulan komparatif untuk menghasilkan biofuel.


Lokasi negara ini persis di daerah tropis memberikan sinar matahari dan curah
hujan yang tinggi yang diperlukan untuk budidaya bahan baku biofuel. Lahan
untuk penanaman juga masih banyak tersedia. Saat ini tersedia 40 juta lahan
kritis menanti untuk dimanfaatkan.

Berbagai tanaman mungkin untuk sumber bioetanol yang bervariasi dalam


kemampuan memberikan etanol. Ubi jalar, sorgum manis, singkong dan tebu
memberikan tingkat produksi etanol per hektar yang cukup tinggi.

124
Lika-Liku Energi Indonesia

Untuk itu pemerintah telah mencanangkan program besar produksi biofuel


sekitar 17 juta ton/tahun yang akan memberikan lapangan kerja baru
sebanyak 3,5 juta orang dan pembukaan 6 juta ha lahan. Jatropha dan kelapa
sawit akan merupakan sumber biodiesel. Tebu dan singkong merupakan
sumber bioetanol. Untuk program ini diperlukan investasi sekitar 160
triliun rupiah. Untuk 5 tahun ke depan akan dimanfaatkan 900 ribu hektar
lahan untuk memproduksi bioetanol dana 500 ribu hektar untuk biodiesel.
Berbagai tantangan operasional, infrastruktur, teknologi dan permodalan
harus diselesaikan dalam mencapai sasaran.

Pemerintah sudah siap dengan berbagai perangkat peraturan kebijakan yang


mendukung pemanfaatan biofuel. Biofuel dapat dalam bentuk campuran
sampai 10% yang masih dikategorikan bahan bakar minyak (BBM) atau
campuran di atas 10% dan murni 100% yang dikategorikan bahan bakar lain
khusus dan bahan bakar lain (BBL).

Harga bahan bakar minyak dalam tiga tahun terakhir ini mencapai di atas
US$ 50 per barel. Dalam kurun waktu 5-10 tahun ke depan diperkirakan
harga akan menurun menjadi sekitar US$ 40 per barrel. Karena itu angka ini
sekurangnya dapat dijadikan patokan untuk menghitung keekonomian dari
biofuel. Pada harga ini biaya produksi bensin dan bahan bakar diesel akan
sekitar US$0,38 per liter atau Rp 3450 per liter pada nilai tukar Rp 9100/US$.

125
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Harga kelapa sawit adalah sekitar US$400 per ton. Biaya operasi pembuatan
biodiesel (metanol, energi, investasi dan lain-lain, dikurangi nilai produk
samping gliserol) per liter US$ 0,126. Dengan demikian biaya produksi total
adalah US$ 0,496 per liter atau US$ 79 per barel yang berarti ekivalen harga
minyak bumi US$ 59/barel. Biaya pembuatan bioetanol termurah di dunia di
Brazil ekivalen dengan harga minyak $35-%50 per barel sedangkan produksi
gula di Indonesia masih terkenal termahal di dunia atau lebih dari 2 kali di
Brazil.

Situasi ini harus diperhitungkan pemerintah agar pengusahaan biofuel tidak


tersaingi oleh menurunnya harga minyak (Gambar 7 Usulan Sistem Harga
untuk Melindungi Biofuel). Dalam hal biaya produksi biofuel lebih tinggi
dari BBM maka harus diterapkan subsidi kepada produsen seperti yang juga
dilakukan di negara-negara lain.

Kesimpulan
Peningkatan penduduk dan perekonomian dunia akan memacu konsumsi
energi yang sangat besar sehingga diperlukan lebih sumber-sumber energi
yang dapat dicapai. Peningkatan konsumsi terutama di negara berkembang
yang memerlukan akses energi dengan harga terjangkau.

126
Lika-Liku Energi Indonesia

Masalah keamanan pasokan energi telah mendorong berkembangnya


biofuel yang juga memberikan keuntungan lainnya berupa pengurangan
gas rumah kaca, perbaikan lingkungan, pengembangan ekonomi pedesaan
dan pemasukan devisa.

Biofuel memerlukan penggalangan besar-besaran pembukaan lahan, para


pengusaha dan petani serta perbaikan infrastruktur yang melibatkan investasi
yang sangat besar.

Teknologi maju pembuatan biofuel, baik dari sisi pertaniannya maupun dari
sisi produksi bahan baku menjadi biofuel masih harus terus dikembangkan
agar biofuel dapat diproduksi dengan biaya kompetitif terhadap bahan bakar
minyak. Untuk itu akan diperlukan penilitian dan pengembangan rekayasa
genetik pengembangan bibit dan enzim fermentasi maupun pengembangan
proses kimia konversi dari tanaman bahan selulosa.

Dukungan fiskal dan kebijakan pemerintah lainnya masih diperlukan dalam


sistem harga biofuel terhadap BBM demi melindungi keberlanjutan usaha
biofuel.

Daftar Pustaka
1. International Energy Agency, World Energy Outlook 2004
2. Energy Information Administration, International Energy Outlook 2006
3. Rossi, V., Rising risks in oil demand forecasting, IEA-OPEC Workshop, 19 May 2006,
Oslo, Norway.
4. OPEC (Background paper in 10th International Energy Forum, Doha, 22-24 April
2006)
5. Ken Koyama, PhD, “Global Oil Demand: Outlook and Uncertainties”, 4th Joint
OPEC-IEA Workshop, May 19, 2006 , Oslo, Norway
6. IEA (Background paper in 10th International Energy Forum, Doha, 22-24 April
2006)
7. Sarah A. Emerson “Reaching the Tipping Point in the U.S.: Gasoline Policies and
Oil Demand”, 4th Joint OPEC-IEA Workshop, May 19, 2006 , Oslo, Norway
8. Vinod Khosla, Biofuels: Think outside the Barrel, Feb. 2006
9. Holmes, B., AEBF 2006, Asean Energy Business Forum
10. Masami Kojima and Todd Johnson Potential for Biofuels for Transport in
Developing Countries, Energy Sector Management Assistance Programme
(ESMAP), October 2005
11. Tatang H. Soerawidjaja, Seminar Nasional Biofuel,“Implementasi Biofuel Sebagai
Energi Alternatif”,Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta, 5 Mei
2006
12. Berbagai laporan internal OPEC Secretariat, Vienna, Austria.
13. Informasi dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
14. Informasi dari Departemen Pertanian.

127
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Laboratorium Penelitian Bahan Bakar Nabati dari algae atau ganggang mikro di Lemigas dengan para
peneliti Chairil Anwar, Koordinator Kelompok Pelaksana Penelitian dan Pengembangan Proses, di
dampingi peneliti bioteknologi: Dhiti Adiya Hanupurti dan Onie Kristiawan.

128
Lika-Liku Energi Indonesia

Kiat RI Hadapi Krisis Energi


Investor Daily 28 April 2008

K
encangnya kenaikan harga minyak belakangan ini juga merefleksikan
terjadinya pengikisan mitos dollar. Harga minyak 300 dollar per barel
bukan tidak mungkin dicapai bilamana nilai dollar terus melemah.
Saya pernah melihat selembar uang kertas lama sebuah negara Eropa Timur
yang berlabel angka satu miliar sedangkan nilainya hanya seharga sebungkus
rokok. Semoga pelemahan dollar tidak separah itu karena kalau demikian
tentu akan merontokkan ekonomi dunia ini.

Harga minyak dewasa ini seakan terlepas dari sistem permintaan dan pasokan
karena terbawa oleh perkembangan pasar uang yang sangat spekulatif.
Peningkatan produksi OPEC dianggap tidak akan menurunkan harga dan
malah hanya akan meningkatkan stok minyak dunia. Sedangkan, kalau stok
meningkat terus sampai suatu level tertentu, harga dapat tiba-tiba terjun
bebas seperti terjadi sepuluh tahun yang lalu yang sampai saat ini masih
menjadi trauma bagi OPEC.

Naiknya harga beras dunia sebesar lebih dari tiga kali lipat dengan cepat
belakangan ini menunjukkan bahwa kelangkaan komoditas pokok seperti
makanan dan energi dapat menaikkan harganya sampai tak terbatas, walau
mungkin hanya untuk jangka pendek. Karena itu dunia juga cemas terhadap
kelangkaan energi yang dapat menjurus ke arah krisis energi global, walaupun
kemungkinannya masih untuk jangka menengah ke atas.

Peningkatan penduduk dunia menjadi lebih dari 8 miliar jiwa pada tahun
2030 dari sebesar 6,5 miliar jiwa dewasa ini, yang jika diikuti pertumbuhan
ekonomi akan menaikkan konsumsi energi menjadi 120 miliar ekivalen
barel minyak per tahun. Sementara saat ini masih 2 miliar penduduk dunia
yang belum memperoleh pelayanan energi modern sehingga masih terus
dalam siklus kemiskinan berkepanjangan, terhambat dalam perkembangan
ekonomi, ketersediaan air, makanan dan pelayanan kesehatan yang layak.

Lebih dari 80% dari energi primer dunia masih akan berupa energi fosil
(minyak, gas dan batubara) dan minyak masih merupakan bahan bakar
utama. Pada tahun 2030 dunia akan memerlukan minyak sebesar 116 juta

129
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

barel/hari, dibanding 87 juta barel dewasa ini. Dengan cadangan terbukti


minyak dunia hanya sekitar 1,2 trilliun barrel tentu ketersediaan pasokan
minyak hanya untuk 30 tahun. Kemana dicari sumber-sumber baru? Dunia
makin cemas karena bilamana dipetakan, sebagian besar negara-negara
dunia adalah pengimpor minyak.

Hanya Timur Tengah, Rusia serta sedikit wilayah di Afrika dan Amerika Latin
yang kelebihan minyak alias eksportir. Kawasan Asia, Eropa dan Amerika
ternyata negatif dalam neraca minyaknya sehingga semua mata tertuju ke
Timur Tengah untuk mengamankan masa depan pasokan minyak mereka.
Apakah nanti antar negara akan berebut mengamankan pasokan minyak dari
sumber-sumber tersebut dengan kontrak-kontrak jangka panjang seperti
yang dilakukan Cina saat ini dengan negara-negara Afrika penghasil minyak ?

Kecemasan tersebut makin meningkat karena bilamana negara-negara


seperti Cina dan India mulai konsumtif seperti Amerika maka sumber-
sumber tersebut akan habis lebih cepat lagi. Beberapa tahun belakangan ini
pertambahan cadangan dunia tidak imbang dengan peningkatan produksi
sehingga tentu umur produksi cadangan juga akan menciut. Sudah jarang
ditemukan jebakan minyak berukuran raksasa, apalagi di kawasan non-
OPEC seperti Laut Utara, Amerika dan lainnya (termasuk Indonesia) yang
produksinya terus mengecil.

Investasi yang diperlukan untuk mempertahankan dan meningkatkan


produksi minyak dan gas dunia sampai 2030 mencapai 10 trilliun dollar dan
separo lebih hanya untuk memproduksi minyak. Yang menjadi masalah
adalah apakah ada keinginan dan kemampuan investasi sebesar itu pada
negara-negara pemilik minyak dan gas, yang umumnya tidak membolehkan
investor luar masuk.

Juga ada keraguan pada negara-negara eksportir migas serta investor tentang
apakah peningkatan konsumsi minyak dunia sebanyak itu akan nyata adanya
dan sampai seberapa pengurangan permintaan migas untuk mencegah
berlanjutnya perubahan iklim. Ketidak pastian tersebut membawa risiko
tersendiri bagi investor bilamana fasilitas produksi yang mereka bangun
ternyata tidak berguna karena kelebihan kapasitas.

130
Lika-Liku Energi Indonesia

Situasi tersebut ikut menyebabkan bertahannya harga minyak tinggi. Pasar


sudah yakin era minyak murah sudah berakhir dan spekulan berani mematok
harga tinggi untuk pemesanan jangka panjang.

Visi yang mencemaskan tersebut seolah mulai menyatukan kesepahaman


negara-negara konsumen, produsen dan investor di bidang energi. Dalam
International Energy Forum yang juga saya hadiri di Roma minggu lalu,
para menteri energi dari lebih 74 negara dan 27 pimpinan perusahaan
energi raksasa ibarat dalam suatu ‘konser’ yang melantunkan ‘irama’ saling
ketergantungan antar semua pelaku energi dunia. Semuanya sepakat akan
perlunya dialog berkesinambungan dan penanganan bersama kesisteman
energi energi dunia agar diperoleh suatu stabilitas pasar energi yang pasti,
transparan dan menguntungkan semua fihak.

Dalam perkembangan tersebut sudahlah sangat tepat kebijakan Indonesia


untuk memfokuskan sumber-sumber energinya untuk domestik.
Pertumbuhan cepat permintaan energi negara ini patut dicemaskan, namun
tidak bisa dicegah karena energi adalah mesin pertumbuhan ekonomi.
Masalahnya, ketersediaan cadangan minyak terbukti hanya 4.3 miliar barel
atau untuk 10 tahun konsumsi, masa yang cukup singkat. Sedangkan
pertambahan cadangan baru, seperti di banyak negara lainnya, juga sangat
kecil. Karenanya perusahaan minyak nasional kita juga sudah harus mulai
rajin memburu sumber-sumber minyak di luar negeri. Ketersediaan cadangan
gas lebih baik, bisa untuk 30 tahun lebih, namun menunggu pembangunan
infrastruktur yang cukup untuk dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh rakyat.

Di atas kertas, sumber-sumber energi non-migas Indonesia yang cukup


bervariasi masih menjanjikan dan sangat pantas disyukuri dibanding
banyak negara lainnya yang miskin sumber energi. Sumber panas bumi kita
sekurangnya dapat memberikan listrik setara satu juta barel minyak per hari
tanpa habisnya. Sebanyak satu juta barel per hari bahan bakar minyak masih
dimungkinkan dihasilkan dari pencairan batubara yang tersedia di samping
pemakaian langsung untuk listrik. Satu juta barel bahan bakar nabati juga
dapat diperoleh dari penanaman 15 juta hektar sebagian lahan kritis yang
belum dimanfaatkan. Belum peluang lain dari energi angin, air, matahari
dan nuklir. Namun pengusahaan sumber-sumber tersebut dan penataannya

131
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

memerlukan upaya luar biasa di samping waktu, biaya, teknologi dan sumber
daya manusia serta iklim investasi.

Sudah tersedianya Undang-Undang Energi akan memperjelas penataan


sistem energi kita. Di samping penanganan jangka pendek masalah bahan
bakar minyak dan listrik saat ini, penataan dan pengembangan energi ke
depan tentu akan perlu digerakkan lebih awal dan didukung sepenuhnya
oleh segenap jajaran bangsa agar penyediaan energi dapat diberikan
pada waktunya untuk menghindarkan krisis energi yang akibatnya dapat
menakutkan bagi bangsa ini.

132
Lika-Liku Energi Indonesia

Pajak BBM Masyarakat Mampu


Suara Karya , Kamis, 8 Januari 2009

M
enurunnya harga minyak dunia memungkinkan pemerintah melepas
harga bahan bakar minyak (BBM) ke harga keekonomiannya. Ini
akan merupakan langkah besar menuju sistem ekonomi yang
bebas dari subsidi yang distortif.

BBM merupakan komoditas strategis dalam perekonomian setiap negara.


Komoditas ini menjadi pendukung utama pendanaan pemerintah, baik di
negara produsen maupun konsumen minyak. Banyak pendanaan pemerintah
negara produsen, terutama negara berkembang, 70-90% bergantung pada
ekspor minyak dan gas.

Di negara konsumen, pemerintah memanfaatkan pajak BBM yang sangat


tinggi, mencapai 200%. Dana pajak tersebut dipakai untuk pembangunan
infrastruktur, pendidikan, kesehatan, sosial, dan pengembangan teknologi.

Walau produksi minyak Indonesia hampir 1 juta barel/hari, jika dibagi


jumlah penduduk, produksinya hanyalah 1,5 barel/kapita/tahun. Sangat
kecil dibandingkan negara-negara produsen lain seperti Qatar (362 barel/
kapita/tahun), Arab Saudi (132), Iran (21), Malaysia (11), dan USA (6). Dengan
demikian mereka mampu memberikan BBM murah.

Jumlah cadangan terbukti minyak Indonesia hanya 18 barel/kapita, sangat


kecil dibanding Qatar (18.000 barel/kapita), Arab Saudi (11.000), Iran (1.900),
Malaysia (112), USA (70), Inggris (60).

Dalam peta minyak dunia, Indonesia malah lebih dekat ke negara-negara


konsumen seperti Eropa dan Jepang dan negara-negara tetangga kita
seperti Filipina, Thailand, Singapura yang baik produksi maupun cadangan
minyaknya hampir nol barel/kapital.

Karena itu, demi keamanan dan stabilitas energi Indonesia, sudah selayaknya
negara kita mengambil manfaat pengalaman strategis negara-negara
konsumen tersebut dengan menerapkan sistem baru dengan beberapa
penyesuaian yang memperhitungkan masyarakat tidak mampu.

133
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Dalam sistem baru ini, harga BBM untuk masyarakat mampu dikenai pajak
yang lebih tinggi, katakanlah 40-50% di atas biaya keekonomiannya. Namun,
perlu dibuat fleksibel, yaitu pada harga minyak dunia tinggi, pajak dapat
diturunkan. Harga inilah yang diberlakukan di SPBU. Masyarakat kurang
mampu dan industri tetap hanya membayar dengan harga keekonomian
seperti sebelumnya, melalui suatu sistem kendali, misalnya dengan kartu
pintar.

Dengan cara ini, efisiensi tetap dapat ditingkatkan, pemborosan dan


peningkatan konsumsi dapat diminimalkan. Pajak BBM dapat dipakai untuk
subsidi silang masyarakat kurang mampu, untuk dana pembangunan, dan
untuk talangan subsidi pada saat harga minyak terlalu tinggi.

Pajak BBM juga memungkinkan penerapan sistem harga yang kondusif


bagi energi alternatif. Di Jerman, Prancis, dan Amerika, misalnya, bahan
bakar nabati(BBN) diberi keringanan pajak dibanding BBM, sehingga
harganya masih bersaing. Prancis memakai pajak BBM untuk mendukung
pengembangan teknologi energi, sehingga negara ini (walau bukan produsen
migas) sangat terkemuka dalam teknologi migas dan teknologi energi lainnya.

134
Lika-Liku Energi Indonesia

Berpihak ke NOC (Badan Usaha Migas Milik Negara)


Warta Ekonomi, Februari 2010

M
inyak dan gas adalah karunia Tuhan tak ternilai kepada suatu
negara dan tidak dapat tergantikan setelah dikuras habis. Apalagi
apabila pemiliknya adalah negara berkembang dan tidak memiliki
sumberdaya alam lain yang memadai serta sumber daya manusia dan
teknologi yang belum bisa diandalkan untuk bersaing di bidang industri
dengan negara-negara lain yang lebih maju. Maka, kekayaan migas dapat
merupakan modal utama untuk pembangunan bangsa agar pada saat
tertentu ekonominya tidak lagi sangat tergantung kepada minyak dan
gas. Artinya, setiap tetes minyak dan gas dari bumi tersebut harus dapat
dimanfaatkan untuk “ sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Karena itu beberapa negara penghasil migas seperti misalnya Saudi Arabia,
Kuwait, Iran, Mexico, sumber migas dikelola sendiri melalui perusahaan
minyak nasional atau National Oil Company (NOC) mereka sehingga asing
tidak dapat masuk kecuali hanya sebagai pemberi jasa dalam kegiatan
pencarian dan produksi minyak dengan diberi upah sesuai pekerjaannya. Ini
hanya terlaksana bilamana negara bersangkutan memiliki sendiri dana yang
cukup untuk membiayai semua kegiatan tersebut.

Ketidakmampuan atau kekurangan di bidang pendanaan, tenaga ahli,


manajemen dan teknologi memaksa negara-negara lain pemilik lahan minyak
termasuk Indonesia menerapkan sistem konsesi dan/atau bagi hasil. Ibarat
pemilik tanah miskin yang tidak punya modal, alat maupun pengetahuan
bertani terpaksa berbagi rezki kepada yang lebih kuat. Namun sipemilik tanah
atau minyak tentu tidak seharusnya selalu bergantung kepada kekuatan luar
karena secara bertahap semestinya mampu“ berdaulat dan mengelola hak
miliknya sendiri demi kemakmuran bangsa”.

Negara-negara berkembang pemilik lahan migas umumnya lalu membentuk


NOC, yang sahamnya seluruhnya dimiliki negara. Untuk Indonesia adalah PT
Pertamina. Perusahaan minyak internasional atau International Oil Company
(IOC) lalu diundang untuk berkerja sama. Maka terciptalah berbagai bentuk
kerja sama antara para entitas tersebut.Undang-undang (UU) dibuat agar

135
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

negara memperoleh semaksimum mungkin hasil migas mereka namun


dengan memperhatikan agar IOC juga memperoleh pengembalian modal
disertai keuntungan semenarik mungkin.

Maka dari itu umumnya strategi negara pemilik migas adalah menguasai
mayoritas kepemilikan usaha kerja sama serta memberikan persyaratan
bagi hasil yang ketat sehingga IOC hanya memperoleh keuntungan yang
sewajarnya namun tetap menarik, serta di lain pihak menumbuhkan NOC
masing-masing agar menjadi kuat yang pada akhirnya dapat mandiri.

NOC di Beberapa Negara


Dua orang ahli Indonesia yang masih bertugas di Sekretaria OPEC di Wina,
Benny Lubiantara dan Ali Nasir, mengirimkan kepada penulis suatu kajian
tentang NOC di beberapa negara yang situasinya agak mirip dengan
Indonesia yaitu Nigeria, Algeria, Venezuela dan Libya.

Di Nigeria, hampir seluruh model konsesi berupa Joint Venture (JV) dengan
55 – 60% interest dimiliki oleh NOC dalam hal ini Nigerian National Petroleum
Corporation (NNPC). Model lainnya adalah bagi hasil dan kontrak servis.

National Oil
Negara Regulasi
Company (NOC)
Nigeria Nigeria National · Seluruh modal konsesi adalah berupa
Petroleum joint venture (JV) dengan 55-60%
Corporation (NNPC) interest dimiliki oleh NOC
· Bagi hasil dan kontrak servis

Algeria Sonatrach · Mengeluarkan UU Hidrokarbon


· Pengaturan windfall profit tax

Venezuela PDVSA · Kenaikkan royalti menjadi 30% untuk


PDVSA dan income tax dinaikkan
hingga 50%
· PDVSA menjadi mayoritas pemegang
saham untuk semua jenis kontrak JV

Malaysia Petronas · Memiliki wewenang mengelola


wilayah perminyakan serta mengelola
kotraktor bagi hasil

136
Lika-Liku Energi Indonesia

Algeria, pada 2005 mengeluarkan UU Hidrokarbon yang mirip dengan Un­


dang-Undang Migas kita 22/2001 yaitu memfokuskan peran NOC Sonatrach
ke bisnis minyak dengan membentuk dua badan baru, yaitu: ALNAFT dan ARH
yang masing-masing sangat mirip dengan BPMigas+Ditjen Migas dan BPH
Migas+Ditjen Migas. Namun keberpihakan nasional tetap diteruskan pada
UU tersebut karena porsi Sonatrach minimum 51%, untuk kontrak eksplorasi
maupun eksploitasi, sedangkan pihak lainnya (IOCs) maksimum 49%. UU ter­
sebut juga memperkenalkan pengaturan windfall profit tax.

Kasus Venezuela menarik karena pernah terjadi penguasaan segelintir oknum


sehingga dikeluarkan aturan yang malah merugikan Negara, walau secara
juridisnya NOC negara ini (PDVSA) adalah pengelola utama migas. Pada era
tersebut tingkat royalti dan pajak penghasilan diturunkan sehingga sangat
menguntungkan oknum oligarki yang berkuasa. Presiden Chavez kemudian
mengubah kepincangan tersebut dengan Undang-undang baru dimana
royalti naik menjadi 30% untuk PDVSA dan income tax dinaikkan kembali
menjadi 50%. Di samping itu PDVSA harus menjadi pemegang saham
mayoritas untuk semua jenis kontrak JV, pada prakteknya minimum 60%.

Di Libya, NOC dan affiliasinya juga memiliki hak terbesar yaitu 56%. Pada
model bagi hasil semua kontrak mewajibkan partisipasi NOC. Baru setelah
minyak atau gas ditemukan dan pada tahap pengembangan NOC ikut
menanggung biaya bersama investor dan porsi NOC adalah sebesar 50%.

Di Malaysia, Petronas memiliki kewenangan penuh mengelola wilayah


perminyakan yang diusahakan sendiri di samping juga mengelola kontraktor
bagi hasil. Dalam sistem bagi hasil yang biasa Petronas memperoleh pangsa
penerimaan 20% ke atas, sisanya baru ke kas negara. Dengan cara ini Petronas
didukung secara finansial sehingga memiliki kemampuan untuk ekspansi
kegiatan ke manca negara maupun ke industri lainnya.

137
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Pengelolaan Sumber Migas Negara-Negara Berkembang:


1. Negara-negara berkembang penghasil migas mengelola sendiri sumber
migasnya melalui perusahaan minyak nasional atau National Oil Company
(NOC)
2. Apabila negara berkembang itu memiliki sendiri dana yang cukup untuk
mebiayai semua kegiatan pencarian dan produksi minyak, maka asing tidak
dapat masuk kecuali hanya sebagai pemberi jasa dalam kegiatan itu dengan
diberi upah sesuai pekerjaanya.
3. Ketidakmampuan atau kekurangan di bidang pendanaan, tenaga ahli,
manajemen, dan teknologi memaksa negara-negara berkembang lain pemilik
lahan minyak termasuk Indonesia menerapkan sistem konsesi dan/atau bagi
hasil dengan mengajak kerjasama perusahaan minyak internasional atau
International Oil Company (IOC).
4. Umumnya strategi negara pemilik migas dalam kerjasama itu adalah menguasai
mayoritas kepemilikan usaha kerja sama serta memberikan persyaratan
bagi hasil yang ketat sehingga IOC hanya memperoleh keuntungan yang
sewajarnya, namun tetap menarik, serta di lain pihak menumbuhkan NOC
masing-masing agar menjadi kuat yang pada akhirnya dapat mandiri.
5. Adalah suatu kemustahilan mengharapkan NOCs, termasuk Pertamina, dapat
bersaing dengan IOCs tanpa keistimewaan apapun. Keistimewaan “menjadi
tuan rumah di negeri sendiri” merupakan modal yang sangat diperlukan jika
NOC diharapkan menjadi perusahaan kelas dunia.

Di Brazil, Norwegia dan Tiongkok, dan berbagai negara lainnya semangat pro
NOC dari negaranyapun sangat besar walau tidak harus memiliki keseluruhan
saham dari NOC tersebut. Apabila dahulu Brasil adalah negara importir
minyak, sekarang Brasil telah memproduksi 2 juta barel per hari dan merajai
teknologi pengeboran di laut dalam sehingga mampu menemukan jebakan
minyak raksasa Tupi di kedalaman laut lebih dari 3.000 meter.

Dari gambaran di atas terlihat bahwa dukungan dan keberpihakan pemerintah


terhadap NOC di beberapa negara tersebut sangat jelas, baik legal maupun
finansial. Dengan demikian, adalah wajar kalau kemudian pangsa berbagai
NOC tersebut terhadap produksi nasional mereka relatif sangat besar yang

138
Lika-Liku Energi Indonesia

tentu tidak bisa selalu dibandingkan dengan Pertamina karena sistemnya


dan penekanannya tidak sama.

Adalah suatu kemustahilan mengharapkan NOCs, termasuk Pertamina,


dapat bersaing dengan IOCs tanpa keistimewaan apapun. Hal ini bukan
berarti bahwa dengan keistimewaaan (privilege) NOC akan otomatis
menjadi perusahaan kelas dunia. Masih banyak hal lain yang mempengaruhi
kemampuan NOC untuk berevolusi menjadi perusahaan kelas dunia, namun
keistimewaan “menjadi tuan rumah di negeri sendiri“ merupakan modal yang
sangat diperlukan jika NOC diharapkan menjadi perusahaan kelas dunia.

Keberpihakan Indonesia kepada Pertamina tercermin dalam Peraturan


Pemerintah No 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan
Gas Bumi, yaitu bahwa Pertamina dapat memohon untuk mendapatkan
wilayah kerja terbuka tertentu maupun wilayah kerja yang sudah habis
masa kontraknya dan permohonan tersebut dapat disetujui dengan
mempertimbangkan program kerja, kemampuan teknis dan keuangan
Pertamina. Dari data yang disajikan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas, 65%
pengelolaan hulu migas Indonesia berada di tangan asing, dan produksi
minyak Pertamina hanya 15% dari produksi nasional. Ini berarti peraturan
tersebut harus lebih terarah dan diperkuat sebagai undang-undang agar
mampu mendukung perkembangan perusahaan milik negara ini.

139
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Indonesia‘s Refining Developments: Future Prospects and


Challenges
Lemigas Scientific Contributions, Vol 33, No 2, September 2010

Since 1994 Indonesia has not built any new refineries due to the economic crisis in
1998, which was followed by political reform. Last year Indonesia had imported
more than 400 thousand bpd (barrel per day) of petroleum products. On the
supply side, Pertamina’s refinery capacity of 1,050 thousand bpd produces only
up to 750 thousand bpd of petroleum fuels or 68% of domestic consumption.

A study has been conducted on the refining development in Indonesia up to


year 2030. According to a projection based on reference scenario, in year 2030
Indonesia will consume 2.60 million bpd of petroleum fuels. If security of supply
approach is taken into consideration, Indonesia will require 3 million bpd of total
refinery capacity. New refineries producing additional 2 million bpd have to be
constructed in order to fulfill domestic demand for petroleum fuels. The additional
new refineries would then be on-stream one by one with 300 thousand bpd of
capacity starting from year 2015, and would be built near consumers’ area or
close to the existing refineries.

As the margin of new refinery is not high enough, appropriate strategies such as
optimum configuration, synergy to utilize possible supporting resources should
be taken into consideration, while Indonesian government should also offers
better incentives in order to make the project economically feasible.

Introduction
Indonesia has not built any new refineries since the year 1994 although fuel
demand has continued to increase. The plan to develop new refineries had to
be cancelled because of the Asian economic crisis in 1998, which was followed
by a drastic political change as Indonesia moved into the democracy era.

In the years from 1995 to 2003, the world also went through a period of excess
refining capacity. The refinery margin was very low, and sometimes even
fell to a negative, making it economically unfeasible to build new refineries.

140
Lika-Liku Energi Indonesia

Furthermore, capital scarcity in the market at that time made the investment
decision more difficult.

As the fuel consumption continue to increase, existing refineries are no more


capable to fullfil domestic demand and the present fuel import has reached
more than 400 thousand barrels/day.

A study has been conducted on the prospect of refining development in


Indonesia up to year 2030. Factors at work in the study include security of
supply, increased petroleum fuel demand, geographic situation, increased
petroleum fuel import, national economic development, human resources
and technology capability.

Supply and Demand of Petroleum Fuels


Indonesia consumes at present more than 1,030 kb/d of petroleum fuels.
Approximately 46% of which was used for transportation. 40% of the
transportation products were motor diesel, 30% was gasoline, 15% was
kerosene and the rest were industrial diesel oil, fuel oil and avtur/avgas.
Indonesia also produces and consumes about 0.22 million kiloliters of
biofuels per year. The biofuels, which are ethanol and biodiesel, are mixed
with gasoline and motor diesel respectively.

More than half of the petroleum fuels are consumed in Java and Bali islands.
However, Indonesia is an archipelago consisting of more than 17,000 islands.
The distribution of petroleum fuels in this country becomes therefore a
complicated task which should be considered in selecting the location of
new refineries (Figure 1).

141
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Since late 2005 Indonesia has significantly reduced the subsidy for petroleum
fuels. The fuels for industry are now sold at international market prices.
Transportation fuels such as gasoline and motor diesel are still subsidized
about 15-30% of its economic prices depending on the relevant market
prices. The government is now planning to restructure the subsidy sistem in
order to provide the subsidy only for the poor and for public transportation.

In order to reduce consumption of petroleum products, this country is


diversifying its energy supply by producing biofuel, increasing the use of
natural gas, developing geothermal energy and replacing the use of kerosene
with LPG for households and micro businesses.

By the end of 2009, about 44 million free LPG stoves and cylinders had been
distributed to the low-income people. LPG equivalent to 5.4 million kiloliters
/year of kerosene replaced have been consumed. Because the use of LPG is
more efficient than kerosene, this program has saved the country by US $
1.56 billion last year. Households in remote areas will continue to use the
subsidized kerosene.

142
Lika-Liku Energi Indonesia

According to the study based on 6.5% per year of national economic growth,
the annual growth of petroleum products would be 3.2%. The petroleum
demand would then increase more than two folds, from 1200,000 bpd (barrels
per day) in 2006 to 2.7 million bpd in 2030 excluding biofuels, whereas the
supply from existing refineries is only 700-800 thousand bpd (Figure 2). The
deficit of domestic supply is then growing from year to year.

Existing Refineries
The existing refineries are located near the crude oil production areas or
near the consumers’ areas (Figure 3). The complexity of those refineries is
generally low, except for the Balongan refinery in West Java and the one
in Dumai which have a complexity factor of 10.9 and 7.4, respectively. The
average complexity factor of those refineries is 5.0.

Except for the Balongan refinery, those refineries were built or revamped
before the year 1990. They were designed to use local crude oils as feedstock,
with the exception of a single unit I in the Cilacap refinery which uses Arabian
Light Crude in order to produce lube base oils. The total capacity of the
refineries is 1,050 thousand barrels per day.

143
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Future Refineries
At present Indonesia imports some 400 thousand barrels a day of petroleum
products. This country is now one of the largest petroleum fuels importers
in Asia. Without new refineries, the import will continue to increase to 1850
thousand barrels by the year 2030, which means it will substantially weaken
the security of supply of the country.

According to the study, by 2015 two refineries located in Banten province


(in western part of Java) and Tuban in East Java respectively, should be
constructed. Both are grass root refineries with 300 thousand bpd of capacity
(Figure 4). These new refineries could reduce fuels import to about 200
thousand bpd.

By 2020, two new refineries should also be constructed near the existing
refineries, in Balongan in West Java and in Cilacap in Central Java. Both have
300 thousand bpd of capacity. These new refineries could reduce fuels import
to about 70 thousand bpd.

144
Lika-Liku Energi Indonesia

After 2020, three new refineries should be constructed. Two refineries


of which, located in Dumai in Central Sumatra and in Musi in South
Sumatra, will produce 300 thousand bpd. Both are located near the
existing refineries in the respected area. The third is a grass root refinery
that would be located in South Sulawesi of about 125 thousand bpd of
capacity, which is intended to supply the region of Eastern Indonesia.

In this scenario, Indonesian domestic crude oil production is considered to


be the same as the current level at about 1 million bpd, the crude oil import
will therefore increase significantly to about 2 million bpd at 2030.

The crude oil sources in the future for the new refineries would come from
Middle East and Africa. The crude oil quality would be medium to heavy and
sour. As Indonesia would need more gasoline and motor diesel, the new
refinery configuration would be bottom upgrading route, such as catalytic
cracking or hydro cracking scheme. The investment required might be around
US $ 4-6 billion for a 250-300 thousand bpd of capacity.

Pertamina Planning
Of those new refineries that are proposed to be built, Pertamina is planning
to develop 3 refineries. The first two refineries which would be expected to

145
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

come on stream by 2015/2016 will be constructed in Banten province and


Tuban, East Java, respectively.

The Banten Bay refinery, located three-hour drive from Jakarta to the west,
would be built in two stages with 150 thousand bpd each. The preliminary
study has been conducted.

The Tuban refinery is a green field refinery of 300 thousand bpd of capacity,
which is expected to use Middle East and African crude oils as feedstock.
Preliminary feasibility study is currently being prepared.

The third refinery would be the expansion of existing Balongan refinery with
additional 300 thousand bpd of crude intake. Middle East and African crude
oils are also expected as feedstock. Preliminary feasibility study is also being
prepared.

The feasibility of New Refinery and The Need of Government Support


The new refinery must be competitive at MOPS (Mid oil Platts Singapore)
prices plus transport, whereas the margin of new refinery is generally not high
enough and it is difficult to predict the long-term margins. High complexity,
petrochemical integration, production of specialty products, high standard
of operating efficiency and synergies with existing refineries (which are also
of low margins) are therefore among the strategies that should be taken
into consideration when developing new refineries. The participation of the
crude oils provider in the investment would also improve the feasibility of
the project as well as secure long-term supply of the feedstock.

For that reason, the Indonesian government policy encourages the investors
to take part in the investment by providing necessary assistance, which
includes, among others, G to G negotiation in crude oil supply (with petroleum
exporting countries), some incentive offers in order to make the project
economically feasible such as lower taxes, accelerated amortization and full
company equity ownership.

According to the current regulation, the tax waive on revenue will be applied
to the revenue equal to 30% of capital invested during 6 years period. Higher
tax waive is currently being discussed with the government. Besides the

146
Lika-Liku Energi Indonesia

reduction of tax on revenue, amortization can be accelerated two times


than the normal one, and the cumulative compensation on the loss can be
executed in 10 years. All of these can also reduce the tax on revenue.

The value added tax can be waived for capital goods such as machines and
plants equipments, as well as for feedstock. The sales tax will be reduced
from 30% to 23%-28%. 100% foreign ownership of refinery investment can
also be applied.

However, those incentives are still less competitive compared to those offered
in other countries. The government of Indonesia is therefore reviewing the
necessary improvement to the present incentives in order to create more
attractive and competitive investment climate.

Conclusion
By the year 2030, based on the reference scenario of this study, the final
energy consumption in Indonesia will increase to almost four fold while the
petroleum products will be about three fold or to 2.6 million barrel per day.

Being an archipelago and very dense population in certain region, the security
of supply of petroleum products in this country is utmost critical. This will
therefore require the development of new refineries of about 2 million barrels
per day capacity. The additional new refineries would be on-stream one by
one with 300 thousand barrel per day of capacity starting from year 2015,
and would be built near consumers’ area or close to the existing refineries.

Industrial optimization strategies should be explored for enhancing the


margin of the new refineries. However, better government incentives to
make the project economically feasible and more competitive is also a must
in order to attract potential investors.

Acknowledgement

The author would like to thanks colleges in Center of Data and Information,
especially Ms Farida Zed and Mr Saleh Abdurrahman, and those in R and D Center
for Oil and Gas Technology ‘LEMIGAS’, for their precious contribution, and to Mr.
Trias Noverdi, for his valuable help in reviewing the English of this paper.

147
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

References
1. Indonesia Energy Outlook 2008, Center of Data and Information , Ministry
of Energy and Mineral Resources, Jakarta, 2009
2. Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia 2008, Center of
Data and Information , Ministry of Energy and Mineral Resources, Jakarta,
2009
3. Kajian Pengembangan Kilang Minyak Indonesia Ke Depan, Center of Data
and Information, Ministry of Energy and Mineral Resources, Jakarta, 2008
4. PERTAMINA Refinery Development, Pertamina Workshop ‘Pembangunan
Kilang Baru Pertamina’, 17 March 2010, Jakarta.
5. OPEC World Oil Outlook 2009, OPEC Secretariat, Vienna, Austria, 2009
6. Minister of Energy and Mineral Resources Speech in Pertamina Workshop
‘Pembangunan Kilang Baru Pertamina’, 17 March 2010, Jakarta.
7. Evita, H.L., Kebijakan Minyak dan Gas Bumi dan Implementasinya,
Pertamina Workshop ‘Pembangunan Kilang Baru Pertamina’, 17 March
2010, Jakarta.

148
Lika-Liku Energi Indonesia

Cadangan Strategis Minyak untuk Keamanan Energi


Indonesia
Lembaran Publikasi Lemigas ( LPL) Volume 45, No. 1, April 2011

G
angguan pasokan minyak mentah dan bahan bakar minyak berakibat
parah kepada perekonomian negara yang terkena, bahkan juga kepada
situasi yang dapat menimbulkan ketidakstabilan sosial politik. Untuk
itu diperlukan cadangan penyangga energi untuk ketahanan energi negara
tersebut.

Keamanan energi Indonesia sudah dalam situasi rawan terhadap gangguan


pasokan, baik dalam hal distribusi bahan bakar minyak di dalam negeri maupun
dalam pengadaan impor minyak mentah untuk kilang-kilang di dalam negeri
dan impor bahan bakar minyak

Undang-undang dan peraturan-peraturan terkait sudah mengamanatkan


ketersediaan energi penyangga ataupun cadangan strategis minyak bumi dan
penyediaan bahan bakar minyak nasional.

Disarankan agar Indonesia membangun simpanan minyak mentah dan bahan


bakar minyak, pada tahap awal, sekurangnya untuk 30 hari impor.

Tanki-tanki yang tidak terpakai sepenuhnya yang berada di Pertamina maupun


di badan usaha kontrak kerja sama serta di depot-depot dan kilang-kilang dapat
dimanfaatkan sebagai penyimpan cadangan minyak dan bahan bakar minyak.

Kerja sama regional ASEAN harus lebih dikonkritkan, untuk dapat memperkuat
keamanan energi para anggotanya, terutama di saat kritis atau kelangkaan
pasokan.

Pendahuluan
Gangguan pasokan minyak mentah dan bahan bakar minyak berakibat parah
kepada perekonomian negara yang terkena, bahkan juga kepada situasi
yang dapat menimbulkan ketidakstabilan sosial politik. Untuk itu diperlukan
cadangan penyangga energi untuk ketahanan energi negara tersebut. Di
banyak negara, terutama negara pengimpor minyak, pemerintah terkait
mewajibkan keberadaan Strategic Petroleum Reserve, yang dipergunakan

149
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

dalam keadaan kelangkaan ataupun gangguan pasokan minyak mentah


maupun bahan bakar minyak.

Undang-undang No 30 Tahun 2007 tentang Energi menyatakan: Cadangan


penyangga energi adalah jumlah ketersediaan sumber energi dan energi
yang disimpan secara nasional yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
energi nasional pada kurun tertentu.

Sementara itu Undang-undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas


Bumi menyatakan kewajiban Pemerintah untuk menyediakan Cadangan
Strategis Minyak Bumi. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah No 36/2004
tentang Kegiatan Hilir Migas dinyatakan kewajiban Pemerintah untuk
penyediaan Cadangan Bahan Bakar Minyak Nasional. Kedua regulasi terakhir
ini berkenaan dengan persiapan tanggapan terhadap terjadinya kelangkaan
pasokan minyak bumi maupun bahan bakar minyak.

Minyak adalah energi yang paling fleksibel dan mudah dalam transportasi
dan pemakaian. Pada umumnya cadangan penyangga energi di dunia lebih
difokuskan kepada minyak bumi. Karena itu, tanpa mengenyampingkan
pentingnya jenis energi lainnya, tinjauan ini difokuskan kepada Cadangan
Strategis Minyak Bumi dan Cadangan Bahan Bakar Minyak Nasional.

Ketatnya Produksi Minyak Dunia sebagai Faktor Kerawanan Pasokan


Sampai tahun 2035 dunia diperkirakan akan mengalami pertumbuhan
GDP sebesar 3.2% dan lebih terfokus di negara-negara berkembang di Asia.
Permintaan minyak dunia juga akan meningkat rata-rata 1.1 juta bph (barel
per hari) per tahun sehingga dibanding tahun 2010 konsumsi minyak dunia
tahun 2030 akan naik sebesar 19 juta bph atau menjadi 105.5 juta bph.

Tabel 1

150
Lika-Liku Energi Indonesia

Pertumbuhan Permintaan Minyak Asia Tercepat di Dunia,


Juta barel/hari
Tahun
Area
2010 2020 2030
Negara-negara OECD 46.1 44.7 43.1
Negara-negara Berkembang 35.7 46.3 56.8
Asia 19.0 26.2 34.0
Luar Asia 16.7 19.9 22.8
Negara-negara Transisi
4.8 5.2 5.6
(Rusia dan lain-lain)
Dunia 86.5 96.2 105.5

Sumber: OPEC, 2010

Permintaan minyakpun paling cepat di Asia sedangkan di negara-negara maju


(OECD) permintaan menurun berkat upaya efisiensi dan diversifikasi energi
mereka di samping jumlah konsumsi per kapita mereka sudah sangat besar
di banding negara-negara berkembang.

Dalam masa waktu sampai tahun 2030 tersebut pertumbuhan produksi OPEC
akan lebih dua kali non OPEC sehingga pangsa OPEC akan naik dari 40% pada
tahun 2010 menjadi 45% pada tahun 2030. Sebagian besar lapangan minyak
di negara-negara non-OPEC mengalami penurunan produksi kecuali di Rusia,
negara-negara laut Kaspia dan Afrika.

Cadangan minyak duniapun mulai menyusut karena minyak yang ditemukan


sejak 20 tahun yang lalu lebih kecil dari yang diproduksikan (Gambar 1). Di
samping itu saat ini dunia merasa was-was akan kemampuan produksi dunia
untuk memenuhi permintaan sehingga ke depan diantisipasi terjadinya
situasi pasokan yang ketat dan dapat menjadi faktor kelangkaan pasokan.
Kita menyaksikan sekarang negara-negara pengimpor minyak berlomba
mendekati negara-negara penghasil minyak untuk mengamankan pasokan
jangka panjang kebutuhan minyak mereka.

151
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Lebih dari 70% pasokan minyak untuk Asia Timur berasal dari Timur Tengah
(Gambar 2) sehingga terjadi ketergantungan besar terhadap satu wilayah
sumber yang juga rawan secara politik. Ini juga merupakan suatu kerawanan
impor minyak mentah Indonesia terhadap kemungkinan hambatan pasokan.

152
Lika-Liku Energi Indonesia

Gangguan Pasokan Minyak Dunia


Gangguan pasokan minyak yang menonjol terjadi beberapa kali di Timur
Tengah, sekali di Venezuela dan di Nigeria, semuanya disebabkan faktor
geopolitik, yang kadang-kadang terjadi bersamaan (Venezuela dan Nigeria)
dan faktor cuaca (Badai Katrina dan Rita di Amerika, September 2005), maupun
karena kerusakan instalasi produksi atau transportasi minyak (pipa minyak
Alaska dan Norwegia, Nopember-Desember 2010). Kekurangan pasokan
minyak berkisar antara 1.5 – 5.6 juta bph (Gambar 3). Pemanfaatan stok
penyangga pernah dilakukan dua kali, yaitu waktu Perang Teluk tahun 1991
dan Badai Teluk Meksiko th 2005.

Gangguan pasokan masih mungkin terjadi karena berbagai faktor berikut:

· Ketegangan geopolitik dan ancaman terroris masih tinggi di negara-


negara penghasil minyak.
· Bencana alam yang dapat memutus jalur pasokan masih mungkin terjadi.
· Kapasitas produksi dunia, baik minyak mentah maupun bahan bakar
minyak masih sangat ketat sehingga dapat terjadi ketidakmampuan
memenuhi permintaan.

153
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

· Sumber minyak terlokasi hanya di beberapa negara dan investor tidak


dapat masuk karena batasan dari undang-undang dari negara terkait.
Dapat terjadi tidak selarasnya peningkatan kapasitas dengan peningkatan
permintaan minyak dunia yang berarti gangguan kelancaran pasokan.
· Untuk wilayah Asia Timur, 12 juta bph minyak diangkut dari Timur Tengah
melalui Selat Malaka dan meliwati celah sempit di selatan Singapura yang
lebarnya hanya 3 kilometer. Selat tersebut dilalui 60 ribu kapal per tahun
yang membuatnya menjadi titik liwat yang kritis. Makin meningkatnya
impor minyak dan perdagangan akan makin meningkatkan kerawanan
lalu lintas yang dapat mengganggu pasokan minyak ke arah Asia Timur.

Pengelolaan Cadangan Strategis Petroleum di Negara-Negara Lain


Cadangan strategis petroleum terdapat di negara-negara yang tergabung
dalam OECD berangotakan 28 anggota. 20 dari anggota sudah memiliki
cadangan strategis dan memiliki sebesar 4.1 miliar barel yang mampu
memenuhi 150 hari impor (Gambar 4). Gangguan pasokan terbesar yang
pernah terjadi mencapai sekitar 5 juta bph sehingga CPE mereka dapat
memenuhi hampir setahun kekurangan.

Kebijakan cadangan strategis mereka dikoordinasikan oleh IEA. Negara-


negara tersebut menjamin kewajiban melalui stok yang dimiliki pemerintah

154
Lika-Liku Energi Indonesia

dan kewajiban industri untuk mempertahankan stok minimum. Stok


yang dimiliki pemerintah sebesar 1.5 miliar barel sedangkan industri 2.6
miliar barel yang terdiri dari stok komersial dan stok wajib. Kewajiban stok
dikenakan berdasarkan status impor, karena itu anggota OECD yang berstatus
pengekspor murni seperti Kanada, Denmark dan Norwegia tidak diwajibkan
memiliki stok wajib. Rata-rata di seluruh anggota IEA, stok total terdiri dari
59% minyak mentah dan 41% BBM yang bervariasi antar negara.

Pengisian kewajiban stok oleh industri dapat dilakukan sendiri atau melalui
perusahaan penyedia jasa untuk itu baik yang berada di negara sendiri
maupun yang berada di negara tetangga.

Ketidakpatuhan dikenai sanksi denda atau hukuman badan.

Langkah-langkah dan mekanisme tanggap dalam situasi gangguan pasokan


dapat berupa pelepasan stok, mengurangi permintaan, pemindahan ke bahan
bakar lain dan peningkatan produksi (Gambar 5).

155
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Pembiayaan dari cadangan strategis petroleum di negara-negara anggota


IEA dapat merupakan beban anggaran pemerintah atau dibebankan kepada
publik melalui biaya BBM.

Faktor- Faktor Kerawanan Pasokan Minyak Indonesia


Faktor-faktor kerawanan pasokan minyak Indonesia adalah gangguan
terhadap impor dan gangguan distribusi domestik. Produksi minyak
Indonesia sejak 10 tahun terakhir turun sebesar 35% dari 1.33 juta bph
menjadi 0.88 juta bph sedangkan konsumsi saat ini sudah mencapai 1.2
juta bph. Demikian juga rasio cadangan minyak minyak terbukti yang dapat
diproduksikan tinggal untuk 12 tahun. Kenyataan ini menunjukkan bahwa
Indonesia sedang menuju atau ‘sudah’ berstatus pengimpor murni. Saat ini
Indonesia mengimpor 400 ribu bph minyak mentah, mengekspor 400 ribu
bph, dan mengimpor 340 ribu bph bahan bakar minyak. Dengan demikian
Indonesia akan dapat terkena risiko gangguan pasokan dari impor. Konsumsi
Indonesia akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi
sehingga Indonesia juga harus mengamankan sumber-sumber impor minyak
untuk jangka panjang.

Karena harus melayani wilayah kepulauan maka mata rantai distribusi


bahan bakar minyak di Indonesia cukup panjang dan rumit yang menuntut
tersedianya kemampuan prima fasilitas transportasi dan fasilitas distribusi
lainnya (Gambar 6). Kelangkaan sering terjadi di berbagai tempat karena
terlambatnya pasokan dan tipisnya persediaan simpanan bahan bakar
minyak.

Gangguan pasokan ke wilayah-wilayah konsumen terjadi akibat gangguan


yang disebabkan oleh faktor fasilitas distribusi, faktor alam dan faktor-faktor
lainnya sehingga cadangan penyangga juga harus tersebar di dekat lokasi
konsumen.

156
Lika-Liku Energi Indonesia

Gambar 9 POLA PASOKAN DAN DISTRIBUSI BAHAN


BAKAR SANGAT RUMIT
SABANG
IMPOR
KRUENG RAYA

LHOK SEUMAWE

UP. I - PKL. BRANDAN P. NATUNA


MEULABOH
TARAKAN TAHUNA
LAB. DELI

SIBOLGA

BITUNG

G. SITOLI UP. II - DUMAI P. BATAM TOBELO


TOLI - TOLI
SIAK
TERNATE
BONTANG GORONTALO
SINTANG MOUTONG
P. SAMBU

TT. TLK. PONTIANAK SAMARINDA


DONGGALA SUBUNG PABUHA BIAK
KABUNG
JAMBI SORONG
BALIKPAPAN POSO
MANOKWARI
PARIGI LUWUK TT.
CILIK RIWUT SANANA SERUI
WAY AME
SAMPIT KOLONDALE
BULA
PALOPO JAYAPURA
BENGKULU BANGGAI
UP. III - PLAJU PKL.BUN P. PISANG NAMLEA NABIRE
KENDARI MASOHI
BANJARMASIN PARE - PARE
FAK - FAK

KOLEKA

KOTA BARU RAHA


PANJANG
BAU -BAU
T. SEMANGKA UJ. PANDANG
UP.VI DOBO
TUAL
PLUMPANG
BALONGAN
TT.
TG. GEREM/MERAK SEMARANG CAMPLONG

SURABAYA

MENENG MERAUKE
UP. IV BADUNG MAUMERE
KALABAHI
CILACAP REO
SAUMLAKI
AMPENAN L. TUKA
TT. TLK BIMA ENDE DILI
MANGGIS
ATAPUPU
WAINGAPU

KUPANG

KETERANGAN

: KILANG
: TRANSIT TERMINAL : TERMINAL BACK LOADING • 6 TRANSIT TERMINALS
: JALUR DISTRIBUSI : DEPOT-DEPOT BBM : DISCHARGE PORT IMPOR • 7 TERMINAL & DEPO UTAMA
• 106 DEPO DARAT & LAUT LAINNYA
BBM • 54 DPPU
: FLOATING STORAGE

Sumber:Page 10
PERTAMINA

Penyimpanan Minyak Mentah di Indonesia


Minyak mentah di Indonesia disimpan di tanki simpan perusahaan-
perusahaan minyak hulu dan kilang-kilang Pertamina. Tingkat pemakaian
tanki-tanki Pertamina bidang Hulu yang tersebar di berbagai wilayah operasi
dan berkapasitas seluruhnya 3,6 juta barel hanya sekitar 25% sehingga masih
memberikan ruang untuk dipakai untuk cadangan strategis. Juga terdapat
potensi pada tanki-tanki simpan yang dioperasikan perusahaan-perusahaan
kontrak bagi hasil lainnya.

Pemakaian tanki-tanki minyak mentah Pertamina Pengolahan dilaporkan


sudah maksimum sehingga tidak terdapat lagi ruang untuk cadangan
strategis minyak bumi pemerintah.

Penyimpanan Dan Distribusi Bahan Bakar Minyak Di Indonesia


58% dari bahan bakar minyak dikonsumsi di Pulau Jawa-Bali, 24% di Pulau
Sumatera, 10% di Kalimantan, 6% di Sulawesi dan 2% di Papua (Gambar 7).

157
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

KONSUMSI BAHAN Gambar 7


BAKAR MINYAK PACIFIC OCEAN

SOUTH CHINA
OCEAN

2%
MEDAN PAPUA
SINGAPURA SULAWESI
BALIKPAPAN
10 % 6%
S. PAKNING KALIMANTAN
PALEMBANG
MEDAN MAKASAR
GASOLINE : 40 JAYAPURA
KEROSENE : 25 GASOLINE : 6
24 % JAVA OCEAN KEROSENE : 4
GASOIL : 100
GASOIL : 15
SURABAYA
JAKARTA SEMARANG
PALEMBANG
JAWA 58 % BALIKPAPAN MAKASAR
GASOLINE : 25
KEROSENE : 15 GASOLINE : 20 GASOLINE : 20
GASOIL : 40 KEROSENE : 10 KEROSENE : 10
GASOIL : 70 GASOIL : 30

JAKARTA SEMARANG SURABAYA


GASOLINE : 100 GASOLINE : 65 GASOLINE : 60
KEROSENE : 60 KEROSENE : 45 KEROSENE : 40
Unit : MBCD
GASOIL : 100 GASOIL : 50 GASOIL : 90
KILANG MINYAK Sumber: PERTAMINA

Kilang-kilang Pertamina tersebar di 6 lokasi ( dua di Sumatera, dua di Jawa,


satu di Kalimantan Timur dan satu di Papua) dengan kapasitas total 1,046
juta bph.

Bahan bakar minyak di Indonesia dewasa ini disimpan di tanki simpan kilang-
kilang minyak dan depot-depot Pertamina. Dengan adanya liberalisasi migas
hilir swasta juga sudah mulai membangun tanki-tanki simpannya sendiri.

Tanki-tanki bahan bakar minyak di kilang-kilang Pertamina, di depot-depot


Pertamina, di Perkapalan berkapasitas total sekitar 8 juta kilo liter atau 60 juta
barel yang tingkat pengisiannya bervariasi dari satu wilayah ke wilayah lain,
namun secara nasional baru termanfaatkan sekitar 50% sehingga berpeluang
untuk dipakai sebagai penyimpanan cadangan bahan bakar minyak nasional.

Kerja Sama Regional Ketahanan Cadangan Minyak Mentah dan


Bahan Bakar Minyak.
ASEAN merupakan kawasan net-negatif dalam pasokan-permintaan minyak
dimana dari permintaan 4.3 juta bph, 2.8 juta bph diproduksi sendiri dan 1.5

158
Lika-Liku Energi Indonesia

juta bph diimpor. Tahun 2010 net impor diperkirakan akan naik menjadi 2,9
juta bph. Pada tahun 2015 diperkirakan semua negara ASEAN akan menjadi
importir minyak.

Mengingat besarnya ketergantungan impor negara-negara ASEAN maka


dirasakan bersama perlunya kemampuan menjawab situasi darurat energi
dengan jaminan ketersediaan minyak mentah dan bahan bakar minyak.
Tahun 1986 ASEAN menerbitkan kesepakatan regional yang dikenal sebagai
1986 ASEAN Petroleum Security Agreement (1986 APSA), yang dirancang
untuk mengalokasikan minyak mentah dan bahan bakar minyak diantara
anggota bilamana dalam keadaan gangguan pasokan ataupun kelebihan
pasokan.

Pada waktu the 14th ASEAN Summit in Thailand 1 Maret 2009 telah
diperbaharui APSA and its Annex on Coordinated Emergency Response
Measures (CERM). Kesepakatan APSA yang baru ini meletakkan berbagai
opsi untuk memperkuat keamanan energi anggota-anggota ASEAN, secara
bersama atau sendiri-sendiri. Mekanisme CERM dirancang untuk memfasilitasi
aktivasi/deaktivasi tindakan-tindakan darurat untuk membantu anggota-

159
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

anggota ASEAN yang berada dalam kesulitan dan merintis kerjasama yang
erat antara Anggota-anggota ASEAN dengan industri perminyakan.

Mengingat Indonesia merupakan konsumen minyak terbesar dengan kondisi


geografi yang rumit (Gambar 9) maka kesiagaan dalam cadangan penyangga
minyak akan jauh lebih prioritas dibanding negara-negara ASEAN lainnya.

Strategi Cadangan Strategis Minyak Bumi dan Cadangan Bahan Bakar


Minyak Nasional di Indonesia
Strategi

Cadangan strategis minyak bumi di Indonesia ditujukan untuk mengatasi


kelangkaan pasokan minyak mentah pada kondisi darurat yang menyebabkan
terganggunya pasokan minyak mentah yang reguler baik dari dalam negeri
maupun impor. Cadangan bahan bakar minyak nasional ditujukan untuk
mengatasi kelangkaan pasokan bahan bakar minyak pada kondisi darurat
yang menyebabkan terganggunya pasokan bahan bakar minyak yang reguler
baik dari kilang-kilang dalam negeri maupun impor. Indonesia juga memiliki
kondisi yang paling rumit karena wilayahnya berupa kepulauan yang jarak
antar masing-masingnya sangat jauh.

Kapasitas cadangan strategis minyak bumi diusulkan dapat mengisi 30 hari


impor bersih berdasarkan waktu angkut minyak impor. Cadangan bahan
bakar minyak nasional terdiri dari cadangan bahan bakar minyak di wilayah-
wilayah konsumsi, Bersama-sama dengan cadangan bahan bakar minyak
komersial cadangan bahan bakar nasional harus dapat mengisi minimal 30-60
hari konsumsi menurut lokasi.

Kontrak bagi hasil eksplorasi dan produksi sebaiknya diarahkan untuk dapat
mengalokasikan seluruh atau sebagian produksi minyak untuk mengatasi
keadaan darurat kelangkaan minyak mentah dalam negeri.

Pada situasi kritis, pemakaian cadangan harus sehemat mungkin dengan


juga menggunakan cara-cara lain yang dapat mengurangi pemakaian
minyak seperti pengurangan pemakaian minyak dengan cara penjatahan,
pemindahan ke bahan bakar lain, peningkatan produksi minyak dalam

160
Lika-Liku Energi Indonesia

negeri. Prioritasi harus diberikan kepada pemakai minyak yang menyangkut


kepentingan publik dan kegiatan ekonomi yang vital.

Lokasi cadangan strategis minyak bumi sebaiknya di dekat kilang-kilang


minyak dan lokasi cadangan bahan bakar minyak nasional berada di dekat
konsumen.

Pada tahap awal dapat dimanfaatkan kapasitas tak terpakai (idle) tanki-
tanki simpan yang sudah ada di berbagai perusahaan minyak hulu dan hilir.
Pembangunan tanki simpan yang baru dilakukan setelah pemanfaatan
optimal kapasitas yang sudah ada. Penanganannya dapat melalui suatu Badan
yang dibentuk itu atau bekerjasama dengan swasta dengan pendekatan
bisnis. Di samping itu badan usaha di bidang produksi minyak mentah
maupun di bidang produksi dan distribusi bahan bakar minyak dapat dikenai
aturan penyimpanan minimum dari produk mereka, baik atas beban mereka
(yang kemudian dikenakan kepada harga produk) maupun atas beban negara.

Pembangunan kilang-kilang baru akan dapat meningkatkan kapasitas


cadangan minyak mentah dan bahan bakar minyak karena kilang baru dengan
kapasitas 300 ribu barel per hari sedikitnya akan memiliki simpanan minyak
mentah dan produk untuk satu minggu. Apabila impor bahan bakar minyak
saat ini sebesar 400 ribu barel per hari digantikan oleh produksi dua kilang
baru maka akan dimiliki tambahan simpanan minyak mentah maupun bahan
bakar minyak masing-masing 4 juta barel.

Kerja sama regional dalam cadangan strategis tetap harus dikembangkan.

Dasar Hukum

Undang-undang 30 tahun 2007 menyatakan kewajiban penyediaan cadangan


penyangga energi yang pengaturannya dilakukan oleh Dewan Energi
Nasional.

Undang-undang 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menyatakan


tugas Pemerintah untuk menyediakan Cadangan Strategis Minyak Bumi
guna mendukung penyediaan Bahan Bakar Minyak dalam negeri. Cadangan

161
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Strategis Minyak Bumi dipakai pada saat terganggunya pasokan Minyak Bumi
guna mendukung penyediaan Bahan Bakar Minyak dalam negeri.

Dalam Peraturan Pemerintah No 36/2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas


dijelaskan pengaturan tentang Cadangan Bahan Bakar Minyak Nasional.
Cadangan ini hanya dipergunakan pada saat terjadinya Kelangkaan Bahan
Bakar Minyak. Pemerintah menetapkan jumlah dan jenis bahan bakar
sedangkan pengaturan dan pengawasan dilaksanakan oleh Badan Pengatur.

Disini dapat dilihat bahwa aturan-aturan Cadangan Strategis Minyak Bumi


dan Cadangan Bahan Bakar Minyak Nasional merupakan suatu rangkaian
pengaturan yang saling terkait dalam tujuannya.

Dasar hukum yang sudah ada ini sudah mencakup hal-hal pokok dan akan
merupakan landasan dalam penyusunan aturan yang lebih operasional.

Kesimpulan
Keamanan energi Indonesia sudah dalam situasi rawan terhadap gangguan
pasokan, baik dalam hal distribusi bahan bakar minyak di dalam negeri
maupun dalam pengadaan impor minyak mentah untuk kilang-kilang di
dalam negeri dan impor bahan bakar minyak

Undang-undang dan peraturan-peraturan terkait sudah mengamanatkan


ketersediaan energi penyangga ataupun cadangan strategis minyak bumi
dan penyediaan bahan bakar minyak nasional.

Disarankan agar Indonesia membangun simpanan minyak mentah dan bahan


bakar minyak, pada tahap awal, sekurangnya untuk 30 hari impor.

Tanki-tanki yang tidak terpakai sepenuhnya yang berada di Pertamina


maupun di badan usaha kontrak kerja sama serta di depot-depot dan kilang-
kilang dapat dimanfaatkan sebagai penyimpan awak cadangan minyak dan
bahan bakar minyak.

Kerja sama regional ASEAN harus didayagunakan untuk memperkuat


keamanan energi para anggotanya, terutama di saat kritis atau kelangkaan
pasokan

162
Gambar 9
INFRASTRUKTUR MINYAK ASEAN

163
Lika-Liku Energi Indonesia

Sumber : IEA
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Daftar Pustaka
1. World Oil Outlook 2010, OPEC Secretrariat, 2010, Vienna, Austria
2. World Energy Outlook 2010, © OECD/IEA, 2010, International Energy
Agency, Paris, France
3. OPEC Annual Statistical Bulletin 2009, OPEC Secretrariat, 2009, Vienna,
Austria
4. Oil Supply Security, Emergency Response of IEA Countries 2007, © OECD/
IEA, 2010, International Energy Agency, Paris, France
5. Pertamina
6. http://www.asean.org/4948.htm
7. Undang-undang No 30 Tahun 2007 tentang Energi
8. Undang-undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
9. Peraturan Pemerintah No 36/2004 tentang Kegiatan Hilir Migas

164
Lika-Liku Energi Indonesia

Technology Challenges In Indonesia Oil And Gas Development


Maizar Rahman, Suprajitno Munadi, Bambang Widarsono,Yusep K Caryana
Research and Development Center for Oil and Gas Technology ‘LEMIGAS’
Lemigas Scientific Contributions, Vol 34, No 1, May 2011

T his paper presents the challenges in oil and gas development in Indonesia,
especially in technical aspects.

In upstream, this country faces the fact that the production as well as the proven
reserves of oil is continuing to decline. The challenges are therefore how to find
new resources, how to develop frontier area and how to produce more oil from
the remaining oil in place in the existing fields.

The oil deposit and traps are small, but also complexes. Very limited primary data
makes difficult to have a discovery. More accurate, intensive and comprehensive
exploration data are therefore needed which in turn, will need the use of the most
sophisticated exploration technology. On the other hand it is recommended that
Government of Indonesia should generate primary exploration data prior to oil
and gas prospecting.

Regarding production, there is still hope to maintain the production level by


exploiting further the remaining oil in place, the effort of which will need the use
of advance technology. The future EOR application in Indonesia is bright and
steps have been taken towards the objective. However, some important technical
matters should still be overtaken

In petroleum refining Indonesia faces increasing demand, the need of lighter


products, more stringent fuels specifications, demand increase of petrochemical
products, old and low complexity existing refineries and not sufficient margin
for developing new refinery. The development of new refineries seems a must
from the view of energy security. However, low margin should be overcome by
appropriate strategy such as integration with petrochemical and employing
more efficient technology.

Some challenges that need to be considered in gas development in Indonesia


include increasing gas demand, more gas reserve offshore, scattered gas
consumers, limited infrastructure, not optimal domestic utilization and weak

165
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

willingness to pay. Several technological approaches should be done to overcome


those challenges.

Introduction
At present Indonesia faces the rapid increase of final energy demand of 6.7%
per year. In year 2025, in business as usual scenario, the need of primary
energy would be about 4700 million barrel oil equivalent per year, including
about 3 million barrel oil per day. On the other hand this country faces the
fact that the production as well as the proven reserves of oil is continuing
to decline. The challenges are therefore how to find new resources, how to
develop frontier area and how to produce more oil from the remaining oil
in place in the existing fields.

In petroleum refining Indonesia faces increasing demand, the need of


lighter products, more stringent fuels specifications, demand increase of
petrochemical products, old and low complexity existing refineries and
not sufficient margin for developing new refinery. The development of
new refineries seems a must from the view of energy security. However,
low margin should be overcome by appropriate strategy in order to make
profitable refinery.

Some challenges that need to be considered in gas development in Indonesia


include increasing gas demand, more gas reserve offshore, scattered gas
consumers, limited infrastructure, not optimal domestic utilization and weak
willingness to pay. Several technological approaches should be done to
overcome those challenges.

Exploration
Regarding exploration, Indonesia is faced by the fact that the proven
reserves of oil in this country is continuing to decline, which means that a
barrel produced is only replaced by less than new barrel. The challenges
faced by Indonesia in oil and gas exploration is therefore is how to find new
resources, how to develop frontier area. The expectation is aimed to deep
water exploration, especially in eastern Indonesia. Referring to the result of

166
Lika-Liku Energi Indonesia

exploration of previous years, it seems that to find giant traps is not a big
possibility.

Comparing Indonesia geology with those in others places shows that the oil
deposit in Indonesia is generally small and poor in oil, whereas in case of gas,
we can find the giant deposit. Many of the oil and gas resources also found in
offshore. The deposit and traps characteristic, beside small, also complexes.
It is always more difficult to have a discovery and it needs therefore to use
the most sophisticated technology.

As we know, exploration at the time being encounters a lot problem such as:

- Area to be explored lack of comprehensive and detail supporting data


- Available geologic data is less attractive
- Remaining oil traps are located in complex geological area
- The remaining prospect are small in size

Very often, available grid line spacing is much wider than the size of the
prospect area. This means that our remaining prospects escape from the grid
size, we cannot detect their existence accurately.

This is just an example of the previous reservoir structure commonly found in


the past. An ideal oil trap such as anticycline and direct hydrocarbon indicator
in the form of bright spot of flat spot sometimes can be observed (Figure 1).

Figure 1: Example of Previous Reservoir


Structure

Clear and rich data :Fluid can be identified from the existences
of bright spot 6

167
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

On the contrary, in open area where exploration is supposed to be carried out


intensively, for example in Eastern Indonesia, we have a quite complicated
structure. Although seismic processing effort has been applied to this data
the result is not clear and the locations of the oil traps are still in big question
(Figure 2).

Figure 2 :Example from Eastern Indonesia


WHERE IS THE TRAP?

Complicated structure

So, what should we do in order to boost the exploration activities or


investment in exploration? Those need more accurate, intensive and
comprehensive exploration data.

To do that we have to carry out the following task:

- Executing additional seismic survey


- Reprocessing old seismic data
- Do more exploration drilling and well logging
- Collect detail cuttings and cores data
- Use the most appropriate and the most sophisticated tool/technology
- Correlate fluid and core characteristics with elastic wave behavior
In order to increase investment in oil exploration we have to change our
exploration paradigm, that is: Government of Indonesia should generate
primary exploration data prior to oil and gas prospecting.

168
Lika-Liku Energi Indonesia

Production
The oil production is continuing to decline with the rate of 12% per year in
the already matured oil fields. However there is still hope to maintain the
production level by exploiting further the remaining oil in place, the effort
of which will need to employ more advance technology.

Figure 3 shows that in addition to the already recovered oil there is remaining
commercial reserves (P1 – P3) that needs to be recovered through primary
recovery mechanism under existing commitment/contract while non-
commercial reserves (P4 – P6) is also in need for commercialization leading
to production in future. Any secondary recovery scheme (i.e. water flood,
WF) is estimated to add for another 15% to the primary recovery while EOR
(enhanced oil recovery) is expected to add further (roughly) 20% using
the most suitable EOR process. When a field is at present producing under
primary recovery scheme only then the opportunity may reach as high as 35%
encompassing primary production of non-commercial reserves (P4-P6) and
incremental production through water flood. For some suitable reservoirs,
newer technology such as Vibro-seismic may theoretically enhance recovery
further by 15% leaving a totally irreducible hypothetical residual oil of roughly
10%.

Figure 3: PRODUCTION INCREASE


OPPORTUNITY FROM PRODUCING FIELDS

Primary recovery is basically obtained through producing reservoirs using


natural mechanism. Production increase of producing field under natural

169
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

mechanism is normally obtained through some techniques such as infill


drilling (addition of production wells between existing production wells),
production optimization (e.g. optimum choke size, optimum lifting method),
and well stimulation (aiding production in production well through locally
induced techniques, e.g. acidizing, surfactant stimulation, steam huff n puff).
On the other hand EOR is field-scale production enhancement techniques
that add additional recovery mechanisms to the natural one(s). Suitable and
successful EOR application may far surpass production enhancement gained
by any production optimization and stimulation. Combination between the
two is termed improved oil recovery (IOR).

Figure 4 shows worldwide situation of EOR application. EOR appears to be


mostly applied on heavy oil, indicated by the high number of thermal EOR (not
clear however whether this figure also include in situ combustion technique).
Heavy oil projects in the US and Latin America are the examples. In the second
comes CO2 flooding, most of which is applied in the United States. In US CO2
resources are in abundance (often obtained from factories and power plants)
allowing widespread of CO2 flooding nationwide. Hydrocarbon gas is usually
used when there is no market available economically for the gas while the gas
is in relative abundance. Fields in the North Sea operations serve as examples.
Chemical flooding methods (polymer, surfactant, and alkaline surfactant) are
traditionally considered as expensive. However, with high oil price at present
the trend is upward. Planning on some chemical EOR projects worldwide are
reported in progress.

Figure 4: EOR in the WORLD 2010


Number of project: 341

Source: Chevron

170
Lika-Liku Energi Indonesia

The EOR situation in the US is not as different in composition when compared


to the world. This is due to partly the fact that EOR applications in the US
indeed dominate the worldwide figure. Total oil production contributed by
EOR is around 700 MBOPD or around 13% out of 5 MMBOPD US national daily
oil productions. This is somewhat surpassed by Indonesia, having around
20% of its daily oil production coming from EOR application. However, this
may cause biased conclusion since this comes from a single project only
(Duri Steam flood, DSF, with its 180 MBOPD) out of current daily production
of about 910 MBOPD.

Despite the prospect, EOR may prove challenging. It is always associated


with multi-billion dollar projects, and it also involves high dose of advanced
technology with sufficient experience and efficiency in operating it. Although
it has been proven that Indonesian personnel are capable in handling project
like Duri Steam flood, some important decisions over technical matters are still
overtaken by Chevron head office on pure technical ground. Environmental
concerns are also embedded with EOR process. Careless handling of produced
CO2 in CO2 flooding, hot air surrounding steam flooding application, and
improper waste water handling in chemical flooding may provide hazard to
environment and breach the newly issued regulation concerning quality of
environment (UU No. 32/KLH th 2009 Tentang Baku Mutu Lingkungan). Other
potential constraint is difficulties in procuring EOR-related equipment and
chemicals, as reportedly faced by a national company that is currently in the
planning of launching its first chemical pilot project in Sumatera.

The future EOR application in Indonesia is bright and steps have been taken
towards the objective. Next year or two years from now will see the launch
of Minas surfactant pilot project while later this year a similar pilot project is
launched in Kaji-Semoga fields in Sumatera. In addition, CPI and Pertamina
have also screened and proposed some fields to be approved by BPMIGAS
for further study leading to design of pilot projects. With hundreds of fields
that are either idle or producing under primary mechanisms, it is natural to
conclude that Indonesia has an excellent opportunity for EOR applications.
Rigorous efforts are needed, nevertheless, for overcoming the constraints
and challenges to be faced.

171
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Refining
The challenges faced by this country in petroleum refining are increasing
demand, the need of lighter products, the shift of petroleum specifications
toward more and more stringent, the demand increase of petrochemical
products, not sufficient margin for developing new refinery and the need of
new technology to improve the efficiency of the refinery operation.

At present the total refining capacity in Indonesia is about one million barrel
crude oil per day. Because of low complexity, those existing refineries are only
able to produce about 750 thousand barrel finished petroleum fuels per day,
whereas the need is much more above it. Indonesia must therefore import
about 400 thousand barrels petroleum fuels per day. This import will continue
to increase as the annual growth of petroleum fuels demand is almost 5% per
year. It is estimated that in the year 2030 the import will reach about 2 million
barrel per day if the refining capacity still the same as that of present time,
the situation of which is not favorable for the energy security of this country.

The composition of petroleum fuel consumption will be also shifting toward


lighter products. In year 2030, 51% of the petroleum fuel consumed will
consist of gasoline, 34% diesel, 9% of avtur and avgas, indicating that more
than 95% of petroleum fuel is used for transportation (Figure 5).

Figure 5: DEMAND WILL GO TOWARDS


LIGHTER PRODUCTS
70
60
Million Kilo Liter

50
40
30
20
10
0
2007 2010 2015 2020 2025 2030 Growth
FO 5.15 3.73 2.73 3.14 3.15 3.44 -1.74%
KER 9.90 5.19 1.42 1.84 2.92 4.87 -3.04%
AVTUR 2.52 3.40 4.72 6.63 9.27 11.52 6.83%
ADO 26.35 25.08 30.12 34.61 37.29 43.09 2.16%
Gasoline 18.18 26.45 36.76 45.50 54.32 64.32 5.65%

Source: Pusdatin, Ministry of Energy and Mineral Resources

172
Lika-Liku Energi Indonesia

Regarding product specifications, the trend is to more and more stringent


standard. As we can see from this slide, Indonesia enters to Euro 2 standard
in 2010 for gasoline and in 2012 for diesel, whereas the other countries are
already in Euro 3, Euro 4 and Euro 5. This situation would be a strong driving
factor for an improvement or development of Indonesian refineries.
Figure 6: INDONESIA IS LAGGING BEHIND IN EURO • Euro I
• Euro II
STANDARDS DEVELOPMENT •

Euro III
IV/(V*)
ADO (Sulphur) 1996 2000 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016
Japan 500 500 50 10
Hong Kong 500 500 50 10
Australia 500 50 10
Singapore 5000 500 50 10
South Korea 5000 500 50 10
Thailand 2500 500 350 50
China 5000 2000 2000 500 350 50
Malaysia 5000 3000 500 50
India 2500 500 350 50
Indonesia 5000 3500 500
Gasoline (S/Bz) 1996 2000 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016
Japan 500/5 500/2 150/1 50/1 10/1
Hong Kong 500/5 500/2 150/1 50/1 10/1
South Korea 500/5 500/2 150/1 50/1 10/<1
Australia 500/5 150/1 50/1 10/1
Thailand 1000/5 500/2 50/1 10/1
Singapore 1000/5 500/3.5 500/3.5 50/3.5 50/1
Malaysia 1000/5 500/5 150/1 50/1
China 800/5 500/2.5 150/1 50/1
India 1000/5 500/2.5 150/1 50/1
Indonesia 5000/5 2000/5 500/5
21
Source: Pertamina

Most of Indonesian refineries are relatively low complexity. Balongan refinery


has the highest complexity of 10.9, Dumai of 7.4 whereas the others are from
1 to 4.4. This is one of the main reasons that make Indonesian refineries
incapable to convert all of its feedstock to the required finished products
and to produce better quality.

A study has been conducted by the Ministry of Energy and Mineral Resources
to assess the requirement and the strategy of refinery development in
Indonesia. Ideally, by the year of 2020, four high complexity new refineries
of 300 thousand barrels each should be constructed. The location of those
refineries could be at Banten and Tuban, and near the existing refineries such
as Balongan and Cilacap.

173
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Figure 7: 4 HIGH COMPLEXITY REFINERIES BY2020


AND 3 OTHERS AFTER 2020 SHOULD BE DEVELOPED

10
266
Dumai 177 +
300 NEW Sulawesi
125 new

Musi 127+
300 NEW

TUBAN
BALONGAN 125
BANTEN 300 NEW
+ 300 NEW
300 NEW

Ciilacap 348 +
300 NEW

Source: Pusdatin, Ministry of Energy and Mineral Resources

After year 2020, 3 new refineries should also be constructed, two of them of
300 thousand barrels per day each would be located near Dumai and Musi
refineries, and the other one of 125 thousand barrels per day would be in
Sulawesi, in order to fulfill the demand in eastern Indonesia (Figure 7).

It is well known that the objective of refining is to separate the fraction or


component valuable to be a finished product or to convert chemically the
low quality product into high value components. The technology of refining
has been developing according to the development of demand of quality
and quantity of fuels, which are driven mainly by the development of engine
technology and environmental concern. We can see in this slide the main
processes in a refinery. The research and development in this field is still
continuing to find ways to have better and cheaper catalyst, separation
method, new conversion route et cetera.

Since 2004 the margin of a refinery now is between $2-7 per barrel crude
intake, which is considered low return for high investment refinery. Integrating
of a refinery with petrochemical production as well as power production could

174
Lika-Liku Energi Indonesia

be an alternative for increasing the added value of the products and to obtain
higher margin of the refinery (Figure 8).

Figure 8: REFINING , PETROCHEMICAL AND


POWER INTEGRATION TO INCREASE ADDED
VALUE/MARGIN

Crude $/Bbl 100


Oil
Fuels
80 REFINERY
Non 120
fuels
Natural 170
gas Fine
Basic Petro-
chemical
chemical
300
Electricity
Intermediate
1000
P Chemical
2
5

Gas
Regarding gas development ini Indonesia, some challenges need to be
considered include :

• Increasing Gas Demand, in line with the growth of industry and any other
gas consumption. Indonesia Energy Statistic shows the growth of gas
demand around 27 percent during the last decade, between year 2000
and year 2010.
• More Gas Reserve Offshore and High Acid Gas Composition. The evidence
show, huge gas reserves like Natuna or Masela gas fields are located
offshore. These conditions, of course, will require high technology
approach with massive investment. Moreover, high acid component
contains in gas reserves such as around 72% CO2 of Natuna Gas leading
to a unique challenge to be overcome, not only for economic reasons
but also from environmental pressure stand point.
• Scattered Gas Consumers. The unique characteristic of gas consumers in
Indonesia is scattered, small consumption but widely distributed, bring

175
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

about the difficulties in developing a feasible gas pipeline to reach end


consumers. The difficulties lead to a limited gas infrastructure in Indonesia.
• Not Optimal Domestic Utilization. Indonesia Energy Statistic shows around
40% of produced (none associated) gas was domestically utilized for
industry and power plant. While the rest the produced gas were exported
to generate state revenue.
• Weak Willingness to Pay. One of the reasons why most of the gas was
exported is the weakness of willingness to pay of most Indonesia gas
consumers. This weakness is reflected in government’s subsidy provision
in almost every energy price in Indonesia.
Technology approaches will be required to overcome challenges in gas
development in Indonesia. Floating / Offshore LNG technology is a viable
choice to exploit offshore gas reserves. Due to huge CO2 content in the
reserves, a multi stage CO2 separation technology need to be considered
to be applied in order to gradually transport and store the removed CO2
in to geological storage or aquifer surrounding the reserves to prevent
CO2 venting in to air. Meanwhile, small scale gas storage in the form of gas
adsorbent, gas transmission coupled with city gas technology approaches
can be economically fitted to overcome the limited gas infrastructure and
the weakness of willingness to pay of gas consumers in Indonesia.

Concluding Remark
New oil and gas discovery is expected in Eastern Indonesia. However, facing
more complexes geological characteristics of that area, it is emphasized to
collect comprehensive data and using the most sophisticated technology.

Enhanced Oil Recovery is the best way to recover additional oil from the
existing mature field. The technology, using various suitable methods, should
be implemented in order to produce the remaining oil.

To satisfy the increasing demand and the more stringent fuel specification,
new refineries of high complexity should be developed. More efficient
technology and integration of refining and petrochemical will be a way to
improve the margin of the new refinery.

176
Lika-Liku Energi Indonesia

Gas development in Indonesia faces various technical problems to overcome.


Suitable technology such as floating LNG plant, separation and storage of
CO2, transportation and distribution method of the gas to the house hold
should be explored.

References
1. Lemigas internal communication.
2. Indonesia Energy Outlook 2009, Center of Data and Information , Ministry
of Energy and Mineral Resources, Jakarta, 2010
3. Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia 2008, Center of
Data and Information , Ministry of Energy and Mineral Resources, Jakarta,
2009
4. American Association of Petroleum Geologists – UGM SC, 2010: Enhanced
Oil recovery.
5. Http://www.ugmsc.wordpress.com/2010/09/15/eor-enhanced-oil-
recovery/ (17 April 2011)
6. Chevron
7. Kajian Pengembangan Kilang Minyak Indonesia Ke Depan, Center of Data
and Information, Ministry of Energy and Mineral Resources, Jakarta, 2008
8. PERTAMINA Refinery Development, Pertamina Workshop ‘Pembangunan
Kilang Baru Pertamina’, 17 March 2010, Jakarta.
9. Raza, Jawad, Refining & Petrochemical Integration, Business Drivers &
Enabling Technologies, UOP, SAS-AIChE Meeting, February 27, 2007, Al-
Khobar, KSA

177
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Pajak Energi
Suara Karya, 20 Juni 2011

Kenaikan terus menerus harga minyak membuat makin beratnya beban


subsidi sehingga memaksa pemerintah menaikkan harga BBM. Setiap
pemberlakuan kenaikan harga BBM selalu menuai protes masyarakat, kadang-
kadang demikian hebatnya sehingga kenaikan yang pada bulan Mei 2008
misalnya terpaksa dibatalkan kembali.

Protes masyarakat lebih disebabkan ketidakpahaman secara menyeluruh


rencana pemerintah dalam pengaturan subsidi karena yang sebenarnya
dituju adalah di satu pihak penerapan harga yang wajar kepada kalangan
mampu dan di lain pihak penataan sistem keberlanjutan subsidi bagi
masyarakat ekonomi lemah.

Di dunia, Indonesia dikategorikan masuk kelompok negara pensubsidi


BBM tinggi, satu kelas di bawah eksportir minyak seperti Saudi Arabia, dan
Venezuela, tapi satu kelompok dengan Uni Arab Emirat dan Angola. Namun
ironisnya, Indonesia bukanlah produsen dan eksportir besar minyak seperti
mereka. Produksi minyak Indonesia hanyalah 1.5 barel per penduduk per
tahun, yang malah masih jauh lebih rendah dari Amerika Serikat yang 7 barel
per penduduk, apalagi apabila dibanding Saudi Arabia yang 100 barel per
penduduk. Status Indonesia lebih dekat ke negara konsumen seperti Eropa,
Jepang atau sebagian besar negara-negara ASEAN, yang juga pengimpor
minyak.

BBM atau energi merupakan salah satu mesin utama perekonomian negara.
Kenaikan harga dapat merupakan malapetaka tapi ketiadaan energi dapat
merupakan malapetaka besar. Karena itu berbagai negara menerapkan
pajak energi dengan tujuan pokoknya ketahanan energi. Kita mungkin kaget
mengetahui bahwa di Eropa pajak bahan bakar minyak mencapai lebih dari
200 persen sehingga satu liter bensin super berharga Rp 17000 per liter. Di
negara berkembang lain subsidi sudah hapus dan pajak mulai diterapkan
bertahap seperti India dg harga bensin Rp 13000 per liter, Filipina, Thailand
(sekitar Rp 9500 per liter).

178
Lika-Liku Energi Indonesia

Berdasarkan pengalaman negara-negara tersebut, pajak energi amat


ampuh dalam mendorong dan mempermudah diversifikasi energi, memacu
masyarakat untuk hemat energi dan meningkatkan kebersihan udara dari
emisi kendaraan. Harga energi yang tinggi akan membuat energi baru dan
terbarukan tergalakkan secara alami, perekonomianpun akan lebih tahan
terhadap gejolak harga. Di samping itu pajak yang diperoleh dapat digunakan
untuk pengembangan infrastruktur jalan, membiayai kegiatan eksplorasi
untuk menemukan sumber-sumber baru energi, baik energi fosil maupun
yang baru dan terbarukan. Bagi masyarakat ekonomi lemah tetap diberikan
subsidi dengan suatu mekanisme kendali.

Rencana pemerintah untuk menghapus subsidi pada tahun 2014 mestinya


bertujuan menghilangkan beban subsidi pada anggaran negara, tapi
tetap dapat memberikan subsidi lebih terarah bagi yang tidak mampu dan
penerapan pajak energi bagi masyarakat ekonomi kuat. Dengan demikian
dapat terjadi subsidi silang dari yang kuat ke yang lemah dan negara sendiri,
karena sudah bebas dari beban subsidi dapat mengarahkan anggaran
sepenuhnya untuk pembangunan perekonomian.

Peningkatan pajak sebaiknya bertahap atau progressif beberapa tahun


sampai suatu tahap wajar, yang mampu mengakomodasi sistem harga antar
energi agar terdorong diversifikasi dan efisiensi, menciptakan penyangga
atau ketahanan energi, namun di lain pihak tidak menurunkan daya saing
perekonomian Indonesia dibanding negara-negara berkembang lainnya.

Untuk mencegah protes masyarakat karena ketidakpahaman, sosialisasi yang


gencar dan komprehensif sangatlah diperlukan.

179
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Menata Migas Indonesia


Suara Karya, 26 Nopember 2012

T
erbitnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2004 dan
2012 tentang Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Migas dan
adanya rencana revisi undang-undang itu oleh DPR merupakan awal
yang baru lagi bagi masa depan industri minyak dan gas (migas) Indonesia.

Dalam menentukan dan menata arah migas kita yang akan datang, ada
manfaatnya mengacu ke praktik pengelolaan migas di berbagai negara,
terutama negara berkembang. Kata kunci mereka juga sama, yakni adanya
kedaulatan negara atas sumber daya migas sebesar-besar hasil untuk rakyat,
keberpihakan kepada perusahaan migas nasional, dan kemitraan yang
kondusif dengan kontraktor.

Badan usaha milik negara (BUMN) atau biasa disebut National Oil Company
(NOC) dilimpahi tugas utama dalam pengusahaan. Bagi negara yang kuat
pendanaannya seperti Arab Saudi, Kuwait, Iran, dan Meksiko, pihak asing
hanya sebagai kontraktor pemberi jasa dalam pengoperasian kegiatan
migas mereka. Dengan demikian, seluruh keuntungan masuk ke kas negara,
termasuk keuntungan kenaikan harga minyak yang sangat besar sepuluh
tahun terakhir ini.

Sementara itu, bagi negara-negara yang tidak memiliki cukup dana, seperti
Nigeria, Aljazair, Libia, Venezuela, BUMN mengundang perusahaan minyak
internasional atau IOC untuk bekerja.

Undang-undang migas di negara-negara lain juga berkembang dan


mengalami revisi seperti halnya di Aljazair dan Brasil. Salah satu tujuannya
adalah membebaskan NOC dari tugas regulasi sehingga dapat berfokus
ke bisnis minyak. Aljazair mengubah undang-undang migasnya pada
tahun 2005 dan 2006 dan membentuk badan baru ALNAFT, mirip BP
Migas yang berkontrak dengan kontraktor. Brasil membentuk PPSA, BUMN
yang sahamnya dimiliki 100 persen oleh negara. Perusahaan itulah yang

180
Lika-Liku Energi Indonesia

melaksanakan kontrak dengan kontraktor. Namun, peran PPSA lebih berupa


portofolio dan tidak terlibat dalam kegiatan operasional.

Dalam rencana revisi UU Migas Indonesia, berbagai masukan dan saran di


masa pra dan pasca-UU Migas dalam berbagai seminar dan sidang-sidang
DPR sebaiknya dipertimbangkan kembali. Kata kuncinya tetap sama,
kedaulatan negara atas migas, sebesar-besar hasil untuk rakyat, keberpihakan
ke perusahaan nasional dan kemitraan yang kondusif dengan kontraktor.
Kata kunci itu hendaknya tertuang dengan tegas dan jelas sehingga dalam
implementasinya tidak ada keragu-raguan.

Misalnya, agar porsi BUMN menjadi mayoritas dalam kontrak-kontrak


yang baru, prioritas pengelolaan wilayah-wilayah kerja pascakontrak ke
pihak nasional, sistem pajak yang lebih sederhana, dihilangkannya regulasi
tumpang tindih dan berbagai hambatan lainnya.

Satu hal lagi yang belum pernah dicantumkan adalah disisihkannya dana
untuk menjaga keberlanjutan industri migas kita, yang sering disebut
sebagai depletion premium. Analoginya, dari setiap panen 100 karung padi,
sisihkanlah 10 karung untuk benih, pupuk, dan lainnya. Sepuluh persen
diperlukan untuk mencari lapangan-lapangan minyak baru, ekspansi ke
mancanegara, mengembangkan teknologi dan mendidik sumber daya
manusia, agar kita betul-betul berdaulat.***

181
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Mengelola Lapangan Migas


Suara Karya, Rabu, 29 Mei 2013

G
onjang-ganjing perpanjangan kontrak lapangan migas Mahakam
memang sangat perlu dikaji mengingat setelah itu, sampai tahun
2021, hampir 75 persen lapangan minyak di Indonesia habis masa
kontraknya dan dikembalikan ke negara.

Benny Lubiantara dalam buku Ekonomi Migas menguraikan dengan jelas


berbagai sistem kontrak migas di banyak negara produsen minyak, baik
dalam kelompok OPEC maupun non-OPEC. Buku itu, yang merupakan
penuangan pengalaman panjang penulis dalam riset migas internasional,
juga memetakan dengan baik masalah migas di Indonesia saat ini. Itu
sangat baik dipakai sebagai acuan karena berbagai pendapat “katak dalam
tempurung” tentang situasi migas di negara kita dapat lebih dicerahkan.

Prinsip dasar pengelolaan sumber migas kita adalah “kedaulatan” atas sumber
daya itu. Artinya, kekuasaan atas migas tetap di tangan negara. Kontraktor
hanya mendapat “bagi hasil” yang besarnya telah memperhitungkan risiko
besar kontraktor akibat ketidakpastian eksplorasi serta kucuran modal besar
dan teknologi canggih.

Namun, lapangan migas yang sudah habis masa kontraknya, tetapi masih
mampu berproduksi, boleh dikatakan tidak lagi berisiko karena jumlah migas
yang tersisa sudah diketahui, perangkat produksi masih tersedia, teknologi
yang diterapkan sudah dikuasai, dan sumber daya manusia (SDM) operasional
masih tersedia. Karena itu, pola bagi hasil tidak layak dipakai lagi dan sudah
selayaknya lapangan migas itu dikelola sendiri.

Apabila ada pertimbangan untuk memperpanjang kontrak, jangan sampai


hasil yang diperoleh kontraktor melebihi keekonomian yang wajar. Sebagai
acuan adalah apa yang diterapkan di Irak, yang ingin menghidupkan kembali
lapangan-lapangan migas yang ditinggalkan semasa perang. Lapangan-
lapangan itu masih sangat potensial dan pengelolanya tidak lagi menghadapi

182
Lika-Liku Energi Indonesia

risiko eksplorasi. Ini analog dengan lapangan-lapangan migas Indonesia yang


akan dikembalikan ke negara setelah habis masa kontrak.

Irak menerapkan “sistem upah operasional” atau service contract kepada


kontraktor pengelola yang ditunjuk. Semua biaya operasi dapat dikembalikan
(cost recovery). Penunjukan melalui tender dan pemenang adalah yang
mengajukan upah terendah di samping harus memenuhi kualifikasi teknis,
pengalaman internasional, keuangan dan kemampuan lain. Karena itu,
supaya bisa menang, peserta tender berkutat menghitung keekonomian
yang kompetitif.

Pertamina pernah ikut tender di Irak untuk mendapatkan lapangan West


Qurna fase 2 tahun 2009. Agar menang, Pertamina mengajukan upah sangat
rendah dengan pertimbangan adanya benefit lain seperti minyak mentah
yang dapat dibawa ke Indonesia, pengalaman di luar negeri, peluang kontrak
lain. Upah yang diminta Pertamina hanya sebesar 1,25 dolar AS per barel
merupakan “keberanian” mengingat kerasnya iklim dan masih rawannya
stabilitas keamanan di kawasan tersebut. Namun, apa boleh dikata, tawaran
itu masih kalah dari tawaran konsorsium Lukoil dan Statoil yang sedikit lebih
rendah, yaitu $ 1,15 per barel.

Pola yang dipakai Irak dapat ditiru oleh Indonesia untuk lapangan-lapangan
yang sudah dikembalikan agar diperoleh pendapatan negara secara
maksimal, di samping tetap menarik bagi investor. Andai masih diperlukan
perpanjangan kontrak kepada perusahaan minyak asing, sebaiknya
diterapkan sistem upah agar negara lebih diuntungkan.***

183
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Energi Baru Kita Sangat Menjanjikan


Majalah Tambang, 2013.

W
aktu memandang lapangan gas dan minyak di Qatar di atas
lahan kering kerontang berbatu, hati saya menyeletuk “ inilah
karunia Tuhan di bawah tanah untuk manusia di jazirah Arab ini.
Sekembalinya ke Indonesia, dari pesawat saya memandangi lautan hijau
pepohonan, hati saya menyeletuk lagi “ inilah karunia Tuhan di atas tanah
untuk manusia Indonesia. Tuhan maha besar dan maha adil”.

Memang, Indonesia tidak perlu menuntut kekayaan energi fosil seperti


Qatar atau Saudi Arabia karena kita juga dikaruniai berbagai macam energi
baik di atas tanah maupun di bawah tanah. Dan malah asal muasal energi
fosil itu sendiri, sinar matahari, juga dapat kita panen lebih banyak karena
matahari bersinar sepanjang tahun, berbeda dari negara empat musim, yang
menikmatinya terutama hanya di musim semi dan musim panas.

Kekayaan energi kita di bawah tanah lainnya adalah panas bumi, yang
ternyata sebagai terbesar di dunia. Potensinya yang sekitar 27 ribu MW
dapat menghemat atau setara dengan 1 juta barel minyak per hari. Energi
yang dihasilkan kegiatan magma di perut bumi ini terus menerus tersedia,
suatu karunia di balik kekhawatiran ancaman gunung berapi yang berbaris
di sepanjang kepulauan Indonesia.

Laut di seantero nusantara juga memiliki potensi energi yang digali dari
perbedaan temperatur laut. Garis pantai Indonesia yang panjangnya 80
ribu kilometer dapat dimanfaatkan sebagian untuk budidaya algae, yang
dari penelitian mengungkapkan dapat menghasilkan energi biomassa per
hektar 20 kali lebih besar dari kelapa sawit, sehingga seluruh keperluan
bahan bakar minyak kita akan dapat tergantikan. Namun prospek ini masih
harus dikembangkan sampai diperoleh teknologi yang dapat menghasilkan
bioenergi yang ekonomis.

184
Lika-Liku Energi Indonesia

Juga perlu dicatat, bahwa energi terbarukan kita tersebut tidak dapat
dimanfaatkan, bila kita masih terjerat oleh ketidakmampuan teknologi, ibarat
ayam di lumbung padi, tetap kelaparan bila lehernya terjerat.

Konsumsi energi dunia meningkat besar pada 60 tahun terakhir ini melebihi
akumulasi peningkatan ratusan tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut,
dinikmati oleh negara-negara maju sekarang, dan mereka sangat beruntung
karena waktu itu harga energi masih murah. Dengan kebangkitan ekonomi
negara-negara berkembang sekarang ini, konsumsi energi dunia akan terus
meningkat, dari sekitar 13 miliar toe (ton setara minyak) tahun 2013 ini,
mencapai 28 miliar toe pada tahun 2050, dan 40 miliar ton pada tahun 2100.
Ironinya negara-negara berkembang sekarang harus membeli energi yang
mahal, yang tentu banyak menghambat pertumbuhan ekonomi.

Menurut prediksi Dewan Penasehat Perubahan Iklim Jerman, pada tahun


2050 pangsa energi terbarukan akan merupakan 50% bauran energi dunia
dan pada tahun 2100 menjadi 90% dan dari energi terbarukan tersebut
energi matahari masing-masing akan mengambil pangsa 25 dan 70%. Mau
tidak mau memang arah bauran energi harus ke energi matahari karena
potensi energi fosil akan terus menurun dan di lain pihak, energi biomassa,
air, angin dan lain-lainnya, walau juga meningkat, memiliki keterbatasan
sehingga pangsanya tidak sebesar energi matahari. Karena itu Indonesia
yang diuntungkan dengan posisi geografinya dari sisi siraman sinar matahari,
harus lebih aktif lagi mendayagunakan dan mengembangkan sendiri energi
matahari ini.

Kalau kita melihat ke belakang, puluhan tahun kita dinina bobokkan oleh
bahan bakar minyak yang murah sehingga potensi energi lain terabaikan.
Sistem harga waktu itu juga tidak menunjang berkembangnya energi
terbarukan. Meroketnya harga minyak sementara produksi minyak kita terus
terjun sekurangnya telah memicu kesadaran kita akan pentingnya energi
terbarukan yang ternyata tersedia melimpah di bumi pertiwi ini.

Brazil adalah contoh bagus respon dan komitmen terhadap energi terbarukan.
Sejak naiknya harga minyak hampir 15 kali dari tahun 1974 sampai tahun
1980, negara ini menjadi sadar bahwa sebagai negara tropis mereka memiliki
potensi energi pengganti sehingga mereka beralih ke bensin alkohol dari

185
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

tebu. Walau kemudian selama 15 tahun harga minyak turun kembali dan
alkohol dari tebu menjadi relatif mahal, pengembangan teknologi dan
komersialnya tetap dilanjutkan dengan konsisten sehingga sekarang energi
baru mereka menjadi ekonomis.

Sebagai suatu negara ekonomi yang sedang berkembang, pertumbuhan


ekonomi Indonesia diikuti oleh pertumbuhan permintaan energi yang juga
tinggi sehingga pada tahun 2025 konsumsi energi negara ini akan naik 2.5
kali dibanding sekarang atau 7.6 juta setara barel minyak/hari. Sekali lagi,
energi terbarukan adalah solusi.

Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan mengenai penggalakan


pemakaian energi terbarukan. Dalam sistem harga misalnya, telah ditetapkan
harga listrik yang berasal dari panas bumi, sampah, minyak nabati, sampah,
listrik tenaga air mikro, yang besarannya cukup mendukung keekonomian
pengusahaannya. Swasta mulai bersemangat mencari dan membangun
pembangkit listrik dari energi terbarukan. Sistem Public Private Partnership
dapat pula sebagai perangkat untuk mendorong realisasinya. Rakyat desa
juga tidak ketinggalan mulai melirik dan memanfaatkan kemampuan desa
mereka untuk mandiri energi. Ini terungkapkan dalam berbagai penghargaan
energi oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dari tahun ke
tahun.

Undang-undang energi No 30 tahun 2007, pembentukan Direktorat Jenderal


Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, pendirian Pusat Penelitian
dan Pengembangan Teknologi Kelistrikan dan Energi Baru dan Terbarukan
dan Konservasi Energi serta berbagai aturan Pemerintah dimaksudkan agar
cita-cita di atas terwujud.

Investasi asing tetap diperlukan untuk pengembangan energi terbarukan,


terutama pada skala besarnya. Salah satu strategi untuk menggalakkan
investasi asing adalah mengundang para pemodal dari negara-negara migas
TimurTengah yang memiliki cadangan dollar luar biasa besar. Seyogyanya
mereka dapat difahamkan bahwa investasi di bidang energi terbarukan
di negara-negara lain dapat menjadi strategi mereka untuk melestarikan
cadangan energi fossil mereka sekaligus untuk mempertahankan supremasi
mereka di bidang energi.

186
Lika-Liku Energi Indonesia

Kita semua sudah sepaham bahwa subsidi bahan bakar minyak seperti
sekarang tidak tepat sasaran. Walaupun subsidi sudah dikurangi dengan
menaikkan harga bensin dan solar, jumlah subsidi tahun 214 tetap sangat
besar mencapai hampir 200 trilliun rupiah. Alangkah baiknya subsidi tersebut
dialihkan untuk mendorong dan mempercepat kemandirian energi nasional
dengan memberikan insentif kepada pengembangan energi baru terbarukan.

Penelitian dan pengembangan seluruh jenis energi terbarukan haruslah


sangat gencar. Indonesia juga harus mampu memimpin di bidang teknologi
energi terbarukan. Namun ini hanya dapat dicapai dengan membina lembaga
litbang berkaliber besar, tenaga ahli yang lengkap dan mumpuni, pendanaan
yang memadai, dan sistem kelembagaan yang tepat. Bilamana di Perancis
insentif pendanaan penelitian dan pengembangan komersialnya diambilkan
dari pajak energi, maka bagi negara kita, adalah pengalihan subsidi energi
untuk mendorong pegembangan teknologi energi terbarukan.

Energi terbarukan, jelas merupakan kegiatan ekomomi yang sangat


menjanjikan, berskala besar, teknologi tinggi, menyediakan lapangan kerja
yang luas serta solusi bagi keadilan energi rakyat. Kunci keberhasilannya
haruslah kebijakan yang tepat, penguasaan teknologi, dan komitmen yang
kuat.

187
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Subsidi BBM VS Mensejahterakan Rakyat


Majalah Mineral dan Energi Maret 2012

S
tatus Indonesia dewasa ini yang sudah pengimpor minyak dan selalu
meningkatnya harga minyak mentah dunia memaksa Pemerintah
untuk menyesuaikan harga BBM demi mencegah pembengkakan subsidi
yang menggerogoti APBN. Disamping mendistorsi mekanisme pasar, sistem
subsidi harga ternyata tidak tepat sasaran karena lebih dinikmati pemilik mobil
pribadi. Dalam pada itu, pengurangan subsidi BBM ternyata sudah merupakan
kecenderungan global, bahkan juga di negara-negara penghasil minyak karena
sudah difahami bahwa selain tidak tepat sasaran, subsidi juga mendorong
pemborosan energi dan meningkatkan emisi gas rumah kaca. Indonesia masih
berada sebagai negara pemberi subsidi besar dan harga BBM yang paling murah
diantara negara-negara berkembang pengimpor minyak. Karena itu sudah
saatnya subsidi harga harus dihilangkan dan diganti dengan subsidi langsung
yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat ekonomi lemah serta untuk
mengembangkan energi terbarukan.

Indonesia dari dulu dikenal sebagai negara minyak dan gas. Dalam perjalanan
perekonomian negara ini, penerimaan negara pada awalnya didominasi
ekspor minyak dan gas serta penjualan BBM di dalam negeri. Dapat dikatakan
bahwa di jaman Orde Baru minyak dan gas telah menyumbang besar kepada
pembangunan negara. Kebutuhan minyak di dalam negeri seluruhnya dari
produksi dalam negeri dan sisanya diekspor. Harga BBM dalam negeripun
tidak jauh dari harga pasar karena kurs dollar yang masih rendah terhadap
rupiah, karenanya subsidi yang diberikan pemerintah hampir tidak terasa dan
anggaran pemerintahpun dapat difokuskan untuk pembangunan. Situasi
tersebut menyebabkan rakyat berpikir bahwa Indonesia adalah negara kaya
minyak dan gas, hal mana dewasa ini tidak lagi benar bila dibandingkan
negara-negara penghasil minyak dan gas lainnya. Iran misalnya, produksi
minyak per kapita negara ini 15 kali Indonesia dan cadangan minyaknya yang
137 miliar barel sama dengan 100 kali cadangan minyak Indonesia per kapita.

188
Lika-Liku Energi Indonesia

Situasi Indonesia berubah total akibat krisis ekonomi Asia pada tahun
1998 yang memporak porandakan perekonomian Indonesia dan memicu
kejatuhan rezim orde baru dan terjadinya reformasi politik yang mendasar.
Kurs dollar naik sampai menyentuh 600 persen, pemerintah mengalami defisit
hebat dalam pembayaran luar negeri. Akibatnya harga BBM yang dijual dalam
rupiah juga terjun bila dihitung dengan nilai dollarnya. Pemerintah terpaksa
menyesuaikan harga BBM agar tidak menggerus penerimaan negara yang
diperlukan untuk belanja pembangunan dan kesejahteraan rakyat lainnya.

Harga Minyak Mentah Dunia


Pasca tahun 2000 harga minyak yang semula berkisar di $ 25 per barel mulai
merangkak naik dan menjadi dua kalinya pada tahun 2005. Ini dikarenakan
ketatnya pasokan minyak sebab terbatasnya kapasitas produksi dunia dan
membesarnya permintaan, yang dipicu oleh melajunya ekonomi Asia dan
Amerika. Harga terus memanjat naik pada tahun-tahun berikutnya. Pada
tahun 2008 krisis finansial global melejitkan harga minyak menembus $
147 per barel. Walau di awal 2009 terjun kembali ke sekitar $ 50, harga
kemudian naik lagi karena ketatnya pasokan. Harga fundamental terendah
minyak mentah nampaknya akan berada pada $ 80 per barel, yaitu sebesar
biaya produksi minyak mentah sintetik dan biofuel dan kedua jenis produk
tersebut sudah masuk dalam sistem pasokan dan permintaan minyak dunia.
Sementara itu faktor geopolitik tiada hentinya muncul dan ini menyebabkan
harga minyak selalu berada sekitar $ 20-30 di atas harga fundamentalnya
(Gambar 1).

Harga minyak pada tahun-tahun ke depan akan terus naik karena semua
faktor yang berpengaruh, baik fundamental maupun non fundamental
cenderung mengungkit harga. Pada tahun 2020 harga dapat mencapai $
150 per barel.

189
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Gambar 1: GEOPOLITIK, KRISIS EKONOMI DAN HARGA MINYAK


Krisis afrika
utara/tim
Krisis teng
Serangan finansial
Perang 9/11 global
Iran-Irak Saudi
Revolusi lepas Opec
Iran kendali potong Kapasitas
produksi produksi produksi
Irak invasi cadangan
Embargo kuwait Krisis
Arab dunia tipis
Stok usa finansial
kosong Asia

Opec
potong
produksi

Kenaikan harga minyak mentah yang tiada henti tersebut menyebabkan


Pemerintah terpaksa menyesuaikan lagi harga BBM di dalam negeri. Sejak
tahun 1998 harga sudah naik sebanyak tujuh kali. Situasi negara makin sulit
karena sejak tahun 2004 Indonesia sudah menjadi ‘net importer’ minyak.
Saat ini minyak milik pemerintah, dari produksi kotor sebesar 950 ribu barel
dikurangi ongkos produksi dan bagian kontraktor asing tinggal 600 ribu barel
per tahun. Di lain pihak, konsumsi Indonesia sudah mencapai 1100 ribu barel
sehingga harus mengimpor sebesar 500 ribu barel per tahun dengan harga
internasional.

Subsidi BBM
Bilamana disimak sejarah harga BBM maka selalu diikuti oleh gejolak sosial
dan politik. Namun pada komoditi lain, yang pergerakan harganya juga
hampir seirama seperti BBM, gejolak yang mengikuti tidaklah sehebat BBM.
Bila dibandingkan harga-harga komoditi di dunia pada awal tahun 2000 dan
harga tahun 2012 ini, harga emas naik 6 kali, harga minyak mentah naik 5
kali dan harga beras naik 3 kali. Pada komoditi yang sudah mengikuti harga
pasar, baik di negara berkembang seperti Indonesia maupun negara maju,
perubahan harga tidaklah memicu gejolak sosial politik karena masyarakat
mengerti bahwa perkembangan harga disebabkan terutama oleh hukum
pasar dan pemerintah tidaklah mengatur harga. Demikian juga untuk harga
BBM di berbagai negara termasuk di negara-negara di sekitar Indonesia

190
Lika-Liku Energi Indonesia

Sistem subsidi melalui pengaturan harga komoditi merupakan distorsi dari


mekanisme pasar. Karena adanya perbedaan harga antara harga subsidi dan
harga pasar, dampak negatif yang ditimbulkan antara lain adalah terpicunya
tindakan ilegal seperti penumpukan, penyelundupan, pengoplosan, yang
kesemuanya itu merepotkan dan menghabiskan energi petugas berwajib
dalam pengawasannya. Sistem subsidi melalui harga juga menimbulkan sifat
boros energi masyarakat sehingga menurunkan efisiensi negara di bidang
energi. Karena itu sudah selayaknya sistem subsidi diganti sehingga lebih
dirasakan manfaatnya dalam perekonomian negara.

Subsidi BBM merupakan masalah global. Puluhan negara memberikan subsidi


dalam jumlah dan cara yang bervariasi satu sama lainnya. Negara-negara
berkembang pengekspor murni minyak memberikan harga BBM jauh di
bawah harga pasar internasional. Apalagi kalau rasio antara produksi dan
jumlah penduduk mereka besar, membagikan BBM murah dianggap sebagai
suatu cara membagi nikmat kekayaan alam kepada penduduknya.

Negara-negara berkembang pengimpor minyak tidak dapat meniru negara-


negara pengekspor minyak. Beberapa negara tetangga kita di ASEAN saja
sudah memberlakukan harga BBM sesuai atau mendekati harga internasional.
Rakyat mereka mengerti dan BBM sudah seperti komoditi lainnya, yang
harganya sudah mengikuti naik turunnya harga pasar, tidak ada lagi gejolak
sosial dan politik. Daya saing ekonomi mereka ternyata dapat bertahan berkat
upaya efisiensi.

Di negara-negara maju, penentuan harga sudah lebih jauh lebih rasional


lagi. BBM dipajaki tinggi sekali sehingga harganya bisa dua kali harga pasar
internasional. Ini sangat mendorong efisiensi atau anti pemborosan sehingga
kebutuhan BBM negara-negara tersebut cenderung menurun dan di lain
pihak, energi terbarukan makin berkembang.

Di tataran global sudah muncul kesepahaman bahwa subsidi energi fosil


harus dieliminasi secara bertahap dan tahun 2020 diancar-ancar sebagai
target hilangnya subsidi. Alasannya adalah makin langkanya sumber-sumber
minyak dunia, perlunya ditingkatkan efisisensi demi menghemat sumber
daya minyak yang masih ada, dan diharuskannya pengurangan energi
fosil demi menurunkan CO2 di atmosfir karena pemanasan global mulai
membahayakan.

191
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Penikmat Subsidi
Kajian tim bersama Bank Dunia, OPEC, OECD dan IEA menunjukkan bahwa
setiap tahun negara-negara berkembang mengeluarkan lebih dari 400 miliar
dollar untuk subsidi energi fosil, dan ternyata hanya 8% yang dinikmati
rakyat miskin. Bila ini dialihkan, pencegahan pemborosan dapat menghemat
lebih dari 600 juta ton setara minyak sampai tahun 2020. Disarankan agar
subsidi dialihkan untuk kesejahteraan langsung rakyat miskin serta untuk
pengembangan energi terbarukan.
Hal yang mengejutkan adalah Iran, sebagai pengekspor OPEC kedua terbesar,
dan juga sebagai negara pemberi subsidi BBM terbesar di dunia, ternyata
dengan drastis telah mereformasi sistim subsidinya mulai di akhir 2010.
Harga bensin dinaikkan sebesar 400 persen (dari 10 sen dollar menjadi 40
sen per liter) dan harga solar 1000 persen (dari 1.5 sen dollar menjadi 15 sen
per liter). Sebagai kompensasi, untuk penduduk miskin dibantu sebesar $
40 per orang per bulan. Untuk kendaraan umum dan niaga diberikan kuota
BBM murah. Inflasi Iran di tahun berikutnya naik tapi ternyata tidak sebesar
yang diperkirakan. Pengamat luar negeri dan Bank Dunia menilai perubahan
tersebut berdampak positif kepada perekonomian Iran.
Kalau hampir semua negara dalam kelompok pengimpor minyak sudah
menerapkan atau mendekatkan harga BBM pada harga pasar, Indonesia
ternyata masih pada harga paling murah, malah sama dengan negara-negara
pengekspor minyak yang memiliki produksi dan cadangan minyak per kapita
berpuluh kali dari Indonesia (Gambar 2).

Gambar 2: HARGA BENSIN DI BEBERAPA NEGARA BERKEMBANG

Indonesia
dalam
grup C

Group A Armenia, Ghana, India, Jordan, Moldova, Morocco, Pakistan


Group B Chile, Dominican Republic, Peru, Turkey

Group C Azerbaijan, Egypt, Indonesia, Iran, Nigeria, Yemen


Group D Argentina, Malaysia, and Mexico.

192
Lika-Liku Energi Indonesia

Kajian konsumen di Indonesia menunjukkan bahwa lebih dari 50 persen


penikmat BBM adalah pemilik kendaraan pribadi yang berpenghasilan
lebih besar. Belum lagi perusahaan-perusahaan asing serta kedutaan-
kedutaan besar asing di Indonesia yang semuanya berjumlah lebih dari
2700 perusahaan. Perhitungan kasar menunjukkan bahwa mereka dapat
menikmati subsidi BBM lebih dari setengah trilliun rupiah per tahun. Di lain
pihak 75% rumah tangga, yang umumnya berpenghasilan rendah hanya
menikmati 15% subsidi (Gambar 3).

Gambar 3: SISTEM SUBSIDI SEKARANG TIDAK TEPAT SASARAN

100

Alokasi/ sasaran
penerima subsidi BBM
75
timpang :
Persentase Nilai Subsidi

77
25% rmh tangga mampu,
% meraup 77% subsidi.
50 • 75% rmh tangga
penghasilan rendah,
hanya memperoleh 15%
25
subsidi.
25 % teratas
25 % terbawah
Sumber : diestimasi dari Susenas 2008
dan Bank Dunia 2010, dr laporan
15 KESDM
% 0

Kelompok rumah tangga kumulatif (%)

Mensejahterakan Rakyat
Kenaikan harga BBM bukanlah menghilangkan subsidi bagi masyarakat
kurang mampu tapi malah meningkatkannya. Kenaikan harga BBM hanya
menghapuskan subsidi bagi masyarakat mampu. Subsidi untuk masyarakat
mampu tersebut terus dipindahkan ke masyarakat tidak mampu melalui
berbagai skema bantuan kesejahteraan seperti bantuan langsung tunai,
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, pendidikan dan infrastruktur.
Artinya, sistem subsidi yang tadinya melalui harga BBM diubah sehingga
dana subsidi lebih tepat sasaran.

193
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Bantuan langsung membuat rakyat miskin lebih mampu membeli kebutuhan


rumah tangga yang lebih berkualitas dengan jumlah yang lebih memadai.
Perputaran uang di kalangan rakyat kecil akan meningkat dan ini dengan
sendirinya akan menggairahkan sektor riil dan tentu berdampak positif
kepada pertumbuhan ekonomi. Agar tidak terjadi kenaikan besar tarif
angkutan, kepada kendaraan transportasi umum diberikan subsidi. Demikian
juga kepada para nelayan, dapat diberikan kuota tertentu BBM bersubsidi.

Pengubahan sistem subsidi tersebut akan dapat mengakhiri polemik harga


BBM dan pemangku negara ini dapat fokus kepada berbagai permasalahan
lainnya yang tak kalah pelik dan pentingnya bagi bangsa. Harga minyak
dunia akan terus berfluktuasi akibat pengaruh berbagai faktor seperti
ketidakpastian pertumbuhan ekonomi dunia, keseimbangan pasokan dan
permintaan minyak dunia, geopolitik dan spekulasi. Sebagai negara importir
minyak, Indonesia sudah harus sudah dapat menerima hal tersebut sebagai
kenyataan hidup yang akan terus dihadapi.

Pengubahan sistim subsidi juga akan menghapus perilaku boros pemilik


kendaraan. Negara kita dikenal termasuk yang boros energi. Artinya intensitas
energinya tinggi, bisa 4 kali lebih boros dari negara China atau Jepang. Ini akan
sangat mengurangi daya saing ekonomi kita. Karena itu harga BBM yang wajar
akan mendorong konsumen ke arah hemat energi, mereka akan berpikir dua
tiga kali sebelum membuka koceknya untuk membeli BBM yang berlebihan.

Penutup
Apabila harga BBM dinaikkan maka ketahanan energi negara ini juga akan
lebih mudah ditingkatkan karena harga energi lainnya, terutama energi
terbarukan akan menjadi kompetitif. Saat ini bahan bakar nabati terhambat
perkembangannya karena biaya produksinya di atas harga BBM bersubsidi.
Padahal Indonesia sangat mungkin mandiri energi dengan bahan bakar
nabati dikembangkan. Bahan bakar nabati dari bahan non makanan seperti
biomassa dan ganggang laut berpotensi besar karena di samping beriklim
tropis, Indonesia memiliki 80 ribu km garis pantai yang sebagiannya dapat
untuk algae atau ganggang mikro, yang budidayanya tidak akan banyak
memakai air tawar maupun lahan pertanian di darat.

194
Lika-Liku Energi Indonesia

Dengan penyesuaian harga BBM sesuai gejolah harga minyak dunia, APBN
kita dapat diamankan, defisit yang akan membebani generasi mendatang
dapat dihindari. Karena itu, sudah perlu bagi Indonesia untuk menerima
kecenderungan global agar harga BBM lebih rasional seperti harga-harga
komoditi lainnya.

Daftar Pustaka
1. Maizar Rahman, Perilaku Harga Minyak Dunia, Pengaruh Faktor
Fundamental dan Non Fundamental, Lembaran Publikasi Lemigas,
Volume 42, No 3, Desember 2008.
2. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2012
3. Bank Indonesia, 2012
4. US Energy Information Administration, 2012
5. Joint Report by IEA, OPEC, OECD and World Bank on fossil-fuel and
other energy subsidies: An update of the G20 Pittsburg and Toronto
Commitments” Prepared for the G-20 summit (Cannes, 3-4 November
2011).
6. http://en.wikipedia.org/wiki/Iranian_targeted_subsidy_plan, 9 March
2012.

195
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Subsidi BBM, Sisi Global

S
ubsidi BBM merupakan masalah global. Puluhan negara memberikan
subsidi dalam jumlah dan cara yang bervariasi satu sama lainnya.
Negara-negara berkembang pengekspor murni minyak memberikan
harga BBM jauh di bawah harga pasar internasional. Apalagi kalau rasio
produksi dan jumlah penduduk mereka tidak besar, membagikan BBM
murah dianggap sebagai suatu cara membagi nikmat kekayaan alam kepada
penduduknya.

Negara-negara berkembang pengimpor minyak tidak dapat meniru negara-


negara pengekspor minyak. Beberapa negara tetangga kita di ASEAN saja
sudah memberlakukan harga BBM sesuai atau mendekati harga internasional.
Rakyat mereka mengerti dan BBM sudah seperti komoditi lainnya, yang
harganya sudah mengikuti naik turunnya harga pasar, tidak ada lagi gejolak
sosial dan politik. Daya saing ekonomi mereka ternyata dapat bertahan berkat
upaya efisiensi.

Kalau di negara-negara maju, sudah lebih jauh lagi. BBM dipajaki tinggi
sekali sehingga harganya bisa dua kali harga pasar internasional. Ini sangat
mendorong efisiensi atau anti pemborosan sehingga kebutuhan BBM negara-
negara tersebut cenderung menurun dan di lain pihak, energi terbarukan
makin berkembang.

Di tataran global sudah muncul kesepahaman bahwa subsidi energi fosil


harus dieliminasi secara bertahap dan tahun 2020 diancar-ancar sebagai
target hilangnya subsidi. Alasannya adalah makin langkanya sumber-sumber
minyak dunia, perlunya ditingkatkan efisisensi demi menghemat sumber
daya minyak yang masih ada, dan diharuskannya pengurangan energi
fosil demi menurunkan CO2 di atmosfir karena pemanasan global mulai
membahayakan.

Kajian tim bersama Bank Dunia, OPEC, OECD dan IEA menunjukkan bahwa
setiap tahun negara-negara berkembang mengeluarkan lebih dari 400 miliar
dollar untuk subsidi energi fosil, dan ternyata hanya 8% yang dinikmati
rakyat miskin. Bila ini dialihkan, pencegahan pemborosan dapat menghemat
lebih dari 600 juta ton setara minyak sampai tahun 2020. Disarankan agar

196
Lika-Liku Energi Indonesia

subsidi dialihkan untuk kesejahteraan langsung rakyat miskin serta untuk


pengembangan energi terbarukan.

Hal yang mengejutkan adalah Iran, sebagai pengekspor OPEC kedua terbesar
ternyata dengan drastis telah mereformasi sistim subsidinya mulai di akhir
2010. Harga bensin dinaikkan sebesar 400% (dari 10 sen dollar menjadi 40 sen
per liter) dan harga solar 1000% (dari 1.5 sen dollar menjadi 15 sen per liter).

Sebagai kompensasi, untuk penduduk miskin dibantu sebesar $ 40 per


orang per bulan. Untuk kendaraan umum dan niaga diberikan kuota BBM
murah. Inflasi Iran di tahun berikutnya naik tapi ternyata tidak sebesar yang
diperkirakan. Pengamat luar negeri dan Bank Dunia menilai perubahan
tersebut berdampak positif kepada perekonomian Iran.

Kalau hampir semua negara dalam kelompok pengimpor minyak sudah


menerapkan atau mendekatkan harga BBM pada harga pasar, Indonesia
ternyata masih pada harga paling murah, malah sama dengan negara-negara
pengekspor minyak yang memiliki produksi dan cadangan minyak per kapita
berpuluh kali dari Indonesia.

Kajian konsumen di Indonesia menunjukkan bahwa lebih dari 50 persen


penikmat BBM adalah pemilik kendaraan pribadi yang berpenghasilan lebih
besar. 75% rumah tangga, yang umumnya berpenghasilan rendah hanya
menikmati 15% subsidi.

Karena itu, sudah perlu bagi Indonesia untuk menerima kecenderungan


global agar harga BBM lebih rasional seperti harga-harga komoditi lainnya
dan subsidi dialihkan langsung untuk kesejahteraan rakyat miskin seperti
peningkatan daya beli, kesehatan, pendidikan serta penggalakan energi baru.

197
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Subsidi BBM atau Subsidi Rakyat Miskin?

P
ada bulan September 2010 pemerintah Iran melakukan tindakan
drastis dengan menaikkan harga bensin sebesar 400% (dari 10 sen
dollar menjadi 40 sen per liter) dan harga solar 1000% (dari 1.5 sen
dollar menjadi 15 sen per liter).

Adalah menjadi keheranan kita kenapa tindakan tersebut diambil karena


Iran merupakan penghasil minyak terbesar kedua di OPEC dengan produksi
4 juta barel per hari dan padahal mereka mesti mampu menyediakan BBM
dengan harga murah. Dibandingkan Indonesia (yang memproduksi kurang
dari 1 juta barel per hari), produksi minyak per kapita Iran 15 kali Indonesia dan
cadangan minyaknya yang 137 miliar barel sama dengan 100 kali cadangan
minyak Indonesia per kapita/penduduk.

Pemerintah Iran menyadari bahwa harga BBM yang sangat murah


menimbulkan berbagai dampak negatif. Harga BBM yang sangat murah
mendorong rakyat menjadi sangat boros energi. Sebagian besar BBM pun
hanya dinikmati kelompok rakyat menengah ke atas atau yang memiliki
kendaraan. Sistim subsidi dengan harga murah malah menghamburkan
uang negara yang sebetulnya dapat digunakan untuk subsidi langsung dan
terarah kepada rakyat berpenghasilan rendah yang memerlukan bantuan
.Di samping itu Iran juga memerlukan dana untuk keperluan pembangunan
kesejahteraan rakyat lainnya seperti infrastruktur, pendidikan dan kesehatan.

Karena itu sistim subsidi mereka ubah dengan menaikkan harga BBM dan
dilain pihak dana subsidi yang dihemat (sekitar 40 miliar dollar) sebahagiannya
didistribusikan kepda penduduk miskin sebesar $ 40 per orang per bulan
dengan cara membagikan kartu ATM kepada kepala keluarga. Pemerintah
Iran menyadari bahwa harga BBM yang murah tetap diperlukan untuk
menggerakkan pertumbuhan ekonomi, tapi itu diberikan kepada kendaraan
umum dan niaga, dan subsidi tersebut dikendalikan dengan cara kuota BBM
murah. Setelah penerapan harga baru BBM, inflasi di tahun 2011 memang
naik tapi ternyata tidak sebesar yang diperkirakan. Pengamat luar negeri dan
Bank Dunia melihat perubahan sistem tersebut memberikan dampak positif
kepada perekonomian Iran.

198
Lika-Liku Energi Indonesia

Permasalahan BBM di Indonesia saat ini tidak jauh berbeda dengan situasi
awal di Iran. Pemerintah Indonesia memberlakukan subsidi kepada harga
dan bukan bantuan langsung kepada masyarakat miskin. Lebih dari 60
persen penikmat BBM di SPBU adalah pemilik kendaraan pribadi yang nota
bene memiliki penghasilan jauh lebih besar. Belanja mereka untuk BBM
merupakan persentase kecil dari penghasilan mereka sehingga kenaikan
harga BBM tidak akan terlalu memberatkan anggaran rumah tangga mereka.
Belum lagi perusahaan-perusahaan asing serta kedutaan-kedutaan besar
asing di Indone sia yang semuanya berjumlah lebih dari 2700 perusahaan.
Perhitungan kasar menunjukkan bahwa mereka dapat menikmati subsidi
BBM lebih dari setengah trilliun rupiah per tahun.

Sebaliknya bila subsidi tersebut dialihkan berupa bantuan langsung kepada


rakyat miskin maka mereka akan lebih mampu membeli kebutuhan rumah
tangga yang lebih berkualitas dengan jumlah yang lebih memadai. Perputaran
uang di kalangan rakyat kecil akan meningkat dan ini dengan sendirinya akan
menggairahkan sektor riil dan tentu berdampak positif kepada pertumbuhan
ekonomi. Agar tidak terjadi kenaikan besar tarif angkutan, kepada kendaraan
transportasi umum dapat diberikan subsidi harga dengan kuota tertentu di
SPBU. Demikian juga kepada para nelayan, dapat diberikan kuota tertentu
BBM bersubsidi.

Penyelesaian masalah sistem subsidi tersebut akan dapat mengakhiri


polemik harga BBM dan pemangku negara ini dapat fokus kepada berbagai
permasalahan lainnya yang tak kalah pelik dan pentingnya bagi bangsa. Harga
minyak dunia akan terus berfluktuasi akibat pengaruh berbagai faktor seperti
ketidakpastian pertumbuhan ekonomi dunia, keseimbangan pasokan dan
permintaan minyak dunia, geopolitik dan spekulasi. Sebagai negara importir
minyak, Indonesia sudah harus sudah dapat menerima hal tersebut sebagai
kenyataan hidup yang akan terus dihadapi. Negara-negara tetangga kita di
kawasan ASEAN yang juga importir minyak sudah lama meninggalkan sistim
subsidi harga dan rakyat mereka dapat menerima kenyataan harga pasar.

Sebetulnya Indonesia juga sudah punya pengalaman menghadapi kenaikan


harga BBM seperti di tahun 2005, karena melonjaknya harga minyak dunia
waktu itu harga premium naik dari rp 1800 ke rp 2400 kemudian naik lagi ke

199
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

4500 rupiah per liter. Semuanya dapat dihadapi oleh rakyat kita. Pada tahun
tersebut harga minyak dunia sekitar $ 50 per barel. Bandingkan dengan harga
sekarang yang sudah mencapai $ 115 per barel.

Berbagai tindakan illegal seperti penyelundupan BBM yang merugikan


negara, pengoplosan yang merugikan konsumen karena merusak mesin
kendaraan, akan dapat dicegah dengan mengubah sistim subsidi harga ke
subsidi langsung. Ribuan petugas berwajib tidak perlu disiagakan untuk
mencegah penyelundupan.

Pengubahan sistim subsidi juga akan menghapus perilaku boros pemilik


kendaraan. Negara kita dikenal termasuk yang boros energi. Artinya intensitas
energinya tinggi, bisa 4 kali lebih boros dari negara China atau Jepang. Ini akan
sangat mengurangi daya saing ekonomi kita. Karena itu harga BBM yang wajar
akan mendorong konsumen ke arah hemat energi, mereka akan berpikir dua
tiga kali sebelum membuka koceknya untuk membeli BBM yang berlebihan.

Apabila harga BBM dinaikkan maka ketahanan energi negara ini juga akan
lebih mudah ditingkatkan karena harga energi lainnya, terutama energi
terbarukan akan menjadi kompetitif. Saat ini bahan bakar nabati terhambat
perkembangannya karena biaya produksinya di atas harga BBM bersubsidi.
Padahal Indonesia sangat mungkin mandiri energi dengan bahan bakar
nabati dikembangkan. Bahan bakar nabati dari bahan non makanan seperti
biomassa dan ganggang laut berpotensi besar karena di samping beriklim
tropis, Indonesia memiliki 80 ribu km garis pantai yang sebagiannya dapat
untuk algae atau ganggang mikro, yang budidayanya tidak akan banyak
memakai air tawar maupun lahan pertanian di darat.

Dengan penyesuaian harga BBM sesuai gejolah harga minyak dunia, APBN
kita dapat diamankan, defisit yang akan membebani generasi mendatang
dapat dihindari.

Negara-negara berkembang lainnya sudah sampai pada tahap penerapan


pajak energi, artinya harga BBM masih dikenakan pajak di atas harga pasar.
Pajak tersebut dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur jalan dan
juga infrastruktur lainnya seperti rumah sakit, sekolah dan berbagai keperluan
peningkatan kesejahteraan rakyat lainnya. Ini tentu masih merupakan

200
Lika-Liku Energi Indonesia

program jangka panjang negara kita. Yang saat ini diperlukan adalah mulai
membiasakan diri dengan tingkat dan gejolak harga BBM sesuai dengan
irama fluktuasi harga minyak dunia.

201
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Solusi LPG untuk Rakyat


Suara Karya, 8 Januari 2014

M
asalah LPG mempunyai beberapa sudut pandang. Sisi rakyat
yang menginginkan harga terjangkau dan distribusi yang handal,
sisi Pertamina sebagai korporasi dan sisi Pemerintah yang
mengharapkan BUMN sebagai sumber penerimaan.

Dari sisi visi bangsa Indonesia keseluruhan, Pertamina dituntut menjadi


kebanggaan bangsa, sebagai world class company, ujung tombak negara
dalam mencari sumber2 energi di dalam dan luar negeri demi keamanan
energi negara. Konsekwensinya BUMN ini harus mengikuti kaidah
‘pengelolaan badan usaha yang baik’ sehingga dalam neraca keuangannya
(yang diaudit lembaga independen) tidak boleh ada kerugian yang tidak logis,
seperti menjual di bawah harga keekonomian. Di samping itu ‘usaha rugi’ ini
membuat kehandalan distribusi LPG amat susah dipertahankan.

Dari sisi rakyat, terutama rakyat kecil/ekonomi lemah, harga hendaknya


terjangkau, ini suatu tuntutan logis yang harus diperhatikan pemerintah.
Kenaikan harga yang ‘drastis’ menimbulkan gejolak ekonomi dan sosial.

Dari sisi komoditi, LPG 12 kg bukan komoditi subsidi, bukan dimonopoli, jadi
adalah ‘komoditi biasa’ sama seperti komoditi lainnya seperti beras, cabe dll,
sehingga dapat diperdagangkan siapa saja. Dan naik turunnya harga sesuai
perkembangan pasar.

Karena komoditi ini masih ‘proyek rugi’ pada harga sekarang, tidak ada swasta
yang mau berbisnis di sini. Ini juga membuat lemah kehandalan distribusi LPG
ini dan rawan kelangkaan. Karena itu suatu waktu di masa depan komoditi
ini harus betul-betul menjadi ‘komoditi biasa’.

Dari sisi Pemerintah, BUMN adalah ujung tombak negara untuk menghasilkan
keuntungan yang sebagiannya, berupa pajak dan deviden, dapat menjadi
sumber penerimaan negara dalam APBN. Artinya keuntungan tersebut juga
kembali ke rakyat.

202
Lika-Liku Energi Indonesia

Pilihan-pilihan strategis dan ‘win-win’ tanpa gejolak yang dapat diambil


pemerintah adalah:

1. Menaikkan harga secara bertahap, misalnya rp 1000 per kilo per enam
bulan sampai tercapainya harga keekonomian. Kalau dianggap berat bagi
rakyat, kenaikan dapat diturunkan ke rp 750 atau rp 500 per 6 bulan. Jadi
harga keekonomian dapat dicapai dalam 2, 3 atau 4 tahun. Kenaikan
bertahap ini sesuai dengan hukum alam “reversible process’ artinya cara
ini sangat mengurangi gejolak. Dengan cara ini juga beberapa tahun ke
depan swasta sudah bisa ikut serta berbisnis LPG sehingga meningkatkan
kehandalan distribusi LPG dan mengurangi resiko kelangkaan.
2. Mengganti sistem “pembebanan kerugian” ke Pertamina dengan
memberikan subsidi seperti halnya LPG 3 kg, meskipun besaran
subsidinya tidak harus sama. Ini sangat menolong citra Pertamina sebagai
korporasi karena tidak ada kerugian yang ‘tidak logis’. Dari sisi anggaran
Pemerintah tidak ada banyak perubahan karena subsidi tadi di neraca
Pertamina menjadi keuntungan dan keuntungan tersebut dapat ditarik
pemerintah kembali berupa pajak dan dividen. Cara ini sangat elegan
karena tidak merugikan siapapun, baik citra Pertamina, Pemerintah dan
rakyat. Tapi cara ini sebaiknya sementara saja karena swasta tetap tidak
berkembang dan kehandalan distribusi tetap rawan.

Namun untuk jangka panjang, seluruh ‘komoditi energi termasuk LPG’ harus
menjadi komoditi biasa karena posisi energi di negara kita cukup rentan dan
terpaksa impor, seperti halnya hampir di semua negara-negara di Asia Timur
ataupun ASEAN. Walaupun kita punya sumber-sumber energi, tetap relatif
sedikit karena jumlah penduduk kita yang besar, berbeda dengan negara-
negara Timur Tengah penghasil minyak yang besar tapi jumlah penduduknya
kecil.

203
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Kilang Minyak Baru, Keharusan yang Mendesak


Investor Daily, 17 Februari 2014

P
ada Juni tahun 2005 saya diwawancara media mengenai pembangunan
kilang baru. Penjelasan saya ketika itu adalah, kilang baru mendesak
untuk dibangun, tidak hanya satu tapi tiga kilang baru. Alasannya
Indonesia sudah mengimpor BBM (bahan bakar minyak) karena produksi
kilang dalam negeri tidak mencukupi, sedangkan pertumbuhan permintaan
BBM tinggi, sekitar 4% per tahun. Kekurangan itu diperparah oleh stok BBM
yang sering kritis karena menipis dan terjadinya kelangkaaan di berbagai
tempat bilamana pasokan terlambat datang.

Kilang “terbaru” yang dibangun di Indonesia berada di Balongan, Indramayu,


Jawa Barat, yang beroperasi pada 1994. Sejak itu tidak ada pembangunan
baru, antara lain karena situasi reformasi politik pada 1998 yang diikuti oleh
periode pemulihan ekonomi sesudah itu sehingga pembangunan kilang baru
belum terpikirkan lagi. Sementara itu di lain sisi, impor BBM terus meningkat.
Kilang-kilang lainnya sudah tua atau malah sangat tua, konfigurasinya
sederhana, teknologinya ketinggalan zaman sehingga kurang efisien.
Akibatnya biaya produksinya lebih tinggi dari harga produk yang sama di
pasar Singapura. Alhasil, potensi “rugi” yang harus ditanggung pemerintah
bisa mencapai ratusan juta dollar setiap tahun. Jadi, selain membangun
kilang baru, kilang-kilang lama memerlukan peremajaan, dan biayanya akan
tertutup dengan peningkatan efisiensi tersebut.

Memperlebar Defisit
Pada 2008 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan
sebuah kajian dengan topik Kajian Pengembangan Kilang Minyak Indonesia Ke
Depan dan menyimpulkan bahwa sampai tahun 2030 Indonesia memerlukan
pembangunan 6 kilang baru, baik itu di lokasi kilang yang sudah ada
maupun di lokasi baru, termasuk di Indonesia Bagian Timur. Ini berdasarkan
pertumbuhan permintaan BBM 3,5-4% per tahun sehingga pada tahun 2030
tersebut akan diperlukan lebih dari 3,2 juta barel BBM per hari.

204
Lika-Liku Energi Indonesia

Sebuah kajian yang dilakukan Pertamina juga memperkirakan bahwa tanpa


adanya pembangunan kilang baru, pada tahun 2017 impor BBM akan
mencapai 900 ribu barel per hari (bph). Dapat dibayangkan keperluan devisa
yang makin membengkak karena untuk tahun 2013 saja impor minyak dan
BBM sudah sebesar 600 ribu bph yang memerlukan 45 miliar dollar sehingga
makin memperlebar defisit transaksi berjalan .

Dari tahun ke tahun diskusi dan kajian perlunya kilang baru terus menerus
bergulir tanpa suatu hasil konkret. Pertamina, para investor serta pemasok
minyak mentah sudah siap secara teknis maupun finansial, tapi selalu tidak
ada titik temu antara keinginan investor dan aturan insentif yang ditetapkan
oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Pajak dan Insentif Fiskal


Proyek pembangunan kilang merupakan investasi padat modal, teknologi
canggih dan be resiko tinggi. Untungnya, pemasok minyak mentah yang
umumnya adalah produsen dari negara-negara Organisasi Negara-negara
Pengekspor Minyak (OPEC) juga tertarik sebagai peserta pemegang saham
sehingga lebih memudahkan dari sisi investasi. Namun di sisi lain margin
proyek kilang kecil sehingga daya tariknya sangat rendah.

Untuk itu Pemerintah diminta untuk memberikan kondisi yang kondusif,


seperti pemberian keringanan pajak dan beberapa insentif fiskal lainnya agar
investasi kilang memenuhi kelayakan keekonomian yang memadai. agar
investor Dengan begitu, investor dan dunia finansial tertarik untuk terlibat
dalam proyek ini. Namun, Kementerian Keuangan yang berwenang dalam
hal ini menyatakan bahwa insentif yang diminta di luar ketentuan yang ada
atau terlalu besar. Tidak adanya titik temu menyebabkan calon-calon investor
mundur.

Sebetulnya Pemerintah bisa melihat proyek ini dalam kacamata yang lebih
holistik. Artinya, apabila dilihat dari sisi cost and benefit (bukan cost and profit),
proyek ini sangat positif manfaatnya bagi bangsa Indonesia. Di samping laba
bersih dari kilang baru dan pengurangan impor BBM, berbagai faktor intagible
dapat dinikmati negara ini, misalnya untuk keamanan dan stabilitas pasokan
BBM, peningkatan ketahanan energi nasional, mencegah kelangkaan,

205
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

penggerak pertumbuhan ekonomi daerah melalui efek ekonomi berganda,


pembukaan lapangan kerja, mendorong kegiatan rancang bangun dalam
negeri, mendorong tingkat kandungan dalam negeri di bidang pengadaan
peralatan kilang, peningkatan stok komersial minyak mentah dan BBM di
dalam negeri, serta peningkatan efisiensi pengadaan BBM dari sisi biaya kilang
maupun biaya angkut impor. Apabila semua faktor ini dipertimbangkan dan
kalau perlu di-tangible-kan maka jelas benefit atau manfaatnya jauh lebih
besar dibanding besarnya insentif yang diberikan.

Integrasi kilang minyak dengan kilang petrokimia merupakan salah satu


upaya menaikkan margin kilang terintegrasi. Impor produk petrokimia
Indonesia masih besar sehingga kilang terintegrasi ini mempunyai peluang
pasar petrokimia yang cukup bagus.

Adanya rencana pemerintah untuk membangun kilang baru, seperti dilansir


media baru-baru ini sebenarnya sudah sangat terlambat , walaupun lebih baik
daripada tidak sama sekali. Pemerintah juga sudah harus mengkonkretkan
rencana strategis pembangunan kilang sampai tahun 2030, yang sedikitnya
memerlukan 6 kilang baru selain meremajakan kilang-kilang lama. Rencana
Pemerintah untuk menerapkan skema kerja sama swasta pemerintah atau PPP
(public private partnership) untuk proyek kilang ini merupakan langkah baru
dan mudah-mudahan memberikan titik temu dengan keinginan investor.

Berita terbaru lainnya adalah upaya Kamar Dagang dan Industri (Kadin)
Indonesia untuk mendorong kilang swasta yang kesepakatannya
ditandatangani pihak pengusahaan migas asal Iran, Nakhle Barani Pardis (NBP)
Co, dan PT Kreasindo Resources Indonesia (PT KRI) minggu lalu. Sebaiknya
Pemerintah juga memfasilitasi sepenuhnya upaya ini seperti halnya kepada
kilang pemerintah karena kilang swasta ini juga akan memberikan benefit
besar bagi negara.

Dengan adanya kilang baru, impor BBM akan berkurang. Kilang baru juga akan
mengurangi fluktuasi harga di pasar Singapura. Selama ini, kerawanan harga
biasanya muncul kalau ada kerusakan suatu kilang di Indonesia yang terpaksa
secara teknis maupun finansial berhenti berproduksi. Dengan sendirinya,
impor membesar, dan sesuai hukum pasar, harga BBM di pasar Singapura
melonjak. Pada akhirnya, Pemerintah melalui Pertamina harus mengeluarkan

206
Lika-Liku Energi Indonesia

dana yang lebih besar lagi. Para trader tersenyum lebar karena mereka bisa
menjual stok BBM mereka dengan harga ‘sangat bagus’.

Bila dihitung, jumlah dana akibat berbagai kerugian karena impor yang besar
selama 10 tahun terakhir ini sudah mampu untuk membangun beberapa
kilang baru. Jadi, jangan sampai rencana pembangunan kilang yang baru ini
tertunda lagi demi mencegah berlanjutnya kerugian negara.

207
4
Sekitar Harga
Minyak Dunia

209
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Perilaku Harga Minyak Dunia


Pengaruh Faktor Fundamental dan Non Fundamental
Lembaran Publikasi Lemigas, vol 42, No 3, Desember 2008

S
tabilitas pasokan dan harga minyak sangat diperlukan dunia untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi. Karena itu harga yang mampu
prediksi sangat didambakan banyak pihak, baik pemerintah, badan
usaha maupun investor agar semua kegiatan dapat direalisasikan sesuai
rencana. Namun dalam kenyataannya harga minyak tidak mampu diprediksi
dan sering bergerak ke arah yang tidak diduga.

Dalam tulisan ini akan ditinjau faktor-faktor yang mempengaruhi harga


minyak baik fundamental (permintaan, pasokan, stok minyak, kapasitas
produksi cadangan dunia, kemampuan kilang dunia) maupun non
fundamental (geopolitik, kebijakan pemerintah, cuaca, bencana alam,
pemogokan, kerusakan instalasi rantai produksi, pelemahan nilai dollar,
spekulasi) serta kebijakan pasokan OPEC. Juga ditinjau perkiraan ke depan
situasi pasar dan harga minyak dunia sesudah krisis keuangan dan ekonomi
dunia tahun 2008.

Pendahuluan
Energi adalah mesin pertumbuhan ekonomi yang utama dan minyak bumi
adalah primadonanya karena kemudahan dan fleksibilitas penggunaannya
paling tinggi dibanding energi lainnya. Minyak bumi telah berperan besar
dalam memajukan negara-negara industri yang mengkonsumsinya dalam
jumlah besar dan harga murah sedangkan dewasa ini negara-negara ekonomi
baru yang sedang tumbuh juga sangat memerlukannya namun pada situasi
pasokan yang sudah ketat dan pada harga yang jauh lebih tinggi.

Kecukupan pasokan dan harga minyak yang stabil sangat diperlukan dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi maupun kegiatan usaha. Karena itu harga
yang mampu prediksi sangat didambakan banyak pihak, baik pemerintah,
badan usaha maupun investor agar semua kegiatan dapat direalisasikan

210
Sekitar Harga Minyak Dunia

sesuai rencana. Namun dalam kenyataannya harga minyak tidak mampu


diprediksi dan sering bergerak ke arah yang tidak diduga.

Dalam tulisan ini akan ditinjau faktor-faktor yang mempengaruhi harga


minyak baik fundamental (permintaan, pasokan, stok minyak, kapasitas
produksi cadangan dunia, kemampuan kilang dunia) maupun non
fundamental (geopolitik, kebijakan pemerintah, cuaca, bencana alam,
pemogokan, kerusakan instalasi di mata rantai produksi, pelemahan nilai
dollar, spekulasi) serta kebijakan pasokan OPEC.

Perkembangan Harga Minyak Dunia


Sebelum tahun 1970 harga minyak dunia boleh dikatakan stabil di sekitar
US$2/barel. Harga yang rendah tersebut serta kecilnya royalti telah
mendorong negara-negara penghasil minyak melakukan nasionalisasi
perusahaan-perusahaan minyak asing di negara masing-masing. Embargo
oleh negara-negara Arab waktu perang Arab-Israeil di tahun 1973 telah
mendorong harga naik menjadi US$ 12/barel (Gambar 1).

Pada tahun 1979 sampai 1985 revolusi Iran yang kemudian diikuti perang
Irak-Iran melejitkan harga sehingga pernah mencapai US$ 38/barel atau
US$ 100 /barel pada nilai riilnya sekarang. Harga yang tinggi tersebut
telah mendorong negara-negara industri untuk melakukan penghematan
dan diversifikasi energi serta mencari sumber-sumber minyak di berbagai
kawasan lain. Sebagai hasilnya konsumsi minyak mereka dapat dikurangi
dan di lain pihak produksi minyak mereka (non-OPEC) mulai membanjir yang
mendorong harga anjlok sehingga tahun 1986 menyentuh US$ 10/barel.

Dari tahun 1986 sampai tahun 2000, karena cukup melimpahnya minyak,
walau berfluktuasi, harga rata-rata hanya US$ 18/barel. Mulai tahun 2003
harga mulai menanjak, tahun 2004 mencapai US$ 41.5/b, tahun 2005
(US$56.6/barel), 2006 (US$66/b) dan 2007 (US$72.2/b). Kenaikan tersebut
terutama oleh pertumbuhan ekonomi dunia yang diikuti peningkatan
permintaan, pasokan yang ketat, keterbatasan kilang dunia dan berbagai
faktor non-fundamental seperti ketegangan politik, bencana alam, gangguan
kerusakan fasilitas di mata rantai pasokan, pelemahan nilai dollar, yang
semuanya itu mendorong aktivitas spekulasi di pasar berjangka. Antara

211
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

pertengahan 2007-pertengahan 2008 krisis kredit perumahan di Amerika


telah memperlemah nilai dollar yang mendorong naiknya harga mencapai
US$ 147/barel. Krisis tersebut merambat menjadi krisis keuangan global
yang terus menular ke stagnasinya kegiatan perekonomian dunia. Konsumsi
minyak menjadi turun sehingga harga terjun kembali mendekati US$ 50 per
barel pada bulan Nopember 2008.

Gambar :Gambar
Harga1:Minyak Dunia
Harga Minyak Dunia1970-2008
1970 – 2008
140
1980 –
$/barel 1988: 1990: Iraq - Geopolitik, SPEKULASI
invasi - Permintaan minyak
Perang
Kuwait meningkat
Iran- Iraq
120 - Bencana alam

1979: 1985:
R evolusi Banjir Jan 1991:
Iran Sep 2003:
produksi Koalisi
100 Invasi
non OPEC serang Iraq
koalisi ke
Iraq

80 1997-
1998: Sep 2001:
1973: Perang
Krisis Serangan
Arab - Israel,
Ekonomi teroris di NY &
embargo
Asia Washington DC
minyak Arab
60

40

R esesi
20 ekonomi
dunia

0
1970
1971
1972
1973
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008

NOMINAL RIIL ($2008)

Pertumbuhan Ekonomi Dunia dan Permintaan Minyak


Ketersediaan minyak bumi mendorong perekonomian dan pada gilirannya
berbalik meningkatkan permintaan minyak. Sebelum 1970 suplai minyak yang
melimpah ke negara Barat dan Jepang dengan harga hanya sekitar US$2/barel
telah mendorong pertumbuhan spektakuler perekonomian negara-negara
industri ini, dan membawa pertumbuhan GDP dunia sekitar 6.8% pada tahun
1973. Keseluruhan konsumsi minyak mereka antara 1945-1970 lebih banyak
dari konsumsi kumulatif dunia berabad-abad sebelum itu.

Kenaikan harga menjadi 12 dollar pada tahun 1974, telah membuat pertum­
buhan ekonomi dunia turun di bawah 2%. Demikian juga harga yang

212
Sekitar Harga Minyak Dunia

mencapai US$34/barel pada awal tahun 80’an juga membuat perekonomian


dunia mencapai titik terendah sebesar 1,1%.

Gambar 2 menunjukkan bahwa permintaan minyak dunia seirama dengan


pertumbuhan ekonomi dunia. Permintaan sangat rendah terjadi tahun 1998
karena melemahnya ekonomi dunia akibat krisis ekonomi Asia. Permintaan
melambung pada tahun 2004 seiring membaiknya perekonomian dunia yang
mencapai pertumbuhan 5%, terutama terutama didorong China, India dan
Amerika. Krisis tahun 2008 membuat peningkatan permintaan turun drastis
menjadi hanya 120 ribu barel/hari.

Gambar 2: Pertumbuhan Permintaan Minyak Dunia VS GDP

3 6

2.5 5

2 4
(juta barrel/hari)

(% perubahan)
1.5 3

1 2

0.5 1

0 0
1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

P ertumbuhan P ermintaan M inyak (juta/hari) P ertumbuhan P ermintaan M inyak (%) P ertumbuhan GDP (%)

Pada negara maju, konsumsi minyak dunia sudah tinggi karena GDP (gross
domestic product) nya yang juga sudah tinggi, sedangkan peningkatannya
tidak besar karena industri mereka lebih berbasis industri teknologi dan
jasa. Pada negara berkembang, konsumsi masih rendah karena GDPnya
masih rendah namun peningkatannya tinggi karena masih berbasis industri
manufaktur yang padat energi. Karena itu, harga minyak yang tinggi
berdampak lebih parah kepada negara-negara berkembang.

213
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Cadangan dan Pasokan Minyak Dunia


Cadangan terbukti minyak dunia sekitar 1240 miliar barel. 76% dari cadangan
tersebut berada di kawasan negara-negara OPEC terutama di kawasan Timur
Tengah yang menyimpan sebanyak 61% cadangan minyak dunia. Selama
tahun 1968 s/d 1988 cadangan minyak dunia meningkat sekitar 110%,
namun selanjutnya sampai 2008 hanya 30%, lebih lambat dari pertumbuhan
permintaan energi dunia. Ini menunjukkan bahwa lapangan minyak yang
potensial makin langka dan sulit ditemukan sehingga dunia dianggap sudah
melewati ‘peak oil’. Persepsi ini mempengaruhi sentimen pasar minyak
belakangan ini sehingga para pedagang menahan harga tinggi karena
khawatir tidak cukupnya pasokan minyak pada jangka menengah.

Produsen dan eksportir non-OPEC yang utama adalah Rusia, Norwegia,


Mexico dan negara-negara di sekitar laut Kaspia. Produsen besar lainnya tapi
bukan eksportir adalah Amerika Serikat, China, Inggeris. Produsen non-OPEC
umumnya berproduksi pada kapasitas penuh dan memasok sekitar 57%
permintaan dunia dan sisanya oleh OPEC.

Selama lima belas tahun terakhir peningkatan produksi tahunan non-OPEC


hanya rata-rata sekitar 520 ribu bph (barel/hari), sedangkan peningkatan
permintaan dunia sekitar 1.2 juta bph sehingga kekurangannya diisi oleh
OPEC. Pada pertengahan 2010’an produksi non-OPEC akan menurun
sehingga ketergantungan terhadap minyak OPEC akan membesar (Gambar
3). Dengan sendirinya OPEC diharapkan akan melakukan investasi lebih besar
untuk peningkatan produksi yang memerlukan 350-450 miliar dollar sampai
2020. Namun ketidakpastian ke depan dapat menghambat investasi tersebut,
sehingga kapasitas produksi dunia dapat tidak memadai dan pada gilirannya
akan mendorong harga naik.

214
Sekitar Harga Minyak Dunia

Gambar 3 Ketergantungan Akan Produksi OPEC akan


membesar
70
History Projection

60
non-OPEC

50

OPEC
40
mb/d

non-
30 OECD

20
OECD

10

0
1960 1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015 2020 2025

SUMBER: OPEC SECRETARIAT 15

Produksi minyak non konvensional sudah masuk ke kancah pasokan minyak


dunia seperti minyak nabati, BBM (bahan bakar minyak) sintetis dari tar sand,
pencairan batubara dan konversi gas ke cair. Saat ini kapasitasnya sekitar 2
juta bph dan dapat mencapai 6 juta bph pada tahun 2030. Biaya produksi
berbagai minyak jenis ini cukup tinggi di sekitar US$ 60-80 per barel. Karena itu
harga minyak yang terlalu rendah akan mematikan minyak non konvensional
ini dan mengurangi pasokan dunia dan pada gilirannya akan mendorong
harga naik lagi.

Stok Minyak
Stok timbun minyak dunia diperkirakan sekitar 6200 juta barel. Sekitar 67%
atau 4100 juta barel berada di di negara-negara OECD (Organization of
Economic Cooperation and Development, umumnya beranggotakan negara-
negara industri), yang terdiri dari 2,6 miliar barel stok komersial (sekitar 53
hari konsumsi) dan 1,5 miliar barel cadangan strategis. Cadangan strategis
dapat mengisi sekitar 90 hari keperluan impor. Cina dan India juga sudah
mulai membangun cadangan strategis mereka.

215
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Jumlah stok komersial berpengaruh kepada harga minyak, terutama untuk


jangka pendek. Antara stok dan harga minyak lazimnya terdapat hubungan
terbalik. Stok pada 2800 juta barel pernah membuat harga jatuh menjadi
US$ 9 per barel. Sebaliknya, pada level 2300 juta barel harga naik lebih
dari US$30. Karena itu, pasar maupun OPEC sangat berkepentingan untuk
mencegah suplai minyak yang berlebihan agar stok tidak melimpah. Namun
antara tahun 2004 dan 2007 terjadi anomali karena stok sama sekali tidak
mempengaruhi harga karena harga tetap naik walau stok meningkat (Gambar
4). Hal ini disebabkan pasar menganggap kapasitas produksi dunia kurang
dan ketegangan politik cukup meningkat. Stok kembali mempengaruhi
harga setelah memburuknya perekonomian dunia mulai pertengahan 2008.

Gambar 4: Korelasi Harga Minyak dan


Stok, Normal (Biru), Anomali (Kuning)

100 1995-2003 2004-2007

80

60
US$/b

40

20

0
2300 2400 2500 2600 2700 2800 2900
million
Juta barrels
barel
Sumber: OPEC

Kapasitas Cadangan Produksi


Kapasitas cadangan produksi adalah kemampuan produksi yang hanya
didayagunakan sewaktu diperlukan atau keadaan darurat. Produsen non-
OPEC tidak memiliki kapasitas ini karena mereka selalu berproduksi pada
kapasitas penuh. Kapasitas cadangan OPEC meningkat bilamana mereka
harus mengurangi tingkat produksi. Saudi Arabia memiliki kapasitas
cadangan terbesar.

Dengan meningkatnya permintaan minyak, pada tahun 2004 kapasitas


produksi cadangan tersisa hanya sekitar 1-2 juta bph. Tidak cukupnya
kapasitas cadangan ini telah ikut mempengaruhi harga karena pasar

216
Sekitar Harga Minyak Dunia

khawatir bilamana kapasitas cadangan tidak mampu mengatasi kekurangan


darurat pasokan dunia. Berkat peningkatan investasi baik di negara-negara
OPEC maupun non-OPEC, pada tahun 2009 diperkirakan kapasitas produksi
cadangan akan mencapai 5 juta bph. Jumlah ini dianggap cukup sehingga
tekanan terhadap harga dapat dikurangi.

Kapasitas dan Konfigurasi Kilang Dunia


Sejak tahun 2004 kapasitas dan konfigurasi kilang dunia ikut menaikkan
harga minyak. Kapasitas sebesar 84.9 juta bph dan konfigurasi kilang yang
ada ternyata tidak mampu mengolah secara optimal semua minyak mentah
yang disuplai. Alasannya adalah tidak cukupnya pembangunan kilang-kilang
baru sebelum ini. Pada tahun 1981, kapasitas kilang dunia sekitar 80 juta
bph sedangkan permintaan hanya 65 juta bph. Akibatnya banyak kilang
yang ditutup demi efisiensi, terutama di Amerika Serikat. Situasi tersebut
juga membuat rendahnya keuntungan kilang sehingga investasi kilang baru
menjadi tidak menarik.

Sejak tahun 2000, situasi berbalik, peningkatan permintaan minyak


melampaui pertumbuhan kapasitas kilang dunia. Tingkat utilisasi di Amerika,
Eropa dan Asia di atas 90% sehingga kapasitas cadangan kilang menjadi
sangat kecil. Di samping itu, konfigurasi kilang yang ada tidak sepenuhnya
selaras dengan jenis minyak mentah maupun produk. Kapasitas konversi
kilang yang tersedia tidak mampu menghasilkan cukup produk ringan seperti
bensin dan solar. Selain itu spesifikasi bahan bakar minyak di berbagai belahan
dunia juga telah makin ketat sehingga memerlukan konfigurasi, teknologi
dan proses kilang yang lebih kompleks.

Kilang-kilang dunia lalu mencari minyak mentah yang ringan dan berbelerang
rendah. Akibatnya harga minyak mentah jenis ini menjadi naik harganya dan
ikut mendongkrak harga minyak jenis lainnya.

Karena margin kilang mulai bagus, sejak 2004 kegiatan ekspansi kilang
meningkat (Gambar 5) sehingga pada 2009 diperkirakan akan mencapai 89.2
juta bph. Dengan demikian tekanan kilang kepada harga akan berangsur
hilang.

217
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Gambar 5: Ekspansi Kilang Dunia vs Kapasitas


yang Diperlukan

16
T�o�t�a�lyang
Investasi � �idiperlukan
�n�v�e�s�t� s
d
n
e
m
t�o� �2�
sampai 0�1�$5�
2015, : ��
310 $milyard
�3�n
ilo
b
0

1
(2005 prices)
12 Kapasitas Kilang Yang
Sumber: OPEC Range of additional
I�n�v�e �s�t�m�e�
:
p
a
tg
n Diperlukan
required crude runs
$�1�0�0��b�i�
?
n
lio
mb/d

4
Current
Rencanaexpectations for
Ekspansi Kilang
distillation capacity expansion

0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Geopolitik
Kejadian-kejadian politik di negara produsen maupun konsumen minyak
dapat berpengaruh kepada keberlangsungan produksi dan konsumsi minyak
dari kawasan tersebut sehingga mempengaruhi harga. Pada Gambar 1 dapat
dilihat beberapa kejadian geopolitik yang menimbulkan fluktuasi harga.

Embargo minyak pada waktu perang Arab-Israel di tahun 1974 menimbulkan


krisis minyak pertama dan merupakan satu-satunya pemakaian minyak
sebagai senjata politik. Revolusi Iran tahun 1979 yang diikuti perang Irak-
Iran menciptakan krisis minyak ke dua. Walau kekurangan ekspor Iran diatasi
oleh negara-negara OPEC lainnya kepanikan tetap melanda dan harga tetap
melejit.

Pengaruh geopolitik mulai berkurang dengan banjirnya minyak non-OPEC,


harga minyak tergerogoti dan kemudian jatuh drastis ke bawah 10 dollar
pada tahun 1986. Invasi Irak ke Kuwait pada tahun 1990 sempat membuat
harga minyak meroket kembali namun tidak berlangsung lama karena OPEC
menyetujui menambah pasokan bila diperlukan. Terbebaskannya Kuwait
beberapa bulan kemudian memulihkan produksi di kawasan tersebut,
melegakan pasar dan harga kembali turun.

218
Sekitar Harga Minyak Dunia

Serangan teroris 11 September 2001 telah memperburuk resesi ekonomi


Amerika Serikat sehingga permintaan minyak makin menurun dan membuat
harga jatuh ke bawah 20 dollar.

Di awal 2003, invasi ke Irak, krisis politik di Venezuela dan Nigeria terjadi
hampir bersamaan yang menyebabkan dunia dapat kekurangan suplai
minyak lebih dari 4 juta barel per hari. Kesiapan OPEC untuk mengatasi
kekurangan pasokan ternyata berhasil meredam keresahan pasar.

Sejak tahun 2004 ketegangan geopolitik mulai dirasakan lagi berpengaruh


kepada harga.

Cuaca dan Bencana Alam


Musim dingin yang terlalu dingin memerlukan pemanasan lebih atau
musim panas yang terlalu panas memerlukan pendinginan ruangan lebih
banyak yang semuanya memerlukan lebih banyak energi dan demikian juga
sebaliknya.

Topan Ivan yang melumpuhkan produksi minyak di Teluk Meksiko dan musim
dingin yang lebih keras di tahun 2004 telah membuat harga melonjak. Tahun
2005 topan Katrina melanda Teluk Meksiko kembali dan melumpuhkan
kegiatan produksi minyak maupun kilang-kilang minyak. Harga minyak yang
sempat melonjak di atas 70 dollar turun kembali setelah Amerika melepas
cadangan strategisnya dan melonggarkan spesifikasi bahan bakar minyak
yang boleh diimpor.

Pasar Berjangka, Pelemahan Dollar dan Spekulasi


Perdagangan minyak mentah, BBM dan gas di NYMEX (New York Mercantile
Exchange) dan IPE (International Petroleum Exchange - London) yang mulai
marak sejak 1982, sebetulnya ditujukan untuk mengurangi risiko kerugian
bagi pembeli atau penjual bilamana terjadi perubahan harga. Karena
disuburkan oleh ketidakstabilan harga dan banyaknya pemain hedging dan
spekulan , nilai transaksi ‘minyak kertas’ ini makin meningkat.

219
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Psikologi dari pasar ini sangat sensitif dan ini terpantul dari sangat dinamisnya
aktivitas pembelian, penjualan dan perubahan harga. Sentimen pasar tertentu
dapat ‘menular’ sehingga suatu gerakan penjualan bisa diikuti dengan cepat
oleh yang lain sehingga mengakibatkan melonjak atau terjunnya harga, yang
efeknya sangat buruk terhadap perdagangan fisik minyak.

Sejak 2001, lebih banyaknya alokasi aset seperti dana investasi dan dana
pensiun ke aset minyak, karena lebih menariknya relative returnnya, telah
meningkatkan volume perdagangan minyak kertas ini. Perpindahan dana
ini karena didorong oleh rendahnya bunga bank, pelemahan kurs dollar
dan tidak jelasnya/buruknya kondisi moneter di Eropa dan Amerika Serikat.

Migrasi dana ini makin menonjol setelah krisis kredit perumahan Amerika dan
pelemahan dollar mencuat sejak pertengahan 2007. Gambar 6 menunjukkan
Open interest atau jumlah kontrak berjangka yang tahun 2000 hanya 700 juta
barel, pada pertengahan 2006 telah mencapai 3.2 miliard barel yang berarti
40 kali perdagangan fisik minyak.

Gambar 6: Aktivitas Pasar


Berjangka Nymex vs Harga Minyak

www.stopoilspeculationnow.com

Jumlah Open Interest/Kontrak

Harga

Harga minyak meningkat seirama dengan kenaikan volume perdagangan


ini. Demikian juga, seperti ditunjukkan oleh Gambar 7, pada setiap persen
pelemahan kurs dollar/euro, harga minyak naik 3-3.5%.

220
Sekitar Harga Minyak Dunia

Nymex WTI vs Dollar/Euro Exchange


Gambar 7: Perubahan Harga Minyak vs Perubahan Nilai Dollar
110
2007- Jan 2008, R2 = 0.9174
H 100
a
r 90
g 80
a 2003- Jan 2008, R2 = 0.5775
70

w 60
T 50
I
40
$ 30
/
b 20
1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6
Sumber: OPEC Dollar/Euro
Dolla r / E ur o

Tetap meningkatnya harga meskipun suplai fisik dan stok minyak cukup,
memperkuat argumen bahwa peningkatan harga didorong oleh kegiatan
spekulasi yang besar di pasar berjangka ini.

Jadi spekulasi telah menjauhkan harga dari nilai fundamentalnya. Puncak


harga akibat spekulasi terjadi di awal Juli 2008 di mana harga mencapai US$
147/barel. Pertengahan Oktober 2008 harga terjun dengan cepat setelah para
pemain pasar ini melihat situasi perekonomian dan keuangan memburuk
dan buru-buru melepas ‘minyak kertas’ mereka sehingga pada pertengahan
November 2008 harga turun drastis mendekati US$ 50/barel.

Kebijakan Pasokan OPEC


Tujuan OPEC adalah mendapatkan harga yang stabil dan pantas dilihat dari
sisi produsen, konsumen dan investor. Harga terlalu rendah tidak mencukupi
untuk anggaran negara-negara anggota organisasi tersebut, juga tidak
mendorong dilakukannya investasi baru. Harga terlalu tinggi juga buruk untuk
pertumbuhan perekonomian dunia, selain itu permintaan akan melemah
sehingga mengurangi pangsa pasar OPEC.

Kesetimbangan pasokan-permintaan amat berperan kepada pergerakan


harga. Karena itu, untuk menstabilkan harga, OPEC memproduksikan minyak
hanya sesuai permintaan dunia setelah dikurangi pasokan non-OPEC, yang
kemudian diwujudkan dalam kuota produksi OPEC. Sistem ini cukup baik

221
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

pada tahun 2001-2003 dimana diterapkan price band (rentang harga) sebagai
basis penambahan dan pengurangan kuota.

Pada situasi pasokan dunia melimpah (seperti teramati antara tahun 1986-
2000) sistem kuota tidak terlalu efektif. Hal yang sama terjadi bila spekulasi
meningkat karena pasar sudah menjauh dari fundamentalnya seperti teramati
sejak 2004.

Prediksi Ke Depan
Di sisi permintaan sesungguhnya konsumsi negara berkembang masih sangat
jauh dari negara maju (Gambar 8) sehingga potensi peningkatan konsumsi
minyak dunia, terutama berasal dari negara-negara berkembang tersebut,
akan besar. Sampai tahun 2025 peningkatan permintaan minyak diperkirakan
sekitar 27 juta barel/hari, hampir 70% nya berasal dari negara berkembang.
Karena itu bilamana perekonomian dunia membaik pada tahun 2010 ke atas
maka permintaan kembali meningkat. Namun bilamana kapasitas produksi
minyak kurang memadai kesetimbangan pasokan-permintaan menjadi ketat
dan mendorong kenaikan harga.

Gambar 8:Per capita


Tingkat oil demand
Konsumsi & incomes
Negara Berkembang Masih Rendah
annual barrels / capita
Barel/Penduduk/Tahun
30.0
S. Arabia
25.0
US
20.0
Korea
Taiwan
15.0

10.0 Iran
Thailand
5.0 Brazil Argentina
Indonesia
S. Africa
India China
0.0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000
Sumber: Rossi.V.
Source: OEF Pendapatan (PPP) $/Penduduk/Tahun
annual income / cap (US$ PPP)

Gambar 9 menunjukkan bahwa selama tahun 2005,2006 dan paruh pertama


2007, sebelum krisis kredit perumahan mencuat, harga minyak relatif stabil

222
Sekitar Harga Minyak Dunia

pada kisaran US$ 50-70/barel atau pada rata-rata US$60/barel. Situasi pasar
dan harga di tahun 2009 diperkirakan akan mirip dengan kondisi tersebut
atau lebih rendah bilamana resesi masih berlanjut. Permintaan minyak dunia
tidak akan banyak bertambah, stok dunia melimpah dan kapasitas produksi
jauh di atas permintaan. Karena itu harga minyak diperkirakan berada sekitar
US$50-70 per barel. Harga ini dapat menyebabkan proyek-proyek baru
produksi minyak di kawasan yang sulit akan tidak ekonomis sehingga terhenti
dan pada gilirannya mengakibatkan kurangnya pasokan minyak dunia di
masa depan. Pada 2010-2011, apabila ekonomi dunia membaik harga akan
dapat terdorong naik pada kisaran US$ 70-90 per barel.

Gambar 9: Penyimpangan Harga Minyak 2008

140

120

100
WTI $/Barel

2007

80
2008
2006
60 2005

40 2004
2003
20
Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agus Sept Okto Nov Des

Pada jangka menengah, bilamana produksi OPEC dan non-OPEC tidak cukup
melimpah, harga tetap bertahan tinggi dan dapat mencapai US$ 100/barel,
namun harga di atas itu perekonomian dunia akan tertekan lagi yang dapat
menurunkan permintaan sehingga harga juga akan tertekan. Di samping
itu OPEC akan berusaha menstabilkan harga di atas US$ 70/barel dengan
sistem kuota mereka.

223
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Pada jangka panjang permintaan akan terus meningkat, sisi pasokan akan
tergantung peningkatan produksi minyak dan gas serta pengembangan
energi non konvensional. Namun dapat dikatakan harga minyak cenderung
akan bertahan di atas US$ 70 per barel, yaitu tingkat biaya minimum
produksi minyak di kawasan yang sulit maupun biaya produksi minyak non
konvensional.

Daftar Pustaka
1. OPEC, Obere Donaustrasse 93, 1020 Vienna, Austria. www.opec.org
2. Rossi, V., Rising risks in oil demand forecasting, IEA-OPEC Workshop, 19
May 2006, Oslo, Norway.
3. http://www.stopoilspeculationnow.com/uploads/NYMEX_Contracts.pdf,
November 2008.
4. Energy Information Administration (EIA), Department of Energy, USA,
http://www.eia.doe.gov/
5. International Energy Agency (IEA), http://www.iea.org/
6. OPEC Annual Statistic Bulletin 2007, OPEC, www.opec.org
7. BP Statistical Review of World Energy, June 2008, www.bp.com
8. World Oil Outlook 2007, OPEC, www.opec.org
9. Odell, Peter R, Why Carbon Fuels Will Dominate The 21st Century’s Global
Energy Economy, Multi-Science Publishing Co.Ltd., 2004
10. Blanchard, Roger D.,The Future of Global Oil Production, Mc Farland & Co.
Inc.,2005
11. Klare, Michael T., Resource Wars, The New Landscape of Global Conflict, A
Metropolitan/Owl Book, Henry Holt and co., 2001
12. Kalicki, Jan H. et als, Energy & Security, Toward A New Foreign Policy
Strategy,The John Hopkins University Press, 2005
13. Clarke, Duncan, The Battle for Barrels, Peak Oil Myths & World Oil Futures,
Profile Books, 2007.

224
Sekitar Harga Minyak Dunia

OPEC dan Makin Rumitnya Harga Minyak


Suara Pembaruan, 27 Mei 2004

H
arga minyak bumi terus melonjak selama empat bulan belakangan
ini, dan minggu lalu OPEC basket mencapai US$ 37,8 per barel,
tertinggi dalam dua puluh tahun terakhir. Tidak seorang pun dapat
menjelaskan dengan persis penyebab kenaikan tersebut. Polemik menjadi
ramai antara negara-negara anggota OPEC dan negara-negara konsumen.
Kritikan keras bahwa tingkat produksi OPEC dibuat sangat ketat dijawab
dengan fakta bertambahnya stok minyak dunia, artinya dunia cukup
mendapat pasokan. Bahkan, aliran minyak dari ladang-ladang OPEC sudah 10
persen di atas pagu. Negara-negara maju mengeluhkan akan terhambatnya
pemulihan ekonomi mereka oleh tingginya harga minyak.

Sementara itu, harga bensin di Amerika juga bergerak naik dan OPEC kembali
dijadikan “kambing hitam” dalam suasana pemilihan presiden sekarang ini.
Perdagangan minyak berjangka juga makin marak. Nilai perdagangan yang
kental dengan spekulasi ini telah mencapai USUS$ 26 miliar per hari, dua
kali lebih banyak dari tahun lalu. Apakah memang OPEC yang bertanggung
jawab atas kenaikan harga tersebut?

Ada lima faktor utama yang berpengaruh kepada harga minyak.

Pertama, permintaan dan penawaran minyak mentah. Dewasa ini dunia


mengonsumsi minyak mentah sekitar 80 juta barel per hari. Sekitar 62 persen
dari jumlah tersebut dikonsumsi oleh negara-negara maju yang tergabung
dalam OECD atau Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan. OPEC
memproduksi sepertiga produksi dunia atau sekitar 28 juta barel per hari,
namun yang diekspor sekitar 22 juta barel per hari yang merupakan separuh
ekspor minyak dunia. Dari sisi ini OPEC dapat mempengaruhi harga pasar.

Ekonomi dunia tahun 2004 diperkirakan tumbuh sebesar 4,7 persen PDB.
Ini merupakan perkembangan luar biasa terutama di Amerika dan Asia
(khususnya Cina dan India). Dampaknya adalah peningkatan permintaan
minyak sebanyak 1,8 juta barel per hari dibanding tahun lalu. Pasar menilai

225
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

kenaikan permintaan tersebut cukup mengkhawatirkan dari segi kemampuan


suplai dunia yang terbatas sehingga dengan sendirinya situasi ini berpotensi
menaikkan harga.

Kedua, permintaan dan penawaran bahan bakar minyak (BBM). BBM dunia
dihasilkan kilang-kilang yang dewasa ini berkapasitas olah sebesar 82
juta barel per hari. Kapasitas ini dikatakan berlebih sehingga belakangan
ini tidak ada pembangunan kilang baru karena tipisnya keuntungan atau
bahkan merugi. Namun dengan peningkatan konsumsi BBM terutama untuk
transportasi, maka suplai BBM dunia akan dirasakan ketat beberapa tahun
ke depan.

Tuntutan kualitas BBM yang makin ketat mengharuskan diperbaharuinya


teknologi dan instalasi kilang-kilang di Amerika, Eropa dan negara-negara
maju lainnya agar mampu menghasilkan BBM yang ramah lingkungan.
Namun, pemberlakuan kualitas baru bensin di Amerika pada awal tahun
ini tidak dapat segera diikuti oleh kilang-kilang di sana, dan pada saat yang
sama banyak kilang-kilang di Amerika dan Eropa yang berhenti operasi
untuk keperluan pemeliharaan, yang berakibat terjadinya kekurangan
suplai bensin. Suplai yang ketat ini tidak dapat dibantu oleh perdagangan
BBM antarnegara bagian karena masing-masing mempunyai spesifikasi
sendiri-sendiri (terdapat 18 kualitas bensin yang berbeda). Di lain pihak, pada
musim semi ini permintaan bensin melonjak dibanding tahun lalu karena
musim libur dan banyak pelancong yang berpindah dari tranportasi udara ke
jalan darat. Pasar merespon kondisi tersebut dengan naiknya harga bensin.
Naiknya harga bensin memperbesar keuntungan kilang dan pada saatnya
akan mendongkrak harga minyak mentah.

Di samping itu, untuk menghasilkan bensin yang diminta diperlukan lebih


banyak minyak mentah ringan dan berkadar belerang rendah. Permintaan
ini kembali menaikkan harga dan mendorong naiknya harga minyak mentah
yang lain. Di sini OPEC tidak berperan karena hal ini sudah berada dalam
lingkup konsumen.

226
Sekitar Harga Minyak Dunia

Stok Minyak
Ketiga, stok minyak. Negara-negara OECD memiliki 3,9 miliar barel stok
primer, yang terdiri dari 2,5 miliar barel stok komersial dan 1,4 miliar barel
cadangan strategis. Stok ini cukup untuk 90 hari kebutuhan. Amerika Serikat
menetapkan bahwa cadangan strategisnya hanya boleh dipakai untuk saat
krisis. Saat terjadi perang Teluk cadangan ini pernah dikeluarkan, dan pada
tahun 2000, Clinton memanfaatkan cadangan ini untuk tambahan pasokan
dalam negeri. Minggu lalu beberapa senator Demokrat mengusulkan
dikeluarkannya cadangan ini untuk menurunkan harga, tapi ditolak oleh
pemerintahan Bush.

Jumlah stok komersial ini sangat berpengaruh kepada harga minyak. Stok
pada 2800 juta barel pernah membuat harga jatuh menjadi US$ 9 per barel.
Sebaliknya , pada level 2300 juta barel harga pernah menjadi lebih dari US$30.
Karena itu, pasar maupun OPEC sangat berkepentingan untuk mencegah
suplai minyak yang berlebihan, yang dapat menyebabkan stok komersial
agar tidak menaikkan stok ke tingkat yang memicu jatuhnya harga.

Keempat, situasi geopolitik. Minyak dan politik memang selalu terkait sejak
krisis energi tahun 1974. Namun satu-satunya pemakaian minyak sebagai
senjata politik adalah embargo minyak oleh negara-negara Timur Tengah
pada waktu itu. Sejak itu situasi geopolitiklah yang mempengaruhi pasar
minyak, terutama ketidakstabilan di kawasan negara-negara penghasil
minyak. Revolusi Iran, krisis Teluk, serangan 11 September di Amerika dan
invasi ke Irak sangat berpengaruh kepada harga minyak waktu itu.

Sejak krisis Teluk tahun 1990, OPEC mengambil peran aktif untuk mengatasi
gangguan pasokan minyak demi meredam fluktuasi harga. Inisiatif tersebut
sangat menonjol di awal 2003 yang lalu, di mana invasi ke Irak, krisis politik di
Venezuela dan Nigeria terjadi hampir bersamaan yang menyebabkan dunia
kekurangan suplai minyak lebih dari 4 juta barel per hari.

Kesiapan OPEC untuk mengatasi kekurangan pasokan ternyata berhasil


meredam keresahan pasar. Sementara itu produsen non OPEC sudah
berproduksi pada kapasitas maksimal sehingga tidak dapat lagi diandalkan
dalam hal krisis seperti ini.

227
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Saat ini, serangan-serangan ke instalasi minyak di Irak ditanggapi pasar


dengan kenaikan harga karena menduga akan terganggunya pasokan.
Beberapa negara OPEC menyatakan akan mengatasi kekurangan pasokan
bahkan kalau perlu mendayagunakan kemampuan cadangan produksi
mereka. Kemampuan cadangan ini dimiliki oleh Saudi Arabia sekitar 2,5 juta
barel per hari, serta Uni Arab Emirat dan Nigeria pada skala yang lebih kecil.

Saudi Arabia, dalam pernyataannya tanggal 23 Mei di Amsterdam menyatakan


mampu menaikkan kapasitas sampai 11,3 juta barel per hari. Walaupun
demikian pasar masih tetap was-was dan ini ditunjukkan dengan penurunan
harga yang tidak signifikan.

Kelima, perdagangan berjangka dan spekulasi. Perdagangan minyak mentah,


BBM dan gas di NYMEX (New York Mercantile Exchange) dan IPE ( International
Petroleum Exchange - London) yang mulai marak sejak 1982, sebetulnya
ditujukan untuk mengurangi risiko kerugian bagi pembeli atau penjual
bilamana terjadi perubahan harga. Karena disuburkan oleh ketidakstabilan
harga dan banyaknya pemain, nilai perdagangan ‘kertas’ ini makin meningkat.

Sejak Oktober tahun lalu, posisi long ( pembelian dengan antisipasi harga
naik) untuk minyak mentah dan bensin bertahan di atas 100 juta barel per
hari yang tentu memberi pengaruh besar kepada naiknya harga. Pembelian
ini juga disebabkan adanya migrasi besar-besaran dana ke perdagangan ini
sehingga kegiatan ini menjadi lebih spekulatif. ‘Psikologi pasar’ ini sangat
sensitif dan ini terpantul dari aktivitas pembelian, penjualan dan perubahan
harga.

Sentimen pasar tertentu dapat ‘menular’ dan suatu gerakan penjualan


biasanya diikuti dengan cepat oleh yang lain sehingga mengakibatkan
terjunnya harga, yang efeknya sangat buruk terhadap kepada perdagangan
fisik minyak.

Kebijakan Harga OPEC.


Sasaran utama OPEC adalah stabilisasi harga minyak pada tingkat harga yang
wajar. Upaya yang dapat dilakukan OPEC adalah menjaga tingkat produksi

228
Sekitar Harga Minyak Dunia

yang sesuai dengan permintaan dunia. Upaya ini tidak mudah karena
banyaknya faktor lain yang berpengaruh diluar kendali OPEC.

Di awal tahun 2000 OPEC memperkenalkan price band, yaitu rentang harga
US$ 22-28 per barel sebagai acuan untuk memperbesar dan memperkecil
produksi. Bilamana harga di atas US$ 28 per barel berturut-turut selama 20
hari, ini dianggap sebagai sinyal berkurangnya pasokan minyak dunia, maka
produksi dinaikkan sebesar 500 ribu barel per hari dan bilamana harga di
bawah US$ 22 berturut- turut selama 10 hari maka produksi dipotong sebesar
500 ribu barel per hari.

Harga rata-rata minyak mentah basket OPEC selama tiga tahun terakhir adalah
US$25.2, yang menunjukkan keberhasilan mekanisme rentang harga tersebut.
Cara ini juga membuat anggota OPEC lebih disiplin dalam mematuhi pagu
produksi yang disepakati.

Dalam situasi kenaikan harga yang terjadi saat ini OPEC membiarkan
anggota-anggotanya berproduksi di atas pagu dalam usaha menenangkan
pasar walaupun belum diyakini bahwa kekurangan suplailah yang menjadi
penyebab utama kenaikan harga.

Harga yang stabil dan wajar, suplai minyak yang lancar dan ekonomis
bagi konsumen, keuntungan yang pantas bagi investor di industri minyak
adalah tujuan yang ingin dicapai, demikian deklarasi yang tercantum dalam
anggaran dasar OPEC.

Untuk ke 131 kalinya menteri-menteri OPEC akan bertemu dan pasar


menunggu berapa pagu produksi yang akan disepakati. Berbagai faktor
yang telah dibahas di atas, yang kaitan satu sama lainnya makin rumit,
dan yang membuat stabilitas harga sangat rentan, tetap merupakan dasar
pertimbangan.

Satu hal yang mulai dipahami secara luas adalah bahwa stabilitas harga
diperlukan semua fihak, dan dengan terbatasnya lingkup kendali yang dimilik
OPEC, pihak-pihak yang berkepentingan, baik negara-negara konsumen
maupun investor, harus ikut berkontribusi dalam menciptakan stabilitas
tersebut.

229
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Salah satu Konperensi OPEC di tahun 2004 dipimpin Presiden OPEC Purnomo Yusgiantoro,
didampingi Acting for Secretary General Maizar Rahman dan Chairman of The Board of Governor
Ivan Orellana

230
Sekitar Harga Minyak Dunia

Pouring Oil on Troubled Waters


World Petroleum, To mark the 2004 Council Meeting of the World Petroleum Congress,
Madrid, Spain.

T
he volatility and high prices, that have dominated affairs in the
international oil market this year, have been a major cause for concern
among OPEC’s Member Countries and our Organization has been doing
everything it can to restore order and stability to this leading energy sector.

Prices for OPEC’s Reference Basket of seven crudes which was introduced as a
pricing yardstick in January 1987 rose above US$45 a barrel for the first time in
October. To put this in context, it compares with an average level of just over
US$25/b that prevailed for several years at the beginning of the 21st century
from the inception of OPEC’s innovative price band in 2000 through 2003.
That average was close to the centre of the US$22-28/b price band, showing
how effective this market-stabilization device was, as a result of the realistic
nature of its upper and lower limits, which were, in turn, considered fair and
reasonable by producers and consumers alike. Thus it won wide acceptance
in the oil community.

We see a combination factors contributing to the destabilization of the market


this year even through, throughout, the market remained well-supplied
with crude and fundamentals have been sound: higher-than-expected oil
demand growth, especially in China and the USA; refining and distribution
industry bottlenecks in some major consuming regions, coupled with more
stringent product specification and compounded by the recent hurricanes
in the Americas; and the present geopolitical tensions and concern about
adequacy of spare capacity to meet possible supply disruption. Combined,
these factors have led to fears about possible future supply shortage of crude
oil, which, in turn, have resulted in increased speculation in the future markets,
with substantial upward pressure on prices.

To help restore order and stability, OPEC has raised its production ceiling three
times, by a total of 3.5 million barrels a day for OPEC-10 (OPEC, excluding Iraq),
to 27.0 mb/d. We did this, even through our assessments had indicated that

231
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

there was sufficient crude in the market and that Member Countries were
already producing well above previous ceilings. Our latest studies show that,
for the third quarter, the market was over-supplied by nearly 2 mb/d and that
this trend was being continued into the fourth quarter, although to a lesser
extent, due to demand seasonality and other factors. However, in reaching
our production agreements, it was believed that, as well as the actual physical
fact of agreeing to these big increases in supply , such actions, in themselves,
would also send a power order to help stabilize prices.

The easing price trend of recent weeks, of almost US$10/b, can be attributed in
great part to OPEC’s continued efforts to restore market order and stability. A
further Extraordinary Meeting of the Conference is scheduled for 10 December
in Cairo, to review market developments and, if necessary, adjust the
production ceiling accordingly. The decisions we take will, understandably,
be influenced by the outlook for the coming year.

Initial forecasts from recognized sources for 2005 assume a moderate


slowdown in global economic growth. We project an annual growth rate
of 4.1 per cent for 2005, compared with the 4.9 per cent currently forecasts
for this year. Growth will be much faster in developing countries than in the
OECD 5.0 per cent compared with 2.8 per cent while, separately, China is
prospected to experience 7.6 per cent growth in 2005, and Russia 6.0 per cent.

Let us look at the impact this will have on oil demand in 2005 especially at
a time when there may be attempts to fill strategic petroleum reserves in
forecast for next year fall within a wide range of 1.4-2.4 mb/d, with an average
of around 1.8 mb/d. OPEC itself projects 1.6 mb/d. Asia is expected to account
for a significant proportion of this growth.

Looking at supply, forecast for increases in 2005 non-OPEC supply also cover
a wide range, between 0.7 mb/d and 1.6 mb/d, with a mean of about 1.0
mb/d. OPEC‘s production see an increase of 1.2 mb/d. According to various
sources, the difference between world oil demand and non-OPEC supply is
expected to increase for the third consecutive year. The preliminary market
balance forecasts-demand minus non OPEC supply-are also spread across a
wide range, from 27.4 mb/d to 29.4 mb/d, with an average of around 28.1

232
Sekitar Harga Minyak Dunia

mb/d. OPEC expects this number, which is effectively, the call on OPEC oil,
to be at the low end of the range.

With regard to the ability to meet rising demand in the short-to-medium term,
OPEC has spare production capacity of around 1.5-2.0 mb/, which would allow
for an immediate additional increase in production. Moreover, in response
to the expected demand growth in the near future, Member Countries have
plans in place to increase spare capacity further in 2005, to over 2.5 mb/d.

We believe there is widespread recognition within the oil community of


OPEC’s concern about the present high level of volatility and of the fact that
the Organization is doing all it can to take the appropriate remedial measures.

Moreover, it is acknowledge that, in normal circumstances, these measures


would be likely to have their desired effect within a reasonable period of time.
We saw this, for example, with the successful application of the price band
in the opening years of this century.

But these are abnormal times and, as I pointed out earlier, factors over which
OPEC has no control have been driving up prices this year by substantial
amounts. Solution a need to be found in these other areas, before order and
stability can be restored to the market. Let us hope this happen soon.

Referring specifically to the short-to-medium-term oil price outlook and


presupposing that these exceptional market factors sort themselves out,
how do we envisage the situation for prices?

Well, two aspects must be considered. The first is the success of our price band
in demonstrating under more or less normal conditions widespread market
acceptance, over a period of several years, of prices in the range of US$22-
28/b. And the second aspect is: Have these conditions changed now? Is there
a revised set of fundamentals, influenced, at least in part, by the extremities
of the past year? This is a matter that we are examining at the present time
in OPEC. Our studies, understandably, are clouded by the fact that some of
the present deep-rooted uncertainties in the market are impeding our efforts
to establish what are now the true fundamentals. We have no answers to
provide on this matter at the present time.

233
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

What is important, however, is to ensure that the market can meet world oil
demand to the full, at all times, and that it does this in a climate of order and
stability, with reasonable prices, steady revenues and fair returns for investors.
At the same time, there should be a clear vision of the future oil requirement,
with a satisfactory balance being found between meeting today’s needs and
catering for those of future generations. There should also be security of
demand, as well as security of supply.

Responsibility for the welfare of the oil industry lies with all the principal
players: OPEC and non-OPEC producers, consumers and the intermediary
bodies, such as the large oil companies and the international financial
institutions. There must be reasonable burden-sharing within the industry.
This underlines the importance of cooperation. All parties stand to benefit
from cooperation, on all time-horizons.

Big advances have been made in this area over the past two decades and
the concept of cooperation is now very well-established although such is
the complexity of this industry and the underlying forces and pressures that
propel it, that there remains plenty of scope for improvement. Nevertheless,
a clear realization has emerged that the industry is far better off if there is an
underlying consensus on the means of handling, at least, the major issues
that concern all parties.

If the right conditions are in place, then the market will be better able to
accommodate destabilizing factors, as and when they arise, and one of the
main beneficiaries of this will be future price levels, which will then be more
stable and at levels that are acceptable to producers and consumers alike.

This is especially important as we settle into the framework of an increasingly


globalised industry, where technology is enabling us to make remarkable
advances in every field of activity and where the orderly, equitable provision
of cleaner, safer energy services is seen as an integral part of sustainable
development, the eradication of poverty and the general enhancement of
mankind.

234
Sekitar Harga Minyak Dunia

Fear Factor Harga Minyak Dunia


Suara Karya, 15 Agustus 2005

F
ear factor - kekhawatiran yang berlebihan atas kondisi geopolitik,
ancaman terorisme, dan ketatnya pasokan minyak - sangat
memengaruhi anatomi pergerakan harga minyak dunia. Spekulan
memanfaatkan unsur ini - bermain di pasar berjangka - dengan cara
memborong komoditas “emas hitam” itu. Peran mereka ini sangat dominan
hingga membuat harga minyak dunia melejit.

Di saat harga minyak dunia melonjak naik, mereka yang sudah memiliki
stok lantas melepasnya ke pasar. Tak bisa disangkal, faktor-faktor lain
berpengaruh besar terhadap pergerakan harga minyak dunia ini dibanding
faktor fundamental supply and demand. Memang, menurut penilaian banyak
kalangan, selama ini faktor permintaan (demand) dan ketersediaan (supply)
minyak dunia menjadi sisi yang membumbungkan harga minyak hingga
mencapai 67 dolar AS per barel. Namun kalau mau berkaca dari segi historis,
masalah natural itu tidak akan sampai membuat harga minyak setinggi itu.

Itu berarti, fear factor dan permainan spekulan merupakan dua aspek yang
menjadi katalisator dan causa prima (sebab utama) tak terbendungnya harga
minyak dunia. Di luar persoalan spekulan dan kondisi geopolitik Iran serta
masalah Irak, faktor lain yang menyebabkan membubungnya harga minyak
dunia ini adalah rusaknya 12 buah kilang di AS. Itu menghambat produksi
sebesar 2,7 juta barel per hari (bph).

Membumbungnya harga minyak dunia juga tak terlepas dari akibat adanya
kekhawatiran sabotase terhadap instalasi minyak dunia, di samping akibat
kerawanan politik di sejumlah negara non-OPEC penghasil minyak, seperti di
Afrika. Kemudian, badai di Teluk Meksiko juga menjadi semacam hambatan,
dan itu memunculkan kalkulasi pasar minyak terhadap harga berbentuk fear
premium. Pergerakan harga minyak dunia diperkirakan terus meningkat
seiring situasi dunia yang semakin rawan.

235
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Memang agak repot mengharapkan harga minyak segera turun. Sebab,


kekhawatiran berlebihan AS pada nuklir Iran - setelah terpilihnya Presiden
Mahmoud Ahmadinejad -, dan ketakutan Barat akan ancaman terorisme
menjadi sentimen jangka panjang yang sukar diprediksi kapan berakhir.
Walaupun faktor kerusakan kilang, spekulan dan badai di Teluk Meksiko yang
bersifat temporer dipastikan bisa diatasi, hal yang terkait dengan sisi politis
sungguh bukan soal mudah.

Sebenarnya, kalau mau melihat pergerakan harga minyak dunia yang lebih
stabil, keberadaan pengayaan uranium Iran di Isfahan tidak perlu menjadi
pressure yang seolah membahayakan dunia. Kekhawatiran tersebut tidak
beralasan karena kemudian berujung pada fear factor tadi. Bagaimanapun,
tingginya harga minyak dunia hingga tahun 2006 membuat negara-negara
berkembang semakin menderita.

236
Sekitar Harga Minyak Dunia

Dampak Badai Katrina dan Rita Kepada Harga Minyak dan


Perekonomian Dunia
Suara Karya, Oktober 2005

T
anggal 29 Agustus yang lalu topan Katrina menyapu Teluk Meksiko
dengan kecepatan angin 155 mil per jam sebelum sampai ke pantai
Louisiana dan Missisipi. Topan Rita menyerang perbatasan Texas-
Louisiana pada tanggal 24 September dengan kecepatan angin 120 mil per
jam. Akibat dari kedua topan ini 108 dari 3050 anjungan lepas pantai yang
memproduksi minyak dan gas porak poranda dan tidak dapat dipakai lagi.
Anjungan yang hancur ini sebelumnya memproduksi 1,7 persen minyak dan
0,9 persen gas Teluk Meksiko.

53 anjungan lainnya rusak berat dan tidak dapat berproduksi sampai tahun
depan. 90 persen dari 1,5 juta barel per hari (bph) kapasitas produksi minyak
mentah dari Teluk Meksiko dan 72% dari 10 miliar kaki kubik per hari kapasitas
produksi gas alam lepas pantai masih belum mengalir. Kehilangan produksi
sampai sekarang telah mencapai 46.5 juta barel minyak dan 227 miliar kaki
kubik gas.

Anjungan yang tidak terkena memerlukan 10 hari lagi untuk memobilisasi


tenaga operasi. 342 anjungan lepas pantai masih terevakuasi. Anjungan
yang rusak ringan memerlukan beberapa minggu untuk mulai beroperasi.
Kerusakan pada pipa bawah air tidak terlalu parah.

Sebanyak 12 kilang dengan kapasitas 3.1 juta bph atau18 persen kapasitas
USA dan 21 instalasi pengolah gas di daratan masih berhenti sesudah topan.
Belum dapat diketahui kapan persisnya semua fasilitas produksi tersebut
pulih kembali. Kilang-kilang di USA saat ini hanya mengolah sekitar 11.7
juta bph minyak mentah, yang terendah sejak 1987 dan 4,5 juta bph lebih
rendah dibanding seminggu sebelum topan Katrina. Meskipun impor cukup
besar, dengan masih besarnya kapasitas kilang yang belum beroperasi,
stok produk terpaksa dipakai untuk memenuhi permintaan pasar. Adanya
pelonggaran spesifikasi bensin oleh Badan Perlindungan Lingkungan

237
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

USA demi meningkatkan impor dan meluasnya perdagangan arbirtrase


diperkirakan dapat mengatasi kelangkaan.

Stok minyak mentah USA cukup melimpah, dan dengan ditambah talangan
dari cadangan strategis USA dan pelepasan stok darurat IEA (International
Energy Agency) kebutuhan mendesak kelihatannya dapat diatasi. Namun
berkurangnya kapasitas kilang dan rendahnya tingkat inventori menekan
pasar bensin sehingga harga tetap tinggi. Pemogokan buruh industri kilang
di Perancis makin menambah ketegangan dalam suplai bahan bakar minyak.

Katrina dan Rita akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi USA dan harga-
harga produk minyak. Pertumbuhan negara ini tahun 2005 diperkirakan
terpotong 0,2% menjadi 3.4%. Untuk tahun 2006, sebelumnya sudah
diperkirakan pertumbuhan yang lebih rendah karena menurunnya konsumsi
akibat inflasi yang tinggi, naiknya suku bunga dan melemahnya pembelian
perumahan. Kegiatan rekonstruksi akan mendorong sedikit pertumbuhan
2006 namun akan memperbesar defisit federal. Prediksi tahun depan tetap
menunjukkan penurunan pertumbuhan USA menjadi 3%.

Di Eropa, konfiden konsumen masih lemah dan berkepanjangannya harga


bensin yang tinggi akan memperlambat pemulihan. Kepercayaan bisnis
di Jepang tidak meningkat banyak. Pertumbuhan di Cina tidak meningkat
walau masih kuat, pengaruh ekspor masih dominan sehingga perlambatan di
USA akan berdampak. Pada tahun 2006 pertumbuhan Cina masih mencapai
8%. Pertumbuhan India diperkirakan hanya menurun sedikit menjadi 6.3%.
Pertumbuhan di beberapa Negara Asia lainnya juga terpengaruh karena
pengurangan subsidi bahan bakar minyak. Apabila harga bertahan di
US$55 dipenghujung 2005 dan tahun 2006 maka pertumbuhan dunia akan
berkurang sebesar 0,2% menjadi 3,9%. Angka pertumbuhan ini masih relatif
tinggi sehingga peningkatan permintaan minyak mentah masih cukup besar
sekitar 1.5 juta barel per hari.

Peningkatan kapasitas produksi minyak mentah dunia tahun 2006, baik OPEC
( sekitar 0.7 juta bph) dan non-OPEC (1,1 juta bph) akan mampu memenuhi
kenaikan permintaan. Kapasitas produksi cadangan OPEC juga akan lebih
tinggi mencapai 10%, tertinggi sejak 2002. Namun, meskipun minyak mentah
yang ditawarkan di pasar cukup melimpah, hambatan di hilir atau ketatnya

238
Sekitar Harga Minyak Dunia

kapasitas kilang-kilang minyak dunia terus mendorong tingginya harga.


Ketegangan isu nuklir Iran dan isu geopolitik lainnya juga menimbulkan
tekanan pasar. Diperkirakan harga minyak mentah akan bertahan tinggi di
atas US$ 50 pada tahun 2006. Harga minyak diperkirakan akan berangsur
turun tahun 2008-2009 setelah meningkatnya kapasitas kilang-kilang dunia,
baik ekspansi kilang yang sudah ada dan pembangunan kilang baru, untuk
mengejar peningkatan permintaan minyak mentah.

239
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Dampak Isu Iran dan Irak Terhadap Harga Minyak


Investor Daily, 10 Oktober 2005

D
unia sudah mulai cemas dengan masih berkepanjangannya fluktuasi
dan tingginya harga minyak yang dapat memperlambat dan
mendestabilisasi pertumbuhan ekonomi dunia.

Kestabilan harga minyak banyak dipengaruhi faktor geopolitik, terutama di


wilayah negara-negara penghasil minyak. Irak dan Iran misalnya, merupakan
dua negara pengekspor minyak utama. Iran memproduksi sebesar 4,2 juta
barel per hari (bph) dan Irak sebesar 2,2 juta bph. Terhentinya ekspor dari satu
negara saja dapat menimbulkan kembali shok minyak yang dapat membawa
harga lebih membubung lagi.

Sejarah menunjukkan bahwa perang Arab-Israel tahun 1973 telah


menimbulkan shok minyak pertama dimana harga naik 4 kali lipat. Revolusi
Iran tahun 1979 menimbulkan shok minyak kedua dimana harga naik
lagi 3 kali lipat. Perang Iran-Irak yang pecah tahun 1981 membuat harga
bertahan tinggi selama 5 tahun, periode yang sangat lama, sehingga sangat
berpengaruh kepada pertumbuhan ekonomi dunia.

Harga akan dapat distabilkan bilamana kapasitas suplai dunia dapat


mengatasi kelangkaan minyak yang diakibatkan faktor geopolitik atau non-
fundamental lainnya, seperti ditunjukkan antara tahun 1986-2000 dimana
produsen OPEC dan Non-OPEC ‘bersaing’ berebut pangsa pasar dunia. Ini
ditunjukkan sewaktu invasi Irak ke Kuwait yang dilanjutkan Perang Teluk,
gejolak harga hanya berlangsung sebentar karena gangguan suplai dapat
diatasi dengan peningkatan produksi negara-negara OPEC lainnya.

Kondisi dewasa ini berbeda dari kondisi-kondisi sebelumnya. Saat ini


produsen OPEC maupun Non OPEC tidak memiliki kendali suplai yang
memadai. Non-OPEC sudah berproduksi pada kapasitas maksimumnya dan
OPEC hanya memiliki kapasitas cadangan 2 juta bph tahun ini, dan dapat
menjadi 3 juta bph tahun depan apabila pertambahan kapasitas produksi

240
Sekitar Harga Minyak Dunia

Non-OPEC sebesar 1.4 juta bph dapat terealisasi, suatu hal yang juga belum
terlalu pasti.

Amerika menuduh Iran sedang berusaha membuat bom atom, yang


disanggah oleh Iran dengan mengatakan bahwa tujuan kegiatan nuklirnya
adalah untuk pembangkitan listrik. Pembicaraan antara Iran dan Uni
Eropa terhenti Agustus yang lalu karena Iran menolak persyaratan yang
diberikan. Uni Eropa menjanjikan bantuan ekonomi dan jaminan bahan
bakar pembangkit listrik tenaga nuklir Iran bilamana Iran memusnahkan
instalasi pengayaan uraniumnya, yang ditolak oleh Iran. Iran meminta agar
perundingan diarahkan untuk mencari penyelesaian secara praktis, teknis,
legal dan logis daripada berdasarkan ancaman. Badan nuklir PBB sendiri telah
membuat resolusi untuk membawa kasus Iran tersebut ke Dewan Keamanan
PBB yang bisa mengarah diberikannya sanksi ke Iran. Rusia, di lain pihak,
berpendapat bahwa berdasarkan Traktat Non Profilerasi, Iran memiliki hak
untuk melakukan pengayaan uranium, asalkan untuk tujuan damai dan di
bawah pengawasan ketat.

Bilamana ketegangan Iran-Amerika dan sekutunya memuncak, dunia akan


kehilangan ekspor sedikitnya 3 juta bph. Jumlah tersebut dapat menjadi 4 juta
bph apabila Irak, yang sekarang masih tidak jelas situasinya, ikut terimbas
oleh ketegangan baru tersebut. Kehilangan tersebut pasti tidak bisa diisi oleh
suplai negara-negara OPEC ataupun non-OPEC lainnya. Jelas ini akan dapat
menyebabkan shok minyak baru, lebih hebat dari efek topan Katrina dan
Rita, harga akan meroket hebat dan berlangsung tahunan, situasi mana akan
lebih memperparah perekonomian dunia dan akan sangat memperhebat
penderitaan negara-negara berkembang.

Seandainya kondisi ekstrim di atas tidak terjadi, berkelanjutannya


ketegangan akibat pertikaian politik seperti sekarang ini tetap membuat
situasi tidak menentu, membuat pasar selalu cemas sehingga para pelaku
di pasar berjangka selalu bermain pada tingkat harga tinggi, kondisi yang
berkepanjangan tersebut jelas tidak akan tertanggungkan oleh negara-
negara berkembang. Harga minyak pada tingkat US$ 50 diperkirakan dapat
mengurangi angka pertumbuhan negara berkembang sebesar 0.3 sampai
0.6%. Negara-negara industri maju tidak akan mengalami separah itu (sekitar

241
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

0.1-0.3%) karena keaneka ragaman pemakaian energi mereka yang sudah


sangat baik dan jenis industri mereka yang lebih berorientasi kepada jasa
serta sudah berbasis teknologi hemat energi. Di samping itu dalam struktur
harga bahan bakar minyak mereka sudah tersimpan tameng yang tangguh
berupa pajak yang besar ( untuk kawasan Uni Eropa, lebih dari 60% harga
bensin adalah pajak ). Karena itu perekonomian mereka sudah terbiasa
dengan harga bahan bakar minyak tinggi. Kuatnya mata uang Euro terhadap
dollar juga merupakan pelindung mereka karena minyak dijual belikan dalam
harga dollar. Dihitung dalam mata uang Euro, peningkatan absolut harga
minyak lebih kecil dibanding dollar.

Bagi negara berkembang, hantaman terhadap pertumbuhan tersebut berisiko


sosial politik yang besar, seperti yang dirasakan Indonesia saat ini, yang
makin menurunkan stabilitas di segala bidang dan pada gilirannya makin
mempersukar lagi perbaikan kondisi perekonomian.

242
Sekitar Harga Minyak Dunia

Faktor Fluktuasi Harga Minyak Dunia


Suara Karya, Jumat, 16 Desember 2005

M
enurut hukum pasar, (fluktuasi) naik-turunnya harga minyak
mengikuti situasi permintaan dan suplai dunia. Permintaan
dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dunia dan pada gilirannya
harga minyak itu sendiri kembali berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi. Namun juga ada dinamika politik, yang membuat fluktuasi harga
minyak. Peristiwa politik menimbulkan kecemasan pasar akan terganggunya
suplai minyak sehingga spekulan akan terdorong untuk memasang harga
tinggi di pasar berjangka. Harga tinggi akan melemahkan pertumbuhan
ekonomi, menciutkan konsumsi minyak dan membuat berlebihnya suplai
sehingga harga berbalik jatuh. Mengkaji sejarah jatuh bangunnya harga
minyak serta faktor-faktor yang memengaruhinya merupakan acuan menarik
sebagai antisipasi ke depan. Peristiwa embargo minyak dan gejolak politik
Timur Tengah sejak 1970-an menyadarkan negara-negara industri akan
kerentanan mereka terhadap impor minyak. Sebagai reaksinya, mereka mulai
membuat cadangan strategis minyak, meningkatkan eksplorasi di kawasan
non-OPEC, meningkatkan efisiensi pemakaian minyak, dan menyubstitusi
bahan bakar pembangkit tenaga listrik dengan nuklir, gas, batu bara dan
energi terbarukan. Akibat konservasi dan diversifikasi energi tersebut,
konsumsi minyak dunia mulai turun dan produksi non-OPEC pun terus
meningkat karena terstimulasi harga tinggi. Dunia mulai kebanjiran minyak,
dominasi produksi OPEC mulai tergerogoti dan harga mulai berangsur turun.

Demi mempertahankan harga, OPEC -- dipelopori Arab Saudi --memotong


produksi dari 29,9 juta barel per hari (bph) menjadi 16.6 juta bph. Arab Saudi
sendiri memotong lebih dari 75% produksinya sehingga menjadi hanya 2.3
juta bph pada 1985. Namun, karena harga turun terus, Arab Saudi menukar
strategi dengan membanjiri dunia dengan minyak demi mempertahankan
pangsa pasarnya. Akibatnya, harga terjun ke bawah 9 dolar AS per barel.
Jatuhnya harga mendorong kembali naiknya konsumsi minyak sekaligus
mendorong pertumbuhan ekonomi dunia. Selama tahun 1984 sampai 1989,
perekonomian dunia tumbuh rata-rata 4%.

243
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Fenomena menarik terjadi dalam kurun waktu 2000-2003 manakala OPEC


menerapkan price band, yaitu rentang harga 22-28 dolar AS per barel untuk
menyetabilkan harga. Produksi dinaikkan atau diturunkan bilamana harga
pasar di atas atau di bawah rentang tersebut. Besarnya rentang harga dipilih
berdasarkan kepentingan jangka panjang OPEC. Ternyata harga rata-rata
basket OPEC cukup stabil di sekitar 25 dolar AS. Keberhasilan manajemen
suplai tersebut berkat adanya ketersediaan produksi minyak yang cukup
dari OPEC dan non-OPEC.

Sejak 2003, perekonomian dunia membaik, dipelopori AS dan China, sehingga


meningkatkan kembali permintaan minyak dan menaikkan harga dengan
sangat tajam, dari rata-rata 23 dolar AS tahun 2002 menjadi 31 dollar AS
tahun 2003, 41.5 dolar tahun 2004 dan 53.5 dolar sampai akhir tahun 2005.
Price band OPEC tidak berpengaruh lagi. Kenaikan tersebut mengindikasikan
makin terbatasnya kemampuan suplai minyak mentah maupun bahan bakar
minyak (BBM).

Keterbatasan suplai minyak mentah diakibatkan oleh kurangnya investasi,


produksi tidak tumbuh secepat kenaikan konsumsi sehingga kapasitas
cadangan produksi menipis dan tidak mencukupi untuk mengatasi gangguan
suplai. Hal yang sama terjadi pada kilang dunia. Kurangnya investasi
menyebabkan kapasitas saat ini sebesar 83 juta bph tidak mampu memenuhi
permintaan bensin dan solar. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, kilang-
kilang dunia mencari minyak mentah yang dapat menghasilkan lebih banyak
BBM, yaitu minyak mentah ringan dan berbelerang rendah (light and sweet
crude). Sedangkan yang banyak tersedia adalah minyak berat dan kecut
(sour). Akibatnya, harga minyak ringan naik harganya dan ikut mendongkrak
harga minyak jenis lainnya.

Situasi keterbatasan tersebut diperparah oleh faktor kecemasan (fear


factor) yang dipicu oleh banyaknya peristiwa geopolitik, cuaca (seperti
badai Katrina dan Rita), gangguan instalasi dan faktor non-fundamental
lainnya yang dianggap berpotensi mengganggu suplai. Faktor kecemasan
ini dimanfaatkan para spekulator dengan memasang harga tinggi di pasar
berjangka. Diperkirakan faktor kecemasan ini berpotensi menaikkan harga
sebesar 10-15 dolar AS.

244
Sekitar Harga Minyak Dunia

Saat ini perusahaan-perusahaan minyak global sudah mempunyai cukup


dana windfall profit untuk menggalakkan eksplorasi minyak di daerah-daerah
yang sulit. Dengan harga minyak mentah tinggi, produksi minyak non-
konvensional dari pasir minyak dan minyak berat serta konversi gas menjadi
BBM akan menjadi layak secara komersial. Di lain pihak, tingginya harga
akan memperlemah konsumsi dunia dan konsumen mulai meningkatkan
pemakaian energi alternatif sehingga suplai dunia terancam berlebih.

Untuk 1-2 tahun ke depan, harga diperkirakan masih berkisar di atas 50 dolar
per barel. Bertahannya harga tinggi karena masih baiknya pertumbuhan
ekonomi dunia dan masih belum memadainya peningkatan kapasitas
produksi dunia di hulu maupun di hilir. Setelah itu, pada tahun ke-3 sampai
ke-5 ke depan, ada tiga skenario yang mungkin terjadi.

Skenario pertama, pertumbuhan ekonomi tetap tinggi, produksi minyak


mentah OPEC dan non-OPEC cukup meningkat, kilang-kilang baru mulai
beroperasi, faktor geopolitik walau gencar pengaruhnya hanya berjangka
pendek. Dalam kondisi ini hukum pasar lebih mendominasi harga dan secara
berangsur harga minyak akan kembali ke fundamentalnya, sekitar 35-40 dolar
per barel. Skenario kedua, pertumbuhan ekonomi tetap tinggi, produksi
OPEC dan non-OPEC tidak meningkat banyak sehingga suplai ketat. Harga
minyak di tangan produsen dan berada pada kisaran 40-50 dolar AS per barel.
Skenario ketiga, pertumbuhan ekonomi rendah, konsumsi minyak menurun,
harga akan turun pada kisaran 30-35 dolar AS per barel.

Walaupun demikian, sampai saat ini belum pernah ada prediksi yang akurat
apabila situasi masa depan itu sendiri penuh dengan ketidakpastian. Sejak
Januari sampai September 2005 prediksi harga yang dilakukan gabungan
para pakar dari 29 lembaga kajian, industri dan pemerintah di dunia dari
waktu ke waktu telah berubah sebesar 15 dolar AS per barel.

Kajian historis menunjukkan bahwa yang paling memengaruhi harga adalah


ketersediaan dan kestabilan suplai. Bagaimana pun, era “banjir minyak”
kelihatannya tidak akan berulang lagi mengingat suplai minyak dunia
cenderung ketat, pertambahan cadangan dunia hanya terkonsentrasi di
kawasan OPEC Timur Tengah, dan produksi non-OPEC diperkirakan tidak lagi
meningkat setelah 2010. Pembangunan cadangan strategis dan kompetisi

245
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

penguasaan sumber-sumber produksi maupun impor makin gencar, terutama


di Asia, yang merupakan kawasan pengimpor minyak. Demi mengamankan
suplai BBM, yang masih merupakan 63% dari energi nasional, Indonesia
harus memiliki cadangan strategis nasional dan lebih aktif mengembangkan
sumber-sumbernya sendiri, baik di dalam negeri maupun di kawasan luar
negeri yang kaya akan sumber minyak.

Jadi, bilamana tidak hati-hati, tingkat produksi yang tinggi dan sudah sangat
besarnya stok dunia akan dapat membawa terjunnya harga yang diikuti
kembali oleh ketidakstabilan harga. Karena itu, sidang luar biasa OPEC ke
139 di Wina, 31 Januari 2006 akan melihat perlu tidaknya OPEC menurunkan
tingkat produksi.

Komisaris Pertamina dan Gubernur OPEC, Maizar Rahma menyampaikan makalah pada World
Refining Fuels, 8 Nopember 2007 di Beijing.

246
Sekitar Harga Minyak Dunia

Antisipasi Minyak Dunia


Suara Karya, 7 Agustus 2007

B
erita ‘hantu’ kenaikan harga minyak ternyata tidak membuat ekonomi
dunia surut karena selama lima tahun berturut-turut tetap tumbuh
rata-rata 4.5%, tertinggi dalam dua puluh tahun terakhir ini, sehingga
permintaan minyak menjadi lebih tinggi lagi. Setiap tahun diperlukan rata-
rata 1.5 juta barel/hari tambahan pasokan. Dan lebih dari 50% peningkatan
tersebut terjadi di negara berkembang Asia.

Harga minyak jelas tidak akan kembali ke US$ 25 seperti pada tahun 2002
karena nilai dollar sekarang telah merosot sepertiganya dan biaya produksi
minyak di kawasan sulit telah mencapai US$35 per barel. Apabila OPEC
berencana menstabilkan harga pada tingkat US$60-65 per barel maka
sejatinya nilai nyata harga itu tidak lebih dari satu setengah kali dari tahun
2002.

Faktor utama yang dapat menurunkan harga dunia adalah melimpahnya


produksi negara-negara non-OPEC namun itu sulit diharapkan. Walau
kegiatan investasi baru mereka sangat gencar, tambahan produksi non-OPEC
lima tahun ke depan diperkirakan hanya mampu mengisi 80% tambahan
permintaan dunia sedangkan selama 15 tahun berikutnya hanya akan mampu
memenuhi 30% tambahan. Jadi harapan akan bertumpu kepada kapasitas
OPEC.

OPEC sendiri cukup gencar berinvestasi namun dibayangi ketakutan


apakah investasi mereka yang dapat mencapai 500 miliar dollar dalam 15
tahun ke depan menjadi ‘idle’ bilamana ternyata konsumsi minyak melorot
disebabkan tidak cerahnya ekonomi dunia mendatang, berkembangnya
teknologi yang lebih hemat energi dan adanya substitusi bahan bakar nabati.
Mereka seolah menghadapi buah simalakama, kalau mengerem investasi
dicap melakukan praktek ‘kartel’, kalau meningkatkan investasi ada risiko
menjadi percuma, sedangkan dana juga perlu untuk pembangunan lain.
Karena itulah mereka minta negara konsumen transparansi dalam rencana

247
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

ke depan dengan mengatakan ‘keamanan pasokan harus dibarengi oleh


keamanan permintaan’.

Kenaikan harga minyak sangat menyulitkan industri dan rakyat di Indonesia,


apalagi kegiatan ekonomi kita lebih padat energi dibanding negara-negara
maju yang lebih mengandalkan kerja otak dan pelayanan. Bayangkan hasil
penjualan Microsoft setahun mencapai 250 miliar dollar, lebih dari sepuluh
kali penjualan minyak kita, padahal modalnya hanya otak dan bahan baku
lempeng plastik untuk membuat piringan penyimpan perangkat lunak dan
data.

Kenaikan harga minyak harus kita anggap biasa karena tidak bisa dicegah,
seperti halnya di Thailand maupun Filipina, yang tentu lebih menderita karena
mereka tidak punya sumber minyak dan gas sebanyak Indonesia. Yang perlu
kita galakkan adalah industri tidak padat energi seperti jasa teknologi, jasa
pariwisata, memakai cara dan peralatan hemat energi, mengganti minyak
tanah dengan LPG, mengembangkan bahan bakar nabati, memberdayakan
panas bumi, menggali gas CBM (coal bed methane) dan berbagai potensi
energi lainnya. Dengan demikian ketergantungan kita terhadap minyak
sekarang ini sebesar 50% dapat diturunkan menjadi 20% pada tahun 2025.

248
Sekitar Harga Minyak Dunia

Harga Minyak Dunia, Sudah Sampai Puncak?


Investor Daily, 24 Oktober 2007

S
ejak awal kebangkitan negara-negara berkembang penghasil minyak
untuk mengembalikan kedaulatan atas sumberdaya minyak mereka
telah terjadi tiga kali oil shock yaitu tahun 1974 pada waktu perang
Arab-Israel, tahun 1979 setelah revolusi Iran dan perang Irak-Iran, dan terakhir
pada tahun 2004 dengan adanya lonjakan kenaikan konsumsi dunia. Pada
‘kejutan minyak’ pertama dan kedua harga melonjak lebih dari tiga kali dan
membuat perekonomian dunia terjun sangat rendah sekitar masing-masing
2 dan 1 persen.

Sejak awal tahun 2004, harga minyak dunia telah melonjak sebesar tiga kali
lipat sehingga saat ini pernah mencapai lebih dari US$ 90/barel. Apakah
kejutan minyak ke tiga ini akan berakibat sama kepada perekonomian dunia
seperti sebelumnya ?

Apabila pada tahun 1974 dan 1979 geopolitik sangat dominan dalam gejolak
harga minyak dunia maka sejak tahun 2004 faktor-faktor fundamental maupun
non-fundamental silih berganti atau bersama-sama telah mempengaruhi
pergerakan harga minyak, yang lebih sering ke arah lebih tinggi.

Pasar sekarang jauh lebih peka dan reaktif terhadap pertumbuhan ekonomi
dunia, kenaikan permintaan minyak, lambatnya peningkatan kapasitas
produksi dunia, keterbatasan kapasitas kilang dunia, stok minyak, ketegangan
geopolitik, cuaca, bencana alam, pelemahan nilai dolar dan spekulasi.
Semuanya itu menyebabkan sangat berfluktuasinya harga minyak dari hari
ke hari.

Setelah terguncang-guncang oleh krisis ekonomi Asia dan serangan 11


September 2001, perekonomian dunia mulai merambat lagi mencapai 5.3
persen di tahun 2004 dan bertahan pada rata-rata 5 persen sampai sekarang.
Di dorong Cina, India, Timur Tengah maupun USA pertumbuhan permintaan
minyak mentah dunia tahun 2004 melonjak menjadi 3 juta barel/hari, hampir
2.5 kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Walau pada tahun 2005 sampai
sekarang turun kembali ke 1,2 juta barel/hari, tetap dinilai cukup tinggi.

249
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Lonjakan permintaan minyak telah menyebabkan terbatasnya kapasitas


produksi cadangan OPEC, di lain pihak pertambahan kapasitas produksi non-
OPEC tidak selancar yang diperkirakan sehingga pasokan minyak dinilai pasar
sangat ketat. Sekarang baru disadari bahwa kurangnya investasi dunia di
bidang minyak dan gas selama tahun 90’an menyebabkan ketatnya pasokan
dan stok minyak dewasa ini. Diharapkan hasil aktivitas investasi yang cukup
besar sejak 2004 dapat melegakan pasar dua tiga tahun ke depan.

Tahun 2004 sampai 2006 OPEC melepaskan batasan kuota dan membanjiri
dunia sehingga stok komersial dunia mencapai tingkat tertinggi menjadi lebih
dari 3100 juta barel. Namun demikian, berbeda dengan kenyataan empiris
sebelumnya, tingginya stok dunia tersebut tidak menurunkan harga, yang
menunjukkan dominannya faktor non-fundamental. Walau saat ini antara
permintaan, pasokan dan stok cukup berimbang namun tetap dinilai pasar
sebagai amat ketat.

Terbatasnya kapasitas kilang dunia merupakan faktor baru yang ternyata


juga dominan karena produksi bensin maupun distilat jadi terbatas dan
meresahkan pasar terutama di USA. Pembangunan kilang-kilang baru
diharapkan dapat melegakan pasar mulai tahun 2010.

Berbagai peristiwa geopolitik yang tidak pernah berhenti telah mendorong


kenaikan harga secara sangat signifikan. Peristiwa geopolitik tahun 1974
dan 1979 telah menghambat pasokan minyak secara fisik. Namun dalam
kurun waktu 1986-2000 berbagai situasi geopolitik yang cukup serius seperti
serangan Irak ke Kuwait diikuti operasi gurun USA hanya berpengaruh
sebentar kepada harga karena ternyata dunia boleh dikatakan ‘banjir minyak’
baik dari OPEC maupun non-OPEC. Dewasa ini, isu nuklir Iran, krisis Irak,
konflik pemberontak di Nigeria, dan ditambah ketegangan Turki dan Kurdi
di Irak Utara berakumulasi menimbulkan apa yang disebut ‘fear premium’
dalam harga minyak.

Bencana alam seperti badai Katrina dan Rita di teluk Meksiko tahun 2005
yang merusak fasilitas produksi minyak dan kilang dan mengganggu pasokan
dunia telah menimbulkan trauma sehingga bilamana ada kejadian serupa
harga makin fluktuatif.

250
Sekitar Harga Minyak Dunia

Melemahnya nilai dollar secara terus menerus telah mendorong berlombanya


investor keuangan keluar-masuk ke futures market sehingga perdagangan di
sini meningkat 3 kali sejak 2004 dan volumenya mencapai lebih dari 10 kali
produksi minyak dunia. Kegiatan yang sering bermotifkan spekulasi ini telah
membuat naik turunnya secara tajam harga minyak dunia. Pada dua minggu
terakhir harga telah naik cepat lebih dari 10 dollar per barel yang ditenggarai
sebagai dampak melemahnya nilai dollar.

Berbeda dengan oil shock tahun 1974 dan 1979, ekonomi dunia dewasa ini
ternyata bertahan terhadap harga minyak yang tinggi. Hal ini disebabkan
struktur industri negara maju sudah sangat hemat energi, telah meluasnya
diversifikasi sehingga minyak lebih terfokus untuk transportasi yang tingkat
konsumsinya lebih tahan terhadap perubahan harga BBM.

Harga minyak tinggi di akhir 2007 ini tertahan tinggi oleh akumulasi berbagai
ketegangan geopolitik yang belum diketahui kapan meredanya, bisa cepat
atau lambat. Cuaca belum menunjukkan kecenderungan musim dingin
yang keras. Namun beberapa analisis telah memperlihatkan melemahnya
kegiatan ekonomi akibat harga tinggi yang berdampak berkurangnya
konsumsi minyak dan pada gilirannya mendorong turunnya harga minyak.
Apakah tanda-tanda tersebut menunjukkan harga minyak sudah sampai
pada puncaknya ?

Walaupun penerimaan pemerintah dari minyak dan gas dikurangi subsidi tidak
berubah banyak, maka industri domestik kita yang menderita hebat dengan
kenaikan harga minyak, baik di sektor transportasi maupun manufaktur
karena industri kita masih padat energi dan berbahan baku minyak dan gas.
Berbagai negara berkembang mengalami ‘penderitaan’ yang sama.

Pasar memperkirakan sementara harga rata-rata tahunan minyak dunia 2008


akan berada di kisaran US$ 70. Keputusan pemerintah untuk sementara
masih memakai harga US$ 60 masih dapat diterima, dengan pertimbangan
kehati-hatian dan dapat dikoreksi pada APBN-P. Dapat dicatat, perusahaan-
perusahaan minyak maupun negara-negara OPEC lainnya juga konservatif
dan hati-hati sehingga mematok anggaran mereka pada harga minyak
US$ 19-US$50/barel, tidak mengikuti gejolak harga jangka pendek, demi
mencegah terjadinya kekacauan realisasi anggaran bilamana asumsi terlalu
optimis.

251
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Harga Minyak dan Sikap Kita


Suara Karya, 29 Oktober 2007

M
elambungnya harga minyak mencapai US$ 89 hampir menyamai
harga tertinggi tahun 1979 dengan penyesuaian inflasi. Ekonomi
dunia waktu itu sangat terpukul sehingga hanya tumbuh 1.1%
sedangkan sejak 2004 sampai sekarang masih tetap tinggi pada 5.1%.
Rupanya dunia sekarang sudah kurang peka terhadap harga minyak karena
minyak sudah terfokus untuk transportasi sedang di bidang lain sudah
digantikan oleh batu bara, gas, nuklir dan energi lainnya. Industri negara
maju juga sudah bergeser ke minim energi dan teknologi efisien energi.
Kalau kita terpukul dengan kenaikan subsidi, mereka malah menerapkan
pajak BBM yang tinggi sehingga menjasi bantalan efektif pengurangan
dampak harga sekaligus sebagai sumber penerimaan negara yang tinggi.
Porsi biaya BBM kendaraan pribadi dalam anggaran keluarga mereka juga
telah jauh lebih kecil.

Pasar menunjuk situasi geopolitik Turki-Kurdi/Irak sebagai pemicu lonjakan


harga. Namun pipa minyak Irak Utara menuju Turki sebetulnya tidak banyak
berperan karena sering disabotase. Yang dikhawatirkan adalah melebarnya
ketegangan ini ke kawasan Irak lainnya. Berbagai ketegangan lain juga belum
selesai seperti masalah nuklir Iran, pemberontak di Nigeria serta situasi di Irak
sendiri. Melemahnya nilai dollar juga pemicu karena dana investasi berpindah
ke pembelian besar-besaran ‘minyak kertas’ di pasar berjangka yang tentu
mendorong naiknya harga minyak. Spekulasi bahwa harga masih akan naik
nampaknya tidak terlalu salah karena belum diketahui tingkat harga berapa
yang membuat ekonomi dunia melemah dan membawa harga turun kembali.

OPEC melihat situasi ini dari sisi fundamental pasokan, permintaan dan stok
minyak. Meningkatnya stok minyak di USA minggu ini menandakan bahwa
pasar masih dalam keseimbangan. Stok dunia masih berada pada posisi
nyaman, yaitu masih pada rata-rata 5 tahun sebelum ini. Karena itu kenaikan
produksi hanya akan mengalir ke stok sehingga OPEC belum merasa perlu
menaikkan produksi.

252
Sekitar Harga Minyak Dunia

Dibanding tahun 1979, pasar minyak dewasa ini seharusnya dapat


memprediksi lebih akurat. Namun tidak terantisipasinya lonjakan harga
tahun 2004 menunjukkan data belum sepenuhnya transparan karena disadari
kemudian bahwa geopolitik bukan satu-satunya kambing hitam tapi adalah
kenaikan konsumsi di Cina dan USA yang banyak menyedot minyak dunia.
Berbagai kajian waktu itu juga memprediksi melambatnya ekonomi dunia
sebesar 1% bila harga mencapai US$ 50, hal mana ternyata tidak terbukti.
Timbul pertanyaan, masih adakah hal yang tidak terantisipasi di belakang
kenaikan harga minyak dewasa ini ?

Industri Indonesia yang masih padat energi akan paling menderita. Biaya
produksi industri berbasis migas seperti plastik, pupuk, kertas dan lainnya
mau tidak mau akan naik dan ini tentu akan menampar industri hilir domestik
yang lebih padat karya karena tidak mampu menyerap kenaikan harga
produk.

Kenaikan terus menerus harga harus dicermati sebagai makin langkanya


sumber-sumber minyak. Menghadapi kemungkinan krisis energi Indonesia
harus menyiapkan berbagai upaya. Di dalam negeri: peningkatan eksplorasi,
peningkatan cadangan minyak komersial, membangun cadangan strategis,
melakukan diversifikasi dan penghematan. Ke luar negeri: peningkatan
diplomasi energi agar Indonesia dapat teramankan pasokan minyak impornya
dalam keadaan darurat maupun jangka panjang.

253
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Harga Minyak dan Spekulasi


Warta Ekonomi, No 02/XX/21 JANUARI 2008

S
ekretariat Jenderal OPEC di Wina, yang ditugasi Konperensi OPEC untuk
melakukan kajian pasar dan harga minyak dunia mencatat bahwa dari
hari ke hari hampir 30 macam situasi dan tindakan yang menggoncang
harga minyak dengan bobot yang berbeda. Gejolak geopolitik di kawasan
negara-negara produsen minyak, menurunnya stok bensin dan minyak
mentah di Amerika Serikat, pelemahan nilai dollar, gangguan kilang minyak
dan musim dingin yang berat sangat signifikan perannya dalam mendongkrak
harga, karena pada situasi tersebut terjadi pembelian minyak besar-besaran
di pasar berjangka.

Di lain pihak, tindakan ambil untung investor di pasar berjangka tersebut


(penjualan minyak kembali) karena adanya informasi bertambahnya produksi
OPEC, meningkatnya stok, diperkirakannya pelemahan ekonomi dunia,
biasanya membawa harga bergerak turun.

Namun secara keseluruhan, gabungan faktor-faktor tersebut di atas sejak


tahun lalu telah menaikkan harga dua kali menjadi US$ 100 per barel. Harga
US$ 100 tersebut boleh dikatakan hampir setara dengan nilai nyata harga
minyak tertinggi yang terjadi pada tahun 1979 (US$38) di kala meletusnya
revolusi Iran dan diikuti perang Irak-Iran, yang merupakan shok minyak kedua.

Pada masa itu harga menjadi 3 kali lipat dan menyebabkan resesi dunia
sehingga pertumbuhan ekonomi dunia terjun menjadi hanya sekitar 1%. Pada
shok minyak pertama di tahun 1973 harga minyak naik enam kali dari US$ 2
menjadi US$ 12 dan juga menimbulkan resesi dunia dengan pertumbuhan
yang anjlok dari 6.8% menjadi di bawah 2%.

Oleh karena itu angka psikologis US$ 100 seolah membangkitkan trauma
masa lalu akan resesi ekonomi. Sampai pada tingkat berapa harga minyak
akan berhenti naik masih belum jelas. Pasar masih keliru dengan dugaan
bahwa siklus harga minyak sejak awal 2004 sudah mencapai puncaknya.

254
Sekitar Harga Minyak Dunia

Kalau pada era shok pertama dan shok kedua harga minyak sangat
dikendalikan oleh pasokan dari produsen OPEC maka sekarang ini kekuatan
pasarlah yang berpengaruh. OPEC tidak lagi memiliki kontrol terhadap harga
minyak kecuali menaikkan dan menurunkan produksi secara terbatas. Upaya
stabilisasi harga oleh OPEC menjadi sulit karena pada mekanisme pasar ini
banyak sekali faktor lain yang berpengaruh.

Perdagangan minyak mentah, BBM dan gas di NYMEX (New York Mercantile
Exchange) dan IPE ( International Petroleum Exchange - London) yang mulai
marak sejak 1982, sebetulnya ditujukan untuk mengurangi risiko kerugian
bagi pembeli atau penjual bilamana terjadi perubahan harga. Karena
disuburkan oleh ketidakstabilan harga dan banyaknya pemain hedging dan
spekulan, nilai transaksi ‘kertas’ ini makin meningkat.

Sejak 2001, lebih banyaknya aset seperti dana investasi dan dana pensiun
dialokasikan ke minyak, karena lebih menariknya relative returnnya, telah
meningkatkan volume perdagangan minyak kertas ini. Perpindahan dana ini
didorong oleh rendahnya bunga bank dan tidak jelasnya kondisi moneter
di Eropa dan Amerika Serikat. Krisis kredit perumahan belakangan ini dan
jatuhnya harga dollar membuat makin membanjirnya arus dana ke pasar
berjangka ini. Volume kontrak berjangka yang ditawarkan tahun ini masih
terus meningkat dan telah mencapai 1.3 miliard barel, 15 kali lebih besar dari
volume produksi fisik minyak dunia.

Psikologi dari pasar ini sangat sensitif dan ini terpantul dari sangat dinamisnya
aktivitas pembelian, penjualan dan perubahan harga. Sentimen pasar tertentu
dapat ‘menular’ sehingga suatu gerakan pembelian/penjualan dapat menjalar
cepat yang mengakibatkan melonjak atau terjunnya harga, yang efeknya
sangat buruk terhadap perdagangan fisik minyak.

Observasi menunjukkan bahwa fluktuasi harga minyak terpengaruh


perubahan posisi long (pembelian dengan antisipasi harga naik) dari non-
commercial. Bertahannya harga tinggi meskipun suplai minyak cukup,
memperkuat argumen bahwa peningkatan harga sangat didorong oleh
spekulasi .

255
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Geopolitik sering disebut sebagai penyebab naiknya harga. Perang Arab-Israel


dan Irak-Iran memang membuat harga meroket. Namun dapat dicatat bahwa
dalam kurun waktu 1985-2000, berbagai peristiwa geopolitik di negara-
negara produsen hanya berpengaruh sebentar kepada harga minyak karena
pasokan minyak cukup melimpah. Dewasa ini, kesetimbangan fundamental
pasar minyak menjadi ketat kembali. Penurunan produksi di dunia menurun
(tidak hanya di Indonesia), produksi non-OPEC tidak meningkat seperti yang
diharapkan karena hanya terjadi di sedikit kawasan seperti bekas Uni Soviet,
sedangkan kapasitas OPEC juga terbatas. Di lain pihak, permintaan minyak
masih terus tinggi. Konsumen, terutama di negara maju dan negara yang
sedang maju pesat seperti Cina dan India seperti tidak terpengaruh dengan
kenaikan harga. Pada situasi ini, peristiwa geopolitik kembali menciptakan
kecemasan pasar karena gangguan pasokan pasti akan membuat harga
melonjak tinggi. Kecemasan inilah yang merupakan lahan subur bagi
spekulan.

Spekulasi akan mereda bilamana harga sudah stabil dan kembali ke


kesetimbangan fundamentalnya yaitu pada saat kapasitas produksi dunia
mampu memenuhi peningkatan permintaan dan mampu mengatasi adanya
hambatan pasokan tak terduga. Cukup gencarnya kegiatan eksplorasi minyak
diperkirakan dapat memenuhi permintaan minyak untuk lima tahun ke depan.
Pembangunan kilang-kilang baru juga akan melepaskan kendala pasokan
bahan bakar minyak. Namun situasi pasokan tidaklah akan melimpah seperti
sebelumnya karena makin sulitnya diperoleh sumber-sumber minyak yang
besar. Karena itu pasar masih memperkirakan harga tetap tinggi, sekitar US$
80 untuk rata-rata tahun 2008, lebih tinggi dari tahun 2007 yang sebesar
US$ 72.

Walaupun geopolitik masih gencar dan produksi masih ketat harga minyak
juga akan berhenti naik bilamana terjadi pelemahan ekonomi dunia ataupun
perekonomian dunia mulai terhambat oleh tingginya harga, yang semuanya
itu membuat melemahnya konsumsi minyak. Pasar memperkirakan harga
akan berhenti naik pada US$ 110-120 per barel.

256
Sekitar Harga Minyak Dunia

Meredam Siklus Harga Minyak Dunia


Investor Daily, Juni 2008

M
enurut hukum alam, siklus itu dimulai dari bawah, menuju puncak
dan turun lagi, bak batu yang dilempar ke atas pasti akan jatuh
lagi karena tarikan gravitasi. Perilaku siklus harga minyak dunia
mestinya juga demikian walau tidak sesederhana batu tersebut. Berbagai
kekuatan yang melemparkan harga tinggi dan berbagai kekuatan juga yang
menarik ke bawah.

Siklus harga minyak yang sangat menonjol dan berlangsung hampir 13 tahun
dimulai di waktu perang Arab-Israel tahun 1973 yang diikuti embargo minyak
kepada negara-negara pendukung Israel. Kenaikan drastis harga lebih dari
6 kali dari US$ 2 menjadi US$ 12 membuat negara-negara pemilik minyak
mulai merasakan betapa nilai karunia Tuhan yang diberikan kepada mereka.
Namun harga tersebut belum puncak siklus karena malah terus merangkak
naik akibat revolusi Iran di tahun 1979 dan diikuti perang Irak-Iran pada
tahun 1980. Harga mencapai US$ 38/barel dan terus bertahan tinggi. Harga
tinggi tersebut membuat pertumbuhan ekonomi global sangat rendah,
sekitar 1.1%.

Akhirnya penurunan siklus terjadi tahun 1986 dengan terjunnya harga


menjadi sekitar US$ 10/barel. Kekuatan yang membawa harga jatuh adalah
mulai membanjirnya produksi negara-negara produsen non-OPEC dan
berkurangnya permintaan minyak negara-negara konsumen berkat upaya
efisiensi pemakaian energi serta diversifikasi ke batu bara, gas, nuklir dan
biofuel seperti etanol dari tebu.

Banjir minyak berlanjut sampai tahun 2000. Pada suasana tersebut geopolitik
tidak berpengaruh lama. Tidak terjadi siklus harga yang sangat lama namun
selalu terjadi lonjakan-lonjakan walau harga berada pada rata-rata US$
18/barel dalam periode tersebut. Harga yang rendah dan berfluktuasi itu
jugalah sebagai penyebab sangat kurangnya investasi baru di bidang migas
karena lapangan-lapangan minyak jadi tidak ekonomis. Kurangnya investasi
menyebabkan kurangnya kemampuan produksi minyak dunia sekarang ini.

257
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Perlu dicatat bahwa pada saat itu spekulasi belum berperan besar terhadap
harga minyak karena pasar berjangka NYMEX baru mulai memperdagangkan
minyak pada tahun 1982. Di samping itu kesetimbangan pasokan dan
permintaan minyak yang longgar tidak menyuburkan spekulasi.

Apakah siklus seperti tahun 73-86 akan berulang dewasa ini ?

Naiknya harga pada tahun 2004 merupakan awal siklus harga minyak dewasa
ini, didorong oleh melonjaknya konsumsi di Cina, dan di Amerika sendiri.
Kemudian diperparah pada tahun 2005 dengan ketatnya pasokan BBM
dunia karena kurangnya kemampuan kemampuan kilang-kilang dunia. Pada
tahun yang sama pusat-pusat produksi minyak Amerika di Teluk Meksiko
dilumpuhkan badai Katrina. Tahun 2006 harga makin terdongkrak karena
ketegangan Iran–Amerika serta lumpuhnya sebagian pasokan Nigeria karena
pemberontak. Tahun 2007 harga melonjak terus karena pelemahan dollar
dan spekulasi. Siklus kenaikan harga sedang terjadi namun perilaku kenaikan
harga minyak dan faktor-faktor yang berpengaruh jauh berbeda dengan siklus
tahun 80an. Dewasa ini fenomena baru datang bergantian dan belum tahu
apa lagi yang akan muncul dan kapan puncak siklus akan dicapai.

Harga sekarang mendekati US$ 140/barel sudah sangat menampar


perekonomian negara-negara berkembang dan negara-negara miskin.
Pakistan sudah minta kelonggaran waktu bayar ke Saudi Arabia. Venezuela
masih terus membantu negara-negara Karibia dengan pinjaman minyak
harga diskon. Indonesia kelabakan mengatur APBN agar dana tidak habis
hanya ‘terbakar’ untuk subsidi BBM dan agar sektor-sektor pembangunan
lain tidak terabaikan.

Faktor-faktor apakah sekarang yang dapat menurunkan harga ?

Pertama, peningkatan produksi. Namun membanjirnya kembali minyak


negara-negara non-OPEC nampaknya tidak akan terjadi. Memang kegiatan
eksplorasi baru meningkat dan lapangan-lapangan minyak yang dulu tidak
ekonomis mulai dibuka lagi. Tapi sampai saat ini hasilnya jauh dari harapan.
Selama lima tahun terakhir non-OPEC hanya mampu menaikkan produksi
tahunan 500 ribu barel/hari sedangkan kenaikan permintaan dunia rata-rata
1.3 juta barel/hari. Lapangan-lapangan minyak di Laut Utara, Amerika Serikat,

258
Sekitar Harga Minyak Dunia

Meksiko sudah mulai kering. Kumpulan para ahli di ASPO (Asscociation for
the Studi of Peak Oil) mengatakan bahwa era minyak murah sudah berakhir,
bahwa produksi minyak sudah mendekati puncaknya. Kita ingat keributan
Shell beberapa tahun yang lalu yang harus merevisi data cadangan lapangan-
lapangan minyaknya menjadi 23% lebih rendah. Harapan non-OPEC pada
Rusia, negara-negara sekitar laut Kaspia, Brazil dan sedikit di Afrika tentulah
tidak mencukupi.

Karenanya harapan sekarang tertuju kepada negara-negara OPEC. Negara-


negara OPEC dianggap memiliki dua pertiga cadangan dunia, walau keabsahan
datannya banyak yang meragukan. Lapangan-lapangan raksasa mereka
dianggap juga sudah mulai tua. Di lain pihak meningkatkan produksipun
tidak seperti menggerakkan jari tangan. Pembukaan lapangan-lapangan
baru memerlukan dana ratusan miliar dollar dan harus memperhitungkan
apakah minyak yang dihasilkan akan ada pasarnya nanti. Artinya OPEC harus
dapat diyakinkan bahwa keamanan pasokan mereka dijamin oleh keamanan
permintaan. Agar investasi dapat lebih besar maka diharapkan dibukanya
sebagian lapangan minyak negara-negara OPEC kepada investor luar.

Kedua, konsumen harus mengurangi pemakaian minyak. Harga yang tinggi


dapat mengurangi konsumsi BBM. Tindakan Indonesia mengurangi subsidi
dan menaikkan harga jual BBM, yang juga dilakukan India, Malaysia, Taiwan
dan Sri Langka ikut berperan untuk menurunkan konsumsi minyak dunia. Cina
pun harus mengurangi subsidi BBMnya agar kegemaran membeli mobil baru
di negara yang sedang beranjak kaya tersebut dapat ditahan. Pada jangka
panjangnya di berbagai negara termasuk Amerika perlu diterapkan secara
bertahap pajak BBM yang lebih tinggi seperti yang dilakukan negara-negara
Uni Eropa. Pajak BBM kemudian disalurkan untuk menunjang pengembangan
energi alternatif.

Pengurangan konsumsi BBM akan lebih cepat lagi bilamana Jepang dan
Eropa makin menggalakkan kendaraan hibrida. Penduduk Amerika sebaiknya
mengganti mobil-mobil rakus mereka dengan mobil-mobil mini ( mungkinkah
?). Pengisian cadangan simpanan strategis di Amerika dan di berbagai negara
lainnya harus distop dulu. Di samping itu diversifikasi harus lebih diperbesar
dengan mencampur bensin dengan bioetanol dan solar dengan biodiesel.

259
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Di Indonesia, minyak tanah diganti elpiji. Semua pembangkit listrik yang


memakai BBM harus diganti batu bara atau gas. Panas bumi didayagunakan.
Kincir-kincir angin diperbanyak. Sel-sel matahari dimanfaatkan. Pembangkit
tenaga nuklir yang aman mau tak mau jadi pilihan.

Ketiga, pasar berjangka harus mulai ditata kembali. Penegak hukum di


Amerika mulai melakukan investigasi kalau ada lubang-lubang hukum
yang dimanfaatkan untuk keuntungan para spekulator dalam sistem pasar
berjangka tersebut. Di masa depan harus dibuat suatu sistem sehingga
spekulasi yang melambungkan harga dapat ditekan.

Keempat, mata uang dollar yang umumnya dipakai untuk perdagangan


minyak harus dijaga stabil agar tidak memicu spekulasi.

Kelima, ketegangan geopolitik di kawasan produsen minyak harus


dihilangkan. Tidak mungkin memproduksi minyak kalau masih ada penembak
jitu bersembunyi dibalik pohon kurma atau semak-semak. Peran negara-
negara adidaya sangat penting dalam meredam semua konflik tersebut.

Keenam, akhirnya, harga minyak tidak dapat dilepas begitu saja kepada
kekuatan pasar. Perlu dialog terus menerus dan transparan antara negara-
negara produsen dan konsumen serta pelaku industri untuk kestabilan
pasar minyak dunia ke depan. Prakarsa Saudi Arabia untuk mengadakan
pertemuan negara-negara produsen dan konsumen tanggal 22 Juni nanti
yang akan dihadiri figur-figur energi dunia menunjukkan makin pentingnya
dialog tersebut. Jelas akan dibahas penyebab utama kenaikan harga, apakah
kurangnya pasokan, spekulasi atau pelemahan dollar ?

Semuanya itu memerlukan waktu, tapi, namun harus ditergesakan sebelum


situasi tidak makin parah.

260
Sekitar Harga Minyak Dunia

Penanganan Global Harga Minyak


Suara Karya, 15 Juli 2008

K
etika menjadi lead speaker dalam pertemuan G8 yang diperluas di
Hokkaido, Jepang, 9 Juli yang lalu, Presiden SBY menyampaikan
pandangan bahwa penyebab utama dari krisis harga minyak dunia
adalah adanya kepincangan antara permintaan dan pasokan.

Memang saat ini terdapat dua kubu pendapat tentang kenaikan harga
minyak. Yang satu menyatakan kurangnya pasokan sebagai penyebab utama
sedangkan yang lain mengatakan faktor-faktor non fundamental seperti
pelemahan dollar, geopolitik dan spekulasi di pasar berjangka.

Namun semuanya itu memang dimulai suatu ‘kejutan’ peningkatan


permintaan. Lonjakan permintaan, dimulai di Cina dan Amerika Serikat
tahun 2004 merupakan kejadian tidak diduga sebelumnya. Pada tahun-tahun
berikutnya peningkatan tersebut diikuti India dan negara-negara produsen
minyak di Timur Tengah karena pertumbuhan ekonomi mereka. Di lain pihak,
pada sisi produksi tidak ada ‘kesiapan’ respon peningkatan permintaan karena
selama lima belas tahun sebelumnya kurang sekali kegiatan investasi baru
pencarian minyak sebab tidak didukung harga minyak yang memadai waktu
itu. Akibatnya sekarang terjadi suatu ‘jarak’ antara permintaan dan produksi.

Walaupun pada kenyataannya sampai saat ini seluruh permintaan minyak


dunia masih dapat dilayani oleh produsen tapi para pemain di pasar minyak
mengetahui bahwa situasi kesetimbangan permintaan/pasokan sangat
ketat sehingga satu gangguan pasokan akibat suatu konflik geopolitik atau
sebab-sebab lainnya dapat membawa lonjakan harga tak terkendali. Psikologi
‘ketakutan’ ini kemudian terwujud dalam ‘fear premium’ dalam harga minyak.
Instabilitas harga ini kemudian menjadi lahan subur spekulasi dan terus
bertahan dengan panasnya geopolitik.

Kejadian tak terduga lainnya muncul dalam krisis ‘subprime’ perumahan


di Amerika Serikat pada tahun 2007 yang diikuti resesi dan pelemahan
dollar yang berlangsung sampai sekarang. Pasar komoditi termasuk minyak

261
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

menjadi tempat pelarian dana-dana investasi dan pasar minyak sudah


berubah menjadi pasar finansial dimana ‘kertas-kertas berlabelkan minyak’
diperdagangkan dan otomatis berpengaruh kepada perdagangan fisik
minyak.

Ini adalah kegiatan spekulasi tahap kedua yang jauh lebih parah lagi sehingga
selama setahun ini harga minyak terdongkrak seratus persen lebih, jauh lebih
besar dibanding selama tiga tahun sebelumnya.

Dalam pertemuan G8 tersebut Presiden SBY menyerukan agar seluruh


negara di dunia memelihara stabilitas harga minyak jangka panjang dan
agar negara-negara produsen dan konsumen serta industri duduk bersama
untuk merundingkan jalan keluar masalah ini. Himbauan ini merupakan
ungkapan keprihatinan mewakili negara-negara berkembang dan miskin
yang perekonomian mereka menjadi porak poranda.

Investasi baru eksplorasi dan eksploitasi minyak dan peningkatan sumber


energi alternatif untuk melonggarkan kesetimbangan pasokan/permintaan,
serta stabilisasi dollar dan perbaikan sistem pasar berjangka untuk
meminimisasi spekulasi adalah langkah-langkah utama pemecahan masalah
dan ini memang menuntut agar produsen, konsumen dan investor duduk
bersama menyepakati dan menindaklanjuti jalan keluar.

262
Sekitar Harga Minyak Dunia

Kemana Arah Harga Minyak Dunia?


Investor Daily, 15 September 2008

R
abu subuh 10 September markas OPEC di Wina mulai sepi lagi setelah
para menterinya berdebat lebih dari 5 jam untuk menyepakati
pemotongan produksi. Suasana bulan Ramadhan yang menyebabkan
sidang baru dimulai jam 9 malam setelah berbuka puasa, ikut mendinginkan
perdebatan yang sebetulnya dapat berlangsung berhari-hari bilamana kubu
harga tinggi dan kubu moderat mulai bersilang pendapat seperti pernah
terjadi dalam sejarah sidang-sidang OPEC terdahulu.

Sedangkan delegasi Indonesia lebih cenderung berdiam diri dalam


pergulatan pendapat tersebut. ‘Kita sekarang berada di tengah-tengah,
ya produsen ya konsumen’ demikian kata Pak Purnomo, panggilan akrab
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, kepada saya, di sela-sela sidang.
Apalagi pada hari itu surat resmi pengunduran Indonesia dari keanggotaan
OPEC baru saja diedarkan.

Setiap delegasi memang membawakan kepentingan negara masing-masing


dalam rapat yang paling diawasi seluruh dunia ini. Saudi Arabia, yang
didukung negara-negara anggota dari jazirah Arab seperti Kuwait, Uni Emirat
Arab dan Qatar, lebih melihat kepentingan strategis jangka panjang, yaitu
tidak hanya harga minyak tapi juga pangsa pasar dari minyak itu sendiri
dalam energi dunia. Ini dapat dimaklumi karena perekonomian Saudi Arabia
sangat tergantung dari ekspor minyak. Mereka melihat bahwa harga tinggi
yang mendadak akan melemahkan perekonomian dunia secara drastis dan
pada gilirannya akan menurunkan permintaan minyak dan akhirnya akan
menekan harga kembali. Di samping itu mereka juga khawatir harga yang
terlalu tinggi akan makin meningkatkan kompetisi produksi OPEC-non OPEC.
Harga tinggi juga sangat mendorong pengembangan energi alternatif yang
pada gilirannya akan mengurangi pangsa minyak mentah sehingga kelebihan
produksi minyak akan kembali menekan harga. Selain itu, negara-negara
tersebut sudah memiliki likuiditas yang sangat besar sehingga mereka lebih
mementingkan situasi keamanan permintaan jangka panjang daripada
menikmati tambahan aliran dollar ke kocek mereka saat ini.

263
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Harga minyak yang tahun ini pernah mencapai US$ 147 per barel dan rata-rata
tahunannya sudah mencapai115 dollar per barel ternyata sudah menggigit
perekonomian dunia dan menurunkan permintaan minyak di Amerika, Eropa
maupun Asia. Karena itu grup Saudi Arabia melihat perlunya harga turun
agar pertumbuhan ekonomi dunia kembali pulih, menaikkan permintaan
dan menstabilkan harga pada harga yang masih memadai.

Iran dan Venezuela, yang memerlukan dana besar untuk mendukung program
sosial dan pembangunan infrastruktur dan ekonomi mereka, memerlukan
pemasukan yang besar dari ekspor minyak mereka, sehingga mereka sangat
berkepentingan dengan harga yang tinggi. Terjunnya harga lebih dari
30 persen dalam dua bulan ini sangat dikhawatirkan akan terus berlanjut
sehingga mereka mengusulkan pemotongan produksi segera untuk menahan
harga sekurangnya pada US$ 100 per barel.

Perbedaan tersebut membuat irama OPEC saat ini tidak seharmonis orkes
simfoni. Keinginan Venezuela, Iran serta Libya akhirnya diakomodasikan
sidang dengan memotong produksi sebesar 520 ribu bph, sehingga tingkat
produksi kembali kepada kesepakatan bulan September 2007.

Dunia sangat memerlukan kejelasan stabilitas harga minyak ke depan, di


negara konsumen maupun produsen sendiri, agar ada kepastian dalam
perencanaan kegiatan perekonomian. Penurunan harga yang berkelanjutan
dapat membuat investor di bidang migas ketar ketir kalau-kalau kegiatan
eksplorasi dan produksi di wilayah yang sulit dan mahal malah harus dihentikan
sebelum menghasilkan kalau akan ternyata merugi. Demikian juga produksi
biofuel dapat kembali tidak menguntungkan karena keekonomian dan daya
saingnya tergantung tingkat harga minyak yang memadai. Sebaliknya harga
di atas seratus dollar per barel telah nyata-nyata melemahkan perekonomian
dunia. Semuanya itu dapat diperparah oleh spekulasi yang biasanya subur
di situasi yang tidak menentu. Karena itu dunia memerlukan harga minyak
yang dapat mengakomodasikan berbagai sudut pandang tersebut.

Namun dari pengalaman siklus harga minyak selama setahun belakangan


ini terlihat peran dominan fluktuasi nilai dollar yang kemudian ditunggangi
oleh para spekulan, kejadian mana baru pertama kali dalam sejarah harga
minyak 40 tahun belakangan ini. Karena itu, dalam menstabilkan pasar minyak

264
Sekitar Harga Minyak Dunia

dunia, peran Amerika dalam membenahi perekonomian dan dollar mereka


akan jadi sangat penting. Demikian juga peran penting negara ini dalam
melonggarkan ketegangan politik di Timur Tengah yang merupakan wilayah
pengekspor minyak terbesar di dunia, yang situasinya sangat mempengaruhi
harga minyak.

Sisi produksi sendiri, untuk jangka pendek 2-3 tahun ke depan, akan
mampu memenuhi peningkatan permintaan dunia yang diperkirakan
berkisar 900 ribu - 1,2 juta bph. Demikian juga, berkat investasi yang cukup
agresif di negara-negara OPEC, kapasitas produksi cadangan dunia sudah
memadai, yaitu sekitar 4 juta bph, yang dapat menenangkan pasar kalau
terjadi hambatan ekspor dari satu wilayah produksi tertentu. Di samping itu
cadangan strategis negara-negara maju juga nampaknya siap dipakai dalam
keadaan kelangkaan akibat bencana alam. Stok minyak dunia sampai saat
ini hanya berfluktuasi relatif kecil, yaitu sekitar satu hari konsumsi terhadap
simpanan untuk 53-54 hari konsumsi.

Karena itu, sisi fundamental pasar minyak dunia kelihatan aman walau
kesetimbangannya tidak terlalu longgar. Berdasarkan hal tersebut pada tahun
2009-2011 ini harga minyak dunia dapat berfluktuasi di sekitar US$ 90-110.
Kemungkinan harga akan jauh lebih rendah dapat terjadi kalau produksi
negara-negara non-OPEC meningkat tajam sebagai hasil gencarnya kegiatan
pencarian minyak belakangan ini. Kemungkinan harga jauh lebih tinggi
dapat terjadi disebabkan terutama oleh faktor non fundamental, yaitu tidak
pastinya nilai mata uang utama dunia dan meningkatnya ketegangan politik.

Indonesia sendiri juga tidak mengharapkan harga terlalu rendah. Walaupun


sebagai importir minyak, secara keseluruhan kita adalah penghasil energi fosil
berupa minyak, gas dan batubara. Produksi energi fosil Indonesia mencapai
5 juta setara barel per hari dimana sebagian gas dan batubara diekspor
dengan harga yang selalu mengikuti harga minyak. Agar industri biofuel
dan pembangkit geotermal kita menjadi kompetitif juga diperlukan harga
minyak yang baik. Karena itu kita masih mengharapkan harga minyak yang
bagus, sekitar US$ 80-90 per barel, tingkat harga yang diperkirakan masih
bisa ditanggung industri kita yang membeli BBM non subsidi.

265
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

The Ghost Of New York’, akan Nyatakah ?


Investor Daily, 27 Oktober 2008

A
wal 1998, OPEC dan non-OPEC termangu memandangi berita
terjunnya harga minyak dunia. Keputusan konperensi OPEC 1
Desember 1997 di Jakarta untuk menaikkan produksi ternyata
kekeliruan besar karena ternyata konsumsi minyak dunia mulai turun, tanki-
tanki timbun penuh sehingga harga terjun ke tingkat US$ 10 per barel.
Semuanya akibat krisis ekonomi Asia yang ternyata terjadi bersamaan.
Kejadian tersebut menjadi trauma sehingga dijuluki ‘ the ghost of Jakarta’
(hantu Jakarta).

Trauma lama tersebut muncul lagi pada saat krisis keuangan dunia saat ini.
Indeks saham di New York bergerak bagai menurunnya gelombang laut
termasuk harga minyak. Akankah muncul semacam ‘the ghost of New York’
yang akan membawa harga minyak turun sangat drastis lagi ?

Para analis kewalahan mengamati pergerakan harga minyak. Sampai


beberapa bulan lalu semua masih sepakat bahwa pasar minyak dunia masih
ketat dan harga minyak akan selalu tinggi, dan bahwa era ‘cheap oil ‘ sudah
berakhir. Namun sekarang mereka bersuara lain lagi, bahwa harga minyak
bisa terjun lagi seperti dulu-dulu.

Memang harga minyak sudah terjun dari US$ 147 Juli yang lalu menjadi
di bawah US$ 70/barel minggu lalu. Melejitnya harga waktu itu terkait
penurunan harga dollar. Sekarang kebalikannya, terjunnya harga mengikuti
kenaikan harga dollar. Faktor non fundamental ini sangat dominan dan
didorong oleh animo spekulasi yang sangat besar. Apakah spekulasi di pasar
berjangka sudah berhenti dan adakah faktor-faktor lain yang ikut berperan
dan sampai dimana harga minyak akan stabil lagi ?

Kegiatan di pasar berjangka belum berhenti dan malah dapat membawa


harga minyak terjun lebih dalam bila suasana kepanikan masih berlangsung.
Open interest ‘minyak kertas’ di pasar New York sejak Juli yang lalu sudah
di lepas sekitar 200 juta barel, yang diikuti turunnya harga. Namun para

266
Sekitar Harga Minyak Dunia

pedagang masih memegang kontrak-kontrak setara dua miliar barel lebih.


Bilamana mereka kesulitan likuiditas dan situasi pasar minyak dunia makin
lesu maka akan ada lagi pelepasan ‘minyak kertas’ yang besar sehingga harga
akan tertekan lagi.

Sedangkan faktor-faktor lainnya, yang pertama adalah situasi permintaan


minyak itu sendiri. Konsumsi di negara-negara maju turun 900 ribu bph
(barel per hari) dibanding 2007. China dan India yang dikenal sebagai
peminum-peminum minyak baru mulai menunjukkan pelemahan ekonomi
dan berdampak pada penurunan konsumsi minyak mereka.

Faktor kedua adalah stok minyak. Minyak komersial yang ditimbun negara-
negara maju cukup untuk 53 hari konsumsi. Ditambah cadangan strategis
keseluruhannya menjadi untuk 85 hari konsumsi. Secara empiris, kenaikan
stok akan menurunkan harga minyak karena konsumen tidak memesan
minyak lagi. Namun beberapa tahun belakangan ini terjadi anomali, harga
minyak tetap naik walau stok naik. Konsumen waktu itu dibayangi ketakutan
persepsi kelangkaan minyak sehingga mereka tetap membeli minyak walau
stok sudah cukup. Sedangkan saat ini, yang ditakuti para produsen minyak
adalah timbulnya anomali sebaliknya, yaitu bahwa konsumen tidak membeli
minyak walau stok sudah turun, karena demi menghemat likuiditas, mereka
akan ‘memakan’ sebagian simpanannya dulu. Ini tentu akan menekan harga
minyak lagi.

Faktor ke tiga adalah sisi produksi minyak. Pada saat ini OPEC dan non-OPEC
bersama-sama memproduksi sekitar 86.5 juta bph. Produsen non-OPEC
mengambil pangsa 60% nya dan selalu berproduksi pada kapasitas penuh.
Sisanya pangsa pasar untuk OPEC. Tahun 2009 kenaikan produksi non
OPEC, kondensat dan minyak non konvensional diperkirakan 1.6 juta bph,
jauh di atas kenaikan permintaan dunia yang hanya 0,7 juta bph. Akibatnya,
agar pasar tidak banjir minyak, OPEC malah akan terpaksa menurunkan
produksinya sebesar 1 juta bph dan dijadikan kapasitas produksi cadangan.
Dengan demikian kapasitas produksi cadangan OPEC akan dapat mencapai
5 juta bph. Adanya penyangga yang cukup besar ini juga akan mengurangi
tekanan kepada harga.

267
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Keempat, kenaikan harga minyak yang dipicu ketatnya pasokan bahan bakar
minyak tidak akan terjadi lagi karena kapasitas kilang dunia sudah mulai
mencukupi berkat investasi beberapa tahun belakangan ini.

Keempat faktor diatas membawa longgarnya pasar sehingga tidak akan


memberikan tekanan berarti kepada harga. Bahkan pasar dapat bergeser
kepada ‘buyer market’ karena surplus kapasitas produksi. Perebutan pangsa
pasar, meskipun pada skala kecil, yang dilakukan produsen-produsen bebas,
dapat membawa harga jatuh lebih dalam.

Faktor geopolitik, kalaupun memanas, dalam situasi pasar yang longgar, tidak
banyak berpengaruh menaikkan harga, seperti dalam beberapa kejadian
sebelum ini. Buktinya harga hanya terpengaruh sebentar di waktu serangan
Irak ke Kuwait tahun 1990. Juga waktu invasi Amerika Serikat ke Irak tahun
2003, yang bersamaan dengan krisis politik di Venezuela dan Nigeria. Ini
karena kekurangan pasokan ditopang dengan mendayagunakan kapasitas
produksi cadaangan OPEC.

Sidang OPEC 24 Oktober yang lalu memutuskan pemotongan produksi


sebesar 1.5 juta bph. Jumlah tersebut dapat mengatasi kelebihan pasokan
akibat penurunan konsumsi. Namun respon harga malah negatif, masih terus
turun mencapai US$63/barel. Ini menunjukkan bahwa pasar lebih khawatir
kepada berlanjutnya resesi daripada pengurangan pasokan minyak.

Selain dari itu dipertanyakan apakah pemotongan tersebut dipatuhi karena


adanya perbedaan kepentingan yang cukup besar antar anggota OPEC.
Pengalaman menunjukkan bahwa jarang diperoleh kepatuhan penuh dalam
memotong produksi. Anggaran negara-negara OPEC sangat tergantung dari
penerimaan minyak. Iran, Venezuela, Aljazair, Nigeria dan Libya misalnya
akan memerlukan harga minyak yang tinggi. Di samping itu tingkat
produksi Iran, Venezuela dan Nigeria sudah turun banyak karena kurangnya
pengembangan kapasitas dan masalah internal sehingga mereka perlu
berproduksi semaksimal mungkin.

Karena itu pemotongan produksi akan diharapkan ditumpukan kepada


kepatuhan Saudi Arabia, disertai anggota OPEC lainnya di jazirah Arab (Kuwait,
Qatar, Emirat) sebagai kelompok produsen terbesar. Namun kelompok

268
Sekitar Harga Minyak Dunia

negara-negara ini, biasanya lebih mementingkan pangsa pasar dari pada


harga yang terlalu tinggi. Anggaran belanja mereka pada US$ 40/barel
belum akan negatif, tambahan lagi mereka memiliki surplus pertro dollar
yang sangat besar.

Situasi fundamental pasar tahun 2009 mendatang akan mirip tahun


2006 di mana harga hanya sekitar US$ 60. Yang paling ditakutkan adalah
kemungkinan pelepasan besar-besaran ‘minyak kertas’ di pasar berjangka,
maka ‘the ghost of New York’ menjadi nyata, sehingga harga minyak akan
terjun bahkan lebih rendah dari US$ 50/barel.

Pada harga rendah, kegiatan investasi minyak di lapangan yang sulit dan
mahal serta produksi minyak non konvensional seperti laut dalam, tar sand,
pencairan batu bara, biofuels akan terhambat, yang sekurangnya memerlukan
harga minyak US$60-80/b. Akibatnya, nanti, di waktu perekonomian dunia
sudah pulih kemampuan pasokan dunia tidak akan mencukupi sehingga
harga minyak akan terdongkrak kembali. Dengan demikian, siklus harga
minyak dunia yang penuh gejolak terus berlangsung.

269
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Harga Minyak Dan Stimulus Ekonomi


Suara Karya, 17 Maret 2009

S
idang OPEC 15 Maret yang lalu akhirnya tidak memotong produksi
dengan alasan agar dunia dapat mengatasi dulu krisis global tanpa
terganggu harga minyak yang tinggi. Harga minyak sejak 3 bulan
terakhir ini tidak beranjak dari rata-rata US$41/ barel, harga yang cukup dapat
menenangkan dunia pada situasi krisis dewasa ini. Di lain pihak dunia juga
khawatir karena tingkat harga tersebut tidak cukup untuk memacu investasi
baru yang diperlukan agar produksi minyak di masa datang dapat memenuhi
permintaan dan dapat stabil pada harga yang pantas.

Konsumsi minyak mentah dunia tahun 2008 yang ternyata lebih rendah
dibanding tahun 2007 menunjukkan bahwa membubungnya harga pada
tahun 2008 lebih disebabkan oleh spekulasi, yang lebih dominan dari faktor
permintaan-pasokan. Pada tahun 2009 diperkirakan permintaan minyak dunia
juga masih lebih rendah dibanding 2008 dan permintaan akan minyak OPEC
akan turun lebih drastis lagi.

Keputusan OPEC memotong produksi sebesar 4.2 juta bph (barel per hari)
dari September 2008 dan kepatuhan dalam merealisasikannya dianggap
berhasil menahan berlanjutnya penurunan harga yang pernah jatuh ke US$
33/barel pada bulan Desember tahun lalu. Namun harga yang tidak banyak
menanjak menunjukkan bahwa permintaan dunia masih makin melemah,
ini diperkuat dengan masih meningkatnya jumlah stok dunia. Bilamana
kepatuhan pemotongan diperbesar mencapai 100%, sekurang-kurangnya
800 ribu bph minyak mentah akan berkurang dari pasar dan harga akan
lebih terdongkrak.

Pasar menduga harga minyak tahun 2009 ini akan sekitar US$45-US$50
per barel walau mungkin lebih rendah lagi karena belum ada tanda-tanda
dimulainya pemulihan ekonomi dunia. Beberapa anggota OPEC sendiri
mengharapkan harga sekitar US$ 70 per barel agar anggaran negara mereka
tidak defisit. Industri minyak dunia ternyata juga mengharapkan tingkat
harga yang hampir sama agar dapat memacu investasi di lapangan-lapangan

270
Sekitar Harga Minyak Dunia

minyak yang sulit maupun untuk mengggairahkan pengembangan minyak


non konvensional seperti BBM dari minyak berpasir (tar sand), pencairan
batu bara dan bahan bakar nabati. Usaha eksplorasi migas di Indonesia pada
harga sekarangpun sedikit banyak akan tertunda, terutama di laut dalam.

Di dalam negeri sendiri, usulan penurunan harga BBM untuk stimulasi


ekonomi domestik harus dilihat dari beberapa sudut pandang. BBM, terutama
premium, lebih banyak dikonsumsi oleh pemilik kendaraan pribadi sehingga
penurunan harga tidak semuanya mengenai masyarakat miskin. Penurunan
harga juga hanya akan meningkatkan pemborosan pemakaian BBM (dari sisi
produktivitas pemakaian energi, Indonesia termasuk di antara yang paling
boros di dunia). Harga BBM yang makin rendah juga akan makin mematikan
usaha bahan bakar nabati yang dapat menyerap banyak tenaga kerja.

Karena itu stimulus melalui penurunan sampai harga sekarang ini mestinya
sudah cukup. Bilamana ada surplus penerimaan negara dari BBM lebih
baik disalurkan berupa stimulus lain misalnya subsidi yang dapat dinikmati
langsung oleh masyarakat tidak mampu untuk memulihkan daya beli mereka
dan pada gilirannya akan menstimulasi pemulihan ekonomi.

271
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Arah Harga Minyak


Suara Karya, Selasa, 16 Juni 2009

H
arga minyak dunia yang melonjak lebih dari dua kali sejak Februari
lalu memberi kesan seolah-olah konsumen kembali rakus minyak.
Kenyataannya stok minyak dunia masih melimpah dan konsumsi
masih rendah. Kalau pun terakhir ini stok komersial Amerika turun, impor
belum meningkat karena ternyata kilang-kilang lebih cenderung memakai
dulu simpanan minyak mereka. Pendek kata, kenaikan harga dewasa ini
bukanlah cerminan situasi fundamental.

Sentimen spekulan dan penurunan nilai dolar adalah dua penyebab utama
kenaikan harga minyak saat ini. Keuntungan besar di pasar minyak sebelum
krisis membuat para spekulan memandang bisnis ini lahan yang sangat
menjanjikan. Mereka sangat reaktif terhadap sinyal-sinyal pemulihan
perekonomian dunia yang dianggap akan meningkatkan kembali permintaan
minyak walaupun sinyal-sinyal tersebut ternyata masih sangat awal dan
belum mencakup semua faktor yang menentukan. Mereka memprediksi
bahwa suplai yang ketat akan mendorong naiknnya harga, suatu rekaan
yang sebetulnya tidak salah, tetapi kelihatannya bukan untuk jangka pendek.

Belakangan, penurunan tajam dolar sekitar 15 persen membuat para


investor memindahkan uangnya ke minyak. Minyak adalah tempat migrasi
yang sangat menarik. Perdagangan minyak yang dicerminkan open interest
meningkat dari 700 juta barel pada tahun 2000 menjadi 3,2 miliar barel pada
puncak krisis, dan terjun menjadi 2,5 miliar barel setelah krisis, sekarang mulai
naik lagi mencapai 2,7 miliar barel.

Karena itu, tampaknya anomali harga dapat terjadi lagi. Sebab, perilaku harga
saat ini mirip tahun lalu, yaitu terlepasnya harga dari faktor fundamental.
Anomali tersebut ditunjukkan oleh naiknya harga pada stok melimpah yang
seharusnya adalah kebalikannya. Spekulan menumpuk minyak untuk dijual
nanti pada harga tinggi. Tahun lalu, anomali ini diakhiri terjunnya harga, yang
tentu dapat berulang lagi tahun ini. Ini mungkin sekali terjadi bila pemulihan
ekonomi tidak secepat perkiraan dan nilai dolar tidak stabil kembali.

272
Sekitar Harga Minyak Dunia

Karena itu, masih diragukan kalau kenaikan harga minyak akan stabil. Mungkin
dapat mencapai 85 dolar AS, tapi juga dapat terjun ke 40 dolar AS bila sinyal
perbaikan ekonomi lambat. Harga minyak rata-rata sampai akhir Mei sekitar
49 dolar AS per barel. Bila rata-rata harga pada semester kedua ini mencapai
67 dolar AS, maka pada 2009 ini rata-rata akan 60 dolar AS.

Pada tahun 2010, pemulihan ekonomi akan mendorong kenaikan harga.


Secara fundamental akan tertahan paling rendah pada 70 dolar AS per barel.
Ini karena pasokan dunia mulai tergantung pada produksi minyak di kawasan
mahal dan BBM nonkonvensional (BBM sintetik dari batu bara dan pasir
minyak serta minyak nabati) yang memerlukan harga pada tingkat tersebut.
Bila masih terjadi ketidakstabilan nilai dolar, spekulasi yang sampai saat ini
masih belum diregulasi akan membuat harga berfluktuasi lagi pada kisaran
yang lebar.

273
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Kapan Stabilnya Harga Minyak


Suara Karya, September 2009

S
idang OPEC 9 September minggu lalu memutuskan tidak menurunkan
produksi. Negara-negara penghasil minyak tersebut cukup puas
dengan tingkat harga rata-rata yang dapat mencapai US$ 60 pada
tahun ini. Namun anomali masih tetap menghantui karena harga tersebut
tidaklah didukung oleh faktor fundamental.

Walau permintaan dan pasokan minyak dunia tidak ketat, harga minyak
masih terus berfluktuasi. Ini disebabkan sangat pekanya harga minyak
dewasa ini terhadap sinyal-sinyal ekonomi dunia, yang sering konflik satu
sama lainnya. Bila nilai saham naik, atau ada peningkatan belanja konsumen
di Eropa, harga minyak ikut naik. Bila pengangguran di Amerika Serikat
dikhabarkan meningkat, harga jatuh lagi.

Sejak Juli yang lalu harga berfluktuasi cukup besar, bergerak pada kisaran
US$60 sampai US$ 75 per barel. Naik turunnya nilai dollar juga membuat
harga minyak jatuh bangun. Stok minyak di tanki-tanki di AS yang dari hari
ke hari berubah-ubah, juga memicu perubahan harga minyak. Resesi global
yang dalam dan berkepanjangan, yang telah menimbulkan ketidakpastian
ekonomi dunia, ikut berdampak kepada ketidakjelasan harga minyak.

Perekonomian Amerika Serikat sebenarnya telah menunjukkan tanda-tanda


yang menjanjikan. Sejak bulan Maret indeks S&P sudah naik sekitar 50%.
Sektor perumahan mulai menunjukkan kestabilan, dan kontraksi GDP mulai
mengecil. Negara-negara kekuatan ekonomi baru seperti Cina misalnya
menunjukkan indikator yang lebih baik, berkat stimulus fiskal yang cukup
massif dan kebijakan moneter yang cukup longgar. Walaupun demikian,
belum jelas dalam berapa lama pemulihan sesungguhya akan tercapai.

Resesi ekonomi menciutkan banyak permintaan minyak. Di AS, sebagai negara


konsumen minyak terbesar di dunia, konsumsi bensin di liburan musim panas
ini ternyata lebih rendah dari tahun 2008, dan jauh lebih rendah dibanding
tahun 2007. Karena itu kilang-kilang di sana mengurangi produksi BBM

274
Sekitar Harga Minyak Dunia

sehingga simpanan minyak mentah di tanki-tanki mereka menjadi melimpah,


tidak hanya yang di darat tapi juga yang di laut, yang semuanya itu akan
melemahkan fundamental pasar minyak.

Dunia juga sepakat bahwa kegiatan spekulasi membuat harga menjadi


sangat fluktuatif. Volume perdagangan pasar berjangka sudah melonjak
empat kali sejak tahun 2000 atau menjadi lebih dari 40 kali perdagangan
fisik minyak. Baik Amerika maupun Eropa akan menerapkan rambu-rambu
yang dapat menahan gejolak liar kegiatan spekulatif pasar berjangka. Rem
regulasi tersebut diharapkan akan membuat harga lebih berorientasi kepada
fundamental pasar, yang biasanya tidak terlalu fluktuatif, informasinya lebih
akurat dan mampu prediksi, sehingga di tahun 2010 harga diperkirakan akan
lebih stabil.

Bilamana perbaikan ekonomi dunia lebih baik, konsumsi minyak tahun 2010
akan meningkat namun belum pulih seperti 2 tahun lalu sehingga harga
minyak pada tahun tersebut diperkirakan hanya akan naik menjadi sekitar
US$ 65-75 per barel.

275
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Lenturnya Harga Minyak Dunia


Suara Karya, 10 Juni 2010

D
unia kembali terkejut di bulan Mei yang lalu namun dengan
kekagetan yang berbeda dari sebelumnya. Kalau pada tahun 2008
dunia risau karena harga minyak merangkak naik tanpa henti dari
US$ 33/barel menjadi US$ 147, maka baru-baru ini tiba-tiba terjun dari US$
86 ke US$ 66/barel. Ibarat lenturnya tali, yang meliak liuk karena hembusan
angin, maka demikian jugalah harga minyak dunia.

Memang sejak tahun 2003 harga minyak dunia menjadi sangat peka terhadap
lebih dari 30 faktor berpengaruh yang datang silih berganti dan bobot yang
berbeda. Di era 2003-2006 faktor fundamental (permintaan-pasokan, stok
minyak) yang lebih berpengaruh, dan di era 2007-sampai sekarang, adalah
faktor non-fundamental (spekulasi, geopolitik, cuaca dll) yang lebih berperan.

Misalnya, meroketnya harga di tahun 2008 di luar hukum permintaan dan


pasokan, karena saat itu permintaan dunia terus bergerak turun, kejadian
mana merupakan suatu suatu anomali.

Namun setelah itu pengaruh spekulasi masih berlanjut karena dana


investasi di pasar minyak dengan mudah berpindah, dari minyak ke dollar
dan sebaliknya tergantung dari perkembangan situasi. Bilamana prediksi
ekonomi dunia tumbuh membaik dimana permintaan minyak diperkirakan
ikut membaik, para spekulan lalu memborong minyak di pasar berjangka
sehingga harga terdorong naik. Namun apabila situasi ekonomi dunia
dikabarkan akan memburuk, seperti krisis Yunani baru-baru ini, sehingga
nilai dollar menjadi kuat terhadap euro, ‘minyak kertas’ mereka dilepas dan
berpindah ke dollar sehingga harga minyakpun jatuh .

Dua minggu lalu OECD (kelompok negara-negara maju) menyatakan


ekonomi dunia membaik. Pada saat yang hampir bersamaan negara-negara
Eropa menyatakan bahwa krisis Yunani dapat diatasi. Kemudian China juga
menyatakan akan meningkatkan investasi di Eropa. Semua berita tersebut
telah mendongkrak harga minyak sebesar US$ 6/barel hanya dalam satu hari.

276
Sekitar Harga Minyak Dunia

Lagi-lagi ini akibat reaksi pasar minyak yang masih bersifat spekulatif. Namun
kemudian sentiment tersebut berubah lagi karena kabar tentang kerugian
bank-bank di Eropa, menurunnya ekspor Cina dan naiknya pengangguran
di Eropa.

Dari sisi fundamental tidak terlihat situasi yang dapat mengatrol harga karena
permintaan dunia tahun 2010 masih tidak lebih tinggi dari level 2007 alias
stagnasi, stok minyak masih melimpah dan kapasitas produksi cadangan
OPEC makin tinggi (mencapai 6 juta barel perhari).

Ke depan, apakah harga akan terus didominasi oleh kegiatan spekulasi di


pasar berjangka minyak atau oleh faktor fundamental ?.

Pasar berjangka New York (Nymex) dan lain-lain yang memperdagangkan


kertas berlabel minyak, dengan volume yang sangat besar, akan terus
dominan mempengaruhi dan harga minyak akan selalu berfluktuasi dari
waktu ke waktu.

277
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Harga Minyak dan Kemelut Afrika Utara


Investor Daily, 7 Februari 2011

M
endakinya harga minyak sejak tahun 2003 rupanya tidak berhenti.
Harga yang pada tahun itu US$ 31 per barel menjadi rata-rata US$
80 di tahun 2010 dan pada awal 2011 ini, mulai menapak di atas
US$100 per barel (khususnya minyak Brent untuk kawasan Eropa). Apakah
lonjakan terakhir ini karena kemelut di Tunisia dan Mesir ataukah ada faktor-
faktor lain yang lebih berpengaruh ?

Kejadian-kejadian politik di negara produsen maupun konsumen minyak


memang dapat berpengaruh kepada keberlangsungan produksi dan
transportasi minyak dari kawasan tersebut sehingga mempengaruhi harga.

Peran geopolitik bukan barang baru dalam sejarah minyak dunia. Perang
Arab-Israel tahun 1973, revolusi Iran 1979 dan diikuti perang Irak-Iran tahun
1980-1988 merupakan contoh-contoh besar pengaruh geopolitik yang
membuat harga naik 3-4 kali lipat. Namun hanya embargo minyak dalam
perang Arab-Israel yang merupakan satu-satunya pemakaian minyak sebagai
senjata politik.

Harga minyak juga dapat tidak peka kepada geopolitik seperti dalam era
1986-2000 dimana harga rata-rata dalam kurun tersebut hanya US$18/barel.
Ini disebabkan tingginya kemampuan produksi minyak dunia sehingga
mampu mencegah krisis energi baru. Misalnya serangan Irak ke Kuwait dan
diikuti perang Teluk pada tahun 1990 hanya berdampak beberapa minggu
kepada harga. Ini juga karena adanya komitmen OPEC untuk menambah
pasokan bila diperlukan.

Di awal 2003, invasi ke Irak, krisis politik di Venezuela dan Nigeria terjadi
hampir bersamaan yang dapat menyebabkan dunia kekurangan lebih dari
4 juta barel minyak per hari. Namun komitmen OPEC untuk mengatasi
kekurangan pasokan ternyata berhasil meredam keresahan pasar.

Namun sejak 2004, dengan mulai terbatasnya kemampuan produksi dunia


sedangkan permintaan melonjak, ketakutan pasar karena konflik geopolitik

278
Sekitar Harga Minyak Dunia

memainkan peran kembali untuk menahan tingginya harga. Pada tahun 2004-
2005 tercatat sekurangnya 15 peristiwa politik yang berpengaruh kepada
pergerakan harga minyak.

Pada tahun 2006, walau kemampuan produksi minyak dunia sudah meningkat,
ketakutan geopolitik masih berpengaruh. Pada semester pertama 2006 harga
melonjak dari US$ 57 mendekati US$ 79. Kenaikan ini karena memanasnya
isu nuklir antara Iran dan Barat. Demikian juga perselisihan Rusia-Ukraina dan
perselisihan Rusia-Belarusia yang menghentikan pengaliran minyak dan gas
Rusia ke Eropa Barat. Pada waktu itu konsumen terus membeli walau pasokan
sudah melebihi permintaan sehingga tanki-tanki simpan makin penuh. Di sini
terjadi anomali hubungan stok dengan harga karena walau stok tinggi harga
malah tetap tinggi, sedangkan lazimnya adalah kebalikannya.

Setelah isu nuklir Iran mendingin harga melorot tajam lebih dari 30 persen
dan menyentuh US$52 pada minggu kedua Januari 2007. Penurunan ini
juga didorong oleh melemahnya perekonomian Amerika, meningkatnya
kapasitas produksi OPEC dan non-OPEC, naiknya stok minyak dunia dan
melunaknya musim dingin di Amerika dan Eropa. Pada kondisi ini pasar
berjangka bertukar arah, penjualan ‘minyak kertas’ menjadi deras karena
ketakutan akan berlanjutnya turunnya harga, reaksi mana dengan sendirinya
mempercepat terjunnya harga.

Dari berbagai kejadian tersebut dapat kita ambil pelajaran bahwa selama
pasokan minyak terjamin maka pengaruh kemelut geopolitik hanya sebentar.
Kenaikan harga lebih disebabkan fear factor atau kecemasan pasar saja, yang
sering dimanfaatkan spekulan. Aktivitas pasar berjangka yang kental spekulasi
dan sangat dipengaruhi perkembangan geopolitik ini berperan besar dalam
fluktuasi harga. Pengalaman menunjukkan bahwa faktor kecemasan pasar
dapat menaikkan harga minyak US$15-US$20 di atas posisi fundamentalnya,
dan harga juga dapat terjun bilamana faktor kecemasan tersebut hilang.

Dalam kasus Tunisia dan Mesir saat ini, kedua negara bukan kawasan
produsen minyak utama sehingga hambatan produksi boleh dikatakan tidak
ada. Namun gangguan kepada transportasi minyak misalnya di Terusan Suez
tentu dapat berpengaruh. Tapi perlu pula diingat bahwa minyak negara-
negara OPEC di Teluk lebih banyak mengalir ke Asia, hanya sekitar 20%

279
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

mengalir ke Eropa Utara dan Amerika Utara dan itupun meliwati selatan
benua Afrika sedangkan ke Eropa menuju Laut Tengah melalui terusan Suez
hanya sekitar 5% atau 800 ribu barel per hari. Hambatan di terusan Suez dapat
menyebabkan minyak dikirim melalui selatan Afrika. Walaupun demikian,
sesuai hukum pasar, kekurangan pasokan yang hanya sedikitpun tetap dapat
memicu naiknya harga minyak.

Sebelum krisis Afrika Utara, harga minyak sudah melonjak dari US$80 ke
US$90 per barel karena dipicu musim dingin yang berat namun juga didorong
oleh antisipasi membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan.
Kenaikan harga Brent mencapai US$100 lebih disebabkan faktor lokal seperti
berkurangnya produksi di Norwegia karena kerusakan instalasi dan kemudian
oleh kecemasan terganggunya terusan Suez. Harga minyak WTI di Amerika
malah masih tetap pada US$90 karena stok minyak tinggi di kawasan tersebut.

Perlu juga dicatat bahwa kenaikan harga minyak di tahun 2010 (10%) masih
lebih rendah dibanding komoditi lainnya seperti jagung (50%) dan gandum
(40%) maupun emas dan perak (30%). Para investor banyak memborong di
pasar komoditi yang bernuansa spekulatif.

Dari sisi fundamental, kapasitas produksi minyak dunia masih mampu


memenuhi permintaan, apalagi permintaan minyak dunia sejak tahun 2007
belum naik signifikan karena menurunnya permintaan di tahun 2008 dan
2009 dan baru tahun 2011 ini kenaikan permintaan tahunan mulai pulih
seperti melebihi tahun 2007. Di samping itu kapasitas produksi cadangan
OPEC saat ini sudah mencapai 6 juta barel per hari yang dengan cepat dapat
berproduksi bila terjadi kelangkaan minyak. Stok timbun minyak duniapun
masih di atas rata-rata 5 tahun terakhir.

Pelonjakan harga minyak karena geopolitik diperkirakan akan mereda begitu


gejolak di Mesir dan Tunisia mereda. Walau demikian masih banyak faktor
lain yang ikut mempengaruhi. Angket Reuter memperkirakan harga minyak
sebesar US$90 per barel rata-rata di tahun 2011.

280
Sekitar Harga Minyak Dunia

Chakib Khelil, Presiden OPEC 2008, Menteri Energi dan Pertambangan Aljazair, di Bali, dalam kunjungan
ke Indonesia, Bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro, Agustus 2008.

Secretary General OPEC, Abdalla S. El-Badri, Didampingi Gubernur OPEC Untuk Indonesia, Maizar Rahman
Dan Head Of Secretary General Office, A Al Shameri, Dalam Pertemuan OPEC-Non OPEC, Bali, Mei 2007

281
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Misteri Harga Minyak Dunia


Suara Karya, Selasa, 26 April 2011

M
inggu ini tiga petinggi energi dunia tapi dari kubu yang berbeda
bersuara sama. Nobuo Tanaka, direktur eksekutif IEA ( International
Energy Agency, lembaga energi negara-negara maju dunia), yang
menyuarakan pihak konsumen, mengatakan harga minyak ‘ sangat tinggi’. Ali
Naimi, menteri perminyakan Saudi Arabia, produsen minyak terbesar dunia,
mengatakan harga minyak ‘tidak wajar ‘, dan El Badri, sekretaris jenderal OPEC
mengatakan ‘ mengkhawatirkan’.

Pernyataan saling mendukung ini merefleksikan kecemasan kedua belah


pihak terhadap pengaruh tingginya harga minyak terhadap perekonomian
dunia. IEA merisaukan pertumbuhan ekonomi dunia dapat melambat dan
akibatnya pemulihan ekonomi yang ditunggu-tunggu negara-negara yang
dilanda resesi akan tidak menentu. Di lain pihak, negara-negara produsen
minyak, OPEC maupun Non-OPEC, khawatir bilamana konsumen menahan
diri sehingga konsumsi minyak dunia turun atau tidak meningkat, yang dapat
menurunkan kepada penerimaan mereka.

Di tahun 2010, harga minyak berada pada rata-rata US$80 per barel untuk
jenis WTI, yang boleh dikatakan wajar karena di bawah itu, produksi minyak
non konvensional dan biofuel akan tidak ekonomis dan berhenti. Karena itu,
harga pada tahun 2011 ini, yang sudah mencapai US$ 124 untuk minyak Brent
dan US$ 111 untuk WTI menjadi suatu ‘misteri’. Dilihat dari sisi fundamental
permintaan-pasokan, tidak terlihat alasan naiknya harga. Pasokan minyak
dunia cukup bahkan berlebih sehingga Saudi Arabia memotong ekspor
mereka sebesar 800 ribu barel per hari karena ketiadaan pembeli. Jumlah stok
komersial negara-negara maju juga pada posisi sangat aman atau hampir
melimpah.

Terganggunya pasokan minyak dunia karena geopolitik seperti kemelut


Libya sehingga berkurangnya ekspor minyak negara ini sekitar satu juta
barel per hari juga bukan alasan karena nyatanya pasokan dan permintaan
minyak dunia tetap berimbang. Jadi amat tidak logis bila harga masih tinggi.

282
Sekitar Harga Minyak Dunia

Musibah tsunami Jepang akan mengganggu pemulihan negara ini sehingga


permintaan energi diperkirakan tidak naik. Karena itu ‘kambing hitam’ yang
kembali dituding adalah para spekulan.

Memang demikian adanya, para pemain di pasar berjangka dan indeks


komoditi melihat kemungkinan pelonjakan harga bila kemelut Timur Tengah
meluas sehingga mereka berlomba memborong minyak berjangka sehingga
harga terdongkrak jauh di atas harga fundamentalnya. Perdagangan minyak
tersebut tidak mencerminkan transaksi fisiknya. Di lain pihak nilai dollarpun
terus melemah sehingga pemilik uang memilih menyimpan dalam minyak.
Peri laku spekulan ini sama tabiatnya dengan kenaikan harga di tahun 2008,
yang beramai-ramai memborong ‘minyak kertas’ karena melemahnya nilai
dollar.

Amerika dan Eropa berniat kuat untuk menata pasar berjangka agar
pergerakannya tidak merugikan konsumen minyak. Sudah dilakukan
investigasi kalau dalam sistem pasar berjangka tersebut ada lubang-lubang
hukum yang dimanfaatkan para spekulan. Sistem baru harus mampu
meredam spekulasi.

Bagi Indonesia, kenaikan minyak tahun ini makin memberatkan subsidi


bahan bakar minyak yang seharusnya dapat dipakai untuk pembangunan
infrastruktur dan pengembangan masyarakat miskin. Karena itu subsidi
terarah hanya ke masyarakat miskin sudah suatu kemestian dan masyarakat
mampu harus membiasakan diri dengan irama perubahan harga minyak
dengan harga pasar. Sebagai cerminan, Iran yang merupakan eksportir kedua
terbesar dunia sudah melepas harga bahan bakar minyaknya dengan harga
pasar dan subsidi hanya diberikan kepada masyarakat ekonomi lemah.

Namun saya juga melihat bahwa pada limitnya (harga terendah dan tertinggi)
akan ditentukan oleh fundamental. Harga akan merangkak naik dan bertahan
tinggi kalau pasokan minyak mulai terbatas dan bertahan rendah kalau terjadi
banjir minyak diatas permintaan.

Harga tidak akan bertahan lama di bawah US$ 60/b karena permintaan akan
naik lagi dan mendorong harga kembali naik, dan juga tidak akan lama di
atas US$ 100/b karena permintaan akan turun dan mendorong harga turun.

283
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Konflik Suriah dan Kemelut Minyak Dunia


September 2013

K
onflik Suriah yang berkepanjangan dan tuduhan pemakaian senjata
kimia yang kemudian direspon ancaman beberapa negara Barat untuk
menginvasi negeri ini menimbulkan kecemasan akan terganggunya
pasokan dan transportasi minyak dari kawasan utama produsen utama minyak
dunia, Timur Tengah, yang kemudian pada gilirannya akan mendongkrak
harga minyak dunia. Apakah harga minyak akan melonjak lagi seperti di
tahun 2008 atau terjun seperti tahun 1998 ?

Kalau kita amati pergerakan harga minyak sebelum dan sesudah krisis
keuangan dunia pada tahun 2008, harga meroket ke US$146 kemudian terjun
ke US$40 per barel, dan kemudian mulai menanjak lagi mendekati US$ 75
pada tahun 2009. Situasi tersebut terus berlanjut cukup stabil sampai kuartal
ke 3 tahun 2010. Seandainya situasi geopolitik tidak bergejolak seterusnya
maka dapat diperkirakan harga akan berada pada harga fundamentalnya
yaitu di kisaran US$80. Bila dilihat dari sisi permintaan-pasokan harga minyak
dalam beberapa tahun ke depan ini seharusnya juga tidak akan naik karena
pertumbuhan ekonomi dunia yang masih lambat sehingga permintaan
minyak tidak akan meningkat banyak sedangkan di sisi produksi tidak ada
kekurangan dan di samping itu stok minyak dunia masih sangat aman.

Namun adanya krisis politik di dunia Arab yang disebut Arab Spring, yang
dimulai di Tunisia di akhir 2010 yang kemudian berlanjut dengan krisis di
Libya, Mesir, Yaman, Suriah dan berbagai kemelut internal di berbagai negara
Arab lainnya di tahun 2011, telah mendongkrak harga minyak pada tahun
tersebut menjadi sekitar US$110 dan terus berlanjut ke tahun 2012. Pada
awal 2013 ada kecenderungan menurunnya harga namun dengan makin
memanasnya situasi di Suriah, pada bulan Juli harga naik lagi dan berlanjut
pada bulan Agustus sehingga mencapai US$116 untuk minyak jenis Brent.
Berkurangnya produksi minyak Libya yang biasanya di suplai ke kawasan
Eropa juga menjadi penyebab, tapi faktor kecemasan atau fear factor di

284
Sekitar Harga Minyak Dunia

pasar minyak sekarang ini ternyata cukup dominan menaikkan harga, yang
berkisar US$20 per barel.

Situasi geopolitik saat ini, mungkin agak berbeda dari tahun-tahun


sebelumnya. Suriah bukan produsen minyak yang besar, namun konflik di
negara ini berpengaruh kepada negara-negara tetangganya. Konflik di Suriah
maupun di Irak, menurut analisis media Barat, seolah menyatu dan sudah
berkembang menjadi konflik sektarian di kedua negara. Pemerintahan di
Suriah maupun di Irak adalah dari kelompok Shiah, yang sedangkan opposisi
adalah dari pihak Sunni. Dikhawatirkan konflik sektarian ini dapat menjalar
ke negara-negara Teluk yang juga berpenduduk dari kedua sekte. Sementara
itu situasi di Mesir juga masih sangat merisaukan.

Kalau kemelut tersebut makin parah produksi dan pasokan minyak dunia
akan makin terganggu karena hampir dua pertiga produksi OPEC berasal dari
kawasan teluk ini. Sementara ini beberapa gangguan konflik ini juga telah
mengurangi produksi di Irak dan Libya, yang bila digabung dengan embargo
ekspor minyak Iran, produksi minyak dunia berkurang sebesar 3 juta barel
per hari, yang untungnya masih bisa diatasi dengan peningkatan produksi
negara-negara OPEC lainnya seperti Saudi Arabia.

Beberapa pengamat pasar ada yang memperkirakan harga dapat naik menjadi
US$120-US$150 per barel. Namun harga yang sangat tinggi tentu tidak akan
bertahan lama bila sisi konsumen tidak mampu menyerab kenaikan harga ini
dan bereaksi dengan menurunkan konsumsi. Di samping itu negara-negara
industri yang memiliki simpanan atau cadangan strategis minyak yang cukup
besar dapat mengeluarkan sebagian minyaknya untuk meredam gejolak
kenaikan harga.

Untuk jangka panjang harga akan terus naik bila perekonomian dunia sudah
pulih dan meningkat karena minyak masih menduduki porsi tinggi dalam
bauran energi dunia sedangkan kemampuan pasokan masih diragukan
dengan kecenderungan menurunnya jumlah penemuan dan kapasitas
produksi dunia, terutama di negara-negara produsen non-OPEC termasuk
Indonesia.

285
5
Restrukturisasi
Korporat Pertamina
Dari Legacy ke
Imperatif Baru

287
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Restrukturisasi Korporat Pertamina


Dari Legacy ke Imperatif Baru

Catatan: Sebagian besar tulisan ini diringkas dari buku putih DKPP (Dewan
Komisaris Pemerintah untuk Pertamina) yang berjudul “Restrukturisasi Korporat
Pertamina,Dari Legacy Ke Imperatif Baru” (179 halaman) yang disusun pada
tahun 2003 oleh Tim Penyusun Buku Putih DKPP yang diketuai Maizar Rahman,
serta naskah ditulis oleh Anwari WMK. Buku tersebut merupakan penuangan
dari wawancara kepada para mantan Ketua DKPP yang juga mantan Menteri
Pertambangan dan Energi atau Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral,
para anggota DKPP dan Direktur Utama Pertamina pada waktu itu, Baihaki
Hakim. Ringkasan ini mungkin memiliki banyak kekurangan yang dapat
menghilangkan beberapa substansi penting, serta juga dapat mengubah
gaja penulisan penulis utama, Pak Anwari WMK. Karena itu untuk pemahaman
yang lebih komprehensif dapat merujuk buku aslinya.

Pertamina dan Perubahan Undang-Undang Migas

S
ejak Pertamina dibentuk dengan Undang-undang No 8 Tahun 1971
yang kadang-kadang disebut juga undang-undang Pertamina maka
perusahaan ini diberi kewenangan yang sangat luas dan tanggung
jawab yang besar untuk menangani pengusahaan minyak dan gas di
negara ini. Undang-undang tersebut memberi tugas Pertamina sebagai
pemain sekaligus regulator dan juga bertanggung jawab atas penyediaan
bahan bakar minyak di dalam negeri. Kelahiran ketentuan legal tersebut
dijiwai harapan pengelolaan sumber daya migas untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat dengan mewakilkannya kepada badan usaha yang
dinilai mampu serta memahami hakikat hubungan abadi antara alam dan
bangsa Indonesia.

Dalam perjalanannya, sumbangan besar Pertamina terhadap perekonomian


nasional dan terhadap pembangunan bidang sosial adalah wujud nyata
kontribusi Pertamina. Namun di lain pihak, seperti dikatakan Prof.Dr.M.Sadli
(mantan Ketua DKPP dan mantan Menteri Pertambangan dan Energi),
Pertamina terlalu jauh diskenariokan untuk memainkan peran sebagai kas

288
Restrukturisasi Korporat Pertamina
Dari Legacy Ke Imperatif Baru

ataupun pundi-pundi kekayaan dan “sapi perah” rezim orde baru. Hal ini
salah satu hal yang melumpuhkan Pertamina untuk mandiri dan rendah daya
saingnya dibandingkan Petronas misalnya.

Dengan berlakunya Undang-undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan


Gas Bumi, maka Pertamina mau tidak mau harus meninggalkan bentuknya
yang lama dan beralih menjadi PT Pertamina (Persero). Sejak itu berarti
Pertamina mulai memasuki era dan paradigma baru dengan tantangan dan
masalah yang berbeda, yang kesemuanya itu perlu dihadapi dengan visi,
misi, nilai-nilai dan strategi yang baru pula.

Boleh dikata, UU No 22 Tahun 2001 merupakan antitesis terhadap UU No


8 Tahun 1971, yang mendekonstruksi hampir secara total orientasi dan
hegemoni Pertamina. Pertamina setelah itu hanya boleh tampil sebagai
pemain dalam industri migas, setara dengan pemain-pemain lainnya.

Sebetulnya sebelum undang-undang baru itu keluar Pertamina sudah


mewacanakan restrukturisasi yang deksplisitkan sebagai “ paradigma baru”,
yaitu agar kontrol terhadap Pertamina tidak seluruhnya merupakan kontrol
politik tapi juga kontrol yang dapat menjamin tegaknya akuntabilitas
dan efektivitas manajemen agar Pertamina juga mampu muncul sebagai
perusahaan yang berorientasi profit. Munculnya wacana tersebut juga
oleh perubahan cepat yang terjadi pada korporasi-korporasi migas lainnya.
Maka pada awalnya restrukturisasi didasarkan pada tujuan optimasi demi
melanjutkan keberhasilan peran Pertamina pada era Pembangunan Jangka
Panjang I. Optimasi tersebut mencakup faktor-faktor internal seperti sumber
daya manusia, bahan baku, manajemen produksi, manajemen keuangan,
struktur organisasi, segmentasi dan pemasaran dan isu-isu khusus. Sedangkan
faktor-faktor eksternal yang berpengaruh adalah ekonomi, politik, industri,
teknologi dan pesaing. Adanya liberalisasi ekonomi juga menyadarkan
Pertamina bahwa perusahaan ini tidak bisa hanya berlandaskan pada payung
perlindungan politik dan yang diistimewakan. Perusahaan tidak hanya
melihat jangka pendek tapi juga mengadop konsep, strategi dan rencana
jangka panjang. Dengan demikian terjadilah pembentukan beberapa strategic
business unit.

289
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Wacana restrukturisasi tersebut ternyata hanya tinggal sebagai embrio yang


tidak utuh,dan tidak berpihak pada paradigma yang holistik. Hal ini karena
naungan UU Nomor 8 Tahun 1971 yang memberi tugas pengelolaan kekayaan
sumber daya Migas dan penyediaan BBM di dalam negeri yang ternyata tidak
mampu memberikan keunggulan kompetitif kepada perusahaan.

Juga, makrokosmos ekonomi politik pada pertengahan 90’an membuat


sangat muskil bagi Pertamina untuk dilepaskan “merdeka” menjadi persero.
Rezim kekuasaan pada waktu itu tidak memungkinkan hal tersebut. Posisi
Pertamina sangat penting menurut perspektif rezim kekuasaan, yang karena
itu harus dijaga establishment-nya yang “unik” sebagai perusahaan negara.

UU 22 tahun 2001 dilahirkan untuk merespons apa yang disebut sebagai


“perkembangan nasional dan internasional” demi menciptakan pola
pengusahaan migas yang mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien
dan berwawasan pelestarian lingkungan serta mendorong perkembangan
potensi dan peranan nasional. Karena itu UU tersebut merupakan kekuatan
pengubah eksternal bagi Pertamina sehingga harus melakukan penyesuaian
diri secara drastis dan harus memikul berbagai implikasi yang ditimbulkan
dengan lepasnya fungsi perusahaan ini sebagai regulator di hulu dan lepasnya
monopoli produksi bahan bakar minyak di hilir. Pertamina lalu berada pada
situasi time of no return untuk mentransformasi dirinya menjadi perseroan
terbatas dan harus menentukan pilihan-pilihan strategis dalam menghadapi
masa depannya, baik di hulu maupun hilir.

Di lain pihak, UU No 22 tahun 2001 mendorong lahirnya sebuah momentum


bagi Pertamina untuk mereposisi dirinya paralel dengan yang harus dilakukan
oleh perusahaan-perusahaan minyak asing, dan mengharuskan Pertamina
melakukan otokritik demi mempersiapkan diri memasuki persaingan pasar
bebas, dan memungkinkan Pertamina memasuki suatu optimisme baru. Di
samping itu harapan filosofis negara terhadap masa depan Pertamina tidaklah
mati dan masih bermuatan optimisme bahwa bagaimanapun statusnya, tetap
diharapkan sebagai representasi negara bagi pengelolaan dan pengusahaan
kekayaan alam migas dan mengoptimasikan pemanfaatan migas untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

290
Restrukturisasi Korporat Pertamina
Dari Legacy Ke Imperatif Baru

Suasana salah satu rapat DKPP (Dewan Komisaris Pemerintah Untuk Pemerintah) tahun 2003,
dipimpin oleh Ketua DKPP, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro, dan
Direksi Pertamina dipimpin Direktur Utama, Baihaki Hakim

291
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Tantangan Pertamina di Masa Depan


Sebagai implementasi dari undang-undang yang baru tersebut, terbitlah
Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2003. Isinya tentang pengalihan
Pertamina menjadi perusahaan perseroan atau persero, yang menegaskan
bahwa perusahaan ini a) mengusahakan keuntungan berdasarkan prinsip
pengelolaan perusahaan secara efektif dan efisien, dan b) memberikan
kontribusi dalam meningkatkan kegiatan ekonomi untuk kesejahteraan
dan kemakmuran rakyat. Namun peran Pertamina dalam penyediaan dan
pelayanan bahan bakar minyak masih sangat diandalkan sehingga walaupun
sudah berupa persero, perusahaan ini masih diberi beban tersebut sebagai
public service obligation (PSO) yang tentu saja merupakan beban yang
bersifat politis. Sebaliknya Pertamina harus memanfaatkan status ini untuk
memperkuat posisinya dalam penanganan sektor hilir.

Prof. Dr Subroto, mantan Menteri Pertambangan dan Energi dan Ketua


DKPP, menyarankan agar ada perhatian yang saksama terhadap evolusi
perkembangan migas di dunia untuk memberikan tempat yang tepat
terhadap peran Pertamina di masa depan. Perjuangan negara-negara
berkembang penghasil minyak berpengaruh terhadap terbentuknya dimensi
global industri migas. Sebelum tahun 1972, harga minyak dunia ditentukan
oleh raksasa minyak dunia yang dikenal sebagai seven sisters. Negara-negara
penghasil minyak hanya dapat sebagian kecil dari total penghasilan minyak,
dan dengan harga minyak hanya satu dollar per barel. Sejak tahun 1973,
perkembangan ekonomi-politik kemudian mengkoreksi dengan hebat situasi
tersebut. Peristiwa embargo minyak pada waktu perang Arab-Israel mampu
menaikkan harga dari 1,5 dolar menjadi 11,5 dolar dan menyadarkan negara-
negara produsen akan nilai kedaulatan pada kekayaan alam mereka serta arti
penting mereka bagi kelanjutan industri minyak dunia. Kejadian tersebut juga
menunjukkan bahwa dasar-dasar globalisasi sudah ada sejak lama.

Subroto menambahkan bahwa dengan tingginya harga minyak muncul


pukulan balik dari negara-negara industri di Barat terhadap negara-negara
berkembang produsen minyak, misalnya timbulnya eksplorasi di wilayah
frontier di berbagai negara seperti Northway, Gulf of Mexico, Alaska,
dikembangkannya energi alternatif seperti gas dan energi terbarukan,

292
Restrukturisasi Korporat Pertamina
Dari Legacy Ke Imperatif Baru

sehingga harga minyak menyentuh titik terendah, 10 dolar per barel


pada bulan Oktober 1986. Situasi harga yang sangat fluktuatif tersebut,
sebagai bagian dari perkembangan global, sangat berpengaruh kepada
perekonomian nasional yang sangat tergantung kepada minyak bumi.

Maka, tinjauan yang dikemukakan Subroto di atas mengindikasikan adanya


satu hal, bahwa manakala Pertamina benar-benar memasuki kancah
liberalisasi dan globalisasi perekonomian sekarang ini, terdapat begitu banyak
cermin yang dapat difungsikan untuk mengaca diri.

Menurut Ketua DKPP (Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina)


yang juga Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral waktu itu, Purnomo
Yusgiantoro, ke depan Pertamina akan lebih fleksibel, justru untuk
menghadapi makin banyak tantangan. Pertamina akan dapat memperoleh
pinjaman tanpa harus minta izin Pemerintah, akan dapat memperoleh
keuntungan dalam bisnis di sektor hilir, tidak sekadar kompensasi cost and fee
dari Pemerintah. Dengan status sebagai persero, beban pajak Pertamina yang
semula mencapai 60% akan menjadi 35% seperti perusahaan-perusahaan
lainnya. Pengalaman yang panjang di sektor hilir membuat Pertamina berada
di garda depan dalam penyediaan bahan bakar migas di seluruh wilayah
Indonesia yang akan menjadi modal utama. Namun di sektor hulu Pertamina
harus meningkatkan kemampuannya, melalui penguasaan teknologi yang
didukung sumber daya manusia yang handal sehingga pada waktunya dapat
berkembang seperti world class company.

Konklusi yang dikemukakan Purnomo ialah kebebasan dan kehati-hatian.


Adanya kebebasan Pertamina dari beban penugasan Pemerintah, adanya
keharusan Pemerintah memperlakukan Pertamina secara bijaksana sebagai
aset nasional.Pertamina justru harus mulai berfikir tentang implikasi-implikasi
yang ditimbulkan oleh perubahan volume dah harga migas terhadap
masyarakat luas. Sebagai konsekuensinya, Pertamina dituntut untuk
memantapkan landasan filosofis dan tool teknokratiknya demi mensintesiskan
seluruh kepentingan yang berkecamuk dari lingkup pemerintahan dan dari
wilayah civil society

Kwik Kian Gie, anggota DKPP yang juga Menteri Perencanaan Pembangunan
berpendapat bahwa perubahan Pertamina tidak mengubah hakikat

293
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Pertamina untuk sepenuhnya bekerja bagi sebesar-besarnya kemakmuran


rakyat. Pertamina juga masih berkaitan langsung dengan eksploitasi
sumber daya alam, Pertamina dibangun atas dasar penafsiran yang jelas
mengenai bumi, air dan kekayaan alam, kalau kita mengacu pada UUD 45.
Tugas Pertamina pada pengelolaan sumber daya alam harus menjadi inti
dari sebuah gerakan membangkitkan semua usaha yang ada di Indonesia.
Kwik juga mengatakan tidak ada alasan untuk memprivatisasi Pertamina,
karena perusahaan ini tidak problematik. Privatisasi sangat ditentang oleh
masyarakat, dan Petronas, suatu badan usaha yang 100% dimiliki oleh negara
dapat sukses tanpa harus diprivatisasi.

Bambang Kesowo, anggota DKPP dan yang juga Menteri Sekretaris Negara
waktu itu menenggarai perubahan Pertamina terkait dengan liberalisasi
dan globalisasi, yang menuntut transformasi dalam diri Pertamina sendiri,
antara lain menstrukturisasi mental, perubahan image, etos dan kultur.
Dengan image selama ini, Pertamina dipersepsi publik sebagai perusahaan
negara yang gagal membangun daya saing. Pertamina besar hanya karena
keistimewaan yang diberikan negara, bukan lantaran adanya kemampuan
secara genuine melakukan pengusahaan migas. Etos Pertamina dalam
pengusahaan migas juga dipersoalkan oleh kenyataan, bahwa hingga sejauh
ini tak ada bukti yang lebih dari cukup berkenaan dengan kemampuan
Pertamina untuk tampil menjadi perusahaan migas Indonesia dengan daya
jangkau dan jaringan usaha di dunia internasional. Pada sisi kultur, kelemahan
Pertamina terletak pada masih belum mapannya sistem meritokratik. Dilihat
dari aspek kerangka waktu, semestinya sudah sejak tahun ’60 dan ‘70’an
Pertamina memasuki kancah persaingan bebas.

Mantan Ketua DKPP dan juga mantan Menteri Pertambangan dan Energi
Kuntoro Mangkusubroto mengungkapkan bahwa dari segi momentum
semestinya Pertamina sudah berubah menjadii persero dan terjun ke dalam
kancah liberalisasi dan globalisasi pada tahun 1995, tiga tahun sebelum
perekonomian Indonesia dilanda krisis, Pertamina semestinya telah tampil
dengan orientasi kuat sebagai world-class company. Pertamina menghadapi
perusahaan-perusahaan raksasa yang telah mengalami perubahan
fundamental berupa merger untuk mencapai efisiensi dan peningkatan
daya saing. “Kita sudah kehilangan momentum. Kalau kita dulu berhadapan

294
Restrukturisasi Korporat Pertamina
Dari Legacy Ke Imperatif Baru

dengan raksasa yang lamban, maka sekarang kita berhadapan dengan raksasa
yang bisa menari”. Namun Kuntoro mengatakan pula bahwa kita tidak perlu
berkecil hati karena Pertamina juga memiliki kekuatan di samping kelemahan.
“ Kemampuan eksplorasi lepas pantai kita ternyata hampir nol, tapi Pertamina
duduk di atas reserve yang banyak, one, two or three of our refinery are world
class, kita petakan saja masalahnya dan solve the problem”.

Politik Harga BBM Di Dalam Negeri


Purnomo Yusgiantoro mengemukakan dalam bukunya Ekonomi Energi: Teori
dan Praktik tentang peranan energi migas dalam perekonomian nasional.
Energi migas dan ekonomi makro berkaitan langsung dengan pertumbuhan
ekonomi Indonesia.

Karena itu pemenuhan energi di dalam negeri bukan saja penting dan
menentukan, tapi lebih dahsyat dari itu, pemenuhan tersebut ikut mendikte
eksistensi perekonomian nasional, apakah akan terperosok menuju stagnasi
atau bergerak ke arah progresivitas. Aksioma tersebut menjadi semacam
patokan dasar di dalam menyimak peran yang dimainkan energi migas di
masa depan dalam konteks Indonesia, termasuk Pertamina. Di samping itu
suasana liberalisasi dan globalisasi merupakan faktor determinan bagi politik
baru harga BBM.

Bagaimana politik baru harga BBM tatkala Pertamina telah berstatus sebagai
persero ?

Pertamina tidak lagi menjadi pemain tunggal pemasok energi migas dan
berada pada taraf sejajar dengan para pemain lain di sektor hilir. Dari segi
beban, Pertamina sesungguhnya diuntungkan oleh keadaan ini karena tidak
harus bertanggung jawab penuh jika kemudian terjadi dislokasi yang dipicu
oleh kelangkaan energi migas di tingkat nasional. Namun sebagaimana
diakui oleh Purnomo, pengalaman panjang pada pengelolaan sektor hilir
merupakan kekuatan yang inherent di dalam diri Pertamina untuk menjawab
persoalan politik harga BBM di dalam negeri. Karena itu tak berlebihan jika
dikatakan posisi Pertamina adalah sebagai market leader bagi market structure
migas yang akan datang. Purnomo menjelaskan seperti ini:

295
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

“Diharapkan terjadi perubahan struktur pasar, dari monopoli menjadi competitive


market. Tapi sebetulnya hal itu diharapkan tidak terjadi dalam jangka pendek,
tetapi terjadi jauh di depan.Itulah impian kita, yaitu setinggi-tinggi bintang di
langit yang ingin kita capai. Tapi perjalanan dari sekarang sampai ke sana, road
map-nya seperti apa. Nah dalam hal ini saya tidak sependapat dengan Bank
Dunia. Perjalanan itu adalah bertahap, tapi harus pasti dan jelas. Pertamina tidak
langsung menuju ke sana seperti apa yang diharapkan Bank Dunia. Tapi biar
melalui struktur pasar yang disebut oligopoly. Artinya pintu market itu dibuka
pelan-pelan. Waktu itulah pemain baru masuk. Dan pemain baru harus punya
persyaratan sebagaimana juga Pertamina. Jadi kita harus memiliki equal rights
and opportunity. Kalau kita meminta Pertamina untuk mempersiapkan stock
selama 25 hari, maka kepada pemain baru juga kita minta 25 hari.Perusahaan
baru kan harus melakukan investasi. Pertamina tidak perlu, karena sudah ada,
meskipun mesinnya sudah agak tua. Dalam jangka pendek, Pertamina bisa
berjalan tanpa harus ada investasi baru. Walaupun investasi baru diperlukan,
tapi tidak terburu-buru. Tidak harus seperti pemain baru. Artinya, pada saat itu
yang menjadi market leader adalah Pertamina. Apalagi kalau harga BBM-nya tidak
tinggi. Kalau harga BBM-nya sama persis pada tingkat di mana Pertamina masih
punya untung, dan pemain baru membayar biaya operasinya, maka pemain
baru itu tetap merugi karena dia harus membiayai investasinya.

Jadi jelas bahwa pada fase jangka pendek dan menengah liberalisasi migas,
Pertamina akan tampil sebagai market leader, dan Pertamina akan mempunyai
waktu untuk membenahi dan mentransformasi dirinya menjadi perusahaan
yang kompetitif. Namun, ujar Purnomo” Dia dituntut harus efisien.Kalau dia
tidak efisien, makin lama dia makin digerogoti, sehingga satu saat dia disalib
sama pemain baru yang efisien. Nah, proses ini mungkin bisa terjadi, mungkin
tidak terjadi, tergantung sikap Pertamina sendiri di dalam mengantisipasi
persaingan seperti itu.”

Mengenai market leader, Kuntoro Mangkusubroto berkomentar “ If you don’t


become a market leader or price leader, maka ada masalah besar. Kalau you
omong tentang infrastruktur Pertamina, nggak ada masalah. Cuma kita perlu
hati-hati. Yang dikhawatirkan adalah pada kesukaan kita untuk manipulasi
dan korupsi. Ini suatu stumbling block untuk kita maju. Kita dengan mudah
memberikan konsesi kepada lawan kita.”

296
Restrukturisasi Korporat Pertamina
Dari Legacy Ke Imperatif Baru

Dari ancangan itu, menurut Purnomo Yusgiantoro, Pertamina dihadapkan


pada empat tantangan besar, yaitu: (1) cost yang kompetitif, (2) kualitas
yang sangat terjaga, (3) pelayanan yang baik, (3) canggih mengembangkan
business entrepreneurship.

Berdasarkan kenyataan Indonesia sebagai negara kepulauan maka kata


Purnomo, pasar dibuka bukan tanpa reserve, tapi harus disertai oleh
kecerdasan memahami keadaan diri sendiri sebagai negara archipelago
dengan corak tertentu dalam geopolitik. Di sinilah, dibandingkan negara
lain, intervensi Pemerintah masih dibutuhkan, yakni untuk menjadikan
Pertamina yang mampu menjadi kekuatan penting dalam market leader. BBM
di pelosok-pelosok Kalimantan dan Papua jelas akan melonjak tinggi ketika
tiba-tiba terbentuk competitive market. Apabila Pertamina tidak menjadi
market leader, dapat dipastikan takkan ada satu pun pemain di sektor hilir
yang dapat diandalkan untuk menahan terjadinya lonjakan BBM di pelosok-
pelosok Nusantara. Competitive market dalam pengertiannya yang liberal
dan muncul secara tiba-tiba justru bakal menciptakan guncangan sosial dan
politik. Berdasarkan logika ini dapat dimengerti jika subsidi pemerintah-dalam
berbagai bentuknya-yang terus berlangsung bagi pengadaan BBM di dalam
negeri terjadi bersamaan dengan pembukaan pasar. Pada situasi demikian,
menurut Purnomo, akan terbentuk apa yang disebut degree of government
responsibilities yang lebih besar.

Secara teknis, bagaimana wajah pasar liberal dibentuk bersamaan dengan


upaya menjadikan Pertamina sebagai market leader ? Purnomo menjawab
pertanyaan ini sebagai berikut:
“Rumusannya sudah ada. Ada daerah-daerah yang akan terbuka penuh seperti
Jawa, Sumatera, Bali. Tapi di daerah-daerah lain atau di pelosok-pelosok, harga
yang ditetapkan lebih tinggi dari harga market, dan selisihnya akan ditutup
Pemerintah. Nanti Pertamina yang akan masuk. Misalkan, secara ekonomis
harga BBM di Waimena Rp 3550,-. Tapi rakyat di sana kalau di suruh membeli
dengan harga seperti itu nggak kuat, lalu Pertamina hanya menjual dengan
harga Rp 2500,- dan kekurangannya disubsidi oleh Pemerintah. Sistem subsidi
seperti ini akan lebih kecil bebannya jika dibandingkan kalau kita mensubsidi
seluruh Indonesia seperti sekarang. Artinya, hal ini tetap menjadi tugas
Pemerintah dan tidak lagi dibebankan kepada Pertamina. Pertamina tetap akan

297
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

melakukan misinya. Harganya tidak lagi dibebankan ke Pertamina. Pemerintah


akan menutup kekurangan sesuai dengan harga. Jadi, ke depan cost and fee
akan hilang.”

Dari penjelasan tersebut sangat bisa dimengerti mengapa Purnomo


Yusgiantoro menentang manuver Bank Dunia dalam memberlakukan aset-
aset Pertamina. Sebagaimana diketahui, Bank Dunia menghendaki agar
pemerintah Indonesia mengambil alih seluruh aset yang dimiliki Pertamina.
Maksudnya, ketika memasuki pasar bebas, posisi Pertamina ada di titik nol
seperti halnya perusahaan migas pada umumnya. Aset Pertamina tersebut,
dalam skenario Bank Dunia, dikendalikan oleh sebuah entitas yang membuka
akses bagi pemain lain di luar Pertamina untuk memanfaatkan aset tersebut.
Jadi, ada semacam open access bagi semua player industri migas. Menangkis
kehendak Bank Dunia itu, Purnomo menjawab:” Itu memang baik kalau
kita ingin mempercepat proses kompetisi. Tapi itu tidak akan baik dan
menyulitkan proses liberalisasi itu sendiri. Liberalisasi harus betul-betul
memperhatikan daya beli dan kemampuan masyarakat. Selain itu, kita ingin
membesarkan BUMN kita. Di satu sisi kita ingin terbuka, tapi terbuka tidak
berarti segala-galanya”.

Politik harga BBM di dalam negeri dengan sudut pandang yang dikemukakan
di atas, merupakan bentuk kehati-hatian menyikapi perkembangan industri
migas ke arah pasar bebas. Dengan demikian, politik harga BBM di dalam
negeri dibentuk berdasarkan tawar-menawar melawan kekuatan berskala
global. Sebuah penggambaran yang lebih dramatis tentang tawar-menawar
itu, dikemukakan Kwik Kian Gie sebagai berikut:
“Sekarang ini Indonesia tidak bisa lepas dari incaran kekuatan dan kekuasaan
internasional yang ingin menyedot nilai tambah dari semua negara yang
bodoh. Tentang hal ini saya bisa lebih berfalsafah lebih dalam lagi. Apakah
setiap manusia memiliki kebutuhan berkelompok atau tidak ? Jawabnya, yes.
Sebab manusia paling primitif sekalipun, juga berkelompok. Di dalam manusia
yang berkelompok itu, apakah di antara mereka ada yang cenderung untuk
menyedot dan merampas supaya dia lebih kaya? Jawabannya, juga yes.” Sejarah
penuh dengan tribes war, dan setelah itu peperangannya menjadi modern. Yang
termodern adalah Amerika menyerang Irak. Apakah betul itu urusan terorisme
? Apakah bukan karena ingin menguasai minyak ? Orang Barat sendiri banyak
yang mengatakan, bahwa urusannya tak lebih hanyalah soal minyak. Nah,

298
Restrukturisasi Korporat Pertamina
Dari Legacy Ke Imperatif Baru

Indonesia diincar seperti itu. Saya haqqul yakin, bahwa tambang kita sudah
banyak habis, hutan kita sudah banyak gundul. Yang ditinggali pada kita hanya
utang. Begitulah kekuatan global berkerja merusak kita.”

Demikianlah politik harga BBM pada era pasar bebas di Indonesia masih akan
mempertautkan hubungan Pemerintah dan Pertamina. Sebab kalau tidak,
Indonesia akan kian parah menjadi mainan kekuatan global seperti diinsyafi
oleh Kwik Kian Gie itu. Masa depan penyediaan BBM terasa makin kompleks
sehubungan dengan munculnya berbagai proyeksi tentang Indonesia yang
bakal menjadi net oil importer. Dan jika problem-problem mendasar itu tidak
dielaborasi dari sekarang, maka secara jelas akan memperhadapkan Indonesia
pada situasi kelangkaan.

Kritisisme Publik dan Good Corporate Governance


Tantangan lain dari Pertamina adalah bagaimana good corporate governance
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam penanganan usaha migas
di Indonesia. Kritisisme publik yang dimaksud di sini adalah timbulnya
pandangan kritis yang terus menerus terhadap Pertamina, karena perusahaan
ini tak sepenuhnya digdaya membangun sebuah trust sesuai dengan nama
besarnya sebagai perusahaan nasional di bidang migas.

Ketika pada dasawarsa ’70-an Pertamina hampir runtuh oleh besarnya


beban hutang, kritisisme publik mengemuka oleh adanya kenyataan
bahwa pemerintah harus mem-bail out utang-utang Pertamina. Dalam
perkembangan selanjutnya, Pertamina terlanjur diidentifikasi publik dengan
stigma yang buruk, dari sejak labelisasi sebagai sarang pengembangbiakan
KKN hingga pada penyebutan Pertamina sebagai basis establishment rezim
kekuasaan otoriter. Oil and politics dalam konteks Pertamina menurut
perspektif publik pada akhirnya lebih menegaskan berjalannya rezim
kekuasaan otoriter itu. Inilah kristalisasi dari seluruh pandangan publik yang
negatif: Pertamina yang tampil sebagai perusahaan minyak raksasa nasional,
namun rapuh dalam hal good corporate governance.

Bagaimana mengubah citra Pertamina menjadi perusahaan yang kuat


mengusung good corporate govenance dan cermin keunggulan bangsa ini di
masa depan? Ini berarti Pertamina perlu membentuk visi dan paradigma baru.

299
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Citra masa depan tersebut diwarnai oleh efisiensi. Dan prasyaratnya menurut
Purnomo Yusgiantoro adalah transparansi. Ini terletak pada pengeluaran-
pengeluaran Pertamina di masa depan. “Jadi Pertamina tidak mudah
memberikan sumbangan yang sifatnya charity. Pertamina akan dikontrol
publik berdasarkan asas transparansi”.Sejalan dengan makin kecilnya
peluang mengeluarkan biaya-biaya politik, diperlukan format organisasi yang
mewadahi pengeluaran yang rasional, yang menurut Purnomo, terejawantah
dalam pembentukan anak-anak perusahaan sebagai strategic business unit
(SBU). Melalui anak perusahaan, pengeluaran Pertamina menjadi terukur
dan tunduk pada kaidah pengembangan usaha yang berpatokan pada
keunggulan kompetitif.

Pencitraan di masa depan berada pada dua tataran, yaitu: (1) bagaimana
dengan transparansi terbentuk identitas baru Pertamina sebagai korporat,
(2) bagaimana dengan transparansi tergambarkan adanya tanggung jawab
Pertamina terhadap publik. Langkah ke arah ini, kata Bambang Kesowo,
adalah mengubah etos dan kultur pengelolaan usaha. Profesionalitas dan
kerja keras menjadi kata kunci dari semua itu. Menurut Kwik Kian Gie, prinsip
dasar dari terbentuknya konsepsi dan praktik etik pengelolaan usaha itu
terletak pada appresiasi dan realisasi dari peran besar Pertamina di masa
depan bagi kemakmuran rakyat.

Dapat diprediksikan bahwa di masa depan tanggung jawab Pertamina


ke hadapan publik berada dalam sebuah setting yang kompleks, yakni
dibentuk oleh jalinan hubungan segi tiga antara tatanan moral, publik dan
Pertamina, yang masing-masing berada dalam kedudukan setara. Tatanan
moral merupakan pengertian yang dirajut secara kolektif oleh Pertamina dan
khalayak publik. Maka, keunggulan kompetitif dan transparansi benar-benar
menjadi sesuatu yang niscaya ada dalam tubuh Pertamina.

Dalam posisinya sebagai persero, publik benar-benar berfungsi sebagai


“samudera” luas bagi “layar terkembang” Pertamina. Taruhannya benar-benar
terletak pada trust dan kejujuran. Sementara kompetisi sengit pada era pasar
bebas dewasa ini tak sepenuhnya menyadarkan setiap entitas bisnis untuk
mampu menyimak secara jernih berbagai jebakan yang mengitari dirinya.
Meminjam perspektif management guru Kenichi Ohmae, kompetisi dalam

300
Restrukturisasi Korporat Pertamina
Dari Legacy Ke Imperatif Baru

era pasar bebas dewasa ini berada dalam dataran yang ia sebut sebagai
the invisible continent. Pertarungan untuk memenangkan kompetisi tak
sepenuhnya ditentukan oleh faktaor-faktor yang bersifat tangible dan terukur,
tetapi didikte oleh kekuatan-kekuatan baru yang tak sepenuhnya tampak,
dan oleh karena itu bersifat intagible. Empat dimensi pembentuk kekuatan
intagible adalah visi, kesadaran tentang dunia tanpa tapal batas, pertukaran
yang berlangsung dalam dunia maya, dan multiplisitas tingkat tinggi pada
hubungan-hubungan ekonomi. Kemampuan menjawab empat dimensi itu
ternyata terletak pada good corporate governance. Sementara pilar tegaknya
good corporate governance termaktub pada identitas, citra dan tanggung
jawab publik.

Karena itu, navigator baru yang akan memimpin Pertamina diharapkan


mampu membaca “cuaca” dalam “lautan lepas yang ganas”, figur yang
mampu membaca arah perjalanan yang mungkin tanpa peta, dengan
mengerahkan segenap sumber daya untuk menggerakkan “kapal” Pertamina
mencapai tujuannya, yaitu kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi bangsa
ini.

Restrukturisasi Korporat Pertamina


Dengan perubahan status Pertamina menjadi persero maka akan diperlukan
perubahan visi dan paradigma dari perusahaan ini, baik dari segi manajemen,
strategi peningkatan daya saing serta idealisasi peran Pertamina, yang
sepenuhnya diharapkan mampu menjadi guidance bagi perusahaan ini dalam
menjelajahi masa depan dalam posisinya sebagai persero.

Visi dan Paradigma


Purnomo Yusgiantoro mengungkapkan bahwa visi dan paradigma baru
mutlak dikembangkan Pertamina sejalan dengan posisinya sebagai persero,
yang mampu diterapkan menjadi program aksi yang riil dan memenuhi
harapan-harapan objektif, artinya misinya perlu dijabarkan dalam program-
program yang rinci. Visi dan paradigma harus berpijak pada kehendak dan
cita-cita besar untu menjadikan Pertamina sebagai world-class company

301
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

yang tingkat profitibilitasnya ditentukan oleh faktor-faktor 3 E, yaitu efisiensi


(output dan input seimbang), effective (output sesuai target ), dan ekonomis
(margin revenue harus lebih tinggi dari cost) atau profit yang membuahkan
return bagi perusahaan.

Direktur Utama Pertamina, Baihaki Hakim, mengatakan bahwa world-class


company adalah ukuran yang lebih tepat untuk menempatkan keunggulan
Pertamina, sedangkan performance measuresnya adalah efisiensi, biaya
produksi yang rasional dan adanya return on investment, yang semuanya itu
dikonkritkan dengan memberlakukan Ukuran Kinerja Terpilih ( UKT), yang
diterapkan pada tahun 2002. Dalam perspektif manajemen mutakhir, UKT
itu sama maknanya dengan apa yang disebut balance score card. “Dengan
menerapkan UKT, kita bisa mengukur apakah kita sudah menjadi perusahaan
unggul atau tidak. Tentu ada benchmarking. Maju artinya tidak mundur,
melainkan tercapainya suatu pertumbuhan”.

Pernyataan Baihaki dapat dimaknai sebagai adanya suatu situasi untuk


downsizing. Namun Pertamina tidak mengambil jalan Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK) dan penjualan aset yang dinilai tidak produktif. Menurut
Baihaki “ Pertamina lebih mengacu kepada perusahaan yang unggul, maju,
terpandang (respective) dan bersih dari KKN. Hal yang hendak diwujudkan
adalah good corporate governance. Karena itu, kami sudah mempersiapkan
strategi, melakukan streamlining usaha dan sebagainya, yang secara parallel
berlandaskan pada strategi pertumbuhan. Semuanya itu diterjemahkan ke
dalam business plan. Berdasarkan business plan itu, lima tahun ke depan
peningkatan laba terjadi dua kali lipat dibandingkan tahun 2002.”

Masalah mendasar Pertamina memang praktek good corporate governance


yang sangat lemah, Baihaki mengungkapkan :” Yang kami lakukan selama ini
ialah bagaimana kita bisa lebih fokus kepada pembenahan SDM, mengubah
budaya perusahaan yang cenderung menjadi role regulator. Paradigma
Pertamina di zaman lama cenderung ke arah birokrasi. Itu yang harus kita
switch menjadi business oriented. Maka perlu dipersiapkan program. “

Upaya mewujudkan visi dan paradigma baru menghadapi resistensi dari “


lingkungan petinggi Pertamina”, sedangkan pada level yang lebih rendah
hampir tidak ada resistensi itu. Lingkungan petinggi Pertamina”sangat

302
Restrukturisasi Korporat Pertamina
Dari Legacy Ke Imperatif Baru

Cetak Biru Pertamina (2003)


LIMA FASE PERKEMBANGAN PERTAMINA
MENUJU TAHUN 2010

Pada dasawarsa 90’an di lingkungan Pertamina sesungguhnya telah


bergulir isu restrukturisasi korporat dan bahkan telah muncul beberapa
konsepsi yang antara lain dirancang bersama oleh jajaran Direksi Pertamina
dan Boston Consulting Group. Pertamina kemudian menerbitkan Cetak
Biru yang bertajuk “ Pertamina Baru: Menjadi Perusahaan yang Unggul,
Maju dan Terpandang “ (Jakarta: Pertamina, April 2003). Dalam buku
tersebut dijelaskan lima fase perkembangan Pertamina menuju tahun
2010, sejak awal mula berdirinya.

Pada fase pertama, terhitung dari tahun 1971 sejak dikeluarkannya UU No


8 Tahun 1971, di mana Pertamina merupakan perusahaan integratif pada
sektor hulu dan hilir, bersifat monopolistik dan diterapkannya Production
Sharing Contract.

Fase kedua yang bertitik tolak tahun 1995 menetapkan reorganisasi


berupa downsizing karena Pertamina dirasakan sudah terlalu besar dan
perlunya pengurangan pegawai yang berjumlah 40 ribu orang menjadi
30 ribu.

Baru pada fase ketiga mulai disentuh pemikiran dan desain restrukturisasi.
Restrukturisasi tahap I berlangsung tahun 1997-2000 dengan tema “
Penerapan Strategic Holding dan Strategic Business Unit (SBU). Pola
SBU diterapkan untuk unit-unit usaha, peningkatan outsourcing,
desentralisasi, pengurangan karyawan menjadi 27 ribu dan profitisasi.

Pada fase keempat, Pertamina telah berada sebagai persero dan memasuki
fase “Restrukturisasi Tahap II” yang berlansung antara tahun 2002-2005,
berpijak pada prinsip dasar UU Migas Nomor 22 Tahun 2001. Pengusahaan
hulu dan hilir yang terpisah, demonopoli sektor hilir, Pertamina menjadi
holding, unit-unit usaha menjadi anak perusahaan, Pertamina membuka
akses ke pasar modal dan go intenational dalam pengusahaan migas.

303
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Fase kelima direncanakan terjadi pada tahun 2006-2010, yang dianggap


sebagai “menuju perusahaan publik” secara bertahap. Ciri-cirinya, akses
ke pasar modal, subsidi BBM dihapus, internasionalisasi, target enterprise
market values US$ 42 billion (2007), dan jumlah karyawan antara 15-18
ribu saja.

Dalam posisinya sebagai persero, Pertamina berada di bawah kondisi


untuk membangun visi dan paradigma baru. Visi, sebagaimana tertera
dalam Cetak Biru ditegaskan sebagai “ perusahaan yang unggul, maju dan
terpandang”. Misi mencakup tiga hal yang dipersepsikan mendasar, yaitu
(1) Pertamina melakukan usaha dalam bidang energi dan petrokimia serta
usaha lain yang menunjang bisnis Pertamina. (2) Pertamina merupakan
entitas bisnis yang dikelola secara profesional, kompetitif dan berdasarkan
tata nilai unggulan, dan (3) Pertamina memberikan nilai tambah bagi
pemegang saham, pelanggan, pekerja dan masyarakat, serta mendukung
pertumbuhan ekonomi nasional.

Sementara tata nilai terdiri atas lima komponen, yaitu: (1) Fokus,
menggunakan secara optimum berbagai kompetensi perusahaan
untuk meningkatkan nilai tambah perusahaan, (2) Integritas, mampu
mewujudkan komitmen ke dalam tindakan nyata, (3) Visionary,
mengantisipasi lingkungan usaha yang berkembang saat ini maupun
yang akan datang untuk dapat tumbuh dan berkembang, (4) Excellence,
menampilkan semua yang terbaik dalam aspek pengelolaan usaha, dan
(5) Mutual Respect, menempatkan seluruh pihak yang terkait setara dan
sederajat dalam kegiatan usaha.

304
Restrukturisasi Korporat Pertamina
Dari Legacy Ke Imperatif Baru

Ukuran Kinerja Terpilih (UKT)


UKT sektor hulu meliputi penilaian terhadap: (1) Net profit margin, (2)
Net new reserves, (3) Finding cost, (4) Production volume (Migas+Panas
Bumi)+JOB+TAC+IP/IPPI), (5) Production cost operation (own operation)
dan (6) Number incident. UKT pada sektor hilir terdiri atas konsolidasi,
pengolahan, PMS dan niaga, perkapalan.

Komponen konsolidasi meliputi: (1) Rasio profit margin terhadap total


penjualan, (2) Pengendalian volume penjualan BBM, (3) Biaya operasi
BBM, (4) Ketahanan stok nasional BBM, (5) Losses hydrocarbon dan (6)
Number incident. UKT pengolahan mencakup: (1) Processing cost excluding
refinery fuel, (2) Realisasi produksi, (3) pemakaian refinery fuel dan (4)
Number incident. Dalam PMS dan niaga adalah (1) customer satisfaction,
(2) Market share, (3) Distribution cost, (4) Pengendalian penjualan minyak
tanah, (5) realisasi penjualan BBM (tanpa minyak tanah), pelumas, LPG,
aviation, aspal dan petrokimia, (6) Realisasi ekspor dan impor (crude,
LNG dan LPG), dan (7) Number of incident. Sedangkan perkapalan
meliputi: (1) Comission days, (2) Round trip days, (3) Effective load factor,
(4) Transportation cost dan (5) Number of incident.

UKT untuk Pertamina penunjang berada di wilayah keuangan,


pengembangan, internal audit dan jasa korporat. Keuangan terdiri atas:
(1) Realisasi pendanaan proyek/investasi, (2) Ketetapan waktu penyajian
Laporan Keuangan Tahunan (audited) (3) Efektivitas pengadaan valas,
(4) Efektivitas manajemen cash-flow atau investasi jangka pendek, (5)
Efektivitas biaya penutupan asuransi, (6) Efektivitas penyaluran dana
PUKK, (7) Ketepatan waktu pembayaran dan (8) Ketepatan penyelesaian
piutang. Pengembangan meliputi: (1) Pembuatan prosedur, pedoman
standar dan business plan, (2) Realisasi program investasi khusus/strategis,
(3) Tingkat layanan, (4) Pembinaan SDM, dan (5) Number of quality audit.
Sementara itu, internal audit terdiri atas: (1) Laporan Hasil Pemeriksaan, (2)
Nilai Rekomendasi Audit, dan (3) Tindak Lanjut Rekomendasi . Sedangkan
jasa korporat meliputi: (1) Pembinaan hubungan baik dan kerja sama
dengan pers, (2) Penyelesaian masalah hokum, (3) Optimalisasi asset non
opersional, (4) Citra perusahaan, dan (5) Tingkat layanan.

305
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Pertamina, Good Corporate Governance


Dalam konteks Pertamina, good corporate governance dilandaskan pada
empat prinsip dasar, yaitu: (1) Fairness, menjamin hak-hak pemilik modal
dan terlaksananya komitmen dengan investor; (2) Transparansi , menjamin
adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, jelas dan dapat
diperbandingkan berupa keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan
dan kepemilikan perusahaan kepada stakeholder; (3) Akuntabilitas,
peran dan tanggung jawab yang mendukung usaha untuk kepentingan
manajemen dan pemilik modal dengan pengawasan melekat; (4)
Bertanggung jawab, memastikan dipatuhinya peraturan, ketentuan dan
nilai-nilai sosial yang berlaku.

Dari prinsip dasar tersebut maka dirumuskan skala luas dari good corporate
governance yang mencakup: (1) bertindak secara efisien dan efektif; (2)
responsif terhadap perubahan lingkungan usaha; (3) saling menghargai;
(4) mempunyai visi yang realistis; (5) profesionalisme, (6) akuntabilitas,
(7) entrepreneurship; (8) stake holder; (11) pengawasan melekat; (12)
transparansi.

Cetak Biru Pertamina, op.cit.

306
Restrukturisasi Korporat Pertamina
Dari Legacy Ke Imperatif Baru

tidak terbiasa dengan suasana baru persaingan bebas. Mereka besar


dan menemukan eksistensi diri dalam atmosfer usaha yang bercorak
monopolistis. Ini diperlihatkan Baihaki pada anjloknya jumlah penjualan
pelumas produk Pertamina, yang penguasaan pasarnya anjlok dari 80%
menjadi 52%. Kata Baihaki:
”Orang Pertamina yang selama ini cukup menjadi bowher (juragan), harus
bersedia mengubah mentalnya menjadi pemain. Di masa dulu orang Pertamina
tidak memiliki keinginan untuk melakukan sendiri. Kalau bisa semuanya
dilakukan oleh pihak ketiga, baik di hulu maupun di hilir. Di hulu Pertamina
menjadi mandor. Dengan management fee saja Pertamina sudah bisa hidup.
Tetapi namanya orang mendapatkan fee, mereka jelas orang tidak kreatif.
Karena orang ketiga memang banyak, maka orang Pertamina merasa tidak
perlu capek-capek.

Jadi, karena berapapun cost BBM dibayar, orang Pertamina merasa buat apa
melakukan efisiensi. Inilah sebetulnya suatu lingkungan usaha yang diciptakan
Pemerintah sendiri, sehingga orang Pertamina tidak merasa perlu bekerja keras.
Semuanya jadi di-sub-kan. Misalnya, pembelian minyak mentah diserahkan
kepada pihak ketiga, apalagi kepada keluarga Soeharto, sehingga mereka
seenaknya saja menetapkan fee, yang bagi Pertamina menjadi cost. Mental
inilah yang harus diubah, kalau bisa kita kerjakan sendiri. Dengan begitu, artinya
sekaligus memutus mata rantai dengan pihak ketiga itu. Ini yang kita potong,
dan ke depan tidak bisa lagi. Semua ini, sekarang, tidak bisa tidak, harus segera
berubah.”

Seluruh uraian di atas menyiratkan adanya citra dan fakta berkenaan de­
ngan keharusan adanya visi dan paradigma baru pengusahaan Migas oleh
Pertamina untuk beranjak ke arah world-class company, dan bahwa Pertamina
memasuki proses kelahiran kembali sebagai sebuah perusahaan minyak
nasional yang membersitkan harapan untuk menjadi aset nasional untuk
terciptanya kemakmuran bagi bangsa ini, dan ada baiknya otokritik yang
dkemukakan Baihaki diterima secara lapang dada.

307
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Manajemen: Spirit Baru dan Perubahan Kultural


Perubahan ke arah persero, berimplikasi luas pada manajemen Pertamina.
Misalnya, entrepreneurship merupakan tuntutan yang tak bisa ditawar-tawar
untuk dijadikan “landasan pacu” pengusahaan migas. Namun ini takkan serta
merta dapat diwujudkan, mengingat entrepreneurship merupakan sesuatu
yang intagible dan membutuhkan waktu panjang untuk dikukuhkan menjadi
suatu tradisi. Jadi perubahan manajemen merupakan sebuah spirit untuk
membebaskan Pertamina dari berbagai belenggu yang bersumber pada
kekeliruan cara pikir dan kesalahan pandangan dunia.

Ujian paling besar dari pembentukan entrepreneurship oleh adanya


kenyataan ini adalah bagaimana dinamika manajemen Pertamina dikelola
dengan merangkum seluruh proses aksiomatik evolusi bisnis. Sungguhpun
entrepreneurship membuka peluang bagi tampilnya formulasi-formulasi
baru kegiatan usaha, teori-teori bisnis dibentuk berdasarkan akumulasi
panjang pengalaman riil pengelolaan usaha dari begitu banyak entiitas bisnis
yang heterogen. Masalahnya juga, pada saat kesadaran entrepreneurship
mulai terbentuk dalam diri Pertamina, kemungkinan besar sudah tertinggal
jauh dari seluruh perkembangan teori yang inherent ke dalam evolusi bisnis
di masa kini. Maksudnya, pada saat perusahaan-perusahaan Migas dunia
sudah mencapai tingkat sofistikasi yang tinggi dalam pengelolaan usaha
(misalnya merger, akuisisi, privatisasi), Pertamina masih harus belajar hal-
hal yang paling dasar dari teori-teori bisnis tersebut sebelum diintegrasikan
secara sistemik ke dalam mekanisme kompleks Pertamina.

Pertamina, dalam restrukturisasinya, ternyata telah menemukan kata kunci


untuk dikedepankan sebagai konsepsi, yaitu first quality and growth di
sektor hulu, dan retrenchment and growth di sektor hilir. First quality and
growth dapat ditafsirkan sebagai orientasi yang kuat terhadap kompetensi,
mengingat quality yang disinggung di sini terkait langsung dengan kegiatan
dalam bidang eksplorasi dan eksploitasi.Teknologi dan kualitas sumber daya
manusia Pertamina dengan demikian menjadi taruhan. Retrenchment and
growth di sektor hilir mengacu pada asas-asas prudensial dalam pengolahan
ataupun distribusi Migas di tingkat nasional, yang merupakan negara
kepulauan. Tuntutan ke arah ini tidaklah terlalu sulit dipenuhi Pertamina,

308
Restrukturisasi Korporat Pertamina
Dari Legacy Ke Imperatif Baru

sebab sebagaimana pernah disinggung oleh Kuntoro Mangkusubroto, pada


sektor hilir itulah sesungguhnya letak keunggulan Pertamina.

Transformasi kultural pada tataran manajemen haruslas berjalan paralel di


sektor hulu dan hilir, untuk diorientasikan pada apa yang disebut sebagai
“keunggulan kompetitif”, yang terdiri atas tiga pilar.

Strategi Pokok Restrukturisasi Pertamina


Strategi pokok di hulu, first quality and growth terdiri atas dua hal. Pertama,
peningkatan pendapatan melalui perbaikan efisiensi dan efektivitas
dalam rencana dan implementasi program-program operasional di
lahan existing. Kedua, menemukan dan mengembangkan cadangan
Migas di dalam dan di luar negeri serta pengembangan panas bumi di
dalam negeri. Untuk mendukung semua ini dibutuhkan strategi usaha
mencakup: (i) peningkatan penyertaan usaha melalui akuisisi, farm-in, dan
penyertaan; (ii) mempercepat siklus usaha dengan exploration campaign
untuk perluasan resources base dan reserve placement; (iii) peningkatan
laba melalui peningkatan volume dan penurunan biaya produksi; (iv)
pengembangan panas bumi untuk memenuhi kebutuhan pembangkit
tenaga listrik; dan (v) pelaksanaan overseas ventures, baik langsung melalui
anak perusahaan maupun joint venture.

Strategi dasar di hilir, retrenchment and growth itu ialah maksimimalisasi


nilai tambah melalui optimalisasi pengelolaan dan pengembangan kilang,
perkapalan dan jaringan distribusi atau pemasaran. Sedangkan strategi
pokok yang dikembangkan: (a) peningkatan kompetensi, kehandalan
dan daya saing kilang melalui pengingkatan mutu, biaya operasi rendah,
keteapan delivery, pelayanan dan memuaskan stake holder; (b) integrasi
proses bisnis kilang-pemasaran atas dukungan niaga dan perkapalan
demi mencapai optimalisasi, efisiensi dan efektivitas sehingga secara
keseluruhan tercapai biaya terendah atau sebagai cost leadership;(c)
maksimalisasi value creation.

Baihaki Hakim, dan Cetak Biru Pertamina

309
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Pertama, bagaimana manajemen Pertamina berlandaskan asumsi tentang


lingkungan usaha, misi dan kompetensi yang realistis. Misalnya menjadikan
perusahaan-perusahaan minyak raksasa dunia sebagai benchmarking untuk
mencapai keunggulan kompetitif.

Kedua, transformasi kultural mengacu pada perkembangan revolusioner


teori-teori bisnis demi mensinergikan teori-teori bisnis tersebut ke dalam
ranah organisasi, diadopsi dengan dimodifikasi, direformulasi, atau bahkan
didekonstruksi untuk ditemukan relevansinya dengan ranah manajerial
Pertamina.

Ketiga, pengujian terhadap penerapan teori-teori bisnis tersebut untuk menilik


reliabilitas, keabsahan dan relevansinya kedalam realitas sesungguhnya
dalam lingkup manajemen Pertamina.

Transformasi kultural tersebut berarti sebuah upaya untuk ikut memberikan


kontribusi terhadap perubahan wajah dan format Pertamina ke arah masa
depan yang jauh, yaitu menjadi knowledge industry.

Salah satu contoh integrasi antara teori bisnis dan praktik manajemen
Pertamina ialah keputusan Baihaki Hakim berkenaan dengan penataan
pemasaran pelumas, dengan menghadirkan konsultan pemasaran Hermawan
Kertajaya dari Mark Plus Corporation dalam kegiatan studi untuk mengetahui
seluruh aspek yang membuat pelik pemasaran pelumas.

Dari studi itu terkuak sebuah fakta, bahwa pemasaran pelumas Pertamina
ternyata amburadul dan saling over lapping di lihat dari wilayah kerja
pemasaran. Kata Baihaki:
“Misalnya ada agen di Surabaya yang juga memasarkan pelumas untuk daerah
kawasan Indonesia Timur. Ke depan, agen-agen pelumas hanya akan mempunyai
satu wilayah kerja. Ketika belum ada persaingan, hampir separuh dari agen-agen
pelumas adalah mantan-mantan orang Pertamina dan mereka tidak punya
greget terhadap perluasan pasar produk pelumas. Nah, sekarang, dengan
strategi baru, dilakukan pengelompokkan daerah-daerah pemasaran yang
sangat focus, sehingga agen berusaha merebut pangsa pasar. Lalu diberlakukan
target penjualan dengan volume tertentu. Jika gagal memenuhi target,
keagenan dicabut. Kita sekarang sedang melakukan semacam restrukturisasi
pemasaran pelumas, yang sengaja meniru praktik perusahaan yang telah maju.

310
Restrukturisasi Korporat Pertamina
Dari Legacy Ke Imperatif Baru

Ini akan membuka mata orang Pertamina, bahwa kalau kita do nothing maka
pangsa pasar kita akan di-gerogoti pemain lain. Suatu waktu pemain lain will eat
our lunch. Saya terpaksa melakukan intervensi dalam soal ini untuk membuka
mata orang-orang Pertamina pada kenyataan yang sebenarnya.”

Dari pengungkapan Baihaki itu terbukti, bahwa adalah tak memadai jika
upaya pemahaman terhadap sebuah persoalan hanyalah common sense saja
sifatnya. Sudah tiba saatnya bagi Pertamina mentradisikan diri menyimak
masalah-masalah berdasarkan perspektif teori bisnis. Kesimpulan lain yang
lebih dramatis mengungkapkan banyak hal yang harus dibenahi dalam
lingkup Pertamina.

Untuk masa selanjutnya orang-orang Pertamina sendirilah yang melakukan


upaya besar integrasi teori bisnis dan praktek manajemen.Jadi spirit baru
dalam Pertamina sudah terbentang nyata, dan perubahan kultural yang
niscaya pun sudah jelas sosoknya, yaitu mentradisikan seluruh obsesi ke arah
integrasi antara teori bisnis dan praktik manajemen.

Strategi Peningkatan Daya Saing


Dalam buku Cetak Biru Pertamina terdapat Analisis Strategik Pertamina, yaitu
lingkungan strategik dan prospek Migas, isu-isu strategik, analisis SWOT
(Strength, Weakness, Opportunity, Threat), posisi Pertamina, skenario dasar
perencanaan, mapping usaha-usaha produk, dan kekuatan penggerak bisnis.
Analisis strategik ini merupakan elemen fundamental untuk dikembangkan
lebih lanjut menjadi strategi peningkatan daya saing.

Lingkungan strategik dan prospek Migas dalam perspektif Pertamina


berada dalam empat titik fokus, yaitu kondisi makro internasional, makro
nasional, prospek internasional dan prospek nasional. Masing-masing fokus
memuat berbagai macam persoalan yang diproyeksikan akan berpengaruh
pada Pertamina sebagai persero (Matriks 3.1 ). Di sini muncul semacam
kesimpulan, bahwa Pertamina akan berhadapan dengan begitu banyak
paradoks, baik dalam aras internasional maupun dalam tataran nasional.
Paradoks di tingkat makro dan prospek internasional ditandai oleh terjadinya
reorientasi perusahaan-perusahaan Migas nasional di berbagai negara
di dunia bersamaan dengan timbulnya kecenderungan kian menipisnya

311
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

cadangan minyak di berbagai belahan bumi, semakin ketatnya kompetisi


memperebutkan pasar LNG di dunia, serta ancaman secara tiba-tiba over-
supply global yang ternyata kontras dengan peningkatan kebutuhan
secara eksponensial terhadap energi primer dalam hitungan negara per
negara. Paradoks tersebut kian dipertajam oleh adanya ketidakpastian yang
berlangsung secara terus-menerus berkenaan dengan tingkat pertumbuhan
ekonomi yang berpengaruh serius terhadap permintaaan migas.

Matriks 3.1 Lingkungan Strategis dan Prospek Migas

Internasional Nasional

1. Kecenderungan industri minyak du­nia 1. Implikasi UU Migas No. 22 Tahun 2001


melakukan merger dan akuisisi sejak terhadap sistem bisnis perminyakan
1996 masih berjalan, ditambah dengan nasional dan Pertamina.
kecenderungan baru privatisasi emerging 2. Dampak UU No. 22 dan 25 Tahun 1999
majors, seperti PetroChina dan Petrobras. mengenai Kebijakan Otonomi Daerah dan
2. Keterbatasan dan penurunan kemampuan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
produksi minyak dunia berpotensi terhadap pegusahaan Migas di daerah.
melahirkan krisis energi yang baru.
Makro

3. Kepres No.76 Tahun 2000 tentang


3. Persaingan pasar LNG dunia semakin ketat Larangan Monopoli Geothermal.
dengan munculnya negara produsen baru 4. Pasar bebas berlaku mulai tahun 2003
antara lain Qatar, Australia dan Aljazair. (AFTA).
4. Terjadinya over-supply global, margin 5. Pemulihan ekonomi yang relatif lambat
kilang cenderung tetap rendah. dengan pertumbuhan ekonomi nasional
5. Pertumbuhan ekonomi Asia rata-rata 4% antara 3% - 6%, serta kondisi keamanan
per tahun. dan politik, khususnya menghadapi
Pemilu 2004.

1. Kebutuhan energi primer dan minyak 1. Kebutuhan BBM dalam negeri meningkat
global dari tahun ke tahun secara 3% - 5% per tahun, sejalan dengan potensi
keseluruhan meningkat. pertumbuhan ekonomi nasional.
2. Kebutuhan minyak di kawasan regional 2. Kebutuhan energi gas dan panas bumi
Prospek

Asia Pasifik menigkat 3% - 6%. meningkat sejalan dengan tumbuhnya


3. Pada tahun 2010 di kawasan Asia Pasifik tuntutan energi ramah lingkungan dan
diperkirakan terdapat supply gap LNG dicabutnya subsidi BBM.
sekitar40 - 60 juta ton per tahun. 3. Kebutuhan petrokimia akan bertambah
sejalan dengan perkembangan industri

Sumber : Cetak Biru Pertamina (2003)

312
Restrukturisasi Korporat Pertamina
Dari Legacy Ke Imperatif Baru

Pada tataran nasional, baik situasi makro maupun prospek pengusahaan


Migas di bawah penanganan Pertamina, memperlihatkan adanya tumpang
tindih persoalan, ekonomi atau non ekonomi. Berbagai format perundang-
undangan, instrusi pasar bebas global ke dalam kancah perekonomian
nasional, pemulihan ekonomi dari krisis, serta situasi politik dan keamanan,
jelas-jelas menempatkan BBM, gas, panas bumi dan petrokimia dalam
pertaruhan yang cukup rumit. Selaras dengan demonopoli pengusahaan
Migas, kedudukan Pertamina dalam situasi makro dan prospek pengusahaan
Migas dengan sendirinya takkan pernah bisa dilepaskan dari dimensi-dimensi
ekonomi politik.

Dalam perspektif Pertamina, lingkungan strategis yang sedemikian rupa itu


berimplikasi pada adanya dua penyikapan. Pertama, penanganan secara
antisipatif situasi makro dan prospek internasional harus benar-benar disertai
oleh terjadinya perubahan mendasar dalam diri Pertamina ke arah world-
class company.

Kedua, tantangan Pertamina pada tataran nasional, baik dalam tinjauan situasi
makro maupun prospek pengusahaan Migas, pada Matriks 3.2 sesungguhnya
terkait erat dengan problem besar demokratisasi Indonesia. Berbagai gejolak
dalam bidang politik dan keamanan merembeskan pengaruhnya secara
sangat kuat terhadap perekonomian.

313
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Matriks 3.2 Analisis SWOT Pertamina

• Pengalaman lebih dari 30 tahun dalam industri Migas sebagai integrated


company.
• Salah satu perusahaan yang mempunyai cadangan minyak dan gas
Kekuatan

terbesar di Asia Tenggara.


• Mempunyai kapasitas kilang 1 juta barel/hari.
• Menguasai sistem distribusi dan transportasi BBM dalam negeri.
• Mempunyai jaringan retail non-BBM dan Petrokimia di seluruh Indonesia.
• Market leader dalam bisnis LNG internasional.
• Enterprise Market Value relatif rendah.
Kelemahan

• Akses ke pasar modal sangat terbatas.


• Keterbatasan infrastruktur marketing termasuk jaringan retail.
• Anak perusahaan belum memberikan dividen yang optimal.
• Portofolio usaha dan set masih domestik.
• Eksplorasi di daerah frontier, laut dalam dan cekungan yang belum
dikembangkan.
• Reaktivitas suspended discoveries dan idle field dengan teknologi maju.
• Akuisisi working interest Blok Migas di dalam dan luar negeri.
Peluang

• Kebutuhan gas nasional dan regional yang meningkat.


• Terbukanya kesempatan untuk memasuki pasar regional.
• Kebutuhan produk BBM dan non-BBM di dalam dan luar negeri meningkat
sekitar 4% per tahun.
• Pertumbuhan kebutuhan listrik 10% per tahun , kelangkaan listrik mulai
tahun 2003.
• Pengembangan energi panas bumi untuk memenuhi kebutuhan listrik.
• Pemberlakuan UU Otonomi Daerah dan UU Pembagian Pendapatan Pusat
dan Daerah.
• Pesaing mulai mengembangkan jaringan pemasaran BBM dan non-BBM
di Indonesia.
Ancaman

• Pesaing baru semakin meningkat dengan pemberlakuan UU Migas nomor


22 Tahun 2001 dan berlakunya AFTA pada tahun 2003.
• Country risk Indonesia masih tinggi menyebabkan cost of capital tinggi ,
sehingga mempersulit pendanaan.
• Isu lingkungan semakin mengemuka.
• Intervensi IMF , Bank Dunia dalam bisnis Migas Indonesia.
Sumber : Cetak Biru Pertamina (2003)

314
Restrukturisasi Korporat Pertamina
Dari Legacy Ke Imperatif Baru

Di tengah atmosfer yang demikian, strategi Pertamina berada dalam


wilayah tarik-menarik kepentingan yang jauh lebih besar dibandingkan
dengan semata mengacu pada peran barunya sebagai persero. Di
satu sisi, Pertamina mutlak memantapkan posisi dirinya pada kancah
persaingan pasar bebas, di sisi lain, par excellence Pertamina merupakan
perusahaan raksasa di Indonesia, sehingga langkah-langkah yang
ditempuhnya berpengaruh signifikan terhadap timbulnya sebuah
multiplier effect baru dalam perekonomian nasional dan recovery pada
seluruh aras perekonomian nasional menuntut adanya keterlibatan positif
Pertamina. Karena itu, penting bagi Pertamina menjadikan dimensi
ekonomi politik sebagai titik pijak untuk menegaskan dirinya dalam
recovery perekonomian nasional.

Dalam Cetak Biru Pertamina juga diungkapkan, bahwa Analisis Strategis


mencakup isu-isu strategik yang terhampar ke dalam 11 aras persoalan,
yaitu: (1) Perubahan Pertamina menjadi persero, (2) Citra perusahaan,
(3) Wilayah Kerja (WK) hulu diperlakukan Kontrak Kerja Sama (KKS),
(4) Revaluasi aset, (5) Struktur pendanaan, (6) Otonomi daerah dan
pembagian keuangan pusat dan daerah, (7) Liberalisasi pasar, (8) Merger
perusahaan-perusahaan minyak besar di dunia, (9) Margin usaha kilang
rendah, (10) Lingkungan hidup, dan (11) Teknologi.

Isu-isu strategik tersebut harus didekati dan dipecahkan berdasarkan


sudut pandang komprehensif, kalau tidak, itu akan bersifat adversarial
terhadap Pertamina. Tatkala dipetakan, saling hubungan antar isu-isu
strategik tersebut membentuk totalitas dan ketakberhinggaan masalah,
sehingga dapat menisbikan seluruh visi dan paradigma menuju world
class company.

315
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Matriks 3.3 Kekuatan Penggerak Bisnis

Eksternal Internal

• Dukungan
• Peningkatan nilai
Pemerintah dalam
Pertamina melalui
regulasi masa
korporatisasi.
transisi Pertamina.

• Kemandirian
Petamina dalam • Good corporate governance.
keputusan bisnis.

• Seluruh aset yang


dikelola saat ini
• Teknologi.
diserahkan kepada
Pertamina.
Dua Kekuatan

• Pertumbuhan
ekonomi dan • Manajemen portofolio.
energi.

• Penugasan
Pemerintah untuk • Kemampuan pemupukan
BBM hingga tahun dana.
2005.

• Stabilitas sosial dan


• Entrepreneurship.
politik.

• Implementasi UU • Peningkatan citra


otonomi Daerah. Pertamina.

• Tuntutan
lingkungan hidup.

Sumber : Cetak Biru Pertamina (2003)

316
Restrukturisasi Korporat Pertamina
Dari Legacy Ke Imperatif Baru

Analisis SWOT dalam konteks Pertamina ternyata merupakan kelanjutan


wacana restrukturisasi korporat korporat pada dekade 1990-an, artinya
sebagian besar persoalan merupakan “warisan lama”. Seperti disajikan
dalam Matriks 3.2 terdapat empat Kwadran. Kwadran –I adalah Kekuatan
(Strength) di mana Pertamina dieksplisitkan sebagai perusahaan yang
sedang tumbuh dan berkembang (prosper and growth). Kwadran-II adalah
Kelemahan (Weakness), di mana Pertamina dinyatakan sebagai perusahaan
dalam pertumbuhan terbatas dan marginal. Kwadran-III yang dikenal sebagai
cluster penciutan (downsizing) merupakan format lain dari Ancaman (Threat)
yang tengah dihadapi Pertamina. Sementara Kwadran-IV adalah Peluang
(Opportunity) dan dikenal pula sebagai perubahan organisasi dan transformasi
(organizational change and transformation). Pertamina dewasa ini diasumsikan
tengah berada pada Kwadran II. Artinya, titik berat Pertamina dalam analisis
SWOT berada pada sisi Kelemahan. Apa artinya ini semua ?

Pertamina adalah perusahaan yang secara objektif berada dalam posisi


limited and marginal growth, yang dipersepsi sebagai situasi yang timbul oleh
adanya ancaman pada tataran eksternal, sehingga dua jalan ke luar yang
dirancang sebagai “terapi” adalah: (1) Menuju Kwadran-I dengan mengubah
ancaman menjadi peluang serta memperkuat kondisi internal perusahaan;
(2) Strategi dasar Pertamina dibentuk ke arah apa yang disebut “pembenahan
diri, tumbuh dan berkembang” (retrenchment and growth). Dua hal inilah yang
kemudian dikenal sebagai “skenario dasar perencanaan”.

Dalam hal mapping usaha-usaha produk, terdapat variabel vertikal dan


horizontal. Pada variabel vertikal terdapat assessment “tinggi”, “sedang”
dan “rendah”, sementara dalam variabel horizontal terdapat assessment
“kuat”, “sedang” dan “lemah”. Untuk produk-produk gas (hulu), minyak(hulu),
LNG, pelumas dan propylene, berada pada variabel vertikal “sedang” dan
variabel horizontal “kuat”.Untuk produk-produk BBM dan aviasi, paraxylene,
polypropylene, LPG, panas bumi (hulu), angkutan laut dan aspal, berada pada
variabel vertikal maupun horizontal “sedang”. Kelemahan paling mencolok
berada pada PTA (rendah dan sedang) dan BBG (rendah dan lemah). Mapping
ini cukup untuk menciptakan kesadaran baru bahwa Pertamina merupakan
sebuah perusahaan yang mutlak untuk mengubah dirinya ke arah keunggulan
kompetitif.

317
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Kekuatan penggerak bisnis Pertamina, sebagaimana dapat disimak dalam


Cetak Biru Pertamina secara skematik dibagi atas kekuatan eksternal dan
internal (Matriks 3.3). Matriks ini seakan merupakan penegasan bahwa
langsung ataupun tidak langsung kekuatan penggerak bisnis Pertamina
sebagian terbesarnya ditentukan oleh faktor-faktor eksternal, sedangkan
pada level internal merupakan faktor given yang telah dianggap selesai, dan
meniscayakan Pertamina untuk hanya memberikan perhatian secara lebih
mendalam terhadap dimensi-dimensi internal.

Strategi peningkatan daya saing mengharuskan Pertamina untuk dilahirkan


kembali. Baik landasan hukum, visi, misi, tata nilai, organisasi, sasaran
usaha, pengelolaan keuangan, peningkatan kualitas sumber daya manusia,
pemberlakuan Ukuran Kinerja Terpilih maupun good corporate governance,
semuanya merupakan elemen-elemen baru dalam diri Pertamina. Penanganan
agenda-agenda ini sepenuhnya tegak di atas landasan keunggulan kompetitif
world-class company.

Idealisasi Peran Pertamina


Konsekuensi dari pembicaraan tentang strategi peningkatan daya saing
itu terletak pada terbentuknya gambaran ideal tentang Pertamina setelah
berubah menjadi persero. Purnomo Yusgiantoro menggunakan istilah world
class company untuk menggambarkan peran ideal Pertamina itu. Dalam hal
ini, apa yang disebut dengan “idealisasi peran Pertamina” bukanlah sesuatu
yang normatif dan jargonistik sifatnya, tetapi kombinasi pemikiran dan praktik
pengusahaan Migas, dengan restrukturisasi korporat sebagai titik tolaknya.

Idealisasi peran Pertamina ditentukan oleh kemampuan mengembangkan


industri Migas berdasarkan prinsip with a difference. Sehingga, benchmarking
Pertaminaterhadapa perusahaan-perusahaan Migas berskala global dengan
sendirinya bukan berarti adopsi secara telanjang teknikalitas dan know
how. Jauh lebih penting lagi dari itu, bagaimana Pertamina tampil dengan
kekhasannya yang utuh sebagai world class company sejalan dengan
semangat zaman abad 21. Selain peningkatan produktivitas dan sebagai
entitas bisnis yang maju dan berkembang, juga proses ke arah good corporate
governance berlangsung secara spektakuler dan memberikan ilham yang

318
Restrukturisasi Korporat Pertamina
Dari Legacy Ke Imperatif Baru

memukau bagi bangkitnya keunggulan kompetitif dalam spektrum yang


sangat luas di Indonesia. Dari kenyataan ini dikukuhkan kembali sebuah
postulat: when Pertamina goes, so goes the nation.

Langkah ke arah ini terletak pada dua hal, Pertama, jajaran kepemimpinan
Pertamina sekarang dan di masa depan adalah sebuah teamwork yang
memiliki orientasi kuat pada lahirnya konsepsi-konsepsi baru pengusahaan
migas. Mereka sengaja memainkan peran sebagai pembentuk wawasan baru
pengusahaan Migas di Indonesia, bahkan wawasan baru tersebut sebagai
referensi pata tataran universal. Kedua, Pertamina sebagai organisasi berubah
total untuk menjalankan fungsi sebagai wadah pengejawantahan konsepsi-
konsepsi cerdas pengusahaan migas.

Pada fase permulaan, Pertamina mutlak memperkukuh dirinya dengan


daya dukung keunggulan kompetitif. Bukan saja harus bersih dari anasir
KKN, Pertamina juga dikelola oleh manusia dengan kemampuan yang lebih
digdaya dibandingkan dengan para pengelola perusahaan-perusahaan
asing. Pada fase selanjutnya, dukungan publik terbentuk sepenuhnya, bukan
tanpa reserve, yang merupakan manifestasi dari pengakuan obyektif tentang
Pertamina yang sudah bermetamorfosis menjadi world class company.
Secara skematik, itu berarti Pertamina memenuhi lima prasyarat penting:
hadir dengan possibilitas ke arah penggunaan knowledge dan teknologi
yang relevan, memfasilitasi inisiatif-inisiatif yang bersifat lokal, memperkuat
infrastruktur usaha, mengembangkan model dan ketrampilan baru
kepemimpinan serta terbuka dan berani tampil untuk mengkomunikasikan
narasi-narasi sukses pengusahaan migas.

Kompetisi pasar bebas sebagai kata kunci bagi Pertamina sebagai persero
memperkuat kehadiran dua hal, yaitu pemain-pemain lain sebagai kompetitor
dan konsumen yang berdaulat. Skala dan intensitas persaingan melawan para
kompetitor itu dengan sangat gamblang telah menisbikan seluruh warisan
lama pola pengusahaan Migas di Pertamina. Terlebih lagi jika warisan lama
pola pengusahaan Migas ternyata merupakan basis tumbuh suburnya KKN.
Sementara, masyarakat konsumen yang terbentuk oleh luasnya diferensiasi
kelas sosial dengan mudahnya dilanda situasi distrust tatkala Pertamina gagal
memenuhi harapan-harapan. Dramatisnya lagi, dua penghadapan itu sama-

319
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

sama berada dalam posisi yang sangat penting, di mana salah satu pihak
tidak lebih menonjol dibandingkan dengan pihak lain. Tentu saja, hanya
dengan kecanggihan dan kepiawaian Pertamina mampu menghadapi dua
penghadapan (shaping) yang sangat berlainan tersebut.

Dari sini jelas kiranya, bahwa idealisasi peran Pertamina tak semata terfokus
pada penanganan berbagai aspek teknis yang memang inherent dalam
pengusahaan Migas. Tak kalah pentingnya dari itu, Pertamina berdiri di
atas landasan visi holistik pengusahaan Migas, beyond dimensi-dimensi
teknikalitas. Belajar dari pengalaman masa lampau yang kosong dari suasana
persaingan pasar bebas serta besarnya kecenderungan yang kurang memberi
tempat terhormat pada kedaulatan masyarakat konsumen, kini semuanya
harus diubah melalui transformasi kultural dan reorientasi kepemimpinan.
Idealisasi peran Pertamina dengan sendirinya merupakan pengakuan bahwa
masih ada masa depan bagi Pertamina. Idealisasi mengimbangi berbagai
kekurangan dan kelemahan yang telah ditorehkan oleh jajaran pimpinan
Pertamina ke dalam strategi peningkatan daya saing.

PENUTUP
Seluruh pembicaraan dalam buku “Restrukturisasi Korporat Pertamina“,
bagaimanapun, terbuka untuk diperdebatkan berdasarkan argumen-
argumen lain yang mungkin lebih kukuh dan mendasar, karena ketika buku
ini ditulis, belum dapat menyorot eksistensi Pertamina dalam posisi sesudah
tuntasnya restrukturisasi. Hanya saja, atmosfer penulisan buku yang demikian
itu juga penting untuk tujuan pembuka jalan bagi dilakukannya upaya
telaah terhadap Pertamina setelah restrukturisasi korporat tampil utuh dan
membuahkan hasil yang dapat ditakar secara lebih konkret pada beberapa
tahun ke depan. Pembahasannya sesungguhnya menguak dua hal mendasar,
yaitu harapan terhadap Pertamina sebagai persero dan legacy pemikiran yang
dikemukakan oleh sejumlah nara sumber.

320
Restrukturisasi Korporat Pertamina
Dari Legacy Ke Imperatif Baru

Harapan dan Legacy Pemikiran


Bagi hampir semua narasumber penulisan buku, seperti Ketua dan Anggota
Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina (DKPP), mantan Ketua DKPP
dan Direktur Utama Pertamina, world-class company merupakan suatu
harapan bagi Pertamina, dan melalui restrukturisasi korporat terdapat
dorongan kuat dan agar di masa depan mampu melakukan lompatan
kuantum menuju world class company.

Hal-hal fundamental yang berperan menjadi pilar kontinuitas Pertamina


sebagai entitas bisnis hingga ke masa depan adalah kebebasan untuk meraih
profit dan memberikan kontribusi positif terhadapa bangsa Indonesia atau
benefit. Keberhasilan dalam dalam dua pokok persoalan ini akan melahirkan
apresiasi publik yang spektakuler tentang Pertamina sebagai perusahaan
nasional di bidang Migas, sebagai hero, diiringi oleh trust publik yang makin
besar.

Untuk itu, Pertamina mau tidak mau Pertamina harus menempatkan


competing by cooperation berada dalam posisi signifikan atas tiga alasan.
Pertama, realisme global market mengaburkan batas-batas “kawan” dan
“lawan” dalam persaingan. Realitas menunjukkan bahwa perusahaan-
perusahaan besar ternyata dipenuhi oleh formula kerja sama atas kesamaan-
kesamaan jenis industri yang ditangani dengan prinsip ketercukupan sumber
daya, skala ekonomi, kekuatan dan kemampuan berkompetisi pada tingkat
global. Karena itu kemampuan menjalin kerja sama merupakan terobosan-
terobosan penting. Kedua, meningkatnya pengaruh ilmu pengetahuan dan
intensitas informasi terhadap kelahiran produk dan jasa sehingga kolaborasi
di bidang ini tak terelakkan. Ilmu pengetahuan dan informasi muncul dan
menyebar di mana saja (omnipresent) sehingga harus ada kemauan untuk
saling berbagi dalam hal pengalaman. Imperatif ini kian terasakan atas
otokritik bahwa Pertamina tak cukup digdaya mengembangkan kapasitas
penguasaaan ilmu pengetahuan dan informasi yang berjalin kelindan dengan
prospek masa depan pengusahaan Migas. Ketiga, portofolio teknologi
mendeterminasi lahirnya produk-produk baru dan pola-pola baru pelayanan.
Sayangnya imperatif ini tak banyak disinggung dalam Cetak Biru Pertamina,
karena tehadap kemajuan teknologi yang dahsyat itu, Pertamina hanya

321
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

memposisikan dirinya sebagai user, hal mana tidak cocok lagi pada posisi
persero, bila ingin menjadi world class company.

Ketiga alasan tersebut merupakan faktor determinan terbentuknya competing


by cooperation, karena Pertamina memerlukan terbentuknya talenta-talenta
pengusahaan Migas di masa depan, sedangkan konstruksi dan rekonstruksi
talenta-talenta itu berhubungan erat dengan tiga hal di atas: pasar global,
ilmu pengetahuan dan informasi (knowledge based product) , serta portofolio
teknologi. Karena itu Pertamina harus kenyal untuk melakukan apa yang
disebut sleeping with enemy.

Dari Legacy ke Imperatif Baru


Pada prinsipnya, competing by cooperation adalah upaya pengelolaan secara
cerdas terhadap paradoks-paradoks, ketika tidak ada lagi batas kaku “lawan”
maupun ‘kawan” dan ketika setiap perusahaan harus bersaing melawan
dirinya sendiri membangkitkan seluruh kapasitas yang terbengkalai serta
mengutuhkan seluruh talenta yang berserakan. Karena itu, pengelolaan
terhadap paradoks-paradoks berarti ada upaya sengaja mensinergikan
berbagai hubungan yang terkait dengan pengusahaan Migas melalui
jaringan (networking). Persoalannya kemudian, networking macam apakah
yang dibutuhkan ?

Networking dimaksud bertitik tolak dari hakikat perkembangan ekonomi


abad 21 yang telah menggeser economic of scale menjadi economic of speed,
mengubah orientasi dari volume ke values, serta mendesak peran penting
faktor tangible untuk digantikan oleh yang intagible. Komponen-komponen
penting pembentuk networking, yang langsung ataupun tidak langsung
memiliki relevansi dengan eksistensi Pertamina di masa depan antara lain
meliputi pemasok, produksi, finansial, konsumen, dan teknologi.

Kompetisi yang sungguh-sungguh didasari oleh trust dan lantaran itu


competing by cooperation berkembang menjadi sebuah “hukum besi” dalam
pengelolaan usaha. Networking dengan demikian merupakan hubungan
resiprokal atau saling menguntungkan pada lima komponen yang disebutkan
di atas. Maka, ketika networking penting demi lahirnya keunggulan kompetitif,
jauh lebih elegan jika semua itu dikaitkan secara utuh dengan competing by

322
Restrukturisasi Korporat Pertamina
Dari Legacy Ke Imperatif Baru

cooperation. Hanya saja, dengan demikian berarti harus terbentuk sebuah


wawasan baru di Pertamina, bahwa kompetisi dalam pengusahaan Migas
berjalin kelindan dengan berlangsungnya saling hubungan antara ekonomi,
masyarakat dan kebudayaan menurut setting abad informasi dewasa ini.

Demikianlah, tak berlebihan jika dikatakan bahwa penyingkapan tentang


restrukturisasi korporat di Pertamina tidaklah teknikalitas sifatnya, jauh
lebih signifikan dari itu, yaitu telah menyentuh dimensi-dimensi filosofis
mengapa restrukturisasi korporat mesti dilakukan, ke mana arah tujuannya
serta bagaimana mencapai tujuan itu. Upaya ini juga semacam pengingatan
kembali (reminding) , bahwa hidup ternyata tak hanya berurusan dengan roti
dan anggur, tetapi juga dengan pencapaian puncak martabat kemanusiaan
di Indonesia, dengan Pertamina sebagai institusinya.[]

323
6
OPEC
dan Diplomasi Energi

325
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

326
OPEC dan Diplomasi Energi

OPEC, Optimalisasi Diplomasi Energi dan Strategi Mendatang


Penanganan Keanggotaan Indonesia
Makalah dalam Pertemuan Kelompok Ahli “Diplomasi Energi Dalam Konstelasi Politik
Kawasan”, Denpasar, Bali, 10-11 Juni 2005 dikombinasikan dengan tulisan sebagai
penanggap Roundtable Discussion Lemhannas, mengenai ‘ Kebijakan Indonesia keluar
dari Keanggotaan OPEC dan Strategi Indonesia Dalam Meningkatkan Ketahanan Energi
Guna Mencapai Ketahanan Nasional’. Jakarta, 12 Agustus 2008

TUJUAN DAN OPERASIONALISASI OPEC


OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries) lahir sebagai reaksi
terhadap tindakan International Oil Cartel (IOC, yang kemudian terkenal
dengan nama Seven Sisters) yang dengan sepihak telah mengatur harga
minyak secara sangat merugikan negara-negara produsen, yang notabene
memiliki hak menentukan terhadap sumber daya alam mereka sendiri.

Dalam perjalanannya, dengan susah payah, diwarnai berbagai krisis harga


minyak dan konflik antar anggota, organisasi ini telah tumbuh menjadi
pemain utama dunia yang disegani di bidang energi. Sejak berdirinya pada
tahun 1960, OPEC, berbeda dengan IOC, menjaga stabilitas harga minyak
berdasarkan pertimbangan kepentingan produsen, konsumen, investor
dan kelanggengan kemajuan ekonomi dunia, yang telah dibuktikan dalam
berbagai langkah-langkah OPEC menenangkan pasar dan harga minyak pada
saat-saat kritis, yang kalau dibiarkan dapat menyebabkan melambungnya
harga minyak.

Tindakan-tindakan OPEC dijiwai oleh Anggaran Dasar (Statute) OPEC yang


menyatakan tujuan OPEC sebagai berikut:

· Mengkoordinasikan dan menyatukan kebijakan negara-negara anggota


di bidang minyak dan menentukan cara-cara terbaik untuk melindungi
kepentingan mereka secara individual maupun kelompok.
· Menjaga stabilitas pasar dan harga minyak dengan sasaran menghilangkan
fluktuasi yang membahayakan dan tidak menguntungkan.**

327
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

· Menjamin penerimaan yang layak dan stabil bagi negara-negara


produsen.
· Menjamin pasokan minyak yang cukup, efisien, teratur dan ekonomis
bagi negara konsumen
· Menjamin diperolehnya keuntungan yang wajar bagi investor
** Catatan: Diciptakannya sistem price band yang menstabilkan harga pada kisaran
22-28 dollar per barel, yang cukup berhasil di tahun 2000-2003 membuktikan organisasi
ini lebih mengutamakan stabilitas daripada harga yang tinggi. Sistem tersebut kemudian
tidak lagi efektif sejak tahun 2004 karena walaupun untuk meredam harga OPEC sudah
menaikkan produksi beberapa kali sampai kapasitas maksimalnya, harga terus melonjak
tidak tertahankan mendekati 150 dollar pada tahun 2008 ini. Ini menunjukkan bahwa
azas OPEC yang berpegang pada pengendalian kesetimbangan pasokan dan permintaan
dewasa ini sedang tidak berdaya menghadapi faktor-faktor non fundamental lain yang
lebih dominan seperti geopolitik dan spekulasi.

Tujuan OPEC tersebut lebih jauh berkembang dalam Konperensi Tingkat


Tinggi (OPEC Summit ) ke 1 (tahun 1975 ) dan ke 2 (tahun 2000) serta ke
3 (tahun 2007) yang pada intinya menyatakan “solidaritas alami yang
menyatukan negara-negara OPEC dengan negara-negara berkembang
lainnya dalam memerangi keterbelakangan”. Jadi peran OPEC telah meluas
ke arah masalah-masalah kemanusiaan seperti pembangunan berkelanjutan,
perlindungan lingkungan dan memerangi kemiskinan, dengan penekanan
pada kebutuhan negara-negara miskin. Salah satu perwujudan dari komitmen
tersebut adalah dibentuknya OPEC Fund sekarang disebut OPEC Fund for
International Development atau OFID, organisasi yang menyediakan dana
untuk membantu negara-negara berkembang yang bukan anggota OPEC
dalam kegiatan pembangunannya, terutama di bidang infra struktur, energi,
pertanian, pendidikan dan kesehatan. Sampai saat ini telah disalurkan
sebagian besar dari 9.5 miliar dolar komitmen dana pinjaman sangat lunak.
Kontribusi Indonesia dalam OFID ini sangat kecil, sekitar 9 juta dollar. Di OFID
ini Indonesia diwakili oleh Departemen Keuangan.

Perlu dicatat bahwa OFID membantu negara-negara yang terkena bencana


alam tanpa melihat keanggotaannya di OPEC. Misalnya pada waktu Aceh
dilanda tsunami, OFID juga langsung menyumbang sebesar setengah juta
Euro melalui Palang Merah Internasional.

328
OPEC dan Diplomasi Energi

Di samping itu secara terpisah, bantuan anggota-anggota OPEC sendiri ikut


mendukung pembangunan di negara-negara yang paling miskin dengan
jumlah komitment mencapai sekitar 90 miliar dolar dan telah disalurkan
separonya. Bantuan ini, dalam proporsi terhadap GNP, jauh lebih besar dari
yang diberikan negara-negara donor kaya.

Di dalam operasionalisasinya fungsi OPEC telah berkembang, yaitu di samping


sebagai media komunikasi antar negara-negara anggota OPEC, juga dengan
negara-negara produsen non-OPEC dan dengan negara-negara konsumen,
terutama OECD, yang kemudian melahirkan IEF (International Energy
Forum). IEF merupakan wadah komunikasi semua negara di bidang energi
dan bermarkas di Ryad. Keamanan pasokan energi (Energy Security) dan
keamanan permintaan ( demand security), stabilitas harga, dan ketertataan
permintaan dan pasokan minyak dunia merupakan salah satu tema sentral
IEF. Perjuangan OPEC ini juga membuahkan kesadaran bagi dunia akan nilai
tak terbarukan energi fosil sehingga telah menghasilkan upaya efisiensi. Krisis-
krisis yang terjadi juga sekaligus telah mendorong tumbuhnya produsen
non-OPEC.

Indonesia memasuki OPEC pada tahun 1962 karena melihat perjuangan OPEC
merupakan suatu perjuangan negara ketiga, bahwa OPEC adalah kumpulan
negara berkembang yang berjuang melawan kesewenangan negara-negara
industri/perusahaan-perusahaan multinasional. Indonesia pada waktu itu
sudah mulai mengekspor minyak sehingga memiliki kepentingan yang sama
dengan negara-negara OPEC lainnya. Terjaminnya stabilitas harga pada
tingkat yang layak selain memberikan sumber dana yang signifikan bagi
anggaran belanja negara, juga untuk kestabilan anggaran itu sendiri. Sebagai
ilustrasi, Indonesia sangat menikmati kenaikan harga dari 2 dollar per barel
menjadi 12 dollar setelah embargo minyak perang Arab-Israel tahun 1974.
Harga yang bagus tersebut sangat membantu pembangunan Indonesia.

329
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Pemanfaatan OPEC untuk kepentingan Indonesia


Pengamanan Sumber Pasokan Minyak Indonesia

Makin merosotnya produksi minyak negara-negara non-OPEC (suatu gejala


global yang juga ikut melanda Indonesia), dan tidak ditemukannya lagi
lapangan-lapangan minyak raksasa selama 20 tahun terakhir ini membuat
OPEC akan menjadi lebih dominan di masa depan. Perkembangan cadangan
minyak dunia menunjukkan bahwa pertambahan signifikan cadangan
selama dua puluh tahun terakhir hanya terjadi di negara-negara OPEC Timur
Tengah, yang meningkat 90% (dari 475 miliar barel tahun 1983 menjadi 905
miliar barel pada akhir tahun 2006). Hanya Timur Tengah, Rusia serta sedikit
wilayah di Afrika dan Amerika Latin yang kelebihan minyak alias eksportir.
Kawasan Asia, Eropa dan Amerika ternyata negatif dalam neraca minyaknya
sehingga semua mata tertuju ke Timur Tengah untuk mengamankan masa
depan pasokan minyak mereka. Mereka menyadari bahwa pengamanan dan
stabilitas pasokan energi tidak dapat hanya diandalkan kepada kekuatan
dan mekanisme pasar, ini tercemin dari politik dan diplomasi energi mereka
kepada negara-negara pemilik minyak tersebut.

Selama sepuluh tahun terakhir Indonesia menghadapi penuaan lapangan


minyak, penurunan produksi dan makin sukarnya ditemukan lapangan-
lapangan minyak baru di samping kurangnya kegiatan eksplorasi (yang
terimbas oleh krisis politik dan ekonomi). Cadangan terbukti Indonesia
sekarang sebesar 4.1 miliar barel hanya 0.3% dunia. Setelah mencapai
puncaknya pada tahun 1996, produksi Indonesia terus menurun sesuai
karakter alamiahnya, sementara makin sukarnya kondisi wilayah eksplorasi
baru. Belakangan ini kegiatan eksplorasi sudah makin ditingkatkan, namun
hasil yang signifikan baru akan dirasakan dalam kurun waktu 6-8 tahun
kedepan.

Dari produksi minyak Indonesia kurang dari 1 juta bph (barel per hari) dewasa
ini, Indonesia hanya memiliki sekitar 60-70 persennya dan sisanya merupakan
porsi biaya produksi dan hak mitra bagi hasil. Dengan konsumsi Indonesia
yang lebih dari satu juta bph BBM, harus diimpor 300 ribu bph minyak mentah
dan 400 ribu bph BBM, yang artinya secara keseluruhan Indonesia sudah
benar-benar menjadi net importer.

330
OPEC dan Diplomasi Energi

Indonesia memiliki kepentingan jangka panjang dalam pengamanan sumber-


sumber minyak dan gas untuk kebutuhan dalam negeri. Usaha yang dilakukan
di dalam negeri adalah meningkatkan cadangan terbukti dan jumlah produksi
melalui peningkatan investasi dan kegiatan eksplorasi dan produksi. Cetak
biru Pengelolaan Energi Nasional (PEN) memprediksi bahwa selama 20 tahun
ke depan Indonesia masih akan sangat tergantung kepada minyak sebagai
sumber energi. Keadaan tersebut menuntut Indonesia mau tidak mau untuk
mencari sumber-sumber minyak di luar negeri.

Hal yang sama juga dialami oleh negara-negara Asia yang lain sehingga
akan terjadi kompetisi yang berat dalam kegiatan ini. China dan India, juga
Malaysia sudah lebih dulu memulai insiatif ini sehingga mereka sudah banyak
menguasasi wilayah kerja eksplorasi dan produksi minyak di kawasan Timur
Tengah dan Afrika.

Ketergantungan dunia kepada minyak OPEC akan makin besar. Bilamana


sebagai bukan anggota, status Indonesia akan sama dengan pembeli lainnya
sehingga berkompetisi dalam mendapatkan pasokan. Membeli di pasar spot
akan membayar lebih mahal dan membeli dari penjual non-OPEC juga sulit
karena biasanya dikonsumsi sendiri, sudah terjual untuk jangka panjang atau
diolah di kilang-kilang mereka sendiri. Karena itu negara-negara di dunia
sekarang menempatkan bobot/kepentingan kerjasama bilateral energi
dengan negara produsen di atas kerja sama lainnya.

Untuk itu Indonesia perlu mengembangkan sumber-sumber minyak di


luar negeri oleh perusahaan nasional kita. Hubungan baik dengan negara-
negara OPEC dapat dijadikan aset yang baik dalam usaha ini. Contoh adalah
diperolehnya konsesi lapangan minyak di Irak bagi Pertamina. Pertamina
juga sudah memperoleh wilayah kerja di Libya dan Qatar dan sedang dijajaki
di Equador. Kerjasama patungan juga sudah diperoleh dengan perusahaan
Iran untuk mengelola produksi minyak di satu kawasan di negara tersebut.

Menstabilkan dan Mempertahankan Harga minyak, gas dan batu bara


yang layak.

Walau jumlah ekspor minyak Indonesia saat ini tidak terlalu signifikan, di
lain pihak Indonesia masih sebagai eksporter besar gas bumi dan batu bara,

331
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

sehingga Indonesia masih berkepentingan atas stabilitas dan harga yang


layak minyak mentah yang secara langsung akan menentukan harga gas
dan batu bara.

Kerjasama Ekonomi dan investasi

Forum OPEC dapat didayagunakan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi


dan investasi antar sesama anggota. Beberapa negara OPEC memiliki dana
yang sangat besar dan mengembangkan investasi mereka di negara-negara
lain yang juga dapat dimanfaatkan untuk investasi di Indonesia. Untuk itu,
Indonesia sebaiknya menawarkan proyek-proyek investasi menarik. Salah
satu contoh adalah proyek pembangunan kilang di Banten bersama Iran
serta rencana kilang baru di Tuban bersama Saudi Arabia. Contoh lain adalah
pembangunan resort di Lombok dengan investasi dari Uni Emirat.

Negara-negara OPEC di Timur Tengah sekarang menunjukkan minat untuk


investasi di bidang produksi pangan. Hal mana Indonesia merupakan tempat
yang cocok karena didukung ketersediaan lahan dan iklim.

Perusahaan-perusahaan Indonesia juga ada yang ikut kegiaran pembangunan


infrastruktur di negara-negara OPEC. Demikian juga negara-negara OPEC juga
merupakan pasar bagi produk-produk industri Indonesia.

Indonesia juga memiliki peluang memasok tenaga kerja berkualitas di luar


negeri. Sebagai contoh adalah dipakainya tenaga trampil dan ahli Indonesia
di Qatar dan negara-negara Teluk lainnya. Indonesia harus dapat membina
lebih banyak tenaga kerja berkualitas tersebut karena peluangnya masih
luas. Dalam hal ini lembaga pelatihan milik pemerintah dan swasta dapat
diberdayakan.

Masuknya wisatawan dari negara-negara OPEC ke Indonesia juga


merupakan potensi yang bagus (kunjungan wisatawan Timur Tengah sudah
lama dinikmati Malaysia). Promosi Indonesia yang gencar serta fasilitasi
pelaksanaannya perlu dilakukan.

Dalam berbagai hal tersebut di atas, sektor atau departemen terkait (


Perdagangan, Perindustrian, Tenaga Kerja, Pariwisata, KADIN, BKPM, DESDM)
dihimbau untuk memanfaatkan peluang ini dengan merintis hubungan-

332
OPEC dan Diplomasi Energi

hubungan dengan instasi terkait di negara-negara anggota OPEC tersebut


dan mengkoordinasikannya dengan pelaku bisnis di Indonesia.

Mendukung Diplomasi Luar Negeri

Di bidang politik luar negeri sangat diperlukan adanya dukungan terhadap


diplomasi Indonesia melalui kemitraan internasional. Keanggotaan Indonesia
di OPEC meningkatkan posisi Indonesia di forum internasional karena OPEC
merupakan organisasi yang sangat disegani di antara organisasi-organisasi
negara berkembang. OPEC memiliki solidaritas diplomasi yang tinggi yang
sering dimanfaatkan untuk diplomasi Indonesia, misalnya dalam menghadapi
permasalahan nasional kita seperti HAM dan integritas nasional.

Indonesia juga dapat memanfaatkan OPEC Fund untuk memperkuat


diplomasi Indonesia. Misalnya membantu negara tetangga Indonesia untuk
memperoleh dana OPEC Fund. Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja, Filipina,
Myanmar, Papua Niugini adalah negara-negara sekitar Indonesia yang
sudah menikmati dana tersebut. Karena itu yang dapat diusulkan Indonesia
selanjutnya adalah bantuan untuk Timor Leste.

Kerja Sama Pengembangan Teknologi.

OPEC sudah mulai membina kerjasama riset teknologi antar negara anggota
yang hasilnya dapat dinikmati dengan biaya relatif murah karena ditanggung
bersama. Dalam hal ini Puslitbang Teknologi Minyak dan Gas ‘LEMIGAS’ sudah
ikut berkoordinasi dengan Sekretariat OPEC.

Pemanfaatan Hasil Kegiatan Sekretariat OPEC

Sekretariat OPEC bertempat di Wina, Austria, yang menjalankan kegiatan


riset energi dan riset pasar minyak untuk mendukung kebijakan dan strategi
organisasi ini. Hampir 80% dari aktivitas Sekretariat OPEC merupakan kegiatan
studi dan riset yang berwawasan global seperti riset pasar dan harga minyak
yang bersifat jangka pendek dan menengah, dan kegiatan studi-studi energi,
yang bersifat jangka menengah dan panjang. Untuk itu lebih dari 70 persen
personil Sekretariat OPEC terdiri dari para peneliti. Tenaga-tenaga ahli
Indonesia mendapat kesempatan untuk berkiprah di bidang profesional di
Sekretariat OPEC. Indonesia saat ini menempatkan 4 tenaga ahlinya.

333
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Seluruh anggota OPEC mendapat akses penuh kepada semua hasil kegiatan
riset dan studi sekretariat, baik berupa data dan informasi, maupun hasil
penelitian berupa laporan konfidensial maupun publikasi. Jenis informasi
serta hasil studi dan riset tersebut relatif sama dengan yang mutlak diperlukan
suatu negara. Indonesia tidak perlu melakukan kembali kegiatan yang sama,
tapi dapat memanfaatkannya untuk keperluan Indonesia dalam melakukan
kajian yang spesifik dengan kepentingan Indonesia namun yang terkait
dengan aspek global.

Pembiayaan lembaga ini diambil dari iuran anggota masing-masing sekitar


2 juta euro per tahun. Dilihat dari bobot kegiatan riset yang dilakukan yang
hasilnya dapat dinikmati semua anggota, jumlah tersebut sangatlah wajar.

Manfaat bagi OPEC atas Kehadiran Indonesia sebagai Anggota


Indonesia adalah salah satu anggota penuh OPEC yang terlama di luar
anggota pendiri. Dalam sejarah perjalanan OPEC, Indonesia secara setia telah
ikut dalam suka duka organisasi ini dan telah memainkan peran sebagai
mediator yang menonjol dalam organisasi ini, baik ke dalam maupun ke
luar. Sekretaris Jenderal OPEC dari Indonesia, Professor Subroto, dalam dua
periode masa tugasnya (1988-1994) telah berhasil membawa OPEC untuk
lebih terbuka dan merintis dialog konsumen dan produsen. Demikian juga
Presiden OPEC dan Sekretaris Jenderal OPEC pada tahun 2004, Purnomo
Yusgiantoro, dalam suasana harga minyak yang meningkat tinggi berhasil
membawa OPEC untuk melakukan usaha menurunkan harga minyak dengan
tiga kali menaikkan tingkat produksi.

Indonesia, negara dengan penduduk 230 juta jiwa dan memiliki penduduk
muslim terbesar di dunia, pelopor dunia ketiga, dan satu-satunya negara Asia
Timur jauh yang menjadi negara OPEC, merupakan aset penting bagi OPEC.
Nilai politis ini dianggap jauh lebih besar dari sekadar permasalahan status
ekspor minyak Indonesia.

334
OPEC dan Diplomasi Energi

Aspek Legal Keanggotaan Indonesia di OPEC


Di dalam statuta OPEC dinyatakan secara tegas bahwa anggota penuh OPEC
adalah yang sudah mendapat keanggotaan dengan persetujuan anggota-
anggota penuh lainnya tanpa mempersoalkan apakah masih net exporter
atau tidak. Persyaratan net exporter minyak mentah (crude petroleum) hanya
diterapkan bagi calon yang ingin menjadi anggota baru. Calon juga dapat
menjadi Associate Member apabila hanya memenuhi kriteria net petroleum
exporter, artinya sebagai eksportir gabungan gas dan produk minyak tapi
tidak memenuhi kriteria sebagai net exporter minyak mentah. Associate
Member tetap harus membayar sejumlah iuran keanggotaan, memiliki hak
akses kepada seluruh fasilitas informasi dari Sekretariat, dapat diundang hadir
di Sidang OPEC dan Sidang Gubernur tapi tidak memiliki hak pilih.

Penerimaan keanggotaan baru harus disetujui oleh anggota OPEC sekarang


ini.Observer hanya ada bila Sidang OPEC memutuskan untuk mengundang
satu negara bukan anggota untuk menghadiri sidang. Observer tidak memiliki
hak ataupun kewajiban.

Jadi jelas Statuta OPEC tidak mengatur tentang penurunan status


keanggotaan bagi anggota penuh. Bila Indonesia ingin menjadi Associate
Member, harus menyatakan keluar dulu dari anggota OPEC dan kemudian
mengajukan permohonan untuk jadi Associate Member. Kejadian ini dapat
sangat disesalkan para anggota OPEC lainnya karena Indonesia sudah
lebih 40 tahun sebagai salah satu penggerak organisasi tersebut. Di mata
mereka, Indonesia tetap sebagai pemain penting dalam industri petroleum
internasional, karena masih sebagai eksportir gas besar dan masih memiliki
potensi cadangan minyak dan gas yang substansial, yang sewaktu-waktu
dapat membawa kembali Indonesia sebagai eksportir. “ Why remain outside
the club to which she already belongs?”. Tidak ada anggota OPEC sekarang
termasuk anggota Pendiri yang menginginkan salah satu anggotanya berada
di luar. Sebaliknya mereka sangat memahami dan sangat solider atas situasi
negara anggota tersebut dan sangat menginginkan anggota tersebut tetap
berada di dalam organisasi.

335
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Strategi Penentuan Status Keanggotaan Indonesia Saat Ini


Untuk sementara ini kepentingan Indonesia sudah bergeser dari net exporter
menjadi net importer. Beberapa pendapat menyatakan bahwa dewasa ini
status di luar OPEC dianggap lebih pas bagi Indonesia. Pertama, menghindari
konflik kepentingan dalam forum OPEC. Dalam situasi sekarang Indonesia
merasa sangat canggung berada satu meja dengan para eksportir. Kedua,
keluarnya dari keanggotaan OPEC diharapkan lebih menyadarkan masyarakat
bahwa negara kita bukan lagi ‘kaya raya’ dengan minyak tapi sudah sebagai
pengimpor, sehingga harus lebih terpacu untuk meningkatkan efisiensi serta
mengembangkan energi alternatif yang cukup banyak di negeri ini.

Manfaat atau keuntungan keanggotaan Indonesia di OPEC sudah di bahas


di atas. Kerugiannya, disamping adanya konflik kepentingan Indonesia saat
ini di forum OPEC, juga adalah dapat terkenanya Indonesia dalam masalah
litigasi, terutama di Amerika, karena OPEC dituduh melakukan praktek kartel.
Ancaman tersebut masih berupa potensi karena dalam perjalanannya selama
ini masih dapat diatasi melalui jalur hukum dan selalu dapat ditepis dengan
argumen bahwa kebijakan produksi OPEC merupakan kedaulatan masing-
masing negara yang didukung konstitusi masing-masing.

Identifikasi keuntungan dan kerugian keanggotaan di OPEC untuk Indonesia


tersebut disajikan dalam matriks terlampir.

Karena itu, jalan terbaik saat ini bagi Indonedia adalah status pembekuan
sementara keanggotaan, bukan keluar. Dengan status ini antara Indonesia
dan OPEC dapat memelihara ‘feeling sekeluarga’ dan itu memudahkan
dalam hubungan bilateral dengan negara-negara anggota. Di samping itu,
bila mengacu anggaran dasar OPEC, permintaan keanggotaan baru setelah
keluar akan lebih rumit prosedurnya dibanding menghidupkan kembali
keanggotaan yang sudah ada. Contoh kasus adalah Equador, yang setelah 15
tahun keluar, tahun lalu masuk lagi ke organisasi ini. Indonesia tentu dapat
melakukan hal yang sama pada saat yang tepat dan diperlukan nantinya.

Dalam status pembekuan keanggotaan nantinya, strategi Indonesia adalah


memelihara persahabatan dengan negara-negara OPEC, yang sudah sangat
baik secara bilateral maupun multilateral. Indonesia juga dapat menawarkan

336
OPEC dan Diplomasi Energi

peran negara kita untuk membantu upaya OPEC dalam stabilisasi pasar
minyak dunia, antara lain sebagai jembatan antara produsen dan konsumen,
khususnya negara-negara berkembang.

Ke depan, Indonesia akan memerlukan tambahan impor minyak mentah


yang tidak selalu dapat diperoleh hanya dengan pendekatan bisnis.
Kedekatan Indonesia dengan OPEC dapat merupakan posisi tawar Indonesia
dalam berkompetisi dengan negara-negara konsumen lainnya yang dapat
menawarkan lebih banyak seperti dana investasi, teknologi ataupun peralatan
pertahanan untuk mendapatkan pasokan jangka panjang dari negara-negara
OPEC.

Jadi dengan banyaknya kepentingan kerja sama di bidang diplomasi, ekonomi


dan investasi tersebut di atas, walaupun bukan lagi anggota, pemeliharaan
dan peningkatan persahabatan Indonesia dengan negara-negara OPEC
merupakan kemestian.

Proses keluarnya Indonesia ini dapat dilakukan seelegan mungkin oleh


kedua belah pihak. Perlu dicatat bahwa OPEC sendiri sudah menyatakan
tidak menginginkan dan sangat menyayangkan keluarnya Indonesia karena
Indonesia sudah merupakan ‘bagian sejarah OPEC’ dan secara de facto
dianggap sejajar dengan anggota pendiri. Mengingat Indonesia masih
memiliki hak anggota sampai akhir tahun 2008 (karena sudah membayar
penuh iuran 2008) pembekuan keanggotaan tersebut tidak perlu tergesa-
gesa tapi baru dieffektifkan terhitung mulai 1 Januari 2009.

337
TINJAUAN ASPEK-ASPEK KEANGGOTAAN INDONESIA DI OPEC
JALAN KELUAR BILAMANA KELUAR
NO ASPEK BOBOT KEUNTUNGAN KERUGIAN
DARI KEANGGOTAAN
1 KEAMANAN Besar Indonesia memerlukan ke depan tambahan Status keuangan Indonesia harus diper­
PASOKAN pa­sok­­an minyak men­tah. Negara-negara kon­ kuat untuk mendapat kepercayaan
MINYAK sumen/maju berkompetisi untuk men­dapat­ penjual. Karena itu harus memelihara
MENTAH kan pasokan jangka panjang ke negara-negara hubungan baik yang sudah terbina
OPEC. sebelumnya dengan negara-negara
Sebagai contoh Cina dan Jepang yang mem­ Opec.
beri­kan pinjaman pembangunan jangka pa­n­
jang dengan pengembalian pasokan minyak.
Dewasa ini per­setujuan pasokan kadang-ka­
dang memerlukan ke­mauan politik dari n­e­
gara pemasok. Kedekatan Indonesia di forum
OPEC dapat dipakai/memudah­ kan dalam
men­cari tambahan pasokan dan menja­min ke­
lang­gengan komitmen pasokan yang sudah
ada (seperti dari Saudi Arabia, Kuwait, Libya,
Iran, Nigeria).

338
Ketergantungan dunia kepada minyak OPEC
akan makin besar. Bilamana sebagai bukan
ang­gota, status sama dengan pembeli lainnya
sehingga ber­kom­petisi dalam mendapatkan
pasokan. Membeli di pasar spot akan mem­
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

bayar lebih mahal yang jum­lah­nya jauh lebih


besar dibanding iuran tahun­an OPEC. Membeli
dari penjual non-OPEC juga sulit karena bia­
sanya dikonsumsi sendiri, sudah terjual untuk
jangka panjang atau diolah di kilang-kilang
me­reka sendiri.
Negara-negara di dunia sekarang mene­m­pat­
kan bobot/kepentingan kerjasama bilateral
ener­gi dengan negara produsen di atas kerja
sa­ma lainnya.
JALAN KELUAR BILAMANA KELUAR
NO ASPEK BOBOT KEUNTUNGAN KERUGIAN
DARI KEANGGOTAAN
2 POLITIK Besar Keanggotaan di OPEC meningkatkan posisi/ OPEC sering dituduh Memelihara hubungan baik yang sudah
LUAR leverage Indonesia di forum internasional. sebagai kartel dan terbina sebelumnya dengan negara-
NEGERI OPEC memiliki solidaritas diplomasi yang dianggap sebagai negara Opec. Mendayagunakan dan
tinggi yang dapat dimanfaatkan untuk biang keladi tingginya meningkatkan kerjasama/forum
memperjuangkan kepentingan diplomasi harga minyak. Citra bilateral dan multilateral dengan
Indonesia. ini ikut mengimbas anggota OPEC maupun dengan
ke Indonesia. negara-negara lainnya seperti OKI, IEF,
D8, Selatan-selatan dll.
Sebagai satu-satunya anggota dari Asia-Pasifik
kehadiran Indonesia diperlukan OPEC.

3 OPINI MA­ Besar Masyarakat menilai

339
SYA­RAKAT k e b e r a d a a n
INDONESIA Indonesia di OPEC
saat ini agak ironis/
aneh karena posisi
Indonesia sudah
sebagai importir
minyak.
4 KERJA Se-dang Forum OPEC dapat didayagunakan untuk . Indonesia kehilangan forum penting
SAMA meningkatkan kerja sama ekonomi antar untuk pengembangan kerja sama
EKONOMI sesama anggota. Beberapa negara OPEC ekonomi. Namun kerja sama tetap
memiliki dana yang sangat besar yang dapat bisa dilakukan tanpa jadi anggota.
dimanfaatkan untuk investasi di Indonesia. Perlu dicatat bahwa sampai saati ini
Perusahaan-perusahaan Indonesia juga ada Indonesia kurang produktif dalam
yang ikut kegiaran pembangunan infrastruktur memanfaatkan potensi investasi dari
di negara-negara OPEC. negara-negara OPEC di Timur Tengah.
Karena itu yang juga lebih penting
OPEC dan Diplomasi Energi

adalah kesiapan industri dan kalangan


bisnis Indonesia untuk mengisi
kerja sama ekonomi. Untuk itu agar
menyiapkan industri dan kalangan
bisnis Indonesia.
JALAN KELUAR BILAMANA KELUAR
NO ASPEK BOBOT KEUNTUNGAN KERUGIAN
DARI KEANGGOTAAN
5 STUDI, Se-dang Hampir 80% dana dan kegiatan OPEC . Indonesia kehilangan sumber
DATA DAN dicurahkan untuk melakukan riset, studi dan informasi yang handal. Indonesia harus
INFOR- pengadaan data dan informasi yang mutakhir, meningkatkan partisipasi di organisasi
MASI, yang juga dapat dimanfaatkan Indonesia energi lainnya seperti IEA, IEF, APECEC,
PELATIHAN untuk penentuan kebijakan energi Indonesia. ACE dan lainnya.
Sekretariat OPEC menyelenggarakan berbagai
pelatihan dan workshop bagi para ahli dari
negara anggota.
6 HARGA Se-dang Dulu sebagai net eksporter Indonesia Sebagai net importer
MINYAK berkepentingan dengan harga minyak yang minyak Indonesia
MENTAH pantas. Selain itu ekspor batu bara dan gas tidak menginginkan
Indonesia harganya terkait dengan minyak. harga yang terlalu
tinggi karena terkait
dengan beban

340
subsidi di dalam
negeri.
7 IURAN Se-dang Iuran tahunan sekitar 2 juta euro atau hampir Iuran ini paling .
TAHU-NAN 30 miliar rupiah per tahun. Iuran ini cukup besar diantara
dan biaya logis karena 80% dipakai untuk keperluan semua keanggotaan
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

perjalanan riset dan studi energi aktuil yang juga dapat Indonesia di
delegasi dimanfaatkan oleh Indonesia. Sekitar 25% o r g a n i s a s i
Indonesia iuran Indonesia diserab kembali oleh ahli2 Internasional.
mengha- Indonesia yang bekerja di sana. Iuran dapat Masyarakat menilai
diri dikompensasi bilamana mendapat pasokan dana tersebut dapat
pertemu- minyak yang lebih murah daripada di pasar dimanfaatkan untuk
an. spot. kepentingan lain.
JALAN KELUAR BILAMANA KELUAR
NO ASPEK BOBOT KEUNTUNGAN KERUGIAN
DARI KEANGGOTAAN
8 PENGA-RUH Kecil Dengan status sebagai net importer/pembeli Posisi Indonesia Di luar OPEC, sebagai konsumen
DI FORUM minyak saat ini. Indonesia dapat memposisikan minoritas dan tidak Indonesia dapat lebih bebas
OPEC dirinya juga sebagai konsumen dan bisa dapat memberikan memberikan masukan untuk stabilisasi
memberikan masukan/pandangan ke forum pengaruh yang pasar minyak dunia dan dapat sebagai
OPEC dalam menentukan kebijakan OPEC. signifikan walau mediator pihak konsumen dalam
memiliki suara yang dialog konsumen-produsen.
sama. Indonesia
dengan negara-
negara anggota
lainnya akan berada
pada suasana tidak
nyaman kalau selalu

341
berbeda pandangan.
9 LITIGASI Kecil OPEC dan NOC
OPEC DI nya sering dituntut
NEGARA- sebagai kartel yang
NEGARA menaikkan harga
KONSU- minyak. Indonesia
MEN dan Pertamina
(terutama ikut terbawa dan
di USA) harus ikut berjuang
membela diri.
10 Pemaso- Kecil Indonesia memasok tenaga kerja perminyakan Karena diperlukan oleh negara-negara
kan tenaga terlatih ke negara-negara OPEC. Ada rencana OPEC, pasokan tenaga kerja tidak
kerja ke menjadikan Pusdiklat Migas Cepu sebagai akan terganggu. Hubungan baik yang
negara- OPEC Center of excellence untuk pendidikan sudah terbina agar terus dipelihara dan
negara tenaga migas. ditingkatkan.
OPEC
OPEC dan Diplomasi Energi
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Acting for Secretary General OPEC tahun 2004, Maizar Rahman

342
OPEC dan Diplomasi Energi

OPEC, Jendela Indonesia Memandang “Halaman”


Suara Karya, Minggu, 31 Juli 2005

T
idak disangkal lagi, saat ini semua bangsa di dunia, terutama China
dan AS terus mencari sumber-sumber minyak, baik itu dalam
bentuk pembelian produk BBM, atau penanaman investasi mereka
di luar negeri. China adalah yang paling gencar melakukan hal itu karena
pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat tadi. Di sinilah posisi Indonesia
harus jelas, karena kalau Indonesia terus-menerus menjadi penonton dan
tidak mengembangkan pencarian minyak, maka posisinya akan terus terjepit.
Bahkan untuk membeli minyak pun nanti akan sulit karena semua yang ada
di pasaran akan ditelan oleh China dan AS.

Untuk lebih melihat apa yang mesti dilakukan oleh Indonesia dalam konstelasi
pergumulan pencarian pasok minyak dunia di market maupun di lapangan-
lapangan minyak, dan bagaimana sebaiknya kiprah Indonesia di forum OPEC,
berikut wawancara Sabpri Piliang dan fotografer Hedy Suryono dari Suara
Karya dengan Gubernur Indonesia untuk OPEC, Dr Maizar Rahman.

Secara historis, mengapa OPEC ini harus dibentuk, di mana salah satunya
Indonesia menjadi negara yang turut mendeklarasikannya?

Terbentuknya OPEC, lebih pada adanya perlawanan negara-negara


berkembang terhadap bentuk kapitalisme. Sebab dulunya, sebelum ada
OPEC, harga minyak dunia sangat ditentukan oleh perusahaan-perusahaan
minyak yang berpusat di Eropa dan AS. Mereka yang disebut dengan seven
sister ini sudah seperti kartel yang sangat menentukan harga minyak dunia.
Alhasil, negara-negara yang mempunyai kedaulatan di sektor minyak, sangat
sedikit menikmati hasil kekayaan alamnya.

Apakah tantangan OPEC, sebagai satu-satunya organisasi negara-negara


berkembang, yang paling berat saat itu dan saat ini?

Tantangan OPEC dalam perjalanannya sangatlah berat, saat itu baik internal
maupun eksternal OPEC mengalami masa-masa sulit. Di mana secara internal,

343
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

terdapat konflik di dalam, dan dari luar. Sementara negara-negara industri


besar juga menentang OPEC.

Sebagai negara OPEC, Anda melihat cadangan minyak Indonesia ini hanya
berapa persen dari cadangan minyak dunia?

Satu hal yang mesti masuk dalam kerangka berpikir semua rakyat Indonesia,
bahwa kita ini bukanlah negara minyak, karena cadangan minyak Indonesia
hanyalah 0,4 persen dari total sources dunia, yaitu 1.140 miliar barel. Artinya,
minyak kita cuma ada 4 miliar barel. Bandingkan dengan Arab Saudi 250
miliar barel.

Kalau begitu dengan sebegitu kecilnya cadangan kita, untuk apa Indonesia tetap
ada di OPEC? Bukankah itu mubazir?

Persoalannya bukan sesederhana itu. Memang dari sisi produksi kita ini
nomor dua terkecil setelah Qatar. Namun, keberadaan Indonesia di OPEC
akan banyak manfaatnya dalam hal -- salah satunya -- mempercepat koneksi
untuk mendapatkan pasokan minyak di saat kita perlu.

Artinya, Anda ingin mengatakan bahwa keberadaan Indonesia di OPEC untuk


menjaga Indonesia dalam kompetisi percarian minyak besar-besaran seperti
saat ini?

Prinsipnya, hubungan dengan negara-negara OPEC tidak boleh kita lepaskan


karena berkaitan dengan ketatnya kompetisi pencarian minyak di market
antara China dan AS saat ini.

Anda setuju, kalau keberadaan Indonesia di OPEC saat ini semata-mata karena
faktor sejarah?

Indonesia menjadi negara OPEC sejak tahun 1962, sehingga kalau dihitung
sampai saat ini sudah sekitar 43 tahun, dan ini harus dipertimbangkan.
Sehingga, adalah benar, kalau keanggotaan kita di OPEC tersebut sudah
merupakan bagian dari sejarah OPEC itu sendiri. Sehingga, teman-teman
OPEC lainnya menganggap Indonesia itu bukanlah sembarangan anggota.
Indonesia adalah full founder, dan mereka meminta kita tetap berada di OPEC
dalam keadaan produksi Indonesia saat ini.

344
OPEC dan Diplomasi Energi

Melihat produksi minyak kita yang hanya sekitar 1.025.000 juta bph, dan
cenderung sudah menjadi net oil importer, apakah ada suara-suara anggota
OPEC untuk mengeluarkan Indonesia dari keanggotaan?

Dari segi legal dan diatur dalam statuta OPEC, Indonesia merupakan full
member, yang dalam kondisi apa pun serta sampai kapan pun tidak akan
bisa diutak-atik untuk dikeluarkan dari OPEC. Sebagai perbandingan, untuk
menjadi anggota OPEC itu memiliki ketentuan dan syarat yang berat, yaitu
harus net exporter dan di samping itu sebelumnya mereka harus disetujui
oleh anggota yang full member. Setelah itu, baru dia diterima.

Karena Indonesia sudah menjadi full member, dan tidak dikenai peraturan harus
net exporter, maka Anda berasumsi tidak menjadi keharusan bagi Indonesia
untuk keluar dari OPEC?

Betul, kalau memang tidak ada keharusan, mengapa kita mesti keluar. Di
samping itu, banyak manfaatnya kita untuk tetap berada di OPEC.

Sebenarnya dari sisi OPEC, apakah tetap mempunyai kepentingan untuk


mempertahankan Indonesia berada di forum tersebut?

Indonesia selama ini dianggap banyak berperan dalam menjalankan fungsi


mediasi terhadap negara-negara lain untuk kepentingan OPEC. Lebih-lebih
ketika Subroto masih menjabat Sekjen OPEC. Di samping itu, Indonesia
merupakan satu-satunya jembatan OPEC yang berada di Asia, dalam
pengertian Asia di Timur Jauh.

Selain itu, apalagi yang menjadi dasar pertimbangan strategis OPEC untuk tetap
mempertahankan Indonesia dalam forum ini?

Indonesia itu memiliki penduduk Muslim terbesar di dunia. Jumlah ini jauh
lebih besar dari jumlah penduduk Muslim negara-negara OPEC lainnya,
sehingga ini menjadi pertimbangan yang kokoh bagi seluruh anggota OPEC.
Lagi pula, kalau Indonesia keluar, maka OPEC akan menjadi organisasi negara-
negara Arab penghasil minyak (OAPEC-sambil bergurau-red).

Jadi, kepentingan Indonesia tetap berada di OPEC sangat diperlukan oleh OPEC
sebagai kepentingan politis dan menjaga keseimbangan?

345
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Saya pikir asumsi itu tidak salah, karena OPEC melihatnya tidak hanya dari sisi
ekspor saja, namun juga menyangkut kepentingan diplomasi.

Anda bisa memberikan alasan mendasar dan bisa diterima logika, mengenai
pentingnya Indonesia tetap berada di OPEC?

Karena, tidak semua pihak memahami kalau keberadaan Indonesia di sana


semata-mata karena kepentingan historis dan diplomasi saja.

Ya, sekalipun kita tidak berkepentingan lagi dengan ekspor minyak, namun
kita sangat berkepentingan dengan harga minyak yang bagus karena
Indonesia termasuk salah satu negara pengekspor gas.

Karena itu Indonesia masih tetap diperhitungkan banyak pihak?

Keberadaan Indonesia di OPEC sekali lagi saya katakan sangat diperhitungkan


oleh banyak orang di luar negara OPEC. Sebab, efek tersebut akan dibawa
Indonesia dalam Asian Energy Meeting, misalnya. Selaku anggota OPEC, kita
akan bisa menjalankan fungsi kepanjangan tangan OPEC dalam hal mediasi.
Apalagi, masalah energi ini merupakan soal hidup, sehingga posisinya sangat
penting bagi masyarakat luas.

Melihat betapa pentingnya masalah energi, banyak negara yang


mengesampingkan soal politik asal kepentingan energinya bisa dipecahkan?

Itu sangat betul. Kita bisa mengambil contoh negara India dan Pakistan yang
sudah lama bertikai soal Kashmir, jelas mengesampingkan masalah politik.
Hal ini tampak dari kebutuhan India akan gas dari Irak, maka dia membuat
saluran pipa dari India melewati Pakistan. Kesepakatan mereka capai, Pakistan
membolehkan namun Pakistan mendapat bagian dari gas tersebut lewat
investasi India.

Itu berarti energi bisa jadi juru damai bagi bangsa-bangsa di dunia?

Memang begitu, energi sangat dimungkinkan menjadi juru damai bagi


bangsa-bangsa di dunia ini. Apalagi, 75 persen minyak dunia berasal dari
OPEC. Jadi, mengapa Indonesia mesti meninggalkan OPEC?

Tapi dengan membayar 2 juta dolar AS, tentu terlalu besar bagi Indonesia dalam
keadaan seperti saat ini?

346
OPEC dan Diplomasi Energi

Katakanlah, negara OPEC jumlahnya 11 dikalikan dua juta dolar. Sebanyak


80 persen dari 22 juta dolar tersebut dipakai untuk kepentingan riset energi
dan riset oil market. Kalau kita melakukan riset sendiri maka Indonesia akan
sangat berat.

Kalau begitu singkatnya keberadaan kita di OPEC bagi kepentingan jangka


panjang kita?

OPEC merupakan jendela bagi Indonesia untuk memandang dunia lain di


halaman dunia sekitarnya. OPEC juga menjadi acuan kita untuk melihat isu-
isu global yang ada di dunia. Sebab, kalau tidak, dari mana kita bisa dapat
informasi? ***

Salah satu sidang Konperensi OPEC, 2004, dipimpin oleh Presiden OPEC, Purnomo Yusgiantoro,
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia

347
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Keamanan, Kebijakan, dan Diplomasi Energi


Warta Ekonomi No 11/XX/26 Mei 2008

S
etelah terdampar di pulau, Robinson Crusoe sibuk mencari kayu
dan membuat api untuk memasak makanannya. Kisah klasik ini
mengilustrasikan bahwa, di samping makanan, energi juga merupakan
komoditas pokok manusia. Sejarah berbagai negeri maju serta berbagai
peperangan menunjukkan bahwa energi merupakan mesin pertumbuhan
ekonomi dan pendukung mesin perang yang menentukan harga diri suatu
bangsa. Keamanan energi merupakan kondisi pokok yang harus dipunyai
oleh setiap negara.

Keamanan energi makin penting seiring kenaikan harga minyak yang di


luar kemampuan negara kita untuk menyerapnya. Oleh karena itu, langkah-
langkah ke kemandirian atas pengelolaan energi harus dipercepat, terutama
dengan mengembangkan sumber-sumber sendiri, sambil juga mengamankan
sumber-sumber impor energi.

Tahun 2006, Presiden RI menetapkan Kebijakan Energi Nasional untuk


mewujudkan keamanan pasokan di dalam negeri. Didasarkan pada sumber-
sumber yang kita miliki, kebijakan tersebut menetapkan sasaran energy mix
tahun 2005 dengan porsi konsumsi minyak ditargetkan turun menjadi 20%
(dari 54% dewasa ini), gas bumi naik menjadi 30%, batu bara naik menjadi
33%. Selain itu, bahan bakar nabati harus dapat berperan sebesar 5%,
panas bumi 5%. Selain itu, dimanfaatkan juga energi lainnya, seperti nuklir,
biomassa, tenaga air, tenaga surya, dan tenaga angin, menjadi 5%. Bahan
bakar minyak dari batu bara yang dicairkan harus dikembangkan sekurang-
kurangnya sebesar 2%.

Ketersediaan cadangan minyak terbukti Indonesia hanya 4,3 miliar barel


atau untuk 10 tahun konsumsi, masa yang cukup singkat. Sementara itu,
pertambahan cadangan baru, seperti di banyak negara lainnya, juga sangat
kecil. Dengan sumber minyak dalam negeri yang terbatas, Indonesia ke
depan masih harus mencari sumber-sumber di luar negeri, baik dengan
pengusahaan sendiri maupun impor.

348
OPEC dan Diplomasi Energi

Dunia sendiri kesulitan memperoleh sumber energi yang mudah. Penduduk


dunia menjadi lebih dari 8 miliar jiwa pada tahun 2030 dari 6,5 miliar jiwa
dewasa ini. Jika diikuti pertumbuhan ekonomi, maka ini akan menaikkan
konsumsi energi menjadi 120 miliar ekuivalen barel minyak per tahun. Lebih
dari 80% dari energi primer dunia masih akan berupa energi fosil (minyak,
gas, dan batu bara) dan porsi minyak masih tetap dominan. Pada tahun 2030,
dunia akan memerlukan minyak sebesar 116 juta barel/hari, dibanding 87 juta
barel/hari dewasa ini. Dengan cadangan terbukti minyak dunia hanya sekitar
1,2 triliun barel, tentu ketersediaan pasokan minyak hanya untuk 30 tahun.
Ke mana mencari sumber-sumber baru? Dunia makin cemas karena, jika
dipetakan, sebagian besar negara-negara dunia adalah pengimpor minyak.

Hanya Timur Tengah, Rusia, serta sedikit wilayah di Afrika dan Amerika Latin
yang kelebihan minyak alias eksportir. Kawasan Asia, Eropa, dan Amerika
ternyata negatif dalam neraca minyaknya sehingga semua mata tertuju ke
Timur Tengah untuk mengamankan masa depan pasokan minyak mereka.
Mereka menyadari bahwa pengamanan dan stabilitas pasokan energi tidak
dapat hanya mengandalkan kekuatan dan mekanisme pasar. Ini tercermin
dari politik dan diplomasi mereka.

Diplomasi Energi Mancanegara


India akan mengalirkan gas dari Iran, yang memiliki salah satu cadangan gas
besar dunia. Iran akan mendapatkan pasar potensial bagi gasnya sekaligus
“teman” di kancah politik internasional. Gas harus dialirkan melewati Pakistan
dan negara ini, yang juga memerlukan gas, akan mendapat sewa tanah dan
sewa ribuan kilometer pipa. Ketidaksenangan Washington dijawab India
bahwa urusan bilateral mereka tidak boleh dicampuri siapa pun. Kerja sama
ini menunjukkan bahwa energi memberikan prioritas paling atas kepada
diplomasi suatu negara.

Cina baru-baru ini memberikan pinjaman investasi sebesar US$40-50


miliar untuk pembangunan infrastruktur di Nigeria, yang tentu dengan
harapan memperoleh akses ke lapangan-lapangan minyak di Nigeria. Hal ini
mengingat ketergantungan Cina terhadap minyak impor akan lebih dari 60%
pada 2010 dan akan terus membesar. Cina juga menetapkan Timur Tengah

349
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

sebagai kepentingan strategis utama sehingga harus mengedepankan


perdagangan dan hubungan ekonomi yang terpusat pada minyak dengan
kawasan tersebut.

Jepang, Korea, dan negara-negara konsumen pada umumnya melakukan


upaya diplomasi yang sama dengan mengandalkan kekuatan ekonomi,
pendanaan, dan teknologi mereka.

Sudah dua kali Presiden Amerika Serikat George Bush Jr. mengunjungi Arab
Saudi, meminta negara tersebut menaikkan produksi. Bahkan, anggota
Kongres Amerika Serikat sudah minta untuk mengaitkan pasokan senjata
dengan produksi minyak kepada negara-negara Timur Tengah.

Berbagai aliansi maupun kerja sama sudah tercipta, baik antarnegara


produsen energi dalam rangka mengamankan harga energi, maupun
antarnegara produsen dan konsumen dalam rangka mengamankan pasar dan
pasokan energi dari masing-masingnya, dan antarnegara konsumen sendiri
dalam rangka mengatasi krisis energi. Uni Eropa, misalnya, menciptakan
kebijakan energi bersama yang menuju kepada pasar tunggal. Pasar tunggal
akan menciptakan kompetisi yang menciptakan efisiensi dan harga energi
yang lebih murah.

Semua gerakan diplomasi tersebut menunjukkan bahwa komoditas minyak


dan gas tidak telepas dari interaksi politik antarnegara dan setiap negara
sudah menyusun strategi diplomasi energinya.

Apa yang bisa ditawarkan Indonesia dalam kompetisi diplomasi energi


tersebut?

Undang-Undang Energi yang disahkan tahun 2007 menyatakan bahwa


untuk menjamin ketahanan energi nasional dapat dilakukan kerja sama
internasional di bidang energi. Namun, Indonesia tidak sekuat negara-negara
maju dalam pendanaan, teknologi, serta kekuatan ekonomi lainnya sehingga
harus mencari aspek-aspek lain yang dapat dipakai sebagai kekuatan tawar.
Misalnya, memperbesar investasi negara eksportir minyak di Indonesia di
berbagai sektor.

Lalu, meningkatkan kerja sama energi ASEAN untuk ketahanan energi


kawasan, memelihara solidaritas antarnegara berkembang seperti OKI dan

350
OPEC dan Diplomasi Energi

kesetiakawanan yang sudah terbina selama ini seperti dengan OPEC, dan
kerja sama lainnya.

Para menteri OPEC sesudah sidang Konperensi OPEC di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, 5 Desember
2007. Delegasi Indonesia dipimpin Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Purnomo Yusgiantoro.

351
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

OPEC dan Indonesia


Suara Pembaruan 9 Juni 2008

O
rganisasi negara- negara pengekspor minyak (OPEC) didirikan
pada 1960 dengan tujuan mengembalikan penguasaan sumber
daya alam minyak kepada kedaulatan pemiliknya, yang umumnya
negara berkembang. Organisasi ini, menurut anggaran dasarnya, bertujuan
menyatukan kebijakan serta melindungi kepentingan anggotanya.

Upaya organisasi ini adalah menstabilkan harga di pasar internasional dan


mencegah fluktuasi, mengamankan penerimaan minyak yang tetap untuk
anggota sambil menjamin pasokan yang teratur, efisien, dan ekonomis
kepada negara-negara konsumen, serta memperhatikan keuntungan yang
pantas bagi investor.

Diciptakannya sistem price band yang menstabilkan harga pada kisaran


22-28 dolar per barel, yang cukup berhasil pada 2000-2003, membuktikan
organisasi ini lebih mengutamakan stabilitas daripada harga yang tinggi.
Sistem tersebut kemudian tidak lagi efektif sejak 2004 karena walaupun
untuk meredam harga OPEC sudah menaikkan produksi beberapa kali sampai
kapasitas maksimalnya, harga terus melonjak tidak tertahankan sampai sekitar
130 dolar sekarang ini. Ini menunjukkan bahwa asas OPEC, yang berpegang
pada pengendalian keseimbangan pasokan dan permintaan, tidak lagi
berdaya oleh faktor-faktor non-fundamental lain yang lebih dominan seperti
geopolitik dan spekulasi.

OPEC sering dianggap sebagai kartel negara-negara penghasil minyak, yang


pada kenyataannya jauh dari praktik kartel murni. Semangat solidaritas
negara berkembang telah mendorong ‘kartel’ ini mendirikan OPEC Fund
untuk membantu proyek-proyek ekonomi dan sosial negara-negara miskin
yang terkena imbas tingginya harga minyak.

Sampai saat ini sekitar US$ 9,5 miliar sudah disetujui dan sebagian besar sudah
disalurkan. Walau bantuan lebih ditujukan kepada negara-negara di luar

352
OPEC dan Diplomasi Energi

OPEC, namun pada waktu Aceh dilanda tsunami OPEC Fund juga langsung
menyumbang sebesar setengah juta euro melalui Palang Merah Internasional.

Indonesia memasuki OPEC pada 1962 karena melihat perjuangan OPEC adalah
perjuangan negara ketiga dan juga Indonesia pada waktu itu sudah mulai
mengekspor minyak, sehingga memiliki kepentingan yang sama dengan
negara-negara anggota OPEC lainnya. Indonesia menikmati kenaikan harga
dari US$ 2 per barel menjadi US$ 12 setelah embargo minyak perang Arab-
Israel, 1974. Harga yang bagus tersebut sangat membantu pembangunan
Indonesia.

Keanggotaan di OPEC meningkatkan posisi Indonesia di forum internasional,


karena OPEC merupakan organisasi yang sangat disegani di antara
organisasi- organisasi negara-negara berkembang. OPEC memiliki solidaritas
diplomasi yang tinggi, yang sering dimanfaatkan untuk diplomasi Indonesia
menghadapi permasa- lahan nasional, seperti HAM dan integritas nasional.

Sekretariat OPEC bertempat di Wina, Austria, yang menjalankan kegiatan


riset energi dan riset pasar minyak untuk mendukung kebijakan dan strategi
organisasi ini. Indonesia saat ini menempatkan empat tenaga ahlinya.
Pembiayaan lembaga ini diambil dari iuran anggota masing-masing sekitar
2 juta euro per tahun. Dilihat dari bobot kegiatan riset yang dilakukan, yang
hasilnya dapat dinikmati semua anggota, jumlah tersebut sangatlah wajar.

Makin merosotnya produksi minyak negara-negara non-OPEC (suatu gejala


global yang juga ikut melanda Indonesia), dan tidak ditemukannya lagi
lapangan-lapangan minyak raksasa selama 20 tahun terakhir ini, membuat
OPEC akan menjadi lebih dominan di masa depan. Hanya Timur Tengah, Rusia,
serta sedikit wilayah di Afrika dan Amerika Latin yang kelebihan minyak alias
eksportir. Kawasan Asia, Eropa, dan Amerika ternyata negatif dalam neraca
minyak, sehingga semua mata tertuju ke Timur Tengah untuk mengamankan
masa depan pasokan minyak mereka. Mereka menyadari bahwa pengamanan
dan stabilitas pasokan energi tidak dapat hanya diandalkan kepada kekuatan
dan mekanisme pasar. Ini tercemin dari politik dan diplomasi energi mereka
kepada negara-negara pemilik minyak tersebut.

353
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Selama 10 tahun terakhir, Indonesia menghadapi penuaan lapangan minyak,


penurunan produksi, dan makin sukarnya ditemukan lapangan minyak baru.
Setelah mencapai puncaknya pada 1996, produksi Indonesia terus menurun
sesuai karakter alamiah, sementara makin sukar mencari wilayah eksplorasi
baru. Kegiatan eksplorasi makin ditingkatkan, namun hasil yang signifikan
baru akan dirasakan dalam kurun waktu 5-7 tahun ke depan.

Dari produksi minyak Indonesia kurang dari 1 juta bph (barel per hari),
dewasa ini, Indonesia hanya memiliki sekitar 60-70 persen dan sisanya porsi
biaya produksi dan hak mitra bagi hasil. Dengan konsumsi Indonesia yang
lebih dari satu juta bph BBM, harus diimpor 300.000 bph minyak mentah dan
400.000 bph BBM, yang artinya secara keseluruhan Indonesia sudah benar-
benar menjadi net importer. Oleh karena itu, kepentingan Indonesia sudah
bergeser dari net exporter menjadi net importer.

Konflik Kepentingan
Berkaitan dengan itu, dewasa ini status di luar OPEC dianggap lebih pas bagi
Indonesia. Pertama, menghindari konflik kepentingan dalam forum OPEC.
Dalam situasi sekarang Indonesia merasa sangat canggung berada satu meja
dengan para eksportir. Kedua, keluarnya Indonesia dari keanggotaan OPEC
diharapkan lebih menyadarkan masyarakat bahwa negara kita bukan lagi
“kaya raya” dengan minyak, tapi sudah sebagai pengimpor, sehingga harus
lebih terpacu untuk meningkatkan efisiensi serta mengembangkan energi
alternatif yang cukup banyak di negeri ini.

Dalam sejarah OPEC yang hampir mencapai 50 tahun, OPEC dan dunia
mengakui peran penting Indonesia dalam masa-masa sulit organisasi
ini, antara lain, dalam membina hubungan antara negara produsen dan
konsumen demi mencari jalan stabilisasi pasar minyak dunia. Figur-figur
Indonesia dikenal sebagai mediator yang tangguh. Sebagai negara besar
dan satu-satunya anggota dari Asia Timur Jauh, OPEC menganggap posisi
Indonesia sangat strategis di organisasi itu. Indonesia sudah dianggap sama
seperti founding members karena di samping peran historisnya, negara kita
juga salah satu anggota tertua. OPEC akan merasa sangat kehilangan salah

354
OPEC dan Diplomasi Energi

satu anggotanya yang terbaik, tapi tetap dapat memahami dan menghormati
keputusan Indonesia.

Keluar dari OPEC bukan kata mati, karena itu bergantung pada dinamika
kepentingan kita. Misalnya Ekuador, setelah 15 tahun keluar, tahun lalu masuk
lagi ke organisasi ini. Indonesia dapat saja melakukan hal yang sama pada saat
yang tepat dan diperlukan. Yang penting, dalam status masih di luar OPEC,
strategi Indonesia adalah memelihara persahabatan dengan negara-negara
anggota OPEC, yang sudah sangat baik secara bilateral maupun multilateral.
Indonesia tetap dapat menawarkan peran ke OPEC dalam stabilisasi pasar
minyak dunia, antara lain, sebagai jembatan antara produsen dan konsumen,
khususnya negara-negara berkembang.

Ke depan, Indonesia akan memerlukan tambahan impor minyak mentah yang


tidak dapat diperoleh hanya dengan pendekatan bisnis. Kedekatan Indonesia
dengan OPEC dapat merupakan posisi tawar dalam berkompetisi dengan
negara-negara konsumen lainnya yang menawarkan dana investasi, teknologi
ataupun peralatan pertahanan untuk mendapatkan pasokan minyak jangka
panjang dari negara-negara OPEC.

Beberapa negara OPEC memiliki dana yang sangat besar yang juga sangat
ingin berinvestasi di Indonesia. Perusahaan-perusahaan Indonesia juga
sudah mulai ikut kegiatan pembangunan infrastruktur, perdagangan, dan
pemasokan tenaga kerja ahli di negara-negara OPEC .

Jadi, dengan banyaknya kepentingan kerja sama di bidang diplomasi,


ekonomi, dan investasi, walaupun bukan lagi anggota, namun pemeliharaan
dan peningkatan persahabatan Indonesia dengan negara-negara OPEC
merupakan kemestian.

355
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Forecast of The World Oil and Gas Market Development


By Dr Maizar Rahman, Indonesian Governor for OPEC, Acting for the OPEC Secretary
General on behalf of Dr Purnomo Yusgiantoro, OPEC President and Secretary General
and Minister of Energy and Mineral Resources for Indonesia. The 4th Russian Oil and Gas
Week, Moscow, Russia 26–28 October 2004.

Excellency’s, ladies and gentlemen,

I should like to begin by thanking the organizers for inviting me to address


this opening plenary session of the 4th Russian Oil and Gas Week, here in
Moscow. As this vast country’s petroleum sector continues to play a growing
role on the world stage, so do the importance and relevance of this event
establish themselves on the international energy calendar.

At the present time, the eyes of the world are focused on the near-term
outlook, due to the volatile state of the international oil market. This is
understandable. However, as I am sure all of us here today appreciate, this
constitutes only part of the challenge facing us. We are also committed to the
future of the industry. And so, during this address, I shall be looking at both
the present and future outlooks, which are, of course, linked. My remarks will
focus on oil, because this is OPEC’s principal area of interest.

The current market volatility and high prices have been a major cause for
concern among OPEC’s Member Countries. Prices for OPEC’s Reference Basket
of seven crudes have recently reached record levels, since this yardstick was
introduced in January 1987. They rose above US $45 a barrel for the first
time earlier this month; this compares with an average level of $25.8/b from
the inception of the OPEC price band in 2000 through 2003. In other words,
the average was close to the centre of the $22–28/b price band during that
period, and this won wide acceptance among producers and consumers, as
being both fair and reasonable.

We see a combination of factors contributing to the rising price trend this


year — even though, throughout, the market has remained well-supplied
with crude and fundamentals have been sound: higher-than-expected oil
demand growth, especially in China and the USA; refining and distribution

356
OPEC dan Diplomasi Energi

industry bottlenecks in some major consuming regions, coupled with more


stringent product specifications and compounded by the recent hurricanes
in the Americas; and the present geopolitical tensions and concern about
adequacy of spare capacity to meet possible supply disruptions. Combined,
these factors have led to fears about a possible future supply shortage of
crude oil, which, in turn, have resulted in increased speculation in the futures
markets, with substantial upward pressure on prices.

To help restore order and stability, OPEC raised its production ceiling twice,
at Meetings of our Ministerial Conference on 3 June and 15 September. The
total rise for OPEC-10 (that is, OPEC excluding Iraq) was 3.5 million barrels
a day, to take the ceiling to 27.0 mb/d, with the final increase of 1.0 mb/d
coming into effect on 1 November. These decisions were taken, even though
our assessments had indicated that there was sufficient crude already in the
market and that Member Countries were already pumping out levels of crude
well above previous ceilings. It was believed that, as well as the actual physical
fact of agreeing to these big increases in supply, such actions, in themselves,
would also send a powerful psychological signal that OPEC was ready to act
in order to help stabilise prices.

With regard to the ability to meet rising demand in the short-to-medium


term, OPEC has spare production capacity of around 1.5–2.0 mb/d, which
would allow for an immediate additional increase in production. Furthermore,
in response to the expected demand growth in the near future, Member
Countries have plans in place to further increase capacity by at least 1 mb/d
towards the end of this year and through 2005. In addition, plans for additional
capacity expansion are available and could be enacted soon; however,
this capacity would, typically, become available around 18 months after
commencement of this process.

Nevertheless, in saying all this, it must be pointed out that our latest studies
show that, for the third quarter, the market was over-supplied by nearly
2 mb/d and that this trend was being continued into the fourth quarter,
although to a lesser extent, due to demand seasonality and other factors.
A further Extraordinary Meeting of the Conference is scheduled for 10

357
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

December in Cairo, to review market developments and, if necessary, adjust


the production ceiling agreement accordingly.

OPEC keeps a close watch, at all times, on energy market developments, as part
of its ongoing research activities, at its Vienna-based Secretariat. This covers
all reasonable time-horizons — the short term, the medium term and the
long term. The purpose is to provide the Organization’s Oil Ministers with the
necessary high-quality support material for their decision-making on market
issues, whether this be for their short-term production agreements or for their
deliberations on important longer-term issues. The objective throughout is
to achieve and maintain market order and stability, with reasonable prices,
steady revenues, secure supply and fair returns for investors.

Let us now look further into the future, to 2025. According to our projections,
based on OPEC’s World Energy Model, “OWEM”, the early decades of the 21st
century are expected to see fossil fuels account predominantly for increases
in world energy demand, with oil continuing to maintain its major role. There
is also a clear expectation that the oil resource base is sufficiently abundant
to satisfy this demand growth.

Our reference case sees average annual world economic growth of 3.6 per cent
over the period 2003–25, with the most rapid rates being in the developing
countries, particularly China, which has a projected figure of 6.4 per cent. The
average annual rate of 5.0 per cent for the developing countries is double
the OECD’s 2.5 per cent, for the period up to 2025.

Global oil demand is projected to rise by 38 million barrels a day to 115 mb/d
by 2025 — annual average growth of 1.6 mb/d, or 1.7 per cent, over the years
2002–25. OECD countries will continue to account for the largest share of oil
demand. However, almost three-quarters of the increase in demand up to
2025 will come from developing countries, whose consumption will almost
double. Asian countries will remain the key source of demand increase in the
developing world, with China and India central to this growth.

At the global level, the transportation sector accounts for about 60 per cent
of the rise in demand in 2000–25. This will amount to nearly all the growth in
transition economies, almost four-fifths of it in the OECD and close to half in

358
OPEC dan Diplomasi Energi

developing countries. The industrial and household/commercial/agriculture


sectors will also be important sources of growth in the developing world.

Turning to the oil supply outlook, in the short-to-medium term, overall


non-OPEC supply is expected to continue to increase, reaching a plateau of
55–57 mb/d in the post-2010 period. This represents an increase of 7–9 mb/d
from 2002, although the eventual scale of this future expansion is subject
to considerable uncertainty. The key sources for the increase in non-OPEC
supply will be Latin America, Africa, Russia and the Caspian.

This will all result in OPEC being increasingly called upon to supply the
incremental barrel. OPEC has both the capability and the will to do this.
Around four-fifths of the world’s proven crude oil reserves are located in
OPEC’s Member Countries, although these 11 states account for only about
two-fifths of current world output. Moreover, these reserves are more
accessible and cheaper to exploit than those in non-OPEC areas. In 2025,
OPEC is projected to meet more than half the world’s oil demand, at 51 per
cent, with 58 mb/d.

Thus, one of the most basic challenges facing OPEC — as well as other oil
producers — is to ensure that sufficient production capacity will be available
at all times to help meet the forecast rise in oil demand in the coming years
and decades. This brings us onto the subject of investment. However, before
discussing this, I should like to say a few words about other energy sources,
especially gas.

Order and stability in the oil sector are essential not just for oil, but also for gas.
This is because of the linkage between oil and gas prices in major consumer
markets, with oil price movements in volatile markets likely to be followed, to
some extent, by same-direction gas price movements. Therefore, the case for
ensuring that a sound international oil price structure is in place at all times
finds further valuable support.

OPEC has a strong base in the gas industry, even though the focus of our
Organization is on the oil market. Our Member Countries hold almost half
the world’s proven natural gas reserves, with the Islamic Republic of Iran
and Qatar being second and third, respectively, to Russia, in global rankings.

359
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Algeria and Indonesia also place a heavy emphasis on the gas sector, in their
hydrocarbon activities.

Gas producers share many of the basic challenges of oil producers. Demand
for gas is forecast to rise faster than that of oil, although from a lower base. It is
the source of commercial energy that is most favoured by environmentalists,
as well as being a reliable and highly efficient source of power generation.
Production costs are coming down too.

But the transportation of gas remains expensive, in spite of the big advances
that are being made with liquefied natural gas, which are expected to turn
it from being a regional to a global fuel. Also, legislation to liberalise energy
markets, particularly in the European Union, has been handled without due
regard to longstanding agreements with gas suppliers.

The share of gas in the world energy mix is around 23 per cent at the moment
and this is expected to climb to 30 per cent by 2025. Even so, this will still
be well below the share of oil, which will have dipped slightly from around
40 per cent now to 37 per cent share in 2025. The share of solids — mainly
coal — will remain at around 25–26 per cent during this period, while that
of hydro, nuclear and renewables, treated as one group in this analysis, will
fall by more than two percentage points to eight per cent.

This begs the question: What about the future contribution of renewables?
While there is an understandable call to develop renewables, the fact remains
that the technology is still in its infancy. Therefore, while the renewable
energy industry is being developed, all other available resources, which are
friendly to the environment, must also be accessed, enhanced and utilised to
meet the energy needs of mankind and support sustainable development.
Petroleum has a big role to play in this.

This underlines the need for full and timely investment in oil production
capacity. Investment is needed: to meet the forecast absolute increase in
demand; to see that exhausted reserves are replaced, as and when necessary;
and to ensure that oil-producing nations always have sufficient spare capacity
available to cope with sudden, unexpected shortages in supply. Also, the oil

360
OPEC dan Diplomasi Energi

must be cleaner, safer and more efficient than ever before, to meet the very
high expectations of the modern consumer.

This investment will be large — although not necessarily different in


magnitude to that observed in the past. However, the magnitude of the
required capital injection is far from clear, even in the short and medium terms.
This is partly due to the wide range of feasible demand growth scenarios, but
it is also reinforced by contrasting views on the potential evolution of non-
OPEC production. Uncertainties over future economic growth, government
policies and the rate of development and diffusion of newer technologies
are among the main factors that lie behind this.

To appreciate the significance of this, one must consider investment lead


times that are measured in years rather than months, as well as the importance
of “getting it right” i.e. over-investment may result in excessive, costly, idle
capacity and under-investment may lead to a shortage of crude and higher
prices. In both cases, the losses and the broader collateral damage, such as
to the world economy, can be huge.

Producers, in particular, are very concerned about the risk of over-investment,


which can prove extremely costly to them. Every effort must be made,
therefore, to guard against this, by improving the effectiveness of forecasting
and reducing the uncertainties that hinder this process.

Moreover, it is important to note here that, while most people are all-too-
familiar with the concept of security of supply, there is also a flip-side to this
coin — security of demand. Producers need assurances of stable, predictable
markets just as much as consumers require certainty and consistency with
supplies.

Also worthy of our attention is the fact that much of the recent price volatility
has resulted from problems and bottlenecks in the downstream sector. This
is very much the preserve of consuming nations, even though, in recent
years, oil producers have been gaining a bigger presence downstream, too.

In short, the onus is on the oil community at large to ensure that the market
is well-run. A collective approach is required. All responsible parties stand
to gain from a stable, orderly market. After all, the starting-point for a sound

361
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

investment strategy is market order and stability today, with reasonable


prices. All parties must contribute to this — OPEC and non-OPEC producers,
consumers, oil companies, financial institutions, governments and so on.
The challenges are too large, too complex and too important to be left to
individual, concerned groups. Big advances in dialogue and cooperation
have facilitated this process over the past couple of decades, from large-
scale international ministerial gatherings, such as the meetings of the now-
institutionalised International Energy Forum, to bilateral or regional contacts
that extend across national boundaries. Indeed, the establishment of the
Forum’s Secretariat in an OPEC Member Country, Saudi Arabia, bears witness
to OPEC’s commitment to dialogue and cooperation. Recent years have also
witnessed the development of a closer working relationship between OPEC
and the International Energy Agency, to exchange ideas and information.

Cooperation is not confined to the oil industry, of course. The recent formation
of the Gas Exporting Countries Forum recognises the need for discussion of
issues of mutual interest to gas producers and its role is likely to grow in the
future. Its membership includes seven OPEC Member Countries and Russia.
The fact that these eight countries are also leading oil producers brings with
it further important benefits, in terms of cooperation across the two closely
related petroleum sectors.

OPEC welcomes all of this. The oil and gas industries are much better-off if
there is an underlying consensus on the means of handling, at least, the major
issues that concern all parties — such as price stability, security of demand
and supply, and investment.

This should all be done in a framework of an increasingly globalised industry,


where technology is enabling us to make remarkable advances in every field
of activity and where the orderly, equitable provision of cleaner, safer energy
services is seen as an integral part of sustainable development, the eradication
of poverty and the general enhancement of mankind.

362
OPEC dan Diplomasi Energi

Sidang Konperensi OPEC tahun 2006 di Vienna, dipimpin oleh Presiden OPEC HE Dr Edmund
Maduabebe Daukoru, didampingi Acting for Secretary General Mohammad Barkindo dan Chairman
of The Board of OPEC Governor Maizar Rahman

363
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Oil and The Challenges of the 21St Century


Delivered by Dr Maizar Rahman, Indonesian Governor for OPEC, Acting for the Secretary
General. The 5th International Oil Summit Paris, France, 29 April 2004

Excellencies, ladies and gentlemen,

Let me begin by expressing the regrets of the President and Secretary


General of OPEC, HE Dr Purnomo Yusgiantoro, who is unable to attend the
5th International Oil Summit personally. Dr Purnomo, who is also Indonesia’s
Minister of Energy and Mineral Resources, has asked me to speak to you on
his behalf on the topic of “Oil and the challenges of the 21st century”. He has
directed me to convey his thanks to the organisers for this kind invitation and
wishes all those involved every success with the Summit.

As we settle into the new century, we are beginning to get a clearer image
of the challenges that will face the oil industry in the coming years and
decades. There is broad consensus on the projection that energy demand will
continue rising in an era of increasing globalisation, rapid communications
and continued advances in technology, but that consumers will want this
energy to be as clean and as safe as possible, as well as integrating itself fully
into their plans for sustainable development and economic growth.

There is also consensus on the contention that, of the world’s five main
commercial energy sources, oil will maintain its present leading role well
into the 21st century.

Currently, oil accounts for around 40 per cent of the energy mix. This is
because it is a unique commodity, with a combination of attributes which
far exceeds that of any other energy source — sufficiency, accessibility,
versatility, ease of transport and, in many areas, low costs. These have been
complemented by a multitude of practical benefits that can be gained from
decades of intensive exploitation and use in the industrial, commercial and
domestic fields. Also, advances in technology continue to make oil a cleaner,
safer fuel, so that it can meet increasingly tighter environmental regulations,
as well as conforming to the broader demands of sustainable development.

364
OPEC dan Diplomasi Energi

The world’s proven crude oil reserves total around 1,100 billion barrels, which,
in simplistic terms, will be enough to meet demand for around 45 years, at
current production rates.

Oil will remain the dominant energy source, in spite of the fact that, over the
past decade or so, it has come under pressure on environmental grounds,
particularly in the context of the UN-sponsored climate change negotiations.
This has come on top of longer-standing efforts among some consuming
nations to diversify energy sources away from it, on so-called “strategic
grounds”.

Projections from the reference case of OPEC’s World Energy Model, “OWEM”,
suggest only a marginal dip to 38 per cent in oil’s market share in the period
to 2020. In absolute terms, world oil demand is forecast to rise from 76 million
barrels a day in 2000 to 106 mb/d in 2020 — that is, by around 39 per cent.

The closest rival to oil during this period will be its fellow hydrocarbon, gas,
which has a more favourable environmental profile. However, our reference
case shows that, even though the use of gas will almost double in the period
2000–20 and its share in the global energy mix will rise from 23 per cent to
28 per cent, this will still be ten percentage points below the share of oil. So
there is a very positive outlook for oil in the foreseeable future. It will be the
task of the oil industry, therefore, to ensure that oil realises its full potential
on world energy markets in the years and decades to come.

While this is a task which should be handled on an equitable basis by all parties
in the market, quite clearly a heavy burden will fall upon OPEC producers. This
is partly because of our Member Countries’ strong resource base and partly
because of our successful track record with market-stabilisation measures.

Our Member Countries possess around 80 per cent of the world’s proven
crude oil reserves — totalling nearly 850 billion barrels — and there is a
reserves-to-production ratio of more than 80 years. These reserves are much
more economic to access than those in other, high-cost regions of the world.
Therefore, our Member Countries have the reserve strength to cope with the
forecast rises in demand in the coming decades.

365
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

OPEC has demonstrated repeatedly its commitment to achieving order


and stability in the international oil market. Our production policies seek to
ensure that the market is well-supplied with crude at all times and that oil
prices remain at levels that meet the contrasting needs of producers and
consumers. The limits of our oil price band — US $22–28 per barrel for our
Reference Basket — have been carefully calculated with this in mind. If we
find that prices are beginning to settle outside this range, or if, at one of our
Ministerial Conferences, we are convinced that this is very likely to occur in
the coming months, then we will reassess our Organization’s production
ceiling and adjust it accordingly.

We take a great deal of care in doing this, and sometimes the conclusions we
reach about a particular market situation are not immediately understood
by all the other parties involved. A case in point has occurred over the past
six months, at a time when average monthly prices have remained above
our band. The fact that we have decided to implement a production cut of 1
mb/d, with effect from the beginning of this month, is due to our recognition,
first, that the present high prices are not being caused by a shortage of crude
and, secondly, that we are entering the second quarter of the year, when
demand is traditionally low. Our concern has been that, in a market that is so
easily influenced by psychological factors, we could suddenly find ourselves
in a situation where there is the widespread realisation of substantial excess
supply and that this dramatically drives down prices well below the minimum
level of our band — as has occurred often in the past, a downward price trend
can effectively feed on itself in a nervous, speculative market atmosphere and
create its own damaging momentum. We would end up in a situation where
prices would be well below fundamental levels, in just the same way that they
are now above fundamental levels. The net result would be rampant volatility
and this would be to no one’s ultimate advantage. It is, therefore, better to
take preventive measures now, rather than wait until a major crisis occurs,
when it would be much more difficult to remedy the situation. This is in line
with the principal philosophy behind OPEC’s market-stabilisation measures.

To illustrate the success of our market-stabilisation measures, one need only


look at the relatively high degree of price stability that has existed in the
market in the opening years of this century, bearing in mind the chequered

366
OPEC dan Diplomasi Energi

history of our industry. Early last year, for example, there was a three-pronged
threat to price stability, with the crises that prevailed in Iraq, Nigeria and
Venezuela, and yet, the market weathered the storm without major disruption
and volatility, and this was very much due to the support it received from
OPEC’s policies. Indeed, the first three full years in which OPEC’s price band
policy was applied — 2001–03 — saw prices average $25.2/b, which was
right in the middle of the band.

Let us not forget that the international oil market is inherently unstable — as
history has taught us repeatedly — and that some form of stabilising activity
is required, due to the colossal negative repercussions that price volatility
can have throughout the world economy. Witness the events of the 1970s,
1986, late 1998/early 1999. A sound global economy is dependent upon
stable energy prices. Sound national economies are dependent upon stable
energy prices. Sound company finances are dependent upon stable energy
prices. Crude oil accounts for 40 per cent of the global energy mix. If oil is
jittery, energy will be jittery!

We have demonstrated in OPEC that it is possible to provide a high degree


of stability in an inherently volatile environment. And the beauty of this —
if it is done well — is that everybody gains! OPEC, non-OPEC, producers,
consumers …

This is why we have called upon other parties in the industry to cooperate with
OPEC in our market-stabilisation measures. We have been fairly successful
in this over the past decade or so, as other responsible members of the
international petroleum community have come to realise the universal
benefits of such actions. Indeed, the success of our production agreements
has depended heavily upon the support they have received from elsewhere
in the industry.

Again, the situation is not a perfect one. There is still an element of crisis
management about the willingness of some parties to cooperate with OPEC,
when, in fact, there should also be a “sunny day” element, so that this very
welcome and very necessary support remains even when the market is stable.
This is because the market can quickly slip from stable to unstable, as we all

367
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

know, and the stronger the defence mechanisms — the sustained defence
mechanisms — then the more effective we will be in handling such situations.

But there is also a bigger issue at stake.


This is the fact that a stable, orderly oil market today provides the essential
base for a stable, orderly oil market tomorrow — or, less poetically, in the years
ahead. We believe, in OPEC, that it is the duty of all parties in the industry to
ensure that the market meets not only today’s needs, but also copes in full
measure with demand five or ten years ahead. In other words, I am talking
about investment — investment in future production capacity. The starting-
point for a sound investment strategy is order and stability today.

Investment in the oil industry has three elements to it. First, it must meet
the forecast absolute increase in demand, which I outlined earlier. Secondly,
it must see that exhausted reserves are replaced, as and when necessary.
And thirdly — and this is a recently articulated concept, but, nevertheless, a
very important concept — it must ensure that oil-producing nations always
have sufficient spare capacity available to cope with sudden, unexpected
shortages in supply.

We are talking about enormous sums of money here. Our projections indicate
that OPEC Member Countries may need to spend nearly $100 bn by 2010
and as much as $200 bn by 2020 to meet the future demand for oil in full.
The estimates for non-OPEC producers are multiples of this. It will require a
concerted effort by the industry at large to attract these sums. This is perhaps
one of the biggest challenges facing us today.

Here we find ourselves up against many obstacles. There are huge areas of
uncertainty affecting the clarity and consistency of future world oil demand,
and, clearly, the magnitude of these uncertainties increases as we venture
further into the future. These uncertainties include changing regulations,
fiscal regimes, strategic and political factors, evolving life-styles, natural
disasters and, of course, human error. Countering these uncertainties requires
transparency, consultation, meticulous planning and careful scheduling
across the industry.

368
OPEC dan Diplomasi Energi

In conclusion, therefore, the challenges facing the oil industry in the 21 st


century are formidable and extend across all time-horizons. The world has
enough crude oil to meet growing consumer needs throughout the early
decades of the century, at least, and most of this resides within the borders
of OPEC’s Member Countries. It is up to all of us to ensure that these finite
resources are exploited in an efficient, effective and equitable manner both
now and in the future, so that the world community at large can derive the
maximum benefit from them.

Bersama Prof Dr Subroto, mantan Menteri Pertambangan dan Energi dan mantan Sekjen OPEC ,
di sela-sela Seminar OPEC (2004)

369
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

OPEC and Non-OPEC


Delivered by Dr. Maizar Rahman, Acting for the Secretary General of OPEC on behalf of
HE Dr Purnomo Yusgiantoro, President of the OPEC Conference, Minister of Energy and
Mineral Resources of Indonesia, Secretary General of OPEC. The 9th Annual Asia Oil and
Gas Conference: “Asia Oil and Gas: Rising to New Challenges” Kuala Lumpur, Malaysia
- 13–15 June 2004

World oil demand is forecast to continue growing, to almost 50 per cent above
the 2002 level in 2025. Asia has the fastest demand growth and will benefit
increasingly from oil coming from outside the region. There are enough oil
reserves, especially in OPEC, to meet rising world demand for decades ahead.
The long-term picture points to the need for increased investment in production
capacity, but the magnitude of this is very uncertain, with a wide range of feasible
demand growth scenarios. Market stability is key to a sound base for investment.
Dialogue and cooperation among producers — OPEC and non-OPEC — and
consumers are required to ensure that the world’s rising demand is met in a full,
timely and stable manner.

Excellencies, ladies and gentlemen,

Let me begin by thanking the organiser, Petronas, for inviting me to be a


panel member at this plenary session on OPEC and non-OPEC.

It is essential for all producers — OPEC and non-OPEC — to play their part to
the full in ensuring that the world’s growing thirst for oil is always met in a
complete and timely manner. This involves a readiness to enter into dialogue
and cooperation at all times on important major issues affecting the industry,
both now and in the future.

It is widely forecast that there will be a substantial rise in world oil demand
in the coming years. However, the industry has the resource base to meet
this demand.

Projections from OPEC’s World Energy Model see world oil demand rising from
77 million barrels a day in 2002 to 115 mb/d in 2025 — an annual average
growth rate of 1.7 per cent.

370
OPEC dan Diplomasi Energi

The fastest growth will occur in Asia (in this analysis, Asia excludes the Middle
East and OECD countries). Our figures show annual average growth of 3.1
per cent in South-East Asia, 4.4 per cent in China and an exceptional 5.5 per
cent in South Asia during this period.

However, this rapid growth in Asia and China is not matched by production.
On the contrary, oil production in Asia, including China, actually falls,
marginally, from 5.7 mb/d in 2002 to 5.6 mb/d in 2025. Asia, therefore, will
benefit increasingly from supplies from outside the region.

Our projections show an 18 per cent rise in world oil output from non-OPEC
countries in 2002–25, mainly from Russia, the Caspian and Africa. But this is
still around 30 percentage points less than the projected growth in demand.
Therefore, there will be a substantial rise in the call on OPEC oil in the opening
decades of the 21st century. We see this doubling, from 29 mb/d in 2002 to
58 mb/d in 2025.

Our Member Countries have sufficient reserves to cope with the rising
demand. Our proven crude oil reserves total nearly 850 billion barrels, which
is almost 80 per cent of the world total, and these should be sufficient to see
us well into the second half of the 21st century. What is more, OPEC’s reserves
are low-cost and highly accessible.

There is, therefore, a considerable challenge facing oil producers — OPEC


and non-OPEC — to ensure that the oil requirement is constantly satisfied
in a full and timely manner.

Fortunately, much progress has been made in recent years in the area of
dialogue and cooperation among producers and this has resulted in a very
welcome, steadily growing sense of collective responsibility for the state of
the market. The benefits of this can be felt throughout the industry, not only
upstream, but also downstream, including transportation and distribution.
Indeed, it has become widely acknowledged that the downstream industry
should feature prominently in our assessments both now and in the future,
so as to avoid it becoming a source of price volatility.

Nevertheless, some shortcomings remain with the present environment for


cooperation. For example, there is an element of crisis management about

371
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

the willingness of some parties to cooperate with OPEC over its market-
stabilisation measures, when, in fact, there should also be a “sunny day”
element, so that this very welcome and very necessary support remains even
when the market is stable. This is because the market can quickly slip from
stable to unstable, as we all know, and the stronger the sustained defence
mechanisms, then the more effective we will be in handling such situations.

The increased cooperation among OPEC and non-OPEC producers has been
accompanied by important advances in producer-consumer dialogue since
the early 1990s. This has found special expression in the meetings of the
International Energy Forum, which has become an established institution
during this period, with its secretariat situated in an OPEC Member Country,
Saudi Arabia.

There has also been the development of a closer working relationship


between OPEC and the International Energy Agency, to exchange ideas and
information. Last year, informal discussions between our two organisations
helped stabilise the market at the time of the Iraq war. And, two months ago,
we held our Second Joint Workshop on Oil Investment Prospects in Paris. At
that workshop, one of the clear messages to emerge was that the starting-
point for a sound investment strategy is market order and stability today.
This vindicates longstanding OPEC’s market-stabilisation measures and the
support they have received from many non-OPEC producers. The state of
today’s market will have an influence upon the state of tomorrow’s market.
Stability today is conducive to stability tomorrow.

However, in contrast with this requirement, considerable difficulty is created


by the large areas of uncertainty that exist today. These are associated
with, for example, future levels of oil demand, policy developments and
technological advances. Clearly, their existence impedes efforts to make
reasonable forecasts about the future oil requirement, especially in view of
the long lead times that exist in the industry.

Countering these uncertainties can only be done effectively by a collective


approach from within the industry, since the challenges are too large, too
complex and too important to be left to partial interests. This requires

372
OPEC dan Diplomasi Energi

transparency, consultation, meticulous planning and careful scheduling by


all parties.

However, all producers stand to gain from cooperation, on all time-horizons.


But there must be reasonable burden-sharing among them. Also, the large oil
companies, financial institutions and other intermediary bodies are an integral
part of this process and their views and expertise make a major contribution
to dialogue and the running of the industry.

Effective dialogue and cooperation among all the major parties are of
particular importance during the present period of high oil prices, which
are occurring in spite of the the market remaining well-supplied with crude
at all times and despite the continued efforts of our Member Countries to
meet market requirements. A variety of factors is at work here, including:
higher-than-expected oil demand growth, especially in China and the USA;
geopolitical tensions; refining and distribution industry bottlenecks in some
major consuming regions; and, as a consequence of this combination of
factors, increased speculation in futures markets. At our Conference in Beirut
on 3 June, we decided to give a clear signal of our commitment to market
stability and to maintaining prices at acceptable levels for both producers
and consumers, by raising the OPEC production ceiling by 2.5 mb/d, in a two-
stage move to be completed by 1 August. At the same time, we, once again,
called on all other parties, including non-OPEC producers and consumers,
to support our actions and to take appropriate measures to address the
challenges facing the industry.

Excellencies, ladies and gentlemen,

Let me conclude with one general comment. The world cannot afford to
behave irresponsibly and squander its finite petroleum reserves. OPEC and
non-OPEC producers are, in effect, custodians of these God-given minerals
and we have a duty to ensure that they are exploited in a responsible manner,
to the benefit of the global community, today and in the years ahead. We are
doing everything we can, in OPEC, to abide by this mandate.

373
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Room to room informal meeting antara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, Purnomo
Yusgiantoro, dengan Menteri Perminyakan Saudi Arabia, Ali Naimi, di selang waktu Third OPEC
Summit, Riyadh, Saudi Arabia, 17 November 2007

374
OPEC dan Diplomasi Energi

Fenomena Energi Bio


Suara Karya, Selasa, 14 Februari 2006

P
residen George W Bush di depan Kongres Amerika Serikat (AS), 1
Februari lalu, menyatakan akan membebaskan AS dari ketergantungan
impor minyak dari Timur Tengah dalam kurun 25 tahun ke depan.
Sebagian besar pengamat energi di negeri Paman Sam skeptis dan
menganggap pidato Bush itu sebagai upaya mencari popularitas. Toh
pemikiran yang sama sudah dilontarkan Presiden Jimmie Carter, 25 tahun
lalu, saat AS menghadapi krisis energi. Ketika itu, AS sudah mengimpor 30%
minyak mentah dari kebutuhan mereka. Tapi, memang, sekarang angka itu
sudah membengkak menjadi 60%.

Bush ingin mempercepat penelitian tentang etanol selulosa sebagai bahan


bakar bio pengganti bensin. Saat ini AS telah memroduksi lebih dari 270 ribu
barel per hari (bph) etanol dari jagung. Itu akan ditingkatkan menjadi tiga
kali lipat. Etanol selulosa dari serat kayu dan sampah tidak saja lebih murah,
tetapi juga dapat menghasilkan 4 juta bph etanol. Pabrik mobil Ford dan
General Motors telah memroduksi 3 juta mobil berbahan bakar jenis ini dan
akan terus ditingkatkan dalam jumlah signifikan.

Ide mengembangkan energi bio sesungguhnya cukup bermakna. Sejarah


menunjukkan, berbagai diplomasi politik maupun aksi militer didorong oleh
upaya pengamanan sumber minyak hingga melahirkan ketidakstabilan politik
di kawasan Timur Tengah. Pengembangan bahan bakar minyak sintetis untuk
transportasi akan banyak mengurangi “ketegangan” dan tekanan dalam
negeri - juga mengamankan sumber-sumber di luar negara masing-masing.
Bila AS - konsumen minyak terbesar di dunia - mampu mencapai “energi-
topia” itu, situasi politik di Timur Tengah niscaya banyak berubah.

Indonesia juga patut merenungkan soal itu, meski saat ini kita hanya
membutuhkan sekitar 260 ribu bph bensin dan 240 ribu bph solar. Dengan
asumsi peningkatan 5% per tahun, tahun 2025 kebutuhan masing-masing
bahan bakar menjadi 690 ribu dan 640 ribu bph. Itu masih jauh dibanding
volume minyak yang diperlukan AS.

375
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Ketersediaan lahan yang sangat luas plus penerapan teknologi dan


permodalan yang cukup, menjadikan target itu bukan utopia. Minyak
bumi yang masih kita punyai dapat dialihkan menjadi bahan baku industri
petrokimia, yang kini masih sangat ketinggalan.

Bila gerakan itu diikuti banyak negara, konsumsi minyak dengan sendirinya
bergeser ke energi bio dunia. Permintaan minyak mentah berkurang
sehingga harga minyak dunia pun cenderung turun. Keseimbangan harga
minyak dan energi bio harus saling mendukung. Tapi ini perlu kerja sama
antarpihak. Pengembangan energi “hijau”, selain memperbaiki lingkungan,
juga menciptakan perdamaian dunia.

08 Mar 2006 | The 140th (Ordinary) Meeting of the Conference of the Organization of the
Petroleum Exporting Countries (OPEC) convened in Vienna, Austria, on 8 March 2006, under the
Chairmanship of its President, HE Dr. Edmund Daukoru, Minister of State for Petroleum Resources of
Nigeria

376
OPEC dan Diplomasi Energi

Keamanan Energi Kawasan Suatu Keharusan


Suara Karya, Senin, 10 Juli 2006

P
ertumbuhan ekonomi suatu negara akan rawan tanpa keberlanjutan di
bidang pasokan energi. Terpusatnya sumber energi hanya di beberapa
kawasan seperti Timur Tengah, Rusia, dan negara-negara di sekitar
laut Kaspia, beberapa negara di Afrika, dan Amerika Latin menimbulkan
kerawanan pasokan bagi dunia.

Berulangnya krisis energi dan sangat berfluktuasinya harga yang dipengaruhi


berbagai faktor, baik fundamental maupun nonfundamental, membuat setiap
negara berpikir bagaimana menghadapi atau mencegah krisis energi.

Karena itu, kerja sama ekonomi di dalam berbagai kawasan dunia sedang
berkembang menuju penciptaan keamanan bersama pasokan energi.
Kekhawatiran akan krisis energi membuat Uni Eropa terdorong menciptakan
kebijakan energi bersama yang menuju kepada pasar tunggal energi Uni
Eropa. Pasar tunggal melahirkan kompetisi yang menciptakan efisiensi dan
harga energi lebih murah.

Kebijakan energi bersama merupakan penggabungan kekuatan dalam


menangani krisis energi, stabilitas pasokan energi, keragaman energi, juga
harga energi. Masalah-masalah terkait lain akan terbawa dalam kerja sama
ini, seperti perlindungan lingkungan, pencegahan pemanasan global, juga
mengembangkan teknologi energi yang lebih efisien.

Sudah dipahami semua bahwa neraca energi kawasan ASEAN adalah negatif,
dalam artian lebih banyak impor energi daripada ekspor. Sumber impor
terutama dari kawasan Timteng yang jaraknya cukup jauh. Kawasan ASEAN
pun masih lemah dalam ketahanan stok energi. Misalnya Indonesia hanya
memiliki 22-25 hari stok bahan bakar minyak. Bandingkan dengan negara-
negara industri yang memiliki simpanan minyak mentah strategis dan BBM
untuk 90 hari.

Karena itu, energi sebaiknya bukan komoditas untuk dikompetisikan dalam


pasar kawasan ASEAN, tapi untuk ditata bersama di dalam penanganan

377
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

pasokan, permintaan, perdagangan, pengembangan, dan persediaan.


Stabilitas pasokan energi dan pengurangan ketergantungan kawasan ini dari
minyak dapat diciptakan melalui interkoneksi listrik dan gas, perdagangan
energi, pengembangan bioenergi, dan manajemen bersama cadangan
strategis.

Kawasan ASEAN sangat potensial bagi pengembangan bioenergi, terutama


karena ketersediaan lahan dan iklim tropis yang mendukung lebih seringnya
panen. Namun tetap saja jenis energi ini masih rentan untuk jangka panjang
mengingat biaya produksinya masih tinggi dan hanya layak komersial pada
posisi harga minyak sekitar 60 dolar AS per barel. Karena itu, kawasan ini
dapat bersama-sama mendanai, meneliti, dan mengembangkan teknologi
penanaman yang lebih murah serta proses produksi yang lebih efisien.
Apalagi sejauh ini kerja sama ASEAN di bidang energi sudah cukup erat,
sehingga diharapkan keamanan energi di kawasan ini lebih konkret dalam
menghadapi krisis energi.***

378
OPEC dan Diplomasi Energi

Harga Minyak dan Faktor Geopolitik


Suara Karya Kamis, 27 April 2006

M
embubungnya harga minyak di luar normal membuat prihatin
menteri-menteri energi di berbagai negara yang berkumpul di
Doha, Qatar, dalam rangka menghadiri Forum Energi Internasional
ke-10, akhir April ini. Mereka tidak menolak bahwa ketegangan geopolitik
adalah asal-usul ketidakpastian situasi yang kemudian menjadi lahan subur
bagi spekulasi perdagangan minyak.

Penawaran minyak di pasar berjangka kini sudah mencapai lebih dari sejuta
lot. Berarti, “minyak kertas” yang ditawarkan sudah melebihi semiliar barel
- lebih dari 12 kali perdagangan fisik minyak. Sedangkan di lapangan, tanki
dan tanker-tanker penuh berisi minyak justru kekurangan pembeli. Lebih dari
20 dolar AS per barel kenaikan harga minyak sekarang ini hanya disebabkan
oleh faktor geopolitik.

Para produsen minyak yang “sadar” tidak merasa nyaman dengan tingginya
harga minyak sekarang ini. Kenapa? Karena kondisi tersebut di luar kemauan
dan di luar kontrol mereka. Kalau negara maju masih mampu menyerap
lonjakan harga minyak ini, maka bagi negara berkembang itu merupakan
proses pemiskinan.

Harga minyak sangat fluktuatif terhadap konflik, bencana alam, atau


faktor nonfundamental lain. Di sisi lain, negara-negara produsen minyak
mengatakan bahwa kapasitas cadangan adalah “kemewahan”. Ibarat mobil
simpanan yang hanya dipakai sekali-sekali, dan itu tidak ada dalam dalil
perekonomian yang sehat.

Tersedianya cadangan OPEC di tahun 1990-an, umpamanya, lebih disebabkan


oleh kapasitas yang telanjur dipakai terkait kompetisi produksi dengan non-
OPEC. Karena itu, terjadi pengurangan produksi untuk memperbaiki harga
yang waktu itu di bawah 20 dolar AS per barel.

Kapasitas produksi minyak mentah saat ini sebenarnya mampu melayani


proses pasokan dan permintaan dunia yang seimbang. Malahan OPEC masih

379
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

memiliki kapasitas cadangan sekitar 2 juta barel yang dapat dimobilisasi


cepat, dan 1-2 juta barel lagi yang memerlukan waktu mobilisasi lebih lama.

Namun kalangan Barat menganggap itu belum cukup untuk menanggulangi


gangguan pasokan. Misalnya, terhentinya produksi minyak mentah di Iran.
Dalam kaitan ini, seolah-olah OPEC harus mengakomodasi konflik. Agar
konflik tidak mengganggu pasar, kapasitas cadangan harus dinaikkan.

Pencegahan konflik adalah dengan menerapkan proses geopolitik yang


damai. Pada kondisi tersebut akan tercipta stabilitas harga minyak sesuai
mekanisme pasar yang berdasarkan keseimbangan permintaan dan
pasokan.***

380
OPEC dan Diplomasi Energi

Geopolitik Perparah Harga Minyak


Media Indonesia, 24 Januari 2006

D
unia mulai cemas lagi melihat harga minyak jenis WTI sudah
mendekati $67 per barel pada tanggal 18 Januari, yang berarti
kenaikan $8 atau 12% dalam satu bulan terakhir ini. Penawaran harga
di pasar berjangka New York yang kental dengan spekulasi, harga untuk satu
bulan ke depan sudah mencapai $69, yang mengindikasikan bukan tidak
mungkin akan terus bergerak melampaui $70. Ini memberi kabut suram
khususnya bagi negara-negara berkembang pengimpor minyak karena masih
sangat rentannya perekonomian mereka terhadap harga minyak tinggi.

Bila dilihat dari faktor-faktor fundamental (permintaan dan pasokan) saja,


harga minyak dunia akan menuju kepada kesetimbangan kepentingan antara
produsen, konsumen dan investor. Harga diperkirakan tahun ini hanya akan
berkisar $50-60 untuk jenis minyak WTI dan malah akan turun lagi pada tahun
2007. Sisi pasokan memang masih ketat, namun peningkatan produksi non-
OPEC dan peningkatan kapasitas cadangan OPEC yang jauh di atas kenaikan
permintaan diperkirakan akan melonggarkan pasokan minyak mentah tahun
ini. Kendala yang masih ada adalah ketatnya pasokan bahan bakar minyak
berhubung masih kurangnya kapasitas cadangan kilang-kilang dunia.

Walaupun demikian pengalaman di tahun 2004 juga dapat terjadi di mana


permintaan minyak ternyata naik dua kali dari yang diperkirakan. Di sini
kelihatan kelemahan informasi perminyakan dunia, terutama dari sisi
konsumsi. Perkembangan permintaan belum bisa diprediksi secara akurat
untuk dijadikan acuan di sisi perencanaan negara produsen. Beberapa
pengamat memang sudah memperkirakan peningkatan permintaan
mencapai 2 juta barel per hari (bph), jauh di atas perkiraan umum, yaitu 1,6
juta bph.

Di lain pihak geopolitik dapat mengubah kesetimbangan fundamental


seperti ditunjukkan perkembangan terakhir ini. Dimulai perselisihan gas
Rusia-Ukraina sehingga terganggunya pengiriman gas Rusia ke Eropa
Barat, ancaman pemberontak bersenjata di Nigeria dan ketidaksepahaman

381
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

program nuklir Iran dengan Amerika Serikat dan negara-negara Eropa telah
mendorong kenaikan cepat harga minyak dalam sebulan terakhir ini.

Kasus geopolitik bukan barang baru dalam sejarah pasar minyak dunia.
Perang Perang Arab-Israel tahun 1973, revolusi Iran 1979 dan diikuti perang
Irak-Iran tahun 1980-1988 merupakan contoh-contoh besar pengaruh
geopolitik kepada harga.

Cukup melimpahnya pasokan minyak pada era 1986-2000 telah mampu


menahan krisis energi baru. Misalnya serangan Irak ke Kuwait dan diikuti
perang Teluk pada tahun 1990 hanya berdampak beberapa bulan kepada
harga. Namun pasar menyadari bahwa sumber minyak terbesar hanya berada
di kawasan Timur Tengah sehingga peristiwa politik di kawasan ini selalu
menimbulkan kecemasan akan timbulnya gangguan yang signifikan terhadap
suplai. Pada tahun 2004-2005 tercatat sekurangnya 15 peristiwa politik yang
berpengaruh kepada pergerakan harga minyak. Peristiwa yang menjurus
kepada ketegangan langsung mendorong naik harga minyak.

Aktivitas pasar berjangka yang dipengaruhi perkembangan geopolitik


berperan besar dalam fluktuasi harga. Faktor kecemasan atau fear factor
pasar minyak dapat menaikkan harga minyak $10-$15 di atas posisi
fundamentalnya.

Pengaruh geopolitik hanya bisa dilemahkan bilamana keamanan pasokan


cukup terjamin, artinya kemampuan produksi dunia jauh di atas cukup, stok
minyak lebih besar dari sekarang ini dan pangsa energi alternatif yang lebih
besar.

Salah satu contoh adalah tidak terpengaruhnya harga minyak waktu serangan
Amerika Serikat ke Irak pada tahun 2003 karena adanya jaminan pasokan
tambahan dari negara-negara produsen Timur Tengah bilamana terjadi
kelangkaan atau terhambatnya produksi di wilayah yang terkena dan karena
masih cukupnya kapasitas cadangan produksi dunia.

Namun situasi sekarang ini akan jauh lebih parah karena menyangkut
produksi Iran yang sebesar hampir 4 juta bph dan Nigeria sebesar hampir
2,5 juta bph. Kapasitas cadangan OPEC yang terpusat di beberapa negara
Teluk (Kuwait, Uni Arab Emirat dan terutama Saudi Arabia) tidak akan mampu

382
OPEC dan Diplomasi Energi

mengatasi kelangkaan yang dapat terjadi. Kondisi ekstrim adalah terhentinya


atau terhambatnya pasokan dari Iran yang dapat membuat meroketnya harga.

Semisalnya hal tersebut tidak terjadi, berlarutnya situasi ketidaksepahaman


isu penelitian nuklir Iran yang tidak menentu tetap dapat membuat harga
bertahan tinggi untuk jangka lama. Ini diperparah apabila negara maju sudah
berasumsi, berdasarkan pengalaman tahun lalu, bahwa harga tinggi tidak
akan banyak berpengaruh kepada perekonomian mereka dan menjadikan
ini sebagai posisi tawar yang baru. Di lain pihak, cadangan devisa Iran yang
cukup besar saat ini berkat widfall profit pada dua tahun belakangan ini
menjadikan pula posisi tawar yang kuat bagi Iran dalam menghadapi sanksi.

Bagi Indonesia, sebagai penyangga dalam hal terjadinya krisis-krisis geopolitik


yang berpengaruh, pembangunan ketersediaan cadangan strategis milik
pemerintah untuk periode konsumsi yang memadai, di luar cadangan
komersial yang ada (yang hanya cukup untuk 22-28 hari), merupakan salah
satu jalan keluar. Suatu hal yang sudah harus difikirkan.

Sejak 2001, lebih banyaknya aset seperti dana investasi dan dana pensiun
dialokasikan ke minyak, karena lebih menariknya relative returnnya, telah
meningkatkan volume perdagangan minyak kertas ini. Perpindahan dana ini
didorong oleh rendahnya bunga bank dan tidak jelasnya kondisi moneter
di Eropa dan Amerika Serikat. Krisis kredit perumahan belakangan ini dan
jatuhnya harga dollar membuat makin membanjirnya arus dana ke pasar
berjangka ini. Volume kontrak berjangka yang ditawarkan tahun ini masih
terus meningkat dan telah mencapai 1.3 miliard barel, 15 kali lebih besar dari
volume produksi fisik minyak dunia.

Psikologi dari pasar ini sangat sensitif dan ini terpantul dari sangat dinamisnya
aktivitas pembelian, penjualan dan perubahan harga. Sentimen pasar tertentu
dapat ‘menular’ sehingga suatu gerakan pembelian/penjualan dapat menjalar
cepat yang mengakibatkan melonjak atau terjunnya harga, yang efeknya
sangat buruk terhadap perdagangan fisik minyak.

Observasi menunjukkan bahwa fluktuasi harga minyak terpengaruh


perubahan posisi long (pembelian dengan antisipasi harga naik) dari non-
commercial. Bertahannya harga tinggi meskipun suplai minyak cukup,

383
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

memperkuat argumen bahwa peningkatan harga sangat didorong oleh


spekulasi .

Geopolitik sering disebut sebagai penyebab naiknya harga. Perang Arab-Israel


dan Irak-Iran memang membuat harga meroket. Namun dapat dicatat bahwa
dalam kurun waktu 1985-2000, berbagai peristiwa geopolitik di negara-
negara produsen hanya berpengaruh sebentar kepada harga minyak karena
pasokan minyak cukup melimpah. Dewasa ini, kesetimbangan fundamental
pasar minyak menjadi ketat kembali. Penurunan produksi di dunia menurun
(tidak hanya di Indonesia), produksi non-OPEC tidak meningkat seperti yang
diharapkan karena hanya terjadi di sedikit kawasan seperti bekas Uni Soviet,
sedangkan kapasitas OPEC juga terbatas. Di lain pihak, permintaan minyak
masih terus tinggi. Konsumen, terutama di negara maju dan negara yang
sedang maju pesat seperti Cina dan India seperti tidak terpengaruh dengan
kenaikan harga. Pada situasi ini, peristiwa geopolitik kembali menciptakan
kecemasan pasar karena gangguan pasokan pasti akan membuat harga
melonjak tinggi. Kecemasan inilah yang merupakan lahan subur bagi
spekulan.

Spekulasi akan mereda bilamana harga sudah stabil dan kembali ke


kesetimbangan fundamentalnya yaitu pada saat kapasitas produksi dunia
mampu memenuhi peningkatan permintaan dan mampu mengatasi adanya
hambatan pasokan tak terduga. Cukup gencarnya kegiatan eksplorasi minyak
diperkirakan dapat memenuhi permintaan minyak untuk lima tahun ke depan.
Pembangunan kilang-kilang baru juga akan melepaskan kendala pasokan
bahan bakar minyak. Namun situasi pasokan tidaklah akan melimpah seperti
sebelumnya karena makin sulitnya diperoleh sumber-sumber minyak yang
besar. Karena itu pasar masih memperkirakan harga tetap tinggi, sekitar $ 80
untuk rata-rata tahun 2008, lebih tinggi dari tahun 2007 yang sebesar $ 72.

Walaupun geopolitik masih gencar dan produksi masih ketat harga minyak
juga akan berhenti naik bilamana terjadi pelemahan ekonomi dunia ataupun
perekonomian dunia mulai terhambat oleh tingginya harga, yang semuanya
itu membuat melemahnya konsumsi minyak. Pasar memperkirakan harga
akan berhenti naik pada $ 110-120 per barel.

384
OPEC dan Diplomasi Energi

Sidang Economic Comission Board tahun 2004 di Sekretariat OPEC, Vienna, diikuti oleh wakil-
wakil peserta dari negara-negara anggota OPEC, dengan pimpinan sidang oleh Acting for Secretary
General Maizar Rahman

385
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Krisis Iran dan Energi Dunia


Suara Karya, 27 Februari 2007

E
nergi sebagai mesin ekonomi menuntut pengamanan jangka
panjang, baik pasokan maupun konsumsinya. Bagi Indonesia, karena
terbatasnya migas, pembangkit listrik tenaga nuklir pertama sudah
harus beroperasi tahun 2016.

Nuklir juga merupakan pilihan bagi negara minyak seperti Iran. Saudi Arabia
juga berminat. Jauh lebih murahnya nuklir menyebabkan minyak diarahkan
sebagai sumber devisa daripada untuk listrik.

Dukungan Presiden RI dan Ketua DPR baru-baru ini kepada Iran untuk
pemakaian nuklir yang damai merupakan politik bebas aktif Indonesia dan
pengakuan akan hak setiap negara untuk menentukan pilihan energi mereka.

Pemimpin tertinggi Ayatullah Khameini telah berfatwa bahwa nuklir


Iran hanya untuk maksud damai. Iran, seperti juga Indonesia, termasuk
penandatangan NPT (Non Proliferation Treaty), untuk tidak menyalahgunakan
nuklir. Namun, India dan Pakistan, yang sudah memiliki kemampuan nuklir,
bukan anggota pakta tersebut.

Kecurigaan dan ketidaksetujuan Barat terhadap pengayaan nuklir Iran


merupakan akar pertikaian dewasa ini. Sanksi ekonomi kepada Iran
nampaknya akan lebih keras. Dunia tidak mengharapkan sanksi militer,
namun media sudah berspekulasi serangan Amerika dan Israel, walau ragu
akan mampu menyapu seluruh pusat nuklir Iran. Israel menghancurkan
reaktor nuklir Irak di Osirak tahun 1981.

Pasokan minyak terbesar hanya dari Timur Tengah dan pasar cemas akan
gangguan besar terhadap suplai. Kapasitas cadangan produksi OPEC di
beberapa negara Teluk tidak akan mampu mengatasi terputusnya ekspor Iran
sekitar 3 juta barel per hari (bph). Akan lebih parah lagi bila bersamaan terjadi
hambatan suplai dari Nigeria dan Irak. Harga minyak akan meroket kembali.

386
OPEC dan Diplomasi Energi

Ada pendapat minyak Iran dapat diganti dengan cadangan strategis


negara-negara industri yang sebesar 500 hari ekspor Iran. Namun, embargo
lalu lintas minyak melalui selat Hormutz, yang jumlahnya lebih dari 15 juta
bph, akan lebih parah. Fasilitas produksi minyak di kawasan tersebut juga
dapat dijangkau rudal Iran. Serangan militer juga akan sangat mengganggu
kepentingan ekonomi Cina dan Rusia di Iran. Selain itu, cadangan devisa
Iran berkat windfall profit merupakan posisi tawar yang kuat terhadap sanksi.

Negara-negara berkembang akan sangat menderita karena selain tidak


memiliki cadangan strategis yang memadai, harga minyak yang tinggi dan
lama akan menghantam perekonomian mereka.

Perundingan adalah jalan yang terbaik, penghilangan kecurigaan Barat di


satu pihak dan pencabutan sanksi di lain pihak merupakan langkah-langkah
yang dapat menuju penyelesaian pertikaian.

Terganggunya pasokan akan parah bagi Indonesia karena setiap hari diimpor
600 ribu barel minyak mentah dan BBM. Sudah diperlukan dimilikinya
cadangan strategis untuk mengatasi kelangkaan akibat krisis-krisis
geopolitik.

387
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Peta Gas Dunia dan Kebijakan Indonesia


Suara Karya, Selasa, 10 April 2007

P
ernyataan Iran dan Rusia baru-baru ini tentang pembentukan organisasi
negara pengekspor gas sejenis OPEC menyentak kekhawatiran negara-
negara konsumen. Cadangan gas terbesar dunia terdapat di Rusia
(30%), Iran (15%), Qatar(9%), diikuti Arab Saudi, Aljazair, Nigeria, dan lain-lain.
Eropa Utara hanya memiliki cadangan 3,5% di Norwegia, Belanda, dan Inggris.

Empat puluh persen impor gas Uni Eropa berasal dari negara-negara bekas
Uni Soviet. China dan Jepang pun berebut gas dari Rusia. Posisi geografis
Rusia sangat menunjang. Namun Eropa tidak nyaman atas ketergantungan
tersebut, sehingga mereka akan melihat Timur Tengah dan Afrika Utara
sebagai alternatif.

Produsen tentu juga menginginkan stabilitas harga dan pasar gas. Untuk
itu, sejak tahun 2001 mereka memprakarsai Gas Exporting Countries Forum
(GECF). Lima kali pertemuan dihadiri secara fluktuatif oleh 16 negara; yaitu
Aljazair, Brunei, Iran, Indonesia, Libya, Malaysia, Mesir, Nigeria, Norwegia,
Oman, Qatar, Rusia, Trinidad dan Tobago, Uni Emirat Arab, Venezuela, dan
Turkmenistan. Kini sudah terbentuk biro eksekutif.

Berkembangnya GECF menjadi seperti OPEC masih diragukan. Kontrak-


kontrak gas biasanya berjangka panjang dan umumnya beroperasi pada
tataran regional. Di samping itu, peran Rusia dan Qatar sangat menentukan
karena cadangan gas mereka sangat besar dan belum pasti apakah mereka
lebih mengutamakan harga dibanding volume penjualan.

Globalisasi pasar gas terus berkembang dengan makin besarnya volume gas
yang diperdagangkan dan makin maraknya liberalisasi sektor gas. Seperti
minyak, kontrak-kontrak gas yang baru lebih fleksibel dan sudah ada pasar
berjangka, opsi, dan swaps (misalnya Henry Hubs di AS). Makin besarnya
impor gas AS dan berkembangnya instrumen keuangan dapat mendorong
Henry Hubs menjadi acuan harga gas internasional, seperti WTI untuk minyak.
Kini sedang muncul pasar gas internasional yang terintegrasi.

388
OPEC dan Diplomasi Energi

Inovasi teknologi telah banyak menurunkan biaya produksi gas, termasuk


ekspor gas alam cair (LNG). Dengan sendirinya itu akan meningkatkan
pemakaian gas dan menciptakan permintaan gas. Diperkirakan 20 tahun ke
depan, setelah gas menjadi komoditas perdagangan global, baru produsen
memerlukan organisasi yang berperan dalam soal volume pasokan dan harga.

Indonesia, dengan cadangan 1,7% dunia -- sejak 30 tahun dikenal sebagai


pengekspor LNG terbesar dunia -- mulai mengalihkan kebijakan gas. Walau
masih memerlukan devisa, Indonesia lebih mengutamakan gas untuk
keperluan domestik sehingga kontrak baru ekspor gas mulai lebih diseleksi.
Apabila dapat ditemukan cadangan baru atau cadangan coal bed methane-
gas lebih dari 300 triliun kaki kubik, maka ekspor gas dapat ditingkatkan
kembali. Keikutsertaan aktif Indonesia di GECF tentu juga dipertimbangkan.

389
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

OPEC, Pendidikan, dan Hutan


Suara Karya, Rabu, 21 Nopember 2007

U
sulan Wapres Jusuf Kalla mengenai minyak untuk pendidikan dan
untuk hutan yang dilontarkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)
III OPEC di Riyadh, Arab Saudi, merupakan sentuhan segar terhadap
forum tersebut.

Deklarasi KTT kali ini dipengaruhi harga minyak yang tidak menentu,
pencegahan perubahan iklim, dan masih tingginya jumlah penduduk miskin
di dunia. Ini berbeda dengan KTT OPEC I pada 1975 di Algiers yang merupakan
reaksi terhadap krisis dan ketimpangan ekonomi dunia saat itu serta ancaman
atas kedaulatan anggota-anggota OPEC terhadap sumber daya alam mereka.
Berbeda juga dengan deklarasi OPEC II tahun 2000 di Caracas yang harus
mulai mengakomodasi globalisasi dan kerja sama antarprodusen OPEC dan
non-OPEC, serta mulai meruaknya masalah pemanasan global.

Sebagai solidaritas terhadap “penderitaan” negara-negara berkembang


pengimpor minyak atas lonjakan harga minyak, pada 1975 didirikan OPEC
Fund for International Development. Lebih dari 7 miliar dolar disalurkan
untuk pendanaan pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan
di berbagai negara berkembang nonpenghasil minyak. Negara-negara OPEC
tertentu yang kebanjiran dolar juga memberikan bantuan secara bilateral.

Gagasan Wapres Jusuf Kalla sejalan dengan strategi jangka panjang OPEC
untuk mempertahankan pangsa minyak dalam energi dunia. Pencerdasan
lewat pendidikan akan mendorong pembangunan ekonomi. Pembanguan
ekonomi akan meningkatkan konsumsi minyak dunia. Dan, hutan akan
memulihkan paru-paru dunia, meningkatkan penyerapan emisi gas karbon
dioksida, mencegah perubahan iklim. Karena itu, keberadaan hutan lebih
melanggengkan pemakaian minyak. Program-program itu tentu akan
meningkatkan citra OPEC yang kadang-kadang sangat prominyak.

Implementasi gagasan memerlukan restrukturisasi statuta OPEC Fund karena


saat ini hanya negara-negara non-OPEC yang dapat menikmatinya. Atau bisa

390
OPEC dan Diplomasi Energi

pula diciptakan institusi baru di lingkungan OPEC dengan cakupan lebih


spesifik kepada pendidikan dan pemulihan hutan.

Gagasan lain yang muncul dari simposium yang mendahului KTT OPEC di
Riyadh ini adalah investasi OPEC di bidang energi terbarukan. Paradigma ini
akan memperkuat posisi OPEC dalam konteks pasokan energi dunia. Dunia
sendiri sedang dilanda kekhawatiran besar akan masa depan ketersediaan
energi, karena sudah tidak ditemukannya lagi jebakan-jebakan besar minyak,
dan di sisi lain kapasitas produksi non-OPEC juga menurun.

Dengan kemampuan dana yang dimiliki, OPEC dapat memperoleh


keuntungan ganda, yaitu menguasai produksi energi terbarukan dunia
sebagai diversifikasi kegiatan ekonomi atau penerimaan mereka, sekaligus
melanggengkan cadangan dan pemakaian minyak dengan terbantunya
kesetimbangan emisi karbon dioksida. Dalam hal ini, Indonesia dapat
menawarkan lebih banyak kepada investor di negara-negara OPEC untuk
mengembangkan energi terbarukan di dalam negeri.

Para kepala negara dari negara-negara OPEC berfoto seusai OPEC Summit 3 di Ryadh, Nopember
2007. Indonesia diwakili Wakil Presiden RI, Bapak Jusuf Kalla.

391
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Indonesia Pasca-OPEC
Suara Karya, 16 September 2008

E
nam Mei 2008, media internasional menayangkan berita “Presiden RI
sedang mempertimbangkan keluar dari Organization of the Petroleum
Exporting Countries (OPEC)”. Masyarakat dunia pun bertanya-tanya:
ada apa dengan organisasi besar dunia ini?

Status Indonesia yang sudah menjadi net importer minyak merupakan alasan
utama karena kepentingan Indonesia telah bergeser dari produsen menjadi
konsumen.

Sekretaris Jenderal OPEC yang saya temui di Wina tidak banyak berkomentar
mengenai keluarnya Indonesia dari organisasi tersebut, kecuali berkata: “Saya
sangat sedih Anda keluar dari OPEC. Indonesia sudah merupakan bagian
penting sejarah OPEC.” Dia juga menceritakan menonjolnya peran Indonesia
dalam penyelesaian berbagai kemelut perjalanan organisasi yang hampir
berumur setengah abad ini.

Setelah itu, Presiden OPEC berkunjung kepada Presiden dan Wakil Presiden
RI untuk mencari jalan terbaik. Akhirnya Indonesia melayangkan surat
pernyataan resmi ke OPEC untuk tidak lagi aktif di organisasi tersebut sampai
statusnya kembali menjadi net exporter. Surat tersebut diedarkan sebelum
sidang para menteri OPEC pada 9 September 2008 yang lalu di Wina. Dengan
berat hati, forum menyatakan memahami situasi Indonesia dan menerima
suspensi sementara keanggotaan Indonesia ini.

Status suspensi adalah jalan tengah, karena bukan berarti withdrawal


atau keluar sepenuhnya. Dengan demikian, citra keutuhan OPEC masih
tetap terpelihara. Di lain pihak, cara ini terbaik bagi Indonesia untuk tetap
memelihara friendship dengan anggota OPEC yang notabene adalah pemilik
70 persen cadangan minyak dunia.

Ke depan, OPEC masih tetap menjadi sasaran utama diplomasi energi


Indonesia. Kita ingin mendapatkan sumber-sumber minyak dari negara-
negara tersebut yang hasilnya dapat dibawa ke Indonesia. Pertamina dan

392
OPEC dan Diplomasi Energi

Medco sudah menggarap beberapa wilayah kerja di kawasan mereka. Selain


itu, kilang-kilang baru di Indonesia hanya bisa dibangun bila tersedia pasokan
minyak mentah dari negara-negara tersebut.

Indonesia juga masih berkepentingan dengan harga minyak yang layak,


karena secara keseluruhan Indonesia masih pengekspor energi fosil--terutama
gas dan batu bara--yang harganya terkait dengan harga minyak. Karena
itu, stabilitas harga minyak pada harga yang memadai tetap merupakan
kepentingan Indonesia sehingga perlu memberikan dukungan kepada
kebijakan organisasi ini.

Di domestik sendiri, momentum keluar dari OPEC harus dapat dimanfaatkan


untuk lebih menyadarkan masyarakat bahwa kita tidak lagi kaya minyak.
Karena itu, kita harus menggalakkan efisiensi pemakaian energi dan
mendayagunakan semua sumber daya energi lain yang kita punyai.

Ke depan, Indonesia harus lebih aktif dalam forum energi lain, seperti
International Energy Forum (IEF) bekerja sama dengan lembaga-lembaga
energi seperti International Energy Agency (IEA) maupun dengan OPEC
sendiri. Indonesia perlu melakukan kerja sama energi kawasan dalam ASEAN
dan APEC demi memperkuat keamanan energi negara kita.

393
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Rivalitas Pengamanan Sumber Energi


Suara Karya,Senin, 22 Nopember 2010

P
ertemuan puncak negara-negara Kelompok 20 (G-20) minggu lalu di
Seoul merekomendasikan penghapusan subsidi energi sebelum tahun
2020. Dengan demikian, pemborosan energi dapat ditekan, sambil
mengurangi emisi gas rumah kaca. Selain itu, G-20 juga merekomendasikan
upaya mengendalikan fluktuasi harga minyak dan dialog yang lebih gencar
antara negara produsen dan konsumen minyak.

Sebetulnya, masalah mendasar adalah bagaimana mencapai keamanan


energi dunia secara damai. Negara minim energi seakan-akan lumpuh tak
berdaya. Daya saing ekonomi sangat ditentukan oleh ketersediaan energi
murah. Karena itu, keamanan energi merupakan prioritas negara mana pun.
Akibatnya, konflik perebutan sumber energi sering tidak terhindarkan.

Isu keamanan energi makin meruncing karena meningkatnya kekhawatiran


terhadap beberapa hal. Di antaranya, menipisnya cadangan bahan bakar
fosil, meningkatnya ketergantungan terhadap sumber energi nondomestik,
geopolitik yang menghambat pasokan energi, dan meningkatnya pemakaian
energi di negara berkembang. Selain itu, juga karena jumlah penduduk yang
terus bertambah, lingkungan dan perubahan iklim yang makin mengancam,
dan belum signifikannya peran energi terbarukan serta energi alternatif lain.

Perkembangan selama 20 tahun terakhir memang menunjukkan jumlah


minyak yang dikuras dunia lebih besar dari yang ditemukan. Ini berarti, makin
berkurangnya cadangan terbukti. Jumlahnya hanya sekitar 1,3 triliun barel.
Maka, dikatakan bahwa dunia dalam waktu dekat akan sampai pada peak
oil, yakni akan menurunnya produksi minyak dunia. Hal yang sama juga akan
terjadi pada gas dan batu bara.

Jumlah penduduk dunia yang hanya 3,7 miliar pada tahun 1971 menjadi
6,7 miliar pada tahun 2008 dan diperkirakan menjadi 8,5 miliar pada 2035.
Konsumsi energi tahun 2008 sekitar 12,2 miliar ton setara minyak akan
menjadi 18 miliar ton pada 2035. Dari mana sumbernya nanti?

394
OPEC dan Diplomasi Energi

Kerisauan lainnya adalah tidak meratanya penyebaran sumber energi.


Lebih banyak negara pengimpor daripada pengekspor, sehingga akan
menimbulkan kompetisi antarnegara pengimpor. Masuknya China, India
dan negara berkembang lain sebagai importir minyak yang besar akan
meramaikan rivalitas pengamanan suplai minyak untuk masing-masing.
Situasi itu diperparah oleh kondisi politik negara-negara pengekspor yang
tidak terlalu stabil.

Sejarah membuktikan bahwa geopolitik energi abad 20 tidak lebih damai


dibanding abad sebelumnya. Dan, pada awal abad ini, invasi ke Afghanistan
dan Irak menunjukkan belum terjaminnya pendekatan damai dalam masalah
energi. Rivalitas juga ditunjukkan oleh perlombaan menawarkan bantuan
pembangunan ekonomi, teknologi, bahkan persenjataan modern, kepada
negara-negara pengekspor energi dengan imbalan suplai minyak jangka
panjang.

Rivalitas damai yang menyeluruh tampaknya masih jauh. Indonesia, yang


energi fosilnya terbatas dibanding jumlah penduduk, akan terpaksa masuk
dalam rivalitas itu. Namun, kita jelas belum mampu menawarkan yang sama
dengan negara-negara kaya, apalagi untuk terjun pada konflik senjata. Karena
itu, pendayagunaan maksimal semua sumber energi dalam negeri untuk
domestik adalah suatu keharusan.

395
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

HE Dr Edmund Maduabebe Daukoru, OPEC Conference President & Minister of State for Petroleum
Resources of Nigeria, didampingi Menteri Perminyakan Iran, HE Zanganeh, dan Dr Maizar Rahman,
Chairman of OPEC Board of Governor, sesudah Konperensi OPEC di Vienna 2006

396
OPEC dan Diplomasi Energi

Diplomasi Energi untuk Ketahanan Nasional


Ceramah di FISIP UGM 20 Februari 2009

Pendahuluan

E
nergi adalah mesin pertumbuhan ekonomi. Karena itu keamanan
energi merupakan prioritas utama setiap negara untuk dipenuhi
selama mungkin. Tidak semua negara memiliki sumberdaya energi
sehingga harus mengimpornya. Negara produsenpun tidak selalu memiliki
modal dan teknologi untuk mengekslploitasi sumber-sumber energinya dan
juga memerlukan kepastian pasar atas energi yang akan dijualnya. Karena itu
semua negara mengembangkan diplomasi energinya sesuai dengan situasi
dan kepentingan masing-masing.

Keamanan energi, pengertiannya sudah meluas dari keamanan pasokan (yang


biasanya dinyatakan konsumen energi) kepada juga keamanan permintaan
(yang disuarakan produsen). Produsen tidak akan selalu dapat memenuhi
permintaan yang meningkat karena peningkatan produksi memerlukan
investasi yang besar tapi berisiko tinggi bila karena keadaan tertentu (krisis
ekonomi dsb) pasar ternyata tidak mampu menyerap seluruh produk.

Keamanan energi juga mencakup ketersediaan infrastruktur seluruh mata


rantai pasokan untuk menjamin sampainya produk ke konsumen. Makin
sulitnya wilayah produksi dan transportasi memerlukan pengembangan
teknologi termutakhir dalam kegiatan ini. Demikian juga perlindungan
lingkungan yang harus memenuhi standar yang tinggi.

Globalisasi telah membawa dunia menjadi saling terkait dan saling tergantung.
Situasi dan lingkungannya lebih luas dan universal, meninggalkan paradigma
lama yang hanya memikirkan kepentingan sendiri. Ini ditunjukkan oleh makin
terintegrasinya industri energi global yang harus dikembangkan bersama
melalui dialog dan kerjasama.

397
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Status Energi Global


Ketersediaan minyak bumi mendorong perekonomian dan pada gilirannya
berbalik meningkatkan permintaan minyak. Sebelum 1970 suplai minyak yang
melimpah ke negara Barat dan Jepang dengan harga hanya sekitar $2/barel
telah mendorong pertumbuhan spektakuler perekonomian negara-negara
industri ini, dan membawa pertumbuhan GDP dunia sekitar 6.8% pada tahun
1973. Keseluruhan konsumsi minyak mereka antara 1945-1970 lebih banyak
dari konsumsi kumulatif dunia berabad-abad sebelum itu.

Kenaikan harga menjadi 12 dollar pada tahun 1974, telah membuat


pertumbuhan ekonomi dunia turun di bawah 2%. Demikian juga harga yang
mencapai $34/barel pada awal tahun 80’an juga membuat perekonomian
dunia mencapai titik terendah sebesar 1,1%. Permintaan minyak dunia
seirama dengan pertumbuhan ekonomi dunia. Permintaan sangat rendah
terjadi tahun 1998 karena melemahnya ekonomi dunia akibat krisis ekonomi
Asia. Permintaan melambung pada tahun 2004 seiring membaiknya
perekonomian dunia yang mencapai pertumbuhan 5%, terutama terutama
didorong China, India dan Amerika. Krisis tahun 2008 membuat peningkatan
permintaan turun drastis menjadi hanya 120 ribu barel/hari.

Pada negara maju, konsumsi minyak dunia sudah tinggi karena GDP (gross
domestic product) nya yang juga sudah tinggi, sedangkan peningkatannya
tidak besar karena industri mereka lebih berbasis industri teknologi dan
jasa. Pada negara berkembang, konsumsi masih rendah karena GDPnya
masih rendah namun peningkatannya tinggi karena masih berbasis industri
manufaktur yang padat energi. Karena itu, harga minyak yang tinggi
berdampak lebih parah kepada negara-negara berkembang.

Di sisi permintaan sesungguhnya konsumsi negara berkembang masih


sangat jauh dari negara maju sehingga potensi peningkatan konsumsi
minyak dunia, terutama berasal dari negara-negara berkembang tersebut,
akan besar. Sampai tahun 2025 peningkatan permintaan minyak diperkirakan
sekitar 27 juta barel/hari, hampir 70% nya berasal dari negara berkembang.
Karena itu bilamana perekonomian dunia membaik pada tahun 2010 ke atas
maka permintaan kembali meningkat. Namun bilamana kapasitas produksi

398
OPEC dan Diplomasi Energi

minyak kurang memadai kesetimbangan pasokan-permintaan menjadi ketat


dan mendorong kenaikan harga.

Asia merupakan kumpulan negaraa-negara pengimpor minyak besar seperti


Jepang, Tiongkok, India, Korea, Taiwan dan lain-lainya. Masing-masing juga
memahami kerawanan pasokan minyak di masa depan, apalagi mereka
mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat yang tentu akan sangat haus
akan energi.

Diplomasi Energi dan Geopolitik


Geopolitik dan Harga Minyak

Konflik atau ketegangan politik ikut berpengaruh kepada fluktuasi harga


minyak dunia, yang pada gilirannya akan mempengaruhi stabilitas ekonomi
dunia. Embargo minyak pada waktu perang Arab-Israel di tahun 1974
menimbulkan krisis minyak pertama dan merupakan satu-satunya pemakaian
minyak sebagai senjata politik. Revolusi Iran tahun 1979 yang diikuti perang
Irak-Iran menciptakan krisis minyak ke dua. Walau kekurangan ekspor Iran
diatasi oleh negara-negara OPEC lainnya kepanikan tetap melanda dan harga
tetap melejit.

Pengaruh geopolitik terhadap harga berkurang bila pasokan minyak dunia


melimpah. Dengan banjirnya minyak non-OPEC, harga minyak tergerogoti
dan kemudian jatuh drastis ke bawah 10 dollar pada tahun 1986. Invasi
Irak ke Kuwait pada tahun 1990 sempat membuat harga minyak meroket
kembali namun tidak berlangsung lama karena OPEC menyetujui menambah
pasokan bila diperlukan. Terbebaskannya Kuwait beberapa bulan kemudian
memulihkan produksi di kawasan tersebut, melegakan pasar dan harga
kembali turun.

Serangan teroris 11 September 2001 telah memperburuk resesi ekonomi


Amerika Serikat sehingga permintaan minyak makin menurun dan membuat
harga jatuh ke bawah 20 dollar.

Di awal 2003, invasi ke Irak, krisis politik di Venezuela dan Nigeria terjadi
hampir bersamaan yang menyebabkan dunia dapat kekurangan suplai

399
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

minyak lebih dari 4 juta barel per hari. Kesiapan OPEC untuk mengatasi
kekurangan pasokan ternyata berhasil meredam keresahan pasar.

Sejak tahun 2004 ketegangan geopolitik mulai dirasakan lagi berpengaruh


kepada harga. Berbagai ketegangan politik dan konflik masih terjadi di
kawasan produsen minyak seperti ketegangan nuklir Iran, perang saudara di
Nigeria, konflik sekte di Irak, maupun ketegangan antara Rusia dan negara-
negara Eropa sehubungan suplai gas Rusia ke kawasan Eropa.

Diplomasi Energi

Kepentingan ekonomi dalam negeri adalah prioritas utama dalam kebijakan


diplomasi banyak negara, mengatasi kepentingan ideologi atau kebijakan
lainnya. Tiongkok misalnya melakukan kerja sama dengan Sudan walau
negeri ini sudah mendapat sanksi dan ultimatum dari PBB karena tindakan
represifnya di dalam negeri. Begitu juga kerja sama Tiongkok dengan Iran
dan India dengan Iran, walau ada protes dari negara-negara Barat dalam
perselisihan masalah pengembangan nuklir Iran.

Tiongkok sangat aktif dalam diplomasi untuk ketahanan energinya. Negara ini
melakukan kontrak-kontrak energi dengan negara-negara penghasil energi
seperti Nigeria, Myanmar dan Kazakhstan dengan komitmen melakukan
investasi untuk pengembangan ekonomi negara-negara tersebut. Malah
Saudi Arabia sudah memberikan komitmen langsung kepada presiden Hu Jin
Tao sendiri di Riyadh untuk mengirim sekurangnya 1 juta bph ke Tiongkok
mulai tahun 2010 dengan ditukar investasi Tiongkok di negara tersebut.

Korea Selatan juga menggantungkan 97% energinya dari impor, maka negara
ini sangat mementingkan kerja sama ekonomi berlandaskan sumber daya
alam /energi dengan negara-negara produsen. Di samping ke Timur Tengah,
Afrika dan Rusia, Korea Selatan membina hubungan erat dengan negara-
negara Amerika Latin karena kawasan ini memproduksi sekitar 7 juta bph
minyak dan cadangan minyak sebesar 100 miliar barel.

Jepang juga sangat khawatir akan keamanan energinya di masa depan.


Negara ini memiliki sangat sedikit sumberdaya energi sehingga mengimpor
hampir 80% dari kebutuhan energinya. Wilayahnya juga terpisah dari daratan

400
OPEC dan Diplomasi Energi

Asia yang makin menyulitkan untuk masuk dalam jaring listrik maupun gas
Asia. Sementara itu negara-negara tetangganya di Asia Timur Laut seperti
Tiongkok, Korea Selatan dan Taiwan makin meningkat impor energinya
sehingga menjadi pesaing berat dalam mencari sumber-sumber impor energi.
Negara ini juga untuk masa lama ke depan akan tergantung kepada minyak
yang saat ini mengisi 50% energinya.

Karena itu diplomasi energi Jepang sangat menekankan kepada kerjasama


regional dan global. Negara ini menawarkan cadangan minyaknya yang cukup
untuk 120 hari impor untuk kerja sama cadangan emergensi, artinya apabila
semua negara bertetangga memiliki cadangan darurat, adanya gangguan
pasokan yang besar dapat diatasi dan pembelian panik dapat dicegah. Juga
diusulkan membangun infrastruktur transportasi energi lintas batas negara,
misalnya jaring pemipaan gas dan minyak serta jaring tenaga listrik.

Jepang merupakan pula pelopor aktif dialog konsumen-produsen energi


dalam rangka menciptakan adanya aliran energi yang stabil pada tingkat
harga yang terjangkau dan untuk mendorong industri masing-masing
untuk investasi di negara-negara produsen energi, apakah di sektor energi
ataupun di sektor industri lainnya seperti petrokimia, yang pada gilirannya
akan meningkatkan stabilitas negara-negara produsen yang sampai saat ini
masih dikenal masih labil.

Dari sisi produsen, kerja sama berbasis energi juga dianggap sangat penting.
Di samping untuk kepastian pasar produk energi mereka, diversifikasi pasar
juga sangat penting untuk menjamin stabilitas penyaluran produk mereka.

Diplomasi energi juga dipakai untuk kepentingan politik seperti yang


dilakukan presiden Venezuela, Hugo chavez. Negara ini memasok minyak
untuk negara-negara miskin sekitar laut Karibia dengan harga potongan.
Baru-baru ini Venezuela juga membeli obligasi Argentina seharga 1 miliar
dollar untuk pembangunan ekonomi Argentina dan dibayar dengan minyak.
Sebagai kompensasinya Chavez menghimbau persatuan Amerika Latin untuk
melawan Amerika Serikat.

Saudi Arabia sangat berkepentingan atas keberlanjutan penerimaan mereka


dari minyak sehingga mereka tidak terlalu sepakat dengan pengembangan

401
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

energi alternatif seperti biofuel. Mereka selalu mengatakan sumber minyak


masih berlimpah dan yang diperlukan adalah kepastian permintaan minyak
di masa datang agar mereka dapat menyiapkan investasi sekarang. Arab
Saudi menggalang sahabat-sahabat nya di jazirah Arab ( Kuwait, Emirat dan
Qatar) dalam strategi tersebut, termasuk berusaha juga membawa para
anggota OPEC. Karena itu Arab Saudi dan teman-tamannya ini berusaha agar
harga minyak dunia tidak terlalu tinggi agar kompetisinya terhadap energi
alternatif dapat dipertahankan. Di samping itu mereka juga mendukung
pengembangan teknologi penyerapan dan penyimpanan CO2 karena ini
akan ikut melestarikan pemakaian minyak sebagai energi.

Rusia adalah produsen non-OPEC terbesar dan produksinya hampir menyaingi


Saudi Arabia sekitar 9.5 juta bph. Negara ini juga penghasil gas terbesar di
dunia. Negara ini ke barat memasok negara-negara eropa Timur dan Barat dan
ke timur merupakan pemasok penting untuk Tiongkok dan Jepang. Minyak
dan gas merupakan salah satu sumber penerimaan utama Rusia. Negara
ini berkeinginan pula ikut menguasai kepemilikan perusahaan-perusahaan
energi di Eropa yang ternyata tidak disetujui oleh negara-negara yang dituju.
Kebijakan energi Rusia termasuk menguasai kembali perusahaan-perusahaan
minyak dan gas swasta di Rusia. Beberapa kasus penghentian pasokan gas
Rusia sangat merisaukan negara-negara di Eropa Barat sehingga mereka
harus berpikir untuk mengurangi ketergantungan dari Rusia.

Iran juga menggunakan minyak dan gasnya untuk keluar dari isolasi
yang ditimpakan Amerika Serikat. Iran-Pakistan-India merencanakan
pembangunan pipa gas dari Iran menuju India dan melintasi Pakistan untuk
mengalirkan gas Iran sebanyak 2 miliar kaki kubik per hari untuk Pakistan
dan India. Walau diperingati dan dibujuk oleh Amerika, India nampaknya
tidak mau urusannya dengan Iran dicampuri. Apalagi Iran mungkin akan
mengalihkan gasnya ke Tiongkok bilamana India membatalkan, hal mana
dianggap lebih buruk oleh India karena Tiongkok adalah rival sejak lama.
Iran juga menggunakan petrodollar untuk membantu pembangunan proyek
kilang dan bendungan di Srilangka. Dengan Indonesia, Iran berkerja sama
investasi untuk pembangunan kilang dengan minyak mentah didatangkan
dari Iran.

402
OPEC dan Diplomasi Energi

Amerika adalah negara konsumen energi dan minyak terbesar di dunia.


Penduduknya hanya 5% dunia tapi mengkonsumsi 20% energi dunia.
Tidak dapat dibayangkan apakah dunia mampu menyediakan energi
apabila konsumsinya sama dengan Amerika sekaran ini. Walau negara ini
juga produsen minyak ke tiga terbesar dunia, dari 20 juta barel/hari yang
dikonsumsi mereka harus mengimpor 13,5 juta barel/hari. Untuk keamanan
daruratnya, negara ini memiliki cadangan minyak strategis tebesar, cunnskup
untuk 90 hari impor minyak.

Untuk mengamankan sumber-sumber energi di luar negerinya, Amerika


Serikat melakukan kerja sama intensif dengan negara-negara produsen
minyak, baik di bidang ekonomi maupunn pertahanan. Memperbaiki politik
luar negeri ke arah stabilisasi politik dan keamanan dunia dan meningkatkan
keseimbangan antara keamanan energi dengan keamanan nasional,
keamanan ekonomi dan lingkungan. Negara ini juga memanfaatkan kerja
sama NAFTA ( North America Free Trade Agreement) untuk kerja sama energi
kawasan tersebut.

Amerika Serikat juga berusaha menggalakkan mencari sumber-sumber


energi fosil di dalam negerinya. Negara ini sebetulnya memiliki sumber
energi tersebut dalam jumlah besar namun memerlukan biaya produksi
yang masih mahal. Di samping itu karena memiliki luasan tanah yang sangat
besar, negara ini juga menggalakkan produksi bahan bakar nabati seperti
etanol dan biodiesel.

Dewasa ini sudah dirasakan keterbatasan produksi minyak dunia untuk


memenuhi permintaan minyak dunia yang terus naik. Kurangnya investasi
minyak dunia selama ini menyebabkan rendahnya peningkatan kapasitas
produksi. Penemuan baru juga lebih rendah dari tingkat produksi.
Kemampuan negara-negara produsen non-OPEC juga menurun kecuali
adanya terobosan teknologi terutama untuk wilayah-wilayah yang sulit.
Jadi sumber minyak akan banyak terpusat di negara-negara Timur Tengah,
yang kenaikan produksinya juga belum tentu mencukupi permintaan dunia
karena kurangnya investasi.

Makin merosotnya produksi minyak negara-negara non-OPEC (suatu gejala


global yang juga ikut melanda Indonesia), dan tidak ditemukannya lagi

403
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

lapangan-lapangan minyak raksasa selama 20 tahun terakhir ini, membuat


OPEC akan menjadi lebih dominan di masa depan. Hanya Timur Tengah, Rusia,
serta sedikit wilayah di Afrika dan Amerika Latin yang kelebihan minyak alias
eksportir. Kawasan Asia, Eropa, dan Amerika ternyata negatif dalam neraca
minyak, sehingga semua mata tertuju ke Timur Tengah untuk mengamankan
masa depan pasokan minyak mereka. Mereka menyadari bahwa pengamanan
dan stabilitas pasokan energi tidak dapat hanya diandalkan kepada kekuatan
dan mekanisme pasar. Ini tercemin dari politik dan diplomasi energi mereka
kepada negara-negara pemilik minyak tersebut. Karena itu persaingan negara
–negara konsumen untuk mendapatkan alokasi impor minyak dari negara-
negara Timur Tengah akan sangat ketat.

OPEC dan Indonesia


Organisasi negara- negara pengekspor minyak (OPEC) didirikan pada 1960
dengan tujuan mengembalikan penguasaan sumber daya alam minyak
kepada kedaulatan pemiliknya, yang umumnya negara berkembang.
Organisasi ini, menurut anggaran dasarnya, bertujuan menyatukan kebijakan
serta melindungi kepentingan anggotanya.

Upaya organisasi ini adalah menstabilkan harga di pasar internasional dan


mencegah fluktuasi, mengamankan penerimaan minyak yang tetap untuk
anggota sambil menjamin pasokan yang teratur, efisien, dan ekonomis
kepada negara-negara konsumen, serta memperhatikan keuntungan yang
pantas bagi investor.

Semangat solidaritas negara berkembang telah mendorong organisasi ini


mendirikan OPEC Fund untuk membantu proyek-proyek ekonomi dan sosial
negara-negara miskin yang terkena imbas tingginya harga minyak.

Indonesia memasuki OPEC pada 1962 karena melihat perjuangan OPEC adalah
perjuangan negara ketiga dan juga Indonesia pada waktu itu sudah mulai
mengekspor minyak, sehingga memiliki kepentingan yang sama dengan
negara-negara anggota OPEC lainnya. Indonesia menikmati kenaikan harga
dari US$ 2 per barel menjadi US$ 12 setelah embargo minyak perang Arab-
Israel, 1974. Harga yang bagus tersebut sangat membantu pembangunan
Indonesia.

404
OPEC dan Diplomasi Energi

Keanggotaan di OPEC meningkatkan posisi Indonesia di forum internasional,


karena OPEC merupakan organisasi yang sangat disegani di antara
organisasi- organisasi negara-negara berkembang. OPEC memiliki solidaritas
diplomasi yang tinggi, yang sering dimanfaatkan untuk diplomasi Indonesia
menghadapi permasa- lahan nasional, seperti HAM dan integritas nasional.

Sekretariat OPEC bertempat di Wina, Austria, yang menjalankan kegiatan


riset energi dan riset pasar minyak untuk mendukung kebijakan dan strategi
organisasi ini. Indonesia saat ini menempatkan empat tenaga ahlinya.

Dalam sejarah OPEC yang hampir mencapai 50 tahun, OPEC dan dunia
mengakui peran penting Indonesia dalam masa-masa sulit organisasi
ini, antara lain, dalam membina hubungan antara negara produsen dan
konsumen demi mencari jalan stabilisasi pasar minyak dunia. Figur-figur
Indonesia dikenal sebagai mediator yang tangguh. Sebagai negara besar
dan satu-satunya anggota dari Asia Timur Jauh, OPEC menganggap posisi
Indonesia sangat strategis di organisasi itu. Indonesia sudah dianggap sama
seperti founding members karena di samping peran historisnya, negara kita
juga salah satu anggota tertua. OPEC akan merasa sangat kehilangan salah
satu anggotanya yang terbaik, tapi tetap dapat memahami dan menghormati
keputusan Indonesia.

Selama 10 tahun terakhir, Indonesia menghadapi penuaan lapangan minyak,


penurunan produksi, dan makin sukarnya ditemukan lapangan minyak
baru. Dengan konsumsi Indonesia yang lebih dari satu juta bph BBM, harus
diimpor 300.000 bph minyak mentah dan 400.000 bph BBM, yang artinya
secara keseluruhan Indonesia sudah benar-benar menjadi net importer. Oleh
karena itu, kepentingan Indonesia sudah bergeser dari net exporter menjadi
net importer.

Berkaitan dengan itu, dewasa ini status di luar OPEC dianggap lebih pas bagi
Indonesia. Pertama, menghindari konflik kepentingan dalam forum OPEC.
Dalam situasi sekarang Indonesia merasa sangat canggung berada satu meja
dengan para eksportir. Kedua, keluarnya Indonesia dari keanggotaan OPEC
diharapkan lebih menyadarkan masyarakat bahwa negara kita bukan lagi
“kaya raya” dengan minyak, tapi sudah sebagai pengimpor, sehingga harus

405
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

lebih terpacu untuk meningkatkan efisiensi serta mengembangkan energi


alternatif yang cukup banyak di negeri ini.

Keluar dari OPEC bukan kata mati, karena itu bergantung pada dinamika
kepentingan kita. Misalnya Ekuador, setelah 15 tahun keluar, tahun lalu masuk
lagi ke organisasi ini. Indonesia dapat saja melakukan hal yang sama pada saat
yang tepat dan diperlukan. Yang penting, dalam status masih di luar OPEC,
strategi Indonesia adalah memelihara persahabatan dengan negara-negara
anggota OPEC, yang sudah sangat baik secara bilateral maupun multilateral.
Indonesia tetap dapat menawarkan peran ke OPEC dalam stabilisasi pasar
minyak dunia, antara lain, sebagai jembatan antara produsen dan konsumen,
khususnya negara-negara berkembang.

Ke depan, Indonesia akan memerlukan tambahan impor minyak mentah yang


tidak dapat diperoleh hanya dengan pendekatan bisnis. Kedekatan Indonesia
dengan OPEC dapat merupakan posisi tawar dalam berkompetisi dengan
negara-negara konsumen lainnya yang menawarkan dana investasi, teknologi
ataupun peralatan pertahanan untuk mendapatkan pasokan minyak jangka
panjang dari negara-negara OPEC.

Beberapa negara OPEC memiliki dana yang sangat besar yang juga sangat
ingin berinvestasi di Indonesia. Perusahaan-perusahaan Indonesia juga
sudah mulai ikut kegiatan pembangunan infrastruktur, perdagangan, dan
pemasokan tenaga kerja ahli di negara-negara OPEC . Jadi, dengan banyaknya
kepentingan kerja sama di bidang diplomasi, ekonomi, dan investasi,
walaupun bukan lagi anggota, namun pemeliharaan dan peningkatan
persahabatan Indonesia dengan negara-negara OPEC merupakan kemestian.

Kerja Sama Energi Internasional Dan Kawasan


Kerja sama ekonomi di dalam berbagai kawasan dunia sedang berkembang
menuju penciptaan keamanan bersama pasokan energi. Kekhawatiran akan
krisis energi membuat Uni Eropa terdorong menciptakan kebijakan energi
bersama yang menuju kepada pasar tunggal energi Uni Eropa. Pasar tunggal
melahirkan kompetisi yang menciptakan efisiensi dan harga energi lebih
murah.

406
OPEC dan Diplomasi Energi

Kebijakan energi bersama merupakan penggabungan kekuatan dalam


menangani krisis energi, stabilitas pasokan energi, keragaman energi, juga
harga energi. Masalah-masalah terkait lain akan terbawa dalam kerja sama
ini, seperti perlindungan lingkungan, pencegahan pemanasan global, juga
mengembangkan teknologi energi yang lebih efisien.

Sudah dipahami semua bahwa neraca energi kawasan ASEAN adalah negatif,
dalam artian lebih banyak impor energi daripada ekspor. Sumber impor
terutama dari kawasan Timteng yang jaraknya cukup jauh. Kawasan ASEAN
pun masih lemah dalam ketahanan stok energi. Misalnya Indonesia hanya
memiliki 22-25 hari stok bahan bakar minyak. Bandingkan dengan negara-
negara industri yang memiliki simpanan minyak mentah strategis dan BBM
untuk 90 hari.

Karena itu, energi sebaiknya bukan komoditas untuk dikompetisikan dalam


pasar kawasan ASEAN, tapi untuk ditata bersama di dalam penanganan
pasokan, permintaan, perdagangan, pengembangan, dan persediaan.
Stabilitas pasokan energi dan pengurangan ketergantungan kawasan ini dari
minyak dapat diciptakan melalui interkoneksi listrik dan gas, perdagangan
energi, pengembangan bioenergi, dan manajemen bersama cadangan
strategis.

Kawasan ASEAN sangat potensial bagi pengembangan bioenergi, terutama


karena ketersediaan lahan dan iklim tropis yang mendukung lebih seringnya
panen. Namun tetap saja jenis energi ini masih rentan untuk jangka panjang
mengingat biaya produksinya masih tinggi dan hanya layak komersial pada
posisi harga minyak sekitar 60 dolar AS per barel. Karena itu, kawasan ini
dapat bersama-sama mendanai, meneliti, dan mengembangkan teknologi
penanaman yang lebih murah serta proses produksi yang lebih efisien.
Apalagi sejauh ini kerja sama ASEAN di bidang energi sudah cukup erat,
sehingga diharapkan keamanan energi di kawasan ini lebih konkret dalam
menghadapi krisis energiTujuan, historis, Manfaat, efektivtas, apk dpt
diandalkan, saran strategi,

407
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Ketahanan dan Diplomasi energi Indonesia


Selama tiga dekade sebelum tahun 2000 Indonesia masih dikenal sebagai
eksporter minyak dan gas. Karena minyak dan gas penyumbang terbesar
penerimaan negara, tujuan diplomasi energi Indonesia pada waktu itu adalah
mendapatkan harga minyak yang pantas, yang diperjuangkan melalui OPEC.
Di samping itu juga berjuang mencari pasar gas atau LNG karena gas domestik
belum berkembang waktu itu disebabkan tidak kompetitif dengan harga
minyak yang murah.

Dewasa ini Indonesia sudah menjadi net importer yang mencapai sekitar 400
ribu barel per hati. Dengan pertumbuhan konsumsi BBM sekitar 3.5% per
tahun maka ketergantungan akan minyak impor makin membesar yang di
tahun 2020 dapat mencapai 900 ribu bph. Sementara ini belum ada tanda-
tanda peningkatan produksi minyak Indonesia di masa depan. Indonesia
sampai saat ini juga belum memiliki cadangan strategis. Karena itu Indonesia
akan dihadapkan kepada kerawanan dalam ketahanan energinya terutama
dalam penyediaan minyak mentah. Kita sudah menyaksikan beberapa
contoh-contoh di dalam negeri akibat parah dari kelangkaan BBM, yang bisa
berlanjut kepada masalah sosial-politik.

Langkah-langkah yang dapat dilakukan Indonesia adalah meningkatkan


produksi BBM alternatif seperti bahan bakar nabati. Peluang ini dimiliki negara
ini karena masih ada lahan yang dapat didayagunakan, terutama lahan kritis,
yang didukung oleh sinar matahari sepanjang tahun yang memungkinkan
peningkatan panen. Langkah lain adalah mengubah batu bara jadi BBM
yang dimungkinkan ketersediaan cadangan batubara yang cukup memadai.
Semuanya itu juga memerlukan kebijakan khusus energi, antara lain kebijakan
harga, agar energi alternatif dapat hidup dan berkembang. Namun hasil kajian
prediksi permintaan pasokan ke depan menunjukkan bahwa ini tidak dapat
memenuh seluruh permintaan BBM. Jalan impor akan masih diperlukan.

Di bidang diplomasi energi Indonesia harus terus memelihara persahabatan


dengan OPEC, kerja sama energi kawasan ASEAN dan ASEAN+3 terus
ditingkatkan, dan aktif dalam kegiatan kerja sama energi multilateral seperti
International Energy Forum, International ‘Energy Agency, APEC Energy, dan
berbagai forum lainnya.

408
OPEC dan Diplomasi Energi

Para menteri OPEC seusai sidang tertutup pada Konperensi OPEC, 2008, di Vienna, Austria.
Menteri ESDM Indonesia diwakili oleh Gubernur OPEC untuk Indonesia, Maizar Rahman.

409
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Bapak Subroto, OPEC dan Pendidikan


Ditulis dalam buku: “Pendidikan Untuk Indonesia Raya, Belajar Dari Sekolah
Lengkong”,Yayasan Bangun Bina Anak Indonesia, Tanggerang Selatan, September 2013

W
aktu saya bertugas sebagai Gubernur OPEC pada tahun 2008,
sekali waktu Sekretaris Jenderal OPEC waktu itu, El Badri, bertanya
kepada saya bagaimana kabarnya Prof Subroto, yang sudah
berumur 85 tahun waktu itu. Saya jawab Pak Subroto masih sehat dan aktif.
“ He is a great man”, gumam beliau. Ekspressi yang sama juga muncul di
mata para menteri OPEC yang lain, yang juga sering menanyakan kabar Pak
Broto. Peran Pak Subroto di masa tugas beliau tahun 1988-1994 masih jernih
di ingatan mereka. Saya merasa bangga mengenal warga Indonesia seperti
beliau yang dikagumi dan dihormati dunia internasional.

Waktu OPEC International Seminar tahun 2004, saya bertugas sebagai Acting
For OPEC Secretary General, Pak Subroto juga diundang sebagai mantan
menteri dan mantan sekjen OPEC. Di seling acara beliau melihat hadir
Gubernur OPEC Kuwait, Miss Razzouqi, yang sudah lama beliau kenal sejak jadi
Sekjen OPEC. Miss Razzouqi sedang duduk di kursi. Pak Broto datang, jongkok
dan menyalami beliau dengan senyum lebar. Inilah salah satu karakter terpuji
Pak Broto, beliau sangat rendah hati, santun, dan ramah, sikap yang juga
selalu dikenang oleh staf sekretariat jenderal OPEC.

Saya tidak mengalami waktu Bapak Subroto bertugas sebagai Sekjen OPEC
selama 2 periode, tahun 1998-2004, jadi saya tidak bisa bercerita tentang
masa-masa tersebut. Tapi dari forum rapat menteri yang saya hadiri waktu
saya bertugas sepuluh tahun sesudah itu, saya dapat menangkap nuansa
sidang OPEC, yang bisa menjadi keras dan sulit, khususnya bila ada perbedaan
kepentingan dan pendapat antar menteri/negara OPEC. Dan itulah yang
dialami Pak Broto, karena pada era beliau harga minyak sangat rendah,
sedangkan negara-negara OPEC sedang “haus” dana. Di satu pihak diinginkan
harga tinggi sehingga kuota harus dipotong, di lain pihak negara-negara
anggota ingin menjual lebih banyak dan tidak mau kehilangan pangsa pasar.
Namun dunia mengakui bahwa Pak Subroto berhasil menyelamatkan OPEC

410
OPEC dan Diplomasi Energi

dengan mengubah sistem penetapan harga ke penetapan tingkat produksi.


Demikian juga waktu Pak Broto menjabat presiden OPEC di tahun 1980,
dua anggota OPEC, yaitu Irak dan Iran, sedang berperang. Dengan penuh
kebijakan, serta kemampuan komunikasi dan negosiasi dan kesabaran yang
tinggi, ternyata Pak Broto dapat meliwati masa-masa tersebut dengan
menciptakan kerukunan di internal sidang OPEC .

Ke dunia internasional Bapak Subroto berhasil menciptakan era strategi


baru OPEC, yaitu dialog antara produsen dan konsumen, dan dialog
antara produsen OPEC dan non-OPEC, yang berlanjut sampai sekarang ini.
Dengan demikian Pak Broto berhasil membawa OPEC menjadi organisasi
internasional yang disegani, dan Indonesia dianggap negara-negara anggota
OPEC sebagai negara yang sangat besar kontribusinya kepada OPEC. Waktu
Indonesia diberitakan keluar dari OPEC, realitanya oleh OPEC tidak dianggap
demikian, Indonesia tetap dianggap sebagai anggota, cuma dibekukan
untuk sementara, sampai saatnya Indonesia kembali sebagai eksporter,
maka Indonesia dapat otomatis sebagai anggota aktif kembali. Hal yang
serupa terjadi dengan Equador, yang juga membekukan keanggotaannya
dari tahun 1996-2007.

Selama setahun bertugas sebagai Acting for Secretary General, saya


memahami betapa sibuknya tugas Bapak Subroto waktu beliau bertugas
sebagai sekjen dulu. Sepanjang tahun penuh dengan sidang-sidang, yaitu
sidang Economic Commission Board , sidang Dewan Gubernur, sidang
Ministerial Monitoring Sub Commitee dan ujungnya sidang Menteri OPEC,
baik sidang tertutup maupun terbuka. Jumlah sidang-sidang tersebut minimal
dua kali dalam setahun. Dan sekali lima tahun sidang OPEC Summit yang
dihadiri kepala-kepala negara negara anggota.

Di samping itu ada pula pertemuan rutin OPEC dan Non OPEC Producing
Country, pertemuan dengan organisasi konsumen energi seperti IEA
(International Energy Agency), organisasi energi IEF (International Energy
Forum) dan banyak lagi kunjungan-kunjungan dan pertemuan lainnya. Sekali
dua tahun dilakukan pula International OPEC Seminar, suatu event yang
melibatkan negara-negara produsen, konsumen, perusahaan dan investor
dunia di bidang migas dan energi. Sekjen OPEC juga bertindak sebagai corong

411
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

OPEC sehingga sering mengadakan konperensi pers untuk menginformasikan


kebijakan, posisi dan keputusan OPEC terkait dengan peran OPEC dalam pasar
minyak internasional. Selain itu, sebagai pimpinan organisasi internasional,
Sekjen OPEC juga harus hadir dalam acara-acara diplomatik di kota Wina,
yang penuh dengan berbagai organisasi internasional.

Misi OPEC adalah mengkoordinasikan kebijakan bersama OPEC untuk


melindungi kepentingan anggota, menstabilkan pasar minyak global,
melindungi kepentingan produsen, menjamin pasokan yang teratur,
ekonomis dan efisien untuk negara konsumen dan menjamin keuntungan
yang layak bagi investor. Berdasarkan misi tersebut Sekretariat OPEC
menyiapkan bahan untuk sidang menteri OPEC. Bahan rapat berupa studi dan
kajian yang dihasilkan Sekretariat dibahas lebih dulu dalam Sidang Economic
Commission Board yang dihadiri oleh perwakilan nasional dari seluruh negara
anggota. Sidang ini, dua kali dalam setahun, kemudian merumuskan status
energi dan pasar minyak dunia baik yang yang sedang berjalan maupun
perkiraan ke depannya.

Sekretaris Jenderal, yang merupakan eksekutif puncak dari Sekretariat,


bertanggung jawab kepada sidang menteri, yang dalam pelaksanaannya
dilakukan melalui Dewan Gubernur OPEC. Bila analoginya para menteri
adalah pemegang saham, maka Dewan Gubernur adalah dewan
komisaris. Dewan Gubernur bertugas memberikan arahan dan mengawasi
pelaksanaan kegiatan Sekretariat, menerima laporan-laporan dari Sekjen,
menentukan agenda sidang Menteri, menyetujui program dan anggaran dan
mengawasinya auditnya, dan menyetujui pengangkatan anggota manajemen
inti dari Sekretariat. Dewan Gubernur. Dari apa yang saya alami, Dewan
Gubernur, dengan kewenangannya yang cukup besar, kadang-kadang cukup
strict terhadap Sekjen. Saya membayangkan dulu bagaimana Bapak Subroto
dengan sabar dan santun serta piawai dapat menghadapi Dewan Gubernur
yang cukup “cerewet’ itu.

Untuk melaksanakan tugas Sekretariat di atas, inti organisasi ini terdiri dari
Divisi Riset yang didukung oleh tenaga ahli dari berbagai bidang keilmuan,
terutama ahli energi, ahli data, ahli statistik dan ahli pasar minyak. Pegawainya
yang berjumlah sekitar 150 orang terdiri dari sekitar 30 kebangsaan.

412
OPEC dan Diplomasi Energi

Komposisi yang multi kultural ini juga memerlukan penanganan khusus agar
jajaran pegawai itu dapat berkerja sama dengan baik tanpa konflik apapun.
Kepribadian dan karakter Bapak Subroto yang rendah hati, komunikatif,
jernih, disiplin dan tegas banyak memberi warna kepada kinerja sekretariat
OPEC tersebut. Salah satu cara silaturahim yang diterapkan Bapak Subroto
adalah open house waktu idul fitri.

Saya sendiri, begitu diinstruksikan harus ke Wina sebagai akting sekjen, saya
merasa akan masuk kandang harimau, karena inilah penugasan internasional
saya yang pertama dan pada posisi yang “puncak” lagi. Alhamdulillah
pengalaman saya memimpin lembaga riset di Lemigas banyak membekali
saya dalam menangani sekretariat OPEC ini, yang intinya juga riset. Saya
juga meniru langkah Bapak Subroto dengan mengadakan open house idul
fitri yang ternyata sangat diapresiasi para staf sekretariat, karena suasananya
penuh rileks dan kerukunan, berbeda dari suasana pekerjaan sehari-hari yang
penuh keseriusan.

Gedung sekretariat OPEC pada waktu itu berlokasi di tepi sungai Danube
dan kelihatan dari seberang sungai, yang merupakan pusat kota. Foto- foto
gedung ini selalu menghiasi media dunia sehingga logo OPEC seolah-olah
menjadi salah satu ikon kota Wina. Karena terbatasnya ruangan dengan
pertambahan kegiatan, gedung Sekretariat dipindahkan dan sekarang berada
di suatu bangunan klasik yang juga indah yang terletak di tengah kota Wina.

Selepas dari tugas OPEC, saya ikut dalam mendukung kegiatan Yayasan
Bangun Bina Anak Indonesia dengan Ketua Dewan Pembina Bapak Subroto,
dan Ketua Umum Bapak Dr Nafrizal Sikumbang. Yayasan ini, berhasil
membina sekolah TK, SMP, SMK di Lengkong Wetan, Serpong, dengan biaya
sangat murah untuk anak-anak desa sekitar yang umumnya kurang mampu.
Sekolah ini berhasil membuat reputasi tidak kalah dari sekolah swasta yang
mahal yang bertebaran di sekitar Serpong. Sekolah Pak Broto ini, dengan
keberhasilan tersebut diusulkan untuk dijadikan suatu model pengembangan
“sekolah bagus tidak perlu mahal” (SBTPM) untuk diterapkan di seluruh
Indonesia. Pak Broto memberikan perhatian sepenuhnya kepada sekolah
ini dan selalu aktif memberikan pencerahan bagi para murid dan guru. Di
sini saya melihat sebagai sosok yang sangat cinta akan kemajuan generasi

413
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

muda bangsa ini. Beliau sangat ingin agar demography devident yang akan
dialami Indonesia pada tahun 2030 an ke atas hendaklah diisi oleh sumber
daya manusia berkualitas agar Indonesia menjadi salah satu negara besar dan
kuat di dunia, dan “sekolah pinter yang tidak perlu mahal” adalah suatu solusi.

Professor Dr Subroto dalam wawancara dengan media di sela-sela sidang Konperensi OPEC
di tahun 1998.

414
OPEC dan Diplomasi Energi

415
7
Dari Penelitian
ke Korporasi dan
Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang
Anak Guru)

417
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Lahir dan Besar di Bukit Tinggi

S
aya lahir di Kota Bukit Tinggi, Sumatera Barat, tanggal 8 Mei tahun
1948. Keluarga kami bisa dibilang keluarga besar untuk ukuran saat ini,
saya adalah anak keenam dari delapan saudara. Selain menanggung
hidup delapan anak-anaknya, orang tua saya juga membuka pintu rumah
selebar-lebarnya untuk sanak saudara kami yang orang tuanya tinggal di desa,
apalagi anak-anak yatim dari adik bapak saya. Akibatnya suasana rumah kami
senantiasa ramai, terutama di malam hari ketika jadwal mengaji bersama tiba.
Saya sangat merindukan nuansa kekeluargaan seperti itu.

Bapak saya seorang guru SMP sehingga pola hidup kami terbilang sangat
sederhana. Kami diajarkan untuk mandiri sejak kecil dengan cara pekerjaan
rumah dibagi-bagi karena di rumah memang tidak ada pembantu. Bahkan,
saking sederhananya, kami sudah terbiasa dengan pola penjatahan makan.
Apa yang ada dibagi-bagi, yang penting semua orang bisa mencicipi, tapi
bapak saya seorang yang tahu gizi, lauk kami selalu ada proteinnya, apakah
nabati atau hewani. Agar dapat harga murah, saya selalu disuruh belanja
daging ke pasar pas hampir magrib waktu harga sudah dibanting sipenjual.

Disiplin juga menjadi salah satu hal penting yang dibudayakan orang tua kami
di rumah. Mulai dari disiplin sholat, disiplin belajar, dan disiplin menuntaskan
tugas yang sudah menjadi kewajiban harian kami. Orang tua saya pun
memberikan pengawasan ketat. Jika kami melakukan kesalahan atau sengaja
menyimpang, orang tua tidak segan-segan menjatuhkan hukuman. Bapak
selalu mengatakan bahwa hukuman fisik (yang tidak berbahaya) bukanlah
berarti kebencian orang tua kepada kami, tetapi sebagai pendidikan agar
kami harus selalu menghindari perbuatan tercela.

Pada umur enam tahun saya dimasukkan ke SR 7, satu kilometer dari rumah
saya. Pada usia tersebut, segalanya sudah saya lakukan mandiri, mandi,
makan, pergi dan pulang sekolah, pergi dan pulang mengaji Al Quran di sore
hari. Diwaktu SMP saya mulai bertugas membersihkan rumah dan halaman,
mencuci pakaian sendiri dan menolong ibu di dapur.

Pengalaman manis saya di SMP 1 Bukittinggi adalah pernah menjuarai


sayembara mengarang dan berpidato. Walau bapak saya mengajar di sekolah

418
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

yang sama, saya diperlakukan sama, kadang-kadang juga dimarahi, seperti


siswa-siswa lainnya.

Pada tahun 1957 terjadi peristiwa pemberontakan PRRI ( Pemerintahan


Revolusioner Republik Indonesia). Waktu itu saya dikelas 3 sekolah dasar.
Saya menyaksikan para prajurit yang muda-muda menyandang senjata
yang masih baru dan peluru beruntaian di tubuh mereka. Pada suatu hari
pesawat-pesawat tempur dari TNI melayang-layang dengan garangnya dan
melepaskan bom di langit Bukittinggi. Kami semua ketakutan. Beberapa lama
kemudian kami sekeluarga mengungsi ke desa tempat kelahiran ibu kami.

Keluarga Abdurrahman (1953), Maizar Rahman bersandar di sisi kiri bapaknya.

Beberapa bulan setelah itu, karena bapak saya harus kembali mengajar di
Bukittinggi kamipun kembali ke kota itu walau masih suasana perang. Pada
malam hari sering bunyi tembakan dan meriam dari pertempuran pihak
PRRI dengan TNI. Pagi harinya di jalan raya terserak berbagai selongsong
peluru yang kami kumpulkan untuk mainan. Alhamdulillah pada tahun 1960
perang saudara itu berakhir walau meninggalkan luka cukup dalam di hati
masyarakat Minangkabau.

419
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Satu hal lagi yang masih saya ingat adalah banyak sekali buku cerita yang bisa
dibaca di rumah. Orang tua saya memang sengaja membeli buku-buku agar
kami memiliki minat baca. Saya khususnya sangat menggemari buku-buku
cerita, komik, dan cerita silat. Kisah dan gambar di buku itu membuat imajinasi
lebih terasa hidup. Kemudian saya akui bahwa saya banyak terinspirasi
karakter tokoh-tokoh yang ditampilkan.

Salah satu hal positif yang saya peroleh dengan kehidupan kami yang
sederhana dulu adalah pengalaman bisnis kecil-kecilan yang membekas
hingga kini. Bahkan ketika saya menjabat sebagai Kapus Lemigas, jiwa
bisnis yang tertanam di masa kecil ini saya amplifikasi dan terapkan saat
mempimpin Lemigas. Diwaktu saya kecil bapak mempercayakan sebidang
kecil tanah kepada saya yang langsung saya tanami dengan cabe dan
tanaman lainnya. Mengurus tanaman sejak masih benih hingga berbuah
memberikan pengalaman dan pembelajaran tentang ketekunan. Begitu
masa panen tiba, saya petik sendiri dibawa ke pasar. Hasil penjualannya
sedikit banyak membantu keluarga kami. Dari pengalaman tersebut, saya
merasakan kepuasan tersendiri dan bahwa usaha itu perlu perhatian dan
perlu waktu sebelum akhirnya membuahkan hasil. Dan bahwa bisnis apapun
harus menempuh proses yang berisiko serta perjuangan yang panjang.
Misalnya, di dalam menjual kita harus melewati proses menawarkan, jika
pembeli suka, barulah kita mendapatkan keuntungan. Artinya, keuntungan
adalah dampak dari proses.

Pada tahun 60-an tersebut perekonomian Indonesia pada masa sulit


dan gaji bapak saya sebagai guru SMP juga sangat kecil. Karena itu kami
sekeluarga mencari kegiatan sampingan, ibu saya membuat kue-kue untuk
dijual, dan bapak dengan kami anak-anak yang laki-laki menerima pesanan
membersihkan botol-botol bekas obat dari teman bapak seorang pemilik
apotik.

Nah..., di bagian perjalanan karir yang akan saya elaborasi lebih lanjut ternyata
bahwa pengalaman bisnis di masa kecil ini menjadi salah satu strategi yang
saya terapkan ketika menjadi Kepala Lemigas.

420
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

Menempuh Pendidikan di Universitas Gadjah Mada (UGM)


Selepas lulus SMA 1 di Bukit Tinggi, saya mengikuti test masuk Universitas
Andalas Padang. Saya diterima di fakultas pasti alam jurusan kimia. Apa
boleh buat, awalnya ingin di kedokteran, tapi nilai fisika saya rendah, maklum
sebelum dan sesudah peristiwa G30S frekuensi belajar kami banyak berkurang
sehingga penguasaan fisika saya lemah.

Setahun di Padang, penuh dengan kekurangan, maklum bapak saya sudah


pensiun. Tahu-tahu ibu saya memberi tahu bahwa saya akan dikirim ke tempat
kakaknya di Yogya, yang bersuamikan dokter, KRT Abdul Madjid Purwohusodo,
beliau pernah sebagai kepala rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Ibu saya sangat ingin agar saya menempuh pendidikan di Yogyakarta. Pucuk
dicinta ulam tiba, pandangan masa depan saya terasa cerah. Saya berangkat
ke kota gudeg itu di akhir tahun 1967 dan meninggalkan Universitas Andalas
menuju Yogya. Di sana juga ada adik ibu saya, Abdul Aziz, guru SMP Bopkri,
seorang yang berjiwa sangat sosialis dan hidup sangat sederhana.

Sesampainya di Jogyakarta, saya mengikuti test masuk Universitas Gajah


Mada (UGM). Pilihan pertama saya adalah Fakultas Kedokteran dan Fakultas
Teknik. Tapi saya gagal di kedua fakultas itu. Akhirnya saya mendapat kursi
di Fakultas MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam) UGM, tepatnya
di Jurusan Kimia. Lagi-lagi jurusan kimia. Namun sebetulnya, sejak SMA saya
cukup menggandrungi mata pelajaran kimia. Bahkan kami di waktu SMA
pernah melakukan uji-coba dengan sekelompok teman-teman membuat
roket kecil dengan berbagai campuran bahan kimia. Jadi, masuk ke jurusan
kimia adalah “takdir” yang tepat bagi saya.

Suasana kehidupan saya di Yogya berbeda banyak dibanding waktu di


Bukittinggi. Om atau Pak De saya seorang dokter dengan kehidupan lebih
baik. Saya tinggal di rumah besar di kawasan istana Paku Alaman dan oleh
pembantu rumah tangga saya dipanggil ‘ndoro’. Agak rikuh juga saya pada
awalnya karena di Bukittinggi saya sudah biasa dengan adat egaliter.

Selama menempuh masa kuliah, saya juga aktif berorganisasi baik di kampus
maupun di luar kampus. Karir organisasi kemahasiswaan yang pernah saya
capai adalah menjadi Ketua Komisariat FMIPA HMI Yogyakarta. Pembelajaran

421
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

penting dengan aktif di organisasi ketika mahasiswa adalah kita memperoleh


keterampilan sosialisasi dan kepemimpinan yang memberi nilai tambah selain
pendidikan di perguruan tinggi.

Saya juga aktif dengan kawan-kawan mahasiswa lainnya dalam diskusi-diskusi


sekitar perkuliahan kami. Kegiatan tersebut sangat mendorong saya untuk
menterjemahkan berbagai artikel bahasa Inggeris termasuk membantu
kawan-kawan yang kesukaran dalam penterjemahan. Saya juga aktif dalam
English Club, sesuatu yang ternyata sangat berguna dalam karir saya di
kemudian hari.

Di UGM saya mendapat inspirasi yang berharga dari dosen-dosen. Mereka


adalah pendidik yang kadar keilmuannya sangat mumpuni sekaligus juga
memiliki kadar keagamaan tinggi. Karakteristik itu bisa dibilang sangat
mempengaruhi cara pandang kehidupan saya. Mereka tidak sekedar
mengajarkan ilmu-ilmu dasar sesuai kurikulum. Lebih dari itu, dosen-dosen
yang penuh dedikasi itu mengajarkan juga nilai-nilai yang harus dimiliki
seorang peneliti. Mereka menekankan bahwa peneliti itu harus menjunjung
tinggi nilai-nilai profesionalisme dan berintegritas dengan cara bekerja
sebaik-baiknya dan sepenuh hati. Budaya kerja keras dan kejujuran benar-
benar tampak dalam keseharian mereka. Nilai-nilai positif seperti ini sangat
membekas dalam diri saya. Bahwa kita kuliah tidak sekedar mencari ilmu
melainkan menanamkan nilai-nilai yang sangat mendukung ilmu tersebut.

Tingkat sarjana muda dapat saya selesaikan dalam waktu tepat 3 tahun,
termasuk cepat pada sistem waktu itu, dan tahu-tahu saya diberitahu
fakultas bahwa saya terpilih mendapat beasiswa sumbangan PT Caltex Pacific
Indonesia sampai saya lulus tingkat sarjana. Dukungan keuangan tersebut,
sebesar Rp 5000/bulan, cukup besar dan sangat membantu mengatasi
berbagai keperluan saya.

Di UGM juga saya berkenalan dengan isteri saya, Kussusilowati, yang adalah
adik kelas saya di jurusan Kimia. Dia juga keluarga dari dosen saya, Dr Ir Sahirul
Alim (alm), yang juga seorang ustaz kondang di level nasional.

Menjelang lulus dari UGM, tepatnya tahun 1973, beberapa orang pejabat
Lembaga Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS) datang ke UGM untuk mencari

422
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

calon-calon kader spesialis yang akan dipekerjakan di Lemigas. Saya termasuk


yang dicalonkan fakultas saya dan setelah tes di Yogya dan Jakarta saya
dinyatakan lulus sehingga setelah wisuda dari UGM saya langsung mendapat
kesempatan menjadi calon pegawai di Lemigas.

Mendalami Teknologi Pengolahan Minyak dan Petrokimia di


Perancis
Waktu baru mulai masuk kerja di Lemigas, Direktur Lemigas waktu itu,
Bapak Ir Sjarif Lubis (alm) mengumpulkan kami para kader spesialis,
beliau mengatakan bahwa kami akan disekolahkan dulu untuk menguasai
khususnya ilmu perminyakan di segala sektor. Tempat pendidikan di Perancis
atau Amerika dan beberapa negara lainnya. Saya mendapat jatah belajar
ke Perancis karena Lemigas ketika itu menjalin kerjasama dengan Institut
Francais du Petrole (IFP, Institut Perminyakan Perancis). Sebelumnya institut
tersebut ikut membidani cetak biru Lemigas dan diteruskan dengan program
kerjasama pengiriman kader spesialis ke sana.

Namun kesempatan itu tidak saya dapatkan begitu saja. Tetap ada rangkaian
test yang harus saya tempuh. Pada test tersebut dinilai kelayakan saya untuk
belajar ke negeri yang terkenal dengan menara Eiffel-nya itu. Test terakhir
adalah wawancara oleh dua ahli orang IFP dalam bahasa Inggeris. Saya
ingat testnya cukup sederhana tapi substantif yaitu tentang hukum Kirchoff
di bidang listrik dan hukum gas di bidang termodinamika yang tentu saja
merupakan makanan empuk saya. Pertanyaan yang sulit adalah waktu ditanya
bagaimana visi saya tentang industri Migas Indonesia. Dasar mahasiswa yang
hanya berkutat di ilmu dasar, saya masih hijau dengan hal-hal yang makro.
Namun alhamdulillah saya dinyatakan lulus dan berhak berangkat ke Perancis.

Pada bulan Maret 1974 kami, beberapa orang kader spesialis diberangkatkan
ke Perancis. Masing-masing diberi tugas untuk mengikuti spesialisasi tertentu
di bidang teknologi Migas seperti geologi, geofisika, pengeboran, reservoar,
pengolahan dan petrokimia, aplikasi produk, dan tekno ekonomi. Beberapa
orang lainnya melakukan penelitian di laboratorium IFP, antara lain di bidang

423
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

katalis, analisis batuan geologi, peningkatan pengurasan produksi minyak,


pengembangan proses/pilot plant, bioteknologi.

Berbeda dengan beasiswa luar negeri pada umumnya, kami sebagai kader
spesialis yang dikirim ke Perancis akan dinilai per semester. Misalnya, uang
saku awal hanya US 300/bulan. Jika berhasil lulus pada semester pertama,
maka beasiswa dan uang sakunya akan ditambah menjadi $1400/bulan.
Namun, kalau di semester pertama tidak lulus maka langsung dipulangkan
ke Indonesia. Peraturan yang ketat ini menjadi dorongan tersendiri bagi saya.
Apalagi sebelum berangkat ke Perancis saya telah menikah.

Sesampainya di Perancis, kami merasa aman karena disambut oleh pejabat


perwakilan Lemigas di Paris, Bapak Tampubolon serta para kader spesialis
lain yang sudah berada di Perancis pada tahun-tahun sebelumnya.

Selama enam bulan pertama di Perancis saya ditugaskan untuk belajar


bahasa Perancis di Lyon, Perancis Tengah. Menguasai bahasa Perancis adalah
persyaratan mutlak karena kuliah yang akan saya ikuti diselenggarakan
dalam Bahasa Perancis. Untuk itu saya bertekad agar dalam enam bulan
tersebut sudah bisa menguasai Bahasa Perancis, baik dari aspek listening,
reading, writing, maupun speaking. Sampai-sampai ketika mandi pun saya
gunakan utnuk menghafalkan kalimat-kalimat dalam Bahasa Perancis.
Pelafalan menjadi salah satu aspek yang sangat sulit karena pelafalan Bahasa
Perancis berbeda dibandingkan bahasa Indonesia atau Inggeris. Saya coba
mendisiplinkan diri agar bisa menguasai percakapan dalam Bahasa Perancis.
Salah satu aktivitas rutin saya adalah mendengar radio-radio berbahasa
Perancis setiap hari. Usaha keras itu pun terbayar karena akhirnya saya
mendapat nilai bagus dalam pelajaran Bahasa Perancis ini.

Setelah selesai sekolah bahasa, pada bulan September 1974 saya pindah
ke Marseille di Perancis Selatan untuk mengikuti kegiatan di universitas
persiapan di sana. Juga berangkat seorang kader spesialis lain, Ir Anton L
Wartawan (alm). Di situ kami tinggal di asrama mahasiswa yang selain didiami
mahasiswa Perancis juga oleh mahasiswa-mahasiswa asing. Di Marseille saya
menjadi mahasiswa di Institut de Petroleochimie et de Synthese Organique
Industrielle (IPSOI). Di perguruan tinggi tersebut status saya adalah sebagai
mahasiswa pendengar (etudiant auditeur libre). Rupanya Lemigas memahami

424
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

bahwa basis keilmuan utama saya adalah di bidang kimia murni sedangkan
kuliah yang akan saya ikuti pada tahun 1975 di Paris tahun berikutnya adalah
di bidang teknik kimia petroleum. Jadi kuliah-kuliah di universitas persiapan
ini saya ambil sebagai bagian adaptasi perpindahan jurusan S1 Kimia Murni
nantinya ke S2 Teknik Kimia bidang Pengolahan Minyak dan Petrokimia. Ini
menjadi tantangan tersendiri bagi saya. Di jurusan Kimia saya belajar ilmu
dasar sedangkan di jurusan Teknik Kimia fokusnya adalah industri dan aplikasi
sehingga saya harus banyak belajar sendiri. Saya merasa beruntung juga
karena dengan cara tersebut saya makin terbiasa dengan kuliah berbahasa
Perancis, cuma saya harus lebih lama berpisah dari isteri tercinta yang masih
menunggu di Indonesia.

Di kampus D’Aix Marseille, Perancis (1975), saya di paling kanan. Nomor dua dari kiri adalah Aman
Mustovan, dari Fisika Teknik ITB.

Pada bulan Juni 1975 saya selesai di Marseille dan diperintahkan kembali ke
Paris. Sementara itu selama di Marseille saya berhasil menabung sebagian
dari biaya hidup yang $300 per bulan itu sehingga dapat membelikan tiket
ke Perancis untuk isteri saya. Maklum masih pengantin baru karena saya
meninggalkan Indonesia sebulan setelah menikah. Kami lalu menyewa sebuah

425
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

studio sederhana di kawasan Nanterre, tidak jauh dari Rueil Malmaison, sedikit
di luar kota Paris. Kami harus ketat berhemat untuk mencukupkan beasiswa
Lemigas yang kami terima. Untung juga isteri saya seorang ahli modiste
sehingga dapat pekerjaan sambilan di rumah untuk menjahit garmen.

Di Paris saya bertemu para kader spesialis Lemigas lain, antara lain Dr Rachmat
Sudibjo (kemudian menjadi Direktur Jenderal Migas dan Kepala BPMigas),
Ir Subijanto (kemudian menjadi Kepala Lemigas dan Direktur di Direktorat
Jenderal Migas), Ir Mardjohan, Ir Sudijanto, Dr Djoko Widodo (alm), Dr Anwar
Karim Yusuf, Dra Sri Kadarwati, Dra Nurdati, Ir Wiyono, Drs Fadjar Kusmadji
(alm). Kami seperti keluarga besar penuh rasa silaturahim,

Pada bulan Juli 1975 saya dikirim ke Saint Nazaire, kota kecil di Perancis
Barat. Di sana saya mengikuti kuliah kerja pendahuluan di kilang minyak
milik Total di daerah Donges. Ini pengenalan pertama saya dengan kilang
minyak. Sebulan kemudian saya dan isteri kembali ke Rueil Malmaison di
mana berlokasi perguruan tinggi tempat saya kuliah, yaitu Institut Francais
du Petrole (IFP) atau Institut Perminyakan Perancis. Institut ini adalah salah
satu perguruan tinggi terbaik di Perancis. Hanya mahasiswa terpilih yang
bisa masuk ke institut ini, sehingga saya harus bekerja keras agar bisa sejajar
dengan mereka.

Di IFP saya ditugasi mengambil jurusan Raffinage et Genie Chimique atau


Kilang Minyak dan Teknik Kimia. Jadwal kuliah yang padat membuat saya
harus meningkatkan fokus belajar. Kalau lengah sedikit saja dampaknya bisa
tertinggal cukup signifikan. Kegiatan utama saya sehari-hari hanya berkutat
di kampus dan di studio kami saja. Untung ada isteri di samping saya karena
saya terdukung dalam masalah-masalah rumah tangga.

Kerja keras itu akhirnya berbuah juga, saya lulus semester pertama sehingga
berhak mendapatkan kenaikan uang saku dari USD 300 menjadi USD 1400.
Kenaikan uang saku ini membawa berkah lain karena dengan tambahan itu
saya bisa hidup lebih nyaman bersama istri dan bisa melakukan tour Eropa
pada masa liburan.

Sebelum semester kedua berakhir, kami para siswa IFP ditugaskan kembali
untuk studi lapangan di kilang minyak. Saya mendapat tugas di kilang Fos

426
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

sur Mer di Perancis Selatan. Pada waktu itu saya melakukan kajian simulasi
proses untuk mengoptimalisasikan unit proses penghasil LPG.

Kuliah di IFP saya selesaikan dalam dua semester dan lulus sebagai Diplome
Ingenieur in Refining and Petrochemical pada tahun 1976. Ini menjadi
kebanggaan tersendiri bagi saya sebab saya kira inilah buah hasil kerja keras.
Menurut info dari kantor Lemigas, saya orang kedua yang lulus di bidang
tersebut dari beberapa orang yang dikirim Lemigas. Ditambah lagi saya
yang lulusan Kimia murni yang ternyata bisa lulus di Teknik Kimia, apalagi
dalam bahasa Perancis pula, yang semula agak diragukan oleh para pimpinan
Lemigas yang mengirim saya.

Di depan Institut Francais du Petrole (IFP) setelah baru lulus Diplome d’Ingenieur (1976)

Setelah lulus, bulan Agustus 1976 saya kembali ke Indonesia dengan status
sebagai pegawai tetap Lemigas. Beberapa bulan kemudian di Jakara, pada
bulan Januari 1977, isteri saya melahirkan anak pertama kami, Diah Bellani.
Anak kedua, Leila Fatmasari, lahir tahun 1978 dan anak ketiga, Triyaniarrinita,

427
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

lahir di bulan Januari 1980. Jadi dalam 3 tahun lebih sedikit kami mendapat
karunia 3 anak, Alhamdulillah.

Kiprah Awal di Lemigas


Sekembalinya di Lemigas kami diterima oleh para pimpinan Lemigas.
Direkturnya adalah Prof Dr Wahyudi Wisaksono, setelah Ir Sjarif Lubis. Saya
ditempatkan di Bagian Penelitian Pengolahan dan Petrokimia yang dipimpin
Dr Rachman Subroto, seorang ahli kimia lulusan Jerman. Laboratorium ini
berada di Bidang Riset Industri dan Pengembangan, yang waktu itu dipimpin
oleh Ir E Jasjfi MSc. Tugas saya pertama adalah mencari solusi permasalahan
pembekuan dan pemompaan minyak kental untuk PLN (Perusahaan Listrik
Negara) yang dikirim melalui pipa bawah laut dari kapal menuju tanki simpan
di daratan Muara Karang. Tugas lain adalah sebagai asisten peneliti untuk
pengkajian standar bahan bakar minyak Indonesia. Saya juga ditempatkan
di laboratorium teknik separasi, yang menangani evaluasi berbagai minyak
mentah Indonesia. Laboratorium ini dipimpin oleh Ir Atung Kontawa (Alm),
seorang pribadi yang sangat santun dan sangat ahli di bidang minyak bumi
Indonesia. Sementara itu saya memulai menulis tulisan ilmiah yang berfokus
pada teknologi separasi di bidang pengolahan migas.

Kembali Lagi ke Perancis


Para pimpinan di Lemigas ternyata sangat mendukung pembinaan
kemampuan profesional para kadernya pada tingkat pendidikan yang lebih
tinggi. Lemigas ingin mencetak kader-kader pada tingkat doktor untuk
nantinya dapat melakukan penelitian yang lebih berkualitas dan bertaraf
internasional. Karena itu saya menyurati profesor saya yang di IFP dulu,
Mr Decroocq, dan menyatakan keinginan saya untuk melanjutkan kuliah.
Beliau menyambut baik keinginan saya terebut dan meminta saya kembali
ke Perancis dengan beasiswa dari pemerintah Perancis. Pimpinan Lemigas
langsung memberi izin. Pada tahun 1979 saya kembali ke Perancis untuk
melanjutkan kuliah tingkat doktoral. Keluarga saya menyusul setahun
kemudian.

428
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

Pada kuliah doktoral ini saya mengambil bidang teknik separasi dengan topik
penelitian teknologi pemodelan proses pemisahan senyawa aromatik berat.
Tahun pertama saya lewati dengan kuliah dan riset. Sedangkan pada tahun
kedua dan ketiga lebih fokus pada riset.

Riset saya adalah gabungan penelitian di laboratorium dan pemodelan.


Jadi data hasil penelitian dari laboratorium saya gunakan dalam proses
simulasi untuk pemodelan. Pemodelan yang saya buat ini nantinya akan
bisa memprakirakan proses pemisahan terhadap senyawa aromatik berat.
Aplikasinya adalah dalam rancang bangun dasar proses ekstrasi di kilang
minyak.

Pada saat itu, karena beasiswa yang saya terima adalah untuk status bujangan
(beasiswa dari Pemerintah Perancis ditambah dari Lemigas yang juga kecil),
tidak cukup untuk ukuran keluarga (kami berempat bersama isteri dan dua
anak ). Kami lalu tinggal di studio atau apartemen satu kamar ukuran 30 meter
persegi, sehingga kamar itu sekaligus menjadi dapur, tempat tidur, dan kamar
mandi. Istri saya kemudian mencari tambahan pendapatan seperti dulunya,
yaitu dengan menjahit pakaian yang di rumah, dari perusahaan garmen.

Saat itu Perancis relatif lebih makmur dibandingkan sekarang. Semua


penduduk, apakah warga negara asli atau asing, berhak mendapat bantuan
sosial. Setelah Dinas Sosial survei ke tempat kami, kamipun mendapat
tambahan bantuan setiap bulannya yang sangat membantu ekonomi
keluarga. Di samping itu kesehatan semua keluarga ditanggung asuransi
Pemerintah Perancis dan sekolah anak-anakpun gratis.

Orang Perancis menyukai hal-hal yang eksotik. Karena itu saya juga kadang-
kadang mencari uang tambahan dengan menjual wayang golek di Perancis.
Wayang-wayang itu saya beli setiap pulang ke Indonesia kemudian saya juall
ke toko khusus benda-benda asiatik di Paris. Dari Perancis saya membawa
parfum berdiskon untuk kemudian saya jual di Indonesia dengan harga
penuh. Jadi ternyata keadaan sulit tersebut malah membuat saya menjadi
kreatif.

Saya juga pernah menjadi penjual kaki lima di kampus. Ketika itu saya
berjualan misalnya ketika ada bazar mahasiswa. Barang yang saya tawarkan

429
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

adalah barang-barang unik seperti kunci-kunci, kerajinan perak dari


Yogyakarta. Usaha-usaha kreatif ini mengembangkan jiwa bisnis saya yang
kemudian saya bawa ketika saya memimpin Lemigas.

Waktu menjalani riset saya dibimbing oleh para pembimbing, Mr Paul


Mikitenko dan Mr Lionel Asselineau, peneliti yang mempunyai reputasi
internasional. Mereka serius namun baik hati, suka menolong, komunikatif
dan sangat egaliter. Ketika saya menulis tesis misalnya, walaupun bahasa
Perancis lisan saya terbilang lancar dan tulisan juga memadai, namun
untuk menulis kualitas tesis saya masih memerlukan dukungan terutama
berkaitan dengan tata bahasanya. Para pembimbing peneliti tersebut
sangat membantu sehingga tesis saya dapat ditulis dalam Bahasa Perancis
yang bagus dan sesuai kaidah. Nuansa egaliter ala Perancis yang ditularkan
pembimbing saya ini sedikit banyak membentuk karakter saya yang tidak lagi
mempermasalahkan kelompok-kelompok manusia. Bahwa manusia adalah
sama dan harus kita hormati sekalipun dia adalah bawahan kita langsung.

Selain suasana yang egaliter, hal lain yang berkesan adalah kualitas seni
budaya di Perancis yang tinggi sehingga turut mempengaruhi juga preferensi
dan jiwa seni saya. Ditambah lagi mereka sangat demokratis, disiplin,
dan menghormati sesama. Nilai-nilai positif seperti ini menjadi oleh-oleh
tambahan selain ilmu perminyakan yang saya dapatkan selama tinggal dan
kuliah di Perancis.

Program doktoral ini saya tempuh selama tiga setengah tahun sehingga pada
tahun 1983 saya sudah mendapat gelar Docteur Ingenieur degree in Chemical
Engineering in Petroleum Sciences.

430
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

Mempertahankan thesis doktoral di Ecole Nationale Superieure de Petrole et des Moteurs (ENSPM),
Institut Francais du Petrole (IFP) Paris, Perancis, 25 Maret 1983.

Karir Penelitian di Lemigas


Setelah kembali ke Jakarta saya mulai mendapatkan tugas-tugas di
bidang Proses dan Aplikasi Lemigas. Di Lemigas kegiatan penelitian dan
pengembangan dibagi menjadi tiga kegiatan utama, yaitu hulu, hilir dan lintas
sektoral. Pekerjaan saya di bidang proses dan aplikasi termasuk kegiatan hilir
yang fokus pada masalah pengolahan minyak bumi, aplikasi bahan bakar
minyak (BBM), aplikasi pelumas, dan distribusi.

Tugas-tugas awal saya di Lemigas berkutat pada riset dengan ruang lingkup
yang luas. Misalnya riset kualitas BBM, transportasi minyak mentah melalui
pipa, evaluasi dan karakterisasi minyak mentah, mengkaji bahan baku
minyak pelumas dari minyak mentah Indonesia, dan kajian emisi gas CO2
dari lapangan gas.

Lemigas mempunyai visi yang jauh tentang energi baru. Pada akhir tahun 80-
an, dengan dukungan Pertamina, kami mendapat tugas melakukan uji coba
membuat biodiesel dari minyak nabati seperti kelapa sawit, menguji coba
campuran minyak bensin dengan alkohol menjadi BBM campuran. Kemudian

431
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

juga penelitian katalisa mengenai peningkatan mutu katalis yang dipakai di


kilang atau pembuatan katalis baru sampai simulasi proses.

Jadi prinsipnya, kami tidak boleh menolak tugas yang diberikan. Jika tugas
itu adalah ilmu baru, kami harus berjuang mempelajarinya dulu sebelum
melakukan riset. Selama melaksanakan riset saya juga bersikap fleksibel
dalam artian tidak mempermasalahkan apakah nanti saya ditempatkan di
laboratorium, terjun langsung ke lapangan, atau cuma bekerja di belakang
meja.

Lemigas lebih banyak memilki jabatan fungsional dibandingkan jabatan


struktural karena terbatasnya jabatan strutural dibanding jumlah pegawainya
yang mencapai ribuan. Jabatan struktural ini meliputi seorang direktur yang
membawahi beberapa kepala bidang. Kepala bidang akan membawahi
beberapa kepala seksi yang memimpin penelitian sesuai seksinya. Secara
fungsional jabatan pertama saya di Lemigas adalah sebagai peneliti.
Kemudian karena para peneliti juga perlu dikoordinir maka dibentuk
kelompok-kelompok berdasarkan keahliannya seperti kelompok katalisa,
analisis kimia, kelompok bioteknologi, kelompok pemurnian, dan lain-lain.
Saya sendiri termasuk pada kelompok separasi atau pemurnian. Saya menjadi
peneliti dalam kelompok separasi ini selama tiga tahun.

Perjalanan karir saya yang dimulai dari peneliti di bagian separasi kemudian
naik menjadi ketua kelompok proses yang membawahi bagian separasi dan
katalisis pada tahun sekitar tahun 1984. Penunjukan sebagai Ketua Kelompok
itu juga unik, karena sebelum ditunjuk atasan, teman-teman saya sudah
mengusulkan agar saya jadi Ketua Kelompok.

Dalam periode tersebut banyak studi-studi yang sifatnya jasa kepada industri,
sedangkan penelitian-penelitian yang bersifat mencari teknologi baru tidak
dapat diintensifkan karena terbatasnya dana penelitian. Memang pada
waktu itu anggaran negara amat terbatas karena penerimaan dari Migas
amat rendah berhubung rendahnya harga minyak bumi dunia di masa itu.

Kemudian setelah itu saya naik jabatan menjadi Kepala Bidang Proses pada
tahun 1992. Pada jabatan ini, selain menangani penelitian berkaitan dengan
proses saya juga mengelola laboratorium-laboratorium yang ada di Lemigas.

432
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

Jabatan sebagai Kepala Bidang Proses saya emban selama enam tahun, yaitu
dari 1992 sampai 1998. Saya tetap bisa merangkap sebagai pejabat fungsional
peneliti sehingga jalur karir peneliti saya tidak terputus menuju tingkat Ahli
Peneliti Utama.

Sebagai Kepala Lemigas


Pada bulan Mei tahun 1998, bulan ulang tahun saya ke 50 dan dalam suasana
reformasi politik, saya dipromosikan menjadi Kepala Pusat (Kapus) Lemigas.
Kenaikan jabatan ini menuntut saya untuk belajar banyak hal karena harus
memahami seluruh bidang di Lemigas.

Selama menjadi Kapus Lemigas, saya bertekad memberikan sumbangsih


signifikan bagi perkembangan Lemigas ke depannya. Ketika itu kami berhasil
menyusun buku rencana strategis Lemigas. Padahal pada waktu itu rencna
strategis di instansi pemerintah belum populer seperti saat ini. Alasan
menyusun rencana strategis adalah kami ingin melihat Lemigas memiliki
potensi menjadi lembaga penelitian yang unggul, profesional, dan bertarap
internasional. Untuk mewujudkan potensi itu maka kita perlu merancang
rencana strategis yang bisa dipahami oleh seluruh pemangku kepentingan,
baik internal maupun eksternal.

Dampak dari adanya rencana strategis itu adalah Lemigas perlu meningkatkan
kualitas dari segala sisi. Misalnya dari sisi kelembagaan, Lemigas harus
meningkatkan kualitas kelembagaan, mutu, kualitas manajemen, kualitas
SDM. Kita menyasar target agar 40% peneliti adalah doktor. Peningkatan mutu
ini ditempuh dengan cara mengakreditasi setiap bidang dan laboratorium
oleh lembaga akreditasi internasional. Akreditasi dirintis mulai tahun 1994
dan pada tahun 1998 Lemigas mendapatkan akreditasi pertama dalam Iso
25 yang kemudian diikuti akreditasi lain-lainnya sehingga pada tahun 2002
Lemigas diakreditasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000

Kemudian dari sisi penelitian, Lemigas harus mampu melakukan riset yang
menghasilkan paten. Penelitian itu juga harus berorientasi manfaat bagi
industri dan pemerintah, bukan sekedar penelitian yang menghasilkan paper
semata.

433
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Penelitian yang berorientasi manfaat bagi pemerintah akan dapat digunakan


untuk memberikan masukan-masukan terkait permasalahan minyak dan gas
ke pemerintah. Sedangkan untuk industri, penelitian dan pengembangan
yang kita lakukan diarahkan untuk membantu menyelesaikan masalah-
masalah industri.

Perubahan paradigma pegawai juga dilakukan dengan melakukan pelatihan


“ team building” dan kecerdasan emosional, agar di lembaga ini terbina
semangat kerja sama dan sinergi yang baik antar pegawai. Tata nilai dari
lembaga dan personil juga telah dirumuskan oleh Komite Arahan dan
Evaluasi. Demikian juga komite ini telah menyusun berbagai panduan tentang
perencanaan dan evaluasi penelitian.

Dari perjalanan lembaga ini terlihat bahwa adalah para pelaksana penelitian
yang sangat berdedikasilah yang membuat bagusnya reputasi lembaga
ini. Mereka bekerja keras dan tekun serta fokus tanpa mengedepankan
penerimaan gaji dan honor mereka atapun kenaikan jabatan. Saya lalu berpikir
bahwa dalam seleksi penerimaan pegawai haruslah ada tambahan tes minat
penelitian bagi calon-calon pegawai baru.

Pada saat memimpin Lemigas, salah satu program utama saya adalah
meningkatkan kerjasama dengan industri. Sebab, Lemigas memiliki kapasitas
penelitian untuk melakukan hal ini. Untuk memperluas layanan Lemigas
ke industri, kami melakukan roadshow ke industri-industri migas. Seperti
Pertamina, Caltex, BP (British Petroleum), dan yang lainnya. Pada suatu hari
kantor saya membelikan seperangkat stick golf. Alasannya, saya harus ikut
bermain golf karena ternyata bahwa ‘market’ Lemigas di industri migas ada di
lapangan golf, para pimpinan perusahaan-perusahan migas itu berkumpulnya
di lapangan golf. Dan ini memang terbukti, misalnya pernah dari omong-
omong sebentar di lapangan golf dengan petinggi Pertamina, Pak Gatot K
Wiroyudo ( waktu itu menjabat Direktur Ekplorasi dan Eksploitasi Pertamina),
beliau lalu memahami bahwa Lemigas perlu ditingkatkan kemampuan sarana
risetnya. Lemigas kemudian mendapat bantuan Pertamina untuk membeli
peralatan laboratorium, lumayan. Akibatnya, saya jadi terbiasa dengan
lingkungan pebisnis meskipun saya adalah pimpinan lembaga pemerintah
yang notabene lebih mengutamakan pendekatan birokratis. Menurut saya

434
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

ini ada baiknya karena banyak hal positif yang mudah dikomunikasikan dan
diselesaikan di lapangan golf. Maka, keterampilan lobbying di “lapangan hijau”
ini saya ajarkan juga pada teman-teman di Lemigas.

Meningkatkan layanan Lemigas ke industri bermanfaat juga bagi internal


Lemigas karena dapat meningkatkan kesejahteraan pegawai Lemigas.
Lemigas memiliki kekhususan tersendiri dibandingkan lembaga pemerintahan
lainnya, karena Lemigas diperkenankan memberikan jasa penelitian dan
pengembangan melalui sisterm keuangan Swadana. Dengan demikian
pada masa itu Lemigas semakin banyak mendapat pekerjaan-pekerjaan
penelitian dan pengembangan dari industri. Keuntungan yang diperoleh
bukan saja dari sisi meningkatnya kesejahteraan pegawai Lemigas, lebih
dari itu, Lemigas mendapatkan banyak ilmu dari pengalaman menuntaskan
tantangan dari industri. (Namun sayang kemudian, pada era sesudah saya,
Pemerintah mengganti sistem itu dengan sistem yang sangat rumit dan
tidak mampu mengakomodasi dinamika jasa teknologi yang memerlukan
lalu lintas keuangan yang cepat, satu contoh bagaimana Pemerintah tidak
cermat dalam memutuskan sesuatu).

Pendekatan roadshow ke industri-industri yang saya lakukan dulu relatif tidak


lazim di lembaga negara. Namun, hal itu tetap saya lakukan karena memiliki
dampak positif bagi Lemigas maupun industri itu sendiri. Lagi pula, secara
hukum hal tersebut masih dalam koridor yang benar.

Salah satu keinginan kami di Lemigas waktu itu adalah menjadikan Lemigas
sebagai lembaga yang memiliki otonomi luas agar dapat melaksanakan
penelitian-penelitian yang inovatif secara produktif. Hal ini disimpulkan
setelah kami mengadakan suatu diskusi besar pada tahun 2001 tentang
struktur dan status Lemigas ke depan. Namun ketentuan restrukturisasi
Pemerintah yang kaku tidak memungkinkan hal itu sehingga visi dan realisasi
rencana strategis yang ingin dicapai jauh dari harapan.

Pada bulan Januari 2002 saya ditunjuk sebagai Sekretaris Dewan


Komisaris Pemerintah untuk Pertamina (DKPP). Jabatan Kepala Lemigas
diserahterimakan kepada Dr Ing Evita H Legowo, seorang figur dan mitra
peneliti yang sangat aktif, kooperatif, penuh inisiatif, pekerja keras, tegas dan

435
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

tegar (beliau kemudian dipercayakan menjadi Direktur Jenderal Minyak dan


Gas dan Komisaris Pertamina).

Selepas menjadi Kapus Lemigas saya diberi penugasan-penugasan lain dari


pemerintah. Diantaranya adalah menjadi Sekretaris DKPP, acting Sekjen
OPEC, Gubernur OPEC dan Komisaris PT Pertamina. Namun, selama menjalani
jabatan-jabatan yang ditugaskan pemerintah tersebut saya tetap memiliki
jabatan fungsional di Lemigas. Peran saya di Lemigas adalah menjadi menjadi
penasehat dan penilai program dan hasil penelitian. Pada tahun 2005 saya
dikukuhkan sebagai Ahli Peneliti Utama. Setahun kemudian juga dikukuhkan
sebagai Profesor Riset, jabatan tertinggi dari fungsional peneliti.

Usai acara pengukuhan Ahli Peneliti Utama oleh Ketua LIPI, 11 Juli 2005 di Lemigas,
Jakarta.

436
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

Usai pengukuhan Ahli Peneliti Utama, bersama keluarga.

Penugasan di Korporasi

Ketua Kelompok Kerja Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina


Sewaktu menjabat Kepala Pusat Lemigas, pada tahun 1999 saya diminta
Bapak Dr Rachmat Sudibjo, Sekretaris Dewan Komisaris Pemerintah untuk
Pertamina (DKPP) waktu itu, untuk menjabat Ketua Kelompok Kerja III
(Bidang Eksplorasi, Produksi dan Pengolahan) di Sekretariat DKPP untuk
menggantikan Prof Kho Kian Ho, yang memasuki masa purnabakti. Jabatan ini
sifatnya ad hoc dan tidak penuh waktu dengan jadwal rapat sekali seminggu.
Anggotanyai terdiri dari tenaga ahli yang berasal dari kementerian di mana
menterinya adalahi anggota Dewan Komisaris. Kelompok Kerja DKPP ini
bertugas melakukan pengkajian berbagai permasalahan migas khususnya
yang terkait dengan pengelolaan Pertamina yang disampaikan oleh Direksi
untuk minta persetujuan Dewan Komisaris. Kelompok Kerja DKPP ini terdiri
atas Kelompok Kerja I Bidang Ekonomi dan Keuangan, Kelompok Kerja II

437
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Bidang Pemasaran dan Pembekalan, Kelompok Kerja III Bidang Eksplorasi,


Produksi dan Pengolahan. Hasil kajian dan rekomendasi diberikan sebagai
masukan kepada Dewan Komisaris melalui sekretaris DKPP mengenai semua
masalah. Penunjukan saya di jabatan ini memperkuat sinergi Lemigas yang
saya pimpin dengan Pertamina karena saya bisa berkomunikasi lebih mudah
dengan pejabat-pejabat Pertamina.

Sekretaris Dewan Komisaris Pemerintah Untuk Pertamina


Atas usul Menteri ESDM, pada tahun 2002 saya diangkat oleh Presiden RI
menjadi Sekretaris Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina (DKPP).
Ketika itu masih menggunakan nama DKPP karena Pertamina belum menjadi
perseroan terbatas sehingga anggota Dewan Komisarisnyapun terdiri dari
para menteri terkait sesuai dengan UU Pertamina. Saya lalu melepaskan
jabatan sebagai Kepala Pusat Lemigas.

Pada waktu itu yang menjadi Ketua Dewan Komisaris adalah Menteri ESDM,
Pak Purnomo Yusgiantoro. Adapun anggotanya adalah Pak Kwik Kian Gie dari
Bappenas, Pak Budiono Menteri Keuangan, Pak Laksamana Sukardi Menteri
BUMN, dan Pak Bambang Kesowo Menteri Sekretaris Negara. Sesuai aturan
yang ada, selama saya menjadi Sekretaris Dewan, saya ternyata masih boleh
memegang status peneliti saya. Bagi saya menjadi Sekretaris Dewan adalah
penugasan sementara dari pemerintah. Jadi setelah tugas selesai, saya akan
kembali sepenuhnya menangani tugas peneliti di Lemigas.

Sebelum pengangkatan, Pak Purnomo mengajak ngobrol, “Pak Maizar, anda


itu memang menunjukkan kemampuan manajemen di Lemigas. Tapi itu
kemampuan menangani suatu lingkup internal yang terbatas cakupannya.
Sedangkan begitu Anda menjadi sekretaris dewan, akan berbeda sama
sekali, karena anda akan menghadapi berbagai instansi dan orang dari luar
instansi yang kalangannya sangat luas sehingga kemampuan manajemen
yang diperlukan adalah manajemen penanganan eksternal.”

Beliau mengingatkan perubahan situasi yang akan saya alami. Selama di


Lemigas saya mengelola orang-orang yang sudah lama saya kenal. Tetapi
menjadi sekretaris DKPP saya harus mengelola orang-orang luar. Artinya
saya akan berinteraksi dengan berbagai macam orang yang punya interest

438
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

terhadap Pertamina. Misalnya pengusaha, pejabat pemerintah, anggota


dewan, wartawan, sampai LSM.

Ternyata apa yang Pak Purnomo sampaikan benar adanya. Banyak ragam
karakter orang-orang yang saya hadapi dan semuanya unik. Oleh karena itu
saya harus menentukan sikap yang pas. Prinsip saya ketika itu, setiap orang
bertemu saya, setelah selesai dan keluar dari ruangan saya, hatinya senang
dan wajahnya penuh senyuman. Namun ini tidak berarti saya harus memenuhi
kehendak mereka. Tentu saja jika kehendak mereka tidak sesuai aturan yang
berlaku, saya tolak. Hanya saja, meskipun saya menolak, saya ingin dia tetap
tersenyum ketika keluar dari kantor saya.

Sejak awal Pak Purnomo sudah wanti-wanti, “Anda akan bertemu banyak
orang, banyak permintaan, upayakan penuhi permintaan mereka tapi jangan
sampai melanggar aturan,” begitu pesan beliau.

Pendekatan seperti ini ternyata memberikan respon positif. Sebab, orang-


orang jadi sadar bahwa kami bisa melayani dengan baik namun ada hal-hal
yang tidak bisa dilanggar.

Tugas-tugas sekretaris dewan adalah menyiapkan semua hal yang terkait


dengan tugas-tugas Dewan Komisaris. Dewan Komisaris sendiri bertugas
memberikan pengawasan dan pengarahan terhadap Direksi Pertamina. Jadi
setiap bulan Dewan Komisaris menggelar rapat dengan Direksi Pertamina
karena dalam beberapa hal Direksi Pertamina tidak dapat mengambil
keputusan tanpa persetujuan Komisaris.

Di dalam pelaksanaan tugasnya DKPP dibantu oleh Kelompok Kerja DKPP


yang dikoordinir oleh Sekretaris DKPP. Perlu dicatat bahwa seperti dijelaskan
sebelumnya saya sudah familiar juga dengan DKPP karena pada tahun 1999
sebelumnya saya sudah berfungsi sebagai Ketua Kelompok Kerja III di DKPP.

Ketika ada materi bahasan yang disampaikan oleh Direksi Pertamina


kepada DKPP saya akan mengkoordinasikan kelompok kerja terkait untuk
mengkajinya. Hasil pembahasan itulah yang akan disampaikan ke Dewan
Komisaris. Jadi fungsi Sekretariat Dewan Komisaris itu seolah-olah ‘dapurnya’
Dewan Komisaris dan Kelompok Kerja ‘think tank’nya DKPP.

439
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Karena tugas Sekretariat DKPP ini lebih kental pada pengkajian maka sayapun
tidak mengalami banyak masalah dalam menjalaninya karena di Lemigas
sebelumnya saya juga terutama bergelut dengan pengkajian, studi dan
penelitian.

Penugasan menjadi sekretaris DKPP sangat memperluas wawasan dan


membuat saya memiliki banyak teman-teman baru. Saya juga membawa
suasana di Lemigas ke tempat kerja saya yang baru ini, yaitu suasana egaliter,
suasana demokratis, dan suasana penuh kesantunan dan saling menghargai.
Rekan-rekan yang bertugas di Kelompok Kerja, beberapa tahun kemudian,
hampir semuanya mendapat promosi pada jabatan-jabatan tinggi dan
strategis di Pemerintahan dari instansi masing-masing.

Pada masa itu Pertamina berada dalam masa transisi sejak diberlakukannya
Undang Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi di mana
Pertamina harus disiapkan menjadi Persero. Suasana tuntutan transparansi
mulai terasa. Misalnya lelang pembangunan Kilang Langit Biru di Balongan.
Kami mendukung upaya Direksi untuk melakukan lelang secara terbuka dan
transparan dengan menerapkan good corporate governance dan pada waktu
itu dimenangkan oleh PT Rekayasa Industri. Juga ada masalah lelang pasokan
katalis AHRDM untuk kilang Balongan sehingga diperlukan “penengah”
sebagai “fact finding” untuk memilih katalis yang kinerja teknisnya paling
baik. Dengan bantuan Lemigas bersama lembaga-lembaga akademis lain,
ITB dan UGM masalah tersebut dapat diselesaikan. Cara-cara lelang terbuka
tersebut ternyata berhasil menurunkan nilai penawaran dari pemasok dan
biaya operasi kilang jadi turun sehingga dapat meningkatkan keuntungan
Pertamina.

Berbagai masalah yang terkait terhentinya proyek-proyek Pertamina


karena krisis 1998 turut menjadi bahan bahasan di Kelompok-kelompok
Kerja. Demikian juga keputusan keikutsertaan Pertamina dalam proyek
swasta PT TPPI (Trans Pacific Petrochemical Indonesia) yang saat itu sangat
sekarat. Keputusan itu berdasarkan semangat ingin membantu agar proyek
petrokimia tersebut dapat terwujud dan dapat menjadi penggerak industri
petrokimia hilir sehingga dapat memberikan nilai tambah dan lapangan
kerja yang signifikan dalam perekonomian nasional. Fihak financer proyek

440
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

mau membantu dengan kredit baru kalau Pertamina hadir dalam proyek
dan memberikan garansi pembayaran utang dengan produk residu berkadar
belerang rendah yang dipunyai Pertamina, sedangkan pembayaran itu akan
diganti TPPI dengan produk BBM, Pertamina juga dikompensasi dengan
kepemilikan saham sebesar 15%. Akhirnya TPPI bisa selesai dibangun dan
beroperasi. Di kemudian hari ternyata ada “dispute” panjang yang akhirnya
pada tahun 2013 sudah ada jalan penyelesaian.

Pada akhir tahun 2003 Pertamina berubah status dari perusahaan negara
yang langsung di bawah presiden menjadi perseroan terbatas di bawah
Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Dengan demikian saya adalah
Sekretaris DKPP yang terakhir dalam sejarah Pertamina. Setelah berubah
jadi Perseroan Terbatas, saya masih dipercaya untuk melanjutkan tugas
pada Dewan Komisaris dari PT Pertamina (Persero) sebagai Sekretaris Dewan
Komisaris. Tugas tersebut saya jalani sampai bulan Juni tahun 2004.

Anggota Kelompok-kelompok Kerja Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina


(DKPP), 2003. Dari kiri, Erie Soedarmo PhD , Dr Maizar Rahman (Sekretaris DKPP), Ir Komar
Tiskana MSc, Ir Bemby Uripto MSc, Ir Subijanto, Dr Bambang Widianto, Dr Sahala Lumban Gaol, Dr
Bardi Nurahman (Direktur Umum Pertamina), Drs Soedibjo Darnosusanto, Dr Nenny Miryani Saptadji

441
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Presiden Komisaris PT Chandra Asri Petrochemical


Pada suatu hari sekretaris saya menginfokan bahwa saya diangkat sebagai
Presiden Komisaris PT Chandra Asri. Saya agak bingung juga karena itu
adalah perusahaan swasta dan tentu kalau saya menjabat di sana akan terjadi
benturan kepentingan dengan Pertamnina. Ternyata kemudian bahwa
memang ini penugasan dari Pemerintah.

PT Chandra Asri Petrochemical adalah satu-satunya perusahaan swasta


petrokimia terbesar di Indonesia yang memproduksi produk petrokimia
utamanya berupa poletilena dan propilena untuk bahan baku plastik. Selepas
krisis ekonomi tahun 1998, sebagian aset perusahaan petrokimia ini diambil
alih oleh pemerintah karena utangnya yang besar. Hal ini menyebabkan
pemerintah harus mengangkat presiden komisaris PT Chandra Asri dari pihak
pemerintah.

Ketika itu Pak Syafruddin A Temenggung kepala BPPN (Badan Penyehatan


Perbankan Nasional) mencari seorang presiden komisaris yang tepat
untuk PT Chandra Asri dan meminta Pak Purnomo, menteri ESDM, untuk
merekomendasikan calon yang tepat. Pak Purnomo yang menilai saya sebagai
orang yang memiliki latar belakang petrokimia, akhirnya menunjuk saya
sebagai Presiden Komisaris PT Chandra Asri. Pada saat yang sama saya masih
menjabat sebagai Sekretaris DKPP di Pertamina (2002 s.d 2004).

Karena PT Chandra Asri adalah perusahaan petrokimia, permasalahannya


sangat mirip dengan apa yang dihadapi Pertamina, yaitu masalah penjualan,
masalah produksi dan masalah bahan baku. Saya memacu PT Chandra Asri
misalnya untuk memikirkan bagaimana mengurangi biaya produksi. Misalnya
mencari pengganti bahan kimia pembantu seperti katalis, yang biasanya
diimpor dari Amerika, sangat mahal harganya. Ternyata ada penggantinya
buatan Cina yang lebih murah sehingga dapat menekan biaya produksi.
Atau bahan baku seperti kondensat yang biasanya diimpor dari Arab
Saudi dicarikan penggantinya dari dalam negeri demi menghemat biaya
transportasinya .

PT Chandra Asri sebenarnya adalah industri teknologi tinggi. Saya angkat


topi kepada perusahaan ini karena sebagai perusahaan swasta mampu

442
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

mengelola industri besar seperti itu. Perusahaan ini dapat memberikan ribuan
lapangan kerja dan berpotensi memberikan pajak yang besar. Produk dari
pabrik ini berupa olefin, poliolefin, styrene monomer dan merupakan bahan
baku industri petrokimia hilir. Ribuan perusahaan, kemasan plastik, pipa, dan
berbagai produk dari plastik bergantung dari pasokan PT Chandra Asri ini.
Untungnya Dewan Direksi perusahaan ini diisi oleh figur-figur profesional
yang menata kembali perusahaan ini dengan baik, dipimpin CEO nya Ibu
Loeki Sundjaja Putera, hal mana sangat meringankan tugas kami di dewan
komisaris. Perusahaan ini makin berkembang dari neracanya yang negatif
karena dilanda krisis ekonomi 1998 kemudian menghasilkan profit dan
menurut laporan tahunan 2012 sudah mencapai penjualan sebesar 2.3 miliar
dollar.

Selama di sana saya sering meninjau perusahaan-perusahaan yang


memproduksi berbagai barang dari plastik dengan bahan baku yang
dihasilkan Chandra Asri, di berbagai kota seperti Bandung, Surabaya, Solo.
Perusahaan-perusahaan tersebut melayani perusahaan-perusahaan produksi
barang yang memerlukan bahan baku, atau kemasan maupun peralatan
yang terbuat dari plastik. Dari sini dapat dilihat rantai nilai tambah ekonomi
yang dihasilkan dari bahan baku petrokimia dasar. Namun agak disayangkan
perkembangan industri petrokimia dasar Indonesia termasuk tertinggal
karena produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam
negeri sehingga olefin maupun aromatik sebagian besar masih diimpor.

443
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Pabrik petrokimia Chandra Asri di Anyer, Banten

Beberapa tahun kemudian perusahaan ini mulai meraih untung, didorong


dengan membaiknya harga petrokimia, dan dengan demikian mereka dapat
membeli kembali perusahaan ini dari pemerintah. Dari sisi operasional semua
berjalan lancar dan saya belum pernah mendengar ada laporan kecelakaan
kerja yang serius di pabrik petrokimia yang canggih ini. Selepas menjadi
presiden komisaris pada tahun 2006 saya diminta sebagai senior advicer di
PT Chandra Asri yang saya jalani sampai tahun 2009.

Di waktu itu sayapun berkenalan dan sering rapat dengan Pak Prayogo
Pangestu, salah seorang pemegang saham utama perusahaan itu. Beliau
seorang enterpreneur sungguhan. Beliau mengajarkan sedikit falsafah bisnis
ke saya, yaitu konsistensi dan ketabahan dalam berusaha. Ujar beliau “ Pak
Maizar, kalau mau terjun ke bisnis, mulailah dengan toko kecil, kemudian
jagalah toko itu dengan sabar, serta jadikanlah isteri kita untuk memegang
urusan keuangan”. Nasihat itu saya pegang dan selalu saya ingat. Pada suatu
hari saya berkata ke beliau “ Pak Prayogo, Indonesia memerlukan seribu
Prayogo Pangestu supaya cepat maju perekonomiannya”. Memang demikian,
lebih dari itu, negara ini memerlukan ribuan enterpreneur, inovator di segala

444
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

bidang. Diperlukan dari generasi penerus munculnya seribu Ciputra, seribu


Chairul Tanjung, seribu Habibie, seribu Hamka, seribu Muhammad Hatta,
tersebar di seluruh kabupaten dan propinsi, dan yang juga sangat penting
munculnya nobelis-nobelis dari para peneliti yang dapat mendorong negara
ini menjadi knowledge based economy.

Komisaris di Pertamina
Pada bulan Desember 2006 saya sedang berada di Wina menghadiri seminar
OPEC tentang faktor spekulasi dalam mempengaruhi harga minyak dunia.
Saya kemudian mendapat tilpon agar segera kembali ke Jakarta menemui
Menteri BUMN bapak Sugiharto. Ternyata kemudian di rumah dinas beliau
saya diuji kelayakan dan kepatutan sebagai calon komisaris Pertamina. Pak
Purnomo mencalonkan saya untuk mengisi jabatan komisaris yang sedang
kosong. Alhamdulillah saya diterima sebagai komisaris Pertamina.

Saya dilantik bersama Komisaris Pertamina lainnya yang baru yaitu Jenderal
(Purn) Endriartono Sutarto (mantan Panglima TNI ) sebagai Komisaris Utama
yang kemudian pada tahun awal 2009 digantikan Jenderal Polisi (Purn)
Sutanto (mantan Kapolri), Irnanda Laksanawan yang kemudian digantikan
Achmad Rochjadi (alm) dari Departemen Keuangan. Komisaris lain adalah
Umar Said dan Muhammad Abduh.

Tugas komisaris adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan


pengelolaan perusahaan. Sebagai komisaris Pertamina kami juga berperan
dalam mengawal Pertamina agar dapat beroperasi secara efisien dan efektif,
dapat menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya dan meningkatkan
produktifitasnya, serta dapat dengan lancar melakukan fungsi penugasan
distribusi bahan bakar minyak.

Ternyata pekerjaan sebagai komisaris Pertamina ini cukup berat sehingga


saya harus menghabiskan sebagian besar waktu saya untuk tugas tersebut.
Walaupun demikian tugas saya sebagai profesor riset tetap dapat saya lakukan
karena sifatnya lebih kepada pembinaan para peneliti muda dan melakukan
evaluasi perencanaan dan pelaksanaan penelitian di Lemigas.

445
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Ruang lingkup kegiatan usaha di Pertamina luas sekali yang mencakup


eksplorasi dan produksi migas di hulu, pengilangan minyak mentah dan
petrokimia, transportasi dan distribusi bahan bakar migas di hilir, serta
berbagai anak perusahaan yang melakukan kegiatan penunjang. Kegiatan
investasi dan operasional perusahaan tersebut melibatkan dana ratusan triliun
rupiah setiap tahunnya. Nilai asetnya tahun 2010 mencapai 266 trilliun rupiah
dan pendapatan sebesar 438 trilliun rupiah. Karena itu keputusan investasi/
keuangan juga harus melalui kajian dan bahasan yang cermat di tingkat
komisaris sebelum persetujuan diberikan kepada direksi Pertamina. Biaya
pembangunan kilang RFCC Pertamina Cilacap misalnya, dengan pendekatan
‘good governance” dapat diturunkan dari ancar-ancar semula sebesar 17
trilliun menjadi hanya sekitar 9 trilliun rupiah.

Pelantikan Komisaris baru PT Pertamina (Persero) Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto


sebagai Komisaris Utama dan Dr Maizar Rahman sebagai Komisaris, 8 Desember 2006
(Sumber: Koran Seputar Indonesia)

Rapat komisaris dilakukan setiap minggu, jauh lebih sibuk dari dewan
komisaris perusahaan-perusahaan lain. Belum lagi rapat gabungan Direksi
dan Komisaris. Ketentuan Anggaran Dasar Perusahaan memang memberi
tugas cukup banyak kepada Dewan Komisaris di samping lingkup kegiatan
Pertamina yang sangat luas.

446
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

Pada saat itu Pertamina sedang gencar melakukan reformasi korporasi


dibantu konsultan McKinsey. Memang reformasi di segala bidang sangat
diperlukan oleh Pertamina karena baru berubah menjadi persero pada
September 2003 setelah lebih dari 30 tahun dalam status regulator di hulu
dan monopoli di hilir, yang membuat perusahaan ini masih lemah bersaing di
pasar bebas waktu diubah menjadi persero. Salah satu produk yang dihasilkan
Dewan Komisaris bersama Direksi pada tahun 2007 adalah rencana strategis
Pertamina 15 tahun ke depan mulai tahun 2008. Pada 5 tahun pertama sasaran
Pertamina adalah menjadi perusahaan Migas nomor satu di Indonesia. Pada
5 tahun ke 2 menjadi perusahaan kelas wahid di Asia Tenggara, pada 5 tahun
ke 3 masuk sebelas besar IOC dan NOC dunia. Pada Desember 2007 Dewan
Direksi bersama Dewan Komisaris mendeklarasikan visi baru Pertamina “
Menjadi Perusahaan Minyak Nasional Kelas Dunia”

Tugas Komisaris yang lainnya adalah menyelesaikan penetapan neraca awal


keuangan Pertamina terhitung sejak berubahnya perusahaan ini menjasi
persero pada tahun 2003, termasuk penyelesaian laporan tahunan dan
laporan keuangan teraudit. Pada tahun 2009 dapat dituntaskan semua
laporan keuangan untuk tahun 2003 sampai dengan 2006 dengan memakai
perusahaan Purwantono Sarwoko Sanjaya-Ernst & Young sebagai auditor
independen. Dengan demikian Pertamina sudah lengkap dengan laporan
keuangan yang sudah teraudit sejak awal statusnya sebagai persero.

Gebrakan lain yang dilakukan Dewan Direksi yang dipimpin oleh Ari Sumarno
adalah pengubahan mindset karyawan Pertamina yang masih dipengaruhi
pola sebelum jadi persero yang dianggap sangat birokratis dan berjiwa
mandor, diubah agar memiliki jiwa dan semangat korporasi yang unggul
didasari enam tata nilai yang disebut 6C, yaitu Clean, Competitive, Confident,
Customer Focused, Commercial, Capable.

Persepsi Pertamina waktu itu untuk mengembangkan sendiri teknologi juga


belum mendalam karena portofolio teknologi Pertamina masih terbatas
kepada pengkajian, baik di hulu maupun di hilir. Pernah diwacanakan suatu
direktorat Penelitian dan Pengembangan, tapi belum berhasil. Yang bisa
saya usulkan dan kemudian dilaksanakan Pertamina adalah menaikkan
status unit Penelitian dan Laboratorium di Pulo Gadung menjadi setingkat

447
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Divisi Penelitian dan Pengembangan demi meningkatkan perhatian Direksi


kepada penguasaan teknologi melalui riset. Kiprah unit riset ini kemudian
meningkat dengan dihasilkannya beberapa inovasi di bidang katalis, produksi
pelarut treated distillate aromatic extract untuk rubber processing oil ramah
lingkungan, bahan bakar spesial, pelumas, yang beberapa diantaranya
mendapatkan paten.

Pada awal tahun 2008 kami melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap
calon-calon anggota Direksi baru. Janji akan melaksanakan Good governance
dan pencegahan KKN serta upaya untuk memajukan Pertamina adalah
beberapa kriteria penting yang kami tanyakan dalam seleksi tersebut. Di
samping rekam jejak, kemampuan leadership si calon juga diuji oleh suatu
lembaga pengujian sumber daya manusia. Calon-calon yang lulus adalah
Karen Agustiawan sebagai Direktur Hulu (yang setahun kemudian ditunjuk
menjadi Direktur Utama), Waluyo sebagai Direktur Umum, Rukmi Hadihartini
sebagai Direktur Pengolahan.

Dewan Komisaris Pertamina 2009. Duduk, Jenderal Polisi (Purn) Sutanto, Komisaris Utama.
Berdiri dari kiri: Gita Wiryawan, Maizar Rahman, Umar Said, Muhammad Abduh, Soni Sumarsono,
Humayunbosha.

448
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

Penugasan di Diplomasi

Acting Sekjen OPEC


Pada bulan Februari tahun 2004 saya ditugaskan menjadi acting Sekjen OPEC
(Organization Petroleum Exporter Countries) di Wina, Austria. OPEC adalah
organisasi negara-negara pengekspor minyak yang terdiri dari sebelas negara.
Sekjen OPEC pada tahun 2004 adalah Presiden OPEC yang ketika itu dijabat
oleh Pak Purnomo Yusgiantoro, Menteri ESDM Indonesia.

Pada saat yang bersamaan sebagai Presiden OPEC, Pak Purnomo juga diminta
Konperensi OPEC untuk merangkap sebagai Sekjen OPEC karena ketika itu
belum terpilih Sekjen OPEC baru yang definitif. Sekjen OPEC sebelumnya
sudah selesai masa tugasnya sehingga perlu segera diangkat sekjen yang
baru. Namun sidang menteri OPEC belum berhasil menyepakati atau memilih
dari calon-calon sekjen yang diusulkan oleh beberapa negara anggota.

Sesuai peraturan internal OPEC, seorang sekjen harus berdomisili atau


berkantor di Wina. Namun hal tersebut tidak memungkinkan bagi Pak
Purnomo karena sebagai Menteri ESDM beliau tidak dapat meninggalkan
Indonesia sepenuhnya. Atas saran sidang OPEC Pak Purnomo dapat menunjuk
wakilnya sebagai pejabat pelaksana yang disebut Acting for Secretary General
of OPEC. Pak Purnomo lalu menunjuk saya dalam tugas tersebut. Secara
substantif tugas tersebut tidak asing bagi saya karena sebelum itu saya sudah
selalu mendampingi Pak Pur dalam sidang-sidang OPEC.

Sebelumnya, Pak Purnomo kemudian meminta duta besar Indonesia di


Wina waktu itu, Dubes T.A. Samodra Sriwidjaja untuk melakukan semacam
“fit and proper” test kepada saya untuk jabatan Acting Sekjen tersebut. Pak
Samodra lalu mengundang saya ngopi dan ngobrol di suatu cafe di kota
Wina. Sebagai hasilnya beliau ternyata merekomendasikan saya. Setelah Pak
Purnomo melaporkan rencana ini kepada Ibu Presiden Megawati saya terus
diperintahkan langsung berangkat ke Wina. Di bandara Wina saya dan isteri
disambut manajemen OPEC dan terus diantar ke rumah dinas Sekjen OPEC.

Walaupun sebagai acting, tanggung jawab dan kewenangan serta fasilitas di


Wina dipersamakan sebagai sekjen kecuali saya tentu harus selalu melapor

449
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

hal-hal krusial kepada Pak Purnomo. (Lucunya, sepuluh tahun sebelumnya


pada tahun 1994 saya pernah melamar dan dites di Wina untuk menjadi staf
OPEC tapi tidak lulus, dikalahkan calon dari negara Arab, namun kemudian
nasib membawa saya kemudian sebagai orang nomor satu di kantor OPEC
tersebut walau hanya setahun).

Misi OPEC adalah mengkoordinasikan kebijakan bersama OPEC untuk


melindungi kepentingan negara anggota, menstabilkan pasar minyak
global, melindungi kepentingan produsen, menjamin pasokan yang teratur,
ekonomis dan efisien untuk negara konsumen dan menjamin keuntungan
yang layak bagi investor. Berdasarkan misi tersebut Sekretariat OPEC
menyiapkan bahan untuk sidang menteri OPEC. Bahan rapat berupa studi
dan kajian yang dihasilkan Sekretariat dibahas lebih dulu dalam Sidang
Economic Commission Board (ECB) yang dihadiri oleh perwakilan nasional
dari seluruh negara anggota. Sidang ini, dua kali dalam setahun, bertugas
merumuskan status energi dan pasar minyak dunia baik yang yang sedang
berjalan maupun perkiraan ke depannya. Bahan sidang ECB disiapkan oleh
Divisi Riset yang mencakup mengkaji dan menganalisa perkembangan
pasar sewaktu dan yang akan datang, kecenderungan dan indikator serta
outlook tentang minyak dan energi. Kajian tersebut juga mencakup faktor
perekonomian dunia dan faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi
harga minyak dan strukturnya, permintaan terhadap minyak OPEC dan
non OPEC serta penerimaan negara-negara penghasil minyak. Semua
hasil tersebut diformulasikan berupa pandangan dan rekomendasi untuk
Konperensi melalui Sekjen OPEC.

Jadi salah satu tugas Sekretariat Jendral adalah sebagai dapurnya OPEC
yang mengurusi penelitian mengenai energi, permintaan dan penawaran
minyak, perdagangan minyak internasional dan kajian-kajian lainnya yang
terkait denga perminyakan dan energi. Hasil kajian ini akan diajukan dalam
konferensi OPEC yang dihadiri oleh menteri-menteri negara anggota OPEC.
Konperensi kemudian memutuskan antara lain tentang harga, produksi
minyak serta masalah-masalah internal dan eksternal OPEC.

450
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

Manajemen Sekretariat Jenderal OPEC 2004. Dr Maizar Rahman, Acting for Secretary General.
Berdiri dari kiri ke kanan: Al Tayyeb dari Saudi Arabia, Head of Data Service Department, Dr Omar
Farouk Ibrahim dari Nigeria, Head of Public Relation and Information Department, Karin Kachin dari
Venezuela, Head Of Secretary General Office, Dr I.L. Worika dari Nigeria, Senior Legal Councel,
Senussi J Senussi dari Libya, Head of Administration and Human Resources Development Department,
, Mohammad Hamel dari Aljazair, Head of Energy Studies Department, Alipour Jeddi dari Iran, Head of
Petroleum Market Analysis Department.

Sekretaris Jenderal, yang merupakan eksekutif puncak dari Sekretariat,


bertanggung jawab kepada sidang menteri, yang dalam pelaksanaannya
dilakukan melalui Dewan Gubernur OPEC. Bila analoginya para menteri adalah
pemegang saham, maka Dewan Gubernur adalah dewan komisaris. Dewan
Gubernur bertugas memberikan arahan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan
Sekretariat, menerima laporan-laporan dari Sekjen, menentukan agenda
sidang Menteri, menyetujui program dan anggaran dan mengawasinya
auditnya, dan menyetujui pengangkatan anggota manajemen inti dari
Sekretariat. Dewan Gubernur, apa yang saya alami, dengan kewenangannya
yang cukup besar, kadang-kadang cukup strict terhadap Sekjen.

Untuk melaksanakan tugas Sekretariat di atas, inti organisasi ini terdiri dari
Divisi Riset yang didukung oleh tenaga ahli dari berbagai bidang keilmuan,
terutama ahli energi, ahli data, ahli statistik dan ahli pasar minyak. Pegawainya
yang berjumlah sekitar 150 orang terdiri dari sekitar 30 kebangsaan dan
diantaranya 100 orang tenaga ahli dan profesional. Tenaga-tenaga ahli yang

451
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

secara resmi ditunjuk oleh negara-negara anggota OPEC berjumlah sekitar


30 orang. Komposisi yang multi kultural ini juga memerlukan penanganan
khusus agar jajaran pegawai itu dapat berkerja sama dengan baik tanpa
konflik apapun. Alhamdulillah pengalaman saya memimpin lembaga riset
di Lemigas banyak membekali saya dalam menangani sekretariat OPEC ini,
yang intinya juga riset. Saya juga menerapkan salah satu cara silaturahim
yang diterapkan dulu oleh Bapak Subroto, yaitu open house waktu idul fitri.

Selama bekerja saya dibantu oleh dua sekretaris yang bekerja secara
profesional, satu dari Jerman dan lainnya berasal dari Inggris. Setiap sebelum
rapat mereka sudah menyiapkan topik dan permasalahan yang akan dibahas
untuk rapat. Sehingga rapat berjalan sangat efisien. Notulen rapat juga selesai
dibuat beberapa lama sesudah itu.

Salah satu tugas sebagai acting Sekjen OPEC adalah harus sering melayani
berbagai media untuk diwawancarai, termasuk media besar seperti BBC dan
CNN. Karena penugasan saya di OPEC tersebut agak mendadak sedangkan
permintaan tersebut tidak bisa ditolak maka saya harus jungkir balik
menyiapkan bahan dan harus banyak belajar tentang lika liku perminyakan
dunia yang rupanya jauh lebih luas dari apa yang saya ketahui sebelumnya.

Pada awalnya, setiap Sabtu dan Minggu saya tidak dapat banyak menikmati
liburan tapi belajar keras di rumah dinas sekjen OPEC yang besar dan
berhalaman luas itu. Perkembangan produksi dan potensi minyak dunia,
kilang-kilang minyak dunia, transportasi minyak dunia, geopolitik dan
sejarahnya, teknologi, perdagangan internasional, spekulasi pasar minyak
serta berbagai faktor apa yang memengaruhi harga minyak dunia merupakan
isu yang sering ditanyakan. Apalagi pada waktu itu harga minyak terus menaik
sehigga menimbulkan keresahan dunia.

Wawancara itu seperti gunung es, di permukaan muncul kecil saja, tapi di
bawahnya begitu besar. Artinya wawancaranya mungkin cuma beberapa
menit, tapi harus didukung pengetahuan yang padat dan luas sehingga
untuk menyiapkannya butuh berminggu-minggu.

Agar tidak ‘memalukan’ dalam wawancara, terutama dalam penguasaan


substansi serta artikulasi bahasa maka saya sering berlatih di rumah dibantu

452
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

anak saya seolah-olah sebagai media. Alhamdulillah semuanya cukup


berhasil. Setelah berjalan tiga bulan saya sudah mulai terbiasa dan memahami
perkembangan berbagai issu dan dapat menghadapi media tanpa persiapan
yang berat.

Selama setahun bertugas sebagai Acting for Secretary General, penuh dengan
sidang-sidang, yaitu sidang Economic Commission Board, sidang Dewan
Gubernur, sidang Ministerial Monitoring Sub Commitee dan ujungnya
sidang Menteri OPEC, baik sidang tertutup maupun terbuka. Kalau masing-
masing sidang tersebut minimal dua kali dalam setahun, kenyataannya pada
tahun 2004 untuk konperensi OPEC saja ada lima kali sidang. Selain itu sekali
lima tahun sidang OPEC Summit yang dihadiri kepala-kepala negara negara
anggota.

Di samping itu ada pula pertemuan rutin OPEC dan non OPEC producing
country, pertemuan dengan organisasi konsumen energi seperti IEA
(International Energy Agency), organisasi energi IEF (International Energy
Forum) dan banyak lagi kunjungan-kunjungan dan pertemuan lainnya. Selain
itu, sebagai pimpinan organisasi internasional, Sekjen OPEC juga harus hadir
dalam acara-acara diplomatik di kota Wina, yang penuh dengan berbagai
organisasi internasional.

Gedung sekretariat OPEC pada waktu itu berlokasi di tepi sungai Danube
dan kelihatan dari seberang sungai, yang merupakan pusat kota. Foto- foto
gedung ini selalu menghiasi media dunia sehingga logo OPEC seolah-olah
menjadi salah satu ikon kota Wina. Karena terbatasnya ruangan dengan
pertambahan kegiatan, gedung Sekretariat sekarang sudah pindah ke suatu
bangunan klasik yang juga indah yang terletak di tengah kota Wina.

Pada tahun 2004 tersebut, persis diwaktu saya menjabat acting Sekjen, OPEC
sedang dalam keadaan senang karena harga minyak yang tinggi. Hampir 17
tahun lamanya rata-rata harga minyak dunia hanya berkisar 18 dollar perbarel.
Mulai tahun 2004 harga minyak melejit sampai 41 dollar dan terus naik pada
tahun-tahun berikutnya.

Karena itu pada tahun 2004 tersebut sidang-sidang OPEC selalu berjalan
lancar dan tidak memakan waktu lama, berbeda dengan sebelumnya

453
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

rapat OPEC bisa sampai berhari-hari. Misalnya pada harga minyak rendah,
produksi minyak harus diturunkan agar tidak makin jatuh. Kuota penurunan
ini nanti akan diibagi ke setiap anggota OPEC. Masalahnya beberapa negara
membutuhkan penjualan minyak yang besar karena anggaran negaranya
kurang sehingga berkeberatan kalau produksi minyaknya dipotong. Jadi
rapat bisa berlangsung lama untuk membahas perbedaan pendapat tersebut.

Pengalaman di OPEC sangat memperluas wawasan saya. Saya berkenalan


dengan menteri-menteri OPEC dari berbagai kebangsaan dan dari beragam
gaya serta karakter. Namun dalam komunikasi semuanya amat santun.
Demikian juga interaksi saya dengan staf OPEC yang multinasional, beragam
karakter dan rata-rata berkualitas akademis yang tinggi.

Kunjungan Acting for Secretary General Maizar Rahman ke Presiden Austria, Heinz Fischer,
Vienna, 2004

Saya menjabat sebagai acting Sekjen sampai bulan Desember 2004.


Alhamdulillah saya bisa menyelesaikan jabatan saya selama setahun tersebut.
Pak Purnomo mendapatkan apresiasi yang tinggi dari Konperensi OPEC dalam
menjalankan tugasnya sebagai Presiden OPEC maupun saya sendiri dalam
menjalankan roda sekretariat, seperti dinyatakan dalam hasil sidang luar biasa
OPEC ke 133 di Kairo, Mesir tanggal 10 Desember 2004:

Conference paid tribute to the services of its outgoing President, HE Dr. Purnomo
Yusgiantoro, Minister of Energy & Mineral Resources of Indonesia, expressing

454
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

particular appreciation of his also shouldering the responsibilities of Secretary


General of the Organization during the year 2004, and thanked Dr. Maizar
Rahman, the Governor for the Indonesia, for his excellent conduct of the day-
to-day affairs of the Secretariat during the same period

Dalam acara perpisahan dengan para staf sekretariat OPEC saya sangat
terharu atas testimoni dan apresiasi mereka atas gaya kepemimpinan saya
yang dikatakan sangat komunikatif disertai sikap yang humble. Wallahu ‘alam,
itu yang mereka sampaikan. Barangkali ini adalah buah dari pendekatan
yang saya terapkan terhadap staf, saya memang selalu berupaya melakukan
pendekatan yang egaliter. Menurut saya karakter humble tidaklah terlalu
istimewa, karena menjadi humble adalah karakter harus melekat pada
seorang peneliti. Yang saya amati, peneliti sesungguhnya jarang ada yang
sombong. Saya mendapat pelajaran bahwa ketika kita melakukan pendekatan
yang humble kepada siapa saja, saluran komunikasi akan lebih terbuka dan
lebih lancar. Sebaliknya, sekat-sekat birokratis membangun jarak sehingga
komunikasi kian susah.

Di sekretariat OPEC, selain staf tetap ada tenaga-tenaga profesional peneliti


yang dikirim resmi dari negara-negara anggota. Mereka diberi status officer
dan perlakuan sebagai diplomat oleh pemerintah Austria. Masa tugas mereka
berkisar antara 5-7 tahun. Penerimaan mereka juga melalui rangkaian
saringan yang cukup ketat. Biasanya selalu ada 4 orang officer Indonesia
yang mengisi jabatan-jabatan di sana. Pada umumnya officer Indonesia
selalu mendapat appresiasi tinggi dari para pimpinan sekretariat OPEC karena
kemampuan profesional mereka yang sangat baik, komunikatif serta santun.
Dr Abdul Muin misalnya, di luar kegiatan kantor malah dapat menggalang
senam pernafasan bagi karyawan-karyawan OPEC dan sangat di kenang oleh
para staf tetap karena banyak yang merasakan kesembuhan dari penyakit
setelah mengikuti senam tersebut.

Silaturahim antar warga Indonesia di Austria juga sangat akrab. Berbagai


hari besar dirayakan bersama dan menjadi kesempatan untuk menikmati
makanan Indonesia. Kediaman saya, rumah dinas Sekretaris Jenderal OPEC
di jalan Zwerngasse, Wina, juga tidak sepi dari berbagai acara dengan warga
Indonesia di samping juga tidak sepi kunjungan-kunjungan para pejabat dari

455
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Indonesia kalau sedang ada Konperensi OPEC maupun kegiatan-kegiatan


internasional lain yang diselenggarakan Sekretariat OPEC. Pada waktu
hari raya Idul Fitri, selain open house untuk warga Indonesia, saya juga
mengadakan open house untuk seluruh staf OPEC, yang sangat diapresiasi
oleh mereka. Mereka mengenang bahwa dulu Bapak Prof Subroto, waktu
menjabat Sekjen OPEC di tahun 1988-1994, juga selalu mengadakan open
house idul fitri.

Silaturahim dalam acara halal bil halal Idul Fitri dengan staf Sekretariat Jenderal OPEC di kediaman
resmi Sekretaris Jenderal (2004)

456
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

Para officer Indonesia di Sekretariat Jenderal OPEC dan para isteri. Dari kiri ke kanan Sugeng
Haryanto, Denie Tampubolon, Ny Denie Tampubolon, Ny Sugeng Haryanto, Ny Maizar Rahman, Ny
Huddie Dewanto, Ny Bagus Prihastono, Bagus Prihastono, Maizar Rahman, Huddie Dewanto (2004)

457
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Gubernur OPEC
Selepas menjadi acting Sekjen OPEC saya langsung kembali ke Jakarta.
Kemudian Pak Purnomo berkata kepada saya untuk melanjutkan pekerjaan
saya di OPEC sebagai Gubernur OPEC untuk Indonesia. Pertimbangan Pak
Purnomo mungkin karena saya sudah menguasai lika-likunya OPEC. Kalau
diangkat orang baru nanti harus belajar lagi. Kata Pak Purnomo yang saya
ingat “ Pak Maizar, anda tidak perlu menjabat sebagai dirjen migas, sebagai
gubernur OPEC juga penting”. “ Baik Pak, saya tidak ada masalah dengan itu”.

Gubernur OPEC semacam duta besar mewakili Indonesia dalam dewan


Gubernur OPEC. Setiap negara anggota OPEC diwakili seorang gubernur.
Dewan Gubernur OPEC adalah pengawas dan pemberi arahan bagi sekretaris
jendral. Dengan pengangkatan tersebut saya beralih status di OPEC, kalau
sebelumnya di jabatan sekjen saya diawasi dan diarahkan oleh dewan
gubernur, maka sebagai gubernur OPEC saya ganti mengawasi sekjen.

Selama menjabat Gubernur OPEC saya berkantor di Jakarta dan beberapa


kali setahun ke Wina untuk menghadiri rapat dewan gubernur, menghadiri
konperensi OPEC serta pertemuan-pertemuan OPEC lainnya.

Tugas saya sebagai Gubernur OPEC untuk Indonesia di Jakarta adalah adalah
menyiapkan bahan-bahan untuk menteri ESDM dalam sidang-sidang OPEC,
termasuk melakukan pemantauan terus-menerus mengenai perkembangan
dan situasi perminyakan dunia. Tugas lainnya adalah membantu Indonesia
dalam hal-hal yang terkait dengan masalah Migas nasional seperti misalnya
bantuan pinjaman pasokan LNG, suplai minyak mentah untuk kilang baru
Banten.

Saya menjadi Gubernur OPEC selama empat tahun, mulai 2004 sampai tahun
2008. Pada tahun 2006 saya menjabat sebagai ketua dewan gubernur yang
bertugas memimpin rapat dewan gubernur. Sebagai gubernur OPEC saya
tidak digaji oleh OPEC karena saya wakil Pemerintah Indonesia, tapi segala
biaya perjalanan dan akomodasi ke Wina ditanggung oleh sekretariat OPEC.

Indonesia masuk ke dalam OPEC tahun 1962, tepat dua tahun setelah
pembentukan OPEC. Walaupun Indonesia tidak termasuk negara pendiri tapi

458
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

karena termasuk anggota yang masuk OPEC paling awal sering disamakan
dengan negara pendiri.

Figur Indonesia yang sangat berperan di OPEC, paling dikenal dan paling
diingat adalah Pak Prof Soebroto. Banyak prestasi yang ditorehkan oleh Pak
Broto selama menjabat menjadi sekjen OPEC. Salah satunya adalah beliaulah
perintis komunikasi antara OPEC dengan konsumen minyak dunia maupun
dengan produsen minyak dunia non OPEC. Indonesia memang merupakan
negara anggota yang dihormati dan banyak berjasa kepada OPEC.

Produksi minyak Indonesia tergolong kecil jika dibandingkan dengan negara


OPEC lainnya. Produksi minyak Indonesia memang pernah mencapai 1,6 juta
barel tetapi kemudian terus menurun. Sedangkan konsumsi dalam negeri
terus meningkat sehingga tidak seimbang lagi antara produksi dan konsumsi.
Kemudian mulailah negeri kita mengimpor minyak. Hal ini menyebabkan
Indonesia menjadi negeri pengimpor minyak. Sehingga pada tahun 2008
Indonesia membekukan diri dari OPEC.

Dengan perubahan situasi itu memang tidak pas lagi untuk hadir dalam forum
rapat OPEC, karena yang dibicarakan adalah bagaimana mempertahankan
harga minyak yang tinggi, sedangkan sebagai importir, Indonesia tentu
cenderung kepada harga yang rendah agar subsidi BBM tidak besar.

OPEC tidak mau Indonesia keluar dari keanggotaannya karena akan


memberikan citra negatif bagi OPEC. Indonesia adalah satu-satunya negara
Asia Timur yang mengikuti OPEC dan negara Asia yang penduduk muslimnya
besar sehingga pengaruhnya juga besar. Secara legal Indonesia memang tidak
keluar dari OPEC, karena bila berdasarkan konstitusi OPEC, Indonesia secara
otomatis bisa kembali menjadi anggota. Jadi jika sewaktu-waktu produksi
minyak Indonesia meningkat lagi dan bisa mengekspor minyak lagi, maka
Indonesia bisa kembali ke forum OPEC lagi.

Dengan tidak hadirnya lagi Indonesia di OPEC, boleh dikatakan saya menjadi
orang Indonesia terakhir yang menjadi Gubernur OPEC untuk Indonesia,
kecuali kalau di masa depan Indonesia Indonesia kembali ke OPEC. Wallahu
‘alam.

459
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Dewan Gubernur OPEC 2006. Dr Maizar Rahman, Chairman, dari Indonesia, dan duduk di kanannya,
Dr A Majid Al Moneef dari Saudi Arabia, Ammuna Lawan Ali dari Nigeria, dan di kirinya Siham A
Razzouqi dari Kuwait. Berdiri dari kiri: Hamid Dahmani dari Aljazair, El Aswad Hammouda M dari
Libya, HE Abdulla H Salat dari Qatar, HE Hossein Kazempour Ardebili dari Iran (Vice Chairman),
Ivan A Orellana dari Venezuela, HE Saif Bin Ahmed Al Ghafly dari Uni Emirat Arab, Dr Mussab H Al
Dujayli dari Irak.

Selama menjadi Gubernur OPEC saya banyak belajar mengenai hubungan


internasional atau diplomasi interbasional. Kemudian betapa pentingnya
organisasi sebagai wadah komunikasi. Misalnya, kalau menteri antar negara
akan bertemu, banyak proses protokoler yang harus dilalui, yang dapat
memakan waktu lama. Tapi dengan adanya forum OPEC komunikasi ini dapat
dengan mudah dilakukan bahkan ketika bertemu langsung dapat mengobrol
secara berdampingan.

Saya pernah mengalami beberapa kemudahan tersebut, misalnya untuk


mendapatkan jatah impor minyak mentah dari Aljazair untuk Pertamina,
pak Purnomo dengan didampingi Pak Baihaki Hakim tinggal bicara dengan
Menteri Perminyak Aljazair dan CEO Sonatrach. Demikian juga waktu dengan
Nigeria. Pengalaman yang unik adalah ketika Indonesia akan membangun
kilang minyak sehingga memerlukan pasokan minyak mentah sebesar tiga
ratus ribu barel per hari dari Iran. Waktu itu, di sela-sela Seminar OPEC 2004

460
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

di Vienna, pada waktu makan siang Pak Purnomo dengan didampingi oleh
saya menyampaikan ke Menteri Iran bahwa Indonesia memerlukan minyak
mentah. Menteri Iran, HE Zanganeh, langsung mengundang saya agar
membahas hal tersebut di ruangannya di hotel. Saya lalu mengajak ikut
serta direktur utama PT Elnusa, Pak Rudy Radjab. PT Elnusa direncanakan
untuk membangun kilang tersebut di Banten. Menteri Iran itu lalu meminta
dibuatkan surat permintaan minyak mentah tersebut, maka kami buatlah
suratnya. Kemudian ternyata Pak Rudy tidak membawa kop surat resmi,
lalu menteri itu menjawab bahwa cukup menempel kartu nama Pak Rudy
saja sebagai pengganti kop surat. Ini menunjukkan betapa mudahnya
proses tersebut bila dibandingkan dengan jika harus mengikuti prosedur
protokoler. Jadi inilah contoh betapa komunikasi dalam organisasi atau
forum internasional itu penting sekali dalam memfasilitasi dan memercepat
kerjasama antar negara.

Kesepakatan dengan Iran tersebut lalu dilanjutkan dengan studi kelayakan


kilang Banten dengan memakai konsultan Perancis, Axens. Namun sayang,
setelah studi kelayakan selesai, progres menuju realisasi pembangunan kilang
terkendala imbas ketegangan politik antara Iran dan negara-negara barat.

Contoh lainnya adalah pada waktu kilang LNG ARUN menurun produksinya
karena sangat berkurangnya produksi gas dari lapangan Arun. Karena itu
Indonesia kesulitan untuk memenuhi kewajibannya memasok LNG sesuai
kontrak kepada para buyer. Pak Purnomo lalu menugaskan saya dengan
didampingi Pertamina untuk menemui Menteri Industri dan Energi Qatar,
Abdullah bin Hamad Al Attiyah agar dapat ‘meminjamkan’ sejumlah kargo
dari LNG Qatar untuk memenuhi kewajiban Indonesia tersebut.

Pada tanggal 31 Desember 2008, dengan dibekukannya keanggotaan


Indonesia di OPEC, tugas saya sebagai Gubernur OPEC juga berakhir. Saya
kembali fokus kepada tugas sebagai Komisaris yang masih saya pegang
sampai bulan Mei 2010 dan tugas sebagai profesor riset di Lemigas.

461
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Foto bersama Presiden RI beserta Ibu Negara dalam perjalanan pulang dari Sapporo,
Jepang, menghadiri sidang 34th G8 summit, Juli 2008 di Hokkaido, Jepang. Juga
berdiri di belakang Sutarto Alimoeso, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian
Pertanian Indonesia, mewakili Menteri Pertanian. Kehadiran saya dalam delegasi
mewakili Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia.

Kembali ke ‘Kampus’ Lemigas


Setelah selesai penugasan sebagai komisaris di Pertamina pada bulan Mei
2010 saya lalu kembali ke pangkal organisasi saya, Lemigas. Karena masih
berusia 62 tahun, saya masih 3 tahun lagi sebagai pegawai negeri sipil pada
jabatan fungsional peneliti dengan status profesor riset. Saya boleh dikatakan
“back to campus”, karena kembali sepenuhnya ke Lemigas.

Penugasan yang diberikan kepada saya adalah sebagai ketua Scientific Board
di Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) dan di Lemigas. Terjun
kembali ke dunia akademis setelah berbagai macam penugasan tidaklah
menjadi masalah bagi saya. Di samping itu sebagian besar pejabat struktural
dan fungsional di Balitbang dan di Lemigas dulunya adalah figur-figur muda
yang sudah sangat saya kenal.

462
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

Kendala yang dihadapi lembaga penelitian tersebut saat ini adalah


berkurangnya tenaga-tenaga peneliti senior karena pensiun tanpa tergantikan
disebabkan adanya kebijakan ‘ zero growth’ dari Pemerintah sejak lebih dari
10 tahun lamanya. Akibatnya amat minim penerimaan kader-kader baru dan
dengan sendirinya para peneliti senior tidak berkesempatan mewariskam
pengetahuan, pengalaman dan keahlian mereka kepada generasi penerus.

Tantangan Pemerintah di bidang energi makin berat karena menurunnya


produksi minyak Indonesia serta juga menurunnya jumlah cadangan terbukti
minyak bumi. Sementara itu permintaan energi terus meningkat dengan
pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk. Balitbang karena itu juga
memfokuskan peningkatan pemanfaatan sumber-sumber energi fosil lain
maupun energi terbarukan. Karena itu program dan kegiatan penelitian
diarahkan ke yang ‘quick wins’ sehingga segera dapat dimanfaatkan, serta
kajian-kajian yang bersifat strategis yang dapat membantu Pemerintah dalam
menentukan kebijakan-kebijakan di bidang energi dan sumber daya mineral.

“Pascom Power”, Modal Masa Pensiun


Semua penugasan dan penunjukan yang saya terima dalam perjalanan karir
saya tidak ada yang saya duga atau harapkan sebelumnya, saya tidak pernah
bercita-cita jadi kepala Lemigas, presiden komisaris Chandra Asri, komisaris
Pertamina, gubernur OPEC atau menjadi acting Sekjen OPEC. Semua itu
berjalan begitu saja dan hanya berdasarkan adanya kepercayaan dari yang
menugaskan dan sesuai dengan pegangan saya “ I never pursue any position
but I do not refuse any assignment from my country. Artinya, seseorang itu tidak
perlu mengejar-ngejar suatu kedudukan atau jabatan karena itu semua akan
datang dengan sendirinya. Tapi tentu kerja keras yang tanpa pamrih dan
menyiapkan diri dalam kemampuan akan jadi faktor penentu datang atau
tidaknya kesempatan tersebut.

Ada satu formula rumusan saya yang saya rasa dapat menjadi modal seseorang
dalam karir atau kehidupannya. Formula itu adalah “PASCOM power”, terdiri
dari 6 unsur. P adalah professional, A adalah akademis, S adalah spiritual, C
adalah komunikasi, O adalah occupation, dan M adalah money. Seseorang

463
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

tidak perlu mengejar jabatan dan uang bila dia memiliki kekuatan dari 4
unsur pertama: profesional, akademis, spiritual dan komunikasi, pada usia
berapapun. Sedangkan Occupation atau jabatan dan Money atau kekayaan
akan datang sendiri kalau memiliki 4 unsur yang pertama tersebut. Karena
itu saya selalu menyarankan kepada teman-teman saya di angkatan senior
ataupun kepada para generasi muda agar memelihara kekuatan-kekuatan
tersebut demi dapat selalu bermanfaat selama masih berada di dunia ini.

464
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

Speech of Dr Maizar Rahman in Farewell Gathering for Acting


for Secretary General
6th January 2005, OPEC Secretariat, Vienna

Dear colleagues, ladies and gentlemen

First of all, I would like to thank you very much for holding this farewell
gathering for me. I appreciate the gesture very much. It seems no time at all
-last February in fact – since we were here for my introduction. And as the
proverb goes: “The start is the beginning of the end.” Time really has flown by.

Usually, when I have to deliver a speech, Brigitte or Jane asks the Public
Relations and Information Department to prepare the text for me. This time,
I felt I should have a go at writing it myself - even if it was likely to take me 10
times longer than Keith Marchant to complete it! In fact, I did not really have
a choice, since Keith decided to go on leave - leaving me to fend for myself. I
hope he was not trying to tell me something. Anyway, after finishing my first
draft, in record time, I might add, I discovered just how much I liked what I
was doing. English really is such a beautiful language, and that is something
Keith has shown me with his speeches over the past year. With Keith away,
fortunately Jerry Haylins was there to add the final flowers of English to my
speech. Thanks Jerry.

The first day I arrived at the OPEC Secretariat for my new job, I must admit
that, on entering the reception area, I said a little prayer to myself, which
went something like … “Please, God, give me the inspiration I need and show
me the way to carry out my responsibilities in the Organization. Also, could you
please open my mind, and the minds of staff members, so that, together, we can
perform our tasks amiably and successfully”. Looking back now, I think God
actually granted me my wish, since all the people I met on that first day had
a smile for me, which of course, I gladly returned. I can also remember saying
to myself: “Look Maizar, you really are in a nice place – what were you afraid
of?” I immediately realized that with such friendly colleagues, I would not
have much of a problem in carrying out my duties in OPEC.

465
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

It did not take me long to appreciate that my tasks in this Organization were
not much different than those of the research and development center I
headed some years ago. The main difference was that, here, we have financial
resources already made available through the contributions of our Member
Countries, whereas, at the research center, I always had to convince our clients,
whether government officials or private companies, about the benefits our
research proposals could bring them, Only then did I manage to secure the
finances I needed. Thus, in terms of financial resources, which are one of the
most important building blocks in the life of any organization, we have no
problem here in OPEC. Thank God.

Staf Sekretariat Jenderal OPEC di Vienna, Austria, pada waktu acara perpisahan dengan Acting for
Secretary General, Dr Maizar Rahman, 6 Januari 2005

But in managing a research organization like the OPEC Secretariat, apart


from the financial side, the working situation here is almost the same as
in other institutions. I once read a book entitled ‘Management of Research
and Development Organization’ with an interesting subtitle ‘Managing the
Unmanageable’. According to this book, managing an organization like
the OPEC Secretariat is not easy, because this type of institution consists of
intellectual people who, by nature, are analytical, curious, independently
minded, on many occasions introvert, and who enjoy scientific and
mathematical activities. Such people tend to be complex, flexible, self-
sufficient, task-oriented, tolerant of ambiguity, and they have a high need

466
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

for autonomy and change, and a low need for deference. However, success
in any R & D organization requires joint action and teamwork. People should
not be loners, they should be able to work in teams, while at the same time,
the organization should have an appropriate environment for enhancing
the creativity of its staff.

What I experienced here in the last year matched this prognosis to a tee. Here,
we have professional people, who understand their jobs, and know their
responsibilities. Admittedly, the fact that we are very much multinational, with
many different cultures and ways of thinking, requires more consideration
when working together, but I found members of staff to be very considerate
and tolerant, which has led to an excellent working environment. I was not
actually quite one year at the Secretariat, yet it proved to be an extremely
busy and eventful time for all of us. We had two OPEC Conferences in
Vienna, three Ministerial Meetings abroad, plus a busy and successful
OPEC Seminar. These were all held against a backdrop of surprisingly high
oil prices, which OPEC eventually managed to bring down by increasing
production three times throughout the year. They proved to be actions that
received due recognition from the consumer countries. Also, we had to take
in our stride three Governing Board meetings, two ECB meetings, and many
other important activities, here and outside the Secretariat. Every one of
those events required good and timely preparation, in order to satisfy our
stakeholders, who, as you all know, comprise the OPEC Ministers, Governors
and National Representatives. We also had to consider our partners, the mass
media, the public, and, of course, internally our people at the Secretariat.
Based on the comments I received, and the many words of appreciation, I can
say that, in 2004, together we accomplished all of our tasks to a high degree.

For every one of those accomplishments, I would like to thank you all. It was
your dedication that brought about this level of success. I know full well that
many of you had to give up a great deal of your valuable free time in helping
to maintain such a high standard of work.

Looking at each department, the Research Division, with its departments, as


always, is playing its usual highly-supportive role. The Division’s staff makes
substantial contributions to the decisions of the Conference, as well as to the

467
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

other core activities of the Secretariat. During my mission here, I learnt very
much about the oil market, about energy strategy and the dynamics of the
industry. Not to forget the importance of transparent, accurate and timely
data. I am happy to have acquired so much knowledge, even if I did have to
dedicate some of my weekends to furthering this education.

PRID (Public Relation and Information Department) remains fully aware of


the importance of its public relations campaign for OPEC’s future image.
Many improvements have been made. The Department’s staff members are
dynamic, and show great skill and perseverance in carrying out their duties.
Here, also, PRID taught me just what public relations is all about, and I am
happy to have been involved in such an interesting subject.

AHRD (Administration and Human Resources Department) is facilitative of all


the Secretariat’s needs. Its tough opinions on some subjects reflect a strong
spirit of wanting to do the right thing for the Organization and its members
of staff. I have heard few complaints, and everyone appears to be satisfied …
as long as the salaries are received on time! The Department does a fantastic
job in supporting the Conferences and meetings, and is always looking at
new ways to bring improvements to the work place.

SGO (Secretary General Office) has a team of dedicated, untiring people,


possessing an abundance of patience and understanding, and first-class work
ethics. I have never known them not to finish a particular task on time. The
secretaries, who were with me day in and day out, really do have formidable
experience and are extremely capable. It would indeed be difficult to find
a higher secretarial standard anywhere, a factor that made my job all the
more easier.

SLC (Senior Legal Council) and the Internal Auditor are very loyal to their
profession and take their responsibilities very seriously. Their valuable input
helped me to settle legal problems which actually threatened OPEC’s very
existence, as well as effectively dealing with internal matters.

All in all, then, I can say that OPEC staff members are highly professional and
wholeheartedly committed to the work they do. As a team, they perform like a
finely-tuned orchestra … with barely a wrong note audible. Thank you again.

468
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

You know, at our last OPEC Conference in Cairo, in December, some Ministers
said that 2004 was a lucky year for the Organization because prices were so
good … even though we were not in favor of prices going too high. I am very
happy to have been involved in OPEC’s affairs during this lucky year. I hope
this will continue in 2005.

However, on a sad note, I have to mention that the last days of 2004 were
a particularly sorrowful time - for all of us, I think. The big earthquake and
tsunamis that hit South East Asia were catastrophic, causing unimaginable
devastation for my country and some other states in the region. I thank you
all very much for the messages of condolence conveyed on me; it was truly
heartwarming in a period of such acute sadness. I would especially like to
thank the OPEC Fund and our Member Countries for their generous donations
to the international relief effort. Their contributions will help a great deal
in assisting these countries recover from what can only be termed as an
unprecedented disaster.

Colleagues, ladies and gentlemen

Finally, I would again like to thank you all for the support you gave me during
my time here. I can truthfully say that my assignment in OPEC will always be
a very pleasant memory. Nice people, nice experiences, a nice environment,
and, of course, a beautiful city.

I am sure that I will continue to see many of you in the future. It will just be
in a different capacity, as Governor for my country. And, of course, I will still
be looking to make my best contribution for the sake of the future wellbeing
of OPEC and you all.

And lastly, I should tell you my very happy news that, next week, in Indonesia,
I will take up the helm of another important position - that is, as a “grandfather
to my grandson”. I think that tenure will last a little longer than one year – but
will surely be equally as eventful, and rewarding.

Thank you

Maizar Rahman

OPEC Acting for Secretary General

469
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Maizar Rahman dengan isteri Kussusilowati, 3 anak putri dan suami masing-masing dari kiri, Leila
Fatmasari & Dimas Fajar, Triyaniarrinita dan Yopie Pieter, Diah Bellani dan Endang Mulyana serta 1
cucu perempuan dan 3 cucu laki-laki (foto tahun 2009).

470
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

Beberapa Kesan-Kesan Terhadap Maizar Rahman


Shock Dipanggil “Ndoro” di Pakualaman

DIA MEWARISI KEGIGIHAN ORANG PADANG, MEMILIKI KELEMBUTAN PRIAYI JOGJA


DAN JUGA KECERDASAN INTELEKTUAL EROPA. TAPI, GUBERNUR OPEC UNTUK
INDONESIA INI MERASA SEGALA YANG DIMILIKI SEKARANG, DATANG LEBIH KARENA
FAKTOR KEBERUNTUNGAN.
Majalah KABARE, Sept 2008

Suatu pagi di tahun 1967-an, seorang pemuda berdiri ragu di depan pintu
sebuah rumah di kawasan Pakualaman, Yogyakarta. Wajahnya kusut seperti
menahan kantuk semalaman, sekusut baju yang dikenakan. Sebuah tas berisi
pakaian dan buku-buku serta beberapa surat penting menggelantung di
pundaknya.

Pemuda itu mengetuk pintu yang di atasnya tertera sederet nama dr KRMT
Abdul Madjid Purwo Husodo. Dengan ritme ketukan tiga-tiga: tok tok tok…
tok tok tok…, tak lama kemudian pintu terbuka, sepasang suami istri muncul
dari balik pintu dan langsung merangkul pemuda tersebut, membawanya
masuk ke dalam rumah.

471
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Pemuda itu adalah Maizar Rahman yang baru pertama kalinya menginjakkan
kaki di Kota Jogja. Ia meninggalkan tanah kelahirannya, Bukit Tinggi, Padang,
Sumatra Barat, begitu lulus dari SMA, untuk mengejar impian melanjutkan
kuliah di Fakultas Ilmu Pasti Alam Universitas Gadjah Mada. Selama enam
tahun kuliah di Jogja, Maizar tinggal di rumah budhe-nya yang menjadi istri
dokter Abdul Madjid, yang saat itu kepala Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Yogyakarta.

Tinggal bersama keluarga dokter di lingkungan Keraton Pakualaman, bagi


orang Padang miskin seperti Maizar menjadi pengalaman luar biasa. Ia yang
biasa mengurus kebutuhannya sendiri selama di Bukit Tinggi, tiba-tiba
semuanya harus dilayani oleh pembantu. Dari urusan makan hingga pakaian
yang akan dikenakan setiap pagi, semua sudah tersaji, teratur dan rapi. Maizar
merasa sungguh tak nyaman.

“Tapi yang benar-benar membuat saya kaget ketika simbok pembantu itu
memanggil saya dengan sebutan Ndoro. Waduh, saya benar-benar shock
saat itu. Lha saya ini siapa…” ujarnya terbahak mengenang pengalaman
tersebut, dalam kesempatan ngobrol dengan Ida Susanti, Sritapi dan Sugito
dari Kabare di Jakarta.

Maizar Rahman tak bisa melupakan pengalaman di Jogja itu, bahkan ketika
kemudian susul-menyusul berapa tempat di dalam dan luar negeri yang
disinggahinya. Ia pernah dua kali mengenyam hidup di Prancis karena tugas
sekolahnya sebagai peniliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”. Yaitu tahun 1974 selepas mengantong
ijazah Sarjana Kimia dari UGM sampai tahun 1976, dan kembali lagi ke negeri
Napoleon itu tahun 1976 sampai 1983.

Duapuluh tahun lebih berkarier sebagai peneliti di LEMIGAS, telah membuat


laki-laki kelahiran Bukit Tinggi 8 Mei 1948 itu benar-benar menjadi bagian tak
terpisahkan di dunia perminyakan. Sejumlah jabatan penting tingkat nasional
dan internasional pernah dipegangnya. Sejak tahun 2005, ia dipercaya sebagai
gubernur OPEC untuk Indonesia.

Pernah aktif menjadi anggota Pakar Dewan Riset Nasional dan ikut mengasuh
sebuah majalah ilmiah. Ia juga mengabdikan ilmunya di bidang akademis

472
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

sebagai dosen luar biasa di Universitas Trisakti, UI, UGM dan Institut Teknologi
Indonesia. Bermacam tulisannya tentang migas kerap menghias media massa
dalam dan luar negeri.

Mengenal Prof Dr Maizar adalah menatap sosok dengan satu kepribadian yang
komplet. Kebiasaan hidup di Bukit Tinggi membuatnya menjadi orang yang
gigih berusaha. Ia juga memiliki kelembutan orang Jogja dari pengalaman
enam tahun dalam keluarga kerabat Keraton Pakualaman. Pergaulannya
yang luas di kalangan intelektual Prancis juga telah membuatnya menjadi
seorang yang kritis berpikir dan senang belajar segala hal.

Satu perpaduan kepribadian yang memungkinkan seorang mencapai


kesuksesan. Tapi, Maizar ternyata lebih mempercayai semua yang dicapainya
ini lebih banyak datang karena keberuntungan. “Keberuntungan adalah
kesiapan seseorang untuk mengambil setiap peluang yang lewat. Dan, itulah
yang selalu terjadi dalam perjalanan karier saya,” ujarnya.

Ia juga mengaku bukan tipe orang yang ambisius. Prinsipnya, lakukan dengan
kecintaan dan penuh tanggung jawab pekerjaan yang ada di depan mata.
Selanjutnya, jangan pernah takut untuk menerima sebuah tanggung jawab
baru. Baginya, tak ada yang tak bisa dipelajari dan ketakutan hanya akan
membuat orang tidak akan maju.

“Pengalaman membuktikan,apa yang semula kita takutkan ternyata sangat


mudah ketika sudah menghadapinya,” ucap bapak tiga anak yang mengaku
hidupnya banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh dalam komik yang selalu
dibacanya saat remaja.

473
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

Maizar yang Saya Kenal


Oleh: DR Adiwar
Ada tiga orang laki muda yang baru pulang dari tugas belajar luar negeri
yang kelihatan berbeda dari orang-orang di kelompok mereka. Ketiganya
adalah Dr. Anwar Karim Yusuf, Subakat Hadi MSc, dan Maizar Rahman MSc.
Berbeda dari yang lainnya terlihat dari sisi sikap akademis, pola kerja dan
keterbukaan berdiskusi.

Ketiganya dengan berjalannya waktu mengambil jalan yang berbeda. Dr


Anwar Karim Yusuf kemudian berkiprah di Pupuk Kaltim, sempat menjabat
sebagai Direktur Pengembangan. Subakat Hadi MSc juga keluar dari Lemigas
dan berkiprah sebagai pengusaha yang sukses. Maizar Rahman yang
kemudian sempat melanjutkan studinya meraih gelar doktor tetap berkiprah
di Lemigas dan sempat mejadi Kapus (Kepala Pusat) Lemigas untuk beberapa
tahun sebelum akhirnya di tugaskan oleh Pemerintah sebagai Gubernur Opec,
Komisaris Chandra Asri dan Komisaris Pertamina.

Pertanyaan yang muncul dalam pikiran saya adalah akan bagaimanakah


kiranya kiprah Lemigas sebagai institusi Litbang di dunia Perminyakan
seandainya ketiga orang ini tidak keluar dari Lemigas atau tidak ditarik keluar
dari Lemigas. Pertanyaan yang sama juga muncul terhadap jebolan-jebolan
akademik lain yang dialih tugaskan di luar Lemigas seperti Dr. Evita Legowo,
Dr Rahmat Sudibjo, Dr Abdul Muin, dan Dr Umar Said. Hebatnya, ialah dalam
kesibukan mereka sebagai orang-orang yang dalam kesehariannya tidak lagi
bergulat dengan masalah litbang, perhatian mereka terhadap kelitbangan
Lemigas masih besar, dan bahkan Dr. Maizar Rahman masih sempat menjaga
statusnya sebagai peneliti yang pada akhirnya juga sempat meraih gelar
Profesor Riset.

Bicara lebih jauh tentang salah seorang dari ketiga orang tersebut, Prof.
Dr Maizar Rahman; suatu ketika, dalam posisi saya sebagai teknisi lab, pak
Maizar Rahman mengajak saya berdiskusi tentang permasalahan penentuan
viskositas aspal yang terhadap aspal tersebut tidak dapat dilakukan pengujian.
Saya mengemukakan cara pem-blending-an, yaitu pem-blending-an aspal

474
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

tersebut dengan suatu fraksi minyak yang diketahui viskositasnya dan


mengukur viskositas hasil pencampuran tersebut. Viskositas aspal kemudian
dapat dihitung. Sebagai teknisi saya menghargai sikapnya yang mau
mengajak diskusi dan mendengarkan saran dari level pekerja.

Pada kesempatan lain, dalam posisi saya sebagai Korkel (Koordinator


Kelompok) dan pak Maizar Rahman sebagai Kapus, dalam pertemuan dengan
sejumlah staf senior KPRT (Kelompok Program Ristek Teknologi) Proses,
yang mempersalahkan tindakan saya yang dianggap sering melakukan
tindakan-tindakan bernuansa struktural, melewati wewenang Korkel yang
mereka anggap hanya terbatas dalam bentuk koordinasi; pak Maizar Rahman
menyampaikan bahwa dalam keadaan organisasi berjalan lancar dan orang-
orang mengerti apa yang harus dikerjakan, wewenang Korkel memang hanya
bersifat koordinatif, tetapi dalam keadaan tertentu, demi jalannya organisasi
sebagaimana apa yang semestinya tindakan-tindakan Korkel yang bersifat
instruksional atau dicisive juga kadang-kadang diperlukan. Sebagai Korkel
saya menghargai sikapnya yang mau meletakkan dirinya secara proporsional,
tidak terpengaruh oleh status dan posisi para senioran.

Sebagai orang yang baru pulang dari tugas belajar di luar negeri, yang
berkeinginan untuk melakukan penelitian, tetapi belum punya program
untuk pendanaan kegiatan. Saya menghadap pak Maizar Rahman yang waktu
itu Kepala Bidang Proses dengan dua proposal penelitian yang ingin saya
lakukan dan meminta kepada beliau pengadaan biaya bahan-bahan kimia
yang diperlukan. Dengan izin beliau kegiatan tersebut dapat saya lakukan.
Dari kedua kegiatan tersebut lahir dua makalah, yang satu dipresentasikan
dalam seminar di dalam negeri dan makalah yang satu lagi, dengan izin Kapus,
dipresentasikan dalam seminar di luar negeri. Sebagai Doktor yang baru
mencoba berkipran dalam penelitian, saya menghargai kepeduliannya akan
keinginan dan antusias orang-orang di lingkungannya dalam membentuk
diri di kelitbangan.

Sebagai Kepala Bidang Proses, pada tahun 1995, pak Maizar meminta saya
untuk melakukan kegiatan terkait penguasaan dan pengembangan teknologi
membran dalam pemisahan gas. Kegiatan membran ini benar-benar dimulai
dari pijakan nol, belum ada ada fasilitas lab sama sekali dan belum ada orang-

475
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

orang yang disiapkan untuk kegiatan ini. Dari penugasan top-down ini terlihat,
bahwa sebagai Kepala Bidang beliau mempunyai wawasan kelitbangan ke
depan, dan mempunyai kemauan untuk merealisasikannya.

Pada tahun 2001, saya sebagai Korkel KPRT Proses, bersama dengan Dr. Eri
Sudarmo sebagai Korkel KPRT Teknogas dan Dr. Hadi Purnomo sebagai KPRT
Eksploitasi bersepakat untuk memberanikan diri menangkap pekerjaan flow
assurance terkait dengan sumur minyak/gas laut dalam yang dipunyai oleh
Unocal yang pada waktu itu dimintakan oleh Unocal untuk dikerjakan di
home base-nya secara TSA (Technical Service Assistance). Suatu pekerjaan yang
pada saat itu belum pernah dikerjakan oleh Lemigas. Sewaktu hal ini kami
sampaikan pada pak Maizar Rahman sebagai Kapus, beliau menyetujui dan
bersedia memberikan bantuan sepenuhnya. Penguasaan teknik dan keilmuan
terkait flow assurance dilakukan secara marathon. Kepercayaan BKKA (Badan
Koordinasi Kontraktor Asing) dapat diperoleh setelah melalui pertemuan dan
diskusi sengit dengan expert Unocal dari Houston. Dari kegiatan bottom-up ini
terlihat, bahwa sebagai Kapus beliau tidak mau menyia-nyiakan kesempatan
penguatan eksistensi lemigas di kalangan BPKA dan Perusahaan Kontraktor
Asing. Ini sejalan dengan salah satu karakter Lemigas yang diinginkan
yang sering dikumandangkan oleh beliau yaitu Lemigas dengan kualitas
internasional.

Demikian sedikit cuplikan kesan dari sekian bayak hal-hal yang dapat
dikemukakan yang terkait dengan ke-Lemigas-an. Dari sisi kekeluargaan, saya
melihat pak Maizar Rahman sebagai pribadi yang berhasil dalam membina
keluarganya. Mempunyai anak-anak yang berpendidikan tinggi, berikut
mantu-mantu dan cucu-cucu. Mempunyai istri yang tidak hanya cantik, seia
dan sekata, tetapi juga jeli dalam mengisi waktunya dengan hal yang berguna.
Secara pribadi saya dan juga beberapa teman-teman lain, pernah sangat
terbantu secara financial oleh kegiatan yang dijalankan oleh keluarga ini.

Jakarta, 21 Februari 2014.

476
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

Pak “Gubernur” yang Correct Dan


Pendengar yang Baik
Oleh : Ir Maskurun*
Sebagai pegawai yang mulai bekerja di Pertamina sejak 1973, saya
mengenal pertama kali pak Maizar Rahman pada akhir 1970-an saat beliau
bersama rekan-rekannya dari Lemigas berkunjung secara berkala ke kilang
untuk melakukan berbagai penelitian. Peranan Lemigas saat itu sebagia
lembaga penelitian di bidang migas sangat penting dalam ikut membantu
memecahkan permasalah operasi dan teknologi di kilang-kilang Pertamina,
setelah Pertamina mampu membangun kilang-kilang baru di Dumai dan
Cilacap.

Setelah itu, relatif lama tidak bertemu dan agak sering dipanggil oleh pak
Maizar Rahman pada saat beliau menjabat sebagai Sekretaris Dewan
Komisaris Pemerintah untuk Pertamina yang disingkat dengan DKPP pada
tahun 2002-2003 dan sekaligus mengkoordinir tugas Kelompok-Kelompok
Kerja. Pertemuan-pertemuan diatas sangat terkait dengan kegiatan
pengelolaan perusahaan dan utamanya yang berkaitan dengan rencana
strategis Direktorat Pengolahan dalam menghadapi tantangan kedepan
utamanya untuk pemenuhan konsumsi BBM yang meningkat karena
keberhasilan pembangunan nasional di bidang ekonomi, yang cukup tinggi.

Pertemuan selanjutnya dan termasuk “sering dan dekat” yakni pada saat pak
Maizar Rahman yang juga Gubernur OPEC ditunjuk sebagai Anggota Dewan
Komisaris PT Pertamina dari akhir Desember 2006 sampai Mei 2010. Mengapa
“dekat” ? Karena beliau sebagai Anggota Komisaris PT Pertamina yang
memiliki tugas, tanggung jawab dan wewenang yang besar, hampir setiap
hari datang ke kantor dan melakukan interaksi secara rutin dengan kawan-
kawan di Komite termasuk diri saya. Dari sinilah, saya bisa menyampaikan
kesan singkat saya atas leadership “Gubernur” Maizar Rahman.

Pertama, beliau adalah orang yang paling suka mendengar sebelum


memberikan arahan atau mengambil keputusan. Pak Maizar sebagai

477
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

pendengar yang baik, akan selalu memberi kesempatan kepada setiap


yang hadir atau diundang untuk menyampaikan pandangan atas suatu
agenda disertai analisa, tanggapan, pendapat dan saran. Setelah itu dengan
pengalaman dan “jam terbang”yang dimiliki, beliau akan memberikan
direction yang jelas untuk ditindak lanjuti sebagai bagian dari proses
pengambilan keputusan di tingkat Dewan Komisaris, tentu bersama anggota
Dewan lainnya.

Selain itu, beliau sangat teliti terutama dalam rangka menyusun kata-kata
dan kalimat atas memorandum atau surat yang akan dikeluarkan Dewan
Komisaris. Isi suratnya harus ringkas, jelas dan tidak multi tafsir, mengingat
surat dimaksud akan dibaca terus sampai kapan saja. Satu hal yang selalu
saya ingat adalah nasehat beliau kepada anggota-anggota Komite di
Dewan Komisaris agar bersedia untuk membuat tulisan pengalaman pribadi
atau komite dalam menghadapi setiap permasalahan dan pemecahannya,
yang disebut sebagai knowledge management. Tujuannya, agar tulisan
dimaksud dapat dibaca oleh generasi berikut sebagai acuan atau syukur
lagi menjadi jawaban atas permasalahan yang mirip atau sama di kemudian
hari. Dengan bahasa sederhananya dan menggunakan analogi kehidupan
social kebudayaan kuno, adalah semacam “Pitutur Luhur” para sesepuh dan
pinesepuh yang patut untuk dibaca agar arah jalan hidup dalam mengarungi
kehidupan di dunia yang penuh tantangan ini,generasi penerus akan lebih
baik, lebih sukses dan selamat. Suwun .

Jakarta, Februari 2014

*Sekretaris Dewan Komisaris Pertamina sejak 2010

478
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

Prof Dr Maizar Rahman Yang Saya Kenal


Oleh: Komar Tiskana

Kami bersama-sama selama di PPPTMGB (Pusat Penelitian dan Pengembangan


Teknologi Minyak dan Gas Bumi) "Lemigas" sejak 1980-2001. Status terakhir
beliau, di samping sebagai Peneliti Utama di bidang teknologi hilir migas,
secara struktural menjabat Kepala Lemigas dan aku sebagai perekayasa
teknologi di bidang hulu migas. Waktu di PERTAMINA 2001-2003, beliau
adalah Sekretaris DKPP (Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina), dan
aku di sana sebagai Kepala Bidang Umum (2003-2008).

Di waktu beliau Anggota Dewan Komisaris, aku anggota Komite Remunerasi


dan SDM (Sumber Daya Manusia). Selama bertugas di PERTAMINA tersebut,
beliau juga ditugaskan Pemerintah RI sebagai Gubernur OPEC, dan juga
pernah menjabat sebagai Akting Sekretaris Jendral OPEC.

Di Lemigas, Pak Maizar adalah seorang peneliti di bidang teknologi hilir


minyak dan gas bumi, yang tekun dan kaya idea dalam mengantisipasi
kebutuhan teknologi ke depan. Beliau juga terlibat dalam peningkatan
kemampuan Lemigas melaksanakan penelitian dan pengembangan
teknologi EOR (enhanced oil recovery) dalam upaya meningkatkan produksi
minyak Indonesia. Dia berupaya keras dalam mengembangkan kemampuan
Lemigas melaksanakan penelitian dan pengembangan teknologi untuk
menunjang industri, terutama di sektor hilir minyak dan gas bumi. Pada setiap
kesempatan berhubungan dengan industri, peran serta Lemigas senantiasa
diusahakan. Beliau berkarier lancar sampai ke puncak, sebagai peneliti meraih
gelar Profesor Riset di samping sebagai kepala Lemigas.

Pak Maizar adalah Sekretaris DKPP terakhir karena pada tanggal 17 September
2003 status PERTAMINA berubah dari UU No. 8/1971 (PERTAMINA sebagai satu

479
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi | Prof. Riset Dr. Maizar Rahman

satunya Perusahaan Pertambangan minyak dan Gas Bumi Negara) menjadi


Persero mengikuti ketentuan UU No. 22/2001. Dengan demikian DKPP resmi
dibubarkan, namun agar kelancaran operasional migas di hulu dan hilir tidak
boleh terganggu, beliau masih ditugaskan beberapa bulan sebagai sekretaris
Dewan Komisaris PT PERTAMINA (Persero), sampai semua penataan organisasi
baru menjadi tuntas. Setelah itu, pada awal 2004 beliau ditugaskan ke OPEC
Wina sebagai Akting Sekjen OPEC.

Pada bulan Desember 2006, Pak Maizar diangkat sebagai anggota Dewan
Komisaris bersama Komisaris Utama Endriartono Sutarto dan 3 Komisaris
lainnya yaitu Umar Said, Muhammad Abduh dan Achmad Rochjadi. Sebagai
anggota Dewan Komisaris beliau ditugasi sebagai Ketua Komite SDM dan
Remunerasi. Produknya antara lain Pedoman Rekruitmen dan Pengangkatan
Direksi dan komisaris Anak Perusahaan PT PERTAMINA (Persero). Beliau juga
aktif dalam mempersiapkan calon maupun seleksi Direksi dan Komisaris
Pertamina dan anak perusahaan yang memenuhi kriteria sesuai ketentuan
yang berlaku. Hasil seleksinya antara lain terpilihnya Karen Agustiawan
sebagai Direktur Hulu PT PERTAMINA (Persero) yang kemudian menjadi
Direktur Utama.

Beliau juga memprakarsai usul penyesuaian gaji Direksi dengan merujuk


kepada hasil suvei biro jasa yang independen terhadap perusahaan sejenis
di bidang minyak dan gas bumi, baik di dalam maupun di luar negeri. Pada
waktu itu survei dilaksanakan oleh HayGroup.

Dia sangat mengutamakan good governance dalam pekerjaan. Saya ingat


waktu di DKPP berbagai permintaan izin penjualan gas oleh swasta yang harus
diurus antara direksi, kelompok kerja dan komisaris. Semuanya dilaksanakan
beliau dengan sangat lurus tanpa ada keinginan memanfaatkkannya untuk
kepentingan pribadi. Demikian juga beliau mendapat apresiasi karena sangat
mendukung tender terbuka proyek Langit Biru kilang Balongan di tahun 2003.

Di luar kedinasan, kami sering bersama-sama belajar bahasa Arab dan


bermain golf. Kami juga sama-sama sefaham bahwa:

480
Dari Penelitian ke Korporasi dan Diplomasi
(Sekilas Cerita Seorang Anak Guru)

yang artinya menuntut ilmu itu wajib bagi muslimin dan muslimat, sejak dari
buaian sampai masuk liang lahat. Ilmu yang beliau pilih antara lain bahasa
Arab, karena dengan belajar bahasa Arab maka secara tidak langsung juga
belajar mendalami Qur’an dan Hadist. Kami sering diskusi bersama, dipandu
guru bahasa Arab kami sejak lebih dari 10 tahun, Ustaz H Qomaruddin. Di
mana saja, baik melalui pesan singkat atau lapangan golf kami praktekkan
bahasa arab. Misalnya “ Tafadhol yaa Sayyid , tadrib kurotuka awalan”, ‘ajiib,
dhorobta towiilan” ( “Silahkan Pak, anda memukul lebih dulu”. “Hebaat
pukulan anda jauh”).

Dari kebersamaan sekian lama seperti disampaikan diatas, saya merasakan


bahwa dia itu seorang pemimpin yang baik, jujur, bijak, tegas, kompromistis,
santun dan visioner. Dia juga ceria, senang bergaul tidak pilih-pilih, setia
kawan, rasa sosialnya tinggi, sabar, penolong dan senantiasa menjaga
kesyukuran atas nikmat Tuhan yang dia terima.

Barokallahu fihim, semoga Allah melimpahkan barakah kepada beliau, istri,


anak, mantu dan cucu, atas semua kebaikan beliau, aamiin.

Jakarta, 2 Maret 2014

481

Anda mungkin juga menyukai