Anda di halaman 1dari 9

DEFINISI

Trauma kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik
secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat pada
gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, yang dapat
bersifat temporer ataupun permanent. Menurut Brain Injury Assosiation of
America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat
kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan / benturan
fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran, sehingga
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

ANATOMI
1. Kulit Kepala (Scalp)
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu :
a. Skin atau kulit
b. Connective Tissue atau jaringan penyambung
c. Aponeurosis atau galea aponeurotika
d. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar
e. Perikranium
Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari
perikranium dan merupakan tempat tertimbunnya darah (hematoma
subgaleal). Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila
terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak
kehilangan darah, terutama pada bayi dan anak-anak.

2. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Kalvaria
khususnya di bagian temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot
temporal. Basis kranii berbentuk tidak rata sehinga dapat melukai bagian
dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga
tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior, fosa media, dan fosa
posterior. Fosa anterior adalah tempat lobus frontalis, fosa media adalah
tempat lobus temporalis, dan fosa posterior adalah ruang bagian bawah
batang otak dan serebelum.

3. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari
3 lapisan yaitu : duramater, arakhnoid dan piamater. Duramater adalah
selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada
permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput araknoid
di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdural) yang
terletak antara duramater dan araknoid, dimana sering
dijumpai perdarahan subdural.
Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada
permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut
Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan
subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus
transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat
mengakibatkan perdarahan hebat.
Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan
dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala
dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan dapat menyebabkan
perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri
meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).
Dibawah duramater terdapat lapisan kedua dari meningen, yang tipis
dan tembus pandang disebut lapisan araknoid. Lapisan ketiga adalah
piamater yang melekat erat pada permukaan korteks serebri. Cairan
serebrospinal bersirkulasi dalam ruang sub araknoid.

4. Otak
Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak.
Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks
serebri yaitu lipatan duramater dari sisi inferior sinus sagitalis superior.
Pada hemisfer serebri kiri terdapat pusat bicara manusia. Hemisfer otak
yang mengandung pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer dominan.
Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fiungsi motorik, dan
pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara. Lobus parietal
berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal
mengatur fungsi memori. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses
penglihatan. Batang otak terdiri dari mesensefalon (mid brain), pons, dan
medula oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi
retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula
oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik, yang terus memanjang sampai
medulla spinalis dibawahnya. Lesi yang kecil saja pada batang
otak sudah dapat menyebabkan defisit neurologis yang berat.
Serebelum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan
keseimbangan, terletak dalam fosa posterior, berhubungan dengan medula
spinalis, batang otak, dan juga kedua hemisfer serebri.

5. Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh pleksus khoroideus
dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari
ventrikel lateral melalui foramenmonro menuju ventrikel III kemudian
melalui aquaductus sylvii menuju ventrikel IV.
Selanjutnya CSS keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke dalam
ruang subaraknoid yang berada di seluruh permukaan otak dan medula
spinalis. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui vili
araknoid.

6. Tentorium
Tentorium serebelli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supra
tentorial (terdiri atas fossa kranii anterior dan fossa kranii media) dan ruang
infratentorial (berisi fosa kranii posterior).
Gb. Anatomi Otak Manusia

FISIOLOGI
Mekanisme fisiologis yang berperan antara lain :
7. Tekanan Intra Kranial
Biasanya ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah,
dan cairan serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu
yang menghasilkan suatu tekanan intra kranial normal sebesar 50 sampai
200 mmH2O atau 4 sampai 15 mmHg. Dalam keadaan normal, tekanan
intra kranial (TIK) dipengaruhi oleh aktivitas sehari-hari dan dapat
meningkat sementara waktu sampai tingkat yang jauh lebih tinggi dari
normal.
Ruang intra kranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh
sesuai kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan, yaitu : otak (
1400 g), cairan serebrospinal (sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml).
Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga unsur utama ini
mengakibatkan desakan ruang yang ditempati oleh unsur lainnya dan
menaikkan tekanan intra kranial.

8. Hipotesa Monro-Kellie
Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas
sehingga bila salah satu dari ketiga komponennya membesar, dua
komponen lainnya harus mengkompensasi dengan mengurangi
volumenya (bila TIK masih konstan).
Mekanisme kompensasi intra kranial ini terbatas, tetapi terhentinya
fungsi neural dapat menjadi parah bila mekanisme ini gagal. Kompensasi
terdiri dari meningkatnya aliran cairan serebrospinal ke dalam kanalis
spinalis dan adaptasi otak terhadap peningkatan tekanan tanpa
meningkatkan TIK. Mekanisme kompensasi yang berpotensi
mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran darah ke otak dan
pergeseran otak ke arah bawah ( herniasi ) bila TIK makin meningkat. Dua
mekanisme terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi saraf. Apabila
peningkatan TIK berat dan menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif
dan peningkatan tekanan dapat menyebabkan kematian neuronal
(Lombardo, 2003).

PATOFISIOLOGI TRAUMA KEPALA


Pada trauma kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu
cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada
kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh
benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses
akselerasi-deselerasi gerakan kepala (Gennarelli, 1996 dalam Israr dkk,
2009).
Pada trauma kapitis, dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa
perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil,
tanpa kerusakan pada duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio
di bawah area benturan disebut lesi kontusio “coup”, di seberang area benturan
tidak terdapat gaya kompresi, sehingga tidak terdapat lesi. Jika terdapat lesi,
maka lesi tersebut dinamakan lesi kontusio “countercoup”. Kepala tidak selalu
mengalami akselerasi linear, bahkan akselerasi yang sering dialami oleh kepala
akibat trauma kapitis adalah akselerasi rotatorik. Bagaimana caranya terjadi
lesi pada akselerasi rotatorik adalah sukar untuk dijelaskan secara terinci.
Tetapi faktanya ialah, bahwa akibat akselerasi linear dan rotatorik terdapat lesi
kontusio coup, countercoup dan intermediate. Yang
disebut lesi kontusio intermediate adalah lesi yang berada di antara lesi
kontusio coup dan countrecoup ( Mardjono dan Sidharta, 2008 ).
Akselerasi-deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara
mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang
tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semi solid) menyebabkan
tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intra kranialnya. Bergeraknya isi
dalam tengkorak memaksa otak.

KLASIFIKASI TRAUMA KEPALA


Trauma kepala dibagi menjadi 3, yaitu:
9. Fraktur kalvaria dan
Berdasarkan ATLS (2004) cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai
aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan;
mekanisme, beratnya cedera, dan morfologi.
1. Mekanisme Cedera Kepala
Cedera otak dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera tumpul
biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau
pukulan benda tumpul. Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak
ataupun tusukan.

2. Beratnya Cedera Kepala


Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi
beratnya penderita cedera otak. Penderita yang mampu membuka kedua
matanya secara spontan, mematuhi perintah, dan berorientasi mempunyai
nilai GCS total sebesar 15, sementara pada penderita yang keseluruhan
otot ekstrimitasnya flaksid dan tidak membuka mata ataupun tidak
bersuara maka nilai GCS-nya minimal atau sama dengan 3. Nilai GCS
sama atau kurang dari 8 didefinisikan sebagai koma atau cedera kepala
berat. Berdasarkan nilai GCS, maka penderita cedera kepala dengan nilai
GCS 9-13 dikategorikan sebagai cedera kepala sedang, dan penderita
dengan nilai GCS 14-15 dikategorikan sebagai cedera kepala ringan.

3. Morfologi
a. Fraktur Kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak,
dapat berbentuk garis/linear atau bintang/stelata, dan dapat pula
terbuka ataupun tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya
memerlukan pemeriksaan CT scan dengan teknik “bone window” untuk
memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar
tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk
melakukan pemeriksaan lebih rinci.
Fraktur kranium terbuka dapat mengakibatkan adanya hubungan
antara laserasi kulit kepala dengan permukaan otak karena robeknya
selaput dura. Adanya fraktur tengkorak tidak dapat diremehkan, karena
menunjukkan bahwa benturan yang terjadi
cukup berat.
Menurut Japardi (2004), klasifikasi fraktur tulang tengkorak
sebagai berikut :
1. Gambaran fraktur, dibedakan atas :
a. Linier
b. Diastase
c. Comminuted
d. Depressed
2. Lokasi Anatomis, dibedakan atas :
a. Calvarium / Konveksitas ( kubah / atap tengkorak )
b. Basis cranii ( dasar tengkorak )
3. Keadaan luka, dibedakan atas :
a. Terbuka
b. Tertutup

b. Lesi Intra Kranial


Otak juga dapat mengalami perdarahan dan terdapat perbedaan posisi
yang terkena perdarahan pada kasus trauma kepala tersebut,
diantaranya :
1. Subarachnoid hemorrhage (SAH)
Perdarahan subarachnoid (PSA) menyiratkan adanya darah
didalam ruang subarachnoid akibat beberapa proses patologis.
Penggunaan istilah medis umum SAH merujuk kepada tipe perdarahan
non-traumatik, biasanya berasal dari ruptur aneurisma Berry atau
arteriovenous malformation (AVM)/ malformasi arteriovenosa (MAV)
Perdarahan Epidural. Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan tiba-
tiba ke dalam rongga diantara otak dan selaput otak (rongga
subaraknoid).2 diantara lapisan dalam (pia mater) dan lapisan tengah
(arachnoid mater) para jaringan yang melindungan otak (meninges).3
Subarachnoid hemorrhage adalah gangguan yang mengancam nyawa
yang bisa cepat menghasilkan cacat permanen yang serius.
Perdarahan subarachnoid adalah satu-satunya jenis stroke yang
lebih umum diantara wanita. Perdarahan subarachnoid secara spontan
sering berkaitan dengan pecahnya aneurisma (85%), kerusakan
dinding arteri pada otak. Dalam banyak kasus PSA merupakan kaitan
dari pendarahan aneurisma. Penelitian membuktikan aneurisma yang
lebih besar kemungkinannya bisa pecah. Selanjunya 10% kasus
dikaitkan dengan non aneurisma perimesencephalic hemoragik,
dimana darah dibatasi pada daerah otak tengah. insidennya 62%
pendarahan subarachnoid timbul pertama kali pada 40-60 tahun. Pecahnya
pembuluh darah bisa terjadi pada usia berapa saja, tetapi paling sering
menyerang usia 25-50 tahun. Perdarahan subaraknoid jarang terjadi setelah
suatu cedera kepala. Pada MAV laki-laki lebih banyak daripada wanita

Patofisiologi SAH
Aneurisma merupakan luka yang yang disebabkan karena tekanan
hemodinamic pada dinding arteri percabangan dan perlekukan.
Saccular atau biji aneurisma dispesifikasikan untuk arteri intracranial
karena dindingnya kehilangan suatu selaput tipis bagian luar dan
mengandung faktor adventitia yang membantu pembentukan
aneurisma. Suatu bagian tambahan yang tidak didukung dalam ruang
subarachnoid. Aneurisma kebanyakan dihasilkan dari terminal
pembagi dalam arteri karotid bagian dalam dan dari cabang utama
bagian anterior pembagi dari lingkaran wilis. Selama 25 tahun John
Hopkins mempelajari otopsi terhadap 125 pasien bahwa pecah atau
tidaknya aneurisma dihubungkan dengan hipertensi, cerebral
atheroclerosis, bentuk saluran pada lingkaran wilis, sakit kepala,
hipertensi pada kehamilan, kebiasaan menggunakan obat pereda nyeri,
dan riwayat stroke dalam keluarga yang semua memiliki hubungan
dengan bentuk aneurisma sakular.
2. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan
epidural. Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil di
permukaan korteks serebri. Perdarahan subdural biasanya menutupi
seluruh permukaan hemisfer otak. Biasanya kerusakan otak lebih
berat dan prognosisnya jauh lebih buruk
dibandingkan perdarahan epidural.
3. Kontusio dan perdarahan intraserebral
Kontusio serebri sering terjadi dan sebagian besar terjadi di
lobus frontal dan lobus temporal, walaupun dapat juga terjadi pada
setiap bagian dari otak. Kontusio serebri dapat, dalam waktu
beberapa jam atau hari, berubah menjadi perdarahan intra serebral
yang membutuhkan tindakan operasi.

Untuk menyatakan suatu diagnosa pada kasus-kasus diatas, ada beberapa


pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk memastikannya. Salah satunya
adalah dengan pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan radiologi pada kasus trauma
kepala tersebut adalah Foto Polos Kepala, CT-Scan Kepala dan MRI. Berikut
adalah penjelasan mengenai pemeriksaan radiologi tersebut dan beberapa kasus
trauma kepala yang berkaitan dengan hal itu.

Anda mungkin juga menyukai