Anda di halaman 1dari 49

PROPOSAL RONDE KEPERAWATAN

RENCANA PELAKSANAAN RONDE KEPERAWATAN PADA PASIEN


TN.S DENGAN MASALAH KEPERAWATAN NYERI AKUT DENGAN
DIAGNOSIS GANGREN DM TIPE 2 DI RUANG MAWAR
RSUD KOTA BANDUNG

DISUSUN OLEH :

ALFIAH NURJANAH 4006190002


KIKI ANWAR 4006190086
MARDIANA 40061900007
NIKOLAUS SIMON 4006190099

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA
BANDUNG
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mananajemen keperawatan adalah proses bekerja melalui staff
keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara professional.
Disini dituntut tugas manajer keperawatan untuk merencanakan,
mengorganisir, memimpin dan mengevaluasi sarana dan prasarana yang
tersedia untuk memberikan asuhan keperawatan seefektif dan seefisien
mungkin bagi individu, keluarga, dan masyarakat (Gillies, 1996).
Dalam pelaksanaan manajemen terdapat Model Praktik Keperawatan
Professional ( MPKP ) yang di dalamnya terdapat kegiatan ronde
keperawatan.Ronde keperawatan adalah suatu kegiatan dimana perawat
primer, perawat asosiet serta tenaga kesehatan yang lain bekerja sama untuk
menyelesaikan masalah klien, danklien dilibatkan secara langsung dalam
proses penyelesaian masalah tersebut.Ronde keperawatan diperlukan agar
masalah klien dapat teratasi dengan baik, sehingga semua kebutuhan dasar
klien dapat terpenuhi.
Salah satu asuhan keperawatan klien yang belum teratasi dengan baik
adalah pada pasien yang di diagnosa medis mengalami diagnosis gangren dm
tipe 2. Pasien sudah 7 hari menjalani perawatan di rumah sakit dengan asuhan
keperawatan yang telah diberikan, akan tetapi belum ada perbaikan kondisi.
Maka dari itu, kami selaku perawat ingin melakukan ronde keperawatan
untuk mengatasi masalah tersebut.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Management Keperawatan.
2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan keperawatan diharapkan seluruh tim kesehatan mampu :
a. Menjustifikasi masalah yang belum teratasi.
b. Mendiskusikan penyelesaian masalah dengan perawat primer dan tim
kesehatan lain.
c. Menemukan alasan ilmiah terhadap masalah pasien.
d. Merumuskan intervensi keperawatan yang tepat sesuai masalah pasien

C. Manfaat
1. Bagi Pasien
Dengan adanya ronde keperawatan , masalah pasien dapat teratasi dan
kebutuhan pasien dapat terpenuhi.
2. Bagi Perawat
Dengan adanya ronde keperawatan, akan dapat terciptanya komunitas
keperawatan yang profesional, terjalin kerja sama antar tim kesehatan, dan
perawat dapat melaksanakan model asuhan keperawatan dengan tepat dan
benar.
3. Bagi Ruwangan
.................
BAB II
RENCANA PROPOSAL RONDE KEPERAWATAN

A. Ronde Keperawatan
1. Pengertian
Menurut Kozier et al. (2004) menyatakan bahwa ronde keperawatan
merupakan prosedur dimana dua atau lebih perawat mengunjungi pasien
untuk mendapatkan informasi yang akan membantu dalam merencanakan
pelayanan keperawatan dan memberikan kesempatan pada pasien untuk
mendiskusikan masalah keperawatannya serta mengevaluasi pelayanan
keperawatan yang telah diterima pasien. Ronde keperawatan dilakukan
oleh teacher nurse atau head nurs dengan anggota stafnya atau siswa
untuk pemahaman yang jelas tentang penyakit dan efek perawatan untuk
setiap pasien (Clement, 2011).
Ronde keperawatan adalah suatu kegiatan untuk mengatasi
keperawatan klien yang dilaksanakan oleh perawat dengan melibatkan
pasien untuk membahas & melaksanakan asuhan keperawatan, yang
dilakukan oleh Perawat Primer dan atau konsuler, kepala ruang, dan
Perawat pelaksana, serta melibatkan seluruh anggota tim. Karakteristik
ronde keperawatan adalah sebagai berikut:
a. Klien dilibatkan secara langsung.
b. Klien merupakan fokus kegiatan.
c. Perawat pelaksana, perawat primer dan konsuler melakukan diskusi
bersama.
d. Konsuler memfasilitasi kreatifitas.
e. Konsuler membantu mengembangkan kemampuan perawat asosiet dan
perawat primer dalam meningkatkan kemampuan dalam mengatasi
masalah.
2. Manfaat Ronde Keperawatan
a. Masalah dan kebutuhan pasien dapat teratasi dan terpenuhi
b. Terciptanya komunikasi keperawatan yang profesional
c. Terjalinnya kerjasama antar tim kesehatan
d. Perawat dapat melaksanakan model asuhan keperawatan dengan tepat
dan benar
3. Kriteria Klien
Pasien yang diilih untuk dilakukan ronde keperawatan adalah pasien yang
memiliki kreteria sebagai berikut :
a. Mempunyai masalah keperawatan yang belum teratasi meskipun sudah
dilakukan tindakan keperawatan
b. Pasien dengan kasus baru atau langka
4. Metode yang Biasa Digunakan
.........................

5. Langkah-langkah dalam ronde keperawatan


a. Persiapan
1) Penetapan kasus minimal 1 hari sebelum waktu pelaksanaan ronde.
Kriteria kasus yang diangkat :
a) Pasien dengan masalah keperawatan yang belum teratasi
meskipun sudah dilakukan tindakan keperawatan.
b) Pasien dengan kasus baru atau langka.
2) Pemberian inform consent kepada klien/ keluarga.
b. Pelaksanaan
1) Penjelasan tentang klien oleh perawat primer dalam hal ini
penjelasan difokuskan pada masalah keperawatan dan rencana
tindakan yang akan/ telah dilaksanakan dan memilih prioritas yang
perlu didiskusikan.
2) Diskusikan antar anggota tim tentang kasus tersebut.
3) Pemberian justifikasi oleh perawat primer/ perawat konselor/ kepala
ruangan tentang masalah klien serta tindakan yang akan dilakukan.
4) Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah dan yang
akan ditetapkan.
c. Pasca Ronde
Mendiskusikan hasil temuan dan tindakan pada klien tersebut serta
menetapkan tindakan yang perlu dilakukan.
d. Kriteria Evaluasi
Kriteria evaluasi pada pelaksanaan ronde keperawatan adalah sebagai
berikut.
1) Struktur
a) Persyaratan administratif (informed consent, alat dan lainnya).
b) Tim ronde keperawatan hadir ditempat pelaksanaan ronde
keperawatan.
c) Persiapan dilakukan sebelumnya.
2) Proses
a) Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir.
b) Seluruh perserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran
yang telah ditentukan.
3) Hasil
a) Klien merasa puas dengan hasil pelayanan.
b) Masalah klien dapat teratasi.
6. Peran Masing-masing Anggota Tim
Komponen yang terlibat dalam kegiatan ronde keperawatan ialah
perawat primer dan perawat konselor, kepala ruangan, perawat associate,
serta melibatkan seluruh anggota tim kesehatan lainnya. Berikut peran dari
setiap komponen :
a. Peran Ketua Tim dan Anggota Tim
1) Menjelaskan keadaan dan data demografi klien.
2) Menjelaskan masalah keperawata utama.
3) Menjelaskan intervensi yang belum dan yang akan dilakukan.
4) Menjelaskan tindakan selanjutnya.
5) Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang akan diambil.
b. Peran konseloratau time medis lain
1) Memberikan justifikasi.
2) Memberikan reinforcement.
3) Menilai kebenaran dari suatu masalah, intervensi keperawatan serta
tindakanyang rasional
4) Mengarahkan dan mengkoreksi.
5) Mengintegrasikan teori dan konsep yang telah dipelajari.
c. Peran tim kesehatan lain
1) Memberikan masukan mengenai intervensi sesuai dengan
jobdesknya.
2) Membantu memecahkan masalah yang dihadapi.

7. Kriteria Evaluasi
Kriteria evaluasi pada pelaksanaan ronde keperawatan adalah sebagai
berikut :
1) Struktur
1) Ronde keperawatan dilaksanakan diruang Alamanda B RSUP
DR Hasan Sadikin Bandung
2) Peserta keperawatann hadir ditempat pelaksanaan ronde
keperawatan
3) Persiapan dilakukan sebelumnya
b. Proses
1) Peserta mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
2) Seluruh peserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai
peran yang telah ditentukan
c. Hasil
1) Pasien merasa puas dengan hasil pelayanan
2) Masalah pasien dapat teratasi

8. Penutup
Cukup sekian dan terimakasih

Bandung, 03 Januari 2020


Ketua Ruangan

.......................................
RENCANA PELAKSANAAN RONDE KEPERAWATAN PADA KLIEN
TN. S DENGAN MASALAH KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA
DIAGNOSIS MEDIS GANGREN DM TIPE 2 DI RUANG MAWAR
RSUD KOTA BANDUNG

Topik : Asuhan keperawatan pada klien dengan gangren dm tipe 2


Sasaran : Klien
Waktu : 45 menit (Pukul 08:00 - Selesai WIB)
Hari/tanggal : Jumat/03-01-2020

1. Tujuan Ronde Keperawatan


a. Tujuan ronde keperawatan bagi perawat menurut Armola et al. (2010)
adalah:
1) Melihat kemampuan staf dalam managemen pasien.
2) Mendukung pengembangan profesional dan peluang pertumbuhan.
3) Meningkatkan pengetahuan perawat dengan menyajikan dalam format
studi kasus.
4) Menyediakan kesempatan pada staf perawat untuk belajar
meningkatkanpenilaian keterampilan klinis.
5) Membangun kerjasama dan rasa hormat, serta .
6) Meningkatkan retensi perawat berpengalaman dan mempromosikan
kebanggaan dalam profesi keperawatan
b. Tujuan ronde keperawatan bagi pasien menurut Clement (2011) yaitu:
1) Untuk mengamati kondisi fisik dan mental pasien dan kemajuan hari
ke hari .
2) Untuk mengamati pekerjaan staff.
3) Untuk membuat pengamatan khusus bagi pasien dan memberikan
laporan kepada dokter mengenai, missal: luka, drainasi, perdarahan,
dsb.
4) Untuk memperkenalkan pasien ke petugas dan sebaliknya.
5) Untuk melaksanakan rencana yang dibuat untuk perawatan pasien.
6) Untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan kepuasan pasien .
7) Untuk memastikan bahwa langkah-langkah keamanan yang diberikan
kepada pasien.
8) Untuk memeriksakan kondisi pasien sehingga dapat dicegah, seperti
ulcus decubitus, foot drop, dsb.
9) Untuk membandingkan manifestasi klinis penyakit pada pasien
sehingga perawat memperoleh wawasan yang lebih baik.
10) Untuk memodifikasi tindakan keperawatan yang diberikan

2. Sasaran
Pasien Tn. S (67 tahun) dirawat 6 hari di ruang mawar kamar 102 bet 6.

3. Materi
Teori asuhan keperawatan dengan pasien gangren tipe 2. Masalah-masalah
yang muncul pada pasien Tn. S dengan Nyeri akut yang berhubungan dengan
Post op.

4. Metode
Diskusi

5. Media
a. Dokumen pasien status pasien
b. Sarana diskusi : kertas, pulpen

6. Proses Ronde
Waktu Tahap Kegiatan Pelaksana Kegiatan Tempat
pasien
1 hari Pra Pra Ronde: Penanggung Ruang
sebelum ronde 1. Menentukan kasus & topik jawab : Mawar
ronde 2. Menentukan Tim ronde -
3. Informed Consent
4. Membuat Pra planning
5. Diskusi
6. Mencari Sumber Literatur
5 menit Ronde Pembukaan: Kepala - Nurse
1. Salam pembuka ruangan station
2. Memperkenalkan tim ronde (Karu)
3. Menyampaikan identitas dan
masalah pasien
4. Menjelaskan tujuan ronde
30 menit Penyajian masalah PP Mendengark Nurse
1. Memberi salam dan an station
memperkenalkan pasien dan
keluarga kepada tim ronde
2. Menjelaskan riwayat penyakit
dan keperawatan klien
3. Menjelaskan masalah klien dan
rencana tindakan yang telah
dilaksanakan dan menetapkan
prioritas yg perlu didiskusikan

Validasi data
4. Mencocokkan dan menjelaskan Karu, PP, Memberikan Ruang
kembali data yg telah konselor respon dan perawatan
disampaikan menjawab
5. Diskusi antar anggota tim dan pertanyaan
pasien ttg masalah keperawatan Karu, PP,
konselor
6. Pemberian justifikasi primer /
konselor / karu ttg masalah
pasien serta rencana tindakan
yg akan dilakukan
7. Menentukan tindakan Karu
keperawatan pada masalah
prioritas yg telah ditetapkan
10 menit Pasca 1. Evaluasi dan rekomendasi Karu, Nurse
ronde intervensi keperawatan supervisor, station
2. Penutup konselor,
pembimbing

7. Kriteria Evaluasi
a. Struktur
1) Ronde keperawatan dilaksanakan diruang Alamanda B RSUP DR
Hasan Sadikin Bandung
2) Peserta keperawatann hadir ditempat pelaksanaan ronde keperawatan
3) Persiapan dilakukan sebelumnya
b. Proses
1) Peserta mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
2) Seluruh peserta berperan aktif dalam kegiatan ronde sesuai peran
yang telah ditentukan
c. Hasil
1) Pasien merasa puas dengan hasil pelayanan
2) Masalah pasien dapat teratasi

8. Pengorganisasian
a. Kepala ruangan : Kiki Anwar
b. Ketua Tim : Nikolaus Simon
c. PP I : Alfiah Nurjanah
d. PP II : Mardiana
e. Keluarga Pasien :
Bandung, ...........
Kepala Ruangan Perawat Primer / Katim

( ) ( )
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
STIKES DHARMA HUSADA BANDUNG

SURAT PERSETUJUAN

Yangbertanda tangan dibawah ini :


Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
No.KTP/SIM/lainnya :
Alamat :
Untuk : O Diri sendiri O Isteri O Suami
O Anak O Orang Tua O Lainnya
Nama Klien :
Umur
Jenis Kelamin :
Alamat :
Ruangan :
Rekam Medis No. :
Dengan ini menyatakan sesungguhnya telah :
Memberikan Persetujuan dan telah mendapatkan penjelasan yang
sejelasnya tentang maksud dilakukan Ronde keperawatan dan tidak akan
melakukan tuntutan/ gugatan dikemudian hari atas tindakan tersebut.
Demikianlah persetujuan ini diberikan agar dipergunakan sebagaimana
mestinya.

Bandung, ..............................
Perawat Yang Menerangkan

.............................................. ...........................................
Nama Perawat Nama Jelas

Saksi-saksi : Tanda Tangan

1. …………………………….. 1. ……………………
2. …………………………….. 2..……………………
DOKUMENTASI RONDE KEPERAWATAN

I. IDENTITAS KLIEN
Nama Klien : Tn.S
Umur : 67 th
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Ruangan : Mawar Kamar 102 Bet 6
Rekam Medis No. : 127722
Diagnosa Medis : Gangren DM Tipe 2

II. MASALAH-MASALAH KEPERAWATAN


1. Nyeri Akut berhubungan dengan post op
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan Konfusi dalam gambaran
mental tentang diri-fisik individu
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak mampuan beraktivitas
4. Resiko infeksi berhubungan dengan

III. SARAN
……………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………….
Bandung, 03 Januari 2020
Kepala Ruangan Ketua Kelompok

( ) ( )
BAB III
KONSEP DASAR TEORI KEPERAWATAN
PADA KLIENDENGAN TN.S DENGAN GANGREN DM TIPE 2
A. Materi
1. Definisi

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai

dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme

karbohirat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi

insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan

menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler, makrovaskuler, dan

neuropati (Yuliana elin, 2009 dalam NANDA NIC NOC 2015).

Ganggren diabetik adalah nekrosis jaringan pada bagian tubuh

perifer akibat penyakit diabetes mellitus. Biasanya gangren tersebut terjadi

pada daerah tungkai. Keadaan ini ditandai dengan pertukaran sekulitis dan

timbulnya vesikula atau bula yang hemoragik kuman yang biasa

menginfeksi pada gangren diabetik adalah streptococcus (Soeatmaji,

2006).

2. Etiologi

Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik

dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen.

a) Faktor endogen :

1) Genetik

2) Metabolik

3) Angiopati diabetik

4) Neuropati diabetik
b) Faktor eksogen :

1) Trauma

2) Infeksi

3) Obat

Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh pada ulkus atau

gangrene kaki diabetik secara garis besar menurut Tjokroprawiro, (2006)

dibedakan menjadi 2 yaitu :

1) Faktor endogen: neuropati, angiopati, menurunnya system imun

2) Faktor eksogen: trauma, dan Infeksi

Berbagai faktor resiko yang dapat mempengaruhi timbulnya

gangren diabetik adalah neuropati, iskemia, dan infeksi (Sutjahyo, 1998).

Iskemia disebabkan karena adanya penurunan aliran darah di tungkai

akibat mikroangiopati (aterosklerosis) dari pembuluh darah besar di

tungkai terutama pembuluh darah di daerah betis. Hal ini disebabkan

karena beberapa faktor resiko lebih banyak dijumpai pada diabetes

mellitus sehingga memperburuk fungsi endotel yang berperan terhadap

terjadinya proses atherosklerosis. Kerusakan endotel ini merangsang

agregasi platelet dan timbul trombosis, selanjutnya akan terjadi

penyempitan pembuluh darah dan timbul hipoksia. Iskemia atau gangren

diabetik dapat terjadi akibat dari atherosklerosis yang disertai trombosis,

pembentukan mikrotrombin akibat infeksi, kolesterol emboli yang

berasal dari plak atheromatous dan obat – obat vasopressor.


3. Manifestasi Klinis

Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas

walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh

peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses

mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan

secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :

a. Pain (nyeri).

b. Paleness (kepucatan).

c. Paresthesia (kesemutan).

d. Pulselessness (denyut nadi hilang)

e. Paralysis (lumpuh).

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut

pola dari fontaine:

a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).

b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten.

c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.

d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)

(Smeltzer dan Bare, 2001: 1220).

Gambaran klinik yang tampak adalah penderita mengeluh nyeri

tungkai bawah waktu istirahat, kesemutan, cepat lelah, pada perabaan

terasa dingin, pulsasi pembuluh darah kurang kuat dan didapatkan ulkus

atau gangren. Adanya neurophaty perifer akan menyebabkan gangguan

sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan

hilangnya atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga penderita


akan mengalami trauma tanpa terasa, yang mengakibatkan terjadinya

atropi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang mengakibatkan

pula terjadinya ulkus pada kaki. Ulkus yang terjadi pada kaki diabetik

umumnya diakibatkan karena trauma ringan, ulkus ini timbul didaerah-

daerah yang sering mendapat tekanan atau trauma pada telapak kaki, hal

ini paling sering terjadi, didaerah sendi metatarsofalangeal satu dan lima

didaerah ibu jari kaki dan didaerah tumit. Mula-mula inti penebalan hiper

keratotik dikulit telapak kaki, kemudian penebalan tersebut mengalami

trauma disertai dengan infeksi sekunder. Ulkus terjadi makin lama makin

dalam mencapai daerah subkutis dan tampak sebagaii sinus atau kerucut

bahkan sampai ketulang. Infeksi sendiri jarang merupakan faktor tunggal

untuk terjadinya gangren. Infeksi lebih sering merupakan komplikasi

yang menyertai gangren akibat ischemia dan neuropathy. Ulkus

berbentuk bullae, biasanya berdiameter lebih dari satu sentimeter dan

terisi masa, sisa-sisa jaringan tanduk, lemak pus dan krusta diatas dasar

granulomatous. Ulkus berjalan progresif secara kronik, tidak terasa nyeri

tetapi kadang-kadang ada rasa sakit yang berasal dari struktur jaringan

yang lebih dalam atau lebih luar dari luka. Bila krusta dan produk-produk

ulkus dibersihkan maka tampak ulkus yang dalam seperti kerucut, ulkus

ini dapat lebih progresif bila tidak diobati dan dapat terjadi periostitis

atau osteomyelitis oleh infeksi sekunder akibatnya timbul osteoporosis,

osteolisis dan destruktif tulang.

Gejala Umum Penderita dengan gangren diabetik, sebelum terjadi

luka keluhan yang timbul adalah berupa kesemutan atau kram, rasa
lemah dan baal pada tungkai dan nyeri pada waktu istirahat. Akibat dari

keluhan ini, maka apabila penderita mengalami trauma atau luka kecil hal

tersebut tidak dirasakan. Luka tersebut biasanya disebabkan karena

penderita tertusuk atau terinjak paku kemudian timbul gelembung-

gelembung pada telapak kaki. Kadang menjalar sampai punggung kaki

dimana tidak menimbulkan rasa nyeri, sehingga bahayanya mudah terjadi

infeksi pada gelembung tersebut dan akan menjalar dengan cepat

(Sutjahyo A, 1998 ). Apabila luka tersebut tidak sembuh-sembuh, bahkan

bertambah luas baru penderita menyadari dan mencari pengobatan.

Biasanya gejala yang menyertai adalah kemerahan yang makin meluas,

rasa nyeri makin meningkat, panas badan dan adanya nanah yang makin

banyak serta adanya bau yang makin tajam.

4. Klasifikasi

Wagner (1983) membagi gangren diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu

a) Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan

kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki.

b) Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.

c) Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.

d) Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanda osteomielitis.

e) Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan

atau tanpa selulitis.

f) Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.


Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren diabetik

menjadi dua golongan :

a) Gangren diabetik akibat Iskemia

Gangren diabetic jenis ini disebabkan penurunan aliran darah ke

tungkai akibat adanya mikroangiopati (aterosklerosis) dari pembuluh

darah besar di tungkai, terutama di daerah betis.

Gambaran klinis :

1) Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat

2) Pada perabaan terasa dingin

3) Pulsasi pembuluh darah kurang kuat

4) Didapatkan ulkus sampai gangren

b) Gangren diabetik akibat neuropati

Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan

dari sirkulasi. Klinis dijumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan,

mati rasa, oedem kaki dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba

baik.

5. Patofisiologi

Sebagian besar patologi Diabetes Mellitus dapat dikaitkan dengan

satu dari tiga efek utama kekurangan insulin sebagai berikut :

Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat

peningkatan konsentrasi glukosa darah setinggi 300 sampai 1200

mg/hari/100 ml. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah-daerah

penyimpanan lemak, menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun


pengendapan lipid pada dinding vaskuler yang mengakibatkan

aterosklerosis. Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.

Akan tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada

Diabetes Mellitus yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam

urine penderita Diabetes Mellitus. Bila jumlah glukosa yang masuk

tubulus ginjal dan filtrasi glomerulus meningkat kira-kira diatas 225

mg.menit glukosa dalam jumlah bermakna mulai dibuang ke dalam urine.

Jika jumlah filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap menit tetap, maka

luapan glukosa terjadi bila kadar glukosa meningkat melebihi 180 mg%.

Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme karbohidrat ke

metabolisme telah dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan hampir

semua energinya pada lemak, kadar asam aseto – asetat dan asam

Bihidroksibutirat dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1 Meq/Liter

sampai setinggi 10 Meq/Liter.


6. Pathway
7. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis DM dapat ditegakkan dari keluhan dan gejala khas

ditandai hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang lebih dari

200mg/dl atau glukosa darah puasa sama dengan atau lebih dari

126mg/dl. Apabila hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan,

pemeriksaan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) diperlukan untuk

memastikan diagnosis DM. untuk diagnosis DM dan gangguan toleransi

glukosa lainnya diperiksa glukosa darah 2 jam setelah beban glukosa.

Sekurang-kurangnya diperlukan kadar glukosa darah 2 kali abnormal

untuk penegakan diangnosis DM pada hari yang lain atau TTGO yang

abnornal (Feisol Al Fady, 2015). Toleransi glukosa diklasifikasikan

menjadi 3 kategori berdasarkan kadar glukosa puasa (KGP) yaitu normal

jika kadar glukosa puasa < 100 mg/dl, jika kadar glukosa puasa = 100-

125 mg/dl menandakan adanya gangguan pada kadar glukosa puasa dan

pada pasien DM kadar glukosa puasa ≥ 126 mg/dl (Sudoyo et al. 2006).

Negatif DM Belum Pasti DM Positif DM

Kadar glukosa darah

sewaktu

- Plasma vena < 110 110-199 > 200

- Darah kapiler < 90 90-199 > 200

Kadar glukosa darah

puasa

- Plasma vena < 110 110-125 > 126


- Darah kapiler < 90 90-109 > 126

Sumber : (Feisol Al Fady, 2015).

8. Penatalksanaan

Pengobatan dan perawatan pengobatan dari gangren diabetik sangat

dipengaruhi oleh derajat dan dalamnya ulkus, apabila dijumpai ulkus

yang dalam harus dilakukan pemeriksaan yang seksama untuk

menentukan kondisi ulkus dan besar kecilnya debridement yang akan

dilakukan.

Dari penatalaksanaan perawatan luka diabetik ada beberapa tujuan

yang ingin dicapai, antara lain :

a) Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab

b) Optimalisasi suanana lingkungan luka dalam kondisi lembab

c) Dukungan kondisi klien atau host (nutrisi, kontrol DM, kontrol faktor

penyerta)

d) Meningkatkan edukasi klien dan keluarga

Perawatan luka diabetik :

a) Mencuci luka

Mencuci luka merupakan hal pokok untuk meningkatkan,

memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka serta


menghindari kemungkinan terjaadinya infeksi. Proses pencucian luka

bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis, cairan luka yang

berlebihan, sisa balutan yang digunakan dan sisa metabolik tubuh

pada permukaan luka. Cairan yang terbaik dan teraman untuk mencuci

luka adalah yang non toksik pada proses penyembuhan luka (misalnya

NaCl 0,9%). Penggunaan hidrogenperoxida, hypoclorite solution dan

beberapa cairan debridement lainnya, sebaliknya hanya digunakan

pada jaringan nekrosis / slough dan tidak digunakan pada jaringan

granulasi. Cairan antiseptik seperti provine iodine sebaiknya hanya

digunakan saat luka terinfeksi atau tubuh pada keadaan penurunan

imunitas, yang kemudian dilakukan pembilasan kembali dengan

saline. (Gitarja, 1999).

b) Debridement

Debridement adalah pembuangan jaringan nekrosis atau slough

pada luka. Debridement dilakukan untuk menghindari terjadinya

infeksi atau selulitis, karena jaringan nekrosis selalu berhubungan

dengan adanya peningkatan jumlah bakteri. Setelah debridement,

jumlah bakteri akan menurun dengan sendirinya yang diikuti dengan

kemampuan tubuh secara efektif melawan infeksi. Secara alami dalam

keadaan lembab tubuh akan membuang sendiri jaringan nekrosis atau

slough yang menempel pada luka (peristiwa autolysis). Autolysis

adalah peristiwa pecahnya atau rusaknya jaringan nekrotik oleh

leukosit dan enzim lyzomatik. Debridement dengan sistem autolysis

dengan menggunakan occlusive dressing merupakan cara teraman


dilakukan pada klien dengan luka diabetik. Terutama untuk

menghindari resiko infeksi. (Gitarja W, 1999; hal. 16). Terapi

Antibiotika Pemberian antibiotika biasanya diberikan peroral yang

bersifat menghambat kuman gram positip dan gram negatip. Apabila

tidak dijumpai perbaikan pada luka tersebut, maka terapi antibiotika

dapat diberikan perparenteral yang sesuai dengan kepekaan kuman.

(Sutjahyo A, 1998 ).

c) Nutrisi

Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor penting yang

berperan dalam penyembuhan luka. Penderita dengan ganren diabetik

biasanya diberikan diet B1 dengan nilai gizi : yaitu 60% kalori

karbohidrat, 20% kalori lemak, 20% kalori protein. (Tjokroprawiro,

A, 2006).

d) Pemilihan jenis balutan

Tujuan pemilihan jenis balutan adalah memilih jenis balutan

yang dapat mempertahankan suasana lingkungan luka dalam keadaan

lembab, mempercepat proses penyembuhan hingga 50%, absorbsi

eksudat / cairan luka yanag keluar berlebihan, membuang jaringan

nekrosis / slough (support autolysis ), kontrol terhadap infeksi /

terhindar dari kontaminasi, nyaman digunakan dan menurunkan rasa

sakit saat mengganti balutan dan menurunkan jumlah biaya dan waktu

perawatan (cost effektive). Jenis balutan: absorbent dressing,

hydroactive gel, hydrocoloid. (Gitarja, 1999).


Selain pengobatan dan perawatan diatas, perlu juga pemeriksaan

Hb dan albumin minimal satu minggu sekali, karena adanya anemia

dan hipoalbumin akan sangat berpengaruh dalam penyembuhan luka.

Diusahakan agar Hb lebih 12 g/dl dan albumin darah dipertahankan

lebih 3,5 g/dl. Dan perlu juga dilakukan monitor glukosa darah secara

ketat, Karena bila didapatkan peningkatan glukosa darah yang sulit

dikendalikan, ini merupakan salah satu tanda memburuknya infeksi

yang ada sehingga luka sukar sembuh. Untuk mencegah timbulnya

gangren diabetik dibutuhkan kerja sama antara dokter, perawat dan

penderita sehingga tindakan pencegahan, deteksi dini beserta

terapi yang rasional bisa dilaksanakan dengan harapan biaya yang

besar, morbiditas penderita gangren dapat ditekan serendah-

rendahnya. Upaya untuk pencegahan dapat dilakukan dengan cara

penyuluhan dimana masing-masing profesi mempunyai peranan yang

saling menunjang. Dalam memberikan penyuluhan pada penderita ada

beberapa petunjuk perawatan kaki diabetik (Sutjahyo A, 1998 ):

a) Gunakan sepatu yang pas dan kaos kaki yang bersih setiap saat

berjalan dan jangan bertelanjang kaki bila berjalan

b) Cucilah kaki setiap hari dan keringkan dengan baik serta

memberikan perhatian khusus pada daerah sela-sela jari kaki

c) Janganlah mengobati sendiri apabila terdapat kalus, tonjolan kaki

atau jamur pada kuku kaki

d) Suhu air yang digunakan untuk mecuci kaki antara 29,5 – 30

derajat celsius dan diukur dulu dengan termometer


e) Janganlah menggunakan alat pemanas atau botol diisi air panas

f) Langkah-langkah yang membantu meningkatkan sirkulasi pada

ekstremitas bawah yang harus dilakukan, yaitu :

1) Hindari kebiasaan merokok

2) Hindari bertumpang kaki duduk

3) Lindungi kaki dari kedinginan

4) Hindari merendam kaki dalam air dingin

g) Gunakan kaos kaki atau stoking yang tidak menyebabkan tekanan

pada tungkai atau daerah tertentu

h) Periksalah kaki setiap hari dan laporkan bila terdapat luka, bullae

kemerahan atau tanda-tanda radang, sehingga segera dilakukan

tindakan awal

i) Jika kulit kaki kering gunakan pelembab atau cream.

9. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

a) Pengkajian Keperawatan

1) Identitas penderita

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,

pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor

register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.

2) Keluhan Utama

Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang

menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau,

adanya nyeri pada luka.

3) Riwayat kesehatan sekarang


Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan

pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering,

merah, dan bola mata cekung. Sakit kepala, menyatakan seperti

mau muntah, kesemutam, lemah otot, disorientasi, letargi, koma

dan bingung.

4) Riwayat kesehatan lalu

Biasanya klien DM mempunya riwayat hipertensi, penyakit

jantung seperti Infark Miokard, gout.

5) Riwayat kesehatan keluarga :

Biasanya ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM

6) Pengkajian Pola Kesehatan

 Pola persepsi – penanganan kesehatan

Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan

persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya

pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetik sehingga

menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan

kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan

perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita DM tidak

menyadari akan terjadinya resiko kaki diabetik bahkan mereka

takut akan terjadinya amputasi (Debra Clair, journal februari

2011).

 Pola nutrisi metabolik

Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya

defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat


dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing,

banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan

mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya

gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi

status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan

menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.

 Pola eliminasi

Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya dieuresis

osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri)

dan oengeluaran glukosa pada urine (glukosuria). Pada

eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.

 Pola aktivitas dan latihan

Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot,

gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu

melakukan aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya

luka gangren dan kelemahan otot-otot pada tungkai bawah

menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas

sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami

kelelahan.

 Pola tidur dan istirahat

Istirahat tidak efektif adanya poliuri, nyeri pada kaki

yang luka sehingga klien mengalami kesulitan tidur.

 Pola kognitif persepsi


Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati /

mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri.

Pengecapan mengalami penurunan, gangguan penglihatan.

 Pola persepsi dan konsep diri

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan

menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran

diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya

biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien

mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self

esteem).

 Pola peran hubungan

Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan

penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.

 Pola seksualitas reproduksi

Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ

reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seks,

gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada

proses ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan pada

daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten

pada pria. Resiko lebih tinggi terkena kanker prostat

berhubungan dengan nefropati (Chin-Hsiao Tseng on journal,

Maret 2011).
 Pola koping toleransi

Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,

perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan

reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan,

mudah tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan

penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping

konstruktif / adaptif.

 Pola nilai kepercayaan

Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi

tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam

melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah

penderita.

10. Pemeriksaan Diagnostik

 Gula darah meningkat biasanya > 200 mg/dl

 Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok

 Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt

 Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis

metabolik)

 Alkalosis respiratorik

 Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,

hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.

 Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan

fungsi ginjal.

 Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.


 Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I),

normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan

insufisiensi insulin.

 Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid

dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.

 Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin

meningkat.

 Kultur : kemungkinan infeksi pada luka.

11. Diagnosa Keperawatan

a. Kerusakan integritas kulit

b. Nyeri

c. Intoleransi aktivitas

d. Gangguan citra tubuh

12. Rencana Asuhan Keperawatan

TUJUAN DAN
NO DIAGNOSA NIC
KRITERIA HASIL
1. Kerusakan NOC : 1) Kaji luas dan keadaan luka serta
Integritas Kulit Tercapainya proses proses penyembuhan.
penyembuhan luka. 2) Rawat luka dengan baik dan
Definisi : benar : Membersihkan luka
kerusakan Kriteria Hasil : secara aseptik menggunakan
jaringan a. Berkurangnya larutan yang tidak iritatif, angkat
epidermis dan oedema sekitar sisa balutan yang menempel
dermis luka. pada luka dan nekrotomi
b. Pus dan jaringan yang mati.
Data pendukung : jaringan 3) Kolaborasi dengan dokter untuk
- Kerusakan berkurang pemberian insulin, pemeriksaan
lapisan kulit c. Adanya kultur pus pemeriksaan gula
- Gangguan jaringan darah pemberian anti biotik.
permukaan kulit granulasi.
- Invasi struktur a. Bau busuk luka
tubuh berkurang.
Outcome
Kontrol resiko
proses infeksi
Definisi :
tindakan individu
dalam mencegah,
mengurangi dan
menurunkan
ancaman infeksi.

2. Ganguan rasa NOC : 1) Kaji tingkat, frekuensi, dan


nyaman ( nyeri ) Rasa nyeri hilang/ reaksi nyeri yang dialami pasien.
berkurang. 2) Jelaskan pada pasien tentang
Definisi : sebab-sebab timbulnya nyeri.
Pengalaman Kriteria hasil : 3) Atur posisi pasien senyaman
sensorik dan a. Klien secara mungkin sesuai keinginan
emosional yang verbal pasien.
tidak mengatakan 4) Lakukan massage saat rawat
menyenangkan nyeri berkurang luka.
yang muncul atau hilang. 5) Kolaborasi dengan dokter untuk
akibat kerusakan b. Klien dapat pemberian analgesik.
jaringan yang melakukan
aktual atau metode atau
potensial atau tindakan untuk
digambarkan mengatasi nyeri.
dalam hal c. Elspresi wajah
kerusakan klien rileks.
sedemikian rupa. d. Tidak ada
keringat dingin,
tanda vital
dalam batas
normal.(S : 36–
37,5 0C, N: 60
– 80 x /menit, T
: 120/80mmHg,
RR : 18–20 x
/menit).
3. Intoleransi NOC : 1. Mempertimbangkan kebudayaan
aktivitas Outcome : klien ketika melakukan
perawatan diri : perawatan.
Definisi : ketidak ADL 2. Mempertimbangkan usia klien
mampuan 3. Monitor kemampuan klien untuk
beraktivitas Kriteria Hasil: perawatn diri mandiri
a. Kebersihan 4. Monitor kebutuhan klien
Data-data mulut terhadap kebersihan diri,
pendukung : b. Makan pakaian,dan makan
- Tekanan darah c. Pakaian 5. Beri dukungan hingga klien
yang tidak d. Tempat tidur mampu melakukan aktivitas
normal ketika e. Posisi tubuh sendiri
beraktivitas f. Berjalan 6. Dorong pasien untuk
- Immobility menunjukkan aktivitas
- Melaporkan keseharian yang normal
adanya 7. Kaji kebutuhan yang
kelemahan memerlukan bantuan
- Melaporkan 8. Bina aktivitas keseharian klien
adanya kelelahan sehari hari

4. Gangguan citra NOC : 1. Kaji perasaan/persepsi pasien


tubuh Body Image tentang perubahan gambaran diri
Self esteem berhubungan dengan keadaan
Definisi : anggota tubuhnya yang kurang
Konfusi dalam Kriteria Hasil : berfungsi secara normal.
gambaran mental a. Berinteraksi dan 2. Lakukan pendekatan dan bina
tentang diri-fisik beradaptasi hubungan saling percaya dengan
individu dengan pasien.
lingkungan. 3. Tunjukkan rasa empati, perhatian
b. Tanpa rasa malu dan penerimaan pada pasien.
dan rendah diri. 4. Bantu pasien untuk mengadakan
c. Yakin akan hubungan dengan orang lain.
kemampuan 5. Beri kesempatan kepada pasien
yang dimiliki. untuk mengekspresikan perasaan
kehilangan.
6. Beri dorongan pasien untuk
berpartisipasi dalam perawatan
diri dan hargai pemecahan
masalah yang konstruktif dari
pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Ahern, Wilkinson. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.


Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.
2012-2014. Jakarta: Salemba Medika.
Price, Sylvia. 2003 . Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2010). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC.
NANDA.(2014-2015). PanduanDiagnosakeperawatan. Prima Medika
BAB 4
RESUME PASIEN DALAM PELAKSANAAN RONDE
PENGKAJIAN AWAL KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
I. Biodata
Nama : Tn.S
Umur : 67 Tahun
Agama : Islam
Alamat : Sumbersari ciparaya 02/04
Suku / Bangsa : Sunda / Indonesia
Pendidikan : PGA (SMA)
Pekerjaan : Guru dan penghulu
Status : Menikah
Tanggal MRS : 28 Desember 2019
Tanggal Pengkajian : 02 januari 2020
Diagnosa Medis : Gangren DM Tipe 2
II. Penanggung Jawab
Nama : Tn.T
Umur : 36 Tahun
Alamat : Sumbersari ciparaya 02/04
Hubungan dengan Klien : Anak
III. KELUHAN UTAMA :
Nyeri
IV. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat Kesehatan Sekarang :
Saat dilakukan pengkajian pada hari kamis 02 januari 2020, Pasien
mengatakan nyeri post operasi , Pasien mengantakan nyeri pada kaki
sebelah kanan, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk benda tajam,
nyeri dirasakan dengan skala 5 (0 -10), nyeri dirasakan ketika
merubah posisi dan berkurang jika diistirahatkan, pasien tampak
meringis, terdapat luka post amputasi kaki sebelah kanan ± 30 cm,
dilakukan perawatan luka sehari sekali, klien mengatakan aktifitasnya
di bantu oleh keluarga,kekuatan otot Ekstrimitas atas 5 kiri dan kanan
Ekstrimitas bawah 4 kiri dan kanan, Aktifitas klien tampak dibantu.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu : Tidak ada
c. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Pasien mengatakan didalam keluarga tidak ada yang mengalamai
penyakit yang sama dan tidak mempunyai penyakit menular.
d. Riwayat psikososial dan spiritual
1) Support Sistem
Dukungan keluarga sangat baik, terlihat dari saat keluarga
menjaga klien yang terbaring lemah di ruang perawatan. Keluarga
juga selalu mendoakan untuk kesembuhan klien.

2) Komunikasi dan Intervensi Sebelum dan Saat Sakit

Keluarga klien mengatakan pada saat sebelum sakit, klien suka


berinteraksi dan komunikasi dengan anak, keluarga dan tetangga.
Namun pada sakit klien hanya terbaring lemah.

3) Sistem nilai kepercayaan sebelum dan saat sakit

Keluarga pasien mengatakan sebelum sakit pasien selalu


meluangkan waktu shalat, namun pada saat sakit hanya terbaring
lemah.

4) Lingkungan

Menurut keluarga rumah pasien sangat bersih dan tidak ada


populasi

e. PEMERIKSAAN FISIK

1) Keadaan Umum
. CM
Gcs : 15
2) Vital sign
TD : 130/70 Mmhg RR : 20 x/mnt
N : 86x/mnt S : 36oC
3) Pemeriksaan Head to Toe
a) Kepala
- Bentuk kepala bulat, tidak ada lesi, tidak udem dan simetris
normal
- Rambut tidak rontok, warna hitam, distribusi rambut merata
b) Mata
Simetris, tidak anemis, sclera mengecil ketika ada replek cahaya,
lapang pandang normal dan tidak menggunakan alat bantu
penglihatan.
c) Hidung
Hidung simetris tidak ada polip, tidak ada nyeri tekan, bias
membedakan bau, dan tidak adaa serumen
d) Telinga
kanan dan kiri simetris, tidak ada serumen,tidak ada peradangan
dan tidak menggunakan alat bantu.
e) Mulut
Simetris, gigi utuh, tidak ada karies, tidak bau, dan dapat
berkomunikasi dengan jelas.
f) Leher
Simetris, tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran JVP, tidak ada
teraba kelenjar tiroid dan replek menelan baik
g) Dada
Simetris, suara napas pesikuler, suara jantung lup dup, tidak ada
suara tambahan, RR: 20 X/Menit dan tidak ada retraksi otot dada.
h) Abdomen
Simetris, tidak terdapat luka.
i) Ekstremitas
Atas : warna kulit coklat, CRT kurang dari 2 detik, turgor kulit
kurang dari 2 detik, dan kekuatan otot kiri dan kanan 5.
Bawah : warna kulit coklat, turgor kulit kurang dari 2 detik,
kekuatan otot kiri 4 dan kanan (debridement) dan replek
patela normal
j) Genetalia
Simetris, terpasang kateter,dan skrotum normal.

f. Activity Daily Living (ADL)


Kebiasaan Sebelum masuk RS Di RS

Pola nutrisi

 Asupan 3 x/hari 3 x/hari


 Frekuensi makan Baik Baik
 Nafsu Makan Baik Baik
Roti, Buah-buahan Roti, Buah-buahan
 Makanan tambahan

 Makanan alergi Tidak ada Tidak ada

 Perubahan BB dalam 3
Tetap Tidak ada
bln terakhir
Pola Cairan

 Asupan cairan Oral Oral, Parenteral

 Jenis Air putih Air putih, cairan infus RL


 Frekuensi 8 x/hari
6 x/hari
 Volume 1500 cc/hari
1000 cc/hari

Pola eliminasi

BAK

 Frekuensi 6-7 x/hari Terpasang kateter


 Jumlah output 1500 cc/hari 500 cc/hari
 Warna kuning jernih Kuning
 Bau khas Khas
 Keluhan tidak ada Tidak ada

BAB

 Frekuensi 1 x/hari -
 Warna Kuning
Khas
 Bau Lunak
 Konsistensi tidak
 keluhan
Pola Personal Hygiene

 Mandi 2 x /hari 1 x/hari (Waslap)


 Oral hygiene 2x/hari 1x/hari
 Cuci rambut 2 x/mgg Belum cuci
rambut

Pola aktivitas dan latihan

 Kegiatan dalam pekerjaan Guru dan penghulu Tidak bekerja


 Waktu bekerja 2-3 jam Tidak
 Kegiatan waktu luang Rekreasi Tidak
 Keluhan dalam beraktivitas Tidak ada Berbaring karena
lemas, nyeri pada
kaki kanan

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


Makan dan minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
0:mandiri, 1:alat bantu, 2:dibantu orang lain, 3:dibantu orang lain dan
alat,4:tergantung total

Pola istirahat dan tidur

 Lama tidur 6-8 jam 2-3 jam


 Kebiasaan sebelum tidur Berdoa Berdoa
 Penggunaan obat tidur Tidak ada
Tidak ada
 Kesulitan dalam tidur Tidak ada
Tidak ada
V. INTERVENSI

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan: 1. Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
Agen injuri (biologi, kimia, 2. pain control, komprehensif termasuk lokasi,
fisik, psikologis), kerusakan 3. comfort level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
jaringan Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama ..x24 dan faktor presipitasi
jamPasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria 2. Observasi reaksi nonverbal dari
hasil: ketidaknyamanan
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, 3. Bantu pasien dan keluarga untuk
mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mencari dan menemukan dukungan
mengurangi nyeri, mencari bantuan) 4. Kontrol lingkungan yang dapat
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan mempengaruhi nyeri seperti suhu
menggunakan manajemen nyeri ruangan, pencahayaan dan kebisingan
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
frekuensi dan tanda nyeri) 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang menentukan intervensi
5. Tanda vital dalam rentang normal 7. Ajarkan tentang teknik non
6. Tidak mengalami gangguan tidur farmakologi: napas dala, relaksasi,
distraksi, kompres hangat/ dingin
8. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
9. Tingkatkan istirahat
10. Berikan informasi tentang nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
11. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik pertama
kali
Gangguan citra tubuh NOC : NIC :

Definisi : Konfusi dalam Body Image 1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang


perubahan gambaran diri berhubungan
gambaran mental tentang Self esteem dengan keadaan anggota tubuhnya
diri-fisik individu. yang kurang berfungsi secara normal.
Kriteria Hasil :
2. Lakukan pendekatan dan bina
1. Berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. hubungan saling percaya dengan
2. Tanpa rasa malu dan rendah diri. pasien.
3. Yakin akan kemampuan yang dimiliki. 3. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan
penerimaan pada pasien.
4. Bantu pasien untuk mengadakan
hubungan dengan orang lain.
5. Beri kesempatan kepada pasien untuk
mengekspresikan perasaan
kehilangan.
6. Beri dorongan pasien untuk
berpartisipasi dalam perawatan diri
dan hargai pemecahan masalah yang
konstruktif dari pasien.
Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
Outcome : perawatan diri : ADL 1. Mempertimbangkan kebudayaan klien
Definisi : ketidak mampuan
beraktivitas Kriteria Hasil: ketika melakukan perawatan.
2. Mempertimbangkan usia klien
Data-data pendukung : 1. Kebersihan mulut 3. Monitor kemampuan klien untuk
2. Makan perawatn diri mandiri
- Tekanan darah yang 3. Pakaian 4. Monitor kebutuhan klien terhadap
tidak normal ketika 4. Tempat tidur kebersihan diri, pakaian,dan makan
beraktivitas 5. Posisi tubuh 5. Beri dukungan hingga klien mampu
- Immobility 6. Berjalan melakukan aktivitas sendiri
- Melaporkan adanya
6. Dorong pasien untuk menunjukkan
kelemahan
aktivitas keseharian yang normal
- Melaporkan adanya
7. Kaji kebutuhan yang memerlukan
kelelahan
bantuan
8. Bina aktivitas keseharian klien sehari
hari
Risiko infeksi NOC : NIC :
Faktor-faktor risiko : 1. Immune Status 1. Pertahankan teknik aseptif
- Prosedur Infasif 2. Knowledge : Infection control 2. Batasi pengunjung bila perlu
- Kerusakan jaringan dan 3. Risk control 3. Cuci tangan setiap sebelum dan
peningkatan paparan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x24 sesudah tindakan keperawatan
lingkungan jam pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria 4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
- Malnutrisi hasil: alat pelindung
- Peningkatan paparan 1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 5. Ganti letak IV perifer dan dressing
lingkungan patogen 2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah sesuai dengan petunjuk umum
- Imonusupresi timbulnya infeksi 6. Gunakan kateter intermiten untuk
- Tidak adekuat pertahanan 3. Jumlah leukosit dalam batas normal menurunkan infeksi kandung kencing
sekunder (penurunan Hb, 4. Menunjukkan perilaku hidup sehat 7. Tingkatkan intake nutrisi
Leukopenia, penekanan 5. Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam 8. Berikan terapi antibiotik
respon inflamasi) batas normal 9. Monitor tanda dan gejala infeksi
- Penyakit kronik sistemik dan lokal
- Imunosupresi 10. Pertahankan teknik isolasi k/p
- Malnutrisi 11. Inspeksi kulit dan membran mukosa
Pertahan primer tidak terhadap kemerahan, panas, drainase
adekuat (kerusakan kulit, 12. Monitor adanya luka
trauma jaringan, gangguan 13. Dorong masukan cairan
peristaltik) 14. Dorong istirahat
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
16. Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam

\
SKENARIO :

Anda mungkin juga menyukai