MAKALAH
DisusunOleh:
Kiki Anwar (4002170148)
A. Konsep Dasar
Cedera kepala adalah penyakit neurologis yang paling sering
terjadi diantara penyakit neurologis lainnya yang biasa disebabkan oleh
kecelakaan, meliputi: otak, tengkorak ataupun kulit kepala saja. (Brunner
& Suddart,1987:2210).
Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang
memerlukan pertolongan segera yaitu cepat, tepat dan cermat untuk
mencegah kematian dan kecacatan, atau pelayanan pasien gawat darurat
memegang peranan yang sangat penting (Time saving is life saving) bahwa
waktu adalah nyawa.
Penelitian Haryatun dan Sudaryanto (2008) dengan judul
“Perbedaan Waktu Tanggap Tindakan Keperawatan Pasien Cedera
Kepala Kategori 1 – V Di Instalasi Gawat Darurat Rsud Dr. Moewardi”.
Terdapat hubungan yang signifikan karena rata-rata waktu tanggap pasien
cedera kepala kategori V adalah paling cepat dengan rata-rata waktu
tanggap 33,92 menit, kemudian waktu tanggap paling lama (lambat)
adalah pada pasien cedera kepala kategori I dengan rata-rata waktu
tanggap 98,33 menit. Tindakan keperawatan pasien cedera kepala kategori
V sangat cepat dengan total waktu tindakan selama 33,92 menit karena
pasien datang tidak dengan tanda-tanda kegawatan klinis, pasien hanya
merasa khawatir dengan kondisinya. Pasien kategori V dengan cedera
kepala ringan dan bisa rawat jalan.
1. Pasien cedera kepala kategori I memerlukan waktu rata-rata
98,33 menit. Pasien kategori ini merupakan pasien yang
memerlukan resusitasi segera, pasien cedera kepala berat,
dengan gangguan sistem pernafasan, gangguan sistem
peredaran darah atau pasien dengan penurunan kesadaran.
Dengan gejala awal paling serius seperti peningkatan tekanan
intracranial, tanda-tanda neurologis lokal atau cedera tembus,
dilakukan konsultasi bedah saraf dan CT-Scan emergency.
Pasien dengan kategori I, hampir semua tindakan dilakukan.
2. Pasien cedera kepala Kategori II memerlukan waktu pelayanan
rata-rata 79,08 menit. Pasien kategori II merupakan pasien
yang bila tidak dilakukan pertolongan dengan segera akan
menjadi lebah buruk, seperta pasien cedera kepala mual-mual
atau muntah. Tindakan yang dianjurkan antara lain tanda-tanda
vital (pengukuran tensimeter, nadi, respirasi, suhu badan),
pertimbangan untuk CT-scan atau radiografi foto polos serta
konsultasi bedah saraf. Pasien kategori II, tindakan
keperawatan diprioritaskan untuk airway, breathing, dan
sirkulasi, sehingga perlu pengamatan yang ketat untuk
mengetahui apakah ada kenaikan tekanan intracranial atau
tidak.
3. Pasien cedera kepala Kategori III memerlukan waktu pelayanan
rata-rata 78,92. Pasien kategori III merupakan pasien urgen
yaitu pasien cedera kepala disertai dengan keadaan lain seperti
luka robek, rasa pusing, yang memerlukan bedah minor dengan
tanda-tanda dan gejala awal minimal seperti nyeri kepala
pusing.
4. Pasien Kategori IV memerlukan waktu pelayanan rata-rata
44,67 menit. Pasien kategori IV merupakan pasien dengan
keadaan seperti rasa pusing ringan, luka lecet atau luka yang
superfisial.
5. Pasien cedera kepala Kategori V memerlukan waktu pelayanan
paling cepat yaitu rata-rata hanya 33,92 menit. Pasien kategori
V merupakan pasien yang datang ke IGD tidak dengan indikasi
kegawatan menurut medis tetapi merasa gawat seperti
kecelakaan atau cedera kepala tanpa keluhan secara fisik.
Keberhasilan waktu tanggap sangat tergantung kepada kecepatan
yang tersedia serta kualitas pemberian pertolongan untuk menyelamatkan
nyawa atau mencegah cacat sejak di tempat kejadian, dalam perjalanan
hingga pertolongan rumah sakit (Moewardi, 2003).
Penelitian Chandra (2016) dengan judul “Studi Penggunaan Obat
Analgesik Pada Pasien Cedera Kepala (Concussion) Di Rsup Prof. Dr. Rd
Kandou Manado Periode Januari-Desember 2014”. Hasilnya peggunaan
obat analgesik pada pasien cedera kepala di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado adalah obat-obat dari golongan non-opioid. Pada terapi awal,
Ketorolac (59,61%), Metamizole (28,85%), Paracetamol (3,85%), Asam
Mefenamat (1,92%), Antalgin (1,92%) dan Ketorolac + Paracetamol
(3,85%). Pola penggunaan obat analgesik berdasarkan usia anak
menggunakan obat Metamizole (54,55%) dan dewasa menggunakan obat
Ketorolac (70,73%). Pola penggunaan obat analgesik pada pasien cedera
kepala, pada terapi awal diberikan secara intravena (92,30%) maupun
secara peroral (7,70%) dan pada terapi lanjutan diberikan secara intravena
(3,03%) dan peroral (96,97%).
Penelitian Saragih, R. A. C., Jiero, S., Saing, J. H., & Lubis, M.
(2016) dengan judul “Perbandingan Nacl 3% Dan Manitol Pada Cedera
Kepala Akibat Trauma Di Ruang Rawat Intensif Anak”. Hasilnya pada
penelitian ini didapatkan lama rawatan yang tidak berbeda antara
kelompok manitol dan NaCl 3%. Mortalitas kelompok NaCl 3% lebih
tinggi daripada mortalitas kelompok manitol, tetapi perbedaan tersebut
tidak bermakna secara statistik. Banyak faktor yang dapat memengaruhi
mortalitas, di antaranya tingkat keparahan penyakit dan lama pasien
mendapatkan terapi medikamentosa maupun tindakan surgical setelah
kejadian trauma. Tingkat keparahan penyakit saat awal rawatan tidak
berbeda antara kedua kelompok. Hal tersebut ditunjukkan dari skor
PELOD yang tidak berbeda bermakna secara statistik antara kelompok
manitol dengan kelompok NaCl 3%. Manitol menyebabkan penurunan
kadar natrium dalam darah yang cepat dan peningkatan kalium dengan
berjalannya waktu, sedangkan salin hipertonis menyebabkan peningkatan
segera kadar natrium (berlanjut selama 6 jam) dan penurunan segera kadar
kalium yang transien. Penelitian lain yang dilakukan terhadap anak dengan
peningkatan tekanan intracranial yang dirawat di ruang rawat intensif,
ditunjukkan adanya peningkatan kadar natrium dan klorida pada kelompok
yang mendapatkan salin hipertonis 3%, tetapi masih dalam rentang kadar
yang bisa diterima, untuk itu kadar elektrolit perlu dipantau selama
pemakaian agen hiperosmolar.
C. Bagan/ Skema
Peneliti dan
Metode
tahun Tujuan penelitian Partisipan Hasil Kesimpulan
penelitian
penelitian
Haryatun, N.,
Untuk mengetahui Deskriptif
60 orang Pasien cedera kepala Terdapat perbedaan yang signifikan
rata-rata waktu yang observasional. kategori I dengan rata-rata waktu tanggap tindakan
& Sudaryanto,
diperlukan dalam dengan waktu tanggap 98,33 keperawatan pada pasien
A. (2017)
memberikan pelayanan menggunakan menit. cedera kepala kategori I - V.
pasien cedera kepala bentuk Pasien cedera kepala Pasien cedera kepala kategori I
berdasar masing- rancangan kategori II memerlukan memperoleh waktu tindakan
masing kategori penelitian waktu pelayanan rata-rata keperawatan lebih lama dan pasien
kegawatan, yaitu secara cross 79,08 menit. cedera kepala kategori V
kategori I-V sectional Pasien cedera kepala memperoleh waktu keperawatan
kategori III memerlukan yang lebih cepat.
waktu pelayanan rata-rata
78,92.
Pasien cedera kepala
kategori IV memerlukan
waktu pelayanan rata-rata
44,67 menit.
Pasien cedera kepala
kategori V memerlukan
waktu pelayanan paling
cepat yaitu rata-rata hanya
33,92 menit.
Pada terapi awal, Ketorolac
Chandra, C. Untuk mengetahui Deskriptif 52 orang Ketorolac, sebanyak 31
obat-obat analgesik dengan (59,61%), Metamizole (28,85%),
(2016) pasien (59,61%) sebagai
yang digunakan pada pengambilan Paracetamol (3,85%), Asam
terapi awal, 2 pasien
pasien cedera kepala di data secara Mefenamat (1,92%), Antalgin
diantaranya anak-anak
RSUP Prof. Dr. R. D. retrospektif (1,92%) dan Ketorolac +
dan 29 pasien lainnya
Kandou Manado dan Paracetamol (3,85%).
dewasa.
mengetahui pola Metamizole, Sebanyak 15 Pola penggunaan obat analgesik
penggunaan obat pasien (28,85%), 6 oarng berdasarkan usia anak
analgesik pada pasien diantaranya anak-anak menggunakan obat Metamizole
cedera kepala (54,55%) dan dewasa
dan 9 lainnya pasien
(concussion). menggunakan obat Ketorolac
dewasa.
Paracetamol secara (70,73%). Pola penggunaan obat
tunggal sebagai terapi analgesik pada pasien cedera
awal sebanyak 2 pasien kepala, pada terapi awal diberikan
(3,85%). secara intravena (92,30%)
Asam mefenamat sebagai maupun secara peroral (7,70%)
terapi awal sebanyak 1 dan pada
pasien (1,92%).
Antalgin sebagai terapi
awal sebanyak 1 pasien
(1,92%).
Untuk membandingkan Pengambilan Ditunjukkan adanya Tidak ada perbedaan lama rawatan,
Saragih, R. A. Pasien didalam
pemakaian manitol dan data secara peningkatan kadar natrium mortalitas, dan gangguan elektrolit
C., Jiero, S., 47 orang
NaCl 3% pada anak retrospektif dan klorida pada kelompok dengan penggunaan manitol dan
Saing, J. H., dengan cedera kepala data diolah yang mendapatkan salin NaCl 3% sebagai agen
& Lubis, M. akibat trauma yang dengan hipertonis 3%, tetapi masih hiperosmolar pada pasien cedera
(2016) dirawat di ruang rawat perangkat dalam rentang kadar yang bisa kepala akibat trauma. Dibutuhkan
intensif, dalam hal lunak statistik. diterima. penelitian lebih lanjut dengan
lama rawatan, Mann Whitney metode prospektif dan besar sampel
mortalitas, dan U-test, chi yang lebih besar.
gangguan elektrolit square, dan
Fisher exact
test
Elevasi kepala pada tempat tidur
Wayudi Untuk mengetahui Randomized 5160 pasien Analisis varians, nilai P tidak menyebabkan perubahan
(2015) apakah fall prevention control trial berkisar 0,34-0,97, baik berbahaya dalam aliran darah di
tool kit dengan melampaui 05. Hal tersebut otak yang berhubungan dengan
menggunakan system menunjukan tidak ada vasospasme .
informasi kesehatan kerusakan saraf terjadi
dapat menurunkan
kejadian jatuh
Manajemen Cedera Kepala:
Head UP
Manifestasi:
Nyeri kepala yang hebat Manajemen Nyeri:
Cedera Kepala Muntah proyektil Analgetik (Ketorolak,
Hipertensi Metamizole, Paracetamol,
Bradikardi Asam Mefenamat, Antalgin
Pupil anisokor
Penurunan kesadaran.
Terapi Cairan:
NaCl, Manitol