шаблоны RocketTheme
Форум вебмастеров
User Rating: /2
Poor Best
Post 28 December 2015
By Riyadi Pratiwa, S.Pt, MP
Hits: 5091
Upaya pengolahan limbah B3 baik di darat (tanah dan air tanah) ataupun di laut telah banyak
dilakukan dengan menggunakan teknik ataupun metoda konvensional dalam mengatasi
pencemaran seperti dengan cara membakar (incinerasi), menimbun (landfill), menginjeksikan
kembali sludge keformas minyak (slurry fracture injection) dan memadatkan limbah
(solidification). Teknologi-teknologi ini dianggap tidak efektif dari segi biaya (cost effective
technology), waktu (time consuming)dan juga keamanan (risk). Guna mencegah dampak lebih
parah, lokasi tercemar tersebut dapat dilakukan kegiatan pemulihan kondisinya yang sering
dikenal dengan istilah remediasi. Sebelum melakukan remediasi, hal yang perlu diperhatikan:
1. Jenis polutan (organik atau anorganik), terdegradasi tidak, berbahaya atau tidak
4. Jenis tanah
Sementara pada remediasi ex-situ, tanah tercemar digali dan dipindahkan ke dalam
penampungan yang lebih terkontrol. Lalu diberi perlakuan khusus dengan memakai mikroba.
Remediasi ex-situ bisa lebih cepat dan mudah dikontrol. Dibanding in-situ, ia mampu
meremediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam. Pembersihan off-site yang
jauh lebih mahal dan rumit.
Salah satu teknik remediasi yang sekarang sering digunakan adalah bioremediasi, cara ini
banyak digunakan memulihkan tanah yang tercemar senyawa hidrokarbon. Bioremediasi
didefinisikan sebagai proses penguraian limbah organik/anorganik polutan secara biologi
dalam kondisi terkendali dengan tujuan mengontrol, mereduksi atau bahkan mereduksi
bahan pencemar dari lingkungan. Kelebihan teknologi ini ditinjau dari aspek komersil adalah
relatif lebih ramah lingkungan, biaya penanganan yang relatif lebih murah dan bersifat fleksibel.
Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat polutan menjadi kurang beracun
atau tidak beracun (karbondioksida dan air). Ada 4 teknik dasar yang biasa digunakan dalam
bioremediasi, yaitu:
Bioremediasi proses harus mempertimbangkan suhu tanah, ketersediaan air, nutrisi (N, P, K),
rasio C : N kurang dari 30 : 1, dan ketersediaan oksigen.
Strain atau jenis mikroba rekombinan yang diciptakan di laboratorium dapat lebih efisien dalam
mengurangi polutan. Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan pertama kali dipatenkan
adalah bakteri "pemakan minyak". Bakteri ini dapat mengoksidasi senyawa hidrokarbon yang
umumnya ditemukan pada minyak bumi. Bakteri tersebut tumbuh lebih cepat jika dibandingkan
bakteri-bakteri jenis lain yang alami atau bukan yang diciptakan di laboratorium yang telah
diujicobakan. Akan tetapi, penemuan tersebut belum berhasil dikomersialkan karena strain
rekombinan ini hanya dapat mengurai komponen berbahaya dengan jumlah yang terbatas. Strain
inipun belum mampu untuk mendegradasi komponen-komponen molekular yang lebih berat yang
cenderung bertahan di lingkungan.
bbppl-bioremediasi1Jamur merang atau jamur Shiitakes –
adalah jenis jamur yang umum kita kenal sebagai jamur yang dapat dimakan (edible mushroom).
Jamur tersebut dan jamur lainnya telah dikembangkan untuk digunakan dalam pemulihan
lingkungan tercemar. Teknik ini disebut mikoremediasi (mycoremediation), dengan
menggunakan miselium, bagian vegetatif dari jamur, untuk menguraikan polutan.
Jamur pelapuk putih dari spesies Marasmius sp, telah dikembangkan untuk menjadi mikroba
pengurai polutan, terutama hidrokarbon minyak bumi. Jamur pelapuk putih ini secara khusus
mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menguraikan polutan dengan struktur senyawa
aromatik, seperti senyawa-senyawa terklorinasi. Penggunaan jamur ini terus disempurnakan,
selain itu juga secara paralel dilakukan eksplorasi jenis jamur lainnya, termasuk mekanisme
enzimatik jamur untuk menghasilkan proses penguraian yang lebih efektif. Penggunaan jamur
dalam proses bioremediasi mempunyai beberapa keunggulan karena jamur mempunyai
kemampuan bertahan lebih tinggi di dalam lingkungan yang toksik. Enzim pengurai polutan
disekresikan oleh miselium jamur yang dapat menguraikan polutan dengan konsentrasi dan berat
molekul yang tinggi. Miselium jamur dapat menembus tanah dengan porositas rendah misal tanah
liat, sehingga polutan yang terjebak di dalamnya dapat terurai. Hal ini dilakukan secara lambat
oleh bakteri yang tumbuh dengan mekanisme duplikasi. Tanah yang dihasilkan setelah proses
bioremediasi selesai menjadi tanah yang bersih, bertekstur seperti kompos atau sedimen. Produk
akhir ini dapat digunakan sebagai tanah pencampur untuk proses bioremediasi tahap
selanjutnya, atau landscaping, tanah pengisi, dll.
Penggunaan jamur ini aman, ekonomis, dan operasional dan pemeliharaannya mudah. Tidak ada
konstruksi khusus untuk melakukan proses mikoremediasi ini. Teknik bioremediasi yang telah
banyak dilakukan akan dengan mudah menggunakan inokulan jamur ini sebagai mikroorganisme
pengurainya.
Daftar Pustaka
Budianto H, 2004. Bioremidiasi, www.iec.co.id/bioremediasi1.html - 11k - . Diakses tanggal
12/02/2015
Natalia, 2007. Studi Evaluasi Bioremediasi Tanah tercemar Petroleum Hydrocarbon dengan Land
Treatment. digilib.lpmpdki.web.id/gdl php?mod =browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-
joicenatal-25667 - 12k –. Diakses tanggal 11/02/2015.
http://www.bbpp-lembang.info/index.php/arsip/artikel/artikel-pertanian/962-bioremediasi-dengan-
perlakuan-hayati