Anda di halaman 1dari 14

PENYELESAIAN SENGKETA GUGATAN SEDERHANA

Analisis Putusan Nomor 1/Pdt.G.S/2018/PN Klb sesuai dengan Peraturan


Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan
Sederhana

Disusun sebagai tugas akhir untuk mata kuliah:


Kapita Selekta Hukum Acara Perdata (A)

Oleh:

Putri Kalingga Hermawan


1606872211

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM SARJANA PARALEL
DEPOK
DESEMBER 2018
A. Latar Belakang
Pada kenyataannya sengketa merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dalam
kehidupan bermasyarakat. Manusia dalam memenuhi kebutuhannya tidak lepas dari kontak
sosial yang mana dalam pelaksanannya dimungkinan terjadinya pertentangan-
pertentangan kepentingan. Hal tersebut didukung oleh adanya perbedaan kepentingan
antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Untuk menghindari hal tersebut,
mereka mencari jalan untuk mengadakan tata tertib, yaitu dengan membuat ketentuan atau
kaidah hukum, yang harus ditaati oleh setiap anggota masyarakat, agar dapat
mempertahankan hidup bermasyarakat.1 Indonesia yang merupakan negara hukum
sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945, mengakui keberlakukan
hukum positif Indonesia sebagai kaidah hukum yang mengatur dan mengikat setiap
anggota masyarakatnya. yang mana pelanggaran terhadap kaidah hukum tersebut
mengakibatkan pengenaan sanksi kepada individu yang bersangkutan.
Sebagaimana yang telah dinyatakan sebelumnya, Indonesia sebagai negara hukum
tentu memiliki kewajiban untuk menjamin terlaksananya hukum positif Indonesia. Dalam
melaksanakan kewajiban tersebut, negara Indonesia menciptakan suatu lembaga untuk
mempertahankan atau memastikan pelaksanaan dari kaidah hukum tersebut yang
selanjutnya disebut sebagai Lembaga Peradilan. Hal tersebut sebagaimana dinyatakan
dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa “kekuasaan kehakiman
merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan.” Pasal tersebut dapat diartikan bahwa dalam menegakan hukum dan
keadilan di Indonesia pelaksanannya dilakukan oleh Lembaga peradilan melalui kekuasaan
kehakiman.
Lebih lanjut, mengenai Lembaga peradilan, Undang-Undang No. 49 Tahun 2009
tentang Peradilan Umum dan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman mengatur lebih jauh terkait penyelenggarannya peradilan. Dalam Pasal 2
Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dinyatakan bahwa salah satu asas dari
penyelenggaran kekuasaan kehakiman adalah “peradilan dilakukan dengan sederhana,
cepat, dan biaya ringan.”2 Tetapi, pada kenyataannya asas sederhana, cepat, dan biaya
ringan tersebut belum dapat sepenuhnya diterapkan dalam penyelenggaran peradilan di

1
Ny. Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan
Praktek, cet.11 (Jakarta: CV. Mandar Maju, 2009), hlm. 1.
2
Indonesia, Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 48 Tahun 2009, LN No. 157
Tahun 2009, TLN No. 1111, Ps. 2 angka 4.
Indonesia. Yahya Harahap dalam bukunya menggambarkan lambatnya penyelesaian
perkara mulai dari tingkat pertama sampai kasasi di Indonesia yang memakan waktu rata-
rata 5-12 Tahun.3 Keadaan tersebut tentu bertentangan dengan asas penyelenggaran
kekuasaan kehakiman yang mana seharusnya proses peradilan dilaksanakan secara
sederhana, cepat, dan dengan biaya ringan.
Mengenai hal tersebut, kepastian hukum dan keadilan yang dijamin oleh negara
Indonesia yang diwujudkan melalui proses peradilan menimbulkan keresahan bagi para
pencari keadilan, karena pelaksanaannya yang berbelit-belit dan memakan waktu yang
lama. Atas urgensi tersebut, pada tahun 2015 disahkan Peraturan Mahkamah Agung No. 2
Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana sebagai suatu terobosan
baru dalam proses peradilan yang dirasa dapat memenuhi asas sederhana, cepat dan biaya
ringan. Ketua MA Hatta Ali dalam perayaan hari ulang tahun MA Ke-70 mengatakan
bahwa di era perdagangan bebas, Indonesia menjadi sorotan masyarakat ekonomi dunia
karena tidak memiliki Small Claim Court. Karena itu, MA menerbitkan Perataturan
Mahkamah Agung (PERMA) ini dalam upaya mewujudkan negara demokrasi modern dan
menigkatkan pelayanan terbaik bagi masyarakat pencari keadilan. Selanjutnya ia
menyatakan bahwa PERMA ini terbit untuk mempercepat proses penyelesaian perkara
sesuai asas peradilan sederhana, cepat, biaya ringan.4
Maka dari itu, dengan diadakannya suatu proses penyelesaian sengketa yang sesuai
dengan asas peradilan yaitu sederhana, cepat, dan biaya ringan diharapkan kepastian
hukum dan keadilan yang dijamin oleh negara Indonesia dapat diwujudkan sebagaimana
mestinya.

B. Pokok Permasalahan
1. Bagaimanakah penyelesaian sengketa Gugatan Sederhana di Indonesia?
2. Bagaimanakah Analisa Putusan Nomor 1/Pdt.G.S/2018/PN Klb sesuai dengan
Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian
Gugatan Sederhana?

3
M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan
Putusan Pengadilan (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm.233.
4
HukumOnline, “Urgensi Terbitnya PERMA Small Claim Court” http://www.hukumonline.com/berita/
Baca/lt55d71ac18056b/urgensi-terbitnya-perma-small-claim-court, diakses 15 Maret 2018.
C. Pembahasan
C.1 Gugatan Sederhana pada Umumnya
Gugatan sederhana atau yang lebih dikenal dengan small claim court merupakan
salah satu tata cara pemeriksaan di persidangan yang pelaksanaannya didasarkan pada asas
peradilan yaitu sederhana, cepat, dan biaya ringan. Di Indonesia pengaturan mengenai
gugatan sederhana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2015 tentang
Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana. PERMA tersebut dalam pasal 1 angka 1
mendefinisikan penyelesaian gugatan sederhana sebagai tata cara pemeriksaan di
persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materil paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juga rupiah) yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktian
yang sederhana.
Mekanisme gugatan sederhana atau small claim court ini pertama kali
dikembangkan di Amerika Serikat pada awal abad kedua puluh karena proses formal
peradilan perdata yang begitu kompleks, rumit, dan mahal yang tidak dapat digunakan oleh
sebagian besar orang yang memiliki penghasilan sedikit atau pengusaha kecil yang
memiliki upah atau rekening yang kecil, sebagai sarana yang ringan untuk melakukan
penagihan utang.5 Seiring dengan berjalannya waktu dan terus berkembangnya kebutuhan
manusia, mekanisme ini di adopsi oleh beberapa negara karena penyelesaiannya yang tidak
berbelit-belit dan tidak memakan waktu yang lama. Indonesia sendiri dalam mengadopsi
mekanisme penyelesaian sengketa ini didasarkan pada kebutuhannya untuk
menyelenggarakan peradilan sesuai dengan asas yang berlaku yaitu sederhana, cepat, dan
biaya ringan. Sederhana disini dapat diartikan sebagai acara yang jelas, mudah dipahami
dan tidak berbelit-belit; cepat dairtikan sebagai pemeriksaan dengan cara yang efisien dan
efektif; serta biaya ringan adalah biaya perkara yang dapat dipikul oleh rakyat.6
Selain alasan diatas, kehadiran small claims court di Indonesia sangat dibutuhkan
bagi penyelesaian sengketa yang timbul dalam transaksi bisnis yang dilakukan oleh
pengusaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).7 Hal tersebut dikarenakan, dalam
penyelesaian peradilan biasa, proses dan tahapan yang panjang cenderung menghasilkan
biaya perkara yang besar dan sering tak dapat dijangkau oleh para pencari keadilan.

5
Steven Weller, John C Ruhnkan, dan John A. Martin, “American Smal Claims Courts, dalam
Christopher J. Whelan (Eds), Small Claim Courts; A Comparative Study, Clarendom Press, Ocford, hlm.5.
6
Pramono Sukolegowo, “Efektiitas Sistem Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan di Lingkungan
Peradilan Umum”, Dinamika Hukum, Vol.8, No.1, (Januari 2008), hlm. 28.
7
Fakhriah, “Mekanisme Small Claims Court dalam Mewujudkan Tercapainya Peradilan Sederhana,”
Mimbar Hukum, Vol 24, No. 2, (Juni 2013), hal 260.
Disamping itu, tak jarang pula biaya perkara yang harus dikeluarkan tidak sebanding
dengan claims yang diajukan, karena nilai gugatan yang diajukan cenderung kecil. Maka
dari itu, keberadaan mekanisme ini sebenarnya sangat menguntungkan baik terhadap
lembaga peradilan maupun bagi para pencari keadilan. Proses penyelesaiannya yang
sederhana, cepat, biaya ringan dan menghasilkan putusan yang mengikat menciptakan
suatu kepastian hukum bagi para pencari keadilan. Sedangkan, bagi lembaga peradilan
kehadiran mekanisme ini dapat mengurangi penumpukan perkara di pengadilan karena
terhadap perkara yang memenuhi kualifikasi dapat diselesaikan melalui mekanisme
gugatan sederhana yang penyelesaiannya jauh lebih cepat.

C.2 Penyelesaian Sengketa Gugatan Sederhana di Indonesia


Penyelesaian sengketa melalui gugatan sederhana di Indonesia diatur dalam
Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan
Sederhana dan lebih lanjut dijelaskan dalam Buku Saku Gugatan Sederhana yang disusun
oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia. Mengacu kepada ketentuan-ketentuan yang
diatur dalam PERMA No. 2 Tahun 2015, gugatan sederhana hanya dapat diajukan terhadap
perkara cidera janji dan/atau perbuatan melawan hukum dengan nilai gugatan materil
paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).8 Selanjutnya, dalam Pasal 3 ayat
(2) PERMA tersebut dinyatakan bahwa yang tidak termasuk dalam gugatan sederhana
adalah perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau sengketa hak atas tanah.
Maka, dari pasal tersebut dapat diartikan bahwa tidak semua perkara wanprestasi dan
perbuatan melawan hukum (PMH) dapat diselesaikan melalui penyelesaian gugatan
sederhara, terhadap perkara yang penyelesainya melalui pengadilan khusus dan perkara
terkait sengketa tanah tidak dapat diselesaikan melalu penyelesaian gugatan sederhana.
Selanjutnya, dalam Pasal 4 PERMA tersebut dijelaskan mengenai pihak yang dapat
mengajukan gugatan sederhana. Dinyatakan dalam pasal tersebut bahwa para pihak dalam
gugatan sederhana terdiri dari penggugat dan tergugat yang masing-masing tidak boleh
lebih dari satu, kecuali memiliki kepentingan hukum yang sama. Kepentingan hukum yang
sama diartikan sebagai kepentingan yang saling terkait antara sesama penggugat dan

8
Indonesia, Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan
Sederhana, Perma No. 2 Tahun 2015, Ps.3 ayat 1.
tergugat.9 Selain itu, pihak yang dimaksud disini diartikan sebagai seluruh subjek hukum,
baik orang perseorangan ataupun badan hukum yang memiliki kepentingan untuk
mengajukan gugatan dengan memenuhi kualifikasi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal
3 PERMA No. 2 Tahun 2015.
Syarat selanjutnya yang harus dipenuhi dalam mengajukan gugatan sederhana
adalah penggugat dan tergugat berdomisili di daerah hukum yang sama, dan terhadap
tergugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya tidak dapat diajukan gugatan sederhana.10
Pada Pasal 4 ayat (4) terdapat kewajibkan bagi para penggugat dan tergugat untuk
menghadiri secara langsung setiap persidangan dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa
hukum. Ketentuan ini mengakibatkan terhadap kuasa hukum para pihak hanya dapat
mendampingi penggugat dan tergugat dalam persidangan. Para pihak tidak dapat diwakili
oleh kuasa hukum dalam persidangan. Melainkan, para pihak wajib untuk datang sendiri
dalam setiap persidangan. Dengan memenuhi segala persyaratan yang sudah dijelaskan
diatas, maka perkara yang memenuhi kualifikasi dapat diajukan ke pengadilan dan dapat
diselesaikan melalui penyelesaian gugatan sederhana.
Selanjutnya, akan dibahas mengenai hukum acara dan tahapan penyelesaian
gugatan sederhana sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2015 tentang
Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana. Dalam Pasal 5 PERMA tersebut dinyatakan
bahwa gugatan sederhana diperiksa dan diputus oleh hakim yang ditunjuk oleh ketua
pengadilan dan diselesaikan melalui tahap-tahap yang diantara lain adalah; pendaftaran,
pemeriksaan kelengkapan gugatan sederhana, penetapan hakim dan penunjukan panitera
pengganti, pemeriksaan pendahuluan, penetapan hari sidang dan pemanggilan para pihak,
pemeriksaan sidang dan perdamaian, pembuktian, dan putusan. Penyelesaian sengketa
melalui gugatan sederhana paling lama 25 hari sejak hari sidang pertama. Seperti, peradilan
pada umumnya, tahap penyelesaian sengketa melalui gugatan sederhana dapat dibagi
menjadi dua tahap; tahap adminstratif dan tahap yudisial. Tahap administatif dimulai dari
pendaftaran sampai penetapan hari sidang dan pemanggilan para pihak. Sedangkan, tahap
yudisial pada saat tahap pemeriksaan sidang, perdamaian, pembuktian, dan putusan.
Setelah subjek hukum yang merasa kepentingannya dilanggar memenuhi kualifikasi
sebagai pihak yang dapat mengajukan gugatan sederhana, berdasarkan Pasal 6 PERMA

9
Mahkamah Agung Indonesia, PSHK dan Leip, Buku Saku Gugatan Sederhana (Jakarta: s.n., 2015),
hlm.12.
10
Indonesia, Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan
Sederhana, Perma No. 2 Tahun 2015, Ps.4.
tentang Gugatan Sederhana penggugat mendaftarkan gugatannya di kepaniteraan
pengadilan di daerah hukumnya dengan mengisi blanko gugatan yang disediakan di
kepaniteraan. Mengenai pendaftaran gugatan ada beberapa hal yang harus diperhatikan
oleh penggugat. Selain mendaftarkan gugatan, penggugat juga diwajibkan melampirkan
bukti surat yang sudah dilegalisasi yang nantinya akan digunakan olehnya untuk
menguatkan gugatannya. Tahap selanjutnya, panitera akan melakukan pemeriksaan
kelengkapan gugatan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 3 dan Pasal 4 PERMA. Pada
saat itu pula, oleh ketua pengadilan ditetapkan panjar biaya perkara yang harus dibayar oleh
penggugat.
Selanjutnya, berdasarkan Pasal 9 PERMA, ketua pengadilan menetapkan hakim untuk
memeriksa gugatan sederhana dan panitera menunjuk panitera pengganti. Proses
sebagaimana yang sudah dijelaskan diatas, yaitu dari tahap pendaftaran gugatan sampai
dengan penetapan hakim dan panitera pengganti dilaksanakan paling lambat 2 (dua) hari.11
Hakim yang sudah ditetapkan tersebut kemudian melakukan pemeriksaan pendahuluan
dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 PERMA. Apabila
dalam pemeriksaan, hakim berpendapat gugatan tersebut tidak termasuk gugatan
sederhana, hakim mengeluarkan penetapan yang menyatakan bahwa gugatan tersebut
bukan gugatan sederhana dan terhadap penetapan tersebut tidak dapat diajukan upaya
hukum apapun.12 Sedangkan, dalam hal hakim menilai gugatan tersebut termasuk kedalam
gugatan sederhana, hakim menetapkan hari sidang pertama yang kemudian dilanjuti oleh
pemanggilan para pihak oleh jurusita.
Apabila semua tahap administrasi sudah dilakukan, maka terhadap gugatan tersebut
akan di proses melalui tahap selanjutnya yaitu, tahap yudisial. Tahap yudisial ini diawali
dengan diadakannya pemeriksaan sidang hari pertama. Pada hari sidang pertama ini, hakim
wajib mengupayakan perdamaian dengan memperhatikan batas waktu penyelesaian
sengketa gugatan sederhana yaitu 25 hari. Dalam hal perdamaian tercapai, hakim membuat
putusan akta perdamian yang mengikat para pihak dan tidak dapat diajukan upaya hukum.13
Sedangkan, dalam hal perdamaian tidak tecapai, persidangan dilanjutnya dengan
pembacaan surat gugatan dan jawaban tergugat.14 Ketentuan terkait kehadiran para pihak
pada hari sidang pertama diatur dalam Pasal 13.

11
Ibid., Ps.10.
12
Ibid., Ps. 11.
13
Ibid.,Ps.15.
14
Ibid.,Ps.16.
Selanjutnya, setelah hari sidang pertama dan pelaksanaan perdamaian, gugatan masuk
ke tahap pemeriksaan. Dalam proses pemeriksanaan gugatan sederhana, tidak dapat
diajukan tuntutan provisi, eksepsi, rekonvensi, intervensi, replik, duplik, atau kesimpulam.
Hal tersebut bertujuan agar penyelesaian sengketa tidak memakan waktu yang lama dan
tidak berbelit-belit sebagaimana tujuan dari adanya mekanisme gugatan sederhana.
Pembuktian dalam persidangan gugatan sederhana dapat dilakukan dengan mengajukan
alat bukti yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Dalam tahap ini, hakim dapat menentukan
hal apa saja yang harus dibuktikan dari kedua belah pihak, sehingga para pihak hanya perlu
mempersiapkan apa saja yang diminta oleh hakim untuk dibuktikan.15 Dalam proses
pembuktian gugatan yang diakui dan/atau tidak dibantah, tidak perlu dilakukan
pembuktian. Sedangkan terhadap gugatan yang dibantah, hakim melakukan pemeriksaan
pembuktian berdasarkan hukum acara yang berlaku (Pasal 18 PERMA).
Setelah proses pembuktian selesai, hakim akan membuat putusan. Putusan tersebut
terdiri dari bagian-bagian sebagaimana dijelaskan dalam pasal 20 dan di bacakan dalam
sidang terbuka untuk umum pada hari yang sama dengan pembuktian atau pada sidang
berikutnya.16 Pada saat pembacaan gugatan ini, hakim memiliki kewajiban untuk
memberitahukan hak para pihak untuk mengajukan keberatan. Putusan sebagaimana yang
dijelaskan diatas berkekuatan hukum tetap apabila dalam jangka waktu 7 hari setelah
putusan diucapkan atau setelah pemberitahuan putusan tidak diajukan upaya hukum
keberatan oleh para pihak yang bersangkutan.

C.3 Upaya Hukum dalam Gugatan Sederhana


Dalam hal para pihak menolak putusan hakim, maka terhadap putusan dapat
diajukan upaya hukum. Penyelesaian sengketa gugatan sederhana berbeda dengan
penyelesaian sengketa pada umumnya. Dalam mekanisme gugatan sederhana, upaya
hukum terhadap penolakan putusan tidak diajukan melalui banding ataupun kasasi. Upaya
hukum diajukan melalui pengajuan keberatan kepada ketua pengadilan dengan
menandatangi akta pernyataan keberatan di hadapan panitera dengan disertai
alasan-alasannya. 17 Keberatan adalah upaya hukum terakhir sehingga putusan hakim di
tingkat keberatan bersifat final.18

15
Mahkamah Agung Indonesia, Buku Saku…,hlm.31.
16
Ibid.
17
Indonesia, Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan
Sederhana, Perma No. 2 Tahun 2015, Ps.21.
18
Mahkamah Agung Indonesia, Buku Saku…,hlm.31.
Permohonan keberatan diajukan paling lambat 7 hari setelah putusan diucapkan
atau setelah pemberitahuan putusan kepada pengadilan negeri dimana perkara disidangkan
dengan mengisi blanko permohonan keberatan yang disediakan di kepaniteraan.
Kepaniteraan menerima dan memeriksa kelengkapan berkas permohonan keberatan yang
disertai dengan memori keberatan. Atas keberatan tersebut dalam waktu 3 hari jurusita
menyampaikan pemberitahuan keberatan dan memori keberatan kepada termohon. Dan
selanjutnya dalam waktu 3 hari setelah penerimaan tersebut, termohon menyampaikan
kontra memori banding kepada ketua pengadilan. Tahap selanjutnya diikuti dengan
pemeriksaan keberatan.
Pemeriksaan keberatan berdasarkan Pasal 25 dilakukan oleh majelis hakim yang
dipimpin oleh hakim senior yang ditunjuk oleh ketua pengadilan. Pemeriksaan tersebut
hanya didasarkan pada; putusan dan berkas gugatan sederhana, permohonan keberatan dan
memori keberatan, dan kontra memori keberatan. Atas hasil pemeriksaan tersebut, dalam
waktu paling lambat 7 hari setelah penetapan majelis hakim, hakim memberikan putusan
terhadap permohonan keberatan. Putusan keberatan merupakan putusan akhir yang tidak
tersedia upaya hukum banding, kasasi, dan peninjauan kembali.19

D. Analisis Putusan Nomor 1/Pdt.G.S/2018/PN Klb


D.1 Kasus Posisi
Para pihak dalam Putusan ini, adalah sebagai berikut: Penggugat, PT. Bank Rakyat
Indonesia (PERSERO) Tbk Kantor Cabang Kalabagi. Tergugat I, Latief Djohamou dan
Tergugat II, Maimuna Radjab.
Ringkasan kasus posisi pada putusan ini adalah sebagai berikut. Bahwa, antara
Penggugat dan Tergugat I II diadakan perjanjian tertulis yang berisikan Surat Pengakuan
Hutang Nomor; B 140/3598/4/2014, Surat Pernyataan Penyerahan Agunan dan Surat
Kuasa Menjual pada tanggal 2 April 2014.
Bahwa, para tergugat pada tanggal 2 April 2014 mengakui menerima uang sebagai
pinjaman/kredit kupedes dari penggugat sebesar Rp. 50.000.000 dengan bunga sebesar Rp.
1.988.900 untuk peminjaman dengan jangka waktu 36 bulan. Terhadap kredit tersebut,
Tergugat I dan II memberikan agunan berupa tanah dan/atau bangunan dengan bukti

19
Indonesia, Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan
Sederhana, Perma No. 2 Tahun 2015, Ps.30.
kepemilikan SHM No.779 yang sampai dengan pinjaman lunas SHM tersebut disimpan
oleh Penggugat. Berdasarkan perjanjian tersebut, bilamana pinjaman tidak dibayar pada
waktu yang telah ditetapkan maka Penggugat berhak untuk menjual seluruh agunan.
Pada kenyataannya, Tergugat I dan II tidak memenuhi kewajibannya atau
wanprestasi. Tergugat I dan II tidak membayar kewajiban pokok dan bunga setiap bulan
sehingga terhadapnya menimbulkan tunggakan sebesar Rp. 27.212.664 dan menjadi kredit
macet. Bahwa, akibat kredit macet tersebut, Penggugat harus menanggung kerugian,
karena penggugat harus tetap membayar bunga simpanan masyarakat yang merupakan
sumber dana pinjaman yang disalurkan kepada Tergugat I dan II. Selain itu, penggugat
harus membuku biaya pencadangan aktiva produktif dan Pengguggat dirugikan karena
tidak bisa menyalurkan pinjaman lagi ke masyarakat sebesar pinjaman Tergugat I dan II
yang macet tersebut.
Yang oleh karena hal tersebut, Penggugat mengalami kerugian sebesar Rp.
27.212.664,- akibat tunggakan Tergugat I dan II, dan Rp. 27.212.664,- akibat pembukuan
biaya pencadangan aktiva produktif. Maka dari itu, Penggugat mengalami kerugian
materiil sebesar Rp. 54.425.328,- yang mana terhadap kerugian tersebut dijadikan dasar
oleh Penggugat untuk mengajukan gugatan.

D.2 Analasis Putusan Nomor 1/Pdt.G.S/2018/PN Klb sesuai dengan Peraturan


Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan
Sederhana
Untuk menentukan apakah suatu perkara dapat diselesaikan melalui mekanisme
gugatan sederhana atau tidak, terhadapnya harus memenuhi kualifikasi sebagaimana diatur
dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian
Gugatan Sederhana. Dalam PERMA tersebut dinyatakan bahwa yang dapat diselesaikan
melalui mekanisme gugatan sederhana adalah, perkara cidera janji dan/atau perbuatan
melawan hukum dengan nilai gugatan materiil paling banyak Rp. 200.000.000,-. Terhadap
ketentuan tersebut, perkara dalam Putusan Nomor 1/Pdt.G.S/2018/PN Klb memenuhi
kualifikasi tersebut. Dinyatakan dalam putusan, bahwa Tergugat I dan II telah tidak
memenuhi kewajibannya/wanprestasi karena tidak membayar kewajiban pokok dan bunga
sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (2) Surat Pengakuan Hutang Nomor
B.140/3598/4/2014 tanggal 2 April 2014 yang merupakan perjanjian antara Penggugat dan
Tergugat I dan II. Sedangkan, terhadap nilai gugatan materiil, dinyatakan pula dalam
putusan bahwa akibat wanprestasi yang dilakukan oleh Tergugat I dan II, Penggugat telah
mengalami kerugian materiil sebesar Rp. 54.425.328,- yang mana nominal tersebut tidak
melebihi ketentuan maksimum pasal 3 ayat (1) PERMA 2/2015.
Terhadap ketentuan Pasal 4 PERMA 2/2015 yang mengatur mengenai pihak yang
dapat mengajukan gugatan sederhana, para pihak dalam kasus ini baik Penggugat maupun
Tergugat memenuhi legal standingnya sehingga terhadapnya dapat dilakukan
penyelesaian sengketa dengan gugatan sederhana. Ketentuan dalam pasal 4 ayat (1) yang
menyatakan para pihak tidak boleh lebih dari satu, kecuali memiliki kepentingan hukum
yang sama dapat dibuktikan bahwa Tergugat I dan II secara bersama-sama membuat
perjanjian kredit dengan Penggugat yang mana dalam pelaksanannya baik Tergugat I dan
II sama-sama melakukan wanprestasi. Ketentuan selanjutnya yang mensyaratkan
Penggugat dan Tergugat berdomisili di daerah hukum pengadilan yang sama dapat
dibuktikan melalui legal standing Penggugat dan Tergugat. Pada legal standing Penggugat
dinyatakan bahwa kedudukannya berada di Jalan Sutoyo No. 69 Kalabahi. Sedangkan,
pada legal standing Tergugat I dan II dinyatakan bahwa keduanya bertempat tinggal di
Buyungta, RT 005/RW 002, Kelurahan/Ds.Kabola, Kecamatan Kabola, Kabupaten Alor.
Bahwa apabila mengacu kepada data mengenai wilayah yurisdiksi PN Kalabahi, domisili
Penggugat dan Tergugat berada dibawah yurisdiksi PN Kalabahi sehingga terhadap
ketentuan pasal 4 ayat (3) PERMA 2/2015 terpenuhi.20
Disamping itu, para pihak juga memenuhi unsur sebagai subjek hukum yang
memiliki kepentingan untuk mengajukan gugatan. Terhadap Penggugat, ia memenuhi
persyaratan sebagai badan hukum dan terhadap Tergugat I dan II ia memenuhi persyaratan
sebagai orang perseorangan yang cakap. Dengan dipenuhinya semua ketentuan pengajuan
gugatan sederhana sebagaimana sudah dijelaskan diatas, maka terhadap kasus dalam
Putusan Nomor 1/Pdt.G.S/2018/PN Klb ini dapat diselesaikan melalui mekanisme gugatan
sederhana.
Dalam pelaksanaan pemeriksaan, apabila dilihat dalam putusan, tahap administratif
telah dilewati dengan baik oleh para pihak. Sehingga, terhadap gugatan tersebut
dilanjutkan pemeriksaannya kepada tahap yudisial. Tahap yudisial yang diawali dengan
pemeriksaan hari sidang pertama mewajibkan para pihak menghadiri persidangan secara
langsung baik dengan didampingi oleh kuasa hukum atau tanpa didampingi. Kewajiban
para pihak untuk menghadiri setiap persidangan diatur secara jelas dalam Pasal 4 ayat (4)

20
PN Kalabahi, “Wilayah Yurisdiksi” http://www.pn-kalabahi.go.id/tentang-pengadilan/wilayah-
yuridiksi, diakses 16 November 2018.
PERMA 2/2015. Dalam putusan tersebut, dapat dilihat bahwa pada hari sidang pertama
Penggugat tidak hadir meskipun telah dipanggil dengan patut dan sah berdasarkan surat
relas panggilan yang dibuat oleh Irving E.E Wadu Jurusita pengganti.21 Mengenai keadaan
dimana Penggugat tidak hadir pada hari sidang pertama tanpa alasan yang, Pasal 13
PERMA 2/2015 menyatakan bahwa terhadap gugatannya dinyatakan gugur. Pada putusan
tidak dapat dibuktikan bahwa ketidakhadiran Penggugat didasari atas alasan yang sah,
karena pada kenyataannya pemanggilan Penggugat memenuhi syarat pemanggilan dengan
memperhatikan jangka waktu pemanggilan dan hari sidang pertama.
Bahwa, dengan tidak hadirnya Penggugat pada hari sidang pertama tanpa ada alasan
yang sah, berdasarkan Pasal 13 ayat (1) PERMA 2/2015, gugatan yang dimohokan oleh
Penggugat dinyatakan gugur. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 124 HIR yang
menyatakan “jika penggugat tidak datang menghadap pengadilan negeri pada hari yang
ditentukam itu, meskipun ia dipanggil dengan patut, atau tidak pula menyuruh orang lain
menghadap mewakilinya, maka surat gugatnya dianggap gugur dan penggugat dihukum
biaya perkara; akan tetapi penggugat berhak memasukkan gugatannya sekali lagi, sesudah
membayar lebih dahulu biaya perkara yang tersebut tadi.”
Dengan demikian, terhadap amar Putusan Nomor 1/Pdt.G.S/2018/PN Klb, hakim
menyatakan perkara perdata gugatan sederhana tersebut gugur dan menghukum penggugat
untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini. Sebenarnya, dalam PERMA
2/2015 tidak diatur mengenai keharusan Penggugat untuk membayar biaya perkara apabila
gugatan yang diajukan dinyatakan gugur karena tidak hadirnya penggugat pada hari sidang
pertama. Tetapi, apabila melihat Pasal 32 PERMA No. 2 Tahun 2015 yang mengatur
mengenai ketentuan peralihan, dinyatakan bahwa “ketentuan hukum acara perdata tetap
berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dalam Peraturan Mahkamah Agung ini.”
Oleh karena itu, hakim dalam menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara
didasarkan pada ketentuan Pasal 32 PERMA No. 2 Tahun 2015 jo. Pasal 124 HIR.
Maka dari itu, gugatan yang dinyatakan gugur dianggap selesai tanpa melihat isi
gugatan. dan terhadap Penggugat, upaya hukum yang dapat ditempuh adalah Penggugat
dapat mengajukan gugatan yang sama sekali lagi, setelah terlebih dahulu ia membayar
segala biaya yang timbul dari perkara sebelumnya.

21
Pengadilan Negeri Kalabahi, Putusan No. 1/Pdt.G.S/2018/PN Klb., hlm.4.
E. Kesimpulan
Maka, setelah membaca penjelasan diatas sudah sepatutnya dengan hadirnya
mekanisme gugatan sederhana dalam penyelesaian sengketa di peradilan, pelaksanaan
fungsi lembaga peradilan di Indonesia dapat memenuhi asas sederhana, cepat, dan biaya
ringan. Di samping itu, dengan diberlakukannya mekanisme ini diharapkan kepastian
hukum dan keadilan yang dijamin oleh negara Indonesia dapat diwujudkan sebagaimana
mestinya. Sehingga, terhadap sengketa-sengketa yang cenderung mempunyai nilai gugat
rendah tetap dapat diperoleh suatu keadilan dengan proses peradilan yang sederhana, cepat,
biaya ringan dan menghasilkan putusan yang mengikat pula. Sedangkan, terhadap analisis
putusan sebagaimana dijelaskan di paragraph sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
kehadiran para pihak dalam proses peradilan gugatan sederhana adalah syarat mutlak yang
ditentukan oleh Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Penyelesaian Gugatan Sederhana. yang mana kehadirannya tidak dapat diwakilkan oleh
kuasa hukum dan ke tidak hadirannya mempunyai akibat hukum pada jalannya proses
berperkara.
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Ali, Achmad, Heryani dan Wiwie. Asas-Asas Pembuktian Perdata. Jakarta: Kencana, 2013.

Fakhriah, “Mekanisme Small Claims Court dalam Mewujudkan Tercapainya Peradilan Sederhana”
dalam Mimbar Hukum. Vol. 24. No. 2. Jakarta: 2013. Hlm. 260.
Fakhrian, Efa Laela. “Mekanisme penyelesaian sengketa bisnis yang Efektif dan Efisien” dalam Buku
Kompilasi Hukum Bisnis. Bandung: s.n.,2012.
Fauzan, Achmad dan Suhartanto. Teknik Menyusun Gugatan Pedata Di Pengadilan Negeri. Bandung:
Yrama Widya, 2009.
Harahap, M.Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan
, Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika, 2011.
Mahkamah Agung Republik Indonesia Indonesia, PSHK dan Leip. Buku Saku Gugatan Sederhana.
Jakarta: s.n., 2015.
Mertokusumo, Sudikono. Hukum Acara Perdata Indonesia. Ed. 6. Yogyakarta: Liberty, 2010.
Sukolegowo, Pramono. “Efektiitas Sistem Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan di
Lingkungan Peradilan Umum” dalam Dinamika Hukum. Vol.8,.No.1. Januari:2008. Hlm. 28.
Sutantio, Ny. Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan
Praktek. Cet.11. Jakarta: CV. Mandar Maju, 2009.
Wheelan, Chrtistopher J. Small Claims Courts – A Comparative Study. New York: Oxford University
Press, 1990.

PERATURAN, ARTIKEL, INTERNET DAN SUMBER LAINNYA

Indonesia, Mahkamah Agung. Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan
Sederhana. Perma No. 2 Tahun 2015.
Indonesia. Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No. 48 Tahun 2009, LN No. 157
Tahun 2009, TLN No. 1111.
Pengadilan Negeri Kalabahi, Putusan No. 1/Pdt.G.S/2018/PN Klb.
Weller, Steven, John C Ruhnkan dan John A. Martin, “American Smal Claims Courts, dalam
Christopher J. Whelan (Eds)” dalam Small Claim Courts; A Comparative Study. Clarendom
Press. Ocford. Hlm.5.
HukumOnline. “Urgensi Terbitnya PERMA Small Claim Court” /www.hukumonline.com/berita/
Baca/lt55d71ac18056b/urgensi-terbitnya-perma-small-claim-court.
PN Kalabahi. “Wilayah Yurisdiksi” www.pn-kalabahi.go.id/tentang-pengadilan/wilayah-yuridiksi.

Anda mungkin juga menyukai