Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ILMIAH

PENGARUH KONSENTRASI KUNYIT (CURCUMA LONGA)


TERHADAP DAYA HAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI
STAPHPYLOCOCCUS AUREUS

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah bahasa indonesia


Dosen pengampu Arif Setya Efendi, M.Pd.

Disusun oleh
Dzakiyyatul Mufidah (P1337434119046)

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


JURUSAN ANALIS KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan
rahmat-Nyalah tulisan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan makalah
yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi Kunyit (Curcuma Longa) Terhadap Daya
Hambat Pertumbuhan Bakteri Staphpylococcus Aureus” ini dibuat dalam rangka
pemenuhan tugas mata kuliah Bahasa Indonesia, penyusunan makalah ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Surati, ST M.Si, Med selaku kepala progam studi DIII Teknologi


Laboratorium Medik
2. Arif Setya Efendi, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Bahasa
Indonesia.
3. Teman-teman yang telah memberi dukungan dan doa.

Akhir kata penulis berdoa semoga Allah SWT selalu memberikan limpahan
rahmat dan hidayah-Nya kepada semua pihak tersebut di atas, dan mudah-mudahan
tesis ini bermanfaat bagi pembaca.

Semarang, Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ii


DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I ........................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2
C. Tujuan Masalah .......................................................................................................... 2
BAB II ...................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 3
A. Pengertian Staphpylococcus Aureus .......................................................................... 3
B. Pengertian dan Kandungan Kimia Kunyit .............................................................. 7
BAB III................................................................................................................................... 10
PENUTUP.............................................................................................................................. 10
A. Simpulan .................................................................................................................... 10
B. Saran .......................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu penyebab penyakit infeksi adalah bakteri (Radji,2010). Penyakit


infeksi ini merupakan penyakit yang menimbulan rasa sakit dan angka kematian
yang tinggi. Staphylococcus Aureus merupakan salah satu mikroorganisme
pathogen yang mampu menyebabkan penyakit infeksi pada manusia. Secara invitro
. Staphylococcus Aureus dapat menyerang dan bertahan hidup di dalam sel epitel
termasuk sel endotel, sehingga sulit dikendalikan oleh sistem pertahanan tubuh.
Sifat koagulasi positif dimiliki oleh bakteri ini. Hal tersebut menjadi ciri khas
bakteri Staphylococcus Aureus dengan bakteri yang lain seperti Staphylococcus
epidermidis (S. epdermids).Bateri ini juga mampu membentuk koloni kecil yang
berbeda/small-colony varians (SCVs) yang menyebabkan infeksi Staphylococcus
sulit disembuhkan dan sering berulang (Anandika,2011).

Hampir setiap orang akan mengalami beberapa infeksi S. aureus sepanjang


hidup, dengan kisaran keparahan dari infeksi kulit minor hingga infeksi berat yang
mengancam jiwa. Seseorang yang mengalami infeksi ditandai dengan adanya
kerusakan jaringan yang disertai abses bernanah. Beberapa penyakit infeksi yang
disebabkan oleh S. aureus adalah bisul, jerawat impetigo dan infeksi luka. Infeksi
yang lebih berat diantaranya pneumonia, mastitis, meningitis, infeksi saluran
kemih, osteomyelitis dan endokaris. S. aureus juga merupakan penyebab utama
infeksi nosokominal, keracunan makanan dari sindroma syok toksik.

Penyakit infeksi dapat diatasi dengan menggunakan obat antibiotik. Di


Indonesia banyak tanaman yang dapat digunakan sebagai antibiotik alami salah
satunya adalah kunyit. Kunyit telah lama digunakan sebagai obat tradisional sejak
berabad-abad di berbagai belahan dunia. Rimpang kunyit biasanya digunakan
sebagai obat gatal, luka, sesak nafas, sakit perut, bisul, dan masih banyak lagi.

1
Rimpang kunyit memiliki kandungan senyawa kimia yang penting dan dapat
digunakan sebagai obat-obatan diantaranya: kurkumin, minya atsiri, resin,
desmetoksirkumin, oleoresin, bidesmetosirkumin, damar, gom, lemak, protein,
kalium, fosfor, dan besi. Kandungan kimia diatas menunjukkan bahwa kunyit dapat
digunakan sebagai antimikroba alami.

Berdasarkan latar belakang yang telah disajikan bahwa kunyit memiliki


kandungan senyawa kimia yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Maka
penulis akan membahas konsentrasi kunyit (curcuma longa) yang digunakan untuk
menghambat bakteri Staphylococcus aureus.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah dapat diidentifikasikan


permasalahan yang muncul, yakni sebagai berikut.

1. Apakah konsentrasi kunyit (Curcuma Longa) berpengaruh terhadap


daya hambat pertumbuhan bakteri Staphpylococcus Aureus?
C. Tujuan Masalah

1. Mengetahui pengaruh kunyit terhadap daya hambat pertumbuhan


bakteri Staphpylococcus Aureus.
2. Mengukur daya hambat konsentrasi kunyit (Curcuma Longa) terhadap
bakteri Staphpylococcus Aureus.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Staphpylococcus Aureus

Staphpylococcus Aureus (S. aureus) adalah bakteri gram positif yang


menghasilkan pigmen kuning, bersifat anaerop fakultatif, tidak menghasilkan
spora, tidak motil dan umumnya tumbuh berpasangan maupun berkelompok,
dengan diameter sekitar 0,8-1,0 𝜇m. S. aureus tumbuh dengan optimum pada suhu
37℃ dengan waktu pembelahan 0,47 jam. Bakteri Staphpylococcus Aureus (S.
aureus) memiliki bentuk bulat seperti buah anggur yang tersusun rapi dan tidak
teratur satu sama lain. Menururt Holt et al, (1994) bakteri Staphpylococcus Aureus
gram positif tidak bersepora, tidak motil fakultatif anaerob, kemoorganotrofik,
metil red positif, tumbuh optimum pada suhu 30-37℃ dan tumbuh baik pada NaCl
1-7%, dengan dua penafasan dan metabolism fermentative.

S. aureus merupakan mikroflora normal manusia. Bakteri ini biasanya terdapat


pada saluran terdapat pada saluran pernafasan atas dan kulit. Keberadaan S. aureus
pada saluran pernafasan atas dan kulit pada individu jarang menyebabkan penyakit,
individu sehat biasanya hanya berperan sebagai karier. Koloni bakteri ini biasanya
buram, bias putih atau krem dan kadang-kadang kuning keoranggenan. Bakteri ini
katalase posistif dan oksidase negative, sering mengubah nitrat menjadi nitrit rentan
lisis oleh lisostafin tapi tidak oleh lisozim. Infeksi serirus akan terjadi ketika
resistensi ilang melemah karena adanya perubahan hormon, adanya penyakit, luka,
atau perlakuan menggunakan steroid atau obat lain yang mempengaruhi imunitas
sehingga terjadi pelemahan inang.

Infeksi S. aureus diasosiasikan dengan beberapa kondisi patologi, diantaranya


bisul, jerawat, numoni, meningistis dan arthritis. Sebagian besar penyakit
disebabkan oleh bakteri ini memproduksi nanah oleh karena itu bakteri ini disebut
piogenik. S. aureus juga menghasilkan katalase, yaitu enzim yang menyebabkan
fibrin berkolagurasi dan menggumpal. Kolagulasi diasosiasiskan dengan

3
patogenitas karena penggumpalan fibrin yang disebabkan oleh enzim ini
terakumulasi disekitar bakteri sehingga agen pelindug inang kesulitan mencapai
bakteri dan fagotosis terhambat.

Infeksi oleh S. aureus ditandai dengan kerusakan pada jaringan yang disertai
abses bernanah. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah
bisul, jerawat impertigo, infeksi luka. Infeksi yang lebih berat diantaranya
pneumonia, mastitis, phelibitis, meningitis, infeksi saluran kemih. Bisul atau abses
setempat, seperti jerawat dan borok merupakan infeksi kulit di daerah folikel
rambut, kelenjar sebasea, atau keringat. Mula-mula terjadi nekrosis jaringan
setempat, lalu terjadi koagulasi fibrin disekitar lesi dan pembuluh getah bening,
sehingga terbentuk dinding yang membatasi proses nekrosis. Infeksi dapat
menyebar kebagian tubuh yang lain melalui pembuluh getah bening dan pembuluh
darah, sehingga terjadi peradangan pada vena, thrombosis, bahkan bakterimia.
Bakterimia dapat menyebabakan terjadinya endokartidis, osteomyelitis akut
hematogen, meningitis atau infeksi paru-paru.

Staphpylococcus Aureus (S. aureus) dapat ,menimbulkan penyakit melalui


kemampuan berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan dan melalui
pembentukan berbagai zat multi seluler. Beberapa zat ini adalah enzim sedangkan
zat yang lain diduga toksin, meskipun berfungsi sebagai enzim kebanyakan toksin
berada di bawah pengendalian genetik plasmid atau DNA berbentuk celuler dan
terdapat dalam kromosom.

S. aureus dapat menimbulkan penyakit melelui kemampuannya tersebar luas


dalam jaringan dan melalui pemebentukan berbagai zat ekstraseluler. Berbagai zat
berperan sebagai factor virulensi dapat berupa protein, termasuk enzim dan toksin,
contohnya:

1. Katalase
Katalase berperan dalam daya tahan bakteri terhadap proses fagotosis.
2. Koagulase

4
Enzim ini dapat menggumpalkan plasma oksalat atau plasma sitrat,
Karena adanya faktor koagulase reaktif dalam serum yang bereaksi dengan
enzim tersebut. Esterase yang dihasilkan dapat meningkatkan aktivitas
penggumpalan, sehingga terbentuk deposit fibrin pada permukaan sel
bakteri yang dapat menghambat fagotosis.
3. Hemolisin
Hemolisin adalah toksin yang dapat membentuk suatu zona hemolisis
disekitar koloni bakteri. Hemolisisn pada S. aureus terdiri dari 𝛼 hemolisin,
𝛽 hemolisin dan 𝛿 hemolisin. 𝛼 hemolisin merupakan toksin yang
bertanggung jawab terhadap pembentukan zona hemolisis diskitar koloni
S. aureus pada medium agar darah. Toksin ini dapat menyebabkan nekrosis
pada kulit hewan dan manusia. 𝛽 hemolisin adalah toksin terutama
dihasilkan Stafilokokus yang diisolasi dari hewan, yang menyebabkan lisis
pada sel darah merah domba dan sapi. Sedangkan 𝛿 hemolisin merupakan
toksin yang dapat melisiskan sel darah merah manusia dan kelinci, tetapi
efek lisisnya kurang terdapat sel darah merah domba.
4. Leukosidin
Toksin ini dapat mematikan sel darah putih pada beberapa hewan.
Tetapi perannya dalam pathogenesis pada manusia tidak jelas, karena
Stafilokokus pathogen tidak dapat mematikan sel-sel darah putih manusia
dan dapat difagotosis.
5. Toksin Eksfolitatif
Toksin ini mempunyai aktivitas proteolitik dan dapat melarutkan
matriks mukopolisakarida epidermis, sehingga menyebabkan pemisahan
intraepithealial pada ikatan sel di stratum granulosum. Toksin eksfoliatif
merupakan penyebab Staphylococcal Scalded Skin Syndrome, yang
ditandai dengan melepuhnya kulit.
6. Toksin Sindrom Syok Toksik
Sebagian besar S. aureus yang diisolasi dari penderita sindrom syok
toksik menghasilkan eksotoksin pirogenik. Pada manusia, toksin ini

5
menyebabkan demam, syok, ruam kulit, dan gangguan multisistem organ
dalam tubuh.
7. Enterotiksin
Enzim ini tahan terhadap panas dan tahan terhadap suasana basa di
dalam usus. Enzim ini merupakan penyebab utama dalam keracunan
makanan, terutama pada makanan yang mengandung karbohidrat dan
protein.
Hampir semua semua S. aureus resisten terhadap penisilin. Hal ini disebabkan
oleh keberadaan oleh keberadaan enzim 𝛽-laktamase yang dapat merusak struktur
𝛽-laktam pada penisilin. Untuk mengatasi hal ini, dapat digunakan penisislin yang
bersifat resisten 𝛽-laktamase, contohnya nafcillin atau oksasilin. Sebagian isolate S.
aureus juga resisten terhadap methisilin karena adanya modifikasi protein pengikat
penisilin. Protein ini mengkode peptidoglikan transpeptidase baru yang mempunyai
afinitas rendah terhadap antibiotik 𝛽-laktam, sehingga terapi 𝛽-laktam tidak
responsive. Salah satu contoh antibiotik yang digunakan terhadap MRSA.
Penisilin merupakan kelompok antibiotik 𝛽-laktam yang digunakan dalam
penyembuhan infeksi karena bakteri biasanya berjenis gram positif. Penisislin
bekerja menghambat pembentukan dindidng sel bakteri dengan menghambat
digabungkannya asam N-asetilmuramat non esensial ke dalam struktur mukopeptida
yang biasanya membuat sel menjadi kaku dan kuat.cara kerja ini berarti bahwa
penisilin hanya akan aktif bekerja pada satuan pathogen yang sedang tumbuh
dengan aktif. Sebutan penisislin juga digunakan dalam menyebutan anggota
spesifik dari kelompok penisislin. Semua penisislin memiliki dasar rangka penam,
yang memiliki rumus molekul R-C12H11N2O4S (R merupakan rangka samping yang
beragam). Banyak penisilin alami yang dapat ditemukan disekitar kita seperti,
kunyit, bawah putih, bawang merah, jahe, madu, kayu manis, kubis, minyak kelapa,
oregano, daun basil dan masih banyak lagi.

6
B. Pengertian dan Kandungan Kimia Kunyit

Kunyit merupakan tanaman berupa semak dan bersifat tahunan dan tersebar
diseluruh daerah tropis. Kunyit termasuk dalam tanaman rempah dan obat, habitat
asli tanaman ini meliputi daerah Asia khususnya daerah Asia Tengara. Hampir
setiap orang di Indonesia menggunakan kunyit dalam masakan sehari-hari dan
menggunakannya sebagai bahan dasar pembutan jamu untuk kesehatan dan
kecantikan. Manfaat kunyit yaitu sebagai tanaman obat tradisional, bahan baku
industri jamu dan kosmetik, bahan bumbu masak, pertenakan dan lainnya. Selain itu
rimpang kunyit bermanfaat sebagai zat anti inflamasi, anti mikroba, anti oksidan
pecegah kanker, anti tumor,dan sebagai pembersih darah.

Kandungan kimia yang terdapat di rimpang kunyit akan lebih tinggi apabila
berasal dari dataran rendah dibandingkan dengan kunyit yang berasal dari dataran
tinggi. Kandungan utama kurkuminoid dan minyak atsiri yang dapat berfungsi
sebagai antimikroba (broad spectrum). Kandungan kimia yang lain dari rimpang
kunyit adalah resin, desmetoksikurkumin, oleoresin, bidesmetoksikurkumin, damar,
gom, lemak, protein, kalsium, fosfor dan besi.

Kurkuminoid dalam rimpang kunyit merupakan kelompok senyawa fenolik.


Mekanisme kerja kurkumin sebagai antibakteri mirip persenyawaan fenol lainnya
yaitu menghambat metabolisme bakteri dengan cara merusak membran sitoplasma
dan mendenaturasi protein sel yang menyebabkan kebocoran nutrien dari sel
sehingga sel bakteri mati atau terhambat pertumbuhannya. Kurkumin
(diferuloylmethane) (3–4%) merupakan komponen aktif dari kunyit yang berperan
untuk menghasilkan warna kuning, dan terdiri dari kurkumin I (94%), kurkumin II
(6%) and kurkumin III (0.3%)[3].

Kunyit memiliki kandungan kimia yang bermanfaat untuk kesehatan tubuh dan
mengandung senyawa yang berkhasiat sebagai obat, yaitu kurkuminoid yang terdiri
dari (kurkumin atau 1,7-bis(4-hidroksi-3metoksifenil)-1,6-heptadiena-3,6-dion,
10% desmetoksikumin atau 1-(4-hidroksi3-metoksifenil)-7-(4-hidroksifenil)-

7
1,6heptadiena-3,5-dion dan 1-5% bisdesmetoksikurkumin atau 1,7-
bis(4hidroksifenil)-1,6-heptadiena-3,5-dion) dan zat- zat manfaat lainnya seperti
minyak atsiri yang terdiri dari (keton sesquiterpen, turmeron, tumeon 60%,
zingiberen 25%, felandren, sabinen, borneol dan sineil)[3].

Aktivitas antibakteri pada kunyit juga dihubungkan dengan kandungan kimia


utama dalam minyak atsiri. Komponen kimia dalam minyak atsiri terbagi dalam
lima kelas pokok yaitu hidrokarbon monoterpen, monoterpen oksigenasi,
hidrokarbon seskuiterpen, seskuiterpen oksigenasi dan lainnya seperti ester.
Kandungan kimia minyak atsiri kunyit terdiri yang lain terdiri dari artumeron, α dan
β-tumeron, tumerol, αatlanton, β-kariofilen, linalol dan 1,8 sineol. Minyak esensial
dihasilkan dengan destilasi uap dari rimpang kunyit, mengandung a-phellandrene
(1%), sabinene (0.6%), cineol (1%), borneol (0.5%), zingiberene (25%) and
sesquiterpines (53%). Seskuiterpen dalam minyak atsiri kunyit merupakan turunan
dari senyawa terpen yang dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri yang kuat.
Penelitian lainnya tentang aksi antimikroba oleh monoterpen menyebutkan bahwa
terpen berdifusi ke dalam sel kemudian merusak struktur membran sel.

Etanol merupakan salah satu pelarut yang dapat digunakan untuk mengikat
semua zat aktif yang terkandung dalam rimpang kunyit karena bersifat netral, tidak
beracun dan berabsorpsi baik.13,14 Pemberian ekstrak rimpang Curcuma longa.
dalam berbagai konsentrasi yaitu 25%, 50%, 75% dan 100% memiliki pengaruh
terhadap bakteri E. coli. Hasil penelitian terlihat penurunan jumlah koloni seiring
peningkatan konsentrasi. Secara keseluruhan terdapat perbedaan yang signifikan
antara konsentrasi walaupun pada kelompok perlakuan 25% dan kelompok
perlakuan 50% tidak terjadi perbedaan merata jumlah koloni bakteri E. coli yang
signifikan. Hasil penelitian yang dilakukan secara in vitro, membuktikan bahwa
senyawa aktif dalam rimpang Curcuma longa. mampu menghambat pertumbuhan
bakteri Bacillus sp. dan Shigella dysentriae karena kunyit mengandung senyawa
kurkuminoid dan minyak atsiri.

8
Penelitian uji daya hambat ekstrak etanol rimpang kunyit (Curcuma longa)
terhadap pertumbuhan S. aureus menunjukkan bahwa ekstrak rimpang (Curcuma
longa) dengan konsentrasi 10% b/v, 20% b/v, 40% b/v, 80% b/v dapat menghambat
pertumbuhan bakteri tersebut. Hal ini menunjukkan adanya senyawa aktif dalam
ekstrak rimpang Curcuma longa yang diduga diperoleh dari kandungan kimia yang
terdapat didalamnya yaitu kurkumin yang mengandung gugus hidroksil fenolat dan
minyak atsiri yang mengandung senyawa terpen mirip alkohol.

Kemampuan bakterisidal dari fenol dan senyawa terpen dengan


mendenaturasikan protein dan merusak membran sitoplasma sel. Ketidakstabilan
pada dinding sel dan membran sitoplasma bakteri menyebabkan fungsi
permeabilitas selektif, fungsi pengangkutan aktif, pengendalian susunan protein sel
bakteri terganggu. Gangguan integritas sitoplasma berakibat pada lolosnya
makromolekul dan ion dari sel. Sel bakteri kehilangan bentuknya sehingga lisis.
Persenyawaan fenolat bersifat bakteriostatik tergantung dari konsentrasinya.

Pengukuran zona hambat pertumbuhan bakteri mendapatkan rerata diameter


daerah bebas kuman yang paling kuat adalah ekstrak etanol rimpang (Curcuma
longa) dengan konsentrasi 80% b/v. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi
80% b/v kandungan ekstrak lebih banyak sehingga kadar konsentrasi kurkumin dan
minyak atsiri juga lebih besar. Namun, perbedaan efek antibakteri antara ekstrak
etanol rimpang 10% b/v dan 20% b/v dengan konsentrasi 40% b/v tidak bermakna
secara statistik karena p>0,05. Hal ini mungkin disebabkan karena larutan tidak
homogen atau jumlah ekstrak kunyit yang akan dilarutkan tidak sesuai berat
seharusnya.

9
BAB III

PENUTUP
A. Simpulan

Berdasarkan uraian diatas hasil dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol rimpang
Curcuma longa memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus. Ekstrak
etanol rimpang Curcuma longa dalam berbagai konsentrasi 10% b/v, 20% b/v, 40% b/v
80% b/v memiliki daya hambat yang berbeda terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus.
Daya hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus Aureus dengan menggunakan
kunyit menunjukkan urutan kekuatan penghambatan dari setiap konsentrasi yaitu 10%
b/v, 20% b/v, 40% b/v 80% b/v. Konsentrasi yang memiliki diameter daya hambat
tertinggi adalah konsentrasi 80 % b/v.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut efek antimikroba rimpang kunyit (Curcuma
longa) terhadap bakteri yang lain. Perlu dilakukan uji aktivitas antimikroba lanjutan
secara in vivo untuk menentukan dosis dan efek toksisitas, serta efek samping dari
ekstrak polar rimpang kunyit (Curcuma longa).

10
DAFTAR PUSTAKA

Anandika, Danar Dwi., 2011, Ekstrak Bawang Putih (Allium Sativum) Menurunkan
Jumlah Leukosit pada Mencit Model Sepsis Akibat Paparan Staphylococcus Aureus.

Radji, Maksum.2010. Buku Ajar Mikrobiologi: Panduan Mahasiswa Farmasi dan


Kedoktean. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

www.wikipedia.org

11

Anda mungkin juga menyukai