Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ANSIETAS

I. MASALAH UTAMA
Ansietas
a) Definisi Ansietas :
Ansietas (kecemasan) adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung
oleh situasi. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus ansietas
(Videbeck, 2008).

Menurut Stuart dan Laraia (2005) aspek positif dari individu berkembang dengan
adanya konfrontasi, gerak maju perkembangan dan pengalaman mengatasi
kecemasan. Tetapi pada keadaan lanjut perasaan cemas dapat mengganggu
kehidupan seseorang.

b) Tingkatan Ansietas
Tingkatan ansietas sebagai berikut :
a. Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari
dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan
persepsinya (Videbeck, 2008). Ansietas memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan dan kreativitas. Selama tahap ini, seseorang menjadi lebih
waspada dan kesadarannya menjadi lebih tajam terhadap lingkungan. Jenis
ansietas ini dapat memberikan motivasi pembelajaran dan menghasilkan
pertumbuhan dan kreativitas.
b. Ansietas sedang
Pada tingkat ini, individu berfokus pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Ansietas ini mempersempit lapang persepsi
individu. Individu tidak mempunyai perhatian yang selektif, kemampuan
penglihatan, pendengaran, dan penciuman menurun (Stuart, 2007). Jika
diarahkan untuk melakukan sesuatu, individu dapat berfokus pada perhatian
yang lebih banyak .
c. Ansietas Berat
Lapang persepsi individu sangat menyempit (Videbeck, 2008). Individu
cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir
tentang hal yang lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan.
Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area yang
lain. Kemampuan persepsi seseorang menjadi menurun secara menyolok dan
perhatiannya pun terpecah-pecah. Pikirannya hanya fokus pada satu hal dan
tidak memikirkan yang lain.
d. Tingkat Panik
Panik adalah kehilangan kendali, individu tidak mampu melakukan sesuatu
walaupun dengan arahan. Panik mengakibatkan disorganisasi kepribadian dan
menimbulkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan
pemikiran yang rasional. Tingkat ansietas ini jika berlangsung terus dalam
waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan kematian (Videbeck, 2008).
Gejala yang terjadi adalah palpitasi, nyeri dada, mual atau muntah, ketakutan
kehilangan control, parestesia, tubuh merasa panas atau dingin (Stuart & Laraia,
2005)
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
Proses terjadinya cemas dijelaskan dengan psikodinamika keperawatan. Psikodinamika
masalah keperawatan dapat dijelaskan dengan menggunakan pendekatan model Stuart
& Laraia (2005). Menurut Stuart & Laraia (2005) psikodinamika masalah keperawatan
dimulai dengan menganalisa faktor predisposisi, presipitasi, penilaian terhadap stresor,
sumber koping dan mekanisme koping yang digunakan oleh seorang individu sehingga
menghasilkan respon baik yang bersifat konstruktif maupun destruktif dalam rentang
adaptif sampai maladaptif seperti yang tampak pada skema dibawah ini.

Factor Predisposisi
Biologis Psikologis Sosio cultural

Factor Presipitasi
Nature Origin Timing Number

Penilaian Terhadap Stressor


Kognitif Afektif Fisiologis Respon Sosial

Sumber Koping
Kemampuan personal Dukungan Sosial Aset Materi Keyakinan Positif

Mekanisme Koping

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Konstruktif Destruktif

Skema 2.1. Psikodinamika Masalah Keperawatan Jiwa


(Stuart & Laraia, 2005)

A. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart & Laraia (2005) faktor predisposisi adalah faktor resiko yang menjadi
sumber terjadinya stres yang mempengaruhi tipe dan sumber dari individu untuk
menghadapi stres baik yang biologis, psikososial dan sosial kultural. Berbagai teori
menjadi dasar pola berpikir faktor predisposisi kesehatan jiwa.
1) Biologis
Faktor biologis merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisiologis dari
individu yang mempengaruhi terjadinya ansietas. Beberapa teori yang
melatarbelakangi cara pandang faktor predisposisi biologis adalah teori genetik dan
teori biologi. Teori genetik lebih menekankan pada campurtangan komponen
genetik terhadap berkembangnya perilaku ansietas. Sedangkan teori biologi lebih
melihat struktur fisiologis yang meliputi fungsi saraf, hormon, anatomi dan kimia
saraf.

Genetik dihasilkan dari fakta-fakta mendalam tentang komponen genetik yang


berkontribusi terhadap perkembangan gangguan ansietas (Sadock & Sadock, 2003).
Gen 5HTTP mempengaruhi bagaimana otak memproduksi serotonin (National
Institute of Mental Health, 1996). Studi statistik mengindikasikan bahwa faktor gen
dapat menyebabkan perbedaan 3-4% derajad ansietas yang di alami oleh seseorang
(Shives, 2005). Temuan dari penelitian tersebut juga digunakan untuk menjelaskan
pola kepribadian yang normal dan patologis.

Studi yang dilakukan terhadap keluarga relatip menentukan prevalensi ansietas.


Dua metode yang umum digunakan adalah riwayat keluarga yang didapatkan dari
wawancara secara tidak langsung dari informan dan studi keluarga yang dilakukan
berdasarkan wawancara langsung dengan anggota keluarga. Metode ini digunakan
untuk menjelaskan teori yang berkenaan dengan berbagai klasifikasi ansietas
(Nicolini, Cruz, Camarena, Paez & De la Fante, 1999). Sadock dan Sadock (2003)
dalam penelitiannya menjelaskan bahwa sekitar 50% dari klien yang mengalami
gangguan panik dipengaruhi oleh hubungan keluarga. Lima belas sampai dua puluh
persen individu yang mengalami gangguan obsessive compulsive berasal dari
keluarga dengan anggota keluarga memiliki masalah yang sama dan sekitar 40%
seseorang yang mengalami agoraphobia berhubungan dengan anggota keluarga
dengan agoraphobia. Hipotesa yang dapat kita simpulkan dari berbagai penelitian
tersebut adalah genetik memainkan peran dalam berkontribusi terhadap manifestasi
tanda-tanda ansietas yang dialami oleh individu.

Pemahaman teori biologi dilakukan dengan mengevaluasi hubungan antara ansietas


dan faktor yang mempengaruhi yaitu katekolamin, kadar neuroendokrin,
neurotransmiter seperti serotonin GABA dan kolesistokinin dan reaktivasi autonom.
Gambaran tentang fungsi saraf diperlukan dalam melihat keterkaitan biologis
dengan ansietas (Sadock & Sadock, 2003). Kadar serotonin yang berlebihan pada
beberapa area penting dari otak yaitu raphe nucleus, hipotalamus, thalamus, basal
ganglia dan sistem limbik berhubungan dengan tejadinya ansietas. Bustiron dan
benzodiazepine menghambat transmisi serotonin yang menyebabkan munculnya
berbagai gejala ansietas (Roerig, 1999).

Penelitian neuromaging lebih berfokus pada anatomi normal dan kimia saraf,
perilaku farmakologi dan teori perubahan kognitif untuk memahami dasar biologis
dari ansietas. Penelitian berfokus pada identifikasi prediksi potensial respon
terhadap treatment. Studi menggunakan Positron Emission Tomography (PET)
menunjukkan peningkatan aktivitas metabolik dan aliran darah pada lobus frontal,
basal ganglia dan singulum pada klien dengan diagnosa gangguan obsessive
compulsive (Holman & Devous, 1992; Sadock & Sadock, 2003 dalam Shives,
2005).
2) Psikologis
Teori psikoanalitik dan perilaku menjadi dasar pola pikir faktor predisposisi
psikologis terjadinya ansietas. Teori psikoanalisa yang dikembangkan oleh
Sigmund Freud menjelaskan bahwa ansietas merupakan hasil dari ketidakmampuan
menyelesaikan masalah, konflik yang tidak disadari antara impuls agresif atau
kepuasan libido serta pengakuan terhadap ego dari kerusakan eksternal yang
berasal dari kepuasan. Sebagai contoh konflik yang tidak disadari pada saat masa
kanak-kanak, seperti takut kehilangan cinta atau perhatian orang tua, menimbulkan
perasaan tidak nyaman atau ansietas pada masa kanak-kanak, remaja dan dewasa
awal (Roerig, 1999).

Teori psikoanalisa terbaru menjelaskan bahwa ansietas merupakan interaksi antara


temperament dan lingkungan. Seseorang lahir ke dunia dengan pembawaan
fisiologis sejak lahir yang mempengaruhi rasa takut pada tahapan awal kehidupan.
Sebagai upaya seseorang menghadapi konflik, seseorang mengembangkan
gambaran lemah tentang kemampuan diri dan penggunaan strategi yang kurang
tepat seperti mencegah mengatasi stress kehidupan. Kenyamanan seseorang
menurun dan mengembangkan kehilangan kontrol dengan meningkatkan emosi
yang negatif, puncak ansietas dan mengawali terjadinya serangan panik (Medscape,
2000).

3) Sosial Budaya
Faktor predisposisi sosial budaya dianalisa melalui beberapa teori yaitu
interpersonal dan sosial budaya. Teori interpersonal melihat bahwa ansietas terjadi
dari ketakutan akan penolakan interpersonal. Hal ini juga dihubungkan dengan
trauma pada masa pertumbuhan, seperti kehilangan, perpisahan yang menyebabkan
seseorang menjadi tidak berdaya. Individu yang mempunyai harga diri rendah
biasanya sangat mudah untuk mengalami ansietas yang berat.

Teori sosial budaya meyakini faktor sosial dan budaya sebagai faktor penyebab
ansietas. Pengalaman seseorang sulit beradaptasi terhadap permintaan sosial budaya
dikarenakan konsep diri yang rendah dan mekanisme koping. Stresor sosial dan
budaya menjadi ancaman untuk seseorang dan dapat mempengaruhi
berkembangnya perilaku maladaptif dan menjadi onset terjadinya ansietas.

Teori sosial budaya menegaskan bahwa hubungan interpersonal merupakan salah


satu penyebab terjadinya ansietas. Hubungan interpersonal yang tidak adekuat pada
saat bayi akan menjadi penyebab disfungsi tugas perkembangan seseorang sesuai
dengan usia. Konsep diri yang negatif sejak kecil akan menimbulkan kesulitan
penyesuaian diri yang terjadi pada individu terhadap kelompok sosial budayanya.
Kemampuan komunikasi yang rendah akibat konsep diri yang negatif menyebabkan
seseorang sulit dalam menyelesaikan masalah sehingga berpotensi menyebabkan
ansietas.

B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi adalah stimulus internal maupun eksternal yang mengancam
individu. Komponen faktor presipitasi terdiri atas sifat, asal, waktu dan jumlah stressor
(Stuart & Laraia, 2005).

1) Sifat Stresor
Sifat stressor dapat diidentifikasi dalam tiga komponen utama yaitu biologi,
psikologis dan sosial. Tiga komponen tersebut merupakan hasil dari ancaman
terhadap integritas fisik dan ancaman terhadap sistem diri. Ancaman terhadap
integritas fisik terjadi karena ketidakmampuan fisiologis atau penurunan
kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari di masa mendatang. Ancaman
ini meliputi sumber internal dan sumber eksternal. Sumber eksternal meliputi
terpaparnya infeksi virus atau bakteri, polusi lingkungan, bahaya keamanan,
kehilangan perumahan yang adekuat, makanan, pakaian atau trauma injuri.

Sedangkan sumber internal meliputi kegagalan mekanisme fisiologis seperti


jantung, sistem imun, atau regulasi suhu. Perubahan biologis secara normal dapat
terjadi pada kehamilan dan kegagalan untuk berpartisipasi dalam melakukan
pencegahan merupakan bagian lain dari sumber internal. Nyeri sering diindikasikan
sebagai ancaman terhadap integritas fisik. Ansietas ini akan memotivasi seseorang
untuk mencari pelayanan kesehatan. Ancaman terhadap integritas fisik yang
selanjutnya dilihat sebagai faktor presipitasi biologis.

Faktor presipitasi psikologis dan sosial budaya berasal dari adanya ancaman
terhadap sistem diri. Ancaman terhadap sistem diri diindikasikan mengancam
identitas seseorang, harga diri, dan fungsi integritas sosial. Ancaman terhadap
sistem diri juga terdiri atas dua sumber yaitu eksternal dan internal. Sumber
eksternal terdiri atas kehilangan orang yang sangat dicintai karena kematian,
perceraian, perubahan status pekerjaan, dilema etik, dan tekanan sosial atau budaya.
Sumber internal meliputi kesulitan hubungan interpersonal di rumah atau di tempat
kerja, dan menjalankan peran baru seperti sebagai orang tua, pelajar atau pekerja.

Ancaman terhadap integritas fisik dapat juga menjadi ancaman terhadap sistem diri
karena mental dan fisik saling berhubungan. Pembedaan kategori tersebut
tergantung pada respon seseorang terhadap adanya stresor. Tidak ada kejadian
stressful terjadi pada orang yang sama terjadi pada waktu yang berbeda, karena
seluruh kejadian bersifat individual bagi setiap orang.

2) Asal Stressor
Berdasarkan sifat stressor yang telah diuraikan diatas maka asal stressor ansietas
dapat didentifikasi melalui dua sumber yaitu internal dan eksternal. Sumber internal
digambarkan sebagai seluruh stresor ansietas yang berasal dari dalam individu baik
yang bersifaf biologis maupun psikologis. Sumber eksternal merupakan sumber
ansietas yang berasal dari lingkungan eksternal individu termasuk didalamnya
hubungan interpersonal dan pengaruh budaya.

Pada ansietas keluarga asal stresor lebih pada stresor eksternal yaitu adanya anak
yang sakit. Adanya anak yang sakit ini dapat mempengaruhi kondisi psikologis dan
biologi yang berperan sebagai stresor internal dan menambah stress bagi caregiver.

3) Waktu dan Lamanya Stresor


Stuart & Laraia (2005) menjelaskan bahwa waktu dilihat sebagai dimensi kapan
stresor mulai terjadi dan berapa lama terpapar stressor sehingga menyebabkan
munculnya gejala ansietas. Frekuensi paparan stressor ansietas juga dapat
diindikasikan untuk melihat terjadinya ansietas pada caregiver.

Pada ansietas keluarga, waktu terjadinya stresor berupa anak yang sakit datang tiba-
tiba dan tidak terduga. Lamanya stresor ansietas keluarga tergantung pada kondisi
kesehatan anak. Semakin berat tingkat penyakit yang dialami anak akan
memperpanjang lamanya stresor yang dialami oleh keluarga sebagai caregiver.
Demikian sebaliknya pada kondisi penyakit anak yang ringan, lamanya stresor yang
dialami oleh keluarga semakin pendek.
4) Jumlah Stresor
Jumlah pengalaman stress yang dialami individu dalam satu waktu tertentu juga
menjadi faktor presipitasi terjadinya ansietas (Stuart & Laraia, 2009). Jumlah
stressor lebih dari satu yang dialami oleh individu dalam satu waktu akan lebih sulit
diselesaikan dibandingkan dengan satu stressor yang dialami.

Jumlah stressor yang dialami oleh keluarga yang anaknya dirawat di rumah sakit
pada awalnya satu yaitu anak yang sakit. Namun ketika muncul respon terhadap
stresor sosial tersebut maka jumlah stresor akan bertambah sesuai dengan hasil
respon yang ditampilkan ketika menerima stresor sosial. Stresor yang dialami oleh
caregiver akan bertambah dengan adanya stresor psikologis dan biologis. Pada
masing-masing stresor ini jumlah stresor tidak hanya satu namun dapat lebih dari
satu karena hasil respon yang ditampilkan dari stresor utama adanya anak yang
sakit.

C. Penilaian terhadap stressor


Pemahaman tentang ansietas dapat dilakukan dengan mengintegrasikan pengetahuan
dari berbagai sumber. Model adaptasi stres (Stuart & Laraia, 2005) mengintegrasikan
data dari konsep psikoanalisis, interpersonal, perilaku, genetik dan biologis. Berbagai
konsep tersebut akan menjelaskan tentang penilaian stressor seseorang ketika
mengalami ansietas yang meliputi kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial.

Kognitif :
Kerusakan perhatian, Kurang konsentrasi, Pelupa, Kesalahan dalam menilai,
Preokupasi, Bloking, Penurunan lapangan pandang, Berkurangnya kreativitas,
Produktivitas menurun, Bingung, Sangat waspadai, Berkurangnya objektivitas, Takut
kehilangan kontrol, Takut, bayangan visual, Takut akan terluka atau kematian,
Kesadaran diri meningkat, Mimpi buruk
Afektif
Menyesal, Iritabel, Kesedihan mendalam, Takut, Gugup, Sukacita berlebihan, Nyeri
dan ketidakberdayaan meningkat secara menetap, Gemeretak, Ketidak pastian,
Kekhawatiran meningkat, Fokus pada diri sendiri, Perasaan tidak adekuat, Ketakutan,
Distressed, Khawatir, prihatin dan Mencemaskan
Fisiologis
Suara bergetar, Gemetar/ tremor tangan, Bergoyang-goyang, Respirasi meningkat
(Simpatis), Kesegeraan berkemih (Parasimpatis), Nadi meningkat (Simpatis), Dilasi
Pupil (Simpatis), Refleks-refleks meningkat (Simpatis), Nyeri abdomen (Parasimpatis),
Gangguan tidur (Parasimpatis)
Perasaan geli pada ekstremitas (Parasimpatis), Eksitasi kardiovaskuler (Simpatis),
Peluh meningkat, Wajah tegang, Anoreksia (Simpatis), Jantung berdebar-debar
(Simpatis), Diarhea (Parasimpatis), Keragu-raguan berkemih (Parasimpatis), Kelelahan
(Parasimpatis), Mulut Kering (Simpatis), Kelemahan (Simpatis), Nadi berkurang
(Parasimpatis), Wajah bergejolak (Simpatis), Vasokonstriksi superfisial (Simpatis),
Berkedutan (Simpatis), Tekanan Darah Menurun (Parasimpatis), Mual (Parasimpatis),
Keseringan berkemih (Parasimpatis), Pingsan (Parasimpatis), Sukar bernafas
(Simpatis), Tekanan darah meningkat (Parasimpatis)
Perilaku.
Ditandai dengan dengan Produktivitas menurun, Mengamati dan waspada, Kontak
mata jelek, Gelisah, Melihat sekilas sesuatu, Pergerakan berlebihan (seperti; foot
shuffling, pergerakan lengan/ tangan), Ungkapan perhatian berkaitan dengan merubah
peristiwa dalam hidup, Insomnia, Perasaan gelisah.
Respon sosial
Kadang – kadang menghindari kontak sosial/aktivitas sosial menurun, Kadang-kadang
menunjukkan sikap bermusuhan
D. Sumber Koping
Personal ability
Kurang komunikatif, Hubungan interpersonal yang kurang baik, Kurang memiliki,
kecerdasan dan bakat tertentu, Mengalami gangguan fisik, Perawatan diri yang kurang
baik, Tidak kreatif
Sosial Support
Hubungan yang kurang baik antar : individu, keluarga , kelp dan masyarakat, Kurang
terlibat dalam organisasi sosial/ kelompok sebaya, Ada konflik nIlai budaya
Material Assets
Kurang memilki penghasilan secara individu, Sulit mendapat pelayanan kesehatan,
Tidak memiliki pekerjaan/ vokasi/ posisi
Positive beliefs
Tidak mempunyai keyakinan dan nilai yang positif, Kurang memiliki motivasi, Kurang
berorientasi pencegahan (lebih senang melakukan pengobatan )

E. Mekanisme Koping
Konstruktif
Kecemasan dijadikan sebagai tanda dan peringatan. Individu menerimanya sebagai
suatu pilihan untuk pemecahan masalah. Seperti :
 Negosiasi/ kompromi
 Meminta saran
 Perbandingan yang positif, penggantian rewards
Destruktif
Menghindari kecemasan tanpa menyelesaikan masalah atau konflik tsb. Seperti :
 Denial
 Supresi
 Proyeksi
 Menyerang
 Menarik diri

III. POHON DIAGNOSA Harga Diri Rendah

Gangguan Citra Tubuh

Ansietas (Core problem)


Ketdkmampuan
Kurang
menyelesaikan
Pengetahuan
masalah
Koping Individu Tak Efektif

Stressor biopsikososial

IV. Rencana Tindakan Keperawatan


IV.1 Terapi Generalis
IV.1.1 Ditujukan kepada individu
Terapi generalis yang dapat digunakan untuk mengatasi ansietas yaitu
tarik nafas dalam dan hipnosis 5 jari
IV.1.2 Ditujukan kepada keluarga
FPE (Family Psycho Education)
IV.2 Terapi spesialis
Terapi penghentian pikiran atau thought stopping (TS) merupakan keterampilan
memberikan instruksi kepada diri sendiri untuk menghentikan alur pikiran
negatif melalui penghadiran rangsangan atau stimulus yang mengagetkan.
Indikasi TS diberikan kepada klien yang mempunyai kesulitan karena sering
mengulang pikiran negatifnya, klien yang selalu merasa khawatir tentang
munculnya pikiran cemas secara berulang. Hasil penelitian yang dilakukan
Nasution, Hamid, & Helena (2011) bahwa TS dapat menurunkan kecemasan
keluarga dengan anak usia sekolah yang menjalani kemoterapi.

DAFTAR PUSTAKA

Medscape, Inc. (2000). Theories of panic disorder: Psychiatry & mental health clinical
management, Section II. www.medscape.com/viewarticle/419254_2. Diakses
tanggal 28 April 2009.
Nasution, M.L., Hamid, A.Y., Helena, N.C.D., (2011). Pengaruh Thought Stopping
terhadap tingkat kecemasan keluarga dengan anak usia sekolah yang menjalani
kemoterapi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Tesis
Roerig, J.L. (1999). Diagnosis and manajement of generalized anxiety disorder. Journal of
American Pharmaceutical Association. 39
Shives, L.R. (2005). Basic Concept of Psychiatric-Mental Health Nursing. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Stuart,G.W. & Laraia, M.T. (2005). Principles and Practice of psychiatric nursing. (7th
edition). St Louis: Mosby
Videbeck, S.L. (2001). Psychiatric Mental Health Nursing. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
Sadock, B.J. & Sadock, V.A. (2003). Synopsis of psychiatry: Behavioral science/ clinical
psychiatry. (9th ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Nicolini, H., Cruz, C., Camarena, B.,Paez, F., & De la Fuente, J.R. (1999). Understanding
the genetic basis of obsessive-compulsive disorder. CNS Spectrums, 4 (5). 32-34,
47-48.

Anda mungkin juga menyukai