Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap kebutuhan dasar manusia merupakan hal yang tidak bisa ditinggalkan
manusia. Kebutuhan nutrisi, kebutuhan cairan, kebutuhan istirahat dan tidur, harus
dipenuhi setiap harinya agar individu dapat merasakan kenyamanan dalam hidup.
Salah satu kebutuhan yang tidak kalah pentingnya dan harus terpenuhi setiap hari
adalah eliminasi. Setiap individu butuh untuk mengeluarkan kotoran atau sisa
makanan, serta zat-zat yang tidak diperlukan oleh tubuh. Namun kenyamanan
hanya akan terjadi jika fungsi sistem perkemihan tidak terganggu.

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk
menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Prevalensi ISK
dimasyarakat makin meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Pada usia 40-
60 tahun mempunyai angka prevalensi 3,2 %. Sedangkan pada usia sama atau di
atas 65 tahun kira-kira mempunyai angka prevalensi ISK sebesar 20 %. Infeksi
saluran kemih dapat mengenai laki-laki maupun wanita dari semua umur baik
anak-anak, remaja, dewasa maupun lanjut usia. Akan tetapi, ternyata wanita lebih
sering terinfeksi dibandingkan pria dengan angka populasi umum kurang lebih 5-
15 %.

Menurut WHO, Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah penyakit infeksi yang
kedua tersering pada tubuh sesudah infeksi saluran pernafasan dan sebanyak 8,3
juta kasus dilaporkan pertahun. Infeksi ini juga lebih sering dijumpai pada wanita
daripada laki-laki.

24
1.2 Tujuan

a. Tujuan Umum

Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan tentang ISK

b. Tujuan Khusus

1. Mengetahui anatomi, histologi dan fisiologi dari ginjal beserta saluran


kemih.
2. Memahami definisi, etiologi, gejala klinis, aspek pencegahan dan
pengobatan serta komplikasi dan prognosis dari ISK.

1.3 Manfaat
 Bagi Mahasiswa
Untuk menambah wawasan sekaligus memenuhi tugas kuliah Skill Lab
semester V.

 Bagi Institusi Pendidikan


Sebagai bahan masukan dalam memberikan materi perkuliahan yang
dapat bermanfaat untuk pengetahuan dan pengembangan ilmu
kesehatan.

24
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 GINJAL

2.1.1 Anatomi Ginjal

Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua


sisi columna vertebralis, dibawah liver dan limphe. Dibagian superior ginjal
terdapat adrenal gland (kelenjar adrenal). Ginjal bersifat retroperitoneal, yang
berarti terletak di belakang peritoneum yang melapisi rongga abdomen. Kedua
ginjal terletak disekitar vertebra thorakalis 12 hingga lumbal 3, dibungkus oleh
dua lapisan lemak yaitu lemak perirenal dan pararenal yang membantu meredam
goncangan.

Ginjal kanan biasanya terletak sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal


kiri karena tertekan kebawah oleh hati. Kutub atas ginjal kanan terletak setinggi
iga ke dua belas, sedangkan ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas. Pada orang
dewasa panjang ginjal sekitar 12-13 cm, lebarnya 6 cm, tebal 2,5 cm dan beratnya
± 140 gram.

Potongan longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbeda


yaitu korteks adalah bagian luar dan medulla adalah bagian dalam dari ginjal.
Berikut bagian-bagian yang terdapat didalam ginjal :
 Piramid renalis : Bagian medula yang terbagi menjadi beberapa segitiga.
 Kolumna renalis : Bagian korteks yang mengelilingi piramid.
 Papila renalis : Papila dari tiap piramid yang terbentuk dari persatuan
bagian terminal dari banyak duktus pengumpul.
 Hilus renalis : Bagian yang terdapat pembuluh darah, serabut saraf atau
duktus untuk memasuki atau meninggalkan ginjal.
 Pelvis : Reservoar utama sistem pengumpulan di ginjal.
 Kaliks minor : Bagian ujung pelvis berbentuk seperti cawan yang
mengalami penyempitan karena adanya duktus papilaris yang masuk ke bagian
pelvis ginjal.
 Kaliks mayor : Kumpulan dari beberapa kaliks minor.

24
Gambar 1. Anatomi Ginjal

Unit fungsional ginjal adalah nefron. Pada manusia setiap ginjal mengandung
1-1,5 juta nefron yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama.

Bagian-bagian nefron adalah :

a. Glomerulus
Suatu jaringan kapiler yang berbentuk bola, berasal dari arteriol afferent
yang kemudian bersatu menuju arteriol efferent. Berfungsi sebagai tempat
filtrasi sebagian air dan zat yang terlarut dari darah yang melewatinya.

b. Kapsula bowman
Bagian dari tubulus yang melingkupi glomerulus untuk mengumpulkan
cairan yang akan difiltrasi oleh kapiler glomerulus.

c. Tubulus
Terbagi menjadi 3 yaitu :
1) Tubulus proksimal, berfungsi mengadakan reabsorbsi dan
mensekresikan bahan-bahan ke dalam cairan tubuli.
2) Lengkung henle, berfungsi reabsorbsi bahan-bahan dari cairan tubulus
dan sekresi bahan-bahan ke dalam cairan tubulus. Selain itu, berperan
penting dalam mekanisme konsentrasi dan dilusi urin.

24
Lengkung henle terdiri dari pars desendens yaitu bagian yang menurun
terbenam dari korteks ke medula, dan pars ascendens yaitu bagian
yang naik kembali ke korteks.
3) Tubulus distal, berfungsi dalam reabsorbsi dan sekresi zat-zat tertentu.

d. Duktus pengumpul
Satu duktus pengumpul mungkin menerima cairan dari delapan
nefron yang berlainan. Setiap duktus pengumpul terbenam ke dalam
medula untuk mengosongkan cairan isinya (urin) ke dalam pelvis ginjal.

Gambar 2. Bagian-bagian nefron

2.2. Anatomi Ureter


Ureter memiliki panjang sekitar 25-30 cm yang berfungsi membawa hasil
filtrasi, reabsorbsi dan sekresi cairan berupa urin dari ginjal ke vesika urinaria.
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan M.Psoas
mayor, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan A.Iliaca Communis. Ureter
berjalan secara ventro-medial untuk mencapai vesika urinaria. Adanya katup
ureterovesikal mencegah aliran balik urine setelah memasuki vesika urinaria.

Terdapat beberapa tempat dimana ureter mengalami penyempitan yaitu


peralihan pelvis renalis ke ureter, fleksura marginalis serta muara ureter ke
dalam vesika urinaria. Tempat-tempat seperti ini sering terbentuk batu/
kalkulus. Ureter di perdarahi oleh cabang dari A. Renalis, aorta abdominalis,
A. Iliaca communis, A. Testicularis/ ovarica serta A. Vesicalis inferior.

24
2.3. Anatomi Vesika Urinaria
Vesika urinaria terletak dibelakang simpisis pubis, berfungsi menampung
urin untuk sementara waktu. Terdapat segitiga bayangan yang tediri atas 3
lubang yaitu 2 lubang saluran ureter dan satu lubang saluran uretra pada dasar
kandung kemih yang disebut trigonum renalis, bagian ini berwarna lebih pucat
dan tidak memiliki rugae. Dalam keadaan kosong, vesika urinaria berbentuk
tetrahedral yang terdiri atas tiga bagian yaitu apex, fundus/ basis dan collum.
Serta mempunyai tiga permukaan yaitu superior, inferolateral dekstra dan
sinistra. Vesika urinaria juga mempunya empat tepi yaitu anterior, posterior,
lateral dekstra dan sinistra. Dinding nya terdiri dari otot M.destrusor (otot
spiral, longitudinal, sirkular).

Gambar 3. Anatami Vesika urinaria

Pada usia dewasa, vesika urinaria mampu menampung sekitar 300-500 ml


urin. Pada keadaan tertentu vesika urinaria dapat menampung dua kali lipat
lebih dari jumlah keadaan normal. Vesika urinaria diperdarahi oleh A.vesicalis
superior dan inferior, namun pada perempuan A.vesicalis inferior digantikan
oleh A.vaginalis.

2.4. Anatomi Uretra


Uretra merupakan saluran yang mengeluarkan urin keluar tubuh. Uretra
terbentang dari dasar kandung kemih ke orifisium uretra eksterna. Pada pria
panjangnya sekitar 20 cm sedangkan pada wanita panjangnya sekitar 3-5 cm.

24
Selain itu pada pria memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna dan
eksterna, sedangkan pada wanita hanya memiliki M.sphincter eksterna.

Khusus pada pria, uretra dibagi atas tiga bagian yaitu :


1. Pars pre-prostatika (1-1,5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae
dan apeks superior kelenjar prostat yang dikelilingi otot M.sphincter
uretra interna yang berlanjut dengan kapsul prostat.

2. Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati kelenjar


prostat. Bagian ini dapat berdilatasi/ melebar dibanding bagian lainnya.

3. Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan


tersempit serta menghubungkan prostat dan bulbus penis melintasi
diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan diluarnya oleh M.
Spinchter eksterna dibawah kendali volunter.

4. Pars spongiosa (15 cm), bagian uretra yang paling panjang,


membentang dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar
penis. Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.

2.1.2 Histologi Ginjal

Tiap ginjal terdiri atas 1-4 juta nefron. Setiap nefron terdiri atas bagian
yang melebar yaitu : korpuskel renalis, tubulus kontortus proksimal, segmen tipis
dan tebal, ansa henle, tubulus kontortus distal, dan duktus koligens.
Nefron terdiri dari korpus malphigi dan tubulus-tubulus. Korpus malphigi
terdiri atas glomerulus dan kapsula bowman. Lapisan dalam kapsul ini
menyelubungi kapiler glomerulus disebut lapisan visceral. Lapisan luar
membentuk batas luar korpuskel renalis disebut lapisan parietal. Lapisan ini
terdiri atas epitel selapis gepeng yang di tunjang lamina basalis dan selapis tipis
serat retikulen. Pada kutub urinarius epitelnya menjadi selapis kuboid atau
silindrid rendah.

24
Gambar 4. Histologi Kapsula Bowman

Gambar 5. Histologi Traktus urinarius (ureter)

2.1.3 Fisiologi Ginjal

A. Tahap pembentukan urin

1) Filtrasi

Proses ini terjadi di glomerulus. Cairan yang tersaring di tampung oleh


kapsul bowman. Cairan tersebut tersusun oleh urea, glukosa, air, ion-ion organik
seperti natrium, kalsium, dan klor. Darah dan protein tetap tinggal didalam kapiler
darah karena tidak dapat menembus pori-pori glomerulus. Cairan yang
tertampung di kapsul bowman disebut urine primer. Selama 24 jam darah yang
tersaring dapat mencapai 170 liter. Penyaringan di glomerulus disebut filtrat
glomerulus atau urine primer.

24
2) Reabsorbsi

Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar glukosa,


natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang
dikenal dengan obligator reabsorbsi yang terjadi pada tubulus atas. Sedangkan
bila diperlukan akan diserap kembali natrium dan ion karbonat pada tubulus ginjal
bagian bawah yang dikenal dengan reabsorbsi fakultatif dan sisanya di alirkan
pada papila renalis.

3) Sekresi

Sisa dari proses reabsorbsi pada tubulus akan diteruskan ke papila renalis
selanjutnya diteruskan ke ureter lalu masuk ke vesika urinaria.

3) Augmentasi

Adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus
kontortus distal. Urine ini akan turun menuju saluran pengumpul (duktus
kolektivus), selanjutnya di bawa ke pelvis renalis lalu melalui ureter urine menuju
ke vesika urinaria yang merupakan tempat penyimpanan sementara bagi urine.
Jika vesika urinaria telah penuh terisi urin, dindingnya akan tertekan sehingga
timbul rasa ingin buang air kecil yang keluar melalui uretra.

B. Pemekatan urine

Apabila permeabilitas terhadap air tinggi, maka sewaktu bergerak


kebawah melalui interstisium yang pekat, air akan berdifusi keluar duktus
pengumpul dan kembali ke dalam kapiler peritubulus. Hasilnya adalah penurunan
ekskresi air dan pemekatan urine. Sebaliknya apabila permeabilitas terhadap air
rendah, maka air tidak akan berdifusi keluar, melainkan akan diekskresikan
melalui urine dalam bentuk yang encer.

Permeabilitas duktus pengumpul terhadap air ditentukan oleh kadar


hormon hipofise posterior, hormon antidiuretik (ADH), yang terdapat dalam
darah. Pelepasan ADH dari hipofise posterior meningkat sebagai respon terhadap
penurunan tekanan darah atau peningkatan osmolalitas ekstrasel (penurunan

24
konsentrasi air). ADH bekerja pada tubulus pengumpul untuk meningkatkan
permeabilitas air. Apabila tekanan darah rendah atau osmolalitas plasma tinggi,
maka pengeluaran ADH akan terangsang dan air akan di reabsorbsi kedalam
kapiler peritubulus sehingga volume dan tekanan darah naik dan osmolalitas
ekstrasel berkurang, begitupula sebaliknya.

C. Hormon pada ginjal

1. Hormon yang bekerja pada ginjal

 Hormon antidiuretik (ADH atau vasopressin), merupakan peptida yang


dihasilkan oleh kelenjar hipofise posterior untuk meningkatkan reabsorbsi
air pada duktus kolektivus.
 Aldosteron, merupakan hormon steroid yang diproduksi oleh korteks
adrenal untuk meningkatkan reabsorbsi natrium pada duktus kolektivus.
 Peptida natriuretik (NP), diproduksi oleh sel jantung untuk meningkatkan
ekskresi natrium pada duktus kolektivus.
 Hormon paratiroid, merupakan protein yang diproduksi oelh kelenjar
paratiroid untuk meningkatkan ekskresi fosfat, reabsorbsi kalsium dan
produksi vitamin D pada ginjal.

2. Zat-zat yang dihasilkan ginjal

 Renin, merupakan protein yang dihasilkan oleh apparatus jukstaglomerular


untuk pembentukan angiotensin II yang berfungsi sebagai vasokonstriktor
kuat.
 Vitamin D, merupakan hormon steroid yang dimetabolisme dalam ginjal
untuk meningkatkan absorbsi kalsium dan fosfat dari usus.
 Eritropoeitein, merupakan protein yang diproduksi di ginjal untuk
meningkatkan pembentukan sel darah merah pada sumsum tulang.
 Prostaglandin, memiliki berbagai efek terutama pada tonus pembuluh
darah ginjal.

24
Secara umum, ginjal memiliki fungsi yaitu :
1. pengeluaran zat sisa organik
2. pengaturan konsentrasi ion-ion
3. pengaturan keseimbangan asam-basa tubuh
4. pengaturan produksi sel darah merah
5. pengaturan tekanan darah
6. pengendalian terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan asam amino
darah
7. pengeluaran zat beracun

2.2 INFEKSI SALURAN KEMIH

2.2.1 Definisi

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan


keberadaan mikroorganisme di dalam urine. Bakteriuria menunjukkan
pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari 105 colony forming units (cfu/ ml)
pada biakan urin.

2.2.2 Klasifikasi

Infeksi Saluran Kemih (ISK) dibedakan menjadi dua, berdasarkan


lokasinya, yaitu :

1). Infeksi Saluran Kemih Bawah

Presentasi klinis ISK bawah tergantung dari gender:

a. Perempuan
- Sistitis
Presentasi klinis infeksi kandung kemih disertai bakteriuria bermakna.
- Sindrom Uretra Akut (SUA)
Presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan mikroorganisme (steril),
sering dinamakan sistitis bakterialis. Penelitian terkini menyatakan
SUA disebabkan mikroorganisme anaerobik.

24
b. Laki-laki
Presentasi klinis ISK bawah pada laki-laki mungkin sistitis, prostatitis,
epidimidis dan uretritis.

2). Infeksi Saluran Kemih Atas

a) Pielonefritis akut (PNA) adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang


disebabkan infeksi bakteri.

b) Pielonefritis kronik (PNK), mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri


berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih dan
refluks vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti
pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis
kronik yang spesifik. Bakteriuria asimtomatik kronik pada orang dewasa
tanpa faktor predisposisi tidak pernah menyebabkan pembentukan jaringan
ikat parenkim ginjal.

Berdasarkan beratnya komplikasi, klasifikasi infeksi saluran kemih dapat


dibedakan sebagai berikut :

 ISK primer
ISK ini terbagi menjadi dua yaitu ISK lokal yang diterapi dengan
antibiotika lokal dan ISK sistemik dengan amoksisilin.

 ISK sekunder
ISK yang muncul karena penyakit lain misalnya obstruksi saluran kencing.
Ciri-cirinya adalah ISK berulang dan terdapat penyakit lain yang
mendahului.

24
a. ISK uncomplicated (simple)

Yang disebabkan faktor anatomis dan fungsionil normal. ISK ini pada usia
lanjut dan terutama mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai
superfisial kandung kemih. Penyebab kuman tersering (90 %) adalah E.Coli.

b. ISK complicated

ISK ini sering menimbulkan banyak masalah karena sering kuman penyebab
sering resisten terhadap beberapa macam antibiotik, sering terjadi bakteriemia,
sepsis dan syok. Penyebab kuman pada ISK complicated adalah Pseudomonas,
Proteus, dan Klebsiela. ISK complicated terjadi bila terdapat keadaan-keadaan
berikut :

- Kelainan abnormal saluran kemih, misalnya batu (pada usia lanjut


kemungkinan terjadi batu yang lebih besar daripada usia muda).
- Adanya penyakit gagal ginjal baik yang akut (GGA) maupun yang kronik
(GGK).

2.2.3 Etiologi

Pada umumnya ISK disebabkan mikroorganisme tunggal, jenis-jenis


mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain :

 Pseudomonas, Proteus mirabilis, Klebsiella pneumoniae: penyebab ISK


complicated.
 Escherichia coli : 90 % penyebab ISK uncomplicated.
 Enterobacter aerogenes, staphyloccoccus epidemidis, enterococcus
faecalis, dll.

Penyebab ISK lainnya dan terutama dialami pada usia lanjut, antara lain :

a) Sisa urine dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan


kandung kemih yang kurang efektif, bisa juga di sebabkan karena sering
menahan BAK.
b) Mobilitas menurun

24
c) Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral
d) Adanya hambatan pada aliran urin
e) Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat
f) Penggunaan kateter yang tidak tepat

2.2.4 Patofisiologi

Infeksi saluran kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik


dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui 2 jalur utama yaitu
secara asending dan hematogen.

1. Secara asending yaitu masuknya mikroorganisme dalam kandung kemih


karena faktor anatomis, dimana wanita cenderung lebih beresiko terinfeksi
disebabkan uretra yang berukuran lebih pendek dibanding uretra pada laki-
laki sehingga insiden terjadi ISK lebih tinggi pada wanita. Faktor lain yang
mempengaruhi adalah kontaminasi fekal dan pemasangan alat ke dalam
traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopi, pemakaian kateter).

2. Secara hematogen yaitu disebabkan sistem imun yang rendah sehingga


penyebaran infeksi lebih cepat. Ada beberapa hal yang mempermudah
penyebaran secara hematogen yaitu adanya bendungan total urin yang
mengakibatkan distensi kandung kemih, dan bendungan intrarenal akibat
jaringan.

Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan


distensi yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan
penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu urin menjadi menjadi
media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan
fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen menyebar keseluruh
traktus urinarius.

24
2.2.5 Manifestasi Klinik

Biasanya pada penderita ISK akan menunjukkan gejala sebagai berikut:

 Demam
 Mukosa memerah dan edema
 Ada ulserasi pada uretra
 Terdapat cairan eksudat yang purulent
 Adanya rasa gatal yang menggelitik
 Disuria (nyeri saat miksi)
 Nyeri pada bagian abdomen, punggung bawah atau suprapubic
 Adanya sel-sel darah putih/ leukosit dalam urin, atau adanya darah pada
kasus yang parah

2.2.6 Diagnosa

Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan :

 Gejala klinis dan adanya bakteriuria bermakna


 Biakan urin : jumlah koloni kuman menunjukkan kuman yang di anggap
bermakna (105 koloni/ml atau sekitar 100.000 koloni /ml).

Pemeriksaan penunjang :

 Urinalisis
a. Leukosuria atau puria : merupakan salah satu bentuk adanya ISK.
Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/Lapang Pandang
Besar (LPB) sedimen urin.
b. Hematuria : positif bila 5-10 eritrosit/ LPB sedimen urin.
Disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan
glomerulus ataupun urolitiasis.

 Bakteriologis
a. Mikroskopis dengan mengidentifikasi adanya organisme spesifik

24
b. Biakan bakteri

 Metode tes
1. Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase leukosit) = jika positif,
pasien mengalami piuria dan melakukan tes nitrit (tes Griess untuk
pengurangan nitrat) = jika positif, berarti urin pasien terdapat bakteri.

2. Tes Penyakit Menular Seksual (PMS) untuk mendeteksi organisme seperti


klamidia trakomatis, neisseria gonnorrhoeae, herpes simplek.

3. Ultrasonografi dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari


abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses.

4. Sistoskopi untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang


resisten.

2.2.7 Differential Diagnosa


1. Vaginitis
2. Batu saluran kemih (urolithiasis)
3. Abses ginjal

2.2.8 Komplikasi

1. Gagal ginjal akut


2. Enselopati hipertensif
3. Gagal jantung

2.2.9 Penatalaksanaan

 Pencegahan
1. Perbanyaklah mengkonsumsi air putih
2. Menjaga dengan baik kebersihan sekitar organ intim

24
3. Setiap buang air seni, bersihkan dari depan ke belakang. Hal ini
mengurangi kemungkinan bakteri masuk ke saluran urin dari rektum.
4. Membersihkan organ intim dengan sabun khusus yang memiliki pH
balanced (seimbang) sebab membersihkan dengan air saja tidak cukup
bersih.
5. Jangan menunda buang air seni, karena perbuatan ini justru penyebab
terbesar ISK.
6. Pilih toilet umum dengan toilet jongkok, sebab tidak menyentuh langsung
permukaan toilet dan lebih higienis.
7. Jangan gunakan air yang ditampung di bak mandi atau ember. Pakailah
shower atau air langsung dari keran.
8. Ganti pakaian dalam setiap hari agar bakteri tidak berkembang biak.
9. Untuk pencegahan nasokomial, sebagai dokter sebaiknya pastikan kateter
dalam keadaan steril dan hanya di pasang pada pasien yang tepat

 Pengobatan
Farmakoterapi, lama pengobatan 7-10 hari.
Pemberian antibiotik peroral dengan dosis tungggal biasanya efektif,
selama belum timbul komplikasi. Pada pasien ini diberikan ampisilin 3 mg
atau trimetoprin 200 mg selama 2 hari. Atau jika mengalami resisten dapat
di gunakan antibiotik berikut ini :

1. Sulfonamide, yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram


positif dan negatif. Diberikan 3 x 0,5-1 gr selama 3-5 hari.
2. Trimethoprim, yang aktif melawan bakteri gram negatif. Diberikan
dosis tunggal 2 x 100 mg
3. Nitrofurantoin, sebagai antibakteri sistemik. Diberikan 3 x 100 mg
4. Kotrimoksazol diberikan 3 x 200 mg

- Follow up pengobatan dilakukan dengan pemeriksaan kultur urin setelah


2-3 hari setelah pengobatan, karena kekambuhan sering terjadi pada 3
bulan pertama.

24
2.2.10 Prognosis

Jika tanpa kelainan anatomis dan pengobatan yang adekuat serta pengawasan
terhadap infeksi berulang maka prognosisnya baik.

24
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Trigger

“ Seorang wanita dengan umur 30 tahun, seorang ibu rumah tangga datang ke
Rumah Sakit dengan keluhan nyeri buang air kecil sejak 3 hari yang lalu. Nyeri
dirasakan pada suprapubic atau kadang di punggung sebelah bawah, nyerinya
seperti rasa terbakar dengan frekuensi yang bertambah dan juga disertai dengan
demam. Pasien sering buang air kecil dimalam hari. Juga memiliki riwayat
penggunaan kateter saat pasca persalinan sekitar 8 bulan yang lalu. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan suhu tubuh 38,5 ºC. Tekanan darah 120/80 mmHg.
Nadi 128x/menit. Pada pemeriksaan lanjutan terjadi peningkatan leukosit sekitar
10-30/LPB, tes Nitrat (+)”.

a. Anamnesa
 Nama : Ibu Rani
 Umur : 30 tahun
 Keluhan utama : sejak 3 hari yang lalu
- Nyeri seperti terbakar pada suprapubic atau pada punggung bagian
bawah saat buang air kecil
- Demam
- Sering buang air kecil dimalam hari (nokturia)
 Riwayat perawatan di RS :
Penggunaan kateter pasca persalinan
 Pemeriksaan Fisik
- Pasien tampak gelisah
- Suhu : 38,5 ºC
- TD : 120/80 mmHg
- Nadi : 128 x/menit
 Pemeriksaan lanjutan
- Urinalisa Lekosituria = peningkatan leukosit 10-30/LPB
- Tes Nitrat  positif = urin pasien terdapat bakteri

24
b. Diagnosa : Sistitis

Dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut :

1. Urinalisa, dilakukan pengambilan sampel urin aliran tengah (midstream),


agar urin tidak tercemar oleh bakteri dari vagina atau ujung penis. Urin
kemudian diperiksa di bawah mikroskop untuk melihat adanya sel darah
putih atau sel darah merah.
2. Biakan bakteri pada urin, dilakukan perhitungan koloni bakteri dan dibuat
biakan untuk menetukan jenis bakterinya.
3. Untuk pemeriksaan lanjutan dapat dilakukan rontgen.

c. Penatalaksanaan
Untuk sistitis ringan, langkah pertama yang bisa dilakukan adalah
minum banyak cairan. Aksi pembilasan ini akan membuang banyak
bakteri dari tubuh, bakteri yang tersisa akan dilenyapkan oleh pertahanan
tubuh.
Selain itu, juga diberikan terapi simtomatik untuk menghilangkan
gejala demam dan nyeri dengan antipiretik seperti paracetamol.

Farmakoterapi, lama pengobatan 7-10 hari.

Pemberian antibiotik peroral dengan dosis tungggal biasanya efektif,


selama belum timbul komplikasi. Pada pasien ini diberikan ampisilin 3 mg
atau trimetoprin 200 mg selama 2 hari. Follow up pengobatan dilakukan
dengan pemeriksaan kultur urin setelah 2-3 hari setelah pengobatan,
karena kekambuhan sering terjadi pada 3 bulan pertama.

24
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan


keberadaan mikroorganisme di dalam urine. Pada umumnya ISK disebabkan
mikroorganisme seperti E.Coli, Stafilokokus. Manifestasi klinis nya adalah nyeri
saat buang air kecil, dan kadang disertai demam. Diperlukan pengobatan yang
adekuat dan pengawasan yang berulang agar penyakit ini tidak menimbulkan
komplikasi yaitu gagal ginjal.

4.2 Saran

Saran yang dapat penulis sampaikan terutama bagi mahasiswa kedokteran


agar senantiasa menggali ilmu kedokteran, khususnya tentang infeksi saluran
kemih. Sehingga diharapkan mahasiswa akan lebih mudah melakukan
penanganan terhadap penderita infeksi saluran kemih pada masa yang akan
datang. Penulis berharap dengan begitu beragamnya penyakit yang ada di
masyarakat, agar dapat diiringi dengan perkembangan teknologi kedokteran
sehingga mampu menunjang dalam proses pendidikan dan pelayanan kesehatan
yang optimal.

24
DAFTAR PUSTAKA

Basmajian, John V., Slonecker, Charles E. Grant. 2000. Metode Anatomi


Berorientasi pada Klinik. Jilid II.Jakarta: Binarupa Aksara.

Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Ganong,William F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Hall & Guyton. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Hastuti, Triani. 2007. Bahan Ajar Histology Kardiovaskuler. Makassar: Bagian


Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Jawetz E. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : penerbit Buku


Kedokteran EGC

Junqueira LC, Carneiro J. 2007. Teks dan Atlas Histologi Dasar. Edisi 10.
Jakarta: Penerbit Buku EGC.

Pearce, evelyn. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk paramedis. Jakarta: Penerbit
Buku Gramedia.

Purnomo BB. 2003. Dasar-Dasar Urologi. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku


Sagung Seto.

Saiffuddin. 2009. Fisiologi Tubuh Manusia. Jakarta: Penerbit Buku Salemba


Medika.

Sherwood, lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta:
EGC.

24
Siregar, Harris, dkk. 1995. Sistem Urogenitalia Fisiologi Ginjal, Edisi ketiga.
Makassar: Bagian Ilmu Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.

Swartz, Mark H. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Tessy A, Ardaya, Suwanto. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3.
Jakarta : FKUI.

Ward, jerremy, dkk. 2009. At Glance Fisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Erlangga

24

Anda mungkin juga menyukai