1 Hasan Sadly, Kamus Inggiris Indonesia (Jakarta: Gramedia, 2000), hal. 390
2 Undang-Undang No 35 tahun 2009 Tentang Narkotika
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh:
Heroin, Kokain, Daun Koka, Opium, Ganja, Jicing, Katinon, MDMDA/Ecstasy,
dan lebih dari 65 macam jenis lainnya.
2. Narkotika Golongan II adalah Narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Morfin, Petidin, Fentanil, Metadon dan
lain-lain.
3. Narkotika golongan III adalah Narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi
bermanfaat dan berkhasiat untuk pengobatan dan penelitian. Golongan 3
Narkotika ini banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi mengakibatkan
ketergantungan. Contoh: Codein, Buprenorfin, Etilmorfina, Kodeina,
Nikokodina, Polkodina, Propiram, dan ada 13 (tiga belas) macam termasuk
beberapa campuran lainnya. Untuk informasi lebih mendalam tentang jenis
Narkotika dalam ketiga golongan tersebut dapat dilihat di lampiran Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
1. Pada pasal 111 ayat 1 UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan
bahwa orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara,
memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I
dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp800 juta dan paling banyak Rp 8 miliar.
Ayat (2) pasal 111 mengatakan dalam hal perbuatan menanam, memelihara,
memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I
dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya
melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana
denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3
(sepertiga).
2. Dalam ayat (1) Pasal 112 UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika juga
dikatakan bahwa setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki,
menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan
tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800 juta
dan paling banyak Rp 8 miliar.
Ayat (2) pasal 112 mengatakan jika dalam hal perbuatan memiliki,
menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan
tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima)
gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah
1/3 (sepertiga).
3https://www.alodokter.com/Narkoba-bukan-solusi
4Sumarmo Ma’sum, Penanggulangan Bahaya Narkotika Dan Ketergantungan Obat, (Jakarta: CV. Haji
Masagung, 1987), hal. 90-108.
5 https://www.alodokter.com/Narkoba-bukan-solusi
5. Perubahan sel saraf dalam otak
Konsumsi Narkoba secara berulang dalam jangka panjang akan memicu
perubahan pada sel saraf dalam otak, yang kemudian mengganggu komunikasi
antar sel saraf. Bahkan setelah konsumsi dihentikan, efek tersebut akan
memakan waktu yang tidak sebentar, untuk dapat benar-benar hilang.
6. Dehidrasi
Bahaya Narkoba jenis ekstasi, efeknya dapat menyebabkan dehidrasi, serta
ketidakseimbangan elektrolit. Hal ini kemudian yang menyebabkan
penggunanya mengalami kejang-kejang, serangan panik, halusinasi, sakit
pada dada dan perilaku agresif.Jika digunakan dalam jangka panjang dapat
merusak otak.
7. Bingung dan hilang ingatan
Golongan obat-obatan asam gamma-hidroksibutirat dan rohypnol dapat
mengakibatkan efek sedatif, kebingungan, kehilangan ingatan, perubahan
perilaku, koordinasi tubuh terganggu dan menurunnya tingkat kesadaran.
8. Kejang hingga kematian
Bahaya Narkoba berupa penyalahgunaan metamfetamin atau lebih dikenal
sebagai sabu-sabu, opium, dan kokain, dapat menyebabkan berbagai efek
buruk, termasuk perilaku psikotik, kejang-kejang, dan bahkan kematian
akibat overdosis.
9. Gangguan kualitas hidup
Saat seseorang mulai mengonsumsi Narkoba, terdapat kemungkinan besar
untuk mengalami kecanduan. Makin lama, pengguna akan membutuhkan dosis
yang lebih tinggi demi dapat merasakan efek yang sama. Ketika efek Narkoba
mulai hilang, pengguna akan merasa tidak nyaman akibat munculnya gejala
putus obat dan akan ingin kembali memakainya.
6 Wirjono.Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum TataNegara di Indonesia (Jakarta, Dian Rakjat. 1983), hal 35
7 Sadjijono, Memahami Hukum KePolisian, (Laksbang, Surabaya, 2009), hal 1
demokratisasi, maka diperlukan reposisi dan restrukturisasi ABRI. Bahwa akibat dari
penggabungan terjadi kerancuan dan tumpang tindih peran dan fungsi TNI sebagai
kekuatan pertahanan dan Polri sebagai kekuatan Kamtibmas.Maka Polri adalah alat
Negara yang berperan dalam memelihara keamanan. Oleh karena itu Polri kembali
dibawah Presiden setelah 32 tahun dibawah Menhankam/Panglima ABRI,
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia menyebutkan bahwa (1) Polri merupakan alat Negara yang
berperan dalam pemeliharaan Kamtibmas, gakkum, serta memberikan perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya
Kamdagri. Karena dalam Bab II Tap MPR No. VII/2000 menyebutkan bahwa: (1)
Polri merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara Kamtibmas,
menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
(2) Dalam menjalankan perannya, Polri wajib memiliki keahlian dan ketrampilan
secara professional. Artinya Polri bukan suatu lembaga / badan non departemen tapi
di bawah Presiden dan Presiden sebagai Kepala Negara bukan Kepala
Pemerintahan.
8 Aman Sebayang, BA SAT NARKOTIKA Polrestabes Medan, Hari rabu tanggal 23 Januari 2019 di MC Donal