Anda di halaman 1dari 10

BAHAYA NARKOBA BAGI GENERASI BANGSA

Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan bahan adiktif.


Terminologi Narkoba familiar digunakan oleh aparat penegak hukum seperti Polisi
(termasuk didalamnya Badan Narkotika Nasional), jaksa, hakim dan petugas
Pemasyarakatan. Selain Narkoba, sebutan lain yang menunjuk pada ketiga zat
tersebut adalah NAPZA yaitu Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Istilah NAPZA
biasanya lebih banyak dipakai oleh para praktisi kesehatan dan rehabilitasi. Akan
tetapi pada intinya pemaknaan dari kedua istilah tersebut tetap merujuk pada tiga
jenis zat yang sama.
Berdasarkan data BNN selaku focal point di bidang Pencegahan dan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN)
mengantongi angka penyalahgunaan narkoba tahun 2017 sebanyak 3.376.115
orang pada rentang usia 10-59 tahun.
Sedangkan angka penyalahgunaan Narkoba di kalangan pelajar di tahun 2018
(dari 13 ibukota provinsi di Indonesia ) mencapai angka 2,29 juta orang. Salah satu
kelompok masyarakat yang rawan terpapar penyalahgunaan narkoba adalah
mereka yang berada pada rentang usia 15-35 tahun atau generasi milenial.
Secara etimologi Narkoba berasal dari bahasa Inggris yaitu Narcotics yang
berarti obat bius, yang artinya sama dengan Narcosis dalam bahasa Yunani yang
berarti menidurkan atau membiuskan. Sedangkan dalam kamus inggiris Indonesia
Narkoba berarti bahan-bahan pembius, obat bius atau penenang.1
Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa Narkotika adalah zat atau obat yang berasal
dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan yang
dibedakan dalam golongan-golongan.2
Lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
dijelaskan ada tiga jenis golongan Narkotika, yaitu:
1. Narkotika Golongan I adalah Narkotika hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta

1 Hasan Sadly, Kamus Inggiris Indonesia (Jakarta: Gramedia, 2000), hal. 390
2 Undang-Undang No 35 tahun 2009 Tentang Narkotika
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh:
Heroin, Kokain, Daun Koka, Opium, Ganja, Jicing, Katinon, MDMDA/Ecstasy,
dan lebih dari 65 macam jenis lainnya.
2. Narkotika Golongan II adalah Narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Contoh: Morfin, Petidin, Fentanil, Metadon dan
lain-lain.
3. Narkotika golongan III adalah Narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi
bermanfaat dan berkhasiat untuk pengobatan dan penelitian. Golongan 3
Narkotika ini banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi mengakibatkan
ketergantungan. Contoh: Codein, Buprenorfin, Etilmorfina, Kodeina,
Nikokodina, Polkodina, Propiram, dan ada 13 (tiga belas) macam termasuk
beberapa campuran lainnya. Untuk informasi lebih mendalam tentang jenis
Narkotika dalam ketiga golongan tersebut dapat dilihat di lampiran Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Dalam UU RI No. 35 Tahun 2009 Tentang Penyalahgunaan Narkotika dan Obat-


obatan :

1. Pada pasal 111 ayat 1 UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika menyebutkan
bahwa orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara,
memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I
dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp800 juta dan paling banyak Rp 8 miliar.

Ayat (2) pasal 111 mengatakan dalam hal perbuatan menanam, memelihara,
memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I
dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya
melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana
denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3
(sepertiga).

2. Dalam ayat (1) Pasal 112 UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika juga
dikatakan bahwa setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki,
menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan
tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800 juta
dan paling banyak Rp 8 miliar.

Ayat (2) pasal 112 mengatakan jika dalam hal perbuatan memiliki,
menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan
tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima)
gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah
1/3 (sepertiga).

3. Untuk penyalahguna narkoba, pasal 127 UU Nomor 35 tahun 2009 tentang


Narkotika mengatakan bahwa setiap Penyalah Guna narkotika Golongan I bagi
diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun. Kemudian,
pengguna narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 tahun. Terakhir, pengguna narkotika Golongan III bagi
diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun.

Dampak Penyalagunaan Narkotika


Bagai dua sisi mata uang, obat dapat bermanfaat dan sekaligus berbahaya
bagi tubuh. Jika obat yang digunakan sesuai dengan aturan, dosis, dan di bawah
pengawasan dokter, maka penggunaannya efektif untuk mencapai
kesembuhan.Sebaliknya, obat-obatan dapat menimbulkan bila disalahgunakan
dengan mengkonsumsinya tanpa pengawasan dokter dan didasari tujuan yang tidak
tepat. Itu mengapa, ada sebagian jenis obat-obatan yang hanya dapat dikonsumsi
bila dianjurkan oleh dokter, dan dengan pengawasan ketat. Penyalahgunaan obat-
obatan Narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya, dapat menimbulkan gangguan
pada kesehatan.
Sebagai gambaran, berikut ini adalah bahaya Narkoba terhadap kesehatan
tubuh. Selain berpengaruh pada tubuh, bahaya Narkoba juga dapat menyebabkan
hal-hal yang mengganggu kualitas hidup seseorang. Misalnya, pecandu rentan
mengalami masalah di kantor, sekolah atau keluarga, kesulitan keuangan, hingga
berurusan dengan pihak Kepolisian karena melanggar hukum. Seorang pecandu
juga lebih rentan mengalami infeksi menular seksual, kecelakaan, dan melakukan
upaya bunuh diri akibat berada di bawah pengaruh obat.3
Pemakaian Narkotika secara umum dan juga yang tidak sesuai dengan
aturan dapat menimbulkan efek yang membahayakan tubuh. Berdasar efek yang
ditimbulkan akibat pemakaian Narkotika dibedakan menjadi 9 (tiga), yaitu:4
1. Depresan, yaitu menekan sistem sistem syaraf pusat dan mengurangi aktifitas
fungsional tubuh sehingga pemakai merasa tenang, bahkan bisa membuat
pemakai tidur dan tak sadarkan diri. Bila kelebihan dosis bisa mengakibatkan
kematian. Jenis Narkoba depresan antara lain opioda, Barbiturat, Pensiklidin,
Metaqualon, Benzodiazepin dan berbagai turunannya seperti morphin dan
heroin. Contoh yang populer sekarang adalah Putaw.
2. Stimulan, merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan serta
kesadaran Jenis stimulan: Kafein, Kokain, Amphetamin. Contoh yang sekarang
sering dipakai adalah Shabu-shabu dan Ekstasi.
3. Halusinogen, efek utamanya adalah mengubah daya persepsi atau
mengakibatkan halusinasi. Halusinogen kebanyakan berasal dari tanaman
seperti mescaline dari kaktus dan psilocybin dari jamur-jamuran. Selain itu ada
juga yang diramu di laboratorium seperti LSD (asam lisergid dietilamid),
tetrahidrokanabinol (THC). Yang paling banyak dipakai adalah marijuana atau
ganja.
4. Mengganggu kondisi otak dan tubuh secara umum5
Narkoba dapat memengaruhi kemampuan seseorang untuk menjalani hidup
sehat dan mengambil keputusan yang benar.Pengaruh obat-obatan tersebut
dapat berlangsung dalam jangka panjang.

3https://www.alodokter.com/Narkoba-bukan-solusi
4Sumarmo Ma’sum, Penanggulangan Bahaya Narkotika Dan Ketergantungan Obat, (Jakarta: CV. Haji
Masagung, 1987), hal. 90-108.
5 https://www.alodokter.com/Narkoba-bukan-solusi
5. Perubahan sel saraf dalam otak
Konsumsi Narkoba secara berulang dalam jangka panjang akan memicu
perubahan pada sel saraf dalam otak, yang kemudian mengganggu komunikasi
antar sel saraf. Bahkan setelah konsumsi dihentikan, efek tersebut akan
memakan waktu yang tidak sebentar, untuk dapat benar-benar hilang.
6. Dehidrasi
Bahaya Narkoba jenis ekstasi, efeknya dapat menyebabkan dehidrasi, serta
ketidakseimbangan elektrolit. Hal ini kemudian yang menyebabkan
penggunanya mengalami kejang-kejang, serangan panik, halusinasi, sakit
pada dada dan perilaku agresif.Jika digunakan dalam jangka panjang dapat
merusak otak.
7. Bingung dan hilang ingatan
Golongan obat-obatan asam gamma-hidroksibutirat dan rohypnol dapat
mengakibatkan efek sedatif, kebingungan, kehilangan ingatan, perubahan
perilaku, koordinasi tubuh terganggu dan menurunnya tingkat kesadaran.
8. Kejang hingga kematian
Bahaya Narkoba berupa penyalahgunaan metamfetamin atau lebih dikenal
sebagai sabu-sabu, opium, dan kokain, dapat menyebabkan berbagai efek
buruk, termasuk perilaku psikotik, kejang-kejang, dan bahkan kematian
akibat overdosis.
9. Gangguan kualitas hidup
Saat seseorang mulai mengonsumsi Narkoba, terdapat kemungkinan besar
untuk mengalami kecanduan. Makin lama, pengguna akan membutuhkan dosis
yang lebih tinggi demi dapat merasakan efek yang sama. Ketika efek Narkoba
mulai hilang, pengguna akan merasa tidak nyaman akibat munculnya gejala
putus obat dan akan ingin kembali memakainya.

Peran Kepolisian Dalam Penegakan Tindak Pidana Narkotika


1. Pengertian Kepolisian
Istilah Polisi sepanjang sejarah ternyata mempunyai arti yang berbeda-beda.
Istilah “Polisi” berasal dari bahasa latin, yaitu “politia”, artinya tata Negara, kehidupan
politik, kemudian menjadi “police” (Inggris), “polite” (Belanda), “polizei” (Jerman) dan
menjadi “Polisi” (Indonesia), yaitu suatu badan yang menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat dan menjadi penyidik perkara kriminal. Adapun KePolisian
menurut Undang-undang KePolisian Negara Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
1997 Pasal (1)dan Undang-Undang KePolisian Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2002 Pasal (1)ialah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga
Polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.6
Di Indonesia terdapat dua konsep, yakni sicherheit polizei yang berfungsi
sebagai penjaga tata tertib dan keamanan, dan verwaltung polizei atau wohlfart
polizei yang berfungsi sebagai penyelenggara perekonomian atau penyelenggara
semua kebutuhan hidup warga Negara.7

2. Tugas dan Wewenang Kepolisian


Peran dan Fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia.KePolisian diNegara
manapun selalu berada dalam sebuah dilema kepentingan kekuasaan yang selalu
menjadi garda terdepan perbedaan pendapat antara kekuasaan dengan
masyarakatnya. Sistem Kepolisian suatu Negara sangat dipengaruhi oleh Sistem
Politik serta control social yang diterapkan. Berdasarkan Penetapan Pemerintah No.
11/S.D Kepolisian beralih status menjadi Jawatan tersendiri dibawah langsung
Perdana Menteri. Ketetapan Pemerintah tersebut menjadikan kedudukan Polisi
setingkat dengan Departemen dan kedudukan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Kapolri) setingkat dengan Menteri.
Dengan Ketetapan itu, Pemerintah mengharapkan Kepolisian dapat
berkembang lebih baik dan merintis hubungan vertikal sampai ketingkat paling kecil
seperti pada wilayah kecamatan-kecamatan. Kedudukan Kepolisian dalam sebuah
Negara selalu menjadi kepentingan banyak pihak untuk duduk dan berada dibawah
kekuasan. Pada masa pemerintahan Orde Baru Kepolisian RI dibenamkan dalam
sebuah satuan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang bergerak
dalam pengaruh budaya militer. Militeristik begitu mengikat karena masa lebih dari
30 tahun Kepolisian di balut dengan budaya militer tersebut. Tahun 1998 tuntutan
masyarakat begitu kuat dalam upaya membangun sebuah pemerintahan yang bersih
dan mempunyai keberpihakan terhadap kepentingan masyarakat.
Maka selanjutnya Tap MPR No.VI/2000 dikeluarkan dan menyatakan bahwa
salah satu tuntutan Reformasi dan tantangan masa depan adalah dilakukannya

6 Wirjono.Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum TataNegara di Indonesia (Jakarta, Dian Rakjat. 1983), hal 35
7 Sadjijono, Memahami Hukum KePolisian, (Laksbang, Surabaya, 2009), hal 1
demokratisasi, maka diperlukan reposisi dan restrukturisasi ABRI. Bahwa akibat dari
penggabungan terjadi kerancuan dan tumpang tindih peran dan fungsi TNI sebagai
kekuatan pertahanan dan Polri sebagai kekuatan Kamtibmas.Maka Polri adalah alat
Negara yang berperan dalam memelihara keamanan. Oleh karena itu Polri kembali
dibawah Presiden setelah 32 tahun dibawah Menhankam/Panglima ABRI,
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia menyebutkan bahwa (1) Polri merupakan alat Negara yang
berperan dalam pemeliharaan Kamtibmas, gakkum, serta memberikan perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya
Kamdagri. Karena dalam Bab II Tap MPR No. VII/2000 menyebutkan bahwa: (1)
Polri merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara Kamtibmas,
menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
(2) Dalam menjalankan perannya, Polri wajib memiliki keahlian dan ketrampilan
secara professional. Artinya Polri bukan suatu lembaga / badan non departemen tapi
di bawah Presiden dan Presiden sebagai Kepala Negara bukan Kepala
Pemerintahan.

Hambatan Kepolisian Dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Narkotika


1. Faktor Penghambat dari Kebijakan Penal (Policy)
Sebagai Negara Hukum tentu menjunjung tinggi supremasi hukum yang
menjamin adanya persamaan kedudukan di hadapan hukum dan pemerintahan bagi
setiap warga Negaranya tidak terkecuali dalam upaya pelaksanaan penegakan
hukum terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan
oleh setiap subjek hukum, jika terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan
tindak pidana harus dihukum sesuai dengan kaedah hukum yang berlaku.
Hambatan eksternal ini timbul saat masyarakat di lingkungan penyelidikan
sulit untuk diajak kerjasama, untuk mengantisipasi keadaan tersebut, Polri dengan
satuan Narkobanya melakukan beberapa tahapan agar mencapai tingkat
keberhasilan yang maksimal dalam menindak penyalahgunaan Narkotika di lokasi
tersebut. Langkah pertama yang dilakukan Polri adalah menyamar sebagai
pedagang, karena berdagang hanya dilakukan secara sepintas dan hal ini dapat
mengurangi kecurigaan masyarakat dan sasaran terhadap penyamaran Satuan
Narkoba. Langkah kedua adalah membuat peta lokasi penangkapan dan perencaan
yang matang. Pembuatan peta lokasi pemeriksaan bertujuan untuk memudahkan
personil Polri agar dapat bertindak dalam satu komando.
Faktor-faktor penyebab masyarakat tidak mau ikut berpartisipasi dalam
rangka penegakan hukum pemberantasan dan penanggulangan Narkotika adalah
sebagai berikut :8
1. Sebagian masyarakat menganggap bahwa penyalahgunaan Narkotika yang
terjadi di lingkungannya adalah bukan merupakan tanggungjawab dari
masyarakat itu sendiri melainkan tanggungjawab dari diri pribadi penyalahgunaan
Narkotika tersebut;
2. Rendahnya kesadaran hukum masyarakat karena menganggap
sipenyalahgunaan tersebut adalah bukan merupakan keluarganya sendiri
sehingga masyarakat beranggapan bukan merupakan tanggungjawabnya karena
merasa bukan berasal dari keluarganya;
3. Sifat acuh tak acuh dari masyarakat ketika melihat penyalahgunaan Narkotika di
lingkungannya karena masyarakat takut apabila dilaporkan kepada pihak yang
berwajib akan dibalas oleh teman-teman pelaku penyalahgunaan Narkotika
tersebut;
4. Akibat zaman kehidupan yang cenderung individualistis, saat ini kepedulian di
antara anggota masyarakat terhadap anggota masyarakat lainnya menjadi sangat
berkurang. Contoh zaman dahulu apabila ada anak tetangga yang bersikap
kurang sopan atau berbuat salah, maka tetangga lain berusaha menegur. Tetapi,
sekarang hal itu sudah jarang terjadi karena yang pertama merasa bahwa itu
bukan anaknya sendiri, yang kedua adalah karena takut orangtua anak tersebut
marah melihat anaknya ditegur oleh orang lain. Budaya yang dianut oleh
sekelompok masyarakat juga sangat besar pengaruhnya. Budaya ini terbentuk
karena adanya public figure yang memberikan contoh. Misalnya, saat ini
dikalangan remaja tertentu, menyalahgunakan Narkoba menjadi kebanggaan
karena artis idola mereka juga menggunakan Narkoba.

1. Faktor Terjadinya Penyalagunaan Narkotika :


a. Penyebab dari diri sendiri yaitu Ketidak mampuan menyesuaikan diri dengan
lingkungan.

8 Aman Sebayang, BA SAT NARKOTIKA Polrestabes Medan, Hari rabu tanggal 23 Januari 2019 di MC Donal

jam 13.00 - selesai


b. Tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua dan Keluarga
tidak harmonis.
c. Penyebab dari teman/kelompok sebaya Adanya satu atau beberapa teman
kelompok yang menjadi pengguna Narkoba.
d. Penyebab yang bersumber dari lingkungan Masyarakat tidak acuh atau tidak
peduli
2. Upaya Polisi sebagai lembaga penegak hukum dalam mencegah dan
memberantas tindak pidana Narkotika di wilayah hukum dapat dilihat dari kinerja
jajarannya yang secara aktif baik terbuka maupun tertutup, melakukan kerja sama
dengan instansi-instansi lainnya dan masyarakat dalam memutus mata rantai
peredaran Narkotika. dalam hal ini mempunyai dua langkah untuk mencegah dan
memberantas tindak pidana Narkotika dan Psikotropika ini, yaitu upaya Non-
Penal dan upaya Penal. Polisi lebih memaksimalkan pada upaya Non-Penal yaitu
tindakan pre-emtif dan preventif (pencegahan), karena upaya ini dirasa lebih
efektif dalam menekan peningkatan angka tindak pidana Narkotika dibandingkan
dengan upaya Penal (penindakan).
3. Adapun hambatan-hambatan yang dihadapi dalam proses pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana Narkotika yaitu:
1. Adanya ketidakpeduliaan masyarakat di dalam proses pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana Narkotika.
2. Semakin kuatnya jaringan pengedar Narkotika.
3. Belum adanya tempat rehabilitasi bagi pecandu Narkotika di Medan yang
baik dan gratis.

Upaya – upaya konkrit penanganan NARKOBA


1. Memberikan anak hal positif dan memberikan pengetahuan bahayanya Narkotika
sejak dini dan keluarga menjaga setiap pergaulan anak yang dijalanin setiap hari
terutama dalam hal lingkungan sekeliling.
2. Kepolisian kiranya bisa lebih berperan aktif dan memberikan pembelajaran
kepada masyarakat apa bahayanya Narkotika terhadap kehidupan sehari-hari dan
juga memberikan kesadaran hukum bila mana seseorang tersebut terjerat hukum,
karena lebih baik mencegah sejak dini dari pada memberantas yang tidak akan
ada habisnya.
3. Kurangnya dana yang menyebabkan kinerja KePolisian tidak terlaksana lebih baik
lagi dalam pencegahan kejahatan Narkotika akan tetapi kerja sama BNN dan
KePolisian bisa lebih maksimal lagi untuk memberantas tingkat Nasional dan
Internasional.

Anda mungkin juga menyukai