Bab 2 KPRS Awal Edit. 1
Bab 2 KPRS Awal Edit. 1
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut The national patient safety (2003), keselamatan pasien adalah proses
yang dijalankan oleh organisasi yang bertujuan membuat layanan kepada pasien
menjadi lebih aman. Proses tersebut mencakup pengkajian risiko, identifikasi dan
pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisa insiden, dan kemampuan belajar dari
keselamatan pasien (patient safety) adalah proses dalam suatu Rumah Sakit yang
bahwa keselamatan (safety) adalah bebas dari bahaya atau risiko (hazard).
Keselamatan pasien (Patientsafety) adalah pasien bebas dari harm/cedera yang tidak
seharusnya terjadi atau bebas dari harm yang potensial akan terjadi (penyakit, cedera
fisik, sosial, psikologi, cacat, kematian dan lain-lain), terkait dengan pelayanan
kesehatan.
Untuk menghindarkan kesalahpahaman akan pengertian dan yang menjadi
ranah keselamatan pasien, maka yang perlu kita garis bawahi adalah bahwa yang
termasuk ke dalam keselamatan pasien adalah segala kesalahan yang terjadi di rumah
sakit yang dilakukan oleh semua profesi yang menangani pasien secara langsung dalam
manajemen risiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk
belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta
Adapun tujuan dari keselamatan pasien di rumah sakit adalah agar terciptanya
rumah sakit dan terlaksananya program – program pencegahan sehingga tidak terjadi
kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm
yaitu seperti penyakit, cedera, cacat, atau bahkan kematian yang tidak seharusnya
terjadi.
berpotensi untuk menimbulkan cidera tetapi belum terjadi cidera dan kondisi atau
situasi ini termasuk yang perlu untuk dilaporkan contohnya ruangan ICU yang sangat
IGD ternyata diketahui bahwa alat tersebut rusak, walaupun belum diperlukan, 2)
Kejadian Nyaris Cidera – KNC (A near Miss) adalah terjadinya insiden yang belum
sampai terpapar atau terkena pasien, contohnya unit transfusi darah sudah terpasang
pada pasien yang salah tetapi kesalahan tersebut segera diketahui sebelum transfusi
dimulai sehingga tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, 3) Kejadian Tidak Cidera –
KTC (A No Harm Incident) adalah suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien tetapi
tidak timbul cidera, contohnya darah transfusi yang salah sudah dialirkan tetapi tidak
hemolysis.
Setelah keempat jenis insiden di atas dapat dimengerti, maka ada satu kejadian
lagi yang sangat fatal dan penting untuk dilaporkan dalam keselamatan pasien yaitu
kejadian sentinel (sentinel event) yang artinya suatu Kejadian Tidak Diharapkan – KTD
yang mengakibatkan kematian atau cidera yang serius, biasanya dipakai untuk kejadian
yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat diterima seperti operasi pada bagian
tubuh yang salah. Pemilihan kata “sentinel” terkait dengan keseriusan cedera yang
terjadi misalnya amputasi pada kaki yang salah dan sebagainya sehingga pencarian
fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada
Pasien Rumah Sakit) dalam waktu paling lambat 2x24 jam sesuai format laporan yang
ada. TKPRS melakukan analisis dan memberikan rekomendasi serta solusi atas insiden
yang dilaporkan. TKPRS melaporkan hasil kegiatannya kepada rumah sakit. Rumah
sakit harus melaporkan insiden, analisis, rekomendasi dan solusi Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD) secara tertulis kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah
Sakit. Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan pengkajian dan
memberikan umpan balik (feedback) dan solusi atas laporan secara nasional
(Permenkes 1691/Menkes/Per/VIII/2011).
dan tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit wajib melaksanakan program dengan
mengacu pada kebijakan nasional Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Setiap rumah sakit wajib membetuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKPRS)
yang ditetapkan oleh kepala rumah sakit sebagai pelaksana kegiatan keselamatan
Keanggotaan TKPRS terdiri dari manajemen rumah sakit dan unsur dari profesi
rumah sakit
7) Membuat laporan kegiatan kepada kepala rumah sakit (DepKes RI, 2008).
Sakit. Standar ini diusun merujuk pada “Hospital Patient Safety Standards” yang
1) Hak Pasien
Standar keselamatan pasien di atas jika diurai satu per satu maka akan lebih jelas
Standar :
Kriteria :
jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil
Standar :
Kriteria :
itu, di rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan
Standar :
tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut
lainnya
Standar :
a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik,
mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas
pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan
faktor – faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh
b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara
c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi terkait dengan semua Kejadian
Tidak Diharapkan, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus
risiko tinggi.
d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
Standar :
keselamatan pasien.
keselamatan pasien.
Kriteria :
pasien.
d. Tersedia prosedur “cepat tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan
dilaksanakan.
g. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan
disiplin.
implementasinya.
6) Standar VI : Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standar :
secara jelas.
Kriteria :
orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan
keselamatan pasien.
Standar :
eksternal.
Kriteria :
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal – hal terkait
Mengacu kepada standar keselamatan pasien di atas, maka rumah sakit harus
merancang proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitoring dan
Keselamatan pasien.
Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi dan tujuan rumah
sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik
bisnis yang sehat, dan faktor – faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai
dengan “Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit”. Berkaitan hal tersebut di
atas maka perlu ada kejelasan perihal tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit
tersebut.
sebagai berikut :
Langkah penerapan :
langkah pengumpulan fakta harus dilakukan dan dukungan apa yang harus
ii. Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi
di rumah sakit
keselamatan pasien
insiden
ii. Demonstrasikan kepada tim anda ukuran – ukuran yang dipakai di
Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan Pasien di
Langkah penerapan :
ii. Identifikasi di tiap bagian rumah sakit, orang – orang yang dapat
rumah sakit anda dan pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur
efektifitasnya
b. Untuk Unit/Tim
Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi dan
Langkah Penerapan :
risiko klinis dan non klinis, serta pastikan hal tersebut mencakup
ii. Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari
b. Untuk Unit/Tim
Pastikan staf dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden, serta rumah sakit
Langkah penerapan :
b. Untuk Unit/Tim
Berikan semangat kepada rekan sekerja untuk secara aktif melaporkan setiap
insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga,
b. Untuk Unit/Tim
Dorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan
mengidentifikasi penyebab
b. Untuk Unit/Tim
insiden
ii. Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak
direncanakan
b. Untuk Unit/Tim
pastikan pelaksanaannya
iii. Pastikan tim menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut
secara menyeluruh harus dilaksanakan oleh setiap rumah sakit. Dalam pelaksanaan
tujuh langkah tersebut tidak harus berurutan dan tidak harus serentak. Pilihlah langkah
– langkah yang paling strategis dan paling mudah dilaksanakan di rumah sakit. Bila
langkah – langkah ini berhasil maka kembangkan langkah – langkah yang belum
dilaksanakan. Bila tujuh langkah ini telah dilaksanakan dengan baik, maka rumah sakit
rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan
sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari World
Health Organization (WHO) Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKP-RS, PERSI), dan dari Joint Comission
perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian- bagian yang
bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari
konsensus berbasis bukti keahliaan atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem
yang baik secara intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman
dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan pada solusi –
Enam sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya hal – hal sebagai berikut
:
1) Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien
Standar SKP I :
pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius/ tersedasi,
rumah sakit, adanya kelainan sensori, atau akibat situasi lain. Maksud sasaran
ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu: pertama, untuk
untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah, atau produk darah,
pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis, atau pemberian
sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien,
nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan barcode, dan
lain - lain. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk
berbeda dirumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau
ruang operasi termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu
diidentifikasi.
tanggal lahir pasien. Tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi
pasien.
pemeriksaan klinis.
prosedur.
Standar SKP II :
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang
pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telepon. Komunikasi yang
mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan
kritis, seperti melaporkan hasil laporan laboratorium klinik cito melalui telepon
kebijakan dan atau prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk :
mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang adalah
Alert).
Obat – obatan yang perlu diwaspadai (High Alert Medications) adalah obat yang
outcome) seperti obat – obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama
Obat, Rupa, dan Ucapan Mirip/ NORUM, atau Look AlikeSoundAlike/ LASA).
Obat – obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah
Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik
diunit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih
dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling
prosedur untuk membuat daftar obat – obat yang perlu diwaspadai berdasarkan
data yang ada dirumah sakit. Kebijakan dan/ atau prosedur juga mengidentifikasi
Gawat Darurat atau kamar operasi, serta pemberian label secara benar pada
membatasi akses, untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja/ kurang hati –
hati.
dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang
label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
Operasi.
Standar SKP IV :
Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak
adekuat antara anggota tim bedah, kurang/ tidak melibatkan pasien di dalam
penandaan lokasi (site marking) dan tidak ada prosedur verifikasi lokasi
operasi. Disamping itu, asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang
tulisan tangan yang tidak terbaca (illegible hand writing) dan pemakaian
singkatan adalah faktor – faktor kontribusi yang sering terjadi. Rumah sakit
Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga The Joint
Commitions Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure,
Wrong Persont Surgary. Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan
dilakukan atas satu tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara
konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator/ orang melakukan
tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan
harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan
pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multiple struktur (jari tangan, jari
yang relevan yang tersedia, diberi label dengan baik dan dipampang.
dibutuhkan.
akan dilakukan tepat sebelum tindakan dimulai dan melibatkan seluruh tim
a. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk
operasi dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia tepat
dan fungsional.
pembedahan.
termasuk prosedur medis dan dental yang dilaksanakan diluar kamar operasi.
Standar SKP V :
infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah (bloodstream infections) dan
eliminasi infeksi ini maupun infeksi – infeksi lain adalah Cuci Tangan (hand
hygiene yang tepat). Pedoman hand hygiene bisa dibaca dikepustakan WHO
diterima secara umum dan untuk implementasi sebagai petunjuk di rumah sakit.
yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (antara lain dari WHO
Patient Safety).
kesehatan.
6) Sasaran VI : Pengurangan Risiko Pasien Jatuh
pasien rawat inap. Dalam konteks populasi atau masyarakat yang dilayani,
pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila
pasien jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap
konsumsi obat, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu yang digunakan
risiko jatuh dan melakukan asessment ulang pasien bila diindikasikan terjadi
cedera akibat jatuh dan dampak dari kejadian yang tidak diharapkan.
masyarakat
kemampuan pelayanannya
5) Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin
ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa atau bakti
ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak
11) Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika
12) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan
kewajiban pasien
maupun nasional
17) Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau
laws).
19) Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas rumah sakit
20) Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawan tanpa rokok.
Apabila kewajiban tersebut tidak dapat dijalankan secara baik, maka rumah
1) Teguran lisan
2) Teguran tertulis
Dalam Undang – undang ini juga diatur beberapa hal yang menjadi hak rumah
pelayanan
perundang – undangan
5) Mendapatkan insentif pajak bagi rumah sakit publik dan rumah sakit
pendidikan
yang berbunyi Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik
di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan
yang berlaku.
Peran Perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem, dimana dapat dipengaruhi
oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar profesi keperawatan
keselamatan pasien rumah sakit pada pasal 8 yang berisikan “Rumah sakit dan tenaga
kesehatan yang bekerja di rumah sakit wajib melaksanakan program dengan mengacu
pada kebijakan nasional Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit”. Hal ini
dapat didefinisikan bahwa perawat memiliki kewajiban dan berperan penting dalam
Rumah sakit sebagai sistem terdiri dari input, proses dan output/outcome.
Untuk ketiganya saling berpengaruh, terjadi saling interaksi dan interdependensi yang
kuat. Mutu pelayanan yang berorientasi keselamatan pasien dapat dipandang sebagai
output/outcome, sedang SDM (Sumber Daya Manusia) dalam hal ini perawat sebagai
input. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang bertugas di garis depan pelayanan sangat
Konsep James Reason (1990) seperti yang dikutip dari Vincent C., Taylor
Adam (2003) bahwa error lebih banyak disebabkan oleh kegagalan sistem
dibandingkan dengan kelalaian individu. Kegagalan sistem ini yang dikenal dengan
latent error, termasuk didalamnya adalah tidak adekuatnya komunikasi, staffing dan
Direktur dari Agency for Healthcare Research and Quality (2004) menyatakan
bahwa untuk membangun keselamatan pasien, harus ada lingkungan atau budaya yang
memungkinkan para profesi di rumah sakit untuk berbagi informasi mengenai masalah
(Hamdani, 2007).
Dalam penerapan sistem keselamatan pasien rumah sakit tidak boleh terfokus
pada sistem mikro, tetapi harus terintegrasi dalam sistem mikro ke sistem makro
level institusi dan adanya sikap profesional dan fokus kepada pasien pada level
dari dua perspektif sebagaimana ia jelaskan : “Implementation studies have two major foci :
memahami keberhasilan implementasi dalam arti sempit yaitu sebagai kepatuhan para
(dalam bentuk undang – undang, peraturan pemerintah, atau program). Berbeda dengan
perspektif pertama, perspektif kedua tidak hanya memahami implementasi dari aspek
(SOP) semata – mata.Mengikuti pendapat Ripley (1985) tersebut maka ukuran keberhasilan
implementasi tidak hanya dilihat dari segi kepatuhan para implementer dalam mengikuti
SOP namun demikian juga diukur dari keberhasilan mereka dalam merealisasikan tujuan –
tujuan kebijakan yang wujud nyatanya berupa munculnya dampak kebijakan (Purwanto,
2012)
Evaluasi dari penerapan keselamatan pasien (patient safety) dilihat dari angka
kejadian insiden di rumah sakit tersebut, semakin kecil insiden maka semakin baik
mutu pelayanan di rumah sakit tersebut. Dengan adanya kebijakan ini yang paling
diharapkan sebagai tujuan utamanya adalah pasien yang dirawat di rumah sakit menjadi
Rumah Sakit dijelaskan bahwa setiap rumah sakit yang ada di Indonesia wajib untuk
kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) yang berskala nasional.
dasar bagi rumah sakit untuk menerapkan keselamatan pasiennya (patient safety).
Adapun tujuan dari proses penerapan tersebut adalah agar keselamatan pasien di rumah
sakit dapat terlindungi dan lebih terjamin serta mutu pelayanan di rumah sakit dapat
keselamatan pasien (patient safety ) di rumah sakit, insiden keselamatan pasien dapat
dicegah kejadiannya.